BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 2.1eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1959/3/BAB II.pdf · informasi dalam...
Transcript of BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 2.1eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1959/3/BAB II.pdf · informasi dalam...
6
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Tanggung jawab Sosial Perusahaan/Corporate Social
Responsibility (CSR)
a) Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social
Responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi
untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap
lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan
stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang
hukum.
Menurut International Standar ISO 26000 CSR adalah
tanggung jawab suatu organisasi sebagai dampak dari suatu
keputusan dan kegiatan kemasyarakatan dan lingkungan, melalui
perilaku transparan dan etis yang memberikan kontribusi untuk
pembangunaan berkelanjutan, kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat memperhitungkan harapan para pemangku
kepentingan; sesuai dengan hukum yang berlaku dan konsisten
dengan norma-norma internasional perilaku dan terintegrasi di
seluruh organisasi dan dipraktekkan dalam suatu hubungan.
Kesadaran tentang pentingnya CSR menjadi tren global
seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global
7
terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi
dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan prinsip-prinsip
hak asasi kemanusiaan. Oleh karenanya saat ini banyak perusahaan
melakukan aktivitas CSR dan mengungkapkannya di dalam laporan
keuangan agar para pihak-pihak terkait dapat menilai sejauh mana
perusahaan tersebut melakukan tanggung jawab lingkungan dan
sosial. Semakin baik kinerja lingkungan dan sosial perusahaan
semakin baik pula anggapan seorang konsumen dan masyarakat
akan perusahaan tersebut. Hal ini akan menciptakan suatu
keuntungan jangka panjang bagi perusahaan.
Berkaitan dengan pelaksanaan CSR, perusahaan bisa
dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. Meskipun cenderung
menyederhanakan realitas, tipologi ini menggambarkan
kemampuan dan komitmen perusahaan dalam menjalankan CSR.
Pengkategorian dapat memotivasi perusahaan dalam
mengembangkan program CSR, dan dapat pula dijadikan cermin
dan guideline untuk menentukan model CSR yang tepat (Suharto,
2007 dalam Rimba, 2010). Dengan menggunakan dua pendekatan,
sedikitnya ada delapan kategori perusahaan. Perusahaan ideal
memiliki kategori reformis dan progresif. Tentu saja dalam
kenyataannya, kategori ini bisa saja saling bertautan.
8
1. Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya
anggaran CSR:
a. Perusahaan Minimalis: Perusahaan yang memiliki profit dan
anggaran CSR yang rendah. Perusahaan kecil dan lemah
biasanya termasuk kategori ini.
b. Perusahaan Ekonomis: Perusahaan yang memiliki
keuntungan tinggi, namun anggaran CSR-nya rendah.
Perusahaan yang termasuk kategori ini adalah perusahaan
besar, namun tidak suka memberi.
c. Perusahaan Humanis: Meskipun profit perusahaan rendah,
proporsi anggaran CSRnya relatif tinggi. Perusahaan pada
kategori ini disebut perusahaan dermawan atau baik hati.
d. Perusahaan Reformis: Perusahaan ini memiliki profit dan
anggaran CSR yang tinggi. Perusahaan seperti ini
memandang CSR bukan sebagai beban, melainkan sebagai
peluang untuk lebih maju.
2. Berdasarkan tujuan CSR: apakah untuk promosi atau
pemberdayaan
masyarakat:
a. Perusahaan Pasif: Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa
tujuan jelas, bukan untuk promosi, bukan pula untuk
pemberdayaan, sekadar melakukan kegiatan karitatif.
9
Perusahaan seperti ini melihat promosi dan CSR sebagai hal
yang kurang bermanfaat bagi perusahaan.
b. Perusahaan Impresif: CSR lebih diutamakan untuk promosi
daripada untuk pemberdayaan. Perusahaan seperti ini lebih
mementingkan ”tebar pesona” dari pada ”tebar karya”.
c. Perusahaan Agresif: CSR lebih ditujukan untuk
pemberdayaan daripada promosi. Perusahaan seperti ini
lebih mementingkan karya nyata daripada tebar pesona.
d. Perusahaan Progresif: Perusahaan menerapkan CSR untuk
tujuan promosi dan sekaligus pemberdayaan. Promosi dan
CSR dipandang sebagai kegiatan yang bermanfaat dan
menunjang satu-sama lain bagi kemajuan perusahaan.
Perinsip-prinsip dasar Corporate Social Responsibility
(CSR) yang menjadi pelaksanaan yang menjiwai atau menjadi
informasi dalam pembuatan keputusan menurut ISO 26000
dalam Agustina (2013) meliputi :
1. Kepatuhan terhadap hukum
2. Menghormati instrumen atau badan-badan internasional
3. Mengobati stakeholders dan kepentingannya
4. Akuntabilitas
5. Transparansi
6. Perilaku yang beretika
7. Melakukan tinmdakan pencegahan
10
8. Menghormati dasar-dasar HAM
Perusahaan selain menerapkan CSR juga perlu melakukan
pengungkapan (disclosure) atau aktivitas CSR yang dilakukan
kepada stakeholders. Penerapan CSR adalah suatu perbuatan
perusahaan untuk menerapkan kegiatan CSR, sedangkan
pengungkapan menurut Hermayanti (2009) merupakan bagian
integral dari pelaporan keuangan dan secara tekhnis merupakan
langkah akhir dalam proses akuntansi, yaitu penyajian informasi
dalam bentuk statement keuangan.
b) Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)
Menurut Daniri dalam Agustina (2013) terdapat dua hal yang
dapat mendorong perusahaan menerapkan CSR, yaitu bersifat dari
luar perusahaan (external drivers) dan dari dalam perusahaan
(internal drives). Termasuk kategori pendorong dari luar, misalnya
adanya regulasi, hukum, dan diwajibkan analisis mengenai dampak
lingkungan (Amdal). Pemerintah melalui Kementrian Lingkungan
Hidup (KLH) telah memberlakukan audit proper (program
penilaian peningkatan kinerja perusahaan). Pendorong dari dalam
perusahaan terutama dari sumber dari perilaku manajemen dan
pemilik perusahaan (stakeholders), termasuk tingkat kepedulian
atau tanggung jawab perusahaan untuk membangun masyarakat
sekitar (Community Development Responsibility).
11
Dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya, perusahaan
memfokuskan perhatiannya terhadap tigal hal, yaitu profit,
lingkungan, dan masyarakat. Dengan diperolehnya laba,
perusahaan dapat memberikan deviden bagi pemegang saham,
mengalokasikan sebagian laba yang diperoleh guna membiayai
pertumbuhan dan mengembangkan usaha dimasa depan, serta
membayar pajak kepada pemerintah. Dengan menjalankan
tanggung jawab sosial, perusahaan diharapkan tidak hanya
mengejar keuntungan jangka pendek, namun juga turut memberikan
bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat serta
lingkungan sekitar dalam jangka panjang.
Kotler dkk (2005) menjelaskan bahwa terdapat banyak manfaat
yang dapat diperoleh atas aktivitas CSR. Adapun manfaat dari CSR
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan penjualan dan market share.
2. Memperkuatkan brand positioning.
3. Meningkatkan citra perusahaan.
4. Menurunkan biaya operasi.
5. Meningkatkan daya tarik perusahaan dimata para investor dan
analisis keuangan.
Melaksanakan CSR secara konsisten dalam jangka panjang
akan menumbuhkan rasa keberterimaan masyarakat terhadap
perusahaan. Kondisi seperti itulah yang pada gilirannya dapat
12
memberikan keuntungan ekonomi bisnis kepada perusahaan yang
bersangkutan. CSR tidaklah harus dipandang sebagai tuntunan
represif dari masyarakat, melainkan sebagai kebutuhan dunia usaha.
2.1.2 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Menurut Martin Freedman dalam Agustina (2013) ada tiga pendekatan
dalam pelaporan kinerja sosial, yaitu :
1. Pemeriksaan Sosial (Social Audit)
Pemeriksaan sosial mengukur dan melaporkan dampak ekonomi, sosial
dan lingkungan dari program-program yang berorientasi sosial dari
operasi-operasi perusahaan. Pemeriksaan sosial dilakukan dengan
membuat suatu daftar aktivitas-aktivitas perusahaan yang memiliki
konsekuensi sosial, lalu auditor sosial akan mencoba mengestimasi dan
mengukur dampak dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas
tersebut.
2. Laporan Sosial (Social Report)
Berbagai alternatif format laporan untuk menyajikan laporan sosial telah
diajukan oleh para akademis dan praktisioner. Pendekatan-pendekatan
yang dapat dipakai oleh perusahaan untuk melaporkan aktivitas-
aktivitas pertanggungjawaban sosialnya ini dirangkum oleh Dilley dan
Weygandt menjadi empat kelompok sebagai berikut (Henry dan
Murtanto dalam Agustina, 2013):
13
a. Inventory Approach
Perusahaan mengkompilasikan dan mengungkapkan sebuah daftar
yang komperhensif dari aktivitas-aktivitas sosial perusahaan. Daftar
ini harus memuat semua aktivitas sosial perusahaan baik yang
bersifat positif maupun negatif.
b. Cost Approach
Perusahaan membuat daftar aktivitas-aktivitas sosial perusahaan dan
mengungkapkan jumlah pengeluaran pada masing-masing aktivitas
tersebut.
c. Program Management Approach
Perusahaan tidak hanya mengungkapkan aktivitas-aktivitas
pertanggungjawaban sosial tetapi juga tujuan dari aktivitas tersebut
serta hasil yang telah dicapai oleh perusahaan sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan itu.
d. Cost Benefit Approach
Perusahaan mengungkapkan aktivitas yang memiliki dampak sosial
serta biaya dan manfaat dari aktivitas tersebut. Kesulitan dalam
penggunaan pendekatan ini adalah adanya kesulitan dalam
mengukur biaya dan manfaat sosial yang diakibatkan oleh
perusahaan terhadap masyarakat.
3. Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan (Disclosure In Annual
Report)
Pengungkapan sosial dalam pengungkapan informasi tentang aktivitas
14
perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan sosial
perusahaan. Pengungkapan sosial dapat dilakukan melalui berbagai
media antara lain laporan tahunan, laporan interim, prospektus,
pengumuman kepada bursa efek atau melalui media masa.
Perusahaan cenderung untuk mengungkapkan informasi yang
berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh
perusahaan tersebut (Gray,dkk dalam Budi, 2011) menyebutkan ada
tiga studi, yaitu :
a. Decision Usefulness Studies
Balkaoui (1989) dalam Budi (2011) mengemukakan bahwa
perusahaan yang melakukan aktivitas sosial akan
mengungkapkannya dalam laporan keuangan. Sebagian dari
studi-studi yang dilakukan oleh para peneliti yang
mengemukakan pendapat ini menemukan bukti bahwa informasi
sosial dibutuhkan oleh para pemakai laporan keuangan.
Para analis, banker dan pihak lain yang dilibatkan dalam
penelitian tersebut diminta untuk melakukan pemeringkatan
terhadap informasi akuntansi. Informasi akuntansi tersebut tidak
terbatas pada informasi akuntansi tradisional yang telah dinilai
selama ini, tetapi juga informasi yang lain yang relatif baru
dalam wacana akuntansi. Mereka menempatkan informasi
aktivitas sosial perusahaan pada posisi yang moderately
important.
15
b. Economic Theory Studies
Studi ini menggunakan agency theory dimana menganalogikan
manajemen sebagai agen dari suatu prinsipal. Lazimnya,
prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau tradisional
users lain. Namun, pengertian prinsipal tersebut meluas menjadi
seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan. Sebagai
agen, manajemen akan berupaya mengoperasikan perusahaan
sesuai dengan keinginan publik.
c. Social and Political Theory Studies
Studi di bidang ini menggunakan teori stakeholders, teori
legitimasi organisasi dan teori ekonomi politik. Teori
stakeholders mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan
ditentukan oleh para stakeholder.
Pengungkapan kinerja sosial pada laporan tahunan perusahaan
seringkali dilakukan secara sukarela oleh perusahaan. Adapun
alasan-alasan perusahaan untuk mengungkapkan kinerja sosial
secara tidak sukarela (Henderson and Person, 1998 dalam Budi,
2011) antara lain :
a. Internal decision making
Manajemen membutuhkan informasi untuk menentukan
efektifitas dari informasi sosial tertentu dalam mencapai
tujuan sosial perusahaan. Data harus tersedia agar biaya dari
pengungkapan tersebut dapat diperbandingkan dengan
16
manfaatnya bagi perusahaan. Walaupun hal ini sulit
diidentifikasikan dan diukur, tetapi analisis secara sederhana
lebih baik dari pada tidak sama sekali.
b. Product differentration
Akuntansi kontemporer tidak memisahkan pencatatan biaya
dan manfaat aktivitas sosial perusahaan dalam laporan
keuangan, sehingga perusahaan yang tidak bertanggung
jawab akan terlihat lebih sukses dibandingkan perusahaan
yang bertanggung jawab. Hal ini mendorong perusahaan
yang bertanggung jawab untuk mengungkapkan informasi
tersebut sehingga masyarakat dapat membedakan mereka
dari perusahaan lain.
c. Enlightened self interest
Perusahaan melakukan pengungkapan untuk menjaga
keselarasan sosialnya dengan para stakeholder yang terdiri
dari stockholder, kreditur, karyawan, pemasok, pelanggan,
pemerintah dan masyarakat karena mereka dapat
mempengaruhi penjualan dan harga saham perusahaan.
2.1.3 Teori Stakeholders
Pengenalan terhadap konsep lingkungan organisasi perusahaan yang
berkembang sejalan dengan berkembangnya pendekatan sistem dalam
manajemen, telah mengubah cara pandang manajer dan para ahli teori
17
manajemen terhadap organisasi, terutama mengenai bagaimana suatu
organisasi perusahaan dapat mencapai tujuannya secara efektif. Terjadinya
pergeseran orientasi di dalam dinia bisnis dari shareholders kepada
stakeholders telah disebut sebagai penyebab munculnya isu tanggung jawab
sosial perusahaan. Stakeholders merupakan orang atau kelompok orang
yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh berbagai keputusan,
kebijakan, maupun operasi perusahaan. Menurut jones dalam Agustina
(2013) menjelaskan bahwa stakeholders dibagi dalam dua kategori, yaitu:
a. Inside stakeholders, terdiri atas orang-orang yang memiliki kepentingan
dan tuntutan terhadap sumber daya perusahaan serta berada di dalam
organisasi perusahaan. Pihak-pihak yang termasuk dalam kategori
Inside stakeholders adalah pemegang saham (stakeholders), manajer
dan karyawan.
b. Outside stakeholders, terdiri atas orang-orang maupun pihak-pihak yang
bukan pemilik perusahaan, bukan pemimpin perusahaan, dan bukan
pula karyawan perusahaan, namun memiliki kepentingan terhadap
perusahaan dan dipengaruhi oleh keputusan serta tindakan yang
dilakukan oleh perusahaan. Pihak-pihak yang termasuk dalam kategori
outside stakeholders adalah pelanggan (custumers), pemasok (supplier),
pemerintah, masyarakat lokal, dan masyarakat secara umum.
Teori stakeholders memberikan suatu pandangan perusahaan sebagai
suatu nexus of contract (kumpulan kontrak-kontrak) dengan memasukan
investor dan non investor sebagai stakeholders perusahaan. Teori
18
stakeholders ini dikemukakan oleh Cornell dan Shapiro (1987) yang
melengkapi temuan dari Titman (1984) dalam Agustina (2013). Sedangkan
menurut freeman et al. (2004) dalam Agustina (2013) dikemukakan bahwa
teori stakeholders itu dimulai dengan asumsi nilai (value) secara ekplisit
dan tidak dipungkiri merupakan bagian dari kegiatan usaha.
Pendekatan stakeholders, membuat organisasi memilih untuk
menanggapi banyak tuntutan yang dibuat oleh para pihak yang
berkepentingan (stakeholders), yaitu setiap kelompok dalam lingkungan
luar organisasi yang terkena tindakan dan keputusan organisasi. Menurut
pendekatan ini, suatu organisasi akan berusahan untuk memenuhi tuntutan
lingkungan dari kelompok-kelompok seperti para karyawan, pemasok dan
investor serta masyarakat (Robbin dan Coulter, 1999) dalam Agustina
(2013).
Menurut Heal dan Garret (2004) menunjukkan bahwa aktivitas CSR
dapat menjadi elemen yang menguntungkan sebagai strategi perusahaan,
memberikan kontribusi kepada manajemen risiko dan memelihara
hubungan yang dapat memberikan keuntungan jangka panjang perusahaan,
sehingga berdasarkan stakeholders theory peneliti menduga bahwa terdapat
pengaruh CSR terhadap kinerja keuangan perusahaan.
19
2.1.4 Penilaian Kinerja
Mulyadi (2001) kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan
oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar
yang ditetapkan. Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil dari
berbagai ukuran yang dapat diukur dan menggambarkan kondisi empirik
suatu perusahaan dari berbagai ukuran yang disepakati. Untuk mengetahui
kinerja yang dicapai maka dilakukan penilaian kinerja. Penilaian kinerja
adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi,
bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana
formal yang dituangkan dalam anggaran. Lebih lanjut, menurut Mulyadi
(2001) tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan
dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku
yang telah ditetapkan sebelumnya, agar menghasilkan tindakan dan hasil
yang diinginkan. Penilaian kinerja juga digunakan untuk menekan perilaku
yang tidak semestinya dan untuk merangsang dan menegakan perilaku yang
semestinya diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya
serta penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.
Penelitian ini menggunakan kinerja keuangan perusahaan yang diukur
dengan profitabilitas perusahaan. Profitabilitas atau keuntungan perusahaan
merupakan hasil dari kebijaksanaan dan keputusan yang dibuat oleh
manajemen. Profitabilitas dapat diukur melalui rasio profitabilitas yang
20
akan menunjukan seberapa efektif perusahaan beroperasi sehingga
menghasilkan keuntungan pada perusahaan (Harianto dan Sudomo, 1998).
Rasio profitabilitas dapat dibagi menjadi enam jenis, yaitu :
1. Gross Profit Margin (GPM)
Gross profit margin merupakan persentase laba kotor dibandingkan
dengan sales. Semakin besar gross profit margin semakin baik
keadaan operasi perusahaan, karena hal ini menunjukkan bahwa
harga pokok penjualan relatif lebih rendah dibandingkan dengan
sales, demikian pula sebaliknya, semakin rendah gross profit margin
semakin kurang baik operasi perusahaan (Syamsuddin, 2009:61).
2. Net Profit Margin (NPM)
Rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan.
Semakin tinggi Net profit margin semakin baik operasi suatu
perusahaan.
3. Return on Asset (ROA)
Return on Asset (ROA) adalah salah satu bentuk dari rasio
profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada dan
setelah biaya-biaya modal (biaya yang digunakan mendanai aktiva)
dikeluarkan dari analisis.
4. Return on Investment (ROI)
Return on investment merupakan perbandingan antara laba bersih
setelah pajak dengan total aktiva. Return on investment adalah
21
merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan secara
keseluruhan didalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah
keseluruhan aktiva yang tersedia didalam perusahaan (Syamsuddin,
2009:63).
5. Earning Per Share (EPS)
Earning per share merupakan rasio yang menggambarkan jumlah
rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa
(Syamsuddin, 2009:66). Oleh karena itu pada umumnya manajemen
perusahaan, pemegang saham biasa dan calon pemegang saham
sangat tertarik akan earning per share. Earning per share adalah
suatu indikator keberhasilan perusahaan.
6. Return on Equity (ROE)
Return on equity adalah rasio yang memperlihatkan sejauh manakah
perusahaan mengelola modal sendiri (net worth) secara efektif,
mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan
pemilik modal sendiri atau pemegang saham perusahaan (Sawir
2009). ROE menunjukkan rentabilitas modal sendiri atau yang
sering disebut rentabilitas usaha.
Dalam penelitian ini peneliti memakai ROE sebagai salah satu metode yang
digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan.
22
2.1.5 ROE Sebagai Pengukur Kinerja Keuangan Perusahaan
Return On Equity merupakan rasio antara laba bersih terhadap total
equity. Return on Equity sering disebut juga rate of return on Net Worth
yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan
modal sendiri, sehingga ROE ini ada yang menyebut rentabilitas modal
sendiri. Menurut Panggabean (2005) dalam Danu (2011) ROE merupakan
rasio antara laba bersih dengan ekuitas pada saham biasa atau tingkat
pengembalian investasi pemegang saham (rate of return on stockholder’s
investment).
ROE dapat diperoleh dengan cara menghitung rasio antara laba setelah
pajak dengan total ekuitas. Ada dua sisi dalam menggunakan ROE, pertama
diasumsikan bahwa ROE yang akan datang merupakan perkiraan dari ROE
yang lalu. Tetapi ROE yang tinggi pada masa lalu tidak menjamin ROE
yang akan datang juga tinggi (Bodie dkk, 2002 dalam Danu, 2011).
Maya (2008) menjelaskan bahwa ROE merupakan alat yang paling
sering digunakan investor dalam pengambilan keputusan investasi. ROE
dapat memberikan gambaran mengenai tiga hal pokok, yaitu:
a. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (profitability)
b. Efisiensi perusahaan dalam mengelola asset (assets management)
c. Utang yang dipakai dalam melakukan usaha (financial leverage)
Kedua, untuk mengetahui lebih mendalam tentang ROE, para analis
menguraikan ROE menjadi beberapa perbandingan yang sering disebut Du
Pont System yang dapat ditulis sebagai berikut:
23
ROE = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘
𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠
Untuk melakukan analisis profitabilitas yang merupakan hasil akhir dari
berbagai kebijakan dan keputusan yang dijalankan perusahaan, dibutuhkan
angka indikator. Analisis profitabilitas ini memberikan gambaran tentang
efektif tidaknya suatu perusahaan. Profitabilitas dapat diukur melalui
kemampuan perusahaan mempertahankan kebijakan deviden yang stabil
sementara di saat yang sama dapat mempertahankan kenaikan kekayaan
pemegang saham dalam perusahaan.
2.1.6 Struktur Kepemilikan
Struktur kepemilikan (ownership structure) adalah struktur kepemilikan
saham, yaitu perbandingan jumlah saham yang dimiliki oleh ‘orang dalam’
(insiders) dengan jumlah saham yang dimiliki oleh investor. Atau dengan
kata lain struktur kepemilikan saham adalah proporsi kepemilikan
institusional, kepemilikan manajamen, dan kepemilikan asing dalam saham
perusahaan. Dalam menjalankan kegiatannya, perusahaan diwakili oleh
direksi (agents) yang ditunjuk oleh pemegang saham (principals).
2.1.7 Struktur Kepemilikan Asing
Kepemilikan asing dijelaskan dalam Undang-undang no. 25 Tahun 2007
pada pasal 1 angka 6 kepemilikan asing adalah perseorangan warga negara
asing, badan usaha asing, dan pemerintah asing yang melakukan penanaman
modal di wilayah Republik Indonesia. Multinational Corporation (MNC)
24
melihat keuntungan jangka panjang melalui legitimasi yang diperoleh dari
para stakeholder yang didasarkan atas home market (pasar saham) tempat
perusahaan itu beroperasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
kepemilikan saham asing pada perusahaan yang telah beroperasi di
Indonesia lebih mengutamakan pengungkapan CSR (Danu, 2011).
Pengertian lainnya mengenai kepemilikan asing yaitu merupakan
kepemilikan saham yang dimiliki oleh perusahaan multinasional.
Kepemilikan asing dalam perusahaan merupakan pihak yang dianggap
concern terhadap pengungkapan CSR (Anggraini, 2011)
Kepemilikan asing dapat menjadi salah satu pendukung mekanisme
corporate governance, karena perusahaan dengan kepemilikan asing akan
meningkatkan persaingan pasar di Indonesia. Peningkatan persaingan ini
memaksa perusahaan untuk selalu melakukan peningkatan teknologi dan
perbaikan didalam corporate governance sehingga terdapat keselarasan
antara kepentingan manajer, investor dan stakeholders lainnya.
Kepemilikan saham asing sendiri merupakan jumlah saham yang dimiliki
oleh pihak asing (luar negeri) baik oleh individu maupun lembaga terhadap
saham perusahaan di Indonesia. (Rahmawati, 2016)
Pengungkapan CSR merupakan salah satu media yang dipilih untuk
memperlihatkan kepedulian perusahaan terhadap masyarakat disekitarnya.
Dengan kata lain, apabila perusahaan memiliki kontrak dengan foreign
stakeholders baik dalam ownership dan trade, maka perusahaan akan lebih
didukung dalam melakukan pengungkapan CSR.
25
Struktur kepemilikan asing dapat diukur sesuai dengan proporsi saham
biasa yang dimiliki oleh asing, dapat dirumuskan:
Kepemilikan asing = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑝𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑖ℎ𝑎𝑘 𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟 𝑥 100%
Total saham asing yang dimaksud adalah jumlah persentase saham yang
dimiliki oleh pihak asing pada akhir tahun. Sedangkan total saham yang
beredar dihitung dengan menjumlahkan seluruh saham yang diterbitkan
oleh perusahaan tersebut pada akhir tahun (Susanti, 2013 dalam rahmawati,
2016)
2.1.8 Corporate sosial responsibility (CSR) dan kinerja keuangan
Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan proses pengkomunikasian
dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi perusahaan terhadap
masyarakat. Konsep CSR melibatkan tanggung jawab kemitraan bersama
antara perusahaan, pemerintah, lembaga sumber daya masyarakat, serta
komunitas setempat. Kewajiban perusahaan atas CSR diatur undang-
undang No, 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Ketentuan ini
dimaksudkan untuk mendukung terjadinya hubungan perusahaan yang
serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya
masyarakat setempat. Peraturan CSR juga bertujuan untuk mewujudkan
penggabungan kualitas kehidupan dan lingkungannya.
Perusahaan akan mengungkapkan informasi jika informasi tersebut dapat
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan yang bagus akan direspon
positif oleh para investor melalui fluktuasi harga saham yang semakin naik
26
dari periode ke periode atau peningkatan laba, dan sebaiknya jika
perusahaan memiliki kinerja keuangan yang buruk maka akan muncul
keraguan dari para investor terhadap perusahaan tersebut, dan direspon
negatif dengan penurunan laba ataupun fluktuasi harga saham yang semakin
turun (Amalia dan Wijayanto, 2007).
Dalam menjalankan kegiatan operasinya, perusahaan berhadapan dengan
banyak stakeholder seperti karyawan, pemasok, investor, pemerintah,
konsumen, serta masyarakat. Untuk mempertahankan eksistensinya
perusahaan memerlukan dukungan stakeholders sehingga aktivitas
perusahaan harus mempertimbangkan persetujuan dari stakeholder.
Semakin kuat stakeholders, maka perusahaan harus semakin beradaptasi
dengan stakeholders. Berdasarkan teori stakeholders, perusahaan memilih
untuk menanggapi banyak tuntutan yang dibuat oleh para pihak yang
berkepentingan (stakeholders), yaitu setiap kelompok dalam lingkungan
luar organisasi yang terkena tindakan dan keputusan organisasi. Diharapkan
dengan memenuhi tuntutan para stakeholders dapat meningkatkan
penghasilan perusahaan. Penelitian yang mendukung adanya hubungan
antara CSR dengan Kinerja perusahaan adalah penelitian (Dahlia dan
Siregar, 2008)
27
2.1.9 Kepemilikan Asing Berpengaruh terhadap Pengungkapan
Informasi Sosial dan Kinerja Perusahaan
Perusahaan multinasional atau dengan kepemilikan asing utamanya
melihat keuntungan yang akan didapat berasal dari para stakeholder-nya,
secara tipikal berdasarkan atas home market (pasar tempat beroperasi) yang
dapat memberikan eksistensi yang tinggi dalam jangka panjang (Suchman,
1995 dalam Budi, 2011). Dalam mencapai tujuan tersebut, perusahaan
multinasional haruslah menjalin hubungan baik dengan para stakeholders.
Perusahaan multinasional yang dimiliki oleh pengusaha Eropa dan United
State diyakini dapat menjalin hubungan yang lebih baik dengan para
stakeholder yang ada. Hal ini disebabkan pengusaha yang berasal dari benua
paling maju ini mengenal betul cara menjaga legitimasi dan reputasi
perusahaan.
Untuk menjaga legitimasi dan reputasi perusahaan, perusahaan
multinasional mengungkapkan tanggung jawab sosial sebagai kepedulian
mereka terhadap para stakeholder yang ada. Pengungkapan tanggung jawab
sosial yang dilakukan perusahaan multinasional terutama perusahaan Eropa
dan United State sangat mengedepankan isu-isu sosial; seperti hak asasi
manusia , pendidikan, tenaga kerja dan isu lingkungan (Machmud dan
Djakman, 2008). Tanimoto dan Suzuki (2005) meneliti mengenai luas
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan publik yang dimiliki oleh
pihak asing di Jepang. Hasilnya kepemilikan asing di perusahaan publik di
Jepang menjadi pendorong perusahaan untuk mengungkapkan tanggung
28
jawab sosial sesuai dengan GRI. Dengan demikian perusahaan
multinasional dalam mengungkapan informasi mengenai tanggung jawab
sosial perusahaan lebih baik dibanding perusahaan nasional.
Dengan pengungkapan informasi mengenai tanggung jawab sosial yang
baik akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja
perusahaan. Kinerja perusahaan nantinya akan meningkat apabila
perusahaan dapat mengungkapkan tanggung jawab sosial mereka dengan
baik. Pengungkapan CSR dapat menjadi elemen yang menguntungkan
sebagai strategi perusahaan, memberikan kontribusi kepada manajemen
risiko dan memelihara hubungan yang dapat memberikan keuntungan
jangka panjang bagi perusahaan (Budi, 2011). Jadi kepemilikan asing
memiliki peran dalam hubungan antara pengungkapan tanggung jawab
sosial dengan kinerja perusahaan.
2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1. Penelitian terdahulu
Peneliti Judul Hasil Penelitian
Lely Dahlia dan Silvia
Veronica Siregar
(2008)
Pengaruh Corporate Social
Responsibility Terhadap Kinerja
Perusahaan (Studi Empiris Pada
Perusahaan Yang Tercatat Di Bursa
Efek Indonesia Pada Tahun 2005 dan
2006)
Corporate social responsibility
berpengaruh terhadap kinerja
(ROE dan CAR).
Wien Ika Permanasari
(2010)
Pengaruh Kepemilikan Manajemen,
Kepemilikan Institusional, Dan
Corporate Social Responsibility
Terhadap Nilai Perusahaan
1. Variabel kepemilikan
manajemen tidak
memiliki berpengaruh
terhadap nilai
perusahaan
29
2. Variabel kepemilikan
institusional tidak
memiliki berpengaruh
terhadap nilai
perusahaan.
3. Variabel corporate
social responsibility
memiliki pengaruh
positif dan siginfikan
terhadap nilai
perusahaan
Budi Cahyono (2011) Pengaruh Corporate Social
Responsibility Terhadap Kinerja
Perusahaan Dengan Kepemilikan
Asing Sebagai Variabel Moderating
1) Variabel pengungkapan CSR
tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja keuangan
perusahaan.
2) Variabel pengungkapan CSR
tidak berpengaruh signifikan
terhadap variabel abnormal
return (sebagai proksi untuk
kinerja pasar perusahaan),
3) Variabel kepemilikan asing
sebagai variabel moderating
tidak dapat mempengaruhi
hubungan pengungkapan CSR
dan kinerja perusahaan.
Rimba Kusumadilaga
(2010)
Pengaruh Corporate Social
Responsibility Terhadap Nilai
Perusahaan Dengan Profitabilitas
Sebagai Variabel Moderating
1.Variabel CSR berpengaruh
signifikan terhadap nilai
perusahaan.
2.Variabel profitabilitas sebagai
variabel moderating tidak dapat
mempengaruhi hubungan CSR
dan nilai perusahaan.
Sri Rahayu (2010) Pengaruh Kinerja Keuangan
Terhadap Nilai Perusahaan Dengan
Pengungkapan Corporate Social
Responsibility Dan Good Corporate
Governance Sebagai Variabel
Pemoderasi
1. Kinerja keuangan tidak
berpengaruh signifikan
terhadap nilai
perusahaan
2. Variabel CSR bukan
merupakan variabel
moderating dalam
hubungan kinerja
30
keuangan dengan nilai
perusahaan.
3. Kepemilikan manajerial
berpengaruh positif
signifikan terhadap
hubungan kinerja
perusahaan dengan
kepemilikan asing.
2.3 Kerangka penelitian
(H2+)
(H3+)
(H1+)
2.4 Pengembangan Hipotesis
Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan.
Peningkatan nilai perusahaan dapat dilakukan dengan meningkatkan kinerja
perusahaan. Kinerja perusahaan sendiri dapat dilihat dari beberapa aspek
salah satunya adalah tingkat profitabilitas sebagai ukuran kinerja keuangan
suatu perusahaan. Seiring dengan banyaknya pemalsuan laporan keuangan
membuat profitabilitas tidak menjadi informasi tunggal dalam pengambilan
keputusan dalam berinvestasi. Saat ini para investor mulai melirik
perusahaan-perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosial serta
memiliki laporan keuangan yang baik.
Variabel Moderating
Kepemilikan Asing
Variabel Independen
Corporate Social
Responsibility
Variabel Dependen
Kinerja Perusahaan
(ROE)
31
Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan berkaitan erat dengan
profitabilitas perusahaan. Hal ini dapat dilihat pada perusahaan-perusahaan
yang menjalankan dan mengungkapkan aktivitas CSR. Perusahaan-
perusahaan yang dapat menjalankan dan mengungkapkan aktivitas CSR
dengan baik dapat meningkatkan reputasi serta dapat mengurangi biaya atas
kemungkinan tuntutan atau protes yang akan terjadi, sehingga profitabilitas
perusahaan dapat meningkat.
Nurlela dan Islahuddin (2008) dalam Rimba (2011) menyatakan bahwa
dengan adanya praktik CSR yang baik, diharapkan nilai perusahaan akan
dinilai dengan baik oleh investor. Berdasarkan uraian diatas hipotesis dapat
dirumuskan sebagai berikut :
H1 : Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan
Sekarang ini banyak perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang
menjual saham kepada investor asing, dan menjadi PMA (Perusahaan Milik
Asing). Hal tersebut mengasumsikan pandangan positif bahwa penjualan
tersebut dapat meningkatkan kinerja sekaligus dapat menciptakan kompetisi
yang lebih sehat di Indonesia.
Perusahaan multinasional atau dengan kepemilikan asing utamanya
melihat keuntungan yang akan didapat berasal dari stakeholder-nya, secara
tipikal berdasarkan atas home market (pasar tempat beroperasi) yang dapat
memberikan eksistensi yang tinggi dalam jangka panjang (Suchman, dalam
32
Barkemeyer, 2007). Berdasarkan uraian diatas hiptesis dapat dirumuskan
sebagai berikut :
H2: Kepemilikan asing berpengaruh terhadap kinerja perusahaan
Pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan salah satu media yang
dipilih perusahaan untuk memperlihatkan kepedulian perusahaan terhadap
masyarakat dan lingkungan sekitar. Pengungkapan tanggung jawab sosial
yang dilakukan perusahaan multinasional terutama perusahaan Eropa dan
United State sangat mengedepankan isu-isu sosial; seperti hak asasi
manusia, pendidikan, tenaga kerja dan isu lingkungan (Machmud dan
Djakman, 2008).
Tanimoto dan Suzuki (2005) meneliti mengenai luas pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan publik yang dimiliki oleh pihak asing di
Jepang. Hasilnya kepemilikan asing di perusahaan publik di Jepang menjadi
pendorong perusahaan untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial sesuai
dengan GRI. Dengan demikian perusahaan multinasional dalam
mengungkapan informasi mengenai tanggung jawab sosial perusahaan lebih
baik dibanding perusahaan nasional.
Dengan pengungkapan informasi mengenai tanggung jawab sosial yang
baik akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja
perusahaan. Kinerja perusahaan nantinya akan meningkat apabila
perusahaan dapat mengungkapkan tanggung jawab sosial mereka dengan
baik. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut: