BAB II perbaikan.doc

73
BAB II DESKRIPSI TEORETIK, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kinerja Dosen Kata kinerja (performance) mempunyai arti pekerjaan, perbuatan, atau unjuk kerja. 1 Qomari Anwar mendefinisikan kinerja sebagai penampilan perilaku kerja yang ditandai oleh keluwesan gerak, ritual, dan urutan kerja sesuai prosedur sehingga diperoleh hasil yang memenuhi syarat kualitas, kecepatan dan jumlah. Robbin mengemukakan bahwa kinerja adalah ukuran kerja yang dilakukan dengan menggunakan kriteria yang disetujui bersama. 2 Dalam istilah ilmu administrasi, kinerja dapat diartikan sebagai ukuran kesuksesan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan atau direncanakan sebelumnya. 3 Dilihat dari karakteristik personel, kinerja meliputi kemampuan, keterampilan, kepribadian, dan motivasi untuk melaksanakan tugas dengan baik. 4 Dari beberapa pengertian di atas, jika dihubungkan dengan kinerja dosen dapat dikatakan 1 Saiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan (Bandung: CV. Alfabeta, 2007), h. 179. 22 Qomari Anwar, Manajemen Strategik Pengembangan SDM Perguruan Tinggi (Jakarta: Uhamka Press, 2004), h. 87. 3 Sagala, Manajemen Strategik, h. 179. 44 Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi, terj. Hadyana Pujaatmaja (Jakarta: PT. Prenhlindo, 1996) h. 214. 17

Transcript of BAB II perbaikan.doc

Page 1: BAB II perbaikan.doc

BAB II

DESKRIPSI TEORETIK, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

A. Kinerja Dosen

Kata kinerja (performance) mempunyai arti pekerjaan,

perbuatan, atau unjuk kerja.1 Qomari Anwar mendefinisikan

kinerja sebagai penampilan perilaku kerja yang ditandai oleh

keluwesan gerak, ritual, dan urutan kerja sesuai prosedur

sehingga diperoleh hasil yang memenuhi syarat kualitas,

kecepatan dan jumlah. Robbin mengemukakan bahwa kinerja

adalah ukuran kerja yang dilakukan dengan menggunakan

kriteria yang disetujui bersama.2 Dalam istilah ilmu administrasi,

kinerja dapat diartikan sebagai ukuran kesuksesan dalam

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan atau direncanakan

sebelumnya.3

Dilihat dari karakteristik personel, kinerja meliputi

kemampuan, keterampilan, kepribadian, dan motivasi untuk

melaksanakan tugas dengan baik.4

Dari beberapa pengertian di atas, jika dihubungkan

dengan kinerja dosen dapat dikatakan bahwa, kinerja dosen

berhubungan dengan perilaku dosen yaitu berbagai

aktivitasnya dalam proses instruksional yang berkaitan dengan

tanggung jawab dan tugasnya sebagai tenaga pendidik.

Sebagaimana yang dituangkan dalam Undang-Undang No.14

Tahun 2005 pasal 1, disebutkan bahwa dosen adalah pendidik

1 Saiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan (Bandung: CV. Alfabeta, 2007), h. 179.

22 Qomari Anwar, Manajemen Strategik Pengembangan SDM Perguruan Tinggi (Jakarta: Uhamka Press, 2004), h. 87.

3 Sagala, Manajemen Strategik, h. 179.44 Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi, terj. Hadyana Pujaatmaja

(Jakarta: PT. Prenhlindo, 1996) h. 214.

17

Page 2: BAB II perbaikan.doc

professional dan ilmuan dengan tugas utama

mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebar luaskan

ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,

penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.5

Peranan dosen yang profesional benar-benar ditantang

untuk menyelenggarakannya pendidikan yang efektif. Dosen

tidak hanya sekedar mengajari mahasiswa menghafal dan

mengingat tetapi justru perlu sampai pada tingkat proses

pemikiran lebih tinggi seperti menganalisis, sintesis, evaluasi,

kemampuan membuat predikisi, berfikir kreatif serta sikap

terbuka mengatasi masalah-masalah yang tidak terduga atau

bukan terstruktur.6

Fungsi dan peranan dosen sangat strategis dalam

mengembangkan kreativitas mahasiswa di kampus sebagai

penerus generasi bangsa. Dosen tidak saja mempunyai tugas

mengajar, melainkan mendidik baik di dalam kampus maupun di

luar kampus, ia harus dapat menjadi penyuluh masyarakat.7

Dalam melaksanakan tugasnya, guru/ dosen tidak hanya

menguasai bahan ajar dan mempunyai keahlian teknis edukatif,

tetapi harus memiliki kepribadian dan integritas yang dapat

diandalkan sehingga dapat menjadi sosok anutan bagi peserta

didik, keluarga, maupun masyarakat.8

Kinerja pendidikan yang efektif hanya mungkin terwujud

apabila para dosen mendapatkan peluang yang besar untuk

memberdayakan dirinya dalam nuansa paradigma pendidikan,

dan bukan dalam paradigma birokratis yang kaku atau

5 Departemen Agama RI, Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Ditjen Pend. Agama Islam, 2007), Pasal 1.

6 Syafaruddin dan Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), h. 28.

7 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, cet. 5 (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 40.

8 Sagala, Manajemen Strategik, h. 99.

18

Page 3: BAB II perbaikan.doc

paradigma lainnya. Manajemen guru/ dosen harus menempatkan

guru/ dosen dalam posisi yang tepat sebagai insan pendidikan

dan keseluruhan penyelenggaraan kegiatan pendidikan. Hak-hak

asasi dosen sebagai pribadi, pemangku profesi keguruan,

anggota masyarakat dan warga negara perlu mendapatkan

prioritas dalam reformasi pendidikan. Guru/ dosen harus

menempati posisi sentral dalam arti pemberdayaan secara

profesional dan proporsional sebagai insan pendidikan yang

harus lebih diperankan sebagai subjek dan bukan objek dengan

diperlakukan sebagai mitra dan bukan bawahan.9 Mochtar

Bukhari dalam Abudin Nata mengatakan bahwa yang akan dapat

memperbaiki situasi pendidikan pada akhirnya berpulang pada

guru/ dosen yang sehari-hari bekerja di lapangan, mulai dari

guru/ dosen TK sampai guru besar.10

Profesi dosen merupakan profesi yang mulia di sisi Allah

karena berfungsi menyebarluaskan dan mengajarkan ilmu

pengetahuan kepada orang lain.11 memberikan bekal keilmuan

pada peserta didiknya. Allah Swt berfirman dalam surat al-

Mujadilah ayat 11:

هللايرفع الذين امنوا منكم و الذين اوتوا العلم

درجتArtinya: “Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang

beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa

derajat”.12

9 A. Qodri Azizy, Membangun Integritas Bangsa (Jakarta: Renaisan, 2004), h. 78.

10 Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001), h. 132.

11 Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari Ibrah: Risalah Sejarah Sosial-Intelektual Muslim Klasik (Bandung: Cita Pustakamedia, 2006), h. 133.

12 Q. S. Al-Mujadilah/ 58: 11.

19

Page 4: BAB II perbaikan.doc

Dalam kitab tafsir al-bagwa ayat di atas ditafsirkan sebagai

berikut: Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang

beriman yaitu mereka yang ta`at kepada Allah dan rasul-Nya dan

berdirinya mereka dari tempat duduk mereka dan kelapangan

mereka untuk saudara mereka, serta orang-orang mukmin yang

dengan segenap amal mereka dan upaya mereka dalam meraih

pengetahuan dengan kemuliaan yang tinggi.13

Salah satu hal yang amat menarik pada ajaran Islam ialah

penghargaan yang sangat tinggi terhadap guru/ dosen. Begitu

tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan

guru/ dosen setingkat di bawah kedudukan nabi dan rasul. Hal ini

disebabkan bahwa guru/ dosen selalu terkait dengan ilmu

(pengetahuan), sedangkan Islam sangat menghargai

pengetahuan. Penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan

tersebut antara lain digambarkan dalam hadis sebagai berikut:

(a) tinta ulama lebih berharga daripada darah syuhada, (b) orang

berpengetahuan melebihi orang yang senang beribadah, yang

berpuasa dan menghabiskan waktu malamnya untuk

mengerjakan salat, bahkan melebihi kebaikan orang yang

berperang di jalan Allah, (c) apabila meninggal seorang alim,

maka terjadilah kekosongan dalam Islam yang tidak dapat diisi

kecuali oleh seorang alim yang lain.14

Ditinjau dari ilmu pendidikan Islam, secara umum untuk

menjadi dosen yang baik harus memenuhi tanggung jawab yang

dibebankan padanya, dan hendaknya bertakwa kepada Allah,

berilmu, sehat jasmani dan rohaninya, baik akhlaknya,

bertanggung jawab, dan berjiwa nasional.15 D.G. Amstrong

13 Abu Muhammad al-Husain Ibn Mas`ud, Tafsir al-Bagwa (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tt), h. 282.

14 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, cet. 7 (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2007), h.76.

15 Daradjat, Ilmu Pendidikan, h. 40.

20

Page 5: BAB II perbaikan.doc

sebagaimana dikutip Nana Sudjana, membagi tugas utama dan

tanggung jawab dosen menjadi lima kategori: (1) tanggung

jawab dalam pengajaran, (2) tanggung jawab dalam memberikan

bimbingan, (3) tanggung jawab dalam mengembangkan

kurikulum, (4) tanggung jawab dalam mengembangkan profesi,

(5) tanggung jawab dalam membina hubungan dengan

masyarakat.16

Abdullah Nasih Ulwan juga turut membicarakan tanggung

jawab yang diemban dosen yaitu: (1) tanggung jawab pendidikan

iman, (2) tanggung jawab pendidikan akhlak, (3) tanggung jawab

pendidikan fisik, (4) tanggung jawab pendidikan intelektual, (5)

tanggung jawab pendidikan psikis, (6) tanggung jawab

pendidikan sosial, (7) tanggung jawab pendidikan seksual.17

Al-Ghazali dalam Hasan Asari menyebutkan ada delapan

tugas dan kewajiban dosen: (1) mencintai peserta didik dan

memperlakukannya seperti anak sendiri, (2) menganjurkan guru/

dosen untuk tidak mengutip bayaran apapun dari peserta

didiknya, dan tidak pula mengharapkan hadiah dari mereka (3)

mengenali sebaik mungkin latar belakang pengetahuan peserta

didiknya dalam bidang kajian tertentu, sehingga dia bisa

menentukan level yang sesuai untuknya (4) menasehati dan

tidak mencaci maki peserta didik yang bersalah, (5)

mengembangkan rasa hormat terhadap ilmu-ilmu di luar ilmu

yang ditekuninya, (6) mempertimbangkan daya tangkap peserta

didik dan mengajarnya berdasarkan daya tersebut, (7)

memberikan perhatian khusus pada peserta didik yang tertinggal

16 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, cet. 6 (Bandung: Sinar Baru, 2002), h. 15.

17 Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam (Kairo: Dar al-Salam li al-Tiba`ah wa al-Nasyr wa al-Tauzy, 1981), h. 140.

21

Page 6: BAB II perbaikan.doc

dan memperlakukannya secara khusus pula, (8) menjadi contoh

teladan yang baik (uswah) bagi peserta didiknya.18

Tugas guru/ dosen menurut Muhammad Atiyah Al-Abrasyi

dalam Ahmad tafsir dikatakan bercampur dengan syarat dan

sifat guru/ dosen yaitu: (a) guru/ dosen harus mengetahui

karakter peserta didik, (b) guru/ dosen selalu berusaha

meningkatkan keahliannya, baik dalam bidang yang

diajarkannya maupun cara mengajarkannya, (c) guru/ dosen

harus mengamalkan ilmunya, jangan berbuat yang berlawanan

dengan ilmu yang diajarkannya.19

Dalam menjalankan tugasnya sebagai guru/ dosen, maka

ia harus memiliki sifat-sifat yang baik sebagaimana diungkapkan

Al-Abrasyi dalam Ahmad Tafsir sebagai berikut: (a) zuhud, (b)

bersih tubuhnya, (c) bersih jiwanya, (d) tidak riya, (e) tidak

memendam rasa dengki dan iri hati, (f) tidak menyenangi

permusuhan, (g) ikhlas dalam menjalankan tugas, (h) sesuai

perbuatan dengan perkataan, (i) tidak malu mengakui

ketidaktahuan, (j) bijaksana, (k) tegas, (l) rendah hati, (m) lemah

lembut, (n) pemaaf, (o) sabar, (p berkepribadian, (q) tidak

merasa rendah diri, (r) mencintai peserta didiknya seperti anak

sendiri, (s) mengetahui karakter peserta didik.20

Nana Sudjana menyebutkan tugas dan tanggung jawab

dosen meliputi: (1) dosen sebagai pengajar, (2) dosen sebagai

pembimbing, (3) dosen sebagai administrator.21

Ahmad Tafsir mengelompokkan tugas utama dosen ke

dalam tiga hal, yaitu: (1) membuat persiapan mengajar, (2)

mengajar, (3) mengevaluasi hasil pengajaran.22

18 Asari, Menguak Sejarah, h. 133.19 Tafsir, Ilmu Pendidikan, h. 79.20 Ibid., h. 82. 21 Sudjana, Dasar-Dasar, h. 1522 Tafsir, Ilmu Pendidikan, h. 86.

22

Page 7: BAB II perbaikan.doc

Secara umum, konseptual unjuk kerja dosen mencakup

aspek-aspek: (a) kemampuan profesional, (b) kemampuan sosial,

(c) kemampuan personal.23

1. Kemampuan profesional mencakup:

a. Persoalan materi pelajaran yang terdiri dari atas

penguasaan bahan yang harus diajarkan dan konsep-konsep

dasar keilmuan dari bahan yang diajarkan.

b. Penguasaan dan penghayatan atas landasan kependidikan

dan keguruan.

2. Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk

menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja dan lingkungan

sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai dosen.

3. Kemampuan personal mencakup:

a. Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan

tugasnya sebagai dosen, dan terhadap keseluruhan situasi

pendidikan beserta unsur-unsurnya.

b. Pemahaman dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya

dianut oleh seorang dosen.

c. Upaya penampilan untuk menjadikan dirinya sebagai

anutan dan teladan bagi peserta didikya.

Menurut Muhaimin24 seorang dosen dikatakan telah

mempunyai kemampuan profesional jika pada dirinya melekat

sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen,

sikap inovatif, yaitu selalu berusaha memperbaiki dan

memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan

tuntutan zaman yang dilandasi oleh kesadaran yang tinggi

bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi

penerus yang akan hidup pada zaman yang akan datang.

23 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), h. 191.

24 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pusat Studi Agama, Politik, dan Masyarakat, 2003), h. 209.

23

Page 8: BAB II perbaikan.doc

Komitmen dosen terhadap profesi merupakan prasyarat

baginya untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi

secara efektif. Terdapat keragaman persepsi dosen mengenai

hakikat profesi dan tugas-tugas yang diembannya. Pertama,

sebagai dosen yang mempersepsikan tugas-tugas dan fungsi

yang harus dijalankan merupakan panggilan profesi. Persepsi ini

tercermin dalam sikap dan perilaku mereka terhadap tugas

pokok dan fungsi yang harus dijalankan, yaitu: (a) ada

pengakuan bahwa mereka menduduki posisi kunci dalam

keseluruhan proses Pendidikan Tenaga Kependidikan (PTK), (b)

dimensi-dimensi eksternal, struktural institusional, keterbatasan

sumber daya teknikal dan fasilitatif, dan kondisi masukan

mentah yang cenderung menjadi kendala proses pendidikan dan

pengajaran di LPTK dipersepsinya dapat ditanggulangi atau

direduksi, manakala ada komitmen yang kuat terhadap profesi,

(c) Loyalitas pada profesi lebih diutamakan daripada loyalitas

terhadap atasan, (d) proses pertumbuhan profesional secara

terus menerus dipersepsi sebagai hal yang niscaya selama

menjalankan tugas-tugas profesional baik dilembagakan oleh

institusi ataupun atas prakarsa pribadi, (e) imbalan atas prestasi

atau akses promosi mereka sebagai efek samping terhadap

loyalitas mereka terhadap profesi dan prestasi kerja aktual yang

dicapai, (f) hanya dengan usaha yang optimal derajat profesional

dapat dicapai, seperti mengintensifkan tugas-tugas

kertidarmaan, belajar mandiri secara terus-menerus, studi lanjut

hingga ke jenjang pendidikan tertinggi

Kedua, sebagian lagi mempersepsikan profesi yang

diemban identik dengan tugas-tugas institusional yang

digariskan oleh atasan dan yang melekat pada dirinya. Persepsi

ini tercermin dari sikap dan perilakunya di tingkat praktis: (a)

24

Page 9: BAB II perbaikan.doc

Loyalitas pada atasan dinilai sebagai suatu keharusan dan

cenderung diterima secara dogmatis, sedangkan loyalitas pada

pada profesi implisit di dalamnya. (b) dalam keseharian mereka

cenderung lebih bermental sebagai tenaga administratif

daripada sebagai tenaga fungdional, (c) prestasi ekonomi dan

kesempatan promosi dipersepsikan sebagai target, sehingga

sesekali terjadi “penghalalan” hal-hal yang bersifat fiktif,

misalnya: daftar hadir perkuliahan, penelitian dan pengabdian

pada masyarakat, penunjang tridarma, dan kecenderungan

plagiatisme, (d) dengan usaha yang moderat dalam hal belajar

mandiri dan melaksanakan tugas-tugas ketridarmaan derajat

profesional yang seharusnya mereka pandang tetap akan

tercapai, (e) pendidikan jenjang sarjana dianggap cukup untuk

mendidik calon guru/ dosen, sedangkan jenjang pendidikan

magister dan doktor dipersepsikan sebagai prestise atau

mengakses pekerjaan internal dan eksternal yang lebih luas dan

komprehensif.

Ketiga, ada juga yang mempersepsikan profesi dan tugas

yang diemban sebagai bagian dari aktivitas “manusia ekonomi”.

Persepsi ini tercermin pada sikap dan komitmen mereka pada

tingkat praktis, dimana pelaksanaan tugas-tugas tridarma

sebagai bagian dari usaha mendapatkan penghasilan tambahan,

mendapat kredit kenaikan pangkat dan memenuhi kewajiban

formal yang dibebankannya25

Dalam menjalankan proses pembelajaran, dosen yang

mempunyai kemampuan profesional diharapkan dapat

melaksanakan proses pembelajaran secara efektif. Menurut

Davis dan Thomas dalam Suyanto26 dosen yang efektif

25 Sudarwan Danim, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, cet. 1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003) h. 202.

26 Suyanto, Guru yang Profesional dan Efektif (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 27.

25

Page 10: BAB II perbaikan.doc

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, mempunyai

pengetahuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas yang

mencakup (1) memiliki keterampilan interpersonal khususnya

kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan terhadap

peserta didik, ketulusan, (2) menjalin hubungan yang baik

dengan peserta didik, (3) mampu menerima, mengakui dan

memperhatikan peserta didik secara ikhlas, (4) menunjukkan

minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar, (5) mampu

menciptakan atmosfir untuk tumbuhnya kerjasama dan

kohesivitas dalam dan antar kelompok peserta didik, (6) mampu

melibatkan peserta didik dalam mengorganisir dan

merencanakan kegiatan pembelajaran, (7) mampu

mendengarkan peserta didik dan menghargai haknya untuk

berbicara dalam setiap diskusi, (8) mampu meminimalkan friksi-

friksi di kelas. Kedua, kemampuan yang terkait dengan strategi

manajemen pembelajaran, yang meliputi: (1) mempunyai

kemampuan untuk menghadapi peserta didik yang tidak

mempunyai perhatian, suka menyela, mengalihkan perhatian,

dan mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam

proses pembelajaran, (2) mampu bertanya atau memberikan

tugas yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda untuk

semua peserta didik. Ketiga, mempunyai kemampuan yang

terkait dengan pemberian umpan balik (feed back) dan

penguatan (reinforcement), yang terdiri atas (1) mampu

memberikan umpan balik yang positif terhadap respon peserta

didik, (2) mampu memberikan respon yang bersifat membantu

terhadap peserta didik yang lamban dalam belajar, (3) mampu

memberikan tindak lanjut terhadap jawaban peserta didik yang

kurang memuaskan, (4) mampu memberikan bantuan

profesional kepada peserta didik jika diperlukan. Keempat,

26

Page 11: BAB II perbaikan.doc

mempunyai kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri

yang mencakup: (1) mampu menciptakan kurikulum dan metode

mengajar secara inovatif, (2) mampu memperluas dan

menambah pengetahuan mengenai metode-metode

pembelajaran, (3) mampu memanfaatkan perencanaan dosen

secara berkelompok untuk menciptakan dan mengembangkan

metode pembelajaran yang relevan.

Perencanaan mengajar menjadi suatu yang harus

dilaksanakan oleh setiap guru, baik dari guru TK hingga guru

besar. Perencanaan adalah penetaan langkah-langkah ke arah

tujuan. Perencanaan menjadi penting adanya sebab alokasi

waktu yang terbatas.

Adapun perencanaan mengajar, oleh guru/ dosen

meskipun tidak ditulis lengkap, seyogyanya meliputi: (1)

penentuan tujuan mengajar, (2) pemilihan materi sesuai dengan

waktu, (3) strategi optimum, (4) alat dan sumber, (5) kegiatan

belajar, (6) evaluasi.27

Dalam sistem dan proses pendidikan, dosen tetap

memegang peranan penting. Mahasiswa tidak mungkin belajar

sendiri tanpa bimbingan dosen yang mampu mengemban

tugasnya dengan baik.

Pelaksanaan kurikulum dalam sistem instruksional yang

telah didesain dengan sistematik membutuhkan tenaga guru/

dosen yang profesional. Guru/ dosen harus memenuhi

persyaratan, profesinya dan berkemauan tinggi untuk

mengembangkan potensi mahasiswannya secara optimal.

Kemampuan yang dituntut terhadap setiap guru/ dosen adalah

kemampuan-kemampuan yang sejalan dengan peranannya di

kampus. Peranan dosen tidak hanya bersifat administratif dan

27 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h. 85.

27

Page 12: BAB II perbaikan.doc

organisatoris, tetapi juga bersifat metodologis dan psikologis. Di

balik itu setiap guru/ dosen harus memiliki kemampuan

kepribadian dan kemampuan kemasyarakatan. Kemampuan-

kemampuan itu sangat penting demi keberhasilan tugas dan

fungsinya sejalan dengan tugas dan fungsi kampus sebagai

suatu sistem sosial.28

Guru/ dosen sebagai pendidik melakukan rekayasa

pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku. Dalam

tindakan tersebut guru/ dosen menggunakan asas pendidikan

maupun teori pendidikan. Guru/ dosen membuat desain

instruksional, mengacu pada desain ini agar para peserta didik

menyusun program pembelajaran di rumah dan bertanggung

jawab sendiri atas jadwal belajar yang dibuatnya.29

Dalam menjalankan tugasnya, dosen harus dapat

membentuk lingkungan yang kondusif bagi pengembangan diri

manusia, dengan memperhatikan aspek fisik dan mental. Hal ini

sesuai dengan ungkapan Al-Rasyidin bahwa pendidikan pada

dasarnya adalah satu proses penciptaan lingkungan yang

kondusif bagi pengembangan diri manusia, karena konstruksi

entitas kedirian manusia bukan hanya entitas fisik-biologis,

tetapi juga mental-psikologis, maka pendidikan harus

mengembangkan kedua entitas tersebut secara utuh, seimbang,

dan terintegrasi.30

Dosen yang bermutu pada dasarnya adalah dosen yang

menjalankan tugas secara bertanggung jawab. Dalam kaitan ini

Adi Widjaya dalam Saiful Sagala menjelaskan rasa tanggung

jawab dosen terletak pada adanya kemandirian dalam bentuk

28 Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sisitem, cet. 9 (Jakarta: Bumi Aksara, 2009) h. 43.

29 Sagala, Manajemen Strategik, h. 99.30 Al-Rasyidin (ed.), Pendidikan dan Psikologi Islam (Bandung:

Citapustaka Media, 2007), h. xii.

28

Page 13: BAB II perbaikan.doc

kemampuan mengambil keputusan yang mengandung wibawa

pendidikan baik secara akademis maupun praktis.31 Sementara

itu Syaiful Sagala menekankan bahwa mutu dosen itu terletak

pada sikap dan kepribadian dalam melaksanakan Tridharma

Perguruan Tinggi serta penguasaan keahlian teknis.32 Berbagai

kemampuan merupakan dasar bagi keberhasilan dosen dalam

melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi. Penjabarannya

terdiri atas lima tugas institusional, yaitu pendidikan dan

pengajaran, penelitian, pengabdian pada masyarakat, bimbingan

dan organisasi manajemen.

Dosen yang profesional wajib memiliki kompetensi

profesional, yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi

kepribadian, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi

profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesional yang

diperoleh dari pendidikan profesi.33 Empat kompetensi ini juga

disebutkan oleh Syafruddin Nurdin sebagai kompetensi yang

tidak beleh tidak ada dalam diri setiap dosen upaya mengarah

pada profesionalismenya.34

Dalam kaitan tugas dan tanggung jawab dosen yang

berhubungan dengan pencapaian tujuan pengajaran, meliputi:

(1) pembuatan persiapan mengajar, (2) pengajaran, (3) evaluasi

hasil belajar.35

Sebagai suatu profesi, pekerjaan mengajar di kampus

adalah pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. Menurut J.

J. Cogan dalam Sagala keahlian tersebut meliputi (1) keahlian

untuk memandang dan mendekati masalah-masalah pendidikan

dari perspektif masyarakat global, (2) kemampuan untuk

31 Sagala, Manajemen Strategik, h. 103.32 M. F. Gaffar, Perencanaan Pendidikan: Teori dan Metodologi (Jakarta,

PPLPTK- Dirjen Dikti Depdikbud, 1987), h. 91.33 Departemen Agama RI, Undang-Undang, Pasal 45.34 Nurdin, Guru Profesional, 2005, h. 79. 35 Tafsir, Ilmu Pendidikan, h. 86.

29

Page 14: BAB II perbaikan.doc

bekerjasama dengan orang lain secara kooperatif dan

bertanggung jawab sesuai dengan peranan dan tugas dalam

masyarakat, (3) kapasitas kemampuan berpikir secara kritis dan

sistematis, (4) keinginan untuk meningkatkan kemampuan

intelektual sesuai dengan tuntutan zaman yang selalu berubah

mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.36

Dosen sebagai pemimpin belajar agar mampu

menggerakkan dan sebagai motivator mahasiswa agar semangat

dalam belajar sehingga mahasiswa benar-benar dapat

menguuasai bidang ilmu yang diajarkan, bukan sekedar turut

mengikuti pelajaran, melainkan tidak mengetahui keilmuan yang

dibangun dalam mata kuliah yang dibawa dosen.37

Soedijarto menyatakan, agar peranan dosen dalam proses

belajar mengajar semakin berarti, ia harus dapat: (1) menguasai

materi pembelajaran secara baik, (2) menguasai dan dapat

merencanakan berbagai model pengajaran yang relevan dengan

bahan pelajaran dan tujuan pendidikan, (3) menguasai dan dapat

menggunakan atau mengembangkan berbagai jenis dan bentuk

evaluasi kemampuan belajar, (4) dapat menggunakan dan

menafsirkan hasil evaluasi kemampuan belajar untuk

kepentingan penilaian dan bimbingan belajar perserta didik, (5)

mengenal karakteristik peserta didik sebagai pelajar, (6)

memahami kedudukan dan peranan lembaga pendidikan dalam

keseluruhan proses pembangunan masyarakat dan manusia

seluruhnya.38

Dalam mengajar, dosen harus selalu menyadari bahwa

setiap program pembelajaran adalah suatu tahap penting dalam

36 Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, cet. 3 (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 209.

37 Anwar, Manajemen Strategik, h. 27.38 Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu

(Jakarta: Balai Pustaka, 1992), h. 83.

30

Page 15: BAB II perbaikan.doc

upaya mencapai tujuan pembelajaran dan pada akhirnya

mencapai tujuan pendidikan. Dosen harus terampil mendesain

kurikulum menjadi bahan ajar dengan menempatkan pada

alokasi waktu yang tersedia. Untuk itu, dosen harus mempunyai

kemampuan menggunakan berbagai pendekatan dan metode

mengajar serta teknik evaluasi untuk mengukur kemampuan

belajar mahasiswanya. Kemampuan dan keterampilan ini

menggambarkan kompetensi dosen sebagai tenaga profesional.

Spesialisasi dan profesionalisasi dalam pengajaran untuk

mengembangkan kompetensi sejalan dengan sepuluh

kemampuan dasar dosen, yaitu: (1) menguasai landasan-

landasan kependidikan, (2) menguasai bahan pelajaran, (3)

kemampuan mengelola program belajar mengajar, (4)

kemampuan mengelola kelas, (5) kemampuan mengelola

interaksi belajar mengajar, (6) menilai hasil belajar mahasiswa,

(7) kemampuan mengenal dan menterjemahkan kurikulum, (8)

mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan, (9)

memahami prinsip-prinsip dan hasil pengajaran, (10) mengenal

dan menyelenggarakan administrasi pendidikan.39

Hak senada juga dikemukakan oleh A. Muri Yusuf dan

Rochman Natawijaya dalam Nurdin, mereka sepakat mengatakan

bahwa dalam hal-hal yang berkaitan dengan tugas mengajar

maka dosen harus memiliki 10 kemampuan dasar/ kompetensi

yaitu: (1) menguasai bahan yang diajarkan, (2) mengelola

program belajar mengajar, (3) mengelola kelas, (4)

menggunakan media, (5) menguasai landasan-landasan

kependidikan, (6) mengelola interaksi belajar mengajar, (7)

menilai prestasi belajar mahasiswa, (8) mengenal fungsi dan

program bimbingan dan penyuluhan, (9) mengenal dan

39 Sagala, Administrasi Pendidikan, h. 210.

31

Page 16: BAB II perbaikan.doc

menyelenggarakan administrasi, (10) memahami prinsip-prinsip

dan menafsirkan hasil penelitian.40

Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,

keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan

dikuasai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas

keprofesionala

Sudarwan Danim mengemukakan dalam upaya

menjalankan tugas-tugas secara efektif dan efisien, guru/ dosen

harus memiliki kompetensi tertentu: (a) memiliki

kepribadian ideal ideal sebagai guru/ dosen, (b) penguasaan

landasan kepribadian, (c) menguasai bahan pengajaran, (d)

kemampuan menyusun program pengajaran, (e) kemampuan

melaksanakan program pengajaran, (f) kemampuan menilai hasil

dan proses belajar-mengajar, (g) kemampuan

menyelenggarakan program bimbingan, (h) kemampuan

menyelenggarakan administrasi sekolah, (i) kemauan

bekerjasama dengan sejawat dan masyarakat, (j) kemampuan

menyelenggarakan penelitian.41

Nana Sudjana juga mengemukakan sepuluh kompetensi

guru/ dosen yang harus dipenuhi: (a) menguasaii bahan ajar, (b)

mengelola program belajar-mengajar, (c) mengelola kelas, (d)

menggunakan media atau sumber belajar, (e) menguasai

landasan kependidikan, (f) mengelola interaksi belajar-mengajar,

(g) menilai prestasi belajar-mengajar, (h) mengenal fungsi dan

layanan bimbingan penyuluhan, (i) mengenal dan

menyelenggarakan administrasi sekolah, (j) memahami dan

menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran.42

40 Nurdin, Guru Profesional, h. 80.41 Danim, Agenda Pembaruan, h. 198.42 Sudjana, Dasar-Dasar, h. 19

32

Page 17: BAB II perbaikan.doc

Jika ditelaah seluruh (10) kompetensi di atas, maka

delapan diantaranya diarahkan pada kompetensi guru/ dosen

sebagai pengajar. Dapat pula disimpulkan bahwa sepuluh

kompetensi tersebut hanya mencakup kompetensi pada bidang

kognitif dan perilaku, kompetensi sikap khususnya sikap

profesional guru/ dosen tidak nampak.

Sebagai kegiatan yang berkaitan dengan pembinaan

potensi mahasiswa yang sedang mengalami perkembangan,

maka seorang dosen harus benar-benar profesional dalam

pelaksanaan tugasnya. Dengan kata lain jiwa dan semangat

seorang dosen yang mempunyai keahlian dan mengutamakan

untuk mengabdi kepada nilai-nilai kemanusiaan melalui

pembelajaran di kampus.

Ada beberapa alasan rasional dan empirik sehingga tugas

mengajar disebut sebagai profesi, yaitu: (1) bidang tugas dosen

memerlukan perencanaan yang matang, pelaksanaan yang

mantap dan pengabdian yang baik. Pelaksanaan tugas mengajar

dilakukan atas dasar sistem, (2) bidang pekerjaan mengajar

memerlukan dukungan ilmu teoretis pendidikan dan mengajar,

(3) bidang pendidikan ini memerlukan waktu yang lama dalam

masa pendidikan dan latihan, sejak pendidikan dasar sampai

pendidikan tenaga keguruan.43

Volmer dan Mills dalam Syaiful Sagala menyatakan bahwa

profesi adalah Sebagai suatu spesialisasi dari jabatan intelektual

yang diperoleh melalui studi dan training, bertujuan untuk

mensuplay keterampilan melalui pelayanan dan bimbingan pada

orang lain untuk mendapatkan bayaran (fee) atau gaji.44

43 Syafaruddin dan Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran, h. 34. 44 Penulisan nama awal Volmer dan Mills dalam buku tersebut tidak

diketemukan nama aslinya, hanya nama penggalan seperti yang penulis kemukakan. Lihat Sagala, Administrasi Pendidikan, h. 195.

33

Page 18: BAB II perbaikan.doc

Mc. Cully dalam Syafruddin Nurdin menyatakan: profession

is a vocation in which professed konowledge of some department

of learning or science is used in its application to the affairs of

other or in the practice of atr founded upon it.45 Disini dipahami

bahwa profesi adalah suatu bidang pekerjaan yang dilandasi

pendidikan keahlian dan pelatihan khusus dengan tujuan

memberikan layanan dengan keahliannya kepada orang lain

dengan imbalan dan gaji tertentu.

Sadikun Pribadi dalam Hamalik mengemukakan bahwa

profesi adalah suatu pernyataan atau janji terbuka bahwa

seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau

pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa

terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.46

Suatu profesi bukan bermaksud untuk mencari keuntungan

bagi dirinya sendiri, baik dalam arti ekonomis maupun dalam arti

psikis, tetapi untuk pengabdian pada masyarakat.47

Menurut W. Tailor dalam Hamalik peranan dosen dapat

ditinjau dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas,

dosen mengemban peranan-peranan sebagai ukuran kognitif,

sebagai agen moral, sebagai inovator dan kooperatif. Dalam

proses pengajaran di kampus (di kelas) peranan dosen lebih

spesifik sifatnya dalam pengertian yang sempit yaitu dalam

hubungan proses belajar mengajar. Dalam pengertian ini

peranan dosen sekaligus sebagai fasilitator belajar, yang

meliputi: (a) dosen sebagai teladan, (b) dosen sebagai

perencana, (c) dosen sebagai peramal, (d) dosen sebagai

45 Nurdin, Guru Profesional, h. 13.46 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru: Berdasarkan Pendekatan

Kompetensi, cet. 1 (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 2.47 Hamalik, Pendidikan Guru, h. 2.

34

Page 19: BAB II perbaikan.doc

pemimpin, (e) dosen sebagai penunjuk jalan atau sebagai

pembimbing ke arah pusat-pusat belajar.48

Guru/ dosen secara pribadi dan bersama-sama

berkewajiban untuk mengembangkan, meningkatkan mutu dan

martabat profesinya.49

Sikap profesional dosen yang berhubungan dengan

profesinya memiliki tujuh poin penting yaitu sikap profesional

terhadap: (1) peraturan perundang-undangan, (2) organisasi

profesi, (3) teman sejawat, (4) peserta didik/ mahasiswa, (5)

tempat kerja, (6) pemimpin, (7) pekerjaan.50

Profesionalisme dosen perlu dioptimalkan untuk dapat

meningkatkan kinerjanya. Untuk itu, dosen harus mempunyai

karakteristik sebagai berikut: (1) komitmen terhadap

profesionalitas, yang melekat pada dirinya sikap dedikatif,

komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap

continous improvement, (2) menguasai ilmu/ pengetahuan,

internalisasi, serta implementasi, (3) mendidik dan menyiapkan

peserta didik agar mampu berkreasi, serta mampu mengatur dan

memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan

malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya, (4)

mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri, atau menjadi

pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya, (5)

memiliki kepekaan intelektual dan informasi, serta

memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara

berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya,

memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan

sesuai bakat, minat dan kemampuannya, dan (6) mampu

48 Hamalik, Perencanaan Pengajaran, h. 44.49 Soetjipto dan Kosasi, Profesi Keguruan, cet. 1 (Jakarta: Rineka Cipta,

1999), h.45.50 Ibid., h. 43.

35

Page 20: BAB II perbaikan.doc

bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang

berkualitas di masa depan.51

Oteng Sutisna mengaskan bahwa misi profesional

disimpulkan dalam tiga dimensi utama yaitu: kecakapan,

keterampilan dan pemahaman tertentu yang harus dimiliki.52

Peranan dosen yang profesioanal ini penting sekali dalam

menuntun proses pendidikan sehingga nilai-nilai baru tidak

sampai mengikis nilai budaya bangsa sebelumnya sehingga

benar-benar mantap sejak pendidikan dasar sebagai bekal hidup

anak menghadapi perubahan zaman yang cepat.

Sikap profesional yang seharusnya dimiliki guru/ dosen

harus dapat dikembangkan dengan baik. Pengembangan sikap

profesional ini sebagaimana diungkapkan oleh Soecipto dan

Raflis Kosasi dapat dilakukan baik selama dalam pendidikan

prajabatan maupun dalam jabatan.53

Pembentukan sikap yang baik tidak akan mungkin muncul

begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru/ dosen memulai

pendidikannya di lembaga pendidikan keguruan. Berbagai usaha

dan latihan, contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan

dan bahkan sikap profesional dirancang dan dilaksanakan

selama calon guru/ dosen berada dalam pendidikannya.

Terdapat tiga kriteria suatu pekerjaan dikatakan

profesional yaitu: (a) mengadung unsur pengabdian, (b)

mengandung unsur idealisme, (c) mengandung unsur

pengembangan. 54

Pengembangan sikap profesional tidak terhenti apabila

calon guru/ dosen selesai mendapatkan pendidikan

51 Muhaimin, Wacana Pengembangan, h. 217.52 Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan: Dasar Teoretis untuk Praktek

Profesional, cet. 9 (Bandung: Angkasa Bandung, 1986), h. 32. 53 Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, h. 54.54 Nata, Paradigma Pendidikan, h. 137.

36

Page 21: BAB II perbaikan.doc

prajabatannya, banyak hal yang dapat dilakukan untuk

mengembangkan sikap profesional dalam masa pengabdian

sebagai guru/ dosen. Peningkatan sikap profesional ini dapat

dilakukan dengan cara mengikuti penataran, lokakayra, seminar,

atau kegiatan ilmiah lainnya.

Upaya pengembangan/ peningkatan profesi guru/ dosen di

Indonesia sekurang-kurangnya memperhitungkan empat faktor,

yaitu: (1) ketersediaan dan mutu calon guru/ dosen, (2)

pendidikan pra-jabatan, (3) mekanisme pembinaan dalam

jabatan, (4) peranan organisasi profesi.55

Dalam jabatan guru/ dosen dituntut empat bentuk

keinginan yaitu: (1) aktivitas pendidikan, (2) aktivitas proses

belajar mengajar atau bimbingan penyuluhan, (3)

pengembangan profesi, (4) bimbingan dan penyuluhan.56

Berkaitan dengan tugas penelitian, Hamalik menyatakan

bahwa dosen harus mampu memahami prinsip-prinsip dan

menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan

pengajaran. Kemampuan memahami prinsip-prinsip dan

menafsirkanhasil-hasil penelitian pendidikan meliputi: (a)

mempelajari dasar-dasar penggunaan metode ilmiah dalam

penelitian pendidikan, (b) mempelajari teknik dan prosedur

penelitian pendidikan, (c) menafsirkan hasil-hasil penelitian

untuk perbaikan pengajaran.57 Penelitian dimaksudkan harus

memenuhi beberapa aspek penelitian yaitu permasalahan

dengan latar belakangnya, tujuan yang hendak dicapai, kerangka

pemikiran, premis dan hipotesis atau pertanyaan penelitian,

metode, hasil serta kesimpulan. Sementara itu, tugas

pengabdian pada masyarakat merupakan kegiatan yang

55 Nurdin, Guru Profesional, h. 23.56 Hamalik, Pendidikan Guru, h. 10.57 Hamalik, Perencanaan Pengajaran, h. 58.

37

Page 22: BAB II perbaikan.doc

menghubungkan hasil penelitian dan penguasaan disiplin ilmu

dalam bidang pendidikan di satu sisi, dengan peningkatan mutu

pendidikan dan pengembangan masalah penelitian-penelitian

pada sisi lain. Kegiatan pengabdian masyarakat di perguruan

tinggi difungsikan dan diarahkan juga untuk menunjang

pembangunan diberbagai lapisan masyarakat.

Kegiatan dalam bidang penelitian ini meliputi segala

kegiatan yang berkaitan dengan penelitian, yaitu: (a)

mengadakan penelitian ilmiah, (b) membimbing penelitian baik

secara perorangan ataupun kelompok, (c) membimbing

penelitian untuk penulisan paper, risalah, skripsi, tesis, dan

disertasi, (d) memimpin seminar/ kolokium, simposium ataupun

pertemuan ilmiah lainnya, (e) menjadi sponsor untuk mencapai

gelar doktor, menjadi co sponsor untuk mencapai gelar doktor,

asistensi penelitian untuk persiapan skripsi, tesis dan disertasi.58

Hasil penelitian mengenai kinerja dosen dalam

pelaksanaan tugas pendidikan dan pengajaran, penelitian dan

pengabdian pada masyarakat (litabmas), dan penunjang

tridharma dapat dideskripsikan seperti berikut: (a) Pelaksanaan

tugas-tugas pendidikan dan pengajaran oleh dosen masih

cenderung dominan bersifat atas prakarsa struktural atau

institusional. Sedangkan tugas-tugas pendidikan dan pengajaran

yang berpijak pada prakarsa individual atau kelompok di luar

penugasan struktural, seperti menulis diktat, modul, dan naskah

tutorial sebagai bahan perkuliahan masih sangat minimal,

bahkan banyak dosen yang sama sekali tidak melakukan hal itu.

(b) Di samping melaksanakan tugas pendidikan dan pengajaran,

dosen juga melakukan kegiatan penelitian atas biaya

penyandang dana atau swadana, baik secara perorangan atau

58 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam Indonesia (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 193.

38

Page 23: BAB II perbaikan.doc

kelompok, maniri atau terbimbing. Pelaksanaan penelitian masih

lebih cenderung bersifat untuk memenuhi tuntutan penyandang

dana, keperluan kenaikan pangkat, dan mendapatkan

penghasilan tambahan dari pada memperoleh pengetahuan dan

teori baru atau pemecahan masalah sosial kemasyarakatan dan

kependidikan yang ada. (c) Rata-rata dosen melakukan kegiatan

pengabdian pada masyarakat hanya pada tingkat minimal dan

normal. Kegiatan-kegiatan yang paling lazim dilakukan adalah

memberi penyuluhan, pelatihan, dan penataran kepada

masyarakat.59

Dalam hal tugas bimbingan, Anwar menjelaskan sebagai

berikut: bimbingan akademik, merupakan tugas bimbingan

dalam upaya menyalurkan potensi akademik mahasiswa,

sehingga mahasiswa dapat mengikuti ketentuan-ketentuan

akademik dengan tetap mengarah pada tujuan studi di

perguruan tinggi. Sedangkan tugas bimbingan skripsi diarahkan

untuk memberikan kebebasan pada mahasiswa

mengekspresikan potensi keilmuan dengan tetap pada jalur

disiplin dan metode yang lazim.60

Dosen yang berkedudukan sebagai bagian dari aparatur

pemerintah, dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya

dituntut memiliki komitmen yang kuat terhadap profesinya

tersebut. Sebagaimana halnya PNS lainnya, maka dosen PNS

akan diberikan penilaian atas perilaku kerjanya, yang biasa

disebut dengan penilaian pelaksanaan pekerjaan.

Pelaksanaannya dilakukan oleh atasan langsung dalam hal ini

ketua jurusan atau program studi.

Menurut Wahyudi Kumorotomo, unsur-unsur penilaian yang

merupakan kriteria kinerja seseorang meliputi lima unsur:

59 Danim, Agenda Pembaruan, h. 207.60 Syafaruddin dan Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran, h. 74.

39

Page 24: BAB II perbaikan.doc

1. Kesetiaan

Kesetiaan adalah ketaatan dan pengabdian kepada

Pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintah, kesanggupan

untuk taat, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang

ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Kesetiaan tersebut dibuktikan dengan sikap dan tingkah laku

sehari-hari serta perbuatan dalam melaksanakan tugas,

sedangkan pengabdian adalah menyumbangkan pikiran dan

tenaga secara ikhlas dengan mengutamakan kepentingan

umum di atas kepentingan golongan dan pribadi.

2. Prestasi Kerja

Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh

seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan

kepadanya. Prestasi kerja seseorang dipengaruhi oleh

beragam faktor, seperti: kecakapan, keterampilan,

pengalaman, kesanggupan, kesehatan.

3. Tanggung jawab

Tanggung jawab adalah kesanggupan seseorang dalam

melaksanakan pekerjaan yang diserahkan padanya dengan

sebaik-baiknya dan taat pada waktunya serta berani memikul

resiko atas keputusan yang diambil dan tindakan yang

dilakukan. Bagian-bagian dari tanggung jawab tersebut: (1)

menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat pada waktunya,

(2) tidak melemparkan kesalahan pada orang lain, (3)

menyimpan dan memilihara barang milik yayasan, (4) dalam

segala keadaan tetap berada di tempat, (5) mengutamakan

kepentingan lembaga, (6) berani dan ikhlas menerima resiko.

4. Ketaatan

40

Page 25: BAB II perbaikan.doc

Ketaatan adalah kesanggupan seseorang untuk menaati

segala peraturan perundang-undangan yayasan atau lembaga

yang berlaku. Bagian-bagian dari ketaatan tersebut: (1)

menaati peraturan dari atasan, (2) menaati peraturan

perundang-undangan yang ada, (3) memberikan layanan

sebaik-baiknya kepada masyarakat sesuai dengan bidang

tugasnya, (4) menaati ketentuan jam kerja.

5. Kejujuran

Kejujuran adalah ketulusan hati seseorang dalam

melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak

menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya. Nilai

kejujuran dapat dinilai dari keadaan berikut: (1) melaksanakan

tugas secara ikhlas, (2) tidak menyalahgunakan wewenang, (3)

hasil kerjanya dilaporkan sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya.61

Dosen dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya

tentu saja berkaitan erat dengan masalah fungsi perbaikan taraf

hidup mereka. Hal ini sesuai dengan ungkapan Sudarwan Danim

tentang apresiasi guru/ dosen terhadap profesinya dan

peningkatan citra masyarakat terhadap guru/ dosen dan profesi

yang disandangnya tidak akan terlepas dari fungsi perbaikan

taraf hidup mereka. Karenanya, tugas para pembuat keputusan

juga untuk membenahi kesejahteraan guru/ dosen, antara lain

dengan menaikkan gaji atau tunjangan jabatan pendidikannya,

sebab tidak mungkin guru/ dosen dapat bekerja dengan baik

tanpa gizi, kesehatan dan rumah yang wajar untuk ukuran guru/

dosen.62

61 Wahyudi Kumorotomo, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: Erlangga, 2001), h. 304.

62 Danim, Agenda Pembaruan, h. 189.

41

Page 26: BAB II perbaikan.doc

Melalui perilaku di atas secara disiplin, maka kinerja dosen

akan tercermin melalui perilakunya sehari-hari yang

dilaksanakan dengan patuh dan taat, dengan disiplin yang tinggi

akan melaksanakan segala program kampus dengan senantiasa

berpedoman pada peraturan dan urutan kerja yang sesuai

dengan prosedur yang telah ditetapkan.

Dari uraian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan

tentang pengertian kinerja dosen sebagai prestasi kerja atau

penampilan perilaku kerja seorang dosen yang ditandai oleh

keluwesan gerak, ritual dan urutan kerja yang sesuai prosedur

pada institusi tempatnya bekerja, sehingga diperoleh hasil yang

memenuhi syarat kualitas, kecepatan, dan jumlah sebagaimana

tujuan yang telah ditetapkan.

Selanjutnya David C. Mccrelland dalam Iqbal

mengemukakan 6 (enam) karakteristik seseorang yang memiliki

kinerja yang tinggi, yaitu (1) memiliki tanggung jawab yang

tinggi, (2) berani mengambil resiko, (3) memiliki tujuan yang

realistis, (4) memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan

berjuang untuk merealisasikan tujuan, (5) memanfaatkan umpan

balik (feed back) yang kongkret dalam keseluruhan kegiatan

kerja yang dilakukannya, (6) mencari kesempatan untuk

merealisasikan rencana yang telah diprogramkan. Dari

keseluruhan faktor tata laku seseorang tersebut tidak terlepas

dari bagaimana orang tersebut dalam melakukan profesinya.63

Berdasarkan pendapat David C. Mccrelland dalam

Muhammad Iqbal Hasibuan tersebut seseorang akan mampu

mencapai kinerja maksimal jika ia memiliki motif berprestasi

yang tinggi. Motif berprestasi yang perlu dimiliki oleh pegawai

harus ditumbuhkan dari dalam diri sendiri selain dari 63 Muhammad Iqbal Hasibuan, “Hubungan Profesionalisme dan

Semanagat Kerja dengan Kinerja Guru di SMA 2 Medan” (Tesis, PPs IAIN SU, 2008), h. 56

42

Page 27: BAB II perbaikan.doc

lingkungan kerja. Hal ini karena motif berprestasi yang

ditumbuhkan dari dalam diri sendiri akan membentuk suatu

kekuatan diri, jika situasi kerka turut mendukung maka

pencapaian kinerja akan semakin maksimal.64

Tolok ukur kinerja menurut Subroto dalam Iqbal adalah:

1. Kualitas kerja, meliputi ketepatan, ketelitian, keterampilan

dan keberhasilan

2. Kuantitas kerja

3. Dapat atau tidaknya diandalkan, meliputi mengikuti instruksi,

inisiatif, hati-hati, kerajinan

4. Sikap, meliputi sikap terhadap organisasi dan pegawai lain

dan pekerjaan serta kerjasama.65

Allah Swt berfirman dalam surat al-Qasas ayat 77 yang

berkaitan dengan perintah untuk memperhatikan aspek kinerja

manusia di dunia dan memperhatikan aspek akhirat:

هللاوابتغ فيما اتك الدار األخرة و آل تنس نصيبك

من الدنياArtinya: dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah

kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu

melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi.66

Jika dilihat dalam kitab al-Mizan fi Tafsir al-Qur`an, dapat

diketahui penafsirannya sebagai berikut “Maka mintalah apa

yang diberi Allah dari harta dunia untuk membangun rumah

akhirat dengan menginfakkannya di jalan Allah, dan

meletakkannya pada sisi yang diridhai Allah Ta`ala. Kata “la

tansa nasibaka min al-dunya” ditafsirkan: atau jangan kamu

tinggalkan rezeki yang diberi Allah kepadamu di dunia, dan

bekerjalah di dunia untuk bekal akhirat, karena sesungguhnya 64 Ibid.65 Ibid.66 Q.S. al-Qasas/ 28: 77.

43

Page 28: BAB II perbaikan.doc

amal manusia di dunia yang kekal di akhirat adalah segala yang

dikerjakan untuk akhiratnya, maka itulah yang kekal baginya.67

Dalam Tafsir Al-Maraghi dapat pula dilihat penafsirannya:

atau pakailah apa yang diberikan oleh Allah Swt dari harta yang

berlimpah, dan nikmat-nikmat yang berlebih, dalam upaya

ketaatan pada Tuhanmu dan mendekatkan diri pada-Nya dengan

jenis-jenis amalan yang dapat mendekatkan diri pada-Nya yang

dapat menghasilkan kebaikan bagimu di dunia dan akhirat.68

Dari penafsiran ayat di atas, dapat dipahami bahwa pada

dasarnya manusia dianjurkan sekali untuk memperhatikan aspek

pekerjaan yang harus dilakukan manusia di dunia untuk mencari

atau menuntut harta yang halal yang diridhai oleh Allah swt,

tentu saja hal ini akan dapat ditemukan melalui efektifitas kinerja

manusia itu sendiri secara baik di dunia sebagai sarana untuk

kehidupan akhirat kelak.

Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa kinerja

dipengaruhi oleh faktor interal dan faktor eksternal.69 Faktor

internal terdiri dari sikap, minat, intelegensi, motivasi, dan

kepribadian. Faktor eksternal terdiri dari sarana dan prasarana,

intensif atau gaji, suasana kerja dan lingkungan kerja.

Robert W. Braid dalam Iqbal mengemukakan beberapa

standart penilaian kinerja yang dapat dipergunakan, yaitu: (1)

perbaikan produktivitas, (2) pengurangan kesalahan, (3)

kemangkiran dan keterlambatan, (4) kursus-kursus yang

diselesaikan, (5) pengurangan jumlah keluhan pelanggan

layanan, (6) efisiensi kerja, (7) peningkatan tingkat keterampilan,

67 Muhammad Husein Thabataba`i, Al-Mizan fi Tafsir al-Qur`an (Beirut: al-Bayan, tt), Jilid , h. 77.

68 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Beirut: Darul Fikri), Jilid VII, h.157

69 Arikunto, Manajemen, h. 40.

44

Page 29: BAB II perbaikan.doc

(8) kesediaan untuk menerima tugas walaupun tidak

menyenangkan.70

S. Mitchen menegaskan bahwa ukuran yang dapat

dijadikan pedoman dalam penilaian kinerja seseorang adalah: (1)

Quality of Work (kualitas kerja), (2) Promptness (keterampilan

waktu), (3) Communication (komunikasi).71

Untuk mendapatkan gambaran tentang kinerja seseorang,

diperlukan juga pengkajian terhadap kemampuan, sedangkan

kemampuan tidak terlepas dari pendidikan yang dimiliki.

Kinerja atau prestasi dapat diketahui dari kemampuan,

yaitu pengetahuan yang dimilikinya, sifat, dan perilaku,

sebaliknya kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan

yang diembannya, atau menduduki suatu jabatan atas

prestasinya, artinya untuk melihat kemampuan seorang pegawai

dinilai dari prestasinya dan pengangkatan seorang pegawai

sesuai dengan sistem prestasi kerja.

Dengan demikian, kinerja seseorang dapat ditingkatkan

sesuai kemampuan/ kreativitasnya. Usaha peningkatan dapat

dilakukan melalui pendidikan, melakukan observasi, latihan kerja

di lingkungan kerja, serta ikut dalam kegiatan kedinasan, dan

lain sebagainya.

Pengembangan kinerja dosen dapat diklarifikasi dalam

beberapa sub pengembangan, yaitu: (a) Pengembangan

kompetensi, (b) pengembangan disiplin kerja, (c) pengembangan

semangat kerja, (d) pengembangan karir dan kesejahteraan.72

Menurut Natiseminto dalam Lina Wati terdapat beberapa

cara untuk meningkatkan semangat kerja dapat dilakukan

dengan: (1) gaji yang cukup, (2) memperhatikan kebutuhan

70 Iqbal, “Hubungan Profesionalisme, h. 51.71 Ibid.72 Ahmad Fajri, Peluang dan Kendala Reformasi Pendidikan (Jakarta:

Bumi Aksara, 2007), h. 23.

45

Page 30: BAB II perbaikan.doc

jasmani, (3) harga diri perlu mendapatkan perhatian, (4)

penempatan pegawai pada posisi yang tepat, (5) memberikan

kesempatan pada mereka untuk maju, (6) perasaan aman, (7)

hubungan yang harmonis, (8) menumbuhkan integritas dan

loyalitas, (9) fasilitas yang memadai.73

B. Integritas Dosen

Integritas berasal dari bahasa latin `integer` yang berari

utuh, lengkap, tidak terfragmentasi. Dengan kata lain integritas

dapat diartikan sebagai sikap dalam diri seseorang yang selalu

menyatakan dan menerima kebenaran dalam diri sendiri dan

pada orang lain.

Integritas adalah konsistensi antara tindakan dan nilai.74

Orang yang memiliki integritas akan hidup sejalan dengan nilai-

nilai prinsipnya. Memiliki keselarasan niat, pikiran, perkataan

dan perbuatan baik dan benar merupakan petunjuk dari

keutuhan pribadi dan sikap konsisten. Perbuatan atau tindakan

yang diselaraskan tersebut adalah perbuatan yang baik dan

benar sesuai dengan nilai-nilai institusi/ lembaga, masyarakat,

serta memiliki prinsip-prinsip tata kelola institusi yang baik

(good institutional governance) dimana nilai-nilai institusi

tercermin dari berbagai peraturan institusi dan kode etik. Selain

nilai-nilai institusi, nilai yang berlaku di masyarakat juga

merupakan pedoman dalam bertindak dengan baik dan benar.

Good institutional governance meliputi asas transformasi,

akuntabilitas, responsibilitas, dan independensi.

73 Lina Wati, “Hubungan Kominikasi Interpersonal Kepala Dinas dan Imbalan Non Material dengan Semangat Kerja Pegawai di Dinas Pendidikan Kota Medan” (Tesis, PPS UNIMED, 2005), h. 65.

74 Adrian Gostick dan Dana Telford, Keunggulan Integritas, terj. H. Isra (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2006), h. xi

46

Page 31: BAB II perbaikan.doc

D. Kolb dalam Muhammad Imran mengemukakan:

kebanyakan orang mengatakan bahwa integritas dan etika

kadang-kadang harus mengalah terhadap hal-hal yang dianggap

bermanfaat dan menguntungkan. Dalam pekerjaan, integritas

menuntut komitmen untuk berdialog dan mengadakan evaluasi

yang melibatkan diri sendiri dan orang lain tentang apa saja

yang benar. Kolb menyatakan bahwa integritas adalah sebuah

konsep yang menggambarkan akan bentuk kecerdasan manusia

yang paling tinggi. Integritas tandas Kolb adalah suatu

kesadaran terpadu yang canggih dan penghayatan mendalam

atas suatu proses yang pernah dialami dengan suatu cara yang

melampaui kreativitas, nilai-nilai, keterampilan- keterampilan

intuitif dan emosi, serta daya analitik rasional.75 Integritas dapat

dipandang sebagai kedalaman dan perluasan kejujuran emosi,

dimana emosi dan nafsu adalah pertimbangan-pertimbangan

intuitif dari jenis yang paling penting, dan dari sinilah integritas

dilahirkan dan ditegakkan.76

Millard Fuller dalam Adrian Gostick dan Dana Telford

mengemukakan integritas sebagai penghayatan mana yang

benar dan mana yang salah, penerapan kebenaran yang

dihayati, konsisten terhadap apa yang dianggap benar dan salah

dalam hidup77

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa integritas dosen

adalah kepatuhan dan ketaatan seorang dosen terhadap prinsip-

prinsip moral dan etika, kedalaman watak moral dan kejujuran

seorang dosen pada institusi tempatnya bekerja dalam rangka

mencapai tujuan yang ditetapkan.

75 Muhammad Imran, “Hubungan Integritas dan Komunikasi Penugasan Kepala Sekolah dengan Semangat Kerja Guru di SMP Negeri 3 Siborongborong” (Tesis, PPs. UNIMED, 2004), h. 28.

76 Ibid., h. 34. 77 Gostick dan Telford, Keunggulan Integritas, h.14

47

Page 32: BAB II perbaikan.doc

Integritas seseorang dapat dilihat dari beberapa

karakteristik yang melekat pada dirinya, yaitu: (1) menyadari

bahwa hal-hal yang kecil itu penting, (2) menemukan sesuatu

yang benar saat orang lain dalam keraguan, (3) bertanggung

jawab, (4) menciptakan budaya kepercayaan, (5) menepati janji,

(6) peduli terhadap kebaikan yang lebih besar, (7) bertindak

bagaikan tengah diawasi, (8) jujur namun rendah hati, (9)

konsisten, dan (10) mempekerjakan integritas.78

Dengan demikian, dosen yang memiliki integritas yaitu

dosen yang memiliki kecenderungan: menyadari hal-hal kecil

adalah penting, bertanggung jawab, menepati janji, peduli

terhadap suatu nilai kebaikan, jujur, konsisten, dan

mengoptimalkan integritasnya dalam pelaksanaan tugas

profesionalnya.

Mengukur integritas, banyak terkait dengan moralitas

seseorang. Walaupun sulit untuk mengukur integritas, namun

dari hasil korespondensi dengan psikolog yang telah

menamatkan PhD nya di UQ (University of Queensland),

dikemukakan hal berikut:

a. Apakah kode etik telah dilaksanakan?

Setiap profesi mempunyai kode etik profesional yang

harus dipatuhi. Etika ini harus tercantum dalam peraturan dan

dapat diobservasi dalam penilaian perilaku. Seseorang bisa

saja pandai berkomunikasi dan menunjukkan bahwa

integritasnya tinggi, namun dapat diuji dan dilakukan probing,

aspek apa yang paling dijunjung tinggi dalam kode etiknya.

b. Bagaimana mengatasi conflict of interests

78 Ibid., h.15.

48

Page 33: BAB II perbaikan.doc

Setiap orang perlu menyesuaikan perilakunya dilapangan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada situasi ini,

seorang individu ada kemungkinan berhadapan dengan

conflict of interests, bagaimana cara memecahkan

masalahnya, yang dalam pemecahannya akan terkandung

kadar integritasnya. Bagaimana dia menggunakan

wewenangnya dalam menyelesaikan persoalan, sebaik apakah

wewenang tersebut dimanfaatkan? Integritas seseorang dapat

diukur, bagaimana ia memanfaatkan wewenangnya, dan

mengambil risiko melakukan putusan dari yang populer

maupun yang sama sekali tak populer.

c. Apakah seseorang bersifat sebagai risk taker atau risk

avoider?

Apakah seorang akan lari dari tanggung jawab? Atau

berani pasang badan untuk mempertanggung jawabkan?

Untuk level operasional/ first level management, kriteria

kedisiplinan dan cooperative behaviour (yang bisa

diterjemahkan sebagai ketaatan pada peraturan dan

kesediaan bekerjasama untuk memenuhi tuntutan organisasi)

sudah cukup mewakili perilaku kerja yang diinginkan melalui

apa yang dinamakan “integrity” itu.

Untuk level upper middle management memang perlu

ada interview yang mendalam, untuk melihat seberapa jauh

kecenderungan seseorang untuk berperilaku yang merugikan

organisasi dan masyarakat luas, terutama untuk wewenang

besar yang mereka miliki. Suatu hal terkadang sulit diukur

adalah keberanian mengambil risiko (dalam pengertian

positif), yang terkadang dekat sekali, artinya dengan

49

Page 34: BAB II perbaikan.doc

mengambil keputusan di luar prosedur yang ada. Sebaliknya,

pimpinan yang terlalu prosedural (cenderung cari aman dan

berlindung dibalik prosedur) juga tidak akan efektif mendorong

kemajuan organisasi

d. Komitmen terhadap organisasi

Sejauh mana seorang pimpinan akan melakukan

perubahan, mengembangkan anak buahnya untuk memajukan

organisasi? Bagaimana komitmennya terhadap organisasi,

apakah seseorang berani melakukan hal sulit untuk kemajuan

organisasi? Seorang pimpinan yang baik juga akan menjadi

mentor bagi bawahannya, serta menyiapkan kaderisasi

sebagai penggantinya kelak.

e. Perhatian terhadap sesama

Dalam menilai pendekatan ke manusia, diperlukan suatu

data dan fakta, untuk mengetahui gambaran integritas

seseorang. Hal ini memerlukan kepekaan dan kemampuan

penilai, untuk melihat konteks dan framework seputar fakta

yang dibicarakan dalam tanya jawab intensif.

f. Mampu membuat keputusan yang benar dibawah tekanan

yang besar. 79

Integritas menjadi salah satu hal penting bagi seorang

dosen yang menjadi anutan peserta didiknya, integritas

dibutuhkan bagi setiap profesi.

Tatanan nilai yang ada dapat menjadi pengarah bagi

manusia tentang apa yang cenderung dilakukan dalam waktu

79 Edratna, “Mengukur Integritas”, http:// edratna.wordpress.com , didownload tanggal 20 Mei 2009.

50

Page 35: BAB II perbaikan.doc

dan tempat tertentu atas dasar keyakinan tertentu. Nilai menjadi

suatu haluan perilaku, nilai akan berkembang dan menjadi

matang sejalan dengan berkembang dan matangnya

pengalaman seseorang.

Dalam keseluruhan pola hidup, nilai mempunyai fungsi

sebagai standar perilaku, dasar penyelesaian konflik dan

pembuatan keputusan, sumber motivasi, dan dasar penyesuaian

diri.80

Untuk dapat menunbuhkan integritas, dapat dilakukan

beberapa upaya sebagai berikut:

1. Keteladanan, yaitu pemberian teladan atau contoh dari pihak

lain misalnya orang tua, guru/ dosen, teman, pemimpin,

sumber idola, dan sebagainya.

2. Pengajaran, yaitu nilai-nilai yang ditanamkan melalui proses

pengajaran yang dilaksanakan secara terpadu baik di

lembaga pendidikan maupun di luar lembaga pendidikan.

3. Pengalaman khusus, yaitu pengalaman yang memberi kesan

khusus terutama yang bersifat positif. Peristiwa yang bersifat

khusus ini akan menumbuhkan nilai tertentu.

4. Hukuman dan ganjaran yang dialami akan dapat memberikan

nilai-nilai tertentu.

5. Situasi lingkungan dan kelembagaan, kehadiran seseorang

dalam suatu situasi lingkungan atau kelembagaan tertentu

akan menumbuhkan nilai-nilai tertentu.

6. Layanan dan bimbingan. Pembentukan dan pemahaman nilai

dapat dilakukan melalui proses bimbingan. Berbagai

pendekatan dan teknik bimbingan baik yang bersifat

80Azizy, Membangun Integritas, h. 72.

51

Page 36: BAB II perbaikan.doc

kelompok maupun individual, informatif maupun terapeutik,

dapat digunakan sebagai salah satu bentuk pengalaman

dalam pembentukan dan pemahanan nilai.81

Memiliki integritas tinggi tidaklah mudah, karena ujian

demi ujian akan terus menggempur seseorang untuk

membuktikan apakah integritas yang dimiliki adalah integritas

asli dari dalam diri kita, atau hanya pengaruh dari orang-orang

disekitarnya yang memiliki integritas tinggi. Integritas akan diuji

pada saat-saat sulit dan hal-hal yang kritis. Tetap memiliki

integritas pada saat-saat yang sulit sebagai ajang pembuktian,

bahwa integritas yang kita miliki betul-betul murni.

C. Sikap Inovatif

Sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk

bereaksi atau berinteraksi terhadap objek. Karena itu, sikap

merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat perilaku.

Morgan menyatakan bahwa sikap (attitude) adalah tendensi

dari seseorang untuk memberi reaksi yang positif atau negatif

terhadap sesuatu, seseorang atau situasi, sesuai dengan

pengalamannya.82

Inovasi adalah pemasukan atau pengenalan hal-hal baru,

penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yangg

sudah dikenal sebelumnya baik itu gagasan, metode atau alat.83

G.W. Alport dalam David O. Sears mengemukakan bahwa

sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur

melalui pengalaman dan memberikan penangaruh yang dinamik

81 Ibid.82 Anwar, Manajemen Pembelajaran, h. 20.83 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta: PN Balai Pustaka, 2001), h. 435.

52

Page 37: BAB II perbaikan.doc

atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan

situasi yang berkaitan dengannya.84

Sikap tertentu terhadap objek, gagasan atau orang

tertentu merupakan orientasi yang bersifat menetap dengan

komponen-komponen kognitif, afektif, dan perilaku. Komponen

kognitif terdiri dari seluruh kognisi yang dimiliki seseorang

mengenai objek sikap tertentu, seperti fakta, pengetahuan, dan

keyakinan terhadap objek. Komponen afektif terdiri dari seluruh

perasaan dan emosi seseorang terhadap objek, terutama

penilaian. Komponen perilaku terdiri dari kesiapan seseorang

untuk bereaksi atau kecenderungan untuk bertindak terhadap

objek.85

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal

tentang sikap, yaitu: (1) kecenderungan bertindak, berprestasi,

berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau

nilai, (2) mendorong dan memotivasi, atau pro atau kontra

terhadap sesuatu, menentukan apa saja yang disukai,

diharapkan dan diinginkan, mengenyampingkan apa yang tidak

diinginkan, apa yang harus dihindari, (3) cenderung

dipertahankan dan jarang mengalami perubahan, (4)

mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan, (5)

sikap timbul dari pengalaman, yaitu tidak dibawa sejak lahir

tetapi merupakan hasil belajar.

Mar`at mengemukakan bahwa sikap memiliki tiga

komponen, yakni: (1) komponen kognitif yang berhubungan

dengan belifes, ide, dan konsep, (2) komponen afeksi yang

menyangkut kehidupan emosional seseorang, dan (3)

komponen konatif yang merupakan kecenderungan bertingkah

84 David O. Sears et al., Psikologi Sosial, terj. Michael Adryanto dan Savitri Soekrisno, (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 1994), h. 137.

85 Ibid., h. 138.

53

Page 38: BAB II perbaikan.doc

laku.86 Sedangkan Applbaum dalam Qomari Anwar menyatakan

bahwa komponen kognitif berhubungan erat dengan keyakinan

terhadap objek, termasuk keyakinan evaluatif yaitu baik atau

buruk, tepat atau tidak tepat. Komponen afektif yaitu komponen

yang berkaitan dengan suka atau tidak suka (like or dislike)

terdiri dari tipe kuantitas dan kualitas perasaan atau emosi

terhadap sebuah objek. Sedangkan komponen konatif

berhubungan dengan kecenderungan berbuat.87

Selanjutnya David O. Sears mengemukakan bahwa sikap

terhadap objek, gagasan, atau orang tertentu, merupakan

orientasi yang bersifat menetap dengan komponen-komponen

kognitif, afektif dan perilaku.88

Setiap komponen sikap dapat bervariasi terhadap jumlah

sub komponen sikap. Hal ini mengacu pada jumlah dan jenis

elemen yang membangun komponen tersebut. Komponen

konatif dapat begerak dari pengetahuan yang minim sampai

dapat mengetahui objek tersebut. Komponen afektif juga

bervariasi dari yang sangat ekstrim positif sampai perasaan

negatif terhadap suatu objek.

Inovasi adalah Hal-hal baru artinya, apa saja yang belum

dipahami, diterima atau dilaksanakan oleh si penerima inovasi,

meskipun bukan merupakan hal yang baru bagi orang lain.

Berdasarkan pengertian tersebut maka inovasi (inovation)

adalah hal-hal baru, apakah itu nilai, norma, gagasan atau cara-

cara baru.

Everet M. Rogers dalam Muhammad Ali dan Muhammad

Asrari menyatakan bahwa inovasi adalah sebagai proses

munculnya hasil-hasil baru ke dalam suatu tindakan. Hasil-hasil

86 Mar`at, Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya (Bandung: Ghia Indonesia, 1984), h. 24.

87 Anwar, Manajemen Pembelajaran, h. 27.88 David O. Sears et al., Psikologi Sosial, h. 138.

54

Page 39: BAB II perbaikan.doc

baru itu muncul dari sifat-sifat individu yang unik yang

berinteraksi dengan individu lain, pengalaman, maupun keadaan

hidupnya.89

Kemudian Timpe menyatakan bahwa inovasi adalah kerja,

produk, proses, atau jasa-jasa yang baru dan lebih baik.90

Selanjutnya dikatakan bahwa inovasi (pembaruan) adalah suatu

kumpulan dari teknologi dan ilmu yang ada untuk memenuhi

suatu kebutuhan tertentu.91 Sementara itu Ahmad Hadi dalam L.

Pakpahan menyatakan bahwa inovasi adalah proses tertentu

seseorang melalui pendayagunaan pemikiran, kemampuan

imajinasi, berbagai stimulan dan individu yang mengelilinginya

yang berusaha menghasilkan produk baru, baik bagi dirinya

sendiri ataupun bagi lingkungannya.92

Dari beberapa pengertian di atas, inovasi selalu

menunjukkan pada suatu perubahan yang baru secara kualitatif

berbeda dengan keadaan semula yang didasarkan atas

pertimbangan yang teliti dengan maksud untuk meningkatkan

kemampuan guna mencapai hasil yang lebih baik. Inovasi lebih

dari sekedar menambah jumlah unsur yang telah ada, tetapi

pada usaha menata kembali misalnya pengelompokan mata

kuliah dan mahasiswa, alokasi pemakaian ruang dan waktu

serta cara mengajar, sehingga dengan tenag, uang dan fasilitas

yang sama dapai dicapai hasil pendidikan yang lebih baik.

Penyesuaian terhadap perubahan dapat dikatakan sebagai

sikap inovatif dan untuk perubahan dibutuhkan suatu kreativitas

dari seseorang. Sehubungan dengan itu Manan dalam Irawati

89 Muhammad Ali dan Muhammad Asrari, Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik, cet.1 (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 42.

90 A. Dale Timpe, Kinerja; Seri Manajemen Sumber Daya Manusia, terj. Sofyan Cikmat (Jakarta: Elek Media Komputindo, 1993), h. 304.

91 Ibid., h. 304. 92 L. Pakpahan, “Hubungan Sikap Inovasi dan Pemberian Kompensasi

dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan UNIMED” (Tesis, PPS Unimed, 2005), h. 39.

55

Page 40: BAB II perbaikan.doc

menjelaskan bahwa orang-orang yang bersikap inovatif adalah

orang-orang yang memiliki kepribadian dinamis.93

Menurut Hagen dalam Irawati, kepribadian yang inovatif

adalah: (1) terbuka terhadap pengalaman baru, (2) imajinasi

yang kreatif, (3) kesadaran dan tanggung jawab untuk berhasil,

(4) punya persepsi bahwa dunia mempunyai tantangan.94

Respon individu terhadap perubahan merupakan

keputusan terhadap inovasi, apakah individu menerima atau

menolak inovasi tersebut. Edmund Bachman mengemukakan

empat tahap keputusan terhadap inovasi, yaitu: (1) perolehan

informasi, (2) pemahaman konsep-konsep, (3) penyimpanan

informasi, (4) inovasi, evaluasi dan implementasi.95

Hakekat reformasi pendidikan adalah pemberdayaan

seluruh komponen pendidikan mulai dari level makro, messo,

mikro, sampai pada level individual. Dalam era reformasi,

pendidikan harus mampu mengembangkan peserta didik

menjadi sumber daya manusia yang beriman dan bertakwa,

mandiri, kreatif, dan berwawasan masa depan.96

Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap

perkembangan dan tuntutan global sebagai satu upaya untuk

mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu

mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi

tuntutan yang berkembang sebagai tuntutan globalisasi.

Reformasi pendidikan merupakan satu kecenderungan global

dalam arti terjadi di kawasan seluruh dunia sejalan dengan

tuntutan perkembangan global dalam berbagai aspek kehidupan.

93 Irawati, “Budaya Kerja dan Sikap Inovatif sebagai Faktor Pendukung Kinerja Para Pustakawan Perguruan Tinggi di Padang” (Tesis, PPs. Universitas Negeri Padang, 2003), h. 29.

94 Ibid h. 31. 95 Edmun Bachman, Metode Belajar Metode Belajar: Berpikir Kreatif

dan Inovatif, terj. Bahrul Ulum (Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2005), h. 12.96 Azizi, Membangun Integritas, h. 65.

56

Page 41: BAB II perbaikan.doc

Memasuki kehidupan global dengan berbagai tuntutan

perubahan, diperlukan kualitas sumber daya manusia yang lebih

adaptis, mandiri, dan produktif untuk mengimbanginya. Setiap

bangsa di dunia saat ini sedang melakukan penataan reformasi

pendidikan dalam rangka melestarikan kehidupannya di tengah

persaingan global yang makin ketat. Sebagai contoh adalah

Amerika Serikat sudah menyadari bahwa paradigma pendidikan

mereka di abad 20 yang menggunakan paradigma “pabrik”

mengandung beberapa kekeliruan yang berdampak pada

kelemahan pendidikan. Cukup beralasan jika Jane Roland Martin

dalam majalah “kappan” Januari 2005 mengingatkan agar filsafat

pendidikan Amerika Serikat untuk tahun 2000-an kembali pada

pendidikan yang berlandaskan “a moral equivalent of home”

yaitu pendidikan yang berasaskan nilai-nilai kekeluargaan dan

bernuansa kasih sayang. Ia mengingatkan bahwa pendidikan

yang bernuansa pabrik di mana peserta didik dianggap sebagai

bahan mentah, guru/ dosen sebagai pekerja dan kurikulum

sebagai mesin, harus sudah ditinggalkan dengan school home

education. Untuk negara Indonesia, Qodri Azizy secara tegas

mengemukakan gagasannya untuk mengembalikan pendidikan

ke habitatnya dengan pendidikan agama seperti ruh utamanya.97

Melalui reformasi, pendidikan harus memberi jaminan bagi

perwujudan hak-hak asasi manusia untuk mengembangkan

seluruh potensi dan prestasinya secara optimal. Pendidikan

hanya mungkin terwujud dalam suasana demokratis yang

dilandasi dengan kualitas pemberdayaan baik institusional

maupun individual dalam keseluruhan struktur, kultur dan

substansi pendidikan. Reformasi pendidikan di Indonesia harus

dilakukan sebagai konsekwensi perkembangan global di samping

karena terjadinnya perubahan reformasi dalam berbagai tatanan 97 Ibid., h. 66.

57

Page 42: BAB II perbaikan.doc

kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks pendidikan

nasional, sangat diperlukan upaya menata ulang tatanan

kehidupan pendidikan di masa lalu dan tuntutan untuk

mewujudkan tatanan baru dalam memperoleh nuansa

pendidikan yang lebih sesuai dengan kondisi masa kini, dan UU

No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

merupakan upaya reformasi konstitusional untuk menuju

terwujudnya pendidikan nasional yang efektif sesuai dengan

tuntutan yang berkembang.98

Louis V. Gestner Jr. dalam Baharuddin menyebutkan bahwa

lembaga pendidikan masa depan memiliki ciri-ciri antara lain: (1)

pimpinan institusi yang dinamis dan komunikatif dengan

kemerdekaan memimpin menuju visi dan misi keunggulan

pendidikan, (2) Memiliki visi dan misi serta strategi dalam

mencapai tujuan yang telah dirumuskan dengan jelas, (3)

Tenaga pendidik (guru atau dosen) yag kompeten dan berjiwa

kader yang senantiasa bergairah dalam melaksanakan tugas

profesionalnya secara inovatif, (4) Peserta didik yang sibuk,

bergairah, dan bekerja keras dalam mewujudkan perilaku

pembelajaran, (5) Masyarakat dan orang tua yang berperan

dalam menunjang pendidikan. Dikatakan pula bahwa dalam

menuju nuansa pemberdayaan pendidikan, peran-peran tenaga

pendidik mengalami perluasan, yaitu tenaga pendidik sebagai:

pelatih (coaches), konselor, menejer pembelajaran, partisipan,

pemimpin, pembelajar, dan pengarang.99

Hal-hal yang dapat mempengaruhi inovasi dapat

dibedakan dalam dua faktor yaitu instinsik dan ekstrinsik:

a)Pengaruh intrinsik mencakup:

98 Azizi, Membangun Integritas, h. 68. 99 Ibid., h. 69.

58

Page 43: BAB II perbaikan.doc

1. Informasi ilmiah yang melekat/dilekatkan pada inovasi

dalam pendidikan

2. Nilai-nilai atau keunggulan-keunggulan (teknis, ekonomis,

sosial budaya, dan politis) yang melekat pada inovasi

pendidikan

3. Tingkat kerumitan (kompleksitas) inovasi pendidikan

4. Mudah/ tidaknya dikomunikasikan inovasi pendidikan

5. Mudah/ tidaknya inovasi tersebut dicobakan (trialability)

pendidikan

6. Mudah/ tidaknya inovasi tersebut diamati (observability)

pendidikan

b). Pengaruh intrinsik mencakup:

1. Kesesuaian (compatibility) inovas dengan lingkungan

setempat (baik lingkungan fisik, sosial budaya, politik, dan

kemampuan ekonomis masyarakatnya)

2. Tingkat keunggulan relatif dari inovasi yang ditawarkan,

atau keunggulan lain yang dimiliki oleh inovasi dibanding

dengan teknologi yang sudah ada yang akan diperbaharui/

digantikannya; baik keunggulan teknis (kecocokan dengan

keadaan alam setempat, tingkat produktivitasnya),

ekonomis (besarnya biaya atau keuntungannya), manfaat

non ekonomi, maupun dampak sosial budaya dan politis

yang ditimbulkannya.100

Beberapa pembiasaan yang perlu bagi dosen untuk

mengembangkan kreativitas dan inovasinya dalam mengelola

pembelajaran:

100 Mardikanto, Ruang Inovasi dalam Paradigma Pendidikan Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 1988), h. 34.

59

Page 44: BAB II perbaikan.doc

1. Mengaplikasi pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan,

mahasiswa bisa diajak ke luar kelas dengan tujuan

memaksimalkan lingkungan kampus sebagai alat, media dan

sumber belajar yang sesuai.

2. Mengoptimalkan proses pembelajaran dengan memanfaatkan

potensi sekolah/ kampus yang ada, terutama kampus yang

mahasiswanya banyak berasal dari lapisan masyarakat

margin, maka proses pembelajarannya diatur dengan kreatif,

inovatif, mampu beradaptasi dengan berbagai macam situasi.

3. Mendesain pembelajaran oleh “dosen kreator” yang dapat

menumbuh suburkan kreativitas dan inovasi pembelajaran

dengan analisis dan evaluasi untuk penyempurnaan disain

beikutnya.

4. Hindari ketegangan semua pelaku proses pembelajaran. Baik

dosen maupun mahasiswa diharapkan mampu menghindari

ketegangan, sebaliknya nikmati situasi dan kondisi

pembelajaran menuju tercapainya kompetensi mahasiswa

sesuai kurikulum.

5. Biasakan selalu mengamati lingkungan kampus sehingga

dapat menemukan area yang dapat dijadikan alat, media dan

sumber belajar mahasiswa.

6. Mengembangkan daya kreatif dan inovasi dengan sedikit

humor sehat dan seperlunya saja untuk mempertahankan dan

mengembangkan semangat inovasinya.

7. Keluar dari dunia sempit menuju dunia luas dengan banyak

membaca buku bidang seni dan teknologi agar dapat

menambah daya peka berpikir efektif dan efisien.101

101 Kahlil Gibran, “Mengharapkan Guru yang Kreatif dan Inovatif dalam Pembelajaran”, http: //duniaguru.com/ index. php? option=com_content&task=view&id= 996& Itemid=1, didownload tanggal 20 Mei 2009.

60

Page 45: BAB II perbaikan.doc

Dalam dunia pendidikan dikenal dua filsafat pendidikan

besar yang melatar belakangi perkembangan kurikulum. Kedua

filsafat tersebut adalah filsafat pendidikan rekonstruksionalisme

dan idealisme. Rekonstruksionalisme perkembangan kurikulum

didasarkan kepada perkembangan masyarakat. Sebaliknya, bagi

idealisme perkembangan masyarakat direncanakan melalui

program pendidikan. Jadi pendidikan diharapkan mampu

memprediksi perkembangan masyarakat ke depan, sekaligus

mengantisipasinya. Di dunia pendidikan Islam, kedua hal

tersebut menyatu dan tidak dapat dipisahkan. Ada hal-hal yang

harus diwariskan kepada generasi berikutnya yang sifatnya tetap

dan tidak berubah, seperti aqidah, keimanan, ibadah, dan lain-

lain. Tetapi ada hal-hal yang selalu mengikuti perkembangan

zaman yang sifatnya berkembang, seperti metode pendidikan

dan lain-lain.102

Berkaitan dengan masalah kurikulum, kendala-kendala

yang mempengaruhi keberhasilan usaha inovasi dalam hal ini

antara lain: (1) perkiraan yang tidak tepat terhadap inovasi (2)

konflik dan motivasi yang kurang sehat (3) lemahnya berbagai

faktor penunjang sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya

inovasi yang dihasilkan (4) keuangan (financial) yang tidak

terpenuhi (5) penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil

inovasi (6) kurang adanya hubungan sosial dan publikasi Untuk

menghindari masalah-masalah tersebut di atas, dan agar mau

berubah terutama sikap dan perilaku terhadap perubahan

pendidikan yang sedang dan akan dikembangkan, sehinga

perubahan dan pembaharuan itu diharapkan dapat berhasil

102 Baharuddin, Aktualisasi Psikologi Islam, cet. 1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 165.

61

Page 46: BAB II perbaikan.doc

dengan baik, maka dosen, administrator, orang tua siswa, dan

masyarakat umumnya harus dilibatkan.103

Guru/ dosen merupakan ujung tombak proses

kemanusiaan dan pemanusiaan telah diterima sepanjang sejarah

pendidikan formal, bahkan sebelum itu. Hingga saat ini agenda

kerja, wajah kegiatan, dan fungsi yang ditampilkan oleh guru/

dosen tidak berubah, yaitu menyelenggarakan pendidikan dan

pengajaran di ruangan kelas melalui jalur pendidikan formal.104

Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan

pendidik antara lain adalah penguasaan materi yang diajarkan,

metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi peserta

didik, hubungan antar individu, baik dengan peserta didik

maupun antar sesama pendidik dan unsur lain yang terlibat

dalam

proses pendidikan.

Menurut Santoso S. Hamijojoyo dalam Hamalik

menyatakan: sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi, maka masyarakat senantiasa berubah dan

berkembang dalam semua aspek. Perubahan dan perkembangan

itu menuntut adanya inovasi pendidikan yang menimbulkan

perubahan yang baru dan kualitatif, berbeda dengan hal yang

sebelumnya. Tanggung jawab melaksanakan inovasi itu

diantaranya terletak pada penyelenggaraan pendidikan di

kampus, dan dosen memegang peranan utama. Dosen

bertanggung jawab menyebarluaskan gagasan-gagasan baru,

103 Subandiyah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Yogyakarta: PT Raja GrafindoPersada, 1992), h. 81.

104 Danim, Agenda Pembaruan, h. 189.

62

Page 47: BAB II perbaikan.doc

baik terhadap mahasiswa maupun terhadap masyarakat melalui

proses pengajaran dalam kelas.105

Untuk melihat ciri dosen yang bersifat inovatif, setidaknya

dapat melandaskan akan pendapat Mitchell Ditkoff106 sebagai

berikut:

1. Challenges status quo; tidak merasa cepat puas dengan

keadaan yang ada dan selalu mempertanyakan otoritas dan

rutinitas serta mengkonfrontasikan asumsi-asumsi yang ada.

2. Curious; senantiasa mengeksplorasi lingkungannya dan

menginvestigasi kemungkinan-kemungkinan baru, memiliki

rasa kekaguman (sense of awe)

3. Self-motivated; tanggap terhadap kebutuhan dari dalam

(inner needs) senantiasa secara proaktif memprakarsai

proyek-proyek baru, menghargai setiap usaha.

4. Visionary; memiliki imajinasi yang tinggi dan memiliki

pandangan yang jauh ke depan.

5. Entertains the fantastic; memunculkan ide-ide “gemilang”,

memandang sesuatu yang tidak mungkin menjadi sebuah

kemungkinan, memimpikan dan menghayalkan sesuatu yang

besar.

6. Takes risks; melampaui wilayah yang dianggap

menyenangkan, berani mencoba dan menanggung

kegagalan.

7. Peripatetic; merubah lingkungan kerja sesuai dengan

kebutuhan, senang melakukan perjalanan (travelling) untuk

memperoleh inspirasi atau pemikiran segar.

105 Hamalik, Perencanaan Pengajaran, h. 44.106 Ahmad Sudrajat, “Ciri Orang Inovatif”, http: //thinksmart.com/

articles/ qualites. html, didownload tanggal 20 Mei 2009.

63

Page 48: BAB II perbaikan.doc

8. Playful/humorous; memiliki ketertarikan terhadap hal-hal

yang unik dan mengagumkan, berani tampil beda, humoris.

9. Self-accepting; dapat mempertahankan ide-idenya dan

menganggap “kesempurnaan sebagai musuh kebaikan”, tidak

terikat dengan apa-apa yang diipandang baik menurut orang

lain.

10. Flexible/adaptive; terbuka bagi setiap perubahan, mampu

melakukan penyesuaian terhadap rencana-rencana yang telah

dibuat, menyajikan berbagai solusi dan gagasan.

11. Makes new connections; mampu melihat hubungan-

hubungan diantara unsur-unsur yang terputus, mensintesakan

dan mengkombinasikannya.

12. Reflective, menginkubasi setiap masalah dan tantangan,

mencari dan merenungkan berbagai pertimbangan dalam

mengambil keputusan.

13. Recognizes (and re-cognizes) patterns; perseptif terhadap

sesuatu dan dapat membedakannnya, dapat melihat

kecenderungan dan prinsip serta mampu

mengorganisasikannnya, dapat melihat ”the Big Picture.”

14. Tolerates ambiguity, merasa nyaman dalam situasi kacau

(chaos), dapat menyajikan situasi paradoks, tidak tergesa-

gesa membenarkan terhadap suatu ide yang muncul.

15. Committed to learning; berusaha mencari pengetahuan

secara terus menerus, mensintesakan segala masukan,

menyeimbangkan setiap informasi yang terkumpul dan

menyelaraskan setiap tindakan.

16. Balances intuition and analysis memilih dan memilah

diantara pemikiran divergen dan pemikiran konvergen,

memiliki intuisi tertentu sebelum melakukan analisis,

64

Page 49: BAB II perbaikan.doc

meyakini apa yang sudah dianalisis dan menggunakannya

secara hati-hati dengan menggunakan akal.

17. Situationally collaborative; berusaha menyeimbangkan

pemikiran dari setiap individu, membuka pelatihan dan

mencari dukungan organisasi.

18. Formally articulate; mengkomunikasikan setiap gagasan

secara efektif, menterjemahkan konsep abstrak ke dalam

bahasa penuh arti, menciptakan prototipe atau model yang

dianggap paling mudah

19. Resilient; merefleksi hal-hal yang dianggap mengecewakan

atau yang tidak dinginkan, belajar dengan cepat dari umpan

balik, berkemauan untuk mencoba dan terus mencoba lagi

20. Persevering; bekerja keras dan tekun, memperjuangkan

gagasan-gagasan baru dengan gigih, memiliki komitmen

terhadap hasil-hasil yang telah digariskan.

Berkembangnya informasi dan teknologi membawa

perubahan-perubahan termasuk dalam bidang pendidikan.

Adanya perubahan menyebabkan banyak pihak melakukan

redefinisi baik pada tatanan konsep maupun pada peranan

tenaga pendidik. Redefinisi itu penting mengingat makin

diragukannya signifikansi antara pandangan lama dengan

aspirasi kondisi dan kebutuhan masyarakat. Perubahan yang

berpengaruh terhadap pendidikan dan peran tenaga pendidik

meliputi perubahan dimensi global. Karena itu tenaga pendidik

harus efektif dalam mencari informasi yang mendukung dalam

pelaksanaan tugasnya. Informasi yang dimaksud tidak terbatas

hanya pada penyediaan bahan pengajaran, tetapi juga

membentuk sikap mandiri dan mempengaruhi perilaku dan

disiplin kampus. Kampus sebagai lembaga pendidikan menyikapi

65

Page 50: BAB II perbaikan.doc

perubahan yang mengglobal. Tidak semua perubahan dapat

diterima, tetapi harus disesuaikan dengan budaya yang dimiliki.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan

bahwa sikap inovatif merupakan suatu kecenderungan untuk

bereaksi atau bertindak terhadap inovasi yang tercermin dalam

(1) pengetahuan dan mengalaman sesuatu yang baru (inovasi),

pengetahuan tentang pengelompokan mahasiswa, pengetahuan

tentang pemakaian ruang dan waktu, pengetahuan tentang cara

mengajar, pengetahuan tentang teknologi dan informasi, (2)

respon terhadap inovasi yaitu respon positif dan negatif, dan (3)

kreatif yaitu kemampuan dalam memecahkan masalah,

imajinatif, penemuan pelayanan dan produk baru.

B. Penelitian yang Relevan

1. Irawati, Penelitian Tesis yang berjudul Budaya Kerja dan

Sikap Inovatif sebagai Faktor Pendukung Kinerja Para

Pustakawan Perguruan Tinggi di Padang. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui sumbangan budaya kerja dan

sikap inovatif terhadap kinerja pustakawan perpustakaan

perguruan tinggi di Padang. Hipotesis dalam penelitian ini

adalah terdapat sumbangan berarti antara budaya kerja

terhadap kinerja pustakawan, terdapat sumbangan berarti

antara sikap inovatif terhadap kinerja pustakawan,

terdapat sumbangan berarti antara budaya kerja dan sikap

inovatif terhadap kinerja pustakawan. Untuk mengungkap

hal itu menggunakan metode korelasional. Penelitian ini

melibatkan 41 responden dari populasi yang berjumlah 72

orang, yaitu yang bekerja di perpustakaan Universitas

Negeri Padang, Unand, IAIN Imam Bonjol, Universitas Bung

Hatta. Instrumen penelitiannya adalah angket, kemudian

66

Page 51: BAB II perbaikan.doc

dianalisis dengan teknik statistik, korelasi dan regresi.

Hasil penelitian ini adalah terdapat sumbangan yang

memadai (23,13 %) dari budaya kerja terhadap kinerja

dosen, terdapat sumbangan yang memadai (25,41 %) dari

budaya kerja terhadap kinerja dosen, terdapat sumbangan

yang cukup baik (48,40 %) dari budaya kerja terhadap

kinerja dosen. Kesimpulan penelitian ini budaya kerja dan

sikap inovatif tidak dapat diabaikan peranannya,

disamping faktor-faktor lain yang turut memberi peran/

sumbangan dalam peningkatan kinerja pustakawan.

2. Brantas, penelitian tesis, Pengaruh Kompensasi dan

Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Dosen: Studi Terhadap

Kinerja Dosen Pada Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung,

Tahun 2006.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan variabel

kompensasi, kepuasan kerja dan pengaruhnya terhadap

kinerja dosen.

Penelitian ini menggunakan metode survey dengan

pendekatan kuantitatif melalui teknik analisis deskriptif,

korelasional, dan regresi berganda dengan menggunakan

statistik parametrik. Subjek penelitian adalah Sekolah

Tinggi Pariwisata Bandung, dengan populasi sebanyak 134

dosen dan sampel penelitian sebanyak 66 orang dosen.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa secara deskriptif,

kompensasi termasuk kategori kurang baik, sedangkan

kepuasan kerja dan kinerja termasuk kategori cukup. Hasil

lainnya menunjukkan bahwa pengaruh kompensasi

terhadap kinerja adalah sebesar 47,20 %, dan pengaruh

kepuasan kerja terhadap kinerja adalah sebesar 67,40 %,

67

Page 52: BAB II perbaikan.doc

serta pengaruh kompensasi dan kepuasan kerja secara

bersama-sama terhadap kinerja adalah sebesar 73,80%.

Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan,

direkomendasikan beberapa hal, diantaranya: (1)

menyediakan program pendidikan, pelatihan dan

pengembangan yang terpadu dan terbuka bagi seluruh

dosen, serta dukungan fasilitas kerja yang memadai, (2)

memperlakukan dosen sebagai "mitra kerja", dan

dilibatkan dalam berbagai pengambilan keputusan, (3)

mensosialisasikan visi dan misi yang ingin dicapai oleh

Sekolah Tinggi Parawisata Bandung, sehingga secara tidak

langsung dosen merasa dilibatkan dan turut bertanggung

jawab mencapai tujuan institusi, (4) mengupayakan agar

kualitas pendidikan dosen terus ditingkatkan pada jenjang

yang lebih tinggi, dengan mekanisme yang transparan dan

objektif, dan (5) membuat saluran komunikasi yang mudah

digunakan, sehingga mereka dapat menyampaikan seluruh

aspirasinya kepada manajemen Sekolah Tinggi Parawisata

Bandung.

Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti

variabel lain diluar kompensasi dan kepuasan kerja yang

diduga mempengaruhi kinerja dosen, misalnya variabel

perencanaan dan pengembangan karir dosen, dan

mengaitkan dengan variabel lainnya, misalnya

produktivitas atau motif berprestasi, dengan objek

penelitian (populasi) yang lebih besar.

3. J. Hutapea meneliti dengan judul Hubungan Kepemimpinan

Spiritual dan Integritas Guru/ dosen dengan Prestasi Kerja

Guru SMP Negeri di Kecamatan Siborongborong. Penelitian

ini adalah berupa penelitian tesis pada PPs. Unimed pada

68

Page 53: BAB II perbaikan.doc

tahun 2003. Tujuan dilaksanakan penelitian ini untuk

mengetahui (1) Hubungan kepemimpinan spiritual dengan

Prestasi Kerja Guru SMP Negeri di Kecamatan

Siborongborong (2) hubungan integritas dengan Prestasi

Kerja Guru SMP Negeri di Kecamatan Siborongborong, (3)

hubungan kepemimpinan spiritual dan integritas guru

secara bersama- dengan Prestasi Kerja Guru SMP Negeri di

Kecamatan Siborongborong. Metode penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan antara kepemimpinan spiritual

dan integritas dosen, baik secara sendiri-sendiri maupun

secara bersamaan dengan Prestasi Kerja Guru SMP Negeri

di Kecamatan Siborongborong. Kesimpulan penelitian ini:

(1) kepemimpinan spiritual mempunyai hubungan yang

signifikan dengan Prestasi Kerja Guru SMP Negeri di

Kecamatan Siborongborong, hal ini menunjukkan semakin

baik kepemimpinan spiritual guru, maka akan semakin

tinggi pula Prestasi Kerja Guru SMP Negeri di Kecamatan

Siborongborong, (2) integritas guru mempunyai hubungan

yang signifikan dengan Prestasi Kerja Guru SMP Negeri di

Kecamatan Siborongborong, hal ini menunjukkan semakin

guru mempunyai kepemimpinan spiritual, maka akan

semakin tinggi pula Prestasi Kerja Guru SMP Negeri di

Kecamatan Siborongborong. (3) kepemimpinan spiritual

dan integritas guru secara bersama-sama mempunyai

hubungan signifikan dengan Prestasi Kerja Guru SMP

Negeri di Kecamatan Sibor

4. ongborong, hal ini menunjukkan semakin guru mempunyai

kepemimpinan spiritual yang baik, danmempunyai

69

Page 54: BAB II perbaikan.doc

integritas yang tinggi, maka akan semakin tinggi Prestasi

Kerja Guru SMP Negeri di Kecamatan Siborongborong.

C. Kerangka Pikir Penelitian

1. Hubungan Integritas Dosen dengan Kinerja

Dosen

Integritas adalah sebuah konsep yang menggambarkan

bentuk kecerdasan manusia yang paling tinggi. Integritas

tandas Kolb adalah suatu kesadaran terpadu yang canggih

dan penghayatan mendalam atas suatu proses yang

pernah dialami dengan suatu cara yang melampaui

kreativitas, nilai-nilai, keterampilan-keterampilan intuitif

dan emosi serta daya analitik rasional.

Integritas itu sendiri merupakan komitmen yang

harus dimiliki oleh seorang dosen sebagai tenaga

profesional terhadap institusional tempatnya bekerja.

Dengan adanya integritas yag tinggi pada diri seorang

dosen untuk selalu menyatakan dan menerima kebenaran

dalam diri sendiri dan pada diri orang lain. Baginya,

menyatakan kebenaran atas apa yang ada di hatinya

adalah sebuah aturan pokok dan hal yang sangat perlu

dihayati dalam kehidupannya. Melalui integritas yang

tinggi pada institisional ini akan mendorong seorang dosen

untuk selalu bersikap jujur dalam pelaksanaan tugasnya

sehari-hari, sehingga akan mendorongnya untuk bekerja

secara lebih bertangung jawab dan tanpa beban atau

pelaksanaan yang pada gilirannya akan menggiring dosen

tersebut ke arah produktivitas optimal dalam rangka

mewujudkan kinerja yang tinggi.

70

Page 55: BAB II perbaikan.doc

Berdasarkan pembahasan di atas, diduga terdapat

hubungan yang positif dan signifikan antara integritas

dosen dengan kinerja dosen. Artinya, jika semakin tinggi

integritas dosen, maka semakin tinggi pula kinerja dosen.

2. Hubungan Sikap Inovatif dengan Kinerja Dosen

Sikap inovatif merupakan kecenderungan individu

yang berkaitan dengan psikologis untuk bertindak atau

bereaksi terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan

sekitarnya. Adanya perubahan banyaknya pihak yang

melakukan redefinisi baik pada tatanan konsep maupun

pada peranan tenaga pendidik. Redefinisi itu penting

mengingat semakin diragukannya signifikansi antara

pandangan lama dengan aspirasi kondisi dan kebutuhan

masyarakat. Perubahan yang berpengaruh terhadap

pendidikan dan peran tenaga pendidik meliputi perubahan

dimensi global. Oleh karena itu tenaga pendidik harus

efektif dalam mencari informasi yang mendukung dalam

pelaksanaan tugasnya. Informasi yang dimaksud tidak

terbatas pada penyediaan bahan pengajaran, tetapi juga

membentuk sikap mandiri dan mempengaruhi perilaku dan

displin kampus.

Kampus sebagai lembaga pendidikan menyikapi

perubahan yang terjadi. Dimana sikap kreatif ini akan

menghasilkan kepribadian yang inovatif, yang pada

gilirannya akan dapat menghasilkan prestasi akademik

mahasiswa. Untuk itu dosen dituntut untuk menghasilkan

prestasi akademik mahasiswa dan memiliki kinerja yang

tinggi dengan selalu bersikap kreatif serta mencari

langkah-langkah baru yang bersikap inovatif dalam

71

Page 56: BAB II perbaikan.doc

upaya pengembangan dan pemberdayaan potensi yang

dimiliki dosen tersebut, dapat dilakukan dengan

peningkatan dan pengembangan pendidikan serta karier

yang telah dimiliki sejalan dengan tugas dan fungsinya

sebagai ilmuan dengan lebih aktif melakukan tugas-tugas

penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Melalui

sikap inovatif, dosen akan dapat mengoptimalkan

kinerjanya yang pada gilirannya dapat menghasilkan

prestasi kerja yang maksimal pula.

Berdasarkan pembahasan di atas, diduga terdapat

hubungan yang positif dan signifikan antara sikap inovatif

dengan kinerja dosen. Artinya, semakin tinggi sikap

inovatif, maka semakin tinggi pula kinerja dosen.

3. Hubungan Integritas Dosen dan Sikap Inovatif

secara Bersama-Sama dengan Kinerja Dosen

Perlunya sikap inovatif yang merupakan proses

tertentu dari seseorang dengan melalui pendayagunaan

pemikiran, kemampuan imajinasi, berbagai stimulan dan

individu yang mengelilinginya yang berusaha

menghasilkan suatu perubahan (produk baru), baik bagi

dirinya sendiri ataupun bagi lingkungannya. Dalam hal ini,

inovasi selalu menunjukkan pada suatu perubahan yang

baru secara kualitatif berbeda dengan keadaan semula

yang didasark-an atas pertimbangan yang diteliti dengan

maksud untuk meningkatkan kinerja dosen. Artinya jika

semakin tinggi integritas dosen dan sikap inovatif, maka

semakin tinggi pula kinerja dosen.

72

Page 57: BAB II perbaikan.doc

Bentuk hubungan antar variabel penelitian ini dapat

digambarkan dalam bagan berikut ini:

ryx1

ryx1x2

ryx2

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan yang

sinifikan antara:

1. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara

interigritas dosen dengan kinerja dosen di STAI Al-

Ishlahiyah Binjai.

2. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara

sikap inovatif dengan kinerja dosen di STAI Al-Ishlahiyah

Binjai.

3. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara

integritas dosen dan sikap inovatif secara bersama-sama

dengan kinerja dosen di STAI Al-Ishlahiyah Binjai.

73

Integritas Dosen(X1)

Sikap Inovatif(X2)

Kinerja Dosen (Y)