BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN · HUKUM ASURANSI-HANYA UNTUK KEPENTINGAN...

14
HUKUM ASURANSI-HANYA UNTUK KEPENTINGAN PEMBELAJARAN Page 10 BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN A. PENGERTIAN ASURANSI Asuransi atau dalam bahasa Indonesianya disebut pertanggungan, dalam bahasa inggris disebut insurance,sedangkan dalam bahasa belanda dikenaldengan istilah verzekering. Pasal 246 KUHDagang memberi definisi tentang asuransi, adalah : asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi,untuk memberikan kepadanya karena suatu kerugian yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu. Definisi pasal 246 KUHDagang di atas kemudian disempurnakan dengan Pasal 1 angka 1 undang-undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian, yaitu : Asuransi adalah peg'anjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk: a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. Definisi pasal 246 KUHDagang terkesan lebih sempit, karena hanya melingkupi asuransi terhadap harta benda saja. Sedangkan undang-undang usaha perasuransian pada pasal 1 angka 1 lebih luas disamping harta kekayaaan, termasuk jiwa manusia. B. DASAR HUKUM ASURANSI Asuransi diatur diberbagai peraturan perundangan/seperti: KUHDagang, Undang Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian serta peraturan pelaksanaan lainnya.

Transcript of BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN · HUKUM ASURANSI-HANYA UNTUK KEPENTINGAN...

HUKUM ASURANSI-HANYA UNTUK KEPENTINGAN PEMBELAJARAN Page 10

BAB II

RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI

Oleh : SURAJIMAN

A. PENGERTIAN ASURANSI

Asuransi atau dalam bahasa Indonesianya disebut pertanggungan, dalam bahasa inggris

disebut insurance,sedangkan dalam bahasa belanda dikenaldengan istilah verzekering.

Pasal 246 KUHDagang memberi definisi tentang asuransi, adalah : asuransi atau

pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri

kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi,untuk memberikan kepadanya

karena suatu kerugian yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu

peristiwa yang tak tentu.

Definisi pasal 246 KUHDagang di atas kemudian disempurnakan dengan Pasal 1 angka

1 undang-undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian, yaitu :

Asuransi adalah peg'anjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang

polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan

untuk:

a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian,

kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum

kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena

terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau

pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang

besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Definisi pasal 246 KUHDagang terkesan lebih sempit, karena hanya melingkupi asuransi

terhadap harta benda saja. Sedangkan undang-undang usaha perasuransian pada pasal 1

angka 1 lebih luas disamping harta kekayaaan, termasuk jiwa manusia.

B. DASAR HUKUM ASURANSI

Asuransi diatur diberbagai peraturan perundangan/seperti: KUHDagang, Undang

Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian serta peraturan pelaksanaan

lainnya.

HUKUM ASURANSI-HANYA UNTUK KEPENTINGAN PEMBELAJARAN Page 11

1. Dalam KUHDagang dimuat dalam :

1.1. Buku I, Bab IX ( pasal 246-286 ) tentang asuransi pada umumnya.

1.2. Buku I, Bab X (pasal 287-308 ) tentang asuransi kebakaran, asuransi pertanian,

asuransi jiwa.

1.3. Buku II, Bab IX (pasal 592-685) tentang asuransi bahaya laut dan bahaya

perbudakan.

1.4. Buku II, Bab X ( pasal 686-695 ) tentang asuransi bahaya pengangkutan di daratan,

di sungai dan diperairan darat.

2. Undang-Undang nomor 40 tahun 2014 tentang usaha perasuransian, dengan peraturan

pelaksanaannya dan seterusnya.

3. Ketentuan Perjanjian dalam KUHPerdata juga dipakai dalam asuransi (termasuk

ketentuan-ketentuan lain,misalnya hukum benda dsb).

C. PENGGOLONGAN ASURANSI

Secara konvensional asuransi awalnya digolongkan atau dikelompokkan dalam 2 (dua)

bagian besar, yaitu asuransi yang menjamin terhadap kepentingan Harta kekayaan manusia

yang disebut Asuransi Kerugian, dan asuransi yang menjamin kepentingan terhadap jiwa

manusia yang disebut Asuransi Jiwa (atau arusansi jumlah).

Dalam praktik dewasa ini asuransi dapat digolongkan dalam berbagai bagian, untuk

mudahnya dapat dilihat sebagai berikut :

1. Asuransi Jiwa

HMN. Purwosutjipto memberikan definisi bahwa asuransi jiwa adalah perjanjian

timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dimana penutup

asuransi mengikatkan diri sendiri selama jalannya pertanggungan dengan cara membayar

premi kepada penanggung, sebagai akibat langung dari meninggalnya orang yang jiwanya

dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjikan,

mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditujuk oleh

penutup asuransi sebagai penikmatnya.

Secara teoritis pada asuransi jiwa ada beberapa pihak yang terlibat dalam perjanjian

asuransi itu yaitu :

HUKUM ASURANSI-HANYA UNTUK KEPENTINGAN PEMBELAJARAN Page 12

1.1. Penutup atau pengambil asuransi, adalah pihak dalam perjanjian pertanggungan

yang mengikatkan diri untuk membayar premi dengan teratur kepada penanggung,

akibatnya dia memiliki polis.

1.2. Badan tertanggung, adalah orang yang jiwanya dipertanggungkan, mungkin si

penutup asuransi sendiri dan mungkin pula orang lain yang ditunjuk oleh si penutup

asuransi.

1.3. Penikmat mungkin si penutup asuransi sendiri atau ahli warisnya dan mungkin pula

orang lain yang ditunjuk oleh si penutup asuransi.

1.4. Penanggung (perusahaan asuransi).

2. Asuransi Kerugian

Molengraaff memberi definisi asuransi kerugian adalah persetujuan dengan mana satu

pihak, penanggung mengikatkan diri terhadap yang lain, tertanggung untuk mengganti

kerugian yang dapat diderita oelh tertanggung,karena terjadinya suatu peristiwa yang telah

ditunjuk yang belum tentu serta kebetulan, dengan mana pula tertanggung berjanji untuk

membayar premi.

Adapun asuransi kerugian dapat digolongkan lagi ke dalam berbagai jenis yaitu :

2.1. Asuransi Kebakaran

Berdasarkan Pasal 290 KUHDagang, yang dimaksud dengan asuransi kebakaran

adalah pertanggungan yang menjamin kerugian atau kerusakan atas harta benda

(harta tetap dan harta bergerak) yang disebabkan oleh kebakaran yang terjadi karena

api sendiri atau api dari luar, karena udara jelek, kurang hati-hati, kesalahan atau

perbuatan tidak pantas dari pelayanan tertanggung, tetangga, musuh, perampok, dan

apa saja, dan dengan cara bagaimanapun sebab timbulnya kebakaran.

2.2. Asuransi Pengangkutan adalah jenis asuransi kerugian yang menjamin terhadap

kemungkinan terjadinya akibat perpindahan tempat yang dibawa oleh alat

pengangkut.

Dikelompokkan atas :

2.2.1. Asuransi pengangkutan darat

2.2.2. Asuransi pengangkutan laut

HUKUM ASURANSI-HANYA UNTUK KEPENTINGAN PEMBELAJARAN Page 13

2.3. Asuransi Aviasi

Asuransi ini merupakan salah satu jenis asuransi pengangkutan, dikelompokkan

dalam :

3.1. Asuransi Muatan Udara

3.2. Asuransi Cargo Udara

3.3. Asuransi Pesawat Udara

2.4. Asuransi Kredit adalah asuransi yang menjamin kemungkinan macetnya

pengembalian kredit oleh nasabah.

2.5. Asuransi Kendaraan Bermotor adalah asuransi yang menjamin terhadap kerugian

yang dapat menimpa kendaraan yang digerakkan oleh motor (motor = penggerak

mekanis)

2.6. Asuransi Kecelakaan Diri adalah suatu asuransi yang benda pertanggungannya

adalah diri badan tertanggung.

3. Asuransi Aneka

Yang dimaksud asuransi “aneka” dalam praktik asuransi kerugian yang tidak termasuk

dalam asuransi kebakaran ataupun asuransi pengangkutan. Termasuk dalam kelompok

asuransi aneka :

3.1. Asuransi Kecelakaan Buruh

3.2. Asuransi Tanggung Jawab Majikan

3.3. Asuransi Tanggung Jawab Umum

3.4. Asuransi Perekayasaan

4. Asuransi Sosial

Yaitu asuransi yang menyediakan jaminan sosial.

Asuransi sosial dapat dikelompokan dalam berbagai golongan yaitu :

4.1. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)

4.2. Asuransi Sosial Jasa Raharja

4.3. Asuransi Sosial Pegawai Negeri dan ABRI

4.4. BPJS

HUKUM ASURANSI-HANYA UNTUK KEPENTINGAN PEMBELAJARAN Page 14

D. PRINSIP PRINSIP DALAM ASURANSI

Sebagaimana terlihat dalam definisi asuransi baik dalam Pasal 246 KUHDagang maupun

Pasal 1 butir 1Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian bahwa

asuransi adalah lahir atas perjanjian. Adapun perjanjian dalam asuransi menganuit prinsip-

prinsip yaitu :

1. Prinsip Kepentingan (Insurable Interest)

Di dalam Pasal 250 KUHDagang disebutkan bahwa : Apabila seseorang yang telah

mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seorang, yang untuknya

telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak

mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yaang dipertanggungkan itu, maka si

penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti rugi.

Prinsip kepentingan menegaskan bahwa orang yang menutupi asuransi harus mempunyai

kepentingan (interest) atasbarang yang dipertanggungkan (insurable), atau orang yang

ditutup asuransi atas barangnya oleh orang lain (yang dikuasakannya), harus mempunyai

kepentingan atas barang itu.

Bila dia tidak mempunyai kepentingan, maka sekalipun polis telah ditutup dan premi

telah dibayar, maka penanggung tidak wajib memberikan ganti rugi bila barang atau orang

itu mengalami kerugian.

Adapun klasifikasi daripada prinsip kepentingan atasasuransi dapat bersumber

pada :

1.1. Kepentingan sebagai pemilik

1.2. Kepentingan sebagai wakil pemilik

1.3. Kepentingan sebagai kreditur

1.4. Kepentingan yang timbul dari suatu perjanjian

1.5. Kepentingan yang timbul karena tanggung jawab hukum

2. Prinsip Itikad Baik

Di dalam Pasal 251 KUHDagang dikatakan ;

Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberikan hal-hal

yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian

sifatnya, sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya

HUKUM ASURANSI-HANYA UNTUK KEPENTINGAN PEMBELAJARAN Page 15

perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama,

mengakibatkan batalnya pertanggungan.

Maksud dari prinsip itikad baik bahwa tertanggung hendaknya memberikan data atau

informasi yang benar tentang barang atau diri yang dipertanggungkan. Dengan data atau

informasi yang benar itu akan menjadi bahan pertimbangan bagi penanggung (perusahaan

Asuransi) untuk menerima atau menolak risiko dari tertanggung.

Begitu pentingnya kepercayaan dan itikad baik dalam asuransi sehingga ditegaskan di

dalam Pasal 17 Marine Insurance Act 1906 (Inggris), yaitu :

A contract of marine insurance is a contract based upon the utmost good faith.

3. Prinsip Ganti Rugi (Principle of Indemnity)

Pasal 253 KUHDagang mengatakan :

(1). Suatu pertanggungan yang melebihi jumlah harga atau kepentingan yang

sesungguhnya, hanyalah sah sampai jumlah tersebut.

(2). Apabila harga penuh sesuatu barang yang tidak dipergunakan, maka apabila timbul

kerugian, si penanggung hanyalah diwajibkan menggantinya menurut imbangan

daripada bagiaan yang dipertanggungkan terhadap bagian yang tidak

dipertanggungkan.

(3). Namun demikian bolehlah para pihak memperjanjikan dengan tegas, bahwa dengan

tak mengingat harga lebihnya barang yang dipertanggungkan, kerugian yang

menimpa barang itu akan diganti sepenuhnya sampai jumlah yang

dipertanggungkan.

Ini adalah prinsip ganti rugi yang seimbang dimana seorang tertanggung tidak boleh

menerima ganti rugi melebihi daripada kerugian yang nyata yang dideritanya dari terjadinya

peristiwa yang dijamin dalam polis asuransi.

Dengan kata lain bahwa asuransi adalah bertujuan memberi ganti rugi sesuai dengan apa

yang diderita tertanggung dan bukan memberikan keuntungan, sebab hal ini menyalahi

keadilan.

4. Prinsip Subrogasi

Prinsip ini bertujuan agar seseorang tidak memperoleh keuntungan dari terjadinya

kerugian, yang apabila tertanggung telah menerima ganti rugi dari penanggung, maka hak

HUKUM ASURANSI-HANYA UNTUK KEPENTINGAN PEMBELAJARAN Page 16

menuntut ganti rugi pada pihak lain yang dianggap menimbulkan kerugian tersebut akan

jatuh atau berpindah pada penanggung, demikian pula bila tertanggung telah menerima ganti

rugi dari pihak penanggung.

Dasar hukum dari prinsip subrogasi adalah Pasal 284 KUHDagang, bahwa :

Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang

dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya

terhadap orang-orang ketiga dan berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut ; dan si

tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak

si penanggung terhadap orang-orang ketiga itu.

5. Prinsip Koasuransi

Ialah penutupan pertanggungan atas suaru obyek asuransi yang dilakukan oleh lebih dari

suatu penanggung (perusahaan asuransi) baik pada waktu yang bersamaan atau pada waktu

yang berbeda. Apabila terjadi kerugian maka tiap penanggung akan membayar masing-

masing sebesar tanggungan yang dimilikinya dalam pertanggungan tersebut. Prinsip

koasuransi tidak berlaku pada asuransi jiwa.

6. Prinsip Kontribusi

Ia mirip dengan prinsip subrogasi, hanya dalam prinsip kontribusi ini timbul suatu

kerugian terhadap obyek yang diasuransikan kepada lebih dari satu penanggung (perusahaan

asuransi) maka terhadap kekurangpenuhan dapat meminta pembayaran pada perusahaan

lainnya.

7. Prinsip Hukum Jumlah Bilangan Besar (The Law of Large Number)

Adalah merupakan prinsip dasar asuransi dimana bertambah banyak jumlah obyek

pertanggungan yang diterima untuk jenis pertanggungan yang sama adalah bertambah baik,

karena adanya penyebaran risiko yang lebih luas dan secara matematis kemungkinan

menderita kerugian dapat diramalkan mendekati kenyataan dan hal ini juga akan

mempengaruhi tarif premi asuransi yang dibebankan kepada tertanggung secara relatif

cenderung akan lebih rendah.

E. BEDA ASURANSI DENGAN PERJUDIAN

(Insurance VS Gambling)

HUKUM ASURANSI-HANYA UNTUK KEPENTINGAN PEMBELAJARAN Page 17

Asuransi bertujuan untuk memindahkan risiko individu pada perusahaan asuransi.

Tujuan pertanggungan terutama untuk mengurangi risiko-risiko yang ditemui dalam

masyarakat.

Tujuan asuransi menurut Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H. Yaitu :

1. Pengalihan risiko

2. Pembayaran ganti kerugian

3. Pembayaran santunan

4. Kesejahteraan anggota

Tujuan pertanggungan menurut Prof. Sri Rejeki Hartono. adalah mengalihkan risiko

yang ditimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak dapat diharapkan terjadinya itu kepada

orang lain yang mengambil risiko untuk mengganti kerugian.

Sedangkan perjudian tidak mengurangi risiko melainkan menciptakan risiko. Akan

tetapi, sungguhpun demikian, antara asuransi dan perjudian terdapat persamaan dalam hal-

hal tertentu.

Pada asuransi dan perjudian, besar jumlah uang yang diterima akan diterima tidak sama

besarnya dengan uang yang dikeluarkan pada saat sekarang ini.

Di samping itu terdapat banyaak perbedaan yakni :

Asuransi

1. Asuransi terutama bertujuan untuk mengurangi risiko yang sudah ada dalam masyarakat,

dengan jalan mempertanggungkan pada perusahaan asuransi (reducing of risk).

2. Asuransi mempunyai sifat sosial terhadap masyarakat, berarti dari risiko-risiko yang ada

akan ditanggung oleh perusahaan asuransi. Dengan adanya asuransi akan memberikan

keuntungan-keuntungan tertentu pada masyarakat umumnya.

3. Besarnya risiko (kerugian) yang timbul bisa diketahui tentang kerugian yang diderita

dalam asti di ukur (degree of risk) atau bila ditentukan risiko tersebut.

4. Kontrak asuransi dibuat secara tertulis dan mengikat pihak-pihak yang mengadakan

perjanjian.

HUKUM ASURANSI-HANYA UNTUK KEPENTINGAN PEMBELAJARAN Page 18

Perjudian

1. Pada perjudian mula-mula risiko belum ada, setelah perjudian terjadi timbullah risiko

(kalah). Artinya risiko yang tadinya belum ada sekarang menjadi ada (creating of risk).

2. Perjudian bersifat “tidak sosial”, bisa mengacaukan rumah tangga dan keuangan rumah

tangga (a-moral). Degree of risk pada perjudian sulit untuk diketahui (diukur).

3. Kontrak pada perjudian tidak mengikat, dan tidak tertulis (lisan).

F. PREMI ASURANSI

1. Pengertian dan Dasar Hukumnya

Dalam perjanjian asuransi ( Pasal 246 KUHDagang dan Pasal 1 angka 1 Undang

Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian ) terdiri dari beberapa unsur,

setidaknya adalah Penanggung (Perusahaan Asuransi), Tetanggung (Nasabah), Premi,

Peristiwa yang belum pasti, kerugian. Jadi premi merupakan salah satu unsur yang harus ada

dalam perjanjian asuransi.

Menurut perumusan kedua pasal diatas,seorang penanggung mendapat premi dan premi

itu menurut Pasal 256 (7) KUHDagang harus dinyatakan dengan polis.

Menurut Dorhout Mees, bahwa penanggung tidak akan mengambil alih risiko-risiko

orang lain hanya berdasarkan rasa peri kemanusian saja, akan tetapi sebagai kontra prestasi

dimintanya pembayaran premi dari tertanggung.

Menurut Soenawar Soekowati, bahwa dalam perjanjian pertanggungan itu seolah-olah

terjadi suatu jual beli “kepastian”, yaitu suatu kepastian yang akan memadai derita material,

apabila terjadi suatu peristiwa yang merugikan itu. Dan harga pembelian itu berwujud

pembelian tiga periodik yang dinamakan premi.

2. Menetapkan Premi

Bagaimanakah menetapkan jumlah premi agar pada pembagian risiko yang pantas antara

tertangung dan penanggung ?

Hal ini merupakan suatu teknik asuransi yang mengutuhkan penyelidikan secara ilmiah

dengan menggunakan Statistik. Biasanya premi itu ditetapkan secara prosentase dari jumlah

HUKUM ASURANSI-HANYA UNTUK KEPENTINGAN PEMBELAJARAN Page 19

uang yang dijamin dan dihitung sedemikian rupa, sehingga dengan penerimaan premi itu

penanggung dapat memperhitungkan dengan kemampuannya untuk mengganti kerugian

kepada tertanggung bila tertimpa kerugian. Premi itu dapat dibayar sekaligus atau berangsur-

angsur misalnya tiap-tiap tahun atau tiap-tiap bulan dibayar premi.

Contoh menetapkan premi :

Satu rumah dimasukkan asuransi terhadap kemungkinan kebakaran dengan uang

pertanggungan Rp.100.000,- (misal saja), artinya bila rumah terbakar habis, si penanggung

harus membayar Rp.100.000,- kepada tertanggung kalau seandainya dari statistik dapat

disimpulkan, bahwa setiap tahun dari 1000 rumah yang berada di tempat itu, hanya satu

yang terbakar, maka preminya untuk satu tahun ditetapkan, perseribu dari Rp.100.000,-

menjadi Rp.100,- ditambah dengan biaya-biaya administrasi dan ditambah pula dengan

sejumlah uang untuk untungnya penanggung dan untuk uang cadangan.

Tambahan-tambahan ini merupakan sekedar kerugian bagi para tertangung kalau dalam

satu tahun itu rumahnya tidak terbakar.

3. Premi Restorno

Istilah lainnya adalah ristourne, return of premium.

Molengraaff mengatakan :

Restorno atau ristorno adalah pengembalian dari premi yang telah diterima dari

penanggung, atau peniadaan dari kewajiban tertanggung untuk membayar premi,

berdasarkan adanya, tidak terjadinya atau hilangnya risiko.

Premi restorno diatur dalam Pasal 281 KUHDagang, dimana unsur itikad buruk, tipu

muslihat, penipuan atau kecurangan dari tertanggung, maka penanggung tetap berhak atas

premi, Pasal 282 KUHDagang, dan asuransi batal.

Contoh :

Nona Silvi mempunyai mobil, kemudian diasuransikan sepenuhnya dengan jumlah

Rp.100.000.000,- kepada PT. Asuransi Wahana Tata, atas dasar perhitungan tersebut PT.

Asuransi Wahana Tata memetapkan premi ebesar Rp. 2.000.000,- setahun.

Dalam perjanjianm ditutupnya dengan PT. Asuransi Wahana Tata itu nama Silvi

sungguh menyangka bahwa mobilnya seharga Rp. 100.000.000,-. Jadi dalam menutup

HUKUM ASURANSI-HANYA UNTUK KEPENTINGAN PEMBELAJARAN Page 20

perjanjian asuransi ini Nona Silvi sungguh beritikad baik. Tetapi kemudian ternyata bahwa

harga mobil tersebut sebenarnya hanya berharga Rp. 75.000.000,- sehingga kalau dulu dalam

menetapkan premi PT. Asuransi Wahana Tata berpegang kepada jumlah Rp. 75.000.000,-

maka premi yang harus dibayar oleh Nona Silvi hanya sebesar Rp. 1.500.000,- saja.

Berdasarkan Pasal 281 KUHDagang, maka bila Nona Silvi beritikad baik ia berhak atas

pengembalian premi (restorno) sebesar Rp.500.000,- dari PT. Asuransi Wahana Tata.

Nolst Trenite mengemukakan beberapa peristiwa dimana pada umumnya harus

dilakukan premi restorno, yaitu :

a. Pada pernyataan pembatalan asuransi berdasar Pasal 251 KUHDagang

b. Jika kewajiban Penanggung berhenti karena ada perubahan risiko dengan Pasal 293

KUHDagang.

c. Jika asuransi berakhir oleh karena benda yang diasuransikan menjadi musnah.

d. Jika perjanjian menjadi batal oleh karena diadakan asuransi berlipat, Pasal 252 dan 266

KUHDagang.

e. Jika asuransi ditolak oleh pemilik baru, Pasal 263 KUHDagang.

f. Jika diadakan asuransi tentang kerugian yang telah terjadi.

g. Jika diadakan asuransi berlebihan (Pasal 253 dan 274 KUHDagang).

G. POLIS

1. Pengertian dan Dasar Hukum Polis

Perjanjian asuransi harus dituangkan dalam suatu akta yang dinamakan polis. Pasal 255

KUHDagang menyebutkan bahwa Suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam

suatu akta yang dinamakan Polis.

Ali Rido mengatakan, bahwa polis adalah suatu akta yang ditandatangani oleh

penanggung, yang fungsinya sebagai alat bukti dalam perjanjian asuransi.

Molengraaff mengatakan, bahwa polis adalah suatu akta sebagai tulisan sepihak, dimana

diuraikan dengan syarat-syarat apa penanggung menerima perjanjian asuransi.

2. Syarat-syarat (Isi dan Bentuk) Polis

HUKUM ASURANSI-HANYA UNTUK KEPENTINGAN PEMBELAJARAN Page 21

Isi dan bentuk suatu polis, harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan Pasal 256

KUHDagang, (kecuali poli asuransi jiwa) maka semua polis harus menyebutkan

2.1. Hari ditutupnya pertanggungan

2.2. Nama orang yang menutup pertanggungan atastanggungan sendiri atau atas tanggungan

seorang ketiga

2.3. Suatu uraian yang cukup jelas mengenai barang yang dipertanggungkan

2.4. Jumlah uang untuk berapa diadakan pertanggungan

2.5. Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh si penanggung

2.6. Saat pada mana bahaya mulai berlaku untuk tanggungan si penanggung dan sat

berakhirnya itu.

2.7. Premi pertanggungan tersebut, dan

2.8. Pada umumnya, semua keadaan kiranya penting bagi si penanggung untuk diketahuinya,

dan segala syarat yang diperjanjikan antara para pihak.

Syarat umum polis Pasal 256 KUHDagang di atas berlaku sebagai syarat umumnya

dengan tidak menyebutkan secara khusus kelompok asuransinya. Dalam asuransi

kebakaran maka syarat polis Pasal 256 ditambah syarat khusus Pasal 287 KUHDagang.

Untuk asuransi Bahaya Laut, syarat umum Pasal 256 ditambah syarat khusus Pasal 592

KUHDagang.

Dalam asuransi bahaya yang mengancam hasil pertanian (Pasal 256 dan Pasal 299

KUHDagang), untuk asuransi pengangkutan di darat dan di sungai.

Khusus bagi asuransi jiwa berlaku syarat-syarat polis tersendiri yang diatur dalam Pasal

304 KUHDagang, yaitu :

1. Hari ditutupnya pertanggungan

2. Nama si tertanggung

3. Nama orang yang jiwanya dipertanggungkan

4. Saat mulai berlaku dan berakhirnya bahaya bagi si penanggung.

5. Jumlah uang untuk mana diadakan pertanggungan.

6. Premi pertanggungan tersebut.

HUKUM ASURANSI-HANYA UNTUK KEPENTINGAN PEMBELAJARAN Page 22

H. SAAT LAHIRNYA PERJANJIAN ASURANSI

Hal terpenting dalam perjanjian asuransi adalah menetapkan kapan saat perjanjian itu

berakhir. Sebab hal ini turut menentukan diterima atau ditolaknya tuntutan ganti rugi dari

tertanggung kepada penanggung.

Berdasarkan Pasal 246 KUHDagang dan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian maka asuransi adalah perjanjian. Landasan

asuransi ini selain dalam KUHDagang sebelumnya disebutkan lebih dulu dalam Pasal 1774

KUHPerdata termasuk dalam Buku III tentang Perikatan. Oleh karena itu perjanjian asuransi

berlaku juga pasal-pasal (ketentuan umum) bagi perikatan (perjanjian) pada umumnya yang

tercantum dalam KUHPerdata dari Pasal 1313 KUHPerdata dan seterusnya.

Dalam Pasal; 255 KUHDagang dikatakan bahwa peratnggungan harus diadakan secara

tertulis dengan akta yang dinamakan polis. Dengan demikian kapan dianggap perjanjian

asuransi itu lahir ?

Sebelum menjawab pertanyaan itu, baiknya dijelaskan dulu bahwa dalam hukum dikenal

3 macam hukum perjanjian yaitu :

1. Perjanjian Formil

2. Perjanjian Riil

3. Perjanjian Konsensuil

Perjanjian Formil adalah suatu perjanjian (baru mempunyai akibat hukum, menimbulkan

hak dan kewajiban) apabila sudah atau telah dibuat suatu akta, tanpa adanya akta maka

perjanjian ini adalah batal. Maka akta di sini merupakan syarat mutlak bagi sahnya

perjanjian, maka contohnya adalah : perjanjian hak tanggungan, perjanjian pendirian PT.

Perjanjian Riil adalah suatu perjanjian yang harus diikuti dengan sesuatu penyerahan.

Contoh : perjanjian pinjam meminjam, perjanjian menitipkan barang dan lain-lain. Dalam

hal ini perjanjian belum ada bila sampai perundingan kata sepakat saja, maka perjanjian itu

belum dianggap lahir.

Perjanjian Konsensuil adalah suatu perjanjian yang sangat sederhana, adanya perjanjian

cukup dengan adanya sepakat dari pihak-pihak.

Berdasarkan kerangka hukum di atas, Kapan perjanjian asuransi dianggap lahir ?

HUKUM ASURANSI-HANYA UNTUK KEPENTINGAN PEMBELAJARAN Page 23

Jika hanay Pasal 255 KUHDagang yang dilihat, maka perjanjian asuransi termasuk

perjanjian formil. Berarti perjanjian asuransi dianggap lahir bila akta polisnya sudah ada.

Ketentuan perjanjian asuransi yang menurut Pasal 255 KUHDagang adalah formil, hal

ini kemudian diatur dalam Pasal 257 (1) yang berbunyi :

Perjanjian pertanggungan diterbitkan seketika setelah ia ditutup ; hak-hak dan

kewajiban-kewajiban bertimbal balik dari si penanggung dan si tertanggung mulai berlaku

semenjak saat itu, bahkan sebelum polis ditandatangani.

Jadi, berdasarkan Pasal 257 (1) KUHDagang itu, perjanjian asuransi adalah suatu

perjanjian yang konsensuil. Dengan demikian perjanjian asuransi dianggap lahir semenjak

adanya kata sepakat.

Dalam praktik “kata sepakat” dalam perjanjian asuransi identik dengan “tindakan si

tertanggung mengisi formulir permohonan asuransi disertai pembayaran, dan penanggung

menyatakan setuju”, meskipun polis belum dikeluarkan.