BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB...

30
23 BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN A. Pendidikan Karakter 1. Pengertian pendidikan Karakter Watak atau karakter berasal dari bahasa Yunani “charassein”, yang berarti barang atau alat untuk menggores, yang di kemudian hari dipahami sebagai stempel atau cap. Jadi, watak itu sebuah stempel atau cap, sifat-sifat yang melekat pada seseorang. 1 Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; watak. 2 Pendidikan karakter adalah upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. 3 1 Sutarjo Adisusilo, J.R., Pembelajaran Nilai Karakter, Kontsruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan pembelajaran Afektif, cet ke 2(Jakarta: PT Rajagrafindo persada, 2013), h. 76 2 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: 2008), h. 639 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, (Jakarta: 2010), h. 15

Transcript of BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB...

Page 1: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

23

BAB II

PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN

PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

A. Pendidikan Karakter

1. Pengertian pendidikan Karakter

Watak atau karakter berasal dari bahasa Yunani “charassein”,

yang berarti barang atau alat untuk menggores, yang di kemudian hari

dipahami sebagai stempel atau cap. Jadi, watak itu sebuah stempel atau

cap, sifat-sifat yang melekat pada seseorang.1

Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah tabiat; sifat-sifat

kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan

yang lain; watak.2 Pendidikan karakter adalah upaya-upaya yang dirancang

dan dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku

peserta didik yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri

sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud

dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan

norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. 3

1 Sutarjo Adisusilo, J.R., Pembelajaran Nilai Karakter, Kontsruktivisme dan VCT

sebagai Inovasi Pendekatan pembelajaran Afektif, cet ke 2(Jakarta: PT Rajagrafindo persada,

2013), h. 76

2 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:

2008), h. 639

3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama,

(Jakarta: 2010), h. 15

Page 2: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

24

Karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun

pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun

pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta

diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.4

Daniel Goleman yang terkenal dengan bukunya Multiple

Intelligences dan Emotional Intelligence, menyebutkan bahwa pendidikan

karakter merupakan pendidikan nilai, yang mencakup Sembilan nilai dasar

yang saling terkait, yaitu:

1. responsibility (tanggung jawab);

2. respect (rasa hormat);

3. fairness (keadilan);

4. courage (keberanian);

5. honesty (kejujuran);

6. citizenship (rasa kebangsaan);

7. self-discipline (disiplin diri);

8. caring (peduli), dan

9. perseverance (ketekunan)

4 Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 43

Page 3: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

25

Jika pendidikan nilai berhasil menginternalisasikan kesembilan

nilai dasar tersebut, maka akan terbentuk seorang pribadi yang berkaraker,

pribadi yang berwatak.5

Pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar

dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan

kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta

didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah,

mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya

(psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus

melibatkan bukan saja aspek pengetahuan yang baik (moral knowing),

akan tetapi juga merasakan dengan baik atau loving good (moral

feeling), perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter

menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan

dan dilakukan.6

2. Tujuan pendidikan Karakter

Secara umum, Pendidikan Nilai dimaksudkan untuk membantu

peserta didik agar memahami, menyadari, dan mengalami nilai-nilai serta

mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan. Pendidikan

karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh,

kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,

5 Sutarjo Adisusilo, J.R., Op. Cit., h. 79-80.

6 Balitbang Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kemendiknas, Pedoman Pelaksanaan

Pendidikan Karakter, (Jakarta: 2011), h. 1

Page 4: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

26

berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan

teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang

Maha Esa berdasarkan Pancasila.7

Sedangkan tujuan pendidikan karakter yang diharapkan

Kementerian Pendidikan Nasional8 adalah:

a. mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai

manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan

karakter bangsa;

b. mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji

dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa

yang religius;

c. menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik

sebagai generasi penerus bangsa;

d. mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang

mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan;

e. mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan

belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta

dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

Ahli filsafat etika Emmanuel Kant merumuskan tujuan pendidikan

moral baik yang disampaikan secara formal atau nonformal sebagai

7 Balitbang Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kemendiknas, Pedoman Pelaksanaan

Pendidikan Karakter, (Jakarta: 2011), h. 2

8 Ibid., h.9.

Page 5: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

27

berikut: 1) memaksimalkan rasa hormat kepada manusia sebagai individu.

2) Memaksimalkan nilai-nilai moral universal, maksudnya tujuan

pendidikan bukan hanya demi terlaksananya aturan-aturan yang didukung

oleh otoritas masyarakat tertentu, tapi demi terlaksananya prinsip-prinsip

moral universal yang diterima dan diakui secara universal, seperti

keadilan, kebebasan dan persamaan tiap individu manusia.9

Kohlberg mengatakan bahwa tujuan pendidikan moral adalah

mendorong perkembangan tingkat pertimbangan moral peserta didik.

Kematangan pertimbangan moral harus sampai pada menjunjung tinggi

nilai-nilai kemanusiaan yang universal, berdasarkan prinsip keadilan dan

persamaan serta saling menerima.10

Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar

agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat

dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan

peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Pendidikan

karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga,

satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia

usaha, dan media massa.11

9 Sutarjo Adisusilo, J.R., Pembelajaran Nilai Karakter, Kontsruktivisme dan VCT

sebagai Inovasi Pendekatan pembelajaran Afektif, cet ke 2(Jakarta: PT Rajagrafindo persada,

2013), h. 127

10

Ibid., h. 128.

11

Balitbang Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kemendiknas, Op. Cit., h. 2

Page 6: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

28

Presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno, bahkan

menegaskan: “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan

pembangunan karakter (character building) karena character building

inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan

jaya, serta bermartabat. Kalau character building ini tidak dilakukan, maka

bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.”12

3. Nilai-nilai Pembentuk Karakter

Nilai-nilai pendidikan karakter yang dikembangkan Kementerian

Pendidikan diidentifikasi dari sumber-sumber berikut13

:

1. Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh

karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari

pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan

kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas

dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan

karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang

berasal dari agama.

2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-

prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila.

12

Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep Dan Model Pendidikan Karakter,

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h.12

13

Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas, Pengembangan dan Pendidikan Budaya

dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah, (Jakarta: 2009), h.8.

Page 7: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

29

Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih

lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-

nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang

mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya,

dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan

mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik,

yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan

menerapkan nilainilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga

negara.

3. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup

bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui

masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian

makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota

masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan

masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam

pendidikan budaya dan karakter bangsa.

4. Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus

dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai

satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan

nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga

negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah

sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan

budaya dan karakter bangsa.

Page 8: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

30

Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai

untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini14

:

Tabel 1.

Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

NILAI DESKRIPSI

1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan

ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap

pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun

dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan

dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya

dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan

agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan

orang lain yang berbeda dari dirinya.

4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan

patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-

sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan

belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan

sebaik-baiknya.

6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk

menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu

yang telah dimiliki.

7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung

pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai

sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa ingin

tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari

sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

14

Ibid., h.9-10

Page 9: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

31

10. Semangat

Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di

atas kepentingan diri dan kelompoknya.

11. Cinta Tanah

Air

Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang

menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan

penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,

lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan

politik bangsa.

12. Menghargai

Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk

menghasilkan sesuatu yang berguna bagi

masyarakat, dan mengakui, serta menghormati

keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/Ko

munikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang

berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang

lain.

14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan

orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran

dirinya.

15. Gemar

membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca

berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi

dirinya.

16. Peduli

Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah

kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki

kerusakan alam yang sudah terjadi.

17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi

bantuan pada orang lain dan masyarakat yang

Page 10: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

32

membutuhkan.

18. Tanggung

jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan

tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia

lakukan,

terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,

sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha

Esa. 15

4. Metode Pendidikan Karakter

Dalam berbagai hal, strategi sering disamakan dengan metode,

padahal antara keduanya mempunyai perbedaan. Srategi menunjuk pada

sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah

cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Dengan kata lain,

strategi adalah suatu rencana operasional untuk mencapai sesuatu;

sedangkan metode adalah jalan atau cara dalam mencapai sesuatu.16

Permen Diknas Nomor 19 tahun 2005 mengatakan bahwa proses

pembelajaran pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berprtisipasi

aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan

15

Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas, Pengembangan dan Pendidikan Budaya

dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah, (Jakarta: 2009), h.9-10.

16

Sutarjo Adisusilo, J.R., Op. Cit., h. 86.

Page 11: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

33

kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta

psikologis peserta didik.17

Dari peraturan pemerintah tersebut, tampak ada

sejumlah prinsip dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut18

:

1. Interaktif

Prinsip interaktif mengandung makna bahwa mengajar bukan

hanya sekedar menyampaikan pengetahuan dari pendidik ke peserta didik;

akan tetapi mengajar dianggap sebagai proses mengatur lingkungan yang

dapat merangsang peserta didik untuk belajar. Dengan demikian, proses

belajar adalah proses interaksi baik antara pendidik dan peserta didik,

antara sesame peserta didik, maupun peserta didik dengan lingkungannya.

2. Inspiratif

Proses pembelajaran dikatakan inspiratif jika proses pembelajarn

memungkinkan peserta didik untuk mencoba dan melakukan sesuatu.

Dalam proses pembelajarn pendidik harus membuka berbagai peluang agar

peserta didik dapat melakukan sesuatu yang terkait dengan materi

pembelajaran.

3. Menyenangkan

Proses pembelajaran harus memungkinkan seluruh potensi peserta

didik dapat dikembangkan. Hal ini hanya mungkin terjadi jika proses

17

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan, Pasal 19

18

Sutarjo Adisusilo, J.R., Op. Cit., h.87

Page 12: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

34

pembelajaran tidak menegangkan, tidak menakutkan, tetapi

menyenangkan bagi peserta didik.

4. Menantang

Proses pembelajaran haruslah membuat peserta didik tertantang

untuk mengembangkan kemampuan berpikir, kemampuan ketrampilan

aplikatif dan ketrampilan bersosial. Kemampuan tersebut dapat

ditumbuhkan dengan cara mengembangkan rasa ingin tahu dengan

kegiatan mencoba-coba, berpikir secara intuitif dan analitis.

5. Motivasi

Motivasi adalah daya dorong yang memungkinkan peserta didik

untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Motivasi ini hanya muncul

manakala peserta didik merasa membutuhkan. Terkait dengan proses

pembelajaran, pendidik amat berperan dlm menumbuhkan motivasi belajar

peserta didik, dengan menunjukkan pentingnya pengalaman dan materi

pembelajaran bagi kehidupan peserta didik di kemudian hari.19

Para pakar pendidikan nilai seperti Superka, menunjuk lima

pendekatan dan metode dalam pendidikan nilai, yaitu20

:

1. Pendekatan dan metode penanaman nilai (inculcation approach);

19

Sutarjo Adisusilo, J.R., Op. Cit., h. 87-89.

20

Sutarjo Adisusilo, J.R., Op. Cit., h.133-141

Page 13: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

35

2. Pendekatan dan metode perkembangan moral kognitif (cognitive

moral development approach);

3. Pendekatan dan metode penalaran moral (moral reasoning

approach);

4. Pendekatan dan metode pembelajaran berbuat (action learning

approach);

5. Pendekatan dan metode klarifikasi nilai (values clarification

approach).

Sementara itu, Simon, dkk. menggolongkan pendekatan pendidikan

nilai sebagai berikut :

1. Memoralisasi (memoralizing)

2. Bersikap membiarkan (laissez-fair attitude);

3. Menjadi model (modeling);

4. Teknik pendekatan klarifikasi nilai (value clarification technique

approach) yang dikenal dengan istilah VCT.

Sementara itu, Ratna Megawangi (dalam Masnur

Muslich),menguraikan bahwa perlunya menerapkan metode 4 M dalam

pendidikan Karakter, yaitu mengetahui, mencintai, menginginkan, dan

mengerjakan (knowing the good, loving the good, desiring the good, and

acting the good) kebaikan secara simultan dan berkesinambungan.Lebih

lanjut Masnur mengungkapkan bahwa metode ini menunjukkan bahwa

karakter adalah sesuatu yang dikerjakan berdasarkan kesadaran yang utuh.

Page 14: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

36

Sedangkan kesadaran utuh itu adalah sesuatu yang diketahui secara sadar,

dicintai, dan diinginkan. Dari kesadaran utuh ini barulah tindakan dapat

dihasilkan secara utuh.21

1. Pendekatan dan Metode Penanaman Nilai

Pendekatan penanaman nilai adalah suatu pendekatan yang

memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai dalam diri peserta didik.

Menurut Superka, tujuan pendidikan nilai adalah :

a. Diterimanya nilai masyarakat tertentu oleh peserta didik;

b. Berubahnya nilai-nilai peserta didik yang tidak sesuai dengan nilai-

nilai masyarakat yang diinginkan.

Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran menurut

pendekatan ini antara lain: keteladanan (modeling), simulasi, permainan

peran, dan lain-lain.

2. Pendekatan dan Metode Perkembangan Kognitif

Pendekatan ini disebut pendekatan perkembangan kognitif karena

karakteristiknya memberikan penekanan pada aspek kognitif dan pada

aspek perkembangannya. Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir

aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-

keputusan moral. Pendekatan ini mengandaikan bahwa perkembangan

moral seseorang berkembang dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat

21

Masnur Muslich, Pendidikan Karakter, Menjawab Tantangan Krisis

Multidimensional ( Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 107

Page 15: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

37

yang lebih tinggi.Pendekatan ini pertama kali dikembangkan oleh John

Dewey , lalu dikembangkan oleh Kohlberg.22

Kohlberg mengembangkan teori Dewey lebih rinci lagi melalui

berbagai percobaan yang berulang-ulang dan akhirnya dia menyimpulkan

perkembangan pengambilan keputusan moral seseorang sebagai berikut23

:

a. Tingkat orientasi hukuman dan kepatuhan (punishment and

obedience orientation). Pada tahap ini (sekitar usia 1-6 tahun)

seseorang / anak melakukan tindakan tertentu atas pertimbangan

untuk menghindari hukuman fisik dari pihak lain dan bersedia taat

pada penguasa karena rasa takut.

b. Tingkat kedua, orientasi relatif instrumental (instrumental relativist

orientation) (sekitar usia 6-9 tahun). Pada tahap ini seseorang / anak

melakukan perbuatan tertentu atas pertimbangan, apakah

tindakannya dapat memuaskan dirinya dan bila mungkin juga

memuaskan orang lain. Hubungan antra sesama atas dasar “jual-

beli”, jika “saya membuat kamu senang, kamu juga harus

membuatku gembira”.

c. Tingkat ketiga, (sekitar usia 9-12 tahun) orientasi masuk kelompok

anak baik – anak manis (interpersonal concordance or “good boy –

nice girl”). Pada tahap ini seseorang / anak melakukan perbuatan

22

Sutarjo Adisusilo.J.R. Op.Cit. h. 135

23

Ibid.,h. 136

Page 16: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

38

tertentu berdasarkan pertimbangan baik-buruk menurut masyarakat.

Dengan pendek kata, perbuatan dilakukan seseorang untuk mencari

pujian dari pihak lain.

d. Tingkat keempat (sekitar usia 12-15 tahun) orientasi pada hukum

dan ketertiban (law and order orientation). Pada tahap ini seseorang

melakukan suatu tindakan atas dasar hukum atau ketertiban

masyarakat. Pendek kata, tingkah laku / perbuatan didasarkan pada

hukum yang berlaku, dalam hal ini ada bahaya seseorang bertingkah

laku legalistik.

e. Tingkat kelima (sekitar usia 15-18 tahun) orientasi kontrak social

(social contract legalistic orientation). Pada tahap ini seseorang

berbuat sesuatu dinilai benar atau salah didasarkan pada nilai-

nilaiyan disepakati oleh masyarakat. Hokum dapat saja berubah

sesuai dengan tuntutan masyarakat, tetapi nilai-nilai yang diyakini

masyarakat lebih penting.

f. Tingkat keenam (sekitar usia 18 tahun ke atas), disebut orientasi

asas etik universal (the universal ethical principle orientation).

Pada tahap ini perbuatan seseorang dinilai benar atau salah diukur

dari cocok tidaknya dengan hati nuraninya yang didasarkan atas

nilai-nilai dasar yang sifatnya universal.

Page 17: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

39

Dalam penjelasannya Kohlberg mengatakan bahwa24

:

a. Perkembangan moral itu harus bertahap, dari tahap yang lebih

rendah ke tahap yang lebih tinggi, jadi tidak dapat meloncat dari

tahap pertama terus ketahap ketiga, dan lain-lain;

b. Secara kognitif seseorang akan tertarik pada tahap yang lebih tinggi

secara bertahap / tidak dapat melompat-lompat, maka moral dapat

dikembangkan;

c. Perkembangan moral hanya dapat terjadi bila kemantapan moral

mulai digoyang;

d. Perkembangan moral seseorang tidak dengan sendirinya dapat

berkembang, maka perlu pendidikan dan pendampingan.

3. Pendekatan dan Metode Argumentasi Moral

Pendekatan argumentasi moral memberikan penekanan pada

perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara

menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai dalam

masyarakat dan mencari alasan pembenaran secara moral.

Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini adalah25

:

24

Ibid. h. 138

25

Ibid.

Page 18: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

40

a. Membantu siswa untuk menggunakan kemampuan berpikir logis dan

penemuan ilmiah dalam menganalisis masalah-masalah moral;

b. Membantu siswa untuk menggunakan proses berpikir rasional dan

analitik, dalam menghubungkan dan merumuskan konsep tentang

nilai.

4. Pendekatan dan Metode Pembelajaran Berbuat

Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach)

memberi penekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa

untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perorangan

maupun secara bersama-sama dalam kelompok.

Tujuan pendidikan moral dengan pendekatan ini adalah26

:

a. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan

moral berdasarkan nilai-nilai mereka sendiri;

b. Mendorong siswa untuk melihat diri mereka sendiri sebagai makhluk

individu dan makhluk sosial.

Metode pembelajaran dengan pendekatan analisis nilai dan

klarifikasi nilai dapat digabung dengan pendekatan ini. Pendekatan ini

memungkinkan peserta didik sebagai warga negara dapat berbuat secara

aktif dan konstektual berdasarkan nilai-nilai yang diyakininya. Misalnya :

26

Ibid.,h. 140

Page 19: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

41

dalam proses pemilu seseorang ikut secara aktif dalam kampanye partai

politik atau calon tertentu.

5. Memoralisasi (Memoralizing)

Memoralisasi adalah model pendidikan nilai-moral secara langsung,

yaitu mengajarkan sejumlah nilai yang harus menjadi pegangan hidup

peserta didik. Pendidik mengajarkan apa saja yang dianggapnya baik

untuk dituruti dan dipraktikkan oleh peserta didik. Pendekatan ini

merupakan indoktrinasi. Di sini peserta didik “diharuskan” untuk

menerima warisan nilai-nilai hidup dari para pendidik. Cara-cara yang

lazim digunakan misalnya pemberian nasihat / wejangan dan larangan,

khotbah, pidato, dan ceramah.

6. Bersikap Membiarkan (A laissez-fair attitude)

Bersikap membiarkan adalah model pendidik nilai-moral dengan

cara membiarkan peserta didik menentukan sendiri apa yang

diinginkannya; anak dibiarkan tumbuh dan berkembang secara alamiah,

dengan “jatuh dan bangun” dari pengalamannya sendiri.

7. Menjadi Model (Modeling)

Menjadi model adalah pendidik nilai-moral yang berusaha

menampilkan dirinya sebagai model atau contoh yang hidup menurut nilai-

nilai tertentu. Pendidik sendiri menjadi contoh atau teladan dalam

penghayatan dan pengalaman nilai hidup yang ingin ditambahkannya pada

Page 20: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

42

pesrta didiknya. Peserta didik diharapkan terkesan oleh cara hidup

pendidik dan berusaha menirukannya.

8. Pendekatan Teknik Klarifikasi Nilai (Value Clarification Technique,

VCT)

VCT adalah pendekatan pendidikan nilai di mana peserta didik

dilatih untuk menemukan, memilih, menganalisis, memutuskan,

mengambil sikap sendiri nilai-nilai hidup yang ingin diperjuangkannya.

Peserta didik dibantu menjernihkan, memperjelas atau mengklarifikasi

nilai-nilai hidupnya, lewat values problem solving, diskusi, dialog, dan

presentasi. Misalnya peserta didik dibantu menyadari nilai hidup mana

yang sebaiknya diutamakan dan dilaksanakan, lewat pembahasan kasus-

kasus hidup yang saarat dengan konflik nilai atau moral.27

Tujuan pendekatan ini adalah :

a. Membantu peserta didik untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-

nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain;

b. Membantu peserta didik agar mampu berkomunikasi secara terbuka

dan jujur denga orang lain, berkaitan dengan nilai-nilai yang

diyakininya;

c. Membantu peserta didik agar mampu menggunakan akal budi dan

kesadaran emosionalnya untuk memahami perasaan, nilai-nilai dan

pola tingkah lakunya sendiri.

27

Ibid.,h. 141

Page 21: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

43

B. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)

1. Pengertian Lembaga pemasyarakatan

Menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

pemasyarakatan pengertian lembaga pemasyarakatan diatur pada pasal 1

angka 3 yaitu : “Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut lapas

adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik

Pemasyarakatan".

Sebelumnya Permasyarakatan dikenal dengan sistem kepenjaraan

atau pidana pencabutan kemerdekaan. Pencabutan kemerdekaan merupakan

jenis pidana yang memegang peran penting selama beberapa abad terakhir

ini yang lazim disebut pidana penjara. Di Indonesia sistem pemenjaraan

baru dikenal pada zaman penjajahan. Pada zaman VOC pun belum dikenal

penjara seperti sekarang, yang ada ialah rumah tahanan yang diperuntukan

bagi wanita tunasusila, pengangguran, gelandangan, pemabuk dan

sebagainya. Diberikan pula pekerjaan dan pendidikan agama. Tetapi hanya

ada di Batavia, terkenal dengan Spinhuis dan Rasphuis. 28

Pembinaan Narapidana di Indonesia secara konstitusional dikenal

sejak berlakunya Reglemen Penjara (Gesichten Reglement 1917 Nomor

708) yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai realisasi

ketentuan pidana penjara yang terkandung dalam Pasal 10 KUHP. Sistem

pemenjaraan ini sangat menekankan unsur pembalasan semata terhadap

pelaku tindak pidana agar pelaku tindak pidana jera. Kesan pembalasan

28 Andi Hamzah. Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), h.109.

Page 22: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

44

yang menjiwai peraturan kepenjaraan telihat dari ketidak jelasan arah dan

tujuan yang hendak dicapai dari penjatuhan pidana. Selain itu juga terlihat

dari adanya kewajiban narapidana untuk mengikuti pekerjaan baik didalam

maupun diluar penjara. Institusi yang digunakan pada sistem pemenjaraan

adalah rumah penjara bagi narapidana dan rumah pendidikan negara bagi

anak yang bersalah.

Pola pembinaan narapidana mengalami pembaharuan sejak dikenal

gagasan pemasyarakatan yang dikemukakan oleh Sahardjo, pada pidato

penerimaan gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang ilmu hukum dari

Universitas Indonesia tanggal 5 Juli 1963. Dalam pidatonya beliau

memberikan rumusan dari tujuan pidana penjara sebagai berikut :

a. Tujuan dari pidana penjara disamping menimbulkan rasa derita

pada terpidana karena hilangnya kemerdekaan

bergerak,membimbing terpidana bertobat, mendidik supaya ia

menjadiseorang anggota masyarakat sosialis Indonesia yang

berguna.

b. Tujuan dari pidana penjara adalah pemasyarakatan.29

Gagasan pemasyarakatan pada hakekatnya bersumber pada falsafah

pembinaan narapidana yang dikemukakan oleh Sahardjo, bahwa

”…narapidana bukanlah orang hukuman melainkan orang tersesat yang

29

Muladi. Lembaga Pidana Bersyarat, (Bandung: Alumni, 1992), h.73.

Page 23: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

45

mempunyai waktu dan kesempatan untuk bertobat. Tobat tidak dapat

dicapai dengan penyiksaan melainkan melalui bimbingan.”30

Dari gagasan pemasyarakatan tersebut, sejak tahun 1964

pembinaan terhadap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan

mengalami perubahan secara mendasar, yaitu dari sistem pemenjaraan

menjadi sistem pemasyarakatan. Pengertian Sistem Pemasyarakatan

menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 adalah

tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan

berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina,

yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan

Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak

mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan

masyarakat dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik

dan bertanggung jawab.

Selain perubahan sistem, perubahan yang terjadi juga mencakup

perubahan institusi yang digunakan dalam pembinaan Narapidana dan Anak

Didik Pemasyarakatan. Berdasarkan surat Instruksi Kepala Direktorat

Pemasyarakatan Nomor J.H.G 8/506/ tanggal 17 Juni 1964, Rumah Penjara

dan Rumah Pendidikan Negara berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan.

Dengan adanya sistem pemasyarakatan, tujuan pidana penjara tidak hanya

lagi sekedar penjeraan tetapi juga merupakan usaha rehabilitasi dan

30

Petrus Irawan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir. Lembaga Pemasyarakatan

dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1995), h.38.

Page 24: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

46

resosialisasi Warga Binaan Pemasyarakatan. Warga Binaan Pemasyarakatan

diayomi melalui pembinaan, bimbingan dan diberi keterampilan sebagai

bekal hidup agar dapat menjadi warga yang berguna dalam masyarakat.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa lembaga pemasyarakatan

merupakan tempat bagi orang yang dihukum untuk dibina selama menjalani

masa hukumannya.

2. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan bahwa : Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam

rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia

seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi

tindak pidana sehingga dapat diterima oleh lingkungan masyarakat, dapat

aktif berperan dalam pembangunan, dapat hidup secara wajar sebagai warga

negara yang baik dan bertanggung jawab.

Selanjutnya dalam pasal 3 disebutkan bahwa Sistem

pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan Pemasyrakatan agar

dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan

kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

C. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)

Sesuai UU No.12 Tahun 1995, pasal 1 angka ke 7 bahwa

narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di

Lembaga Pemasyarakatan. Walaupun terpidana kehilangan kemerdekaannya,

Page 25: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

47

tapi ada hak-hak narapidana yang tetap dilindungi dalam sistem

pemasyarakatan Indonesia.

Dr.Sahardjo dalam pidato penganugerahan gelar doctor honoris

causa dalam ilmu hukum, pada tahun 1963 oleh universitas Indonesia, telah

menggunakan istilah nara-pidana bagi mereka yang telah dijatuhi pidana

”kehilangan kemerdekaan”.

Menurut Drs. Ac Sanoesi HAS istilah nara-pidana adalah sebagai

pengganti istilah orang hukuman atau orang yang terkena hukuman.31

dengan

kata lain istilah narapidana adalah untuk mereka yang telah divonis hakim

dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik

Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan. (Pasal 1 ayat 5 UU No. 12

Tahun 1985 tentang pemasyarakatan). Para warga binaan harus dididik,

diasuh dibimbing dan diarahkan pada tujuan yang bermanfaat baik untuk diri

sendiri dan keluarganya maupun bagi masyarakat setelah pada waktunya

dapat kembali kemasyarakat. Adapun warga binaan pemasyarakatan yaitu

terdiri atas :

1. Narapidana

2. Orang-orang yang ditahan untuk sementara

3. Orang-orang yang disandera

31

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Penerbit Alumni, Bandung, 1986, hal 27.

Page 26: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

48

4. Orang-orang lain yang dimasukkan dengan perintah

walaupun tidak menjalani pidana

Dari kriteria warga binaan pemasyarakatan tersebut maka terhadap

warga binaan khususnya dilakukan penggolongan dalam beberapa kelas

yang menurut pasal 50 Reglement penjara, bahwa orang hukuman tersebut

dapat dibagi dengan 4 kelas yaitu:

a. Kelas I ialah narapidana yang telah dijatuhi pidana penjara seumur

hidup, mereka yang telah dijatuhi pidana sementara, akan tetapi sulit

untuk dapat dikuasai atas sifat-sifatnya yang bukan hanya bagi

pegawai penjara.

b. Kelas II ialah narapidana yang dihukum penjara sementara yang

lebih dari tiga bulan penjara yakni apalagi narapidana yang

dipandang tidak perlu untuk dimasukkan ke dalam golongan kelas I

c. Kelas III ialah narapidana yang semula termasuk golongan kelas II

yang karena selama 6 (enam) bulan berturut-turut telah menunjukkan

kelakuan yang baik, hingga perlu dipidanakan kegolongan kelas III.

d. Kelas IV ialah narapidana yang telah dijatuhi pidana penjara kurang

dari tiga bulan, mereka ini tidak boleh ditempatkan dalam satu

bangunan yang sama dimana lain-lain warga binaan telah

ditempatkan seperti tersebut diatas.

Selain itu macam-macam warga binaan pemasyarakatan menurut

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 diatur pada pasal 1 point ke 5, yaitu

:“Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik

Page 27: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

49

Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan”. Penggolongan warga binaan

yang diatur di dalam pasal 1 angka 5 tersebut dibagi lagi dalam beberpa

golongan warga binaan pemasyarakatan, yaitu :

1. Narapidana

a. Narapidana Laki-laki

b. Narapidana Wanita

2. Anak didik pemasyarakatan

a. Anak Pidana anak yang berdasarkan putusan pengadilan

menjalani pidana di Lapas Anak paling lama sampai berumur

18 (delapan belas) tahun

b. Anak negara anak yang berdasarkan putusan pengadilan

diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di

Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)

tahun

c. Anak sipil anak yang atas permintaan orang tua atau walinya

memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di lapas

Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

3. Klien pemasyarakatan

a. Terpidana bersyarat

b. Narapidana, Anak Pidana, dan Anak Negara yang

mendapatkanpembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas

c. Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaannya

diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial

Page 28: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

50

d. Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau pejabat di

lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk,

bimbingannya diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial

e. Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan,

bimbingannyadikembalikan kepada orang tua atau walinya.

Narapidana berhak32

:

a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;

b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;

c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;

e. menyampaikan keluhan;

f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa

lainnya yang tidak dilarang;

g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang

tertentu lainnya;

i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

j. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi

keluarga;

k. mendapatkan pembebasan bersyarat;

l. mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

32 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 12 tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan

Page 29: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

51

m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan

Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, warga binaan

pemasyarakatan berhak mendapatkan pembinaan kepribadian dan

kemandirian. Pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian

sebagaimana dimaksud diatas meliputi hal-hal yang berkaitan dengan33

:

a. ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. kesadaran berbangsa dan bernegara;

c. intelektual;

d. sikap dan perilaku;

e. kesehatan jasmani dan rohani;

f. kesadaran hukum;

g. reintegrasi sehat dengan masyarakat;

h. keterampilan kerja; dan

i. latihan kerja dan produksi.

33

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

Page 30: BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN ...repository.iainpekalongan.ac.id/771/7/11.BAB II.pdf · 3 Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, ...

52

Sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas34

:

a) Pengayoman;

b) persamaan perlakuan dan pelayanan;

c) pendidikan;

d) pembimbingan;

e) penghormatan harkat dan martabat manusia;

f) kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; dan

g) terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan

orang-orang tertentu.

34

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan, pasal.5