BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Konsep ISPA (Infeksi Saluran ...

35
9 BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Konsep ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) 2.1.1. Definisi ISPA Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah proses infeksi akut yang berlangsung selama 14 hari, yang di tandai dengan gejala batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan lendir yang biasanya disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, atau lebih dari saluran nafas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya. ISPA yang di adaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI) mempunyai perngertian sebagai berikut: 1).Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. 2).Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksanya saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory track). 3).Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari di ambil untuk menunjukan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Pengertian ISPA adalah saluran penyakit pernafasan atas dengan perhatian khusus pada radang paru (pneumonia), dan bukan penyakit telinga dan tenggorokan. Klasifikasi penyakit ISPA terdiri dari :

Transcript of BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Konsep ISPA (Infeksi Saluran ...

9

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

2.1.1. Definisi ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah proses infeksi akut

yang berlangsung selama 14 hari, yang di tandai dengan gejala

batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan lendir yang biasanya

disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian,

atau lebih dari saluran nafas, mulai dari hidung (saluran atas)

hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya.

ISPA yang di adaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute

Respiratory Infections (ARI) mempunyai perngertian sebagai

berikut: 1).Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme

kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga

menimbulkan gejala penyakit. 2).Saluran pernafasan adalah organ

mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti

sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara

anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran

pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ

adneksanya saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru

termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory track). 3).Infeksi

akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari

di ambil untuk menunjukan proses akut meskipun untuk beberapa

penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat

berlangsung lebih dari 14 hari.

Pengertian ISPA adalah saluran penyakit pernafasan atas dengan

perhatian khusus pada radang paru (pneumonia), dan bukan

penyakit telinga dan tenggorokan. Klasifikasi penyakit ISPA terdiri

dari :

10

2.1.1.1. Bukan pneumonia – mencakup kelompok pasien balita

dengan batuk yang tidak menunjukan gejala peningkatan

frekuensi nafas dan tidak menunjukan adanya tarikan

dinding pada bagian bawah kearah dalam. Contohnya

adanya common cold, faringitis, dan Orotis (Firdaus,

2012).

2.1.1.2. Pneumonia di dasarkan pada adanya batuk dana tau

kesukaran bernafas diagnosis gejala ini berdasarkan umur.

Batas frekuensi nafas cepat pada anak berusia dua bulan

sampai < 1 tahun adalah 50 kali per menit dan untuk anak

usia 1 sampai < 5 tahun adalah 40 kali per menit (Firdaus,

2012).

2.1.1.3. Pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk atau

kesulitan bernafas di sertai sesak nafas atau tarikan

dinding dada bagian bawah kearah dalam (chect

indrawing) pada anak berusia dua bulan sampai < 5

tahun. Untuk berusia < 2 bulan, diagnosis pneumonia

berat di tandai dengan adanya nafas cepat yaitu frekuensi

pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau

adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian

bawah kearah dalam (Severe Chect Indrawing) (Firdaus,

2012).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah radang akut saluran

pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad

renik atau bakteri, virus maupun reketsia tanpa atau disertai dengan

radang parenkim paru. ISPA adalah masuknya mikroorganisme

(bakteri, virus, riketsia ke dalam saluran pernapasan yang

11

menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsung sampai 14

hari (Wijayaningsih, 2013)

Dari batasan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah merupakan infeksi yang

disebabkan oleh mikrooganisme atau kuman yang masuk kedalam

tubuh kemudian menyerang salah satu atau lebih dari saluran nafas

dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) seperti

sinus, rongga telinga tengan dan pleura, berkembang biak sampai

menimbulkan gejala penyakit dalam waktu yang berlangsung

sampai 14 hari.

2.1.2. Etiologi

Etiologi ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.

Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus,

Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan

Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah

golongan Miksovirus, Adnovirus. Bakteri penyebab ISPA

misalnya Streptokokus hemolitikus, Korinebakterium diffteria dan

lain-lain. Salah satu penularan ISPA adalah melalui kontak

langsung dengan penderita atau melalui udara pernafasan yang

tercemar dan masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan.

Gejala umumnya adalah batuk, kesulitan bernafas, sakit

tenggorokan, pilek, sakit telinga, dan demam (Depkes RI, 2006

dalam Fitri, 2013).

Etiologi ISPA menurut Widoyono, 2012

2.1.2.1. Bakteri

Diplococcus pneumonia, pneumococcus, Streptococus

pyogenes, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza,

dan lain-lain.

12

2.1.2.2. Virus

Influenza, Adenovirus, Sitimegalovirus.

2.1.2.3. Jamur

Aspergilus sp, Candida albicans, Histoplasma, dan lain-

lain.

2.1.2.4. Aspirasi

Makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar

minyak) biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat

lahir, benda asing (biji-bijian, mainan plastic kecil, dan

lain-lain).

Etiologi Ispa terdiri dari jenis bakteri (Diplococcus pneumonia,

pneumococcus, sresptococcus pyogenes, staphylococcus aureus,

haemoprilus influenza, dan lain-lain), virus (Influenza, adenovirus,

sitomegalovirus), jamur (aspergillus sp, cania albicans,

histoplasma) dan lain-lain. Beberapa faktor lain yang diperkirakan

berkontribusi, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan

(Wijayaningsih, 2013).

2.1.3. Klasifikasi ISPA

Secara anatomis ISPA dapat dibagi dalam dua bagian yaitu ISPA

atas dan ISPA bawah, dengan batas anatomis adalah suatu bagian

dalam tenggorokan yang disebut epiglottis.

2.1.3.1. ISPA bagian atas ( Acute Respiratory Infections)

Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-

struktur saluran napas di sebelah laring. Kebanyakan

penyakit saluran napas mengenai bagian atas dan bawah

secara bersamaan atau berurutan, tetapi beberapa

diantaranya melibatkan bagian-bagian spesifik Saluran

13

Pernapasan Akut (ISPA) bagian atas diantaranya adalah

Nasofaringitis Akut (selesma), Faringitis Akut (termasuk

tonsillitis dan faringotosilitis) dan rhinitis. ISPA atas yang

perlu diwaspadai adalah radang tenggorokan atau

pharyngitis dan rang telinga tengah atau ptitis. Pharingitis

yang disebabkan kuman tertentu (Streptococcus

Hemolyticus) dapat berkomplikasi dengan penyakit

jantung (endocarditis). Sedangkan radang telinga tengah

yang tidak diobati dapat berakibat terjadinya ketulian

(Muryunani, 2010 dalam Fitri, 2013).

2.1.3.2. ISPA bagian bawah (Acute Lower Respiratory Infections)

Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-

struktur saluran napas bagian bawah mulai dari laring

sampai alveoli. Penyakit-penyakit yang tergolong Infeksi

Saluran Napas Akut (ISPA) bagian bawah adalah

Laringitis, Asma Bronchial, Bronchitis Akut maupun

Kronis. Bronco Pneumonia atau Pneumonia (Suatu

peradangan pada paru-paru di mana peradangan tidak saja

pada jaringan pari tetapi pada bronkhiali. Salah sati ISPA

bawah yang berbahaya adalah Pneumonia (Muryunani,

2010 dalam Fitri, 2013).

2.1.4. Gejala ISPA

2.1.4.1. Gejala ISPA ringan

Bila timbul batuk tidak mengganggu tidur, dahak encer,

tidak ada anoreksia, panas tidak begitu tinggi, misalnya

rhinitis, rhinofaringitis (Fitri, 2013).

14

2.1.4.2. Gejala ISPA sedang

Bila dahak kental, ingus kental, panas tinggi (38oC),

anoreksia, sesak, sakit saat menelan, misalnya

tonsilofaringtis, laringotraceobrochitis (Fitri, 2013).

2.1.4.3. Gejala ISPA berat

Bila panas tinggi di sertai napas ngorok, stridor, kadang-

kadang disertai penurunan kesadaran, misalnya pada

pneumonia (Fitri, 2013).

2.1.5. Pembagian ISPA

Infeksi Saluran Pernapasa Akut (ISPA) bagian atas adalah infeksi-

infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur saluran napas di

sebelah atas laring. Kebanyakan penyakit saluran napas mengenai

bagian atas dan bawah secara bersama-sama atau berurutan. Yang

tergolong Infeksi Saluran Napas Akut (ISPA) bagian atas

diantaranya adalah : Nasofaringitis akut (selesma), faringtis akut

(termasuk tonsillitis dan farigotosilitis) dan rhinitis. Infeksi saluran

pernapasan atas digolongkan ke dalam penyakit bukan pneumonia

(Puwaningsih, 2010), yang terdiri antara lain :

2.1.5.1. Rhintis

Rhintis dapat disebabkan oleh bakteri ataupun virus, tapi

lebih banyak rhinitis dikarenakan adanya suatu alergi yang

kemudian dapat di ikuti dengan bakteri atau rhinitis alergi

atau pilek alergi adalah gejala alergi yang terjadi pada

bagian hidung. Umumnya timbul penyakit ini pada musim

penghujan karena cuaca dingin. Diagnosa penuyakit ini

seperti : hidung pilek/beringusan, badan panas atau merasa

tidak enak badan di sertai pusing kepala. Penyebab pilek

alergi atau rhinitis alergi ini ada bermacam-macam, antara

lain : karena tubuh tidak kuat di udara dingin, debu di

15

lingkungan sekitar (rumah), polusi udara dan serbuk sari

bunga.

2.1.5.2. Faringitis

Faringitis (dalam Bahasa latin : Pharyngitis), adalah suatu

penyakit peradangan yang menyerang tenggorokan atau

faring. Kadang juga di sebut sebagai radang tenggorokan.

Infeksi saluran napas atas akut seperti faringitis

merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering di

jumpai. Radang ini bisa disebabkan oleh virus atau kuman,

disebabkan daya tahan yang lemah, dan penyebab

tersering adalah virus sehingga pengobatan antibiotik tidak

diperlukan.

2.1.5.3. Laringitis

Laringitis adalah peradangan pada laring (pangkal

tenggorok). Laring terletak di puncak saluran udara yang

menuju ke paru-paru (trakea) dan mengandung pita suara.

Laringitis juga bisa menyertai bronchitis, pneumonia,

influenza, pertussis, campak dan difteri. Laringitis bisa

terjadi akibat : Penggunaan suara yang berlebihan, reaksi

alergi dan menghirup iritan (misalnya asap rokok).

Laringitis juga dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti

demam, flu, dan pneumonia. Sementara, penyebab umum

laringitis kronik termasuk iritasi yang berkelanjutan,

seperti konsumsi alkohol, perokok berat, dan bakteri

gastroes ophageal reflux (Puwaningsih , 2010).

16

2.1.6. Faktor Pendukung Penyebab ISPA

2.1.6.1. Kondisi ekonomi

Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi

yang berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk

miskin di sertai kemampuannya menyediakan lingkungan

pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah

balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit

menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong

meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada balita

(Andareto, 2010).

2.3.6.2. Kependudukan

Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan

jumlah populasi balita besar pula. Di tambah lagi dengan

status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan

menambah berat beban kegiatan pemberantasan ISPA

(Andareto, 2010).

2.3.6.3. Geografi

Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah

endemis beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat

menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh

geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kasus

maupun kematian penderita akibat ISPA. Dengan demikian

pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan

dengan mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain

yang mempengaruhinya (Andareto, 2010).

2.3.6.4. Riwayat BBLR

Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan

perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi

17

dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko

kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat

badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama

kelahiran karena pembentukan anti kekebalan kurang

sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi,

terutama ISPA dan sakit saluran pernapasan lainnya

(Maryunani, 2012 dalam Hayati, 2014).

2.3.6.5. Status Gizi

Gizi baik adalah keseimbangan antara kebutuhan dan

masukan nutrisi sehingga berpengaruh terhadap daya tahan

tubuh dan respon imunologik terhadap penyakit, sedangkan

gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang

kekurangan nutrisi atau nutrisi dibawah standar rata-rata

(Soeditama, 2002 dalam Hayati, 2014).

2.3.6.6. Imunisasi

Pemberian imunisasi berbagai jenis penyakit infeksi

termasuk ISPA. Untuk mengurangi faktor yang

meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi

lengkap terutama DPT dan Campak. Bayi dan balita yang

mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA

dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan

menjadi berat (Hayati, 2014).

2.3.6.7. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit

ISPA. Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat di

pengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk.

Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di

masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap

18

pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan agar

tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya

memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat

(Andareto, 2010).

2.3.6.8. Lingkungan

Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran

hutan, gas buangan sarana transportasi dan polusi udara

dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama

penyakit ISPA. Lingkungan yang sehat merupakan suatu

persyaratan untuk memelihara tubuh sehat, kelembaban

yang rendah dapat mengeringakan selaput lender hiding

dan mulut yang berpengaruh pada masalah pernapasan.

Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang

memerlukan keadaan hiegene dan sanitasi lingkungan

seperti dikemukakan oleh WHO, bahwa perumahan yang

tidak cukup terlalu sempit mengakibatkan pula tingginya

kejadian penyakit dalam masyarakat. Hubungan rumah

yang terlalu sempit dan kejadian penyakit diantaranya

mempengaruhi kebersihan udara, karena rumah terlalu

sempit maka ruangan-ruangan akan kekurangan oksigen

sehingga akan menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh

karena mudahnya perpindahan bibit penyakit dari manusia

yang satu ke manusia yang lain, sehingga memudahkan

terjadinya penyakit seperti penularan penyakit saluran

pernapasan.

Menurut Anik Maryunani (2012) secara umum terdapat 2

faktor resiko terjadinya ISPA yaitu lingkungan dan faktor

perilaku.

19

2.3.6.6. Faktor lingkungan

a. Pencemaran udara dalam rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar

untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat

merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan

memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi

pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan

dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar

tidur, sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih

tinggi (Maryunani , 2012).

b. Ventilasi rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau

pengarahan udara ke atau dari ruangan baik secara

alami maupun secara mekanis.

Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Mensuplai udara bersih yaitu udara yang

mengandung kadar oksigen yang optimal bagi

pernapasan.

2) Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap

ataupun debu dan zat-zat pencemaran.

2.3.7. Penularan ISPA

Kuman penyakit ISPA ditularkan dari penderita ke orang lain

melalui udara pernapasan. Pada prinsipnya kuman ISPA yang ada

di udara terhisap oleh pejamu baru dan masuk ke seluruh saluran

pernapasan. Dari saluran pernapasan kuman menyebar ke seluruh

tubuh, apabila orang yang terinfeksi ini rentan, maka ia akan

terkena ISPA (Efendi, 2010).

20

2.3.8. Pelaksanaan kasus ISPA

Pedoman penatalaksaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk

standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak

mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek

biasa. Strategi penatalaksaan kasus mencakup pula petunjuk

tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari

tindakan penunjang yang penting bagi penderita (Firdaus, 2012)

Penatalaksaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai

berikut:

2.3.8.1. Upaya pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga keadaan gizi

agar tetap baik, imunisasi, menjaga kebersihan perorangan

dan lingkungan, dan mencegah berhubungan dengan

penderita ISPA (Firdaus, 2012).

2.3.8.2. Pengobatan dan perawatan

Prinsip perawatan ISPA antara lain meningkatkan istirahat

minimal 8 jam perhari, meningkatkan makanan bergizi,

bila demam beri kompres dan banyak minum, bila hidung

tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan

sapu tangan yang bersih, bila badan seseorang demam

gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat,

bila terserang pada anak, tetap berikan makanan dan ASI

bila anak tersebut masih menetek (Firdaus, 2012).

2.3.9. Faktor Resiko ISPA

Berdasarkan hasil penelitian berbagai negara termasuk Indonesia

dan berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor baik

untuk meningkatkan insiden maupun kematian akibat ISPA. Ada

banyak faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA baik secara

langsung maupun tidak langsung .

21

Faktor resiko yang menyebabkan ISPA adalah sosio ekonomi

(pendapatan, perumahan), status gizi dan tingkat pengetahuan serta

faktor lingkungan ( kualitas udara). Menyebutkan bahwa faktor

penyebab ISPA adalah status gizi buruk, kepadatan tempat tinggal

dan lingkungan fisik (Depkes, 2002).

Lingkungan yang berpengaruh dalam proses terjadinya ISPA

adalah lingkungan perumahan, dimana kualitas rumah berdampak

terhadap kesehatan anggotanya. Kualitas rumah dapat dilihat dari

jenis atap, lantai, dinding, dan keberadaan anggota keluarga yang

merokok, kepadatan hunian dan bahan bakar masak yang dipakai.

Faktor di atas diduga sebagai penyebab terjadinya ISPA. (Depkes

RI, 2003).

Semakin banyak rokok yang dihisap oleh anggota keluarga,

semakin besar memberikan resiko terhadaap kejadian ISPA

(Dipkes RI, 2001: 12).

22

2.2. Konsep Kondisi Fisik Rumah (Tempat Tinggal)

2.2.1. Pengertian

Kondisi fisik rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk

tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan

jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik demi kesehatan

keluarga dan individu (Rusdina, 2014)

Menurut UU RI No 4 Tahun 1992, rumah adalah struktur fisik

terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang digunakan

sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (Depkes,

2001). Definisi rumah menurut WHO adalah struktur fisik atau

bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna

untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik

demi kesehatan keluarga dan individu (Lina, 2010).

Menurut tulisan aswar, dalam buku Pengawasan Penyehatan

Lingkungan pemukiman oleh Djasio Sanropie dalam Lina 2010,

rumah bagi manusia mempunyai arti :

a. Tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat

melaksanakan kewajiban sehari – hari.

b. Tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa

kekeluargaan bagi segenap anggota keluarga yang ada.

c. Tempat untuk melindungi diri dari bahaya yang datang

mengancam.

d. Lambang status sisial yang dimiliki, yang masih dirasakan saat

ini.

e. Tempat untuk meletakkan atau menyimpan barang – barang

yang dimiliki, terutama masih ditemui pada masyarakat

pedesaan.

2.2.2. Persyaratan Rumah Sehat

Rumah merupakan lingkungan fisik manusia sebagai tempat

tinggal. Rumah dapat merupakan tempat yang menyebabkan

23

penyakit bila kriteria rumah sehat belum terpenuhi. Menurut angka

statistik, kematian dan kesakitan paling tinggi terjadi pada orang –

orang yang menempati rumah yang tidak memenuhi syarat rumah

sehat. Bila kondisi lingkungan buruk, derajat kesehatan akan

rendah. Kondisi lingkungan pemukiman harus mampu mendukung

tingkat kesehatan penghuninya (Lina, 2010).

Menurut keputusan menteri kesehatan RI nomor :

829/Menkes/SK/VII/1999 dalam Lina 2010 adalah sebagai berikut:

a. Bahan bagunan

1. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat

yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain sebagai

berikut : Debu tidak lebih dari 150 µgm3. Asbes bebas

tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4jam. Timah hitam tidak

melebihi 300 mg/kg.

2. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tempat

tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.

b. Komponen dan penataan ruang rumah

Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan

biologis sebagai berikut :

1. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan

2. Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana

ventilasi untuk mengatur sirkulasi udara dengan ukuran

minimal 10% dari luas lantai. Di kamar mandi dan tempat

cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan.

3. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan

kecelakaan.

4. Jarak ujung tinggi atap dengan lantai minimal 5m2 dari

dasar lantai. Jarak atap yang landai dengan dasar lantai

minimal 3m2.

24

5. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai

ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur,

ruang daput, ruang mandi dan ruang bermain anak.

6. Bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih

harus dilengkapi penangkal petir.

7. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan

asap.

c. Pencahayaan

Pencahayaan alam atau buatan, langsung atau tidak langsung

dapat menerangi seluruh bagian ruangan minimal intensitasnya

60 lux dan tidak menyilaukan.

d. Kualitas udara

Kualitas udara didalam rumah tidak melebihi ketentuan

sebagai berikut :

1. Suhu udara nyaman berkisar antara 18oC sampai 30oC.

2. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%.

3. Konsentrasi gas CO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam.

4. Pertukaran Udara.

5. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8jam.

6. Konsentrasi gas formaldehide tidak melebihi 120 mg/m3.

e. Ventilasi

Luas penghawaan atau ventilasi minimal berukuran 10% dari

luas lantai.

f. Binatang penular penyakit

Tidak ada tikus bersarang di rumah.

g. Air

1. Tersedia air bersih dengan kapasitas minimal 60

lt/hari/orang.

2. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air

bersih dan air minum sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

25

h. Tersedianya sarana penyimpanan makanan yang aman dan

hygiene.

i. Limbah

1. Limbah cair berasal dari rumah tidak mencemari sumber

air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari

permukaan tanah.

2. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau,

tidak menyebabkan pencemaran terhadap permukaan tanah

dan air tanah.

j. Kepadatan hunian ruang tidur

Luas ruangan tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan

digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruangan tidur,

kecuali anak dibawah umur 5 tahun. Kepadatan hunian

ditentukan dengan jumlah kamar tidur dibagi jumlah penghuni

(Sleeping Density), yaitu :

1. Baik, bila kepadatan lebih atau sama dengan 0,7

2. Cukup, bila kepadatan antara 0,5 – 0,7

3. Kurang, bila kepadatan kurang dari 0,5

Menurut Dinas Cipta Karya, syarat – syarat rumah sehat antara

lain :

a. Mempunyai segi kesehatan

Bagian-bagian rumah yang mempengaruhi kesehatan

hendaknya dipersiapkan dengan baik, yaitu:

1. Penerangan dan peranginan dalam setiap ruangan harus

cukup.

2. Penyediaan air bersih.

3. Pengaturan pembuangan air limbah dan sampah sehingga

tidak menimbulkan pencemaran.

4. Bagian-bagian ruangan seperti lantai dan dinding tidak

lembab.

26

5. Tidak terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air

kotor dan udara kotor.

6. Memiliki ruang dapur tersendiri. Luas dapur yang baik

adalah minimal 4m2 dengan lebar 1,5m.

b. Memenuhi segi kekuatan bangunan

Bagian-bagian dari bangunan rumah mempunyai kontruksi

dan bahan bangunan yang dapat dijamin keamanannya,

seperti:

1. Kontruksi bangunan cukup kuat, baik untuk menahan

beratnya sendiri maupun pengaruh luar seperti angin,

hujan, gempa dan lainnya.

2. Pemakaian bahan bangunan yang dapat dijamin

keawetannya dan kemudahan dalam pemeliharaannya.

3. Menggunakan bahan yang tahan api untuk bagian-bagian

yang mudah terbakar dan bahan-bahan air untuk bagian

yang selalu basah.

c. Memperhatikan segi kenyamanan

Keluarga dapat tinggal dengan nyaman dan dapat melakukan

kegiatan dengan mudah, yaitu :

1. Penyediaan ruangan yang mencukupi

2. Ukuran ruangan yang sesuai dengan kegiatan penghuni

didalamnya.

3. Penataan ruangan yang cukup baik.

4. Dekorasi dan warna yang serasi.

5. Penghijauan halaman diatur sesuai dengan kebutuhan

(Lina, 2010).

2.3. Keterkaitan Kondisi Fisik Rumah Berhubungan dengan ISPA pada

Balita

a. Kepadatan hunian

Kepadatan hunian adalah banyaknya penghuni yang tinggal dalam

rumah dibandingkan dengan luas ruangan. Berdasarkan keputusan

27

menteri kesehatan RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang

persyaratan kesehatan perumahan, luas ruang tidur minimal 8 meter,

dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu

ruangan kecuali anak berumur dibawah 5 tahun.

Salah satu cara mencegah penularan penyakit infeksi saluran

pernapasan terutama pneumonia maka jarak tempat tidur satu dengan

tempat tidur lain minimal 90 cm. Dalam hubungan dengan penyakit

ISPA balita maka kepadatan hunian akan menyebabkan infeksi

silang dengan penderita ISPA di suatu ruangan dan penularan

penyakit melalui udara atau droplet akan cepat terjadi. Pada saat

batuk, agent penyebab penyakit keluar dalam bentuk droplet. Dan

akan dibawa udara yang selanjutnya masuk ke host lalu melalui

saluran pernapasan (Khoiriyah, 2010).

Kepadatan hunian rumah perlu diperhatikan karena:

1. Semua orang memerlukan tempat untuk melakukan aktivitasnya

didalam rumah.

2. Keadaan rumah yang penuh sesak oleh penghuni akan

mengurangi kenyamanan dalam melakukan aktivitas.

3. Rumah yang padat penghuni akan lebih memungkinkan cepat

terjadinya penularan oleh virus dan kontak perorangan.

4. Rumah padat penghuni akan mengpengaruhi psikologis

penghuninya sehingga produktifitas kerja akan menurun.

Tingkat kepadatan mimiliki hubungan dengan kejadian ISPA

khususnya balita, hal ini terjadi karena tingkat kepadatan hunian

rumah dapat mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan dan dapat

mempermudah penularan penyakit untuk tingkat hunian ruamh yang

padat, berarti banyak penghuninya sehingga menghasilkan banyak

karbondioksida sebagai hasil proses pernapasan. Karbondioksida

tersebut mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan karena

28

semakin banyak jumlah orang yang menghuni ruangan, maka

semakin banyak jumlah udara segar yang dibutuhkan untuk

pernapasan, sedangkan jumlah karbondioksida yang dihasilkan jauh

lebih besar. Selain itu dimungkinkan banyak orang tersebut

membawa pencemar didalam ruangan.

Selain mempengaruhi kualitas udara, tingkat kepadatan hunian

rumah juga mempengaruhi kemudahan dalam proses penularan

ISPA. Semakin banyak jumlah orang yang menghuni rumah maka

apabila dalam rumah tersebut terdapat penderita ISPA akan terjadi

pencemaran udara oleh mikroorganisme penyebab ISPA yang

berasal dari droplet penderita. Apabila dalam ruangan dihuni banyak

orang maka untuk proses persebaran atau penularan semakin mudah

dan cepat. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur ruangan

adalah meteran atau roll meter. Bila kepadatan penghuni didalam

rumah tidak memenuhi persyaratan kesehatan rumah tinggal

sebagaimana tercantum diatas, maka apabila anggota keluarga yang

ada didalam rumah ada yang menderita ISPA maka kemungkinan

akan menularkan penyakit ISPA pada anggota keluarga yang lain

menjadi lebih cepat (Khoriyah, 2010).

b. Pencahayaan

Pencahayaan adalah proses masuknya cahaya ke dalam ruangan

untuk keperluan aktivitas (Khoriyah, 2010).

Pencahayaan dibagi menjadi dua kelompok :

1. Pencahayaan alami

Cahaya alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari

kedalam ruangan melalui jendela, celah-celah dan bagian-bagian

bangunan yang terbuka, Cahaya matahari berguna selain untuk

penerangan dapat juga untuk mengurangi kelembaban ruangan,

mengusir nyamuk dan membunuh kuman penyebab penyakit.

29

Pencahayaan alam atau buatan baik langsung maupun tidak

langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya

60 lux dan sebaiknya tidak menyilaukan.

Menurut WHO standar minimal cahaya alam yang memenuhi

syarat kesehatan untuk berbagai keperluan salah satunya adalah

kamar keluarga dan kamar tidur adalah 60 lux. Untuk

memperoleh jumlah cahaya matahari pada pagi hari secara

optimal sebaiknya jendela kamar tidur menghadap ke timur, luas

jendela minimal 10% dari luas lantai. Jarak masuk cahaya juga

diusahakan dengan memakai genteng kaca (Khoriyah, 2010).

2. Pencahayaan Buatan

Pencahayaan buatan yang baik dan memenuhi standar dapat

dipengaruhi oleh :

a) Cara memasang sumber cahaya pada dinding atau langit-

langit.

b) Kontruksi sumber cahaya dengan ornamen yang diperlukan.

c) Luas dan bentuk ruangan.

d) Penyebaran sinar dari sumber cahaya.

Alat yang dipakai untuk mengukur pencahayaan adalah

luxmeter. Cara penggunaannya adalah alat langsung diletakkan

pada ruangan yang akan diperkisa, lihat dan dicatat hasilnya.

Sehubungan dengan hal tersebut pemerintah Indonesia melalui

Departemen Pekerjaan Umum (DPU) telah menetapkan bahwa

untuk kesehatan ruangan, sinar matahari pagi harus masuk

kedalam ruangan minimal 1 jam sehari atau bila penerangan

matahari tidak langsung minimal 8 jam (Khoriyah, 2010).

Keterkaitan antara pencahayaan dengan penyakit ISPA adalah

jika pencahayaan rumah kurang, maka akan mengakibatkan

kelembaban dan berpengaruh terhadap kejadian ISPA.

Kelembaban ini sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan

30

etiologi ISPA yang berupa virus, bakteri dan jamur. Faktor

etiologi tersebut dapat tumbuh dengan baik jika kondisi kurang

optimal. Penghuni ruangan biasanya akan mudah menderita

infeksi saluran nafas karena situasi tersebut (Khoriyah, 2010).

c. Ventilasi

Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar dan pengeluaran

udara kotor secara alamiah. Berdasarkan keputusan menteri

kesehatan No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan

kesehatan perumahan, luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang

permanen minimal 10% dari luas lantai.

Berdasarkan peraturan bangunan nasional, lubang hawa suatu

bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Luas jendela / lubang hawa sekurang-kurangnya 10% dari luas

lantai ruangan.

2. Jendela atau lubang hawa harus meluas kearah atas sampai

setinggi minimal 1,95 m dari permukaan lantai.

3. Adanya lubang hawa yang berlokasi dibawah langit-langit

sekurang-kurangnya 0,35% dari luas lantai.

Ventilasi rumah berfungsi :

1. Untuk menjaga aluran udara didalam rumah tetap segar. Hal ini

berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni

rumah harus tetap terjaga. Kurangnya ventilasi yang

menyebabkan kurangnya oksigen didalam rumah yang berarti

kadar karbondioksida yang bersifat akan meningkat. Tidak

cukupnya ventilasi juga akan menyebabkan kelembaban udara

didalam rumah akan naik karena terjadinya penguapan cairan.

Kelembaban ini merupakan media paling baik untuk tumbuhnya

bakteri patogen.

31

2. Memberikan udara ruangan dari bakteri-bakteri patogen, karena

terjadi aliran udara yang terus menerus.

Ventilasi diukur dengan menggunakan meteran atau roll meter,

kategori :

1. Tidak standar : Bila ukuran ventilasi tidak sesuai dengan standar

bangunan nasional.

2. Standar : bila ukuran ventilasi sesuai dengan standar bangunan

nasional (Khoriyah, 2010).

2.4. Tinjauan Umum Tentang Rokok

2.4.1. Sejarah Rokok

Awal mula perkenalasan dunia pada tembakau dan kebiasaan

merokok tak bisa dilepaskan dari peristiwa penemuan benua

Amerika oleh para pelaut Spanyol di bawah Christoper Colombus,

melihat bangsa indian mempergunakan daun kering dengan

berbagai cara, salah satu diantaranya dengan membakarnya sebagai

rokok yang mendatangkan kenikmatan pada tubuh mereka,

menciptakan rasa nyaman dan mengurangi kelelahan.

Sejarah rokok daun tembakau dipopulerkan pada abad XVI di

Eropa, jumlah perokok terus meningkat. Bangsa Spanyol dan

Portugis bersama menanam tembakau di Hindia Barat dan Brasil.

Perancis mengenal tembakau lewat Jean Nicot dijumpai istilah

Nicotiane untuk menyebut jenis tanaman obat (tembakau) yang

dimaksud. Pada Abad XVIII oramg Rusia mengenal cara baru

menikmati tembakau dengan menggunakan pipa air, yang

sebelumnya telah poluler dikalangan orang turki. Kemudian

kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa.

Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan

32

ritual dan pengobatan, di Eropa orang merokok hanya untuk

kesenangan semata.

Merokok yang semula bertujuan untuk pengobatan akhirnya

menjadi penyebab banyak kelainan dan penyakit. Salah satu

berhubungan dengan sistem kardiovaskuler, merokok juga

berhubungan dengan jaringan lunak dan keras di rongga mulut

karena merupakan awal terjadinya penyerapan zat hasil

pembakaran rokok, maka mukosa mulut juga mempunyai dampak

dari merokok.

2.4.2. Pengertian Rokok

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70

hingga 120mm (bervariasi tergantung Negara) dengan diameter

sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah

dicacah.Rokok dibkar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan

membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung

lainnya.

Rokok adalah lintingan atau gulungan tembakau yang digulung/

dibungkus dengan kertas, daun, atau kulit jagung, sebesar

kelingking dengan panjang 8-10 cm, biasanya dihisap seseorang

setelah dibakar ujungnya. Rokok merupakan pabrik kimia

berbahaya.Hanya dengan membakar dan menghisap sebatang

rokok saja, dapat diproduksi lebih dari 4000 jenis bahan kimia.400

diantaranya beracun dan 40 diantaranya bisa berkumulasi dalam

tubuh dan dapat menyebabkan kanker (Pauhasan, 2011).

Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan

mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat.

Kemudian ada juga yang menyebutkan bahwa rokok adalah hasil

olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bahan lainnya

33

ysng dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana

Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung

nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. ( Hans Tendra,

2003)

Merokok yaitu menghisap asap tembakau yang dibakar kedalam

tubuh lalu menghembuskannya keluar (Armstrong, 2007).

Mengatakan bahwa perilaku merokok adalah kegiatan membakar

gulungan tembakau lalu menghisapnya sehingga menimbulkan

asap yang dapat terhirup oleh orang-orang disekitarnya (levy,

2004).

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap

asapnya, baik menggunakann rokok maupun menggunakan

pipa.Asap rokok yang dihisap maupun asap rokok yang dihirup

melalui dua komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi

komponen partikurat. Asap rokok yang dihisap melalui mulut

disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk

pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang diemboskan

ke udara oleh perokok disebut sidentream smoke. Sidentream

smoke dapat mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif.

Rokok terbuat dari tembakau yang diperoleh dari tanaman

Nicotiana Tabacum L. Tembakau dipergunakan sebagai bahan

untuk sigaret, cerutu, tembakau untuk pipa serta pemakaian oral.

Tembakau ditambah cengkih dan bahan-bahan lain dicampur untuk

dibuat rokok kretek. Selain kretek, tembakau juga dapat digunakan

sebagai linting, rokok putih, cerutu, rokok pipa, dan tembakau

tanpa asap (chewing, tobacco atai tembakau kunyah).

34

2.4.3. Zat – zat yang terkandung di dalam rokok

2.4.3.1. Tar

Tar adalah zat berwarna coklat berisi berbagai

hidrokarbon aromatik polisiklik, amin aromatik dan N-

nitrosamine. Tar yang dihasilkan asap rokok akan

menimbulkan ritasi pada saluran napas, menyebabkan

bronchitis, kanken nasofaring dan kanker paru.

2.4.3.2. Nikotin

Nikotin adalah bahan alkaloid toksik yang merupakan

senyawa amin tersier, bersifat basa lemah dengan pH 8,0

pada pH fisiologis, sebanyak 31% nikotin berbentuk

bukan ion dan dapat melalui membrane sel. Asap rokok

pada umumnya bersifat asam (pH 5,5). Pada pH ini

nikotin berada berada dalam bentok ion dan tidak dapat

melewati membrane secara cepat sehingga di mukosa

pipih hanya terjadi sedikit absorpsi nikotin dari asap

rokok. Pada perokok yang menggunakan pipa, cerutu dan

berbagai macam sgaret Eropa, asap rokok bersifat basa

dengan pH 8,5 dan nikotin pada umumnya tidak dalam

bentuk ion dan dapat diabsorpsi dengan baik melalui

mulut.

2.4.3.3. Karbon Monoksida

Karbon Monoksida (CO) adalah gas beracun yang

mempunyai afinitas yang kuat terhadap hemoglobin pada

sel darah merah , ikatan CO dengan hemoglobin akan

membuat hemoglobin tidak bias melepaskan ikatan CO

dan sebagai akibat fungsi hemoglobin sebagai pengangkut

oksigen berkurang, sehingga karboksi hemoglobin

mencapai tingkat tertentu akan dapat kematian.

35

2.4.3.4. Timah Hitam

Timah Hitam (Pb) yang dihasilkan oleh sebatang rokok

sebanyak 0,5 ug. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang

habis dihisap dalam satu hari akan menghasilkan 10 ug.

Sementara ambang batas bahaya timaah hitam yang masuk

kedalam tubuh adalah 20 ug perhari. Bias dibayangkan,

bila seorang perokok berat menghisap rata- rata 2 bungkur

per hari, berapa banyak zar berbahaya ini masuk kedalam

tubuh.(Sygeng, 2007).

2.4.4. Variabel Merokok

Ada beberapa variabel yang terkait dengan yang namanya

merokok, diantaranya :

2.4.4.1. Jenis perokok

Jenis perokok dapat didasarkan :

a. Berdasarkan pengaruh

1. Perokok aktif, yaitu orang terbiasa dengan nyata-

nyata menghisap rokok dan menanggung sendiri

akibat-akibatnya.

2. Perokok pasif, yaitu orang yang sebenarnya tidak

merokok akan tetapi ada orang lain yang merokok

didekatnya, maka ia dengan terpaksa harus ikut

menghisap asap rokok dengan segala akibatnya

(Yienmail, 2008).

b. Berdasarkan jumlah

1. Perokok ringan, adalah seseorang yang merokok 1-

10 batang/hari. Perokok jenis ini akan mempunyai

risiko kanker 15 kali lebih besar dibandingkan

yang tidak merokok.

2. Perokok sedang, adalah seseorang yang merokok

dari 10-20 batang/hari. Perokok jenis ini akan

36

mempunyai risiko menderita kanker paru-paru 40-

50 kali lebih besar dari yang tidak merokok.

3. Perokok berat, adalah seseorang yang merokok >

20 batang/hari. Perokok jenis ini akan mempunyai

risiko menderita kamker paru-paru 70-80 kali lebih

besar dari yang tidak merokok (Yienmail,2008).

2.4.4.2. Jenis rokok

Rokok dapat didasarkan atas beberapa jenis, yaitu:

a. Rokok berdasarkan bahan pembungkus

1. Rokok klobot, yaitu rokok yang bahan

pembungkusnya berupa daun jagung.

2. Rokok kawung, yaitu rokok yang bahan

pembungkusnya berupa daun aren.

3. Rokok Sigaret, yaitu rokok yang bahan

pembungkusnya berupa kertas

4. Rokok cerutu, yaitu rokok yang bahan

pembungkusnya berupa daun tembakau

(Aanjuniawan, 2008).

b. Rokok berdasarkan bahan baku atau isi

1. Rokok putih, adalah rokok yang bahan baku dan

isinya daun tembakau yang diberi saus untuk

mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

2. Rokok kretek, adalah rokok yang bahan baku dan

isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang

diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma

tertentu.

3. Klembek, adalah rokok yang bahan baku dan isinya

berupa daun tembakau, cengkeh dan kemenyan

yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan

aroma tertentu (Aanjuniawan, 2008).

37

c. Rokok berdasarkan proses pembuatannya

1. Rokok sigaret kretek tangan, yaitu rokok yang

proses pembuatannya dengan cara digiling atau

dilinting dengan menggunakan tangan atau dengan

alat bantu sederhana.

2. Rokok sigatet kretek mesin, yaitu rokok yang

proses pembuatannya menggunakan mesin atau

dengan alat yang modern (Aanjuniawan, 2008).

d. Rokok berdasarkan penggunaan filter

1. Rokok filter, yaitu rokok yang bagian pangkalnya

terdapat gabus yang biasa disebut filter.

2. Rokok non filter, yaitu rokok yang bagian

pangkalnya tidak terdapat gabus (Aanjuniawan,

2008).

2.4.4.3. Keberadaan Anggota Keluarga yang Merokok

Kesehatan yang kian mengkuatirkan di Indonesia adalah

semakin banyaknya jumlah perokok yang berarti semakin

banyak penderita gangguan kesehatan akibat merokok

ataupun menghirup asap rokok (bagi perokok pasif) yang

umumnya adalah perempuan dan anak-anak. Hal ini tidak

bisa dianggap sepele karena beberapa penelitian

memperlihatkan bahwa justru perokok pasiflah yang

mengalami risiko lebih besar daripada perokok

sesunggunya (Dachroni, 2003).

Polusi atau pencernaan udara adalah dimasukannya

komponen lain kedalam udara, baik oleh kegiatan manusia

secara langsung atau tidak langsung maupun proses alam

sehingga kualitas udara turun sampai ketingkatan tertentu

yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak

dapat berfungsi lagi dengan baik.

38

Gangguan saluran pernapasan yang diderita masyarakat

selain disebabkan oleh infeksi kuman juga disebabkan

adanya pencemaran udara dalam rumah yang berasal dari

aktivitas penghuninya, antara lain : penggunaan bahan

bakar biomassa untuk memasak maupun memanaskan

ruangan, asap rokok, penggunaan insektisida semprot

maupun bakar dan penggunaan bahan bangunan sintesis

seperti car dan asbes (Sukar, 1996 dalam Pauhasan 2011).

Bahan pencemar yang dihasilkan oleh asap rokok yang

menimbulkan bahaya bagi kesehatan adalah :

a. Partikel

Partikel dalam asap rokok mengandung unsur-unsur

kimia, seperti timbal (Pb), besi (Fe), mangan (Mn),

arsen (As), cadmium (Cd). Partikel yang terhisap dapat

menempel pada saluran pernapasan bagian atas masuk

langsung ke paru-paru hal ini tergantung pada

kandungan kimia dan ukurannya. Paparan partikel

dengan kadar tinggi akan menimbulkan edema pada

trakea, bronkus, dan bronkiolus. Beberapa logam

seperti Pb dan Cd, bersifat akumulatif, paparan yang

berulang dan berlangsung dalam waktu lama akan

menyebabkan terakumulasinya logam-logam tersebut

dalam alat pernapsan. Hal ini akan menimbulkan

pengaruh yang bersifat kronis, yaitu terjadinya iritasi

pada saluran napas sampai dengan timbulnya kanker

paru.

b. Senyawa-senyawa hidrokarbon aromatik polysiklik

Salah satu senyawa yang berbahaya terhadap kesehatan

karena diketahui bersifat karsinogenik adalah benzi-a-

pyrene.

39

c. Formaldehid (HCHO)

Paparan Formaldehid dapat mengakibatkan iritasi pada

mata, hidung dan alat pernapasan bagian atas. Hal ini

terjadi karena adanya reaksi ketika bahan pencemaran

bercampur dengan air mata atau lendir dalam saluran

pernapasan.

d. Carbonmonoksida (Co)

Pengaruh akut inhalasi CO adalah berkurangnya

persediaan oksigen dalam tubuh yang disebabkan oleh

bergabungnya CO dalam darah dengan molekul

hemoglobin membentuk Co-Hb.

e. Nitrogendioksida (NO2)

Nitrogendioksida merupakan bahan pencemar udara

yang paling banyak mempengaruhi kesehatan pari

bagian dalam. Paparan NO2 yang berlangsung lama

dapat menambah kerentanan terhadap infeksi alat

pernapasan oleh bakteri (pneumonia) atau virus

(Influenza).

f. Sulfurdioksida (SO2)

Sulfurdioksida mempunyai sifat yang lebih mudah larut

dalam air membentuk asam sulfat aerosol, yang dapat

masuk ke dalam paru dan mengganggu fungsi paru.

2.4.4.4. Dampak Asap Rokok Bagi Anggota Keluarga

Asap rokok yang dihisap oleh perokok adalah asap

mainstream sedangkan asap dari ujung rokok yang

terbakar dinamakan asap sidestream. Polusi udara yang

diakibatkan oleh asap sidestream dan asap mainsteam

sudah terekstrasi dinamakan asap tangan kedua atau asap

tembakau lingkungan. Mereka yang menghisap asap inilah

40

yang dinamakan perokok pasif atau perokok terpaksa,

(Adningsih, 2008).

Terdapatnya seorang perokok atau lebih dalam rumah

akan memperbesar risiko anggota keluarga menderita sakit

seperti :

1. Meningkatkan risiko kanker paru-paru dan menyakit

jantung.

2. Masalah pernapasan termasuk radang paru-paru dan

bronkitis.

3. Sakit atau pedih mata.

4. Bersin dan batuk-batuk.

5. Sakit tenggorokan.

6. Sakit Kepala.

7. Memperburuk aspa dan memperberat penyakit angina

pektoris.

8. Meningkatkan risiko untuk mendapat serangan ISPA

khususnya balita.

Bahaya asap rokok terhadap balita :

1. Masalah dan penyakit pernapasan.

2. Mengganggu terhadap perkembangan kecerdasan.

3. Jangkitan telinga.

4. Leukimia

5. Cepat lelah

6. Sindrom kematian secara mendadak.

Anak-anak yang orang tuanya perokok lebih mudah

terkena saluran pernapasan seperti flu, asma pneumonia,

ISPA dan penyakit saluran pernapasannya lainnya. Gas

berbahaya dalam asap rokok merangsang pembentukan

lendir. Debu dan bakteri yang tertumpuk tidak dapat

dikeluarkan menyebabkan bronkitis kronis. Lumpuhnya

41

serat elastin di jaringan paru mengakibatkan daya pompa

paru berkurang, udara tertahan di paru-paru dan

mengakibatkan pecahnya kantong udara (Dachroni, 2003).

42

2.5. Kerangka Konsep

Kondisi Fisik Rumah

Faktor Pendukung

Keterangan

= Tidak Diteliti

Pencahayaan

Ventilasi

Kepadatan Penghuni rumah

Kejadian Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA)

Faktor Ekonomi

Kependudukan

Geografi

Riwayat BBLR

Status Gizi

Imunisasi

= Diteliti

Keberadaan Anggota keluarga Yang Merokok

Dalam Rumah

43

2.6. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan antara kondisi fisik

rumah dan keberadaaan anggota keluarga yang merokok dalam rumah

dengan kejadian ISPA pada balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Alalak

Selatan Banjarmasin.