ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUNTARY AUDITOR …
BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/55753/3/BAB II.pdfagar...
Transcript of BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/55753/3/BAB II.pdfagar...
6
BAB II
TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian Wiwik Rahayu, Darminto dan Topowijono pada tahun
2014 dengan judul Pengaruh Pengungkapan Corporate Social
Responsibility terhadap Profitabilitas Perusahaan. Dalam penelitian ini
populasinya adalah perusahaan-perusahaan dalam kategori pertambangan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode penelitian tahun
2012 hingga tahun 2013. Hasil penelitian menunjukan pengungkapan
corporate social responsibility berpengaruh signifikan terhadap ROA dan
ROE. Semakin baik pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan akan
semakin menaikan kinerja dan mencapai laba.
Penelitian Multafia Almar, Rima Rachmawati dan Asfia Murni pada
tahun 2012 adalah Pengaruh Pengungkapan Corporate Social
Responsibility terhadap Profitabilitas Perusahaan. Sampel Penelitiannya
adalah perusahaan industri semen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2008 – 2010. Hasil penelitian menyatakan, bahwa pengungkapan
corporate social responsibility berpengaruh positif terhadap profitabilitas
perusahaan yang diukur dengan ROA dan NPM serta memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap keduanya. Sehingga dapat dikatakan, bahwa
semakin tinggi pengungkapan CSR perusahaan akan meningkatkan
profitabilitas perusahaan.
7
Penelitian yang dilakukan oleh Henny Retno Sari dan Yazid Yud
Padmono pada tahun 2014 tentang Pengaruh Pengungkapan Corporate
Social Responsibility dan Ukuran Perusahaan terhadap Profitabilitas.
Menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode tahun 2010-2012. Hasil penelitian menunjukan, bahwa
pengungkapan CSR mempunyai pengaruh positif terhadap profitabilitas,
sedangkan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh negatif terhadap
profitabilitas. Kondisi ini dapat mengindikasikan perlunya peranan
manajemen yang cukup baik dalam mengelola aset yang dimiliki oleh
perusahaan untuk menghasilkan profitabilitas yang tinggi.
Penelitian Fipit Fitriani, Nurleli dan Yuni Rosdiana pada tahun 2015
tentang Pengaruh Kinerja Lingkungan terhadap Profitabilitas dengan
Variabel Moderator Pengungkapan Informasi Lingkungan. Dalam
penelitian ini populasinya adalah perusahaan-perusahaan manufaktur sektor
industri dan kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan kategori
tahun 2012 – 2013. Hasil penelitian menunjukan, bahwa variabel kinerja
lingkungan yang di ukur dengan PROPER berpengaruh signifikan terhadap
variabel profitabilitas yang diukur dengan ROA. Hal ini dikarenakan,
kinerja lingkungan yang baik membuat citra perusahaan meningkat dan
menjadi nilai tambah bagi perusahaan dimata para stakeholders sehingga
dapat meningkatkan profitabilitas.
Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian terdahulu dapat
disimpulkan bahwa, ada pengaruh pengungkapan corporate social
8
responsibility dan citra perusahaan terhadap profitabilitas perusahaan yang
mana semakin tinggi tingkat pengungkapan informasi sosial suatu
perusahaan kepada masyarakat maka akan semakin tinggi pula profitabilitas
yang diterima oleh perusahaan tersebut.
B. Teori dan Kajian Pustaka
1. Corporate Social Responsibility
a. Sejarah Singkat Corporate Social Responsibility
Gema CSR mulai terasa pada tahun 1950-an. Pada waktu itu,
persoalan-persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang semula
terabaikan mulai mendapatkan perhatian lebih luas dari berbagai
kalangan. Mereka menganggap buku yang bertajuk Social
Responsibility of the Businessman karya Howard R. Bowen yang
ditulis pada tahun 1953 merupakan literatur awal yang menjadi
tonggak sejarah modern CSR. Dan karena karyanya itu Bowen
diganjar dengan sebutan “Bapak CSR” (Yusuf Wibisono, 2007).
Dalam dekade 1960-an, pemikiran Bowen terus
dikembangkan oleh berbagai ahli sosiologi bisnis lainnya seperti
Keith Davis yang memperkenalkan konsep “Iron Law of Social
Responsibility”. Dalam konsepnya, Davis berpendapat bahwa
penekanan pada tanggung jawab sosial perusahaan memiliki
korelasi positif dengan size atau ukuran perusahaan, studi ilmiah
yang dilakukan Davis menemukan bahwa semakin besar perusahaan
atau lebih tepat dikatakan, semakin besar dampak suatu perusahaan
9
terhadap masyarakat sekitarnya, semakin besar pula bobot tanggung
jawab yang harus dipertahankan perusahaan itu pada masyarakatnya
(Untung, 2008).
Tahun 1971, Committee for Economic Development (CED)
menerbitkan Social Responsibilities of Business Corporations.
Penerbitan yang dapat dianggap sebagai code of conduct bisnis
tersebut dipicu adanya anggapan bahwa kegiatan usaha memiliki
tujuan dasar untuk memberikan pelayanan yang konstruktif untuk
memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat (Untung, 2008).
Pada tataran global, tahun 1992 diselenggarakan KTT Bumi
(Earth Summit). KTT yang diadakan di Rio de Jenairo Brazil ini
menegaskan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) yang didasarkan atas perlindungan lingkungan hidup,
pembangunan ekonomi dan sosial sebagai hal yang harus dilakukan.
CSR kian bergema setelah diselenggarakannya World Summit on
Sustainable Development (WSSD) tahun 2002 di Johannesburg
Afrika Selatan. Sejak saat itulah, definisi CSR mulai berkembang
(Wibisono, 2007).
Tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR (corporate
social responsibility) kini jadi frasa yang semakin populer dan
marak diterapkan perusahaan di berbagai belahan dunia.
Menguatnya terpaan prinsip good corporate governance seperti
10
fairness, transparency, accountability, dan responsibility telah
mendorong CSR semakin menyentuh “jantung hati” dunia bisnis.
b. Pengertian Corporate Social Responbility
Definisi CSR adalah sebagai komitmen perusahaan untuk
melaksanakan kewajibannya didasarkan atas keputusan untuk
mengambil kebijakan dan tindakan dengan memperhatikan
kepentingan stakeholders dan lingkungan dimana perusahaan
melakukan aktivitasnya berlandaskan pada ketentuan hukum yang
berlaku (Wahyudi & Azheri, 2011)
Menurut The World Bussiness Council Suistainable
Development: “Corporate Social Responsibility is the countinouing
commitment by business to contribute to economic development
while improving the quality of life of the workforce and their families
as well as of the community and society at large”. Yang artinya CSR
sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi
pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerjasama dengan
para karyawan serts perwakilan mereka, keluarga, komunitas
setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas
kehidupan dengan cara yang bermanfaaat baik bagi bisnis maupun
untuk pembangunan.
Berdasarkan beberapa definisi Corporate Social
Responsibility (CSR), dapat disimpulkan bahwa CSR merupakan
bentuk pertanggunjawaban perusahaan kepada stakeholder secara
11
sosial dan lingkungan dalam hal yang berkaitan dengan aktivitas
operasional perusahaan.
c. Pengungkapan Corporate Social Responsibility
Pengungkapan CSR adalah pengungkapan informasi yang
berkaitan dengan tanggungjawab perusahaan dilaporan tahunan.
CSR diungkapkan berdasarkan GRI. GRI terdiri dari 3 fokus
pengungkapan, yaitu:
1. Ekonomi
Dimensi ekonomi menyangkut keberlanjutan organisasi
berdampak pada kondisi ekonomi dari stakeholder dan sistem
ekonomi pada tingkat lokal, nasional dan tingkat global,
indikator ekonomi menggambarkan:
a) Arus modal di antara berbagai pemangku kepentingan.
b) Dampak ekonomi utama dari organisasi seluruh masyarakat.
Kinerja keuangan merupakan hal yang mendasar untuk
memahami organisasi dan keberlanjutan. Akan tetapi, informasi
ini biasanya sudah dilaporkan dalam laporan keuangan
(www.globalreporting.org).
2. Lingkungan
Dimensi lingkungan menyangkut keberlanjutan organisasi
berdampak pada kehidupan di dalam sistem alam, termasuk
ekosistem, tanah, udara, dan air. Indikator kinerja lingkungan
terkait dengan input (bahan, energi, air) dan output (gas, limbah
12
sungai, limbah kering/sampah). Selain itu, kinerja mereka
mencakup kinerja yang berkaitan dengan keanekaragaman
hayati, kepatuhan lingkungan, dan informasi yang berkaitan
lainnya seperti limbah lingkungan dan dampak dari produk serta
jasa perusahaan (www.globalreporting.org).
3. Sosial
Dimensi sosial menyangkut keberlanjutan sebuah organisasi
telah berdampak di dalam sistem sosial yang beroperasi.
Indikator kinerja sosial GRI mengidentifikasi kunci aspek
kinerja yang meliputi tenaga kerja, hak asasi manusia,
masyarakat/sosial dan tanggungjawab produk
(www.globalreporting).
d. Penerapan Corporate Social Responsibility di Indonesia
Salah satu yang menonjol dari praktik CSR di Indonesia
adalah penekanan pada aspek pemberdayaan masyarakat
(community development). Meskipun CSR bukan semata-mata
merupakan Community Development, namun hal ini memang sangat
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat kita, yang masih
bergelut dengan kemiskinan serta pengangguran. Belum lagi
rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan yang menjadi
penyebab utama sulitnya memutus rantai kemiskinan (Ambadar,
2008).
13
Belum adanya aturan main bagi perusahaan secara umum,
memaksa pemerintah dan DPR melahirkan sebuah Undang-Undang
baru tentang PT (Perseroan Terbatas) yang didalamnya masuk pasal
tentang kewajiban manjalankan CSR. Perdebatan tentang regulasi
CSR terus bergulir. Pihak yang pro terhadap regulasi CSR,
menyatakan bahwa belum semua perusahaan melakukan CSR,
sehingga perlu ada payung hukum yang “memaksa” agar mereka
mau melakukannya. Tidak hanya itu, dengan adanya regulasi
tentang CSR, maka akan memberikan keseragaman/standarisasi
dalam aplikasi CSR.
Pada sisi yang lain, ada pandangan yang menganggap
regulasi CSR merupakan hal yang mubadzir. Ini muncul karena CSR
merupakan kegiatan yang bersifat discretionary, yang mendorong
perusahaan untuk mau tidak mau melaksanakan CSR. Dengan kata
lain, CSR bukanlah suatu hal yang perlu dipaksakan, mengingat ini
adalah sebuah keberpihakan bisnis yang bersifat sukarela untuk
membangun mayarakat dan lingkungannya. Belum lagi, dengan
mempertimbangkan potensi penyimpangan yang ada di Indonesia,
biaya kegiatan CSR yang diwajibkan hanya akan menjadi lahan
basah bagi sejumlah partai setempat. (Rahman, 2009).
Kekecewaan masyarakat dan pemerintah akan minimnya
peran serta dunia usaha juga bisa dipahami, mengingat peran serta
dunia usaha dalam implementasi CSR selama ini lebih banyak
14
secara sukarela dan kedermawanan. Sehingga jangkauan program
CSR relatif terbatas dan tidak efektif. Bahkan program CSR yang
mereka laksanakan tidak lebih dari upaya untuk meningkatkan
image perusahaan dimasyarakat, bahkan hanya dimata
konsumennya. (Ambadar, 2008).
Berbagai aturan dalam hal kebijakan pemerintah, perhatian
pemerintah terhadap CSR dan lingkungan tertuang dalam UU
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Bab V Pasal 74,
UU No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan, UU. No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, UU. No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan,
UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, UU No. 39 Tahun
1999 Tentang Tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, UU. No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan
UU. No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
(Widjaja dkk, 2008).
Disinilah letak pentingnya pengaturan CSR di Indonesia,
agar memiliki daya atur, daya ikat dan daya dorong. CSR yang
semula bersifat voluntary perlu ditingkatkan menjadi CSR yang
bersifat mandatory. Dengan demikian dapat diharapkan kontribusi
dunia usaha yang terukur dan sistematis dalam ikut meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
15
2. Citra Perusahaan
Menurut Kotler dan Keller (2009) citra adalah sejumlah keyakinan,
ide dan kesan yang dipegang oleh sesorang tentang sebuah objek. Obyek
meliputi invidu maupun perusahaan yang terdiri dari sekompok orang
didalamnya. Citra dapat terbentuk dengan memproses informasi yang
tidak menutup kemungkinan terjadinya perubahan citra pada obyek dari
adanya informasi penerimaan setiap waktu. Besarnya kepercayaan
obyek terhadap sumber informasi memberikan dasar penerimaan atau
penolakan informasi. Sumber informasi dapat berasal dari perusahaan
secara langsung dan atau pihak-pihak lain secara tidak langsung.
Pengertian citra juga di kemukakan Wibisono (2009) memberikan
pengertian citra sebagai sesuatu yang abstrak dan tidak dapat diukur
secara nominal/matematis, tetapi wujud citra hanya bisa dirasakan dari
hasil penelitian atau nilai yang baik atau buruk dan tanggapan positif
atau negatif. Citra yang positif akan memberikan keuntungan
terciptanya loyalitas pelanggan, kepercayaan terhadap produk/jasa dan
kerelaan pelanggan dalam mencari produk/jasa tersebut apabila mereka
membutuhkan. Sebaliknya citra buruk akan melahirkan dampak negatif
bagi operasi bisnis perusahaan. Selain itu dapat melemahkan daya saing
perusahaan.
Citra perusahaan terbentuk dari komponen-komponen tertentu.
Sumarmi dan Suprihanto (2010) mengemukakan terdapat empat
komponen Citra perusahaan sebagai berikut:
16
a. Persepsi diartikan sebagai hasil pengamatan terhadap unsur
lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan.
b. Kognisi adalah suatu keyakinan dari individu terhadap stimulus.
Keyakinan ini akan timbul apabila individu telah mengerti
rangsang tersebut sehingga individu harus diberikan informasi-
informasi yang cukup dan dapat mempengaruhi kognisinya.
c. Motif adalah keadaan dalam pribadi seseroang, yang mendorong
keinginan orang tersebut untuk melakukan kegiatan-kegiatan
tertentu guna mencapai suatu tujuan.
d. Sikap adalah kecendrungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan
merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap
bukan perilaku tetapi merupakan kecendrungan untuk
berperilaku dengan cara-cara tertentu.
3. Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER)
a. Pengertian PROPER
PROPER merupakan suatu program penilaian peringkat
kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dasar
hukum pelaksanaan program ini mengacu pada UU No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
pasal 63 dan 64 yang menyatakan bahwa dalam melaksanakan
pembinaan dan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab
usaha atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan
17
atau peraturan perundangundangan perlu diselenggarakan program
penilaian tersebut.
Secara definisi berdasarkan peraturan menteri Lingkungan
Hidup bahwa PROPER adalah evaluasi ketaatan dan kinerja
melebihi ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
dibidang pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup, serta pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut PROPER
adalah evaluasi ketaatan dan kinerja melebihi ketaatan penanggung
jawab usaha atau kegiatan dibidang pengendalian pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup, serta pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun. Pengawasan tidak langsung adalah
mekanisme dimana perusahaan melaporkan secara mandiri kinerja
pengelolaan lingkungannya untuk pemeringkatan PROPER.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya
disebut AMDAL, adalah kajian mengenai dampak penting suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha atau kegiatan.
Upaya Pengelolaan Pingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut UKL-
UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha atau
18
kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha atau kegiatan sesuai pasal 3 bahwa
pelaksanan Proper dilakukan terhadap usaha kegiatan wajib
AMDAL atau UKP/UPL yang:
1) Produkya di ekspor
2) Terdaftar dalam pasar bursa
3) Menjadi perhatian masyarakat baik regional maupun
nasional
Skala kegiatan yang signifikan menimbulkan dampak terhadap
lingkungan hidup.
b. Metode Penilaian PROPER
1) Pembinaan dan pengawasan lingkungan hidup oleh Kementrian
Lingkungan Hidup
2) Mengevaluasi ketaatan terhadap perizinan lingkungan dan
Peraturan Pemerintah, meliputi:
a) Pemenuhan izin lingkungan.
b) Pengendalian pencemaran air dan udara.
c) Pengelolaan limbah B3.
d) Pengendalian kerusakan lingkungan (khusus untuk
pertambangan).
3) Tahapan meliputi:
a) Perisapan yang dilakukan oleh tim penilai.
19
b) Pengawasan langsung dilakukan melalui inspeksi lapangan
menggunakan panduan inspeksi yang ditetapkan oleh
Mentri. Sedangkan pengawasan tak langsung dengan
memeriksa laporan ketaatan.
c) Penilaian yang memiliki tahapan penetapan status
sementara, sanggahan dan klarifikasi serta penetapan status
akhir ketaatan. Hasil penilaian hanya tiga yaitu sangat taat,
taat atau tidak taat. Peringkat ketaatan terdapat lima yaitu:
Emas (telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari
yang dipersyaratkan serta melakukan upaya yang berguna
bagi kepentingan masyarakat pada jangka panjang), Hijau
(telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang
dipersyaratkan), Biru (sudah melakukan upaya ketaatan),
Merah (upaya yang dilakukan tidak sesuai perpu) dan
Hitam (melakukan kelalaian yang mengakibatkan
pencemaran).
d) Tindak lanjut.
4) Peringkat kinerja PROPER berorientasi kepada hasil yang telah
dicapai perusahaan dalam pengelolaan lingkungan yang
mencakup 7 (tujuh) aspek, yaitu:
a) Penataan terhadap peraturan pengendalian pencemaran air.
b) Penataan terhadap peraturan pengendalian pencemaran
udara.
20
c) Penataan terhadap peraturan pengolahan limbah B3.
d) Penataan terhadap peraturan AMDAL.
e) Sistem manajemen lingkungan.
f) Penggunaan dan pengelolaan sumber daya.
g) Community development, participation, and relation.
(sumber: http://proper.menlh.go.id)
c. Tujuan dan Sasaran PROPER
Tujuan dari program penilaian peringkat kinerja perusahaan
dalam pengelolaan lingkungan hidup (PROPER) yaitu:
1) Mendorong terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan.
2) Meningkatkan komitmen para stakeholder dalam upaya
peestarian lingkungan.
3) Meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan secara
berkelanjutan.
4) Meningkatkan kesadaran para pelaku usaha/kegiatan untuk
menaati peraturan perundang-undangan dibidang lingkungan.
5) Meningkatkan penataan dalam pengendalian dampak
lingkungan melalui peran aktif masyarakat.
6) Mengurangi dampak negatif kegiatan perusahaan terhadap
lingkungan.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2015, selain
mempunyai tujuan, program penilaian peringkat kinerja perusahaan
21
dalam pengelolaan lingkungan hidup (PROPER) juga memiliki
sasaran, yaitu :
1) Mendorong perusahaan untuk menaati peraturan perundang-
undangan melalui instrumen insentif dan disinsentif reputasi.
2) Mendorong perusahaan yang sudah baik kinerja lingkungannya
untuk menerapkan produksi bersih (cleaner production).
d. Indikator Keberhasilan
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup, untuk mewujudkan
akuntabilitas pelaksanaan PROPER maka beberapa hal dibawah ini
dapat dijadikan sebagai indikator keberhasilan pelaksanaan
PROPER:
1) Menurunnya beban pencemaran (pollution load) yang
dikeluarkan perusahaan ke lingkungan.
2) Menurunnya tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan.
3) Meningkatnya kualitas lingkungan.
4) Meningkatnya jumlah perusahaan yang menaati peraturan
lingkungan.
5) Meningkatnya kepercayaan para stakeholder terhadap hasil
penilaian kinerja perusahaan yang telah dilakukan.
e. Tata Cara Persiapan dan Pengawasan PROPER
1) Persiapan Pelaksanaan PROPER dilakukan dengan menilai
ketaatan suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap pemenuhan
kewajiban sebagaimana telah diatur dalam peraturan
22
perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Tahap persiapan PROPER meliputi:
a) Pemilihan usaha dan/atau kegiatan yang dinilai kinerjanya
melalui PROPER disebut sebagai peserta PROPER.
Kriteria peserta PROPER adalah usaha dan/atau kegiatan
wajib AMDAL atau UKL-UPL, yang:
i. Hasil dari produknya di ekspor.
ii. Terdaftar dalam pasar bursa.
iii. Menjadi perhatian masyarakat, baik dalam lingkup
regional maupun nasional. Usaha dan/atau kegiatan
yang memperoleh peliputan berita-berita di media
massa skala regional maupun nasional merupakan
peserta potensial PROPER. Selain itu, perhatian dari
pemangku kepentingan strategis seperti lembaga
legislatif, lembaga swadaya masyarakat juga menjadi
bahan pertimbangan penting untuk penapisan peserta
PROPER.
iv. Skala kegiatan cukup signifikan untuk menimbulkan
dampak terhadap lingkungan.
b) Pelaksanaan penguatan kapasitas dikoordinasikan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup melalui sekretariat
PROPER. Dalam pelaksanaanya, tim teknis PROPER
23
menyiapkan materi muatan yang diperlukan terkait
dengan pelaksanaannya.
c) Sosialisasi dilakukan oleh tim teknis PROPER kepada
para pemangku kepentingan terkait untuk meningkatkan
efisiensi dan efektifitas pelaksanaan PROPER. Kegiatan
sosialisasi PROPER dilakukan melalui berbagai metode
seperti pencetakan dan penyebaran brosur dan buklet,
seminar dan lokakarya, dan kegiatan dengan media massa.
2) Pengawasan
Pengawasan PROPER dilakukan melalui mekanisme:
a) Pengawasan Langsung
Pengawasan langsung dilakukan melalui pengumpulan
data, inspeksi lapangan, dan penyusunan berita acara.
b) Pengawasan Tidak Langsung
Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui
pemeriksaan isian laporan ketaatan pengelolaan
lingkungan hidup.
3) Penetapan calon kandidat hijau.
4) Penilaian hijau dan emas.
5) Penentuan peringkat akhir PROPER.
6) Pengumuman.
24
f. Keuntungan PROPER bagi stakeholders
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup pelaksanaan
PROPER memberikan berbagai keuntungan bagi perusahaan dan
para stakeholder lainnya, antara lain:
1) Sebagai instrumen benchmarking bagi perusahaan untuk
mengukur kinerja pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan
dengan melakukan pembandingan kinerja dengan perusahaan
lainnya secara nasional (non financial benchmarking).
2) Sebagai media untuk mengetahui status ketaatan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Sebagai salah satu clearing house bagi investor, perbankan,
masyarakat, dan LSM sekitar perusahaan untuk mengetahui
kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan.
4) Sebagai alat promosi bagi perusahaan yang berwawasan
lingkungan terutama untuk meningkatkan daya saing
perusahaan dalam perdagangan.
5) Sebagai bahan informasi bagi pemasok tekhnologi lingkungan
terutama berkaitan dengan tekhnologi yang ramah lingkungan
yang dibutuhkan oleh perusahaan.
6) Meningkatkan citra dan kepercayaan perusahaan dimata
stakeholder.
25
7) Memberikan ruang partisipatif bagi para stakeholder untuk
terlibat secara langsung dalam upaya pengendalian dampak
lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan perusahaan.
4. Profitabilitas
a. Pengertian Profitabilitas
Menurut Harahap (2004), mengemukakan bahwa
“Profitabilitas atau disebut juga rentabilitas menggambarkan
kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua
kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas,
modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya”.
Sedangkan menurut Astuti (2004) mengartikan
“profitabilitas sebagai kemampuan suatu perusahaan untuk
mengahasilkan laba”. Jadi, profitabilitas adalah kemampuan
perusahaan memperoleh laba operasionalnya dengan menggunakan
aset yang dimiliki oleh perusahaan. Salah satu ukuran profitabilitas
yang paling penting adalah laba bersih.
Profitabilitas mempunyai arti penting dalam usaha
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka
panjang, karena profitabilitas menunjukan apakah badan usaha
tersebut mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang.
Dengan demikian setiap badan usaha akan selalu berusaha
meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi profitabilitas
26
suatu badan usaha, maka kelangsungan hidup badan usaha tersebut
akan semakin terjamin.
b. Tujuan dan Manfaat Profitabilitas
Rasio profitabilitas juga memiliki tujuan dan manfaat, tidak
hanya bagi pemilik usaha atau manajemen saja, tetapi juga bagi
pihak diluar perusahaan, terutama pihak-pihak yang memiliki
hubungan atau kepentingan dengan perusahaan. Tujuan penggunaan
rasio profitabilitas bagi perusahaan maupun bagi pihak luar
perusahaan adalah:
1) Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh
perusahaan dalam satu periode tertentu.
2) Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan
tahun sekarang.
3) Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4) Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal
sendiri.
5) Untuk mengukur produtivitas seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
Manfaat dari penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan atau
badan usaha, yaitu:
1) Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan
dalam satu periode.
27
2) Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan
tahun sekarang.
3) Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4) Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal
sendiri.
5) Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
C. Perumusan Hipotesis
1. Pengaruh Antara Pengungkapan CSR dengan Profitabilitas
Corporate Social Responsibility dapat menjadi keberlanjutan
apabila program yang dibuat oleh suatu perusahaan benar-benar
merupakan komitmen bersama dari segenap unsur yang ada didalam
perusahaan itu sendiri. Perusahaan dapat meningkatkan informasi
tanggungjawab sosial sebagai keunggulan kompetitif perusahaan.
Penelitian Rahayu, dkk (2014), Almar dkk (2012) dan sari & yazid
(2014) menunjukan variabel pengungkapan Corporate Social
Responsibility memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
profitabilitas. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan
sebagai berikut:
H1 : Corporate Social Responsibility berpengaruh positif
terhadap profitabilitas perusahaan.
28
2. Pengaruh Antara Citra Perusahaan terhadap Profitabilitas
Citra perusahaan merupakan keyakinan, ide dan kesan yang
dipegang oleh seseorang tentang sebuah objek. Objek tersebut meliputi
individu maupun perusahaan. Citra menunjukan kesan yang positif atau
negatif terhadap perusahaan yang terbentuk dengan memproses
informasi setiap waktu dari berbagai sumber informasi terpercaya.
Penelitian Fitriani, dkk (2015) menunjukan, bahwa peringkat PROPER
berpengaruh signifikan terhadap return on asset (ROA). Berdasarkan
hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
H2 : Citra perusahaan berpengaruh posistif terhadap profitabilitas
D. Kerangka Pemikiran
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengungkapan
tanggungjawab sosial perusahaan yang diukur dengan CSRI dan citra
perusahaan yang diukur dengan PROPER sebagai variabel independen.
Sedangkan, profitabilitas yang diukur dengan ROA sebagai variabel
dependen.
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
PROFITABILITAS
(ROA)
β3 Pbiru
PROPER
β1 CSRI
β2 Phijau
β4 Pmerah
β2 Pbiru