BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Konsep ISPA (Infeksi Saluran ...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Konsep ISPA (Infeksi Saluran ...
9
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1. Konsep ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
2.1.1. Definisi ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah proses infeksi akut
yang berlangsung selama 14 hari, yang di tandai dengan gejala
batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan lendir yang biasanya
disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian,
atau lebih dari saluran nafas, mulai dari hidung (saluran atas)
hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya.
ISPA yang di adaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute
Respiratory Infections (ARI) mempunyai perngertian sebagai
berikut: 1).Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme
kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga
menimbulkan gejala penyakit. 2).Saluran pernafasan adalah organ
mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti
sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara
anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran
pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ
adneksanya saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru
termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory track). 3).Infeksi
akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari
di ambil untuk menunjukan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari.
Pengertian ISPA adalah saluran penyakit pernafasan atas dengan
perhatian khusus pada radang paru (pneumonia), dan bukan
penyakit telinga dan tenggorokan. Klasifikasi penyakit ISPA terdiri
dari :
10
2.1.1.1. Bukan pneumonia – mencakup kelompok pasien balita
dengan batuk yang tidak menunjukan gejala peningkatan
frekuensi nafas dan tidak menunjukan adanya tarikan
dinding pada bagian bawah kearah dalam. Contohnya
adanya common cold, faringitis, dan Orotis (Firdaus,
2012).
2.1.1.2. Pneumonia di dasarkan pada adanya batuk dana tau
kesukaran bernafas diagnosis gejala ini berdasarkan umur.
Batas frekuensi nafas cepat pada anak berusia dua bulan
sampai < 1 tahun adalah 50 kali per menit dan untuk anak
usia 1 sampai < 5 tahun adalah 40 kali per menit (Firdaus,
2012).
2.1.1.3. Pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk atau
kesulitan bernafas di sertai sesak nafas atau tarikan
dinding dada bagian bawah kearah dalam (chect
indrawing) pada anak berusia dua bulan sampai < 5
tahun. Untuk berusia < 2 bulan, diagnosis pneumonia
berat di tandai dengan adanya nafas cepat yaitu frekuensi
pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau
adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian
bawah kearah dalam (Severe Chect Indrawing) (Firdaus,
2012).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah radang akut saluran
pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad
renik atau bakteri, virus maupun reketsia tanpa atau disertai dengan
radang parenkim paru. ISPA adalah masuknya mikroorganisme
(bakteri, virus, riketsia ke dalam saluran pernapasan yang
11
menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsung sampai 14
hari (Wijayaningsih, 2013)
Dari batasan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah merupakan infeksi yang
disebabkan oleh mikrooganisme atau kuman yang masuk kedalam
tubuh kemudian menyerang salah satu atau lebih dari saluran nafas
dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) seperti
sinus, rongga telinga tengan dan pleura, berkembang biak sampai
menimbulkan gejala penyakit dalam waktu yang berlangsung
sampai 14 hari.
2.1.2. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus,
Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan
Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Miksovirus, Adnovirus. Bakteri penyebab ISPA
misalnya Streptokokus hemolitikus, Korinebakterium diffteria dan
lain-lain. Salah satu penularan ISPA adalah melalui kontak
langsung dengan penderita atau melalui udara pernafasan yang
tercemar dan masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan.
Gejala umumnya adalah batuk, kesulitan bernafas, sakit
tenggorokan, pilek, sakit telinga, dan demam (Depkes RI, 2006
dalam Fitri, 2013).
Etiologi ISPA menurut Widoyono, 2012
2.1.2.1. Bakteri
Diplococcus pneumonia, pneumococcus, Streptococus
pyogenes, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza,
dan lain-lain.
12
2.1.2.2. Virus
Influenza, Adenovirus, Sitimegalovirus.
2.1.2.3. Jamur
Aspergilus sp, Candida albicans, Histoplasma, dan lain-
lain.
2.1.2.4. Aspirasi
Makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar
minyak) biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat
lahir, benda asing (biji-bijian, mainan plastic kecil, dan
lain-lain).
Etiologi Ispa terdiri dari jenis bakteri (Diplococcus pneumonia,
pneumococcus, sresptococcus pyogenes, staphylococcus aureus,
haemoprilus influenza, dan lain-lain), virus (Influenza, adenovirus,
sitomegalovirus), jamur (aspergillus sp, cania albicans,
histoplasma) dan lain-lain. Beberapa faktor lain yang diperkirakan
berkontribusi, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan
(Wijayaningsih, 2013).
2.1.3. Klasifikasi ISPA
Secara anatomis ISPA dapat dibagi dalam dua bagian yaitu ISPA
atas dan ISPA bawah, dengan batas anatomis adalah suatu bagian
dalam tenggorokan yang disebut epiglottis.
2.1.3.1. ISPA bagian atas ( Acute Respiratory Infections)
Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-
struktur saluran napas di sebelah laring. Kebanyakan
penyakit saluran napas mengenai bagian atas dan bawah
secara bersamaan atau berurutan, tetapi beberapa
diantaranya melibatkan bagian-bagian spesifik Saluran
13
Pernapasan Akut (ISPA) bagian atas diantaranya adalah
Nasofaringitis Akut (selesma), Faringitis Akut (termasuk
tonsillitis dan faringotosilitis) dan rhinitis. ISPA atas yang
perlu diwaspadai adalah radang tenggorokan atau
pharyngitis dan rang telinga tengah atau ptitis. Pharingitis
yang disebabkan kuman tertentu (Streptococcus
Hemolyticus) dapat berkomplikasi dengan penyakit
jantung (endocarditis). Sedangkan radang telinga tengah
yang tidak diobati dapat berakibat terjadinya ketulian
(Muryunani, 2010 dalam Fitri, 2013).
2.1.3.2. ISPA bagian bawah (Acute Lower Respiratory Infections)
Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-
struktur saluran napas bagian bawah mulai dari laring
sampai alveoli. Penyakit-penyakit yang tergolong Infeksi
Saluran Napas Akut (ISPA) bagian bawah adalah
Laringitis, Asma Bronchial, Bronchitis Akut maupun
Kronis. Bronco Pneumonia atau Pneumonia (Suatu
peradangan pada paru-paru di mana peradangan tidak saja
pada jaringan pari tetapi pada bronkhiali. Salah sati ISPA
bawah yang berbahaya adalah Pneumonia (Muryunani,
2010 dalam Fitri, 2013).
2.1.4. Gejala ISPA
2.1.4.1. Gejala ISPA ringan
Bila timbul batuk tidak mengganggu tidur, dahak encer,
tidak ada anoreksia, panas tidak begitu tinggi, misalnya
rhinitis, rhinofaringitis (Fitri, 2013).
14
2.1.4.2. Gejala ISPA sedang
Bila dahak kental, ingus kental, panas tinggi (38oC),
anoreksia, sesak, sakit saat menelan, misalnya
tonsilofaringtis, laringotraceobrochitis (Fitri, 2013).
2.1.4.3. Gejala ISPA berat
Bila panas tinggi di sertai napas ngorok, stridor, kadang-
kadang disertai penurunan kesadaran, misalnya pada
pneumonia (Fitri, 2013).
2.1.5. Pembagian ISPA
Infeksi Saluran Pernapasa Akut (ISPA) bagian atas adalah infeksi-
infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur saluran napas di
sebelah atas laring. Kebanyakan penyakit saluran napas mengenai
bagian atas dan bawah secara bersama-sama atau berurutan. Yang
tergolong Infeksi Saluran Napas Akut (ISPA) bagian atas
diantaranya adalah : Nasofaringitis akut (selesma), faringtis akut
(termasuk tonsillitis dan farigotosilitis) dan rhinitis. Infeksi saluran
pernapasan atas digolongkan ke dalam penyakit bukan pneumonia
(Puwaningsih, 2010), yang terdiri antara lain :
2.1.5.1. Rhintis
Rhintis dapat disebabkan oleh bakteri ataupun virus, tapi
lebih banyak rhinitis dikarenakan adanya suatu alergi yang
kemudian dapat di ikuti dengan bakteri atau rhinitis alergi
atau pilek alergi adalah gejala alergi yang terjadi pada
bagian hidung. Umumnya timbul penyakit ini pada musim
penghujan karena cuaca dingin. Diagnosa penuyakit ini
seperti : hidung pilek/beringusan, badan panas atau merasa
tidak enak badan di sertai pusing kepala. Penyebab pilek
alergi atau rhinitis alergi ini ada bermacam-macam, antara
lain : karena tubuh tidak kuat di udara dingin, debu di
15
lingkungan sekitar (rumah), polusi udara dan serbuk sari
bunga.
2.1.5.2. Faringitis
Faringitis (dalam Bahasa latin : Pharyngitis), adalah suatu
penyakit peradangan yang menyerang tenggorokan atau
faring. Kadang juga di sebut sebagai radang tenggorokan.
Infeksi saluran napas atas akut seperti faringitis
merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering di
jumpai. Radang ini bisa disebabkan oleh virus atau kuman,
disebabkan daya tahan yang lemah, dan penyebab
tersering adalah virus sehingga pengobatan antibiotik tidak
diperlukan.
2.1.5.3. Laringitis
Laringitis adalah peradangan pada laring (pangkal
tenggorok). Laring terletak di puncak saluran udara yang
menuju ke paru-paru (trakea) dan mengandung pita suara.
Laringitis juga bisa menyertai bronchitis, pneumonia,
influenza, pertussis, campak dan difteri. Laringitis bisa
terjadi akibat : Penggunaan suara yang berlebihan, reaksi
alergi dan menghirup iritan (misalnya asap rokok).
Laringitis juga dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti
demam, flu, dan pneumonia. Sementara, penyebab umum
laringitis kronik termasuk iritasi yang berkelanjutan,
seperti konsumsi alkohol, perokok berat, dan bakteri
gastroes ophageal reflux (Puwaningsih , 2010).
16
2.1.6. Faktor Pendukung Penyebab ISPA
2.1.6.1. Kondisi ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi
yang berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk
miskin di sertai kemampuannya menyediakan lingkungan
pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah
balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit
menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong
meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada balita
(Andareto, 2010).
2.3.6.2. Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan
jumlah populasi balita besar pula. Di tambah lagi dengan
status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan
menambah berat beban kegiatan pemberantasan ISPA
(Andareto, 2010).
2.3.6.3. Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah
endemis beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat
menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh
geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kasus
maupun kematian penderita akibat ISPA. Dengan demikian
pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan
dengan mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain
yang mempengaruhinya (Andareto, 2010).
2.3.6.4. Riwayat BBLR
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan
perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi
17
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko
kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat
badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama
kelahiran karena pembentukan anti kekebalan kurang
sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi,
terutama ISPA dan sakit saluran pernapasan lainnya
(Maryunani, 2012 dalam Hayati, 2014).
2.3.6.5. Status Gizi
Gizi baik adalah keseimbangan antara kebutuhan dan
masukan nutrisi sehingga berpengaruh terhadap daya tahan
tubuh dan respon imunologik terhadap penyakit, sedangkan
gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang
kekurangan nutrisi atau nutrisi dibawah standar rata-rata
(Soeditama, 2002 dalam Hayati, 2014).
2.3.6.6. Imunisasi
Pemberian imunisasi berbagai jenis penyakit infeksi
termasuk ISPA. Untuk mengurangi faktor yang
meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi
lengkap terutama DPT dan Campak. Bayi dan balita yang
mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA
dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan
menjadi berat (Hayati, 2014).
2.3.6.7. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit
ISPA. Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat di
pengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk.
Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di
masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap
18
pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan agar
tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya
memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat
(Andareto, 2010).
2.3.6.8. Lingkungan
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran
hutan, gas buangan sarana transportasi dan polusi udara
dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama
penyakit ISPA. Lingkungan yang sehat merupakan suatu
persyaratan untuk memelihara tubuh sehat, kelembaban
yang rendah dapat mengeringakan selaput lender hiding
dan mulut yang berpengaruh pada masalah pernapasan.
Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang
memerlukan keadaan hiegene dan sanitasi lingkungan
seperti dikemukakan oleh WHO, bahwa perumahan yang
tidak cukup terlalu sempit mengakibatkan pula tingginya
kejadian penyakit dalam masyarakat. Hubungan rumah
yang terlalu sempit dan kejadian penyakit diantaranya
mempengaruhi kebersihan udara, karena rumah terlalu
sempit maka ruangan-ruangan akan kekurangan oksigen
sehingga akan menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh
karena mudahnya perpindahan bibit penyakit dari manusia
yang satu ke manusia yang lain, sehingga memudahkan
terjadinya penyakit seperti penularan penyakit saluran
pernapasan.
Menurut Anik Maryunani (2012) secara umum terdapat 2
faktor resiko terjadinya ISPA yaitu lingkungan dan faktor
perilaku.
19
2.3.6.6. Faktor lingkungan
a. Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar
untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat
merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan
memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi
pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan
dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar
tidur, sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih
tinggi (Maryunani , 2012).
b. Ventilasi rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau
pengarahan udara ke atau dari ruangan baik secara
alami maupun secara mekanis.
Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Mensuplai udara bersih yaitu udara yang
mengandung kadar oksigen yang optimal bagi
pernapasan.
2) Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap
ataupun debu dan zat-zat pencemaran.
2.3.7. Penularan ISPA
Kuman penyakit ISPA ditularkan dari penderita ke orang lain
melalui udara pernapasan. Pada prinsipnya kuman ISPA yang ada
di udara terhisap oleh pejamu baru dan masuk ke seluruh saluran
pernapasan. Dari saluran pernapasan kuman menyebar ke seluruh
tubuh, apabila orang yang terinfeksi ini rentan, maka ia akan
terkena ISPA (Efendi, 2010).
20
2.3.8. Pelaksanaan kasus ISPA
Pedoman penatalaksaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk
standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak
mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek
biasa. Strategi penatalaksaan kasus mencakup pula petunjuk
tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari
tindakan penunjang yang penting bagi penderita (Firdaus, 2012)
Penatalaksaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai
berikut:
2.3.8.1. Upaya pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga keadaan gizi
agar tetap baik, imunisasi, menjaga kebersihan perorangan
dan lingkungan, dan mencegah berhubungan dengan
penderita ISPA (Firdaus, 2012).
2.3.8.2. Pengobatan dan perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain meningkatkan istirahat
minimal 8 jam perhari, meningkatkan makanan bergizi,
bila demam beri kompres dan banyak minum, bila hidung
tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan
sapu tangan yang bersih, bila badan seseorang demam
gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat,
bila terserang pada anak, tetap berikan makanan dan ASI
bila anak tersebut masih menetek (Firdaus, 2012).
2.3.9. Faktor Resiko ISPA
Berdasarkan hasil penelitian berbagai negara termasuk Indonesia
dan berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor baik
untuk meningkatkan insiden maupun kematian akibat ISPA. Ada
banyak faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA baik secara
langsung maupun tidak langsung .
21
Faktor resiko yang menyebabkan ISPA adalah sosio ekonomi
(pendapatan, perumahan), status gizi dan tingkat pengetahuan serta
faktor lingkungan ( kualitas udara). Menyebutkan bahwa faktor
penyebab ISPA adalah status gizi buruk, kepadatan tempat tinggal
dan lingkungan fisik (Depkes, 2002).
Lingkungan yang berpengaruh dalam proses terjadinya ISPA
adalah lingkungan perumahan, dimana kualitas rumah berdampak
terhadap kesehatan anggotanya. Kualitas rumah dapat dilihat dari
jenis atap, lantai, dinding, dan keberadaan anggota keluarga yang
merokok, kepadatan hunian dan bahan bakar masak yang dipakai.
Faktor di atas diduga sebagai penyebab terjadinya ISPA. (Depkes
RI, 2003).
Semakin banyak rokok yang dihisap oleh anggota keluarga,
semakin besar memberikan resiko terhadaap kejadian ISPA
(Dipkes RI, 2001: 12).
22
2.2. Konsep Kondisi Fisik Rumah (Tempat Tinggal)
2.2.1. Pengertian
Kondisi fisik rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk
tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan
jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik demi kesehatan
keluarga dan individu (Rusdina, 2014)
Menurut UU RI No 4 Tahun 1992, rumah adalah struktur fisik
terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang digunakan
sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (Depkes,
2001). Definisi rumah menurut WHO adalah struktur fisik atau
bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna
untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik
demi kesehatan keluarga dan individu (Lina, 2010).
Menurut tulisan aswar, dalam buku Pengawasan Penyehatan
Lingkungan pemukiman oleh Djasio Sanropie dalam Lina 2010,
rumah bagi manusia mempunyai arti :
a. Tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat
melaksanakan kewajiban sehari – hari.
b. Tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa
kekeluargaan bagi segenap anggota keluarga yang ada.
c. Tempat untuk melindungi diri dari bahaya yang datang
mengancam.
d. Lambang status sisial yang dimiliki, yang masih dirasakan saat
ini.
e. Tempat untuk meletakkan atau menyimpan barang – barang
yang dimiliki, terutama masih ditemui pada masyarakat
pedesaan.
2.2.2. Persyaratan Rumah Sehat
Rumah merupakan lingkungan fisik manusia sebagai tempat
tinggal. Rumah dapat merupakan tempat yang menyebabkan
23
penyakit bila kriteria rumah sehat belum terpenuhi. Menurut angka
statistik, kematian dan kesakitan paling tinggi terjadi pada orang –
orang yang menempati rumah yang tidak memenuhi syarat rumah
sehat. Bila kondisi lingkungan buruk, derajat kesehatan akan
rendah. Kondisi lingkungan pemukiman harus mampu mendukung
tingkat kesehatan penghuninya (Lina, 2010).
Menurut keputusan menteri kesehatan RI nomor :
829/Menkes/SK/VII/1999 dalam Lina 2010 adalah sebagai berikut:
a. Bahan bagunan
1. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat
yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain sebagai
berikut : Debu tidak lebih dari 150 µgm3. Asbes bebas
tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4jam. Timah hitam tidak
melebihi 300 mg/kg.
2. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tempat
tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.
b. Komponen dan penataan ruang rumah
Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan
biologis sebagai berikut :
1. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
2. Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana
ventilasi untuk mengatur sirkulasi udara dengan ukuran
minimal 10% dari luas lantai. Di kamar mandi dan tempat
cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan.
3. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan
kecelakaan.
4. Jarak ujung tinggi atap dengan lantai minimal 5m2 dari
dasar lantai. Jarak atap yang landai dengan dasar lantai
minimal 3m2.
24
5. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai
ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur,
ruang daput, ruang mandi dan ruang bermain anak.
6. Bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih
harus dilengkapi penangkal petir.
7. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan
asap.
c. Pencahayaan
Pencahayaan alam atau buatan, langsung atau tidak langsung
dapat menerangi seluruh bagian ruangan minimal intensitasnya
60 lux dan tidak menyilaukan.
d. Kualitas udara
Kualitas udara didalam rumah tidak melebihi ketentuan
sebagai berikut :
1. Suhu udara nyaman berkisar antara 18oC sampai 30oC.
2. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%.
3. Konsentrasi gas CO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam.
4. Pertukaran Udara.
5. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8jam.
6. Konsentrasi gas formaldehide tidak melebihi 120 mg/m3.
e. Ventilasi
Luas penghawaan atau ventilasi minimal berukuran 10% dari
luas lantai.
f. Binatang penular penyakit
Tidak ada tikus bersarang di rumah.
g. Air
1. Tersedia air bersih dengan kapasitas minimal 60
lt/hari/orang.
2. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air
bersih dan air minum sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
25
h. Tersedianya sarana penyimpanan makanan yang aman dan
hygiene.
i. Limbah
1. Limbah cair berasal dari rumah tidak mencemari sumber
air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari
permukaan tanah.
2. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau,
tidak menyebabkan pencemaran terhadap permukaan tanah
dan air tanah.
j. Kepadatan hunian ruang tidur
Luas ruangan tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan
digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruangan tidur,
kecuali anak dibawah umur 5 tahun. Kepadatan hunian
ditentukan dengan jumlah kamar tidur dibagi jumlah penghuni
(Sleeping Density), yaitu :
1. Baik, bila kepadatan lebih atau sama dengan 0,7
2. Cukup, bila kepadatan antara 0,5 – 0,7
3. Kurang, bila kepadatan kurang dari 0,5
Menurut Dinas Cipta Karya, syarat – syarat rumah sehat antara
lain :
a. Mempunyai segi kesehatan
Bagian-bagian rumah yang mempengaruhi kesehatan
hendaknya dipersiapkan dengan baik, yaitu:
1. Penerangan dan peranginan dalam setiap ruangan harus
cukup.
2. Penyediaan air bersih.
3. Pengaturan pembuangan air limbah dan sampah sehingga
tidak menimbulkan pencemaran.
4. Bagian-bagian ruangan seperti lantai dan dinding tidak
lembab.
26
5. Tidak terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air
kotor dan udara kotor.
6. Memiliki ruang dapur tersendiri. Luas dapur yang baik
adalah minimal 4m2 dengan lebar 1,5m.
b. Memenuhi segi kekuatan bangunan
Bagian-bagian dari bangunan rumah mempunyai kontruksi
dan bahan bangunan yang dapat dijamin keamanannya,
seperti:
1. Kontruksi bangunan cukup kuat, baik untuk menahan
beratnya sendiri maupun pengaruh luar seperti angin,
hujan, gempa dan lainnya.
2. Pemakaian bahan bangunan yang dapat dijamin
keawetannya dan kemudahan dalam pemeliharaannya.
3. Menggunakan bahan yang tahan api untuk bagian-bagian
yang mudah terbakar dan bahan-bahan air untuk bagian
yang selalu basah.
c. Memperhatikan segi kenyamanan
Keluarga dapat tinggal dengan nyaman dan dapat melakukan
kegiatan dengan mudah, yaitu :
1. Penyediaan ruangan yang mencukupi
2. Ukuran ruangan yang sesuai dengan kegiatan penghuni
didalamnya.
3. Penataan ruangan yang cukup baik.
4. Dekorasi dan warna yang serasi.
5. Penghijauan halaman diatur sesuai dengan kebutuhan
(Lina, 2010).
2.3. Keterkaitan Kondisi Fisik Rumah Berhubungan dengan ISPA pada
Balita
a. Kepadatan hunian
Kepadatan hunian adalah banyaknya penghuni yang tinggal dalam
rumah dibandingkan dengan luas ruangan. Berdasarkan keputusan
27
menteri kesehatan RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang
persyaratan kesehatan perumahan, luas ruang tidur minimal 8 meter,
dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu
ruangan kecuali anak berumur dibawah 5 tahun.
Salah satu cara mencegah penularan penyakit infeksi saluran
pernapasan terutama pneumonia maka jarak tempat tidur satu dengan
tempat tidur lain minimal 90 cm. Dalam hubungan dengan penyakit
ISPA balita maka kepadatan hunian akan menyebabkan infeksi
silang dengan penderita ISPA di suatu ruangan dan penularan
penyakit melalui udara atau droplet akan cepat terjadi. Pada saat
batuk, agent penyebab penyakit keluar dalam bentuk droplet. Dan
akan dibawa udara yang selanjutnya masuk ke host lalu melalui
saluran pernapasan (Khoiriyah, 2010).
Kepadatan hunian rumah perlu diperhatikan karena:
1. Semua orang memerlukan tempat untuk melakukan aktivitasnya
didalam rumah.
2. Keadaan rumah yang penuh sesak oleh penghuni akan
mengurangi kenyamanan dalam melakukan aktivitas.
3. Rumah yang padat penghuni akan lebih memungkinkan cepat
terjadinya penularan oleh virus dan kontak perorangan.
4. Rumah padat penghuni akan mengpengaruhi psikologis
penghuninya sehingga produktifitas kerja akan menurun.
Tingkat kepadatan mimiliki hubungan dengan kejadian ISPA
khususnya balita, hal ini terjadi karena tingkat kepadatan hunian
rumah dapat mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan dan dapat
mempermudah penularan penyakit untuk tingkat hunian ruamh yang
padat, berarti banyak penghuninya sehingga menghasilkan banyak
karbondioksida sebagai hasil proses pernapasan. Karbondioksida
tersebut mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan karena
28
semakin banyak jumlah orang yang menghuni ruangan, maka
semakin banyak jumlah udara segar yang dibutuhkan untuk
pernapasan, sedangkan jumlah karbondioksida yang dihasilkan jauh
lebih besar. Selain itu dimungkinkan banyak orang tersebut
membawa pencemar didalam ruangan.
Selain mempengaruhi kualitas udara, tingkat kepadatan hunian
rumah juga mempengaruhi kemudahan dalam proses penularan
ISPA. Semakin banyak jumlah orang yang menghuni rumah maka
apabila dalam rumah tersebut terdapat penderita ISPA akan terjadi
pencemaran udara oleh mikroorganisme penyebab ISPA yang
berasal dari droplet penderita. Apabila dalam ruangan dihuni banyak
orang maka untuk proses persebaran atau penularan semakin mudah
dan cepat. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur ruangan
adalah meteran atau roll meter. Bila kepadatan penghuni didalam
rumah tidak memenuhi persyaratan kesehatan rumah tinggal
sebagaimana tercantum diatas, maka apabila anggota keluarga yang
ada didalam rumah ada yang menderita ISPA maka kemungkinan
akan menularkan penyakit ISPA pada anggota keluarga yang lain
menjadi lebih cepat (Khoriyah, 2010).
b. Pencahayaan
Pencahayaan adalah proses masuknya cahaya ke dalam ruangan
untuk keperluan aktivitas (Khoriyah, 2010).
Pencahayaan dibagi menjadi dua kelompok :
1. Pencahayaan alami
Cahaya alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari
kedalam ruangan melalui jendela, celah-celah dan bagian-bagian
bangunan yang terbuka, Cahaya matahari berguna selain untuk
penerangan dapat juga untuk mengurangi kelembaban ruangan,
mengusir nyamuk dan membunuh kuman penyebab penyakit.
29
Pencahayaan alam atau buatan baik langsung maupun tidak
langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya
60 lux dan sebaiknya tidak menyilaukan.
Menurut WHO standar minimal cahaya alam yang memenuhi
syarat kesehatan untuk berbagai keperluan salah satunya adalah
kamar keluarga dan kamar tidur adalah 60 lux. Untuk
memperoleh jumlah cahaya matahari pada pagi hari secara
optimal sebaiknya jendela kamar tidur menghadap ke timur, luas
jendela minimal 10% dari luas lantai. Jarak masuk cahaya juga
diusahakan dengan memakai genteng kaca (Khoriyah, 2010).
2. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan yang baik dan memenuhi standar dapat
dipengaruhi oleh :
a) Cara memasang sumber cahaya pada dinding atau langit-
langit.
b) Kontruksi sumber cahaya dengan ornamen yang diperlukan.
c) Luas dan bentuk ruangan.
d) Penyebaran sinar dari sumber cahaya.
Alat yang dipakai untuk mengukur pencahayaan adalah
luxmeter. Cara penggunaannya adalah alat langsung diletakkan
pada ruangan yang akan diperkisa, lihat dan dicatat hasilnya.
Sehubungan dengan hal tersebut pemerintah Indonesia melalui
Departemen Pekerjaan Umum (DPU) telah menetapkan bahwa
untuk kesehatan ruangan, sinar matahari pagi harus masuk
kedalam ruangan minimal 1 jam sehari atau bila penerangan
matahari tidak langsung minimal 8 jam (Khoriyah, 2010).
Keterkaitan antara pencahayaan dengan penyakit ISPA adalah
jika pencahayaan rumah kurang, maka akan mengakibatkan
kelembaban dan berpengaruh terhadap kejadian ISPA.
Kelembaban ini sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan
30
etiologi ISPA yang berupa virus, bakteri dan jamur. Faktor
etiologi tersebut dapat tumbuh dengan baik jika kondisi kurang
optimal. Penghuni ruangan biasanya akan mudah menderita
infeksi saluran nafas karena situasi tersebut (Khoriyah, 2010).
c. Ventilasi
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar dan pengeluaran
udara kotor secara alamiah. Berdasarkan keputusan menteri
kesehatan No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan
kesehatan perumahan, luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang
permanen minimal 10% dari luas lantai.
Berdasarkan peraturan bangunan nasional, lubang hawa suatu
bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Luas jendela / lubang hawa sekurang-kurangnya 10% dari luas
lantai ruangan.
2. Jendela atau lubang hawa harus meluas kearah atas sampai
setinggi minimal 1,95 m dari permukaan lantai.
3. Adanya lubang hawa yang berlokasi dibawah langit-langit
sekurang-kurangnya 0,35% dari luas lantai.
Ventilasi rumah berfungsi :
1. Untuk menjaga aluran udara didalam rumah tetap segar. Hal ini
berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni
rumah harus tetap terjaga. Kurangnya ventilasi yang
menyebabkan kurangnya oksigen didalam rumah yang berarti
kadar karbondioksida yang bersifat akan meningkat. Tidak
cukupnya ventilasi juga akan menyebabkan kelembaban udara
didalam rumah akan naik karena terjadinya penguapan cairan.
Kelembaban ini merupakan media paling baik untuk tumbuhnya
bakteri patogen.
31
2. Memberikan udara ruangan dari bakteri-bakteri patogen, karena
terjadi aliran udara yang terus menerus.
Ventilasi diukur dengan menggunakan meteran atau roll meter,
kategori :
1. Tidak standar : Bila ukuran ventilasi tidak sesuai dengan standar
bangunan nasional.
2. Standar : bila ukuran ventilasi sesuai dengan standar bangunan
nasional (Khoriyah, 2010).
2.4. Tinjauan Umum Tentang Rokok
2.4.1. Sejarah Rokok
Awal mula perkenalasan dunia pada tembakau dan kebiasaan
merokok tak bisa dilepaskan dari peristiwa penemuan benua
Amerika oleh para pelaut Spanyol di bawah Christoper Colombus,
melihat bangsa indian mempergunakan daun kering dengan
berbagai cara, salah satu diantaranya dengan membakarnya sebagai
rokok yang mendatangkan kenikmatan pada tubuh mereka,
menciptakan rasa nyaman dan mengurangi kelelahan.
Sejarah rokok daun tembakau dipopulerkan pada abad XVI di
Eropa, jumlah perokok terus meningkat. Bangsa Spanyol dan
Portugis bersama menanam tembakau di Hindia Barat dan Brasil.
Perancis mengenal tembakau lewat Jean Nicot dijumpai istilah
Nicotiane untuk menyebut jenis tanaman obat (tembakau) yang
dimaksud. Pada Abad XVIII oramg Rusia mengenal cara baru
menikmati tembakau dengan menggunakan pipa air, yang
sebelumnya telah poluler dikalangan orang turki. Kemudian
kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa.
Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan
32
ritual dan pengobatan, di Eropa orang merokok hanya untuk
kesenangan semata.
Merokok yang semula bertujuan untuk pengobatan akhirnya
menjadi penyebab banyak kelainan dan penyakit. Salah satu
berhubungan dengan sistem kardiovaskuler, merokok juga
berhubungan dengan jaringan lunak dan keras di rongga mulut
karena merupakan awal terjadinya penyerapan zat hasil
pembakaran rokok, maka mukosa mulut juga mempunyai dampak
dari merokok.
2.4.2. Pengertian Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70
hingga 120mm (bervariasi tergantung Negara) dengan diameter
sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah
dicacah.Rokok dibkar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan
membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung
lainnya.
Rokok adalah lintingan atau gulungan tembakau yang digulung/
dibungkus dengan kertas, daun, atau kulit jagung, sebesar
kelingking dengan panjang 8-10 cm, biasanya dihisap seseorang
setelah dibakar ujungnya. Rokok merupakan pabrik kimia
berbahaya.Hanya dengan membakar dan menghisap sebatang
rokok saja, dapat diproduksi lebih dari 4000 jenis bahan kimia.400
diantaranya beracun dan 40 diantaranya bisa berkumulasi dalam
tubuh dan dapat menyebabkan kanker (Pauhasan, 2011).
Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan
mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat.
Kemudian ada juga yang menyebutkan bahwa rokok adalah hasil
olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bahan lainnya
33
ysng dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana
Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung
nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. ( Hans Tendra,
2003)
Merokok yaitu menghisap asap tembakau yang dibakar kedalam
tubuh lalu menghembuskannya keluar (Armstrong, 2007).
Mengatakan bahwa perilaku merokok adalah kegiatan membakar
gulungan tembakau lalu menghisapnya sehingga menimbulkan
asap yang dapat terhirup oleh orang-orang disekitarnya (levy,
2004).
Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap
asapnya, baik menggunakann rokok maupun menggunakan
pipa.Asap rokok yang dihisap maupun asap rokok yang dihirup
melalui dua komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi
komponen partikurat. Asap rokok yang dihisap melalui mulut
disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk
pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang diemboskan
ke udara oleh perokok disebut sidentream smoke. Sidentream
smoke dapat mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif.
Rokok terbuat dari tembakau yang diperoleh dari tanaman
Nicotiana Tabacum L. Tembakau dipergunakan sebagai bahan
untuk sigaret, cerutu, tembakau untuk pipa serta pemakaian oral.
Tembakau ditambah cengkih dan bahan-bahan lain dicampur untuk
dibuat rokok kretek. Selain kretek, tembakau juga dapat digunakan
sebagai linting, rokok putih, cerutu, rokok pipa, dan tembakau
tanpa asap (chewing, tobacco atai tembakau kunyah).
34
2.4.3. Zat – zat yang terkandung di dalam rokok
2.4.3.1. Tar
Tar adalah zat berwarna coklat berisi berbagai
hidrokarbon aromatik polisiklik, amin aromatik dan N-
nitrosamine. Tar yang dihasilkan asap rokok akan
menimbulkan ritasi pada saluran napas, menyebabkan
bronchitis, kanken nasofaring dan kanker paru.
2.4.3.2. Nikotin
Nikotin adalah bahan alkaloid toksik yang merupakan
senyawa amin tersier, bersifat basa lemah dengan pH 8,0
pada pH fisiologis, sebanyak 31% nikotin berbentuk
bukan ion dan dapat melalui membrane sel. Asap rokok
pada umumnya bersifat asam (pH 5,5). Pada pH ini
nikotin berada berada dalam bentok ion dan tidak dapat
melewati membrane secara cepat sehingga di mukosa
pipih hanya terjadi sedikit absorpsi nikotin dari asap
rokok. Pada perokok yang menggunakan pipa, cerutu dan
berbagai macam sgaret Eropa, asap rokok bersifat basa
dengan pH 8,5 dan nikotin pada umumnya tidak dalam
bentuk ion dan dapat diabsorpsi dengan baik melalui
mulut.
2.4.3.3. Karbon Monoksida
Karbon Monoksida (CO) adalah gas beracun yang
mempunyai afinitas yang kuat terhadap hemoglobin pada
sel darah merah , ikatan CO dengan hemoglobin akan
membuat hemoglobin tidak bias melepaskan ikatan CO
dan sebagai akibat fungsi hemoglobin sebagai pengangkut
oksigen berkurang, sehingga karboksi hemoglobin
mencapai tingkat tertentu akan dapat kematian.
35
2.4.3.4. Timah Hitam
Timah Hitam (Pb) yang dihasilkan oleh sebatang rokok
sebanyak 0,5 ug. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang
habis dihisap dalam satu hari akan menghasilkan 10 ug.
Sementara ambang batas bahaya timaah hitam yang masuk
kedalam tubuh adalah 20 ug perhari. Bias dibayangkan,
bila seorang perokok berat menghisap rata- rata 2 bungkur
per hari, berapa banyak zar berbahaya ini masuk kedalam
tubuh.(Sygeng, 2007).
2.4.4. Variabel Merokok
Ada beberapa variabel yang terkait dengan yang namanya
merokok, diantaranya :
2.4.4.1. Jenis perokok
Jenis perokok dapat didasarkan :
a. Berdasarkan pengaruh
1. Perokok aktif, yaitu orang terbiasa dengan nyata-
nyata menghisap rokok dan menanggung sendiri
akibat-akibatnya.
2. Perokok pasif, yaitu orang yang sebenarnya tidak
merokok akan tetapi ada orang lain yang merokok
didekatnya, maka ia dengan terpaksa harus ikut
menghisap asap rokok dengan segala akibatnya
(Yienmail, 2008).
b. Berdasarkan jumlah
1. Perokok ringan, adalah seseorang yang merokok 1-
10 batang/hari. Perokok jenis ini akan mempunyai
risiko kanker 15 kali lebih besar dibandingkan
yang tidak merokok.
2. Perokok sedang, adalah seseorang yang merokok
dari 10-20 batang/hari. Perokok jenis ini akan
36
mempunyai risiko menderita kanker paru-paru 40-
50 kali lebih besar dari yang tidak merokok.
3. Perokok berat, adalah seseorang yang merokok >
20 batang/hari. Perokok jenis ini akan mempunyai
risiko menderita kamker paru-paru 70-80 kali lebih
besar dari yang tidak merokok (Yienmail,2008).
2.4.4.2. Jenis rokok
Rokok dapat didasarkan atas beberapa jenis, yaitu:
a. Rokok berdasarkan bahan pembungkus
1. Rokok klobot, yaitu rokok yang bahan
pembungkusnya berupa daun jagung.
2. Rokok kawung, yaitu rokok yang bahan
pembungkusnya berupa daun aren.
3. Rokok Sigaret, yaitu rokok yang bahan
pembungkusnya berupa kertas
4. Rokok cerutu, yaitu rokok yang bahan
pembungkusnya berupa daun tembakau
(Aanjuniawan, 2008).
b. Rokok berdasarkan bahan baku atau isi
1. Rokok putih, adalah rokok yang bahan baku dan
isinya daun tembakau yang diberi saus untuk
mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
2. Rokok kretek, adalah rokok yang bahan baku dan
isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang
diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu.
3. Klembek, adalah rokok yang bahan baku dan isinya
berupa daun tembakau, cengkeh dan kemenyan
yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan
aroma tertentu (Aanjuniawan, 2008).
37
c. Rokok berdasarkan proses pembuatannya
1. Rokok sigaret kretek tangan, yaitu rokok yang
proses pembuatannya dengan cara digiling atau
dilinting dengan menggunakan tangan atau dengan
alat bantu sederhana.
2. Rokok sigatet kretek mesin, yaitu rokok yang
proses pembuatannya menggunakan mesin atau
dengan alat yang modern (Aanjuniawan, 2008).
d. Rokok berdasarkan penggunaan filter
1. Rokok filter, yaitu rokok yang bagian pangkalnya
terdapat gabus yang biasa disebut filter.
2. Rokok non filter, yaitu rokok yang bagian
pangkalnya tidak terdapat gabus (Aanjuniawan,
2008).
2.4.4.3. Keberadaan Anggota Keluarga yang Merokok
Kesehatan yang kian mengkuatirkan di Indonesia adalah
semakin banyaknya jumlah perokok yang berarti semakin
banyak penderita gangguan kesehatan akibat merokok
ataupun menghirup asap rokok (bagi perokok pasif) yang
umumnya adalah perempuan dan anak-anak. Hal ini tidak
bisa dianggap sepele karena beberapa penelitian
memperlihatkan bahwa justru perokok pasiflah yang
mengalami risiko lebih besar daripada perokok
sesunggunya (Dachroni, 2003).
Polusi atau pencernaan udara adalah dimasukannya
komponen lain kedalam udara, baik oleh kegiatan manusia
secara langsung atau tidak langsung maupun proses alam
sehingga kualitas udara turun sampai ketingkatan tertentu
yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak
dapat berfungsi lagi dengan baik.
38
Gangguan saluran pernapasan yang diderita masyarakat
selain disebabkan oleh infeksi kuman juga disebabkan
adanya pencemaran udara dalam rumah yang berasal dari
aktivitas penghuninya, antara lain : penggunaan bahan
bakar biomassa untuk memasak maupun memanaskan
ruangan, asap rokok, penggunaan insektisida semprot
maupun bakar dan penggunaan bahan bangunan sintesis
seperti car dan asbes (Sukar, 1996 dalam Pauhasan 2011).
Bahan pencemar yang dihasilkan oleh asap rokok yang
menimbulkan bahaya bagi kesehatan adalah :
a. Partikel
Partikel dalam asap rokok mengandung unsur-unsur
kimia, seperti timbal (Pb), besi (Fe), mangan (Mn),
arsen (As), cadmium (Cd). Partikel yang terhisap dapat
menempel pada saluran pernapasan bagian atas masuk
langsung ke paru-paru hal ini tergantung pada
kandungan kimia dan ukurannya. Paparan partikel
dengan kadar tinggi akan menimbulkan edema pada
trakea, bronkus, dan bronkiolus. Beberapa logam
seperti Pb dan Cd, bersifat akumulatif, paparan yang
berulang dan berlangsung dalam waktu lama akan
menyebabkan terakumulasinya logam-logam tersebut
dalam alat pernapsan. Hal ini akan menimbulkan
pengaruh yang bersifat kronis, yaitu terjadinya iritasi
pada saluran napas sampai dengan timbulnya kanker
paru.
b. Senyawa-senyawa hidrokarbon aromatik polysiklik
Salah satu senyawa yang berbahaya terhadap kesehatan
karena diketahui bersifat karsinogenik adalah benzi-a-
pyrene.
39
c. Formaldehid (HCHO)
Paparan Formaldehid dapat mengakibatkan iritasi pada
mata, hidung dan alat pernapasan bagian atas. Hal ini
terjadi karena adanya reaksi ketika bahan pencemaran
bercampur dengan air mata atau lendir dalam saluran
pernapasan.
d. Carbonmonoksida (Co)
Pengaruh akut inhalasi CO adalah berkurangnya
persediaan oksigen dalam tubuh yang disebabkan oleh
bergabungnya CO dalam darah dengan molekul
hemoglobin membentuk Co-Hb.
e. Nitrogendioksida (NO2)
Nitrogendioksida merupakan bahan pencemar udara
yang paling banyak mempengaruhi kesehatan pari
bagian dalam. Paparan NO2 yang berlangsung lama
dapat menambah kerentanan terhadap infeksi alat
pernapasan oleh bakteri (pneumonia) atau virus
(Influenza).
f. Sulfurdioksida (SO2)
Sulfurdioksida mempunyai sifat yang lebih mudah larut
dalam air membentuk asam sulfat aerosol, yang dapat
masuk ke dalam paru dan mengganggu fungsi paru.
2.4.4.4. Dampak Asap Rokok Bagi Anggota Keluarga
Asap rokok yang dihisap oleh perokok adalah asap
mainstream sedangkan asap dari ujung rokok yang
terbakar dinamakan asap sidestream. Polusi udara yang
diakibatkan oleh asap sidestream dan asap mainsteam
sudah terekstrasi dinamakan asap tangan kedua atau asap
tembakau lingkungan. Mereka yang menghisap asap inilah
40
yang dinamakan perokok pasif atau perokok terpaksa,
(Adningsih, 2008).
Terdapatnya seorang perokok atau lebih dalam rumah
akan memperbesar risiko anggota keluarga menderita sakit
seperti :
1. Meningkatkan risiko kanker paru-paru dan menyakit
jantung.
2. Masalah pernapasan termasuk radang paru-paru dan
bronkitis.
3. Sakit atau pedih mata.
4. Bersin dan batuk-batuk.
5. Sakit tenggorokan.
6. Sakit Kepala.
7. Memperburuk aspa dan memperberat penyakit angina
pektoris.
8. Meningkatkan risiko untuk mendapat serangan ISPA
khususnya balita.
Bahaya asap rokok terhadap balita :
1. Masalah dan penyakit pernapasan.
2. Mengganggu terhadap perkembangan kecerdasan.
3. Jangkitan telinga.
4. Leukimia
5. Cepat lelah
6. Sindrom kematian secara mendadak.
Anak-anak yang orang tuanya perokok lebih mudah
terkena saluran pernapasan seperti flu, asma pneumonia,
ISPA dan penyakit saluran pernapasannya lainnya. Gas
berbahaya dalam asap rokok merangsang pembentukan
lendir. Debu dan bakteri yang tertumpuk tidak dapat
dikeluarkan menyebabkan bronkitis kronis. Lumpuhnya
41
serat elastin di jaringan paru mengakibatkan daya pompa
paru berkurang, udara tertahan di paru-paru dan
mengakibatkan pecahnya kantong udara (Dachroni, 2003).
42
2.5. Kerangka Konsep
Kondisi Fisik Rumah
Faktor Pendukung
Keterangan
= Tidak Diteliti
Pencahayaan
Ventilasi
Kepadatan Penghuni rumah
Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA)
Faktor Ekonomi
Kependudukan
Geografi
Riwayat BBLR
Status Gizi
Imunisasi
= Diteliti
Keberadaan Anggota keluarga Yang Merokok
Dalam Rumah