BAB II PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA A....
Transcript of BAB II PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA A....
BAB II
PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA
A. Tanggung Jawab keluarga terhadap Pendidikan anak
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah kelompok orang yang terdiri dari ayah, ibu dan
anak-anak atau suami, isteri dan anak-anaknya.1
Pengertian keluarga menurut undang-undang nomor 10 tahun 1992
pasal 1 ayat 10 menjelaskan bahwa:”keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat” yang terdiri dari suami isteri dan anak.2
Menurut Jalaluddin Rahmad, keluarga adalah dua orang atau lebih
yang tinggal bersama dan terikat karena darah, perkawinan dan adopsi.3
Dalam memberikan pengertian tentang keluarga, Muhaimin dan Abdul
Mujib mengungkapkan bahwa dalam Islam keluarga dikenal dengan istilah
usrah, nasl, dan nasb. Keluarga dapat diperoleh melalui keturunan (anak
cucu), perkawinan (suami isteri), persusuan dan pemerdekaan.4
Menurut Elisabeth B Hurlock, bahwa keluarga adalah: “The familiy
is the most important part of the child’social net work people, thing and
life in general”5 artinya keluarga merupakan bagian terpenting untuk anak
dalam hubungan sosial masyarakat, segala sesuatu dalam kehidupan pada
umumnya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga
adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu atau
1 Lubis Salam, Menuju Keluarga Sakinah, (Surabaya: Terbit Terang, t.th.), hlm. 7. 2 Suratman Efendi, dkk., Fungsi Keluarga dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya
Manusia, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995), hlm. 34. 3 Jalaluddin Rahmat, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1999), Cet. 10, hlm. 120-121. 4 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Triganda karya,
1993), hlm. 298. 5 Elisabeth B. Hurlock, Child Development, (Mengrow Hill, international student Edition,
1978), hlm. 494.
17
suami, isteri dan anak karena adanya ikatan darah atau perkawinan dan
adopsi.
2. Fungsi Keluarga
Keluarga adalah pokok pertama yang mempengaruhi pendidikan
seseorang. Lembaga keluarga adalah lembaga yang kuat berdiri di seluruh
penjuru dunia sejak zaman purba merupakan tempat manusia mula-mula di
gembleng untuk mengarungi hidupnya.
Sekurang-kurangnya ada tujuh fungsi keluarga, yang bila dilihat
dari segi pendidikan akan sangat menentukan kehidupan seseorang.
1 Fungsi ekonomis: setiap keluarga diharapkan mampu berfungsi
meningkatkan keterampilan dalam usaha ekonomi produktif,
sehingga tercapainya upaya penigkatan pendapatan keluarga guna
memenuhu kebutuhan keluarga.6
2 Fungsi sosial: keluarga memberikan prestise dan status kepada
anggota-anggotanya
3 Fungsi edukatif: memberikan pendidikan kepada anak-anak dan juga
remaja
4 Fungsi protektif: keluarga melindungi anggota-anggotanya dari
ancaman fisik, ekonomi, dan psiko-sosial
5 Fungsi religius: keluarga memberikan pengalaman keagamaan
kepada anggota-anggotanya
6 Fungsi rekreatif: keluarga merupakan fungsi rekreasi bagi anggota
anggotanya.
7 Fungsi afektif: keluarga memberikan kasih sayang dan melahirkan
keturunan.7
6 Suratman Efendi, op. cit., hlm. 40. 7 Jalaluddin Rahmat, op. cit., hlm. 121.
18
Dalam buku yang berjudul tentang Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah
dijelaskan bahwa fungsi keluarga terdiri dari:
1. Pengalaman pertama masa kanak-kanak
2. Menjamin kehidupan emosional anak
3. Menanamkan dasar pendidikan moral anak
4. Memberikan dasar pendidikan kesosialan.8
3. Tanggung Jawab Keluarga terhadap Pendidikan Anak
Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya
mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih
sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun
sosial budaya yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk
mempersiapkan anak menjadi pribadi dan menjadi anggota masyarakat
yang sehat.9
Di lingkungan keluarga orang tua memikul tanggung jawab
terhadap pendidikan pada anaknya, hal ini di sebabkan karena secara alami
anak pada masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ibu dan
ayahnya. Orang tua selalu berusaha mengenalkan kepada anak tentang
segala hal yang mereka ingin beritahukan kepada anak. Anak biasanya
bertanya kepada orang tuanya “apa ini”, dan “apa itu”, lalu orang tua
memberi tahu bahwa ini adalah kopyah bapak dan ini adalah mekena ibu
untuk salat, begitu seterusnya mulai dari hal yang baik hingga hal buruk,
mulai dari hal yang kongkrit sampai hal yang abstrak.10
Jadi secara implisit orang tua bertanggung jawab terhadap
pendidikan anaknya di karenakan dua hal, yaitu orang tua di taqdirkan
untuk menjadi orang tua bagi anaknya (kodrati),dan orang tua
berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya.11
8 Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Akasara,
1992), hlm 75 dan 76 9 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), hlm. 37. 10 Herry Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacaan Ilmu, 1999) , hlm. 87 11 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, op. cit., hlm. 32.
19
Dalam melaksanakan pendidikan agama bagi anak, orang tua
merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Dikatakan
pendidik pertama dikarenakan orang tua adalah orang yang pertama
mendidik anaknya, dan pendidik utama di karenakan orang tua mempunyai
pengaruh yang besar bagi perkembangan anaknya.
Orang tua sebagai pendidik utama dan pertama bagi anaknya
hendaklah mampu menanamkan nilai-nilai agama dengan menggunakan
metode yang sesuai dengan usia dan kemampuan anak agar tujuan yang
diharapkan orang tua yakni memiliki anak yang berkepribadian baik,
beriman dan bertaqwa dapat tercapai, karena keluarga merupakan fondasi
bagi pembentukan jiwa keagamaan bagi anak-anaknya dan dari situlah
anak menjadikan segala perilaku orang tua dan didikannya sebagai
identifikasi.
Orang tua sebagai pendidik, apabila mereka berpendidikan tinggi,
maka akan sangat berpengaruh baik terhadap mutu pendidikan yang
diberikan kepada anaknya, dan pada gilirannya maka akan semakin baik
pula derajat masyarakatnya.12 Pendidikan seorang ibu terhadap anaknya
merupakan pendidikan dasar yang tidak bisa diabaikan, karena pada
kebanyakan keluarga ibulah yang selalu mendampingi anaknya. Ia
memberikan makan, minum, memperhatikan dan selalu bergaul dengan
anaknya. Sesuai dengan fungsi serta tanggung jawab sebagai anggota
keluarga, bahwa peranan ibu dalam pendidikan anak antara lain:
Sumber pemberi kasih sayang
Pengasuh dan pemelihara.
Tempat mencurahkan isi hati
Pengatur kehidupan dalam rumah tangga
Pembimbing pada anak-anaknya.
12 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosda
karya, 2000), hlm. 138
20
Adapun tanggung jawab orang tua terhadap anaknya sekurang-
kurangnya meliputi:
Memelihara dan membesarakan anak
Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmani maupun rohani dari
gangguan penyakit dan penyelewengan
Memberikan pengajaran sehingga anak mempunyai pengetahuan yang
cakap
Membahagiakan anak baik dunia maupun akhirat.13
Diantara cara praktis yang patut digunakan oleh keluarga untuk
menanamkan semangat keagamaan pada diri anak antara lain:
1. Memberi tauladan yang baik tentang beriman kepada Allah SWT dan
berpegang teguh kepada ajaran-ajaran agama Islam
2. Membiasakan mereka menunaikan syiar-syiar Islam semenjak kecil
sehingga menjadi kebiasaan dan dilakukan atas kesadaran dan
kemauannya sendiri
3. Meyiapkan suasana keluarga yang Islami
4. Membimbing mereka membaca bacaan-bacaan agama Islam yang
berguna
5. Menyuruh anak mengikuti aktifitas-aktifitas keagamaan.14
Memang tidak sepenuhnya kepribadian anak dipengaruhi oleh
lingkungan keluarga, bisa juga kepribadian anak dipengaruhi oleh dari luar
lingkungan keluarga. Namun pendidikan yang ditanamkan orang tua tetap
membawa dasar yang paling dalam bagi pendidikannya. Hal ini
menunjukkan bahwa tanggung jawab yang dipikul oarng tua terhadap
pendidikan anaknya memerlukan pemikiran dan perahtian yang besar.15
13 Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta Bumi Aksara, 2000), cet. 4, hlm. 38. 14 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung, Al –
Maarif, t. th), hlm 351 15 Herry Noer Aly, op. cit, hlm. 88
21
4. Identifikasi Anak Usia 6-12 Tahun
Anak usia 6-12 tahun (masa usia sekolah dasar) sering disebut
sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada umur
berapa tepatnya anak matang untuk masuk sekolah dasar, sebenarnya sukar
dikatakan karena kematangan tidak ditentukan oleh umur semata-mata.
Namun pada umur 6 atau 7 tahun, biasanya anak telah matang untuk
memasuki sekolah dasar. Pada masa keserasian sekolah ini secara relatif
anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya.
Karakteristik anak usia 6-12 tahun dapat dibagi menjadi dua;
� Karakteristik Anak Usia 6-9 Tahun
1.) Perkembangan otot-otot halusnya sudah terjadi, sehingga anak
sudah mampu melakukan gerak ruku’ dan sujud secara mantap.
2.) Kecerdasan pikiran anak sudah berkembang, anak suka
mendengar cerita, kisah atau dongeng yang diceritakan orang
tuanya. Anak suka pergi ke masjid bersama orang tuanya.
3.) Kecenderungan untuk bergaul dengan teman sebaya sangat besar.
Anak ingin melakukan apa yang dilakukan oleh temannya.
4.) Anak sensitif terhadap perlakuan keras dari orang tua.
5.) Keberagamaan sungguh-sungguh namun belum dengan
pemikirannya.16
6.) Anak suka meniru atau mencontoh perilaku orang yang lebih
dewasa.17
� Karakteristik Anak Usia 9-12 Tahun
1.) Rasa ingin tahu dan ingin belajar sangat tinggi.18
16 Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung: Remaja Rosdakarya
Offset, 1996), hlm. 100-109. 17 Ahmad Subino Hadi Subrata,, Keluarga Muslim Masyarakat Modern, (Bandung:
Remaja Rosdakarya Offset, 1994), hlm. 73. 18 Syamsu Yusuf, op. cit., hlm. 25.
22
2.) Kecerdasan pikirannya masih berjalan cepat, sehingga kemampuan
memahami hal-hal yang abstrak semakin meningkat.
3.) Anak telah mampu menghubungkan agama dan masyarakat.
Misalnya mereka tahu bahwa masjid adalah milik orang Islam,
gereja milik orang kristen dan lain sebagainya.
4.) Perkembangan keimanan semakin bersungguh-sungguh. Harapan,
angan-angan, kasih sayang, dan perkenaan dengan Allah terhadap
do’a semakin keras dan juga semakin bersungguh-sungguh.19
5.) Anak mulai kritis terhadap kesalahan-kesalaahn yang dilakukan
orang lain
6.) Anak mulai memperhatikan diri sendiri20
7.) Anak suka memperlihatkan sikap tidak bersahabat dengan
lingkungan. Mereka cenderung berlaku kurang ajar, suka menggu
serta menyakiti
8.) Anak memiliki kemampuan kemampuan bacaan salat, karena
perkembangan intelektualnya sudah memungkinkan itu.21
Dari karakteristik anak usia 6-12 tahun yang telah di sebutkan diatas
secara singkat, maka dapatlah orang tua menentukan sikap dalam
mendidik anak-anaknya. Ada beberapa pedoman umum yang dapat diikuti
oleh orang tua dalam mendidik anaknya, antara lain:
Orang tua hendaknya membantu anak-anak dalam memecahakan
masalahnya. Misal, menjawab peratanyaan anak tentang dunia dan
lingkungannya.
Orang tua dalam mendidik anaknya hendaknya jangan memaksa tetapi
menganjurkan.
19 Ahmad Tafsir, op. cit., hlm. 105, 106 dan 110. 20 Kartini Kartono, Peran Keluarga Memandu Anak, (Jakarta; Raja wali Pers. t.th), hlm
44 21 Imron Hasan, Pedoman Mendidik Anak Menjadi Salih dan Salihah, (Yogyakarta;
Bintang Cemerlang, 2001), hlm. 130
23
Mengarahkan anak pada hal yang positif.
Memberikan jawaban pada pertanyaan anak dengan jujur.
Memberikan kebebasan pada anak untuk selalu bertanya.
Menciptakan suasana rumah yang enak. Contoh, tenteram, rukun,
gembira, dan aman.22
5. Masalah Ibu yang Bekerja di Luar Rumah
Realitas sosial dewasa ini memperlihatkan dengan jelas betapa
kecenderungan manusia pada aktifitas kerja ekonomis makin terasa makin
menjadi kuat dan keras. Pergulatan manusia untuk mendapatkan
kebutuhan hidup dan untuk sebagian orang mencari kesenangan
materialistis-konsumtif telah melanda hampir semua orang, baik laki-laki
maupun perempuan. Fenomena ini semakin nyata dalam era industrial
sekarang ini. Bahkan realitas sosial juga memperlihatkan bahwa perburuan
manusia mencari kesenangan ekonomi dan “sesuap nasi”oleh kaum
perempuan, baik yang masih lajang maupun yang sudah berkeluarga
semakin meningkat dari waktu kewaktu. Tak pelak lagi bahwa kaum
perempuan yang disebut terakhir ini pada gilirannya harus melakukan
kerja ganda.
Bila dulu wanita dikenal hanya sebagai ibu rumah tangga saja,
yang bertanggung jawab untuk menyediakan makanan, membersihkan
rumah, mencuci pakaian dan menjaga anak, namun pendidikan dan status
ekonomi menyebabkan banyaknya wanita Indonesia yang memiliki profesi
yang terampil.23 Contohnya profesi wanita sebagai guru, dokter, astronot,
menteri, tukang batu, pekerja pabrik dan lain sebagainya.
Keluarga mempunyai beberapa fungsi, di antaranya adalah fungsi
ekonomi. Dalam fungsi ekonomi ini keluarga harus dapat memenuhi
kebutuhan anak yang bersifat materi baik kebutuhan sehari-hari, biaya
22 Kartini Kartono, op. cit, hlm. 47 dan 48 23 Kathleen H. Liwijaya Kuntaraf, Komunikasi Keluarga Kunci Kebahagiaan Anda,
(Indonesia: Publishing House Offset, 1999), hlm. 229.
24
pendidikan dan lain sebagainya. Dalam era globalisasi ini kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi semakin meningkat, biaya hidup dan
pendidikan semakin mahal, gaya hidup yang serba modern, banyaknya
PHK, pendapatan yang pas-pasan. Hal ini tentunya menuntut seorang istri
untuk membantu suami dalam mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan
keluarga. Bekerja dalam Islam orientasinya adalah masa depan yang
mempunyai arti bukan hanya sesaat atau satu masa saja. Keberhasilan
bekerja dalam Islam diajarkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan
pribadi saja melainkan untuk memenuhi kepentingan sesama manusia di
samping untuk keperluan agama. Oleh karena itu bekerja jangan dijadikan
alasan untuk tidak mendidik anaknya.
Dari gejala tersebut di atas menyebabkan para ibu mempunyai
peran ganda yang lebih berat, sehingga waktu untuk anak-anaknya menjadi
berkurang. Betapapun orang harus mengikuti perubahan yang berlangsung
pada zamannya. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana menyesuaikan
diri dengan perubahan dan tuntutan zaman untuk mencari pola mengasuh
anak yang sesuai dengan kondisi itu.
Para ibu yang bekerja, yang terpenting adalah pembagian waktu
antara pekerjaan dan perhatian pada anak. Kalau waktu digunakan untuk
anak-anak seoptimal mungkin dengan mengikuti langkah-langkah yang
dianjurkan, maka hal itu akan sangat mengurangi persoalan-persoalan
yang timbul.24
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh seorang ibu yang
bekerja di luar rumah untuk mengurangi bebannya, antara lain;
Delegasikan pekerjaan yang dapat didelegasikan pada orang lain
Bekerja di luar rumah, hanya bila anak-anak sudah sekolah
Dapatkan penjaga anak yang baik
24 Alex Sobur, komunikasi orang Tua dan Anak, (Bandung: Angkasa, t.th) hlm. 88.
25
Supervisi penjagaan dari orang tua tetap ada.25
Kalau ibu bekerja berarti harus meninggalkan anak untuk beberapa
saat. Tetapi ada manfaat yang dapat diperoleh dari ketidakhadiran tokoh
ibu dalam keluarga. Diantaranya, menciptakan kesempatan bagi anak
untuk menyadari betapa penting artinya kehadiran ibu di rumah.26
Menurut psikolog Sinto Adelar, sisi positif meninggalkan anak
adalah anak menjadi cepat mandiri dibanding dengan anak-anak yang terus
menerus dibantu. Anak-anak yang biasa ditinggal orang tua menjadi
terbiasa memenuhi kebutuhannya sendiri dan belajar mencari kesibukan
sendiri. Ditambah lagi mereka terbiasa memegang tanggung jawab.27
Ada beberapa kemungkinan juga yang terjadi pada anak yang
ditinggalkan oleh ibunya yang bekerja di luar rumah yaitu : Anak
kehilangan peran dan fungsi ibu sehingga proses tumbuh kembangnya
kehilangan haknya untuk dibina, dibimbing, diberikan kasih sayang,
perhatian dan sebagainya.28 Anak-anak yang kurang mendapat perhatian
dan kasih sayang dari orang tua itu selalu merasa tidak aman dan merasa
kehilangan tempat berpijak atau tempat berlindung, mereka merasa sangat
sengsara di hati, sedih, malu dan seribu satu penderitaan batin lainnya. Di
kemudian hari mereka akan mengembangkan reaksi kompensatoris
berbentuk dendam dan sikap bermusuhan terhadap dunia luar. Anak-anak
mulai “menghilang” dari rumah, lebih suka bergentayangan di luar
keluarga sendiri dan mencari keseimbangan hidup yang imajiner di
tempat-tempat lain sehingga pola hidupnya menjadi tidak hygienis.29
25 Kathleen H. Liwijaya, op. cit., hlm. 235. 26 Alex Sobur, op. cit., hlm. 91. 27 Sintha Ratnawati,Kumpulan Artikel Kompas, Keluarga Kunci Sukses Anak.,
(Jakarta:Kompas, 2000), hlm. 32. 28 Dadang Hawari, Al-Qur’an dan Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: PT.
Dana Bhakti Prima Jaya, t.th), hlm. 172. 29 Kartini kartono, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam, (Bandung:
Mandar Maju, 1989), hlm. 169.
26
Ibu yang bekerja di luar rumah juga akan berakibat terjadinya
perubahan pola peran tradisional kepada pola peran non tradisional yakni
dulu suami sibuk bekerja di luar rumah dan istri di rumah mengurusi
keluarga dan mengasuh anak, akan tetapi sekarang seorang ayah sibuk di
rumah mengurusi kebutuhan rumah tangga dan mengasuh anaknya, atau
justru sebaliknya kedua orang tua sibuk bekerja di luar rumah.30
Bekerja dalam arti mencari nafkah merupakan kewajiban bagi
orang tua, khususnya bapak untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang
menjadi tanggung jawabnya. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an
surat al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi ;
وعلى المولود له رزقهن وكسوتهن بالمعروف ال تكلف نفس إال وسعها )٢٣٣:البقرة(
“Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani menurut kadar kemampuannya.”31 Dari penjelasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa yang
berkewajiban untuk mencari nafkah atau kebutuhan keluarga adalah ayah
atau suami. Sedang ibu tidak berkewajiban untuk mencari rezeki.
B. Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga
1.Pengertian Pendidikan Agama Islam
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu
pada term al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari ketiga terminologi
tersebut yang populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam adalah
term al-tarbiyah.32
30 Save M. Dagun, Psikologi Keluarga, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), hlm. 139. 31 Departeman Agama Republik Indonesia, Alqur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT Al-
Waah, 1989), hlm. 57. 32 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 74.
27
Al-tarbiyah dalam bahasa arab berasal dari kata dasar rabba,
yarubbu, robban, yang mempunyai arti mengasuh atau memimpin.33
Dalam kamus bahasa indonesia disebutkan bahwa pendidikan
adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
latihan34. Pendidikan dapat juga diartikan bahwa Education is a process or
an activity wich is directed at producing desirable changes in the behavior
of human beings.35 artinya pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan
mengarahkan untuk menghasilkan suatu perubahan dalam tingkah laku
manusia.
Menurut Ngalim purwanto, pendidika adalah segala usaha orang
dewasa dalam pergaulan dengan anak–anak untuk memimpin
perkembangan jasmani dan rohani kearah kedewasaan.36
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa dalam rangka
memimpin atau mengasuh anak untuk mengubah sikap dan tingkah laku
anak yang lebih baik, supaya jasmani dan rohani dapat berkembang
sebagai mana mestinya dengan melalui pembiasaan.
Pengertian Pendidikan Agama Islam menurut Ditbinpaisun adalah
suatu bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah
selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung dalam Islam
secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuannya dan
pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan ajaran agama Islam
sebagai pandangan hidupnya.37
33 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: tp., t.th), hlm. 136. 34 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), Cet. 2, hlm. 263. 35 Mc. Donald, Education Psycolog, (Japan: Asian Text Edition, 1959), hlm. 4. 36 Ngalim Purwanto, op. cit, hlm.11 37 Zakiah Darajat, op. cit, hlm. 88.
28
Menurut Ahmad Tafsir, pendidikan Islam adalah bimbingan yang
diberikan oleh seseorang kepada seseorang atau kelompok orang agar ia
berkembang secara optimal sesuai dengan ajaran Islam.38
Dari hasil rumusan seminar pendidikan Islam se-indonesia tahun
1960 yang dikutuip oleh Muzayyin Arifin dalam bukunya yang berjudul
Filsafat Pendidikan Islam dijelaskan bahwa pendidikan agama adalah
bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam
dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan
mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.39
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan
Agama Islam adalah suatu usaha secara sadar dilakukan orang dewasa
untuk membimbing anak agar mereka dapat berkembang secara optimal
sesuai ajaran Islam yaitu menjadi orang yang bertaqwa melalui pengajaran
dan latihan.
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
1). Dasar Pendidikan Agama Islam Dasar pendidikan agama merupakan landasan dan pedoman dalam
melaksanakan pendidikan agama pada anak-anak atau peserta didik.
Ada beberapa dasar dalam melaksanakan pendidikan agama, antara
lain;
a. Dasar Yuridis (Hukum)
Dasar yuridis adalah dasar pelaksanaan pendidikan agama
yang berasal dari peraturan perundang-undangan di Indonesia yang
secara langsung dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan
pendidikan.
a) Dasar Ideal
38 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1994), Cet. 2, hlm. 32. 39 Muzayyin Arifin, op. cit., hlm.15.
29
Dasar ideal yaitu falsafah negara (pancasila), yang terdapat
pada sila pertama berbunyi: “Ketuhanan Yang Maha Esa”,
memberi pengertian bahwa seluruh bangsa Indonesia harus
percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, atau harus beragama.
Maka untuk realisasinya diperlukan pemahaman sejak dini, yaitu
melalui pendidikan agama pada anak yang dilaksanakan dalam
lingkungan keluarga.
b) Dasar Struktural
Dasar pendidikan secara struktural termuat dalam Undang-
Undang Dasar 1945, Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 tentang agama,
yang berbunyi sebaagi berikut:
Ayat 1: Negara berdasarkan atas ketuhanan Yang Maha Esa.
Ayat 2: Neagra menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayannya itu.40
Untuk mewujudkan negara yang berketuhanan, maka
diperlukan pendidikan agama bagi anak-anak, karena tanpa
pendidikan tujuan itu tidak akan tercapai.
c) Dasar Operasional
Dasar operasional yang dimaksud ialah dasar yang secara
langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama di Indonesia.
Hal ini termaktup dalam Undang-Undang Dasar, Bab XIII, pasal
31 ayat 1 dan ayat 5
Ayat 1: Setiap waraga negara berhak mendapatkan pendidikan
Ayat 5: Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menjunjung tinggi nilai nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.41
40 Piagam Jakarta dan Susunan Lengkap Anggota Kabinet Gotong Royang UUD 1945
Hasil Amandeman, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm. 24.
30
UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab VI tentang Jalur Pendidikan, pasal
30 ayat 3 juga disebutkan bahwa: “Pendidikan keagamaan dapat
diselenggarakan pada jalur formal, informal, dan non formal.”42
Dari pasal di atas jelas bahwa pendidikan agama dapat
dilaksanakan dalam berbagai lingkungan yaitu linkungan keluarga (jalur
informal), lingkungan sekolah (jalur formal), dan lingkungan masyarakat
(jalur non formal).
2) Religius
Dasar yang menjadi pijakan dalam visi religius terhadap
pelaksanaan pendidikan keluarga adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul
SAW. Al-Qur’an adalah sumber kebenaran Islam yang datangnya dari
Allah SWT, sedang Sunnah Rasul sebagai pelaksaan dari hukum-
hukum Al-Qur’an yang kebenarannya tidak diragukan lagi. Dalam Q.S
an-Nahl dijelaskan bahwa:
)١٢٥: النحل ... (أدع إلى سبيل ربك باحلكمة واملوعظة احلسنة
“Serulah (manusia ) kepada jalan tuhanmu yang hikmah dan pelajaran yang baik”43
Dari ayat tersebut jelas bahwa setiap manusia harus dididik
kejalan Allah yang tidak lain adalah melalui Pendidikan Agama Islam
itu sendiri.
Secara lebih khusus pendidikan agama dalam keluarga
disebutkan dalam Al-Qur’an surat At-Tahrim ayat 6 yang berbunyi:
)٦ : التحرمي... (يآيهاالذين أمنوا قوا أنفسكم و أهليكم نارا
41 Ibid, hlm. 25. 42 Tim Redaksi Fokus Media, Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas,
(Bandung: Fokus Media, 2003), hlm. 19. 43 Departemen Republik Indonesia, Op. Cit, hlm. 421.
31
“Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka”44 (Q.S At-Tahrim: 6)
Firman Allah di atas menunjukkan betapa pentingnya masalah
pendidikan, pemeliharaan dan pembinaan umat Islam. Bahkan kalau
melihat ayat di atas Allah SWT memberikan tugas ganda kepada
orang yang beriman, bahwa mereka harus bisa menjaga dirinya dan
memelihara keluarganya dari siksa api neraka, yakni orang tua harus
mampu menjaga dirinya dan anak-anak mereka.
Sedang dalam hadis Rasul juga dijelaskan
حدثنا ادم حدثنا ابن ايب ذئب عن الزهري عن ايب سلمة بن عبد الرمحن كل : قال النيب صلى اهللا عليه وسلم: عن أيب هريرة رضي اهللا عنه قال
مو لود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أوينصرانه أو يمجسانه كمثل هيمة هل تهيمة تنتج البعاءالبدى فيها ج45)رواه البخارى. (ر
Menceritakan Adam menceritakan Ibnu Abi Dzi’b dari Azzuhridari Abi Salamah bin Abdirrahman dari Abi Hurairah r.a berkata, telah bersabda Rasul SAW; “Setiap anak yang lahir dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia yahudi atau nasrani atau majusi” seperti binatang yang melahirkan binatang, apakah kamu tahu di dalamnya terdapat kotoran. (H.R Bukhari)
3) Sosial Psikologi
Dilihat dari segi mental psikologi, dalam diri manusia telah
diberi suatu kekuatan atau kemampuan rohani untuk memilih alternatif
mana yang baik dan mana yang buruk. Akan tetapi tuhan memuji
hamba-Nya yang mampu memilih yang baik. Hal ini dapat dipahami
dari firman Allah sebaagi berikut
44 Ibid., hlm. 951. 45 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 1, (Beirut Libanon: Darul Alkutub Al- Alamsyah,
t.t), hlm.421.
32
وقد . زكهاقد أفلح من . فألهمها فجورها وتقوها. ونفس وما سوها )١٠-٧: الشمس . (خاب من دسها
Dan jiwa serta penyempurnaanya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.46
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pandangan dasar
Islam tentang kemungkinan manusia untuk memperoleh kemajuan
hidupnya terletak pada kemampuan memahami Pendidikan Agama
Islam dan ikhtiariyahnya sendiri melalui pelbagai cara, dimulai dari
sejak lahir sampai meninggal dunia (long life education).
Di samping itu Para psikolog berpendapat, bahwa berdasarkan
hasil penyelidikan, mereka menyatakan bahwa dalam jiwa anak
semenjak kecil telah tumbuh perasaan agama, kemudian akan
berkembang sesuai dengan pengaruh lingkungannya.
Di antara para ahli yang mengemukakan pendapatnya adalah
Sigmun Freud yang mengemukakan pendapatnya bahwa;
Anak-anak semenjak kecilnya telah ada perasaan percaya kepada zat yang Maha Kuasa. Bahkan pada tahun-tahun pertama dalam hidupnya, anak-anak mempunyai anggapan, bahwa orang itu sebagai tuhannya. Karena menurut pandangan mereka orang tua itu sebagai sumber keadilan, sumber kasih sayang, tempat mereka bergantung dan tempat mereka meminta segala keinginannya. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, anak semakin sadar bahwa orang tuanya memiliki kelemahan dan kesalahan.47 Hal ini adalah sangat berbeda dengan apa yang telah mereka
gambarkan semula, maka timbullah keragu-raguan dalam jiwanya. Di
sinilah pentingnya orang tua memberikan kesadaran kepada anak,
46 Departemen Republik Indonesia, op. cit., hlm. 1064. 47 Abdul Ghofir, dkk., Metode Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Graha Nasional,
t.th), hlm. 32.
33
bahwa orang itu adalah manusia biasa yang dapat berbuat salah,
sedang Yang Maha Kuasa tidak akan berbuat salah itu hanyalah Allah.
Dengan demikian rasa percaya pada anak-anak akan dapat
berkembang dengan benar.
b. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan Pendidikan Agama Islam merupakan sasaran utama yang
dijadikan titik tolak dalam pelaksanaan pendidikan agama. Bila
pendidikan dipandang sebagai suatu proses, maka proses tersebut akan
berakhir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan.
Menurut al-Ghazali tujuan pendidikan agama adalah
menyiapkan anak-anak supaya di waktu dewasa kelak mereka cakap
melakukan pekerjaan dunia dan amalan akhirat, sehingga terciptanya
kebahagiaan bersama dunia akhirat.48
Sedang dalam buku kapita selekta pendidikan Islam karya
Chabib Thoha, dijelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
sebagai berikut :
Menumbuhkan sikap dan jiwa yang selalu beribadah kepada Allah
SWT
Menumbuhkan dan mengembangkan ketaqwaan kepada Allah
SWT
Membina dan memupuk akhlaqul karimah
Menciptakan pemimpin-pemimpin bangsa yang selalu amal ma’ruf
nahi mungkar.49
Dalam buku Metodik Khusus Pendidikan Agaam dijelaskan, bahwa
tujuan pendidikan agama Islam untuk anak usia Sekolah Dasar antara
lain:
48 Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
hlm. 48. 49 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),
hlm. 101-103.
34
Menumbuhkan sikap dan jiwa yang agamis
Menanamkan perasaan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya
Menanamkan ajaran Islam yang bersifat global, seperti rukun Islam
dan lain-lainnya
Membiasakan anak berakhlak mulia dan melatih dan melatih anak-
anak untuk mempraktekkan ibadah yang bersifat praktis, seperti
shalat, puasa dan lain-lainnya
Membiasakan tauladan yang baik50
Pendidikan agama bagi anak usia 6-12 tahun bertujuan
membentuk kepribadian yang di dalamnya terjalin nilai-nilai keimanan,
yang selanjutnya menjadi pengarah dan pengendali bagi perilakunya,
serta selalu dapat mengadakan pilihan terbaik (sesuai dengan ketentuan
Allah) dalam hidupnya.51
3. Materi Pendidikan Agama Islam
Dalam rangka membentuk anak yang saleh dan salehah yakni anak
yang menjalin hubungan baik dengan Allah SWT dan dengan sesama
manusia, maka pokok-pokok pendidikan yang harus diberikan tiada lain
adalah ajaran Islam itu sendiri.
Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan informal, tidak ada
kurikulum yang dijadikan pegangan. Orang tua tidak banyak mengetahui
masalah pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu untuk mencari dan
merumuskan bahan atau materi yang harus dididikkan kepada anak usia 6-
12 tahun oleh orang tua di rumah amatlah sulit.52
Menurut para ulama ajaran Islam secara garis besar dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak. Maka pokok-pokok
50 Abdul Ghafir, Op. Cid, hlm 47. 51 Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga., (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1996),hlm. 112. 52 Ibid, hlm. 50
35
pendidikan yang harus diberikan kepada anak sedikitnya harus meliputi
pendidikan aqidah, syari’ah dan akhlak.53
1). Aqidah
Aqidah (ketauhidan) adalah keyakinan tentang satu (Esa-Nya) Tuhan
yang tidak boleh dicampuri keragu-raguan dan syakwasangka dalam hati.
Aqidah inilah yang pertama-tama mendapat prioritas dari seluruh
perjalanan dakwah para Rasul atau Nabi sejak zaman Nabi Adam AS
hingga zaman Rasulullah SAW, karena aqidah ini merupakan landasan
pokok yang kuat bagi setiap manusia dalam beribadah, beramal, dan
berperilaku serta merupakan nilai bagi ketiga hal tersebut.54 Dari aqidah
inilah akan lahir suatu keimanan bagi seseorang, dan keimanan itu
hukumnya wajib untuk diketahui, dipelajari, dan diakui oleh semua
orang, baik laki-laki maupun perempuan, walaupun hanya garis besarnya
saja.55
Materi pendidikan aqidah dewasa ini telah terkemas dalam sebuah
ilmu yang disebutkan dalam tauhid, sebuah disiplin ilmu yang
mempelajari tentang bagaimana cara mentauhidkan Allah dengan dalil-
dalil yang meyakinkan.
Sedemikian mendasarnya pendidikan aqidah bagi anak-anak,
karena pendidikan inilah anak akan mengetahui siapa Tuhannya,
bagaimana bersikap dengan Tuhannya, dan apa saja yang mereka mesti
harus diperbuat dalam hidup ini.56
Ada dua materi pokok yang terkandung dalam pendidikan aqidah
yaitu rukun iman dan rukun Islam.
53 Didi Jubaedi Ismail, Membina Rumah Tangga di Bawah Ridho Ilahi, (Bandung:
Pustaka Setia, 2002), hlm. 199. 54 Nipon Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2001), hlm. 91. 55 Didi Jubaedi Ismail, op. cit., hlm. 199. 56 Ibid., hlm. 93.
36
Rukun iman terdiri dari: iman kepada Allah, iman kepada malaikat
Allah, iman kepada kitab Allah, iman kepada Rasul Allah, iman kepada
hari Qiyamat, iman kepada Qadha dan Qadar. Kemudian rukun Islam
terdiri dari: syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji.
Kedua rukun tersebut hendaknya dikenalkan, diajarkan dan
ditanamkan oleh orang tua kepada anak-anaknya sejak dini sehingga
anak tersebut telah memiliki pondasi yang kuat dalam beribadah,
beramal, dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.57
Dari kedua rukun tersebut yakni rukun iman dan rukun Islam
materi yang harus di berikan paad anak usia mulai 7 tahun, kaitannya
dengan pendidikan aqidah harus lebih di titik beratkan pada pendidikan
shalat.58. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul Muhammad SAW:
يعين اليشكري ثنا امساعيل عن سوار ايب محزة قال -حدثنا مؤمل بن هشام وهو سوار بن داود ابو محزة املزين الصرييف عن عمر ابن شعيب : ابو داود
قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم مروا أوالدكـم : عن أبيه عن جده قال وفرقوا بينـهم بالصالة وهم أبناء سبع سنني واضرم عليها وهم أبناء عشر
.)رواه أبو داود (59.ىف املضاجع
Menceritakan Mual bin Hisyam ya’ni Asy syukri Tsana Ismail dari Suwar bin Hamzah berkata Abu Daud: Suwar bin Daud Abu Hamzah Almuzani Asyairofi dari Umar ibn Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya berkata: Rasulullah SAW bersabda: Perintahlah anak-anakmu untuk menjalankan ibadah shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun (belum menjalankan shalat), dan pisahlah di antara mereka dalam tempat tidurnya. (HR. Abu Daud).
57Ibid, hlm. 200. 58 Jalaludin, Mempersiapkan anak Shaleh, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2000),
hlm. 129 59 Abu Daud Sulaiman bin Asy-Syajtami, Sunan Abu Dawud, (Beirut: Dar al Fikr, 1990),
hlm. 119.
37
Dari uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa, orang tua
mempunyai hak kepada untuk melakukan persuasi, mengajak dan
membimbing mereka untuk melakukan shalat lima waktu. Jika anak-anak
telah terbiasa shalat sejak usia dini, maka kebiasaan tersebut akan
membawa pengaruh ketika anak telah menginjak usia dewasa.
Selain shalat, pendidikan aqidah yang perlu di titik beratkan untuk
di ajarkan pada anak usia mulai 6 tahun adalah tentang mengaji Al-
Qur’an. Sebagaimana terjadi pada para ulama’ yaitu imam Syafii hafal
Al-Qur’an ketika ia menginjak usia 7 tahun dan hafal hadis ketika berusia
10 tahun, Sahl bin Abdullah At-Taustari belajar Al-Qur’an sejak Usia
dini dan mulai menghafal Al-Qur’an ketika usia 6 tahun, Ibnu Sina ahfal
dan menekuni Al-qu’an pada usia 10 tahun.60 Dari prestasi beberapa
ulama’ tersebut dapat di jadikan salah satu contoh bagi orang tua dewasa
ini untuk mengambil hikmah guna di jadikan pelajaran bagi anak-anak
mereka, agar mempunyai semangat yang tinggi dalam mempelajari
AlQur’an.
2). Syari’ah
Syari’ah adalah peraturan yang ditetapkan oleh Allah SWT melalui para
Rasul Allah supaya makhluknya hidup berdasarkan peraturan itu,
sehingga mereka berhak memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat
dalam arti yang sebaik-baiknya dan sesempurna-sempurnanya.
Materi syari’ah menyangkut amaliah yang telah ditentukan dengan
adanya patokan-patokan, yakni beberapa perintah dan larangan Allah
SWT, baik amaliah yang berhubungan dengan Allah SWT atau dengan
manusia lainnya.61
Materi syariah secara menyeluruh terkemas dalam sebuah disiplin
ilmu yang dinamakan ilmu fiqih atau fiqih Islam. Fiqih Islam ini tidak
hanya membicarakan tentang hukum dan tata cara shalat belaka,
60 Muhammad Nur Abdul Hafid, Mendidik anak usia Dua Tahun hingga Baligh, (Yogyakarta, Darussalam, 2004), hlm. 104
61 Didi Jubaedi Ismail, op. cit., hlm. 201.
38
melainkan meliputi pula pembahasan tentang zakat, puasa, haji, tata
ekonomi Islam (muamalat), hukum waris, hukum pidana, tata
peperangan, makan, minum,dan seluruh tata pelaksanaan mentaati
perintah dan menjauhi larangan-Nya.62
Setelah anak tahu kewajiban melaksanakan shalat, maka tugas
orang tua selanjutnya adalah mengajarkan pada anak tentang syarat sah
shalat, rukun shalat, batalnya shalat dan lain seabgainya. Rasulullah
memberikan batasan usia tujuh tahun sebagai awal yang paling baik bagi
anak untuk ajarkan masalah yang berkaitan dengan shalat.63
Tata peribadatan tersebut sebagaimana termaktub dalam fiqih
Islam, hendaklah diperkenalkan sedini mungkin dan sedikit demi sedikit
dibiasakan dalam diri anak, agar kelak mereka tumbuh menjadi insan
yang bertaqwa kepada Allah SWT.
3).Akhlak
Akhlak (budi pekerti) adalah segala tingkah laku, ucapan, dan sikap
yang mempunyai nilai utama dan nilai-nilai hina atau nilai tinggi dan
nilai yang rendah. Oleh karena itu akhlak merupakan nilai atau ukuran
tersendiri bagi sikap manusia.64 Dalam ajaran Islam, akhlak tidak dapat
dipisahkan dari iman. Iman merupakan pengakuan hati dan akhlak adalah
maknawi, sedang akhlak adalah bukti keimanan dan perbuatan yang
dilakukan dengan kesadaran.65
Akhlak terbagi menjadi dua yakni;
Akhlak mahmudah (terpuji)
Akhlak mazmumah (tercela)
Dari dua akhlak tersebut, manusia dapat dibedakan mana manusia
yang memiliki akhlak mahmudah dan mana manusia yang memiliki
62 Nipan Abdul Halim, op. cit., hlm. 91. 63 Muhammad Nur Abdul Hafid, op. cit, hlm 129 64 Nipon Abdul Halim, op. cit, hlm. 201. 65 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung, remaja
Rosdakarya, 1995), hlm. 67
39
akhlak mazmumah. Dalam Islam alat ukurnya adalah Al-Qur’an dan
Hadis. Apa yang baik menurut Al-Qur’an dan Hadis, maka itulah yang
baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari.66
Di antara contoh akhlak yang diajarkan oleh Luqman kepada
anaknya adalah;
Akhlak anak terhadap ibu dan bapak
Akhlak anak terhadap orang lain
Akhlak dalam penampilan diri.
Sebagaimana tergambar dalam ayat 14, 15, 18, 19, surat Luqman.
Akhlak terhadap kedua orang tua (ibu dan bapak), dengan berbuat
baik dan berterima kasih kepada keduanya. Dan ingatlah bagaimana
susahnya ibu mengandung dan menyusui anak sampai umur dua tahun.
(Ayat 14).
Bahkan anak harus tetap hormat dan memperlakukan kedua orang
tuanya dengan baik, kendatipun mereka menyekutukan Tuhan, hanya
dilarang mengikuti ajakan mereka meninggalkan iman-tauhid. (Ayat 15)
Adapun akhlak terhadap orang lain, adalah adab sopan santun
dalam bergaul, yaitu tidak sombong dan angkuh serta berjalan sederhana
dan bersuara lemah lembut.(18-19)
Pendidikan akhlak dalam rumah tangga dilaksanakan dengan
contoh atau teladan dari orang tua. Contoh yang terdapat dalam perilaku
dan sopan santun dalam pergaulan antara ibu dan bapak, perlakuan
terhadap anak-anak mereka, dan perlakuan orang tua terhadap orang lain
di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.67
Peran dan tanggung jawab kedua orang tua dalam mengenalkan,
mengajarkan dan menanamkan pendidikan akhlak terhadap anak-
66 Didi Jubaedi Ismail, loc. cit. 67 Subino Hadi Subrata, (eds), Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern, (Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya, 1994), hlm. 62.
40
anaknya sangat penting, karena anak umur 6-12 tahun sudah mengetahui
dan memahami mana perbuatan yang tercela sehingga memiliki fondasi
yang sangat kuat akan sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari
bila ia dewasa nanti.
Dari ketiga meteri tersebut hendaknya ditanamkan atau diberikan
pada anak-anak mereka sejak dini. Anak usia 6-12 tahun memiliki
kecenderungan untuk beribadah sungguah-sungguh, dan kecerdasan
pikirannya berjalan dengan lancar, serta kecenderungan untuk meniru
perilaku orang dewasa sangat tinggi, maka dari itu orang tua dalam
mendidik anaknya agar anak mempunyai kepribadian yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT.
4. Metode Pendidikan Agama Islam
Metode secara umum diartikan sebagai cara mengerjakan sesuatu,
sedang dalam pengertian letter lijk, kata “metode” berasal dari bahasa Greek
yang terdiri dari “Meta” yang berarti melalui dan “hodos” yang berarti jalan.
Jadi metode ialah jalan yang dilalui.68 Dalam hal ini penulis mengartikan,
bahwa metode pendidikan agama dalam keluarga adalah jalan yang dilalui
orang tua dalam mendidik anaknya dalam bidang pendidikan agama yang
dilaksanakan dalam lingkungan keluarga.
Ada beberapa metode pendidikan agama yang dapat diterapkan dalam
lingkungan keluarga antara lain;
1). Pendidikan dengan keteladanan
Keteladanan atau contoh adalah salah satu metode pendidikan nilai
yang dilakukan dengan cara atau melalui contoh yang baik.69
Pandidikan dengan keteladanan berarti mendidik dengan cara
memberi contoh yang baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir dan lain
sebagainya. Pendidikan dengan keteladanan dapat dikatakan metode yang
paling berpengaruhdan berhasil guna dalam mendidik anak. Hal ini
68 Muyyin Arifin, op. cit., hlm. 15. 69 Amin Syukur, Metodologi Studi Islam, (Semarang: Gunung jati, t.th), hlm. 206.
41
disebabkan karena pada umumnya orang lebih mudah menerima segala
sesuatu yang konkrit bila di bandingkan dengan yang abstrak.70 Anak usia 6
tahun pola fikirannya masih inderawi. Artinya anak belum ammpu
memahamihal yang maknawi (abstrak), oleh karena itu pendidikan iman dan
taqwa anak, belum dapat menggunakan kata-kata (verbal), akan tetapi di
perlukan contoh atau teladan yang terlaksana di dalam keluarga sesuai
dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Misalnya ibu bapak yang
saleh sering terlihat oleh anak, mereka sedang shalat, berdoa dengan
khusyuk meminta kepada Allah, membaca Al-Qur’an, didalam lingkungan
keluarga banyak figura yang terpajang di dinding, dan macam hiasan yang
bernafaskan Islam.71
Islam melihat pentingnya metode keteladanan, untuk itu Allah SWT
mengutus Muhammad Saw sebagai teladan yang baik bagi umat muslim di
sepanjang sejarah, dan bagi umat manusia di setiap saat dan tempat, sebagai
pelita yang menerangi dan purnama yang memberi petunjuk. Hal ini sesuai
dengan firman Allah Q.S al Ahzab ayat 21:
)٢١: األحزاب. (لقد كان لكم في رسول اهللا أسوة حسنة
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik”. (Q.S al-Ahzab:21).72
Dalam keluaraga, orang tua sebagai teladan dituntut untuk
memberikan contoh kepada anaknya tentang pengalaman sehari-hari
dalam melakukan shalat lima waktu, shalat jum’at, puasa Ramadhan,
berperilaku jujur dan lain sebagainya.
2). Pendidikan dengan adat kebiasaan
Pada dasarnya manusia dilahirkan atas dasar fitrah, yaitu dengan
naluri tauhid dan iman kepada Allah, namun dalam kehidupannya anak
akan terbentuk kepribadian dan keyakinannya oleh lingkungan. Untuk
70 Herry Noer Aly, hlm178 71 Zakiah Daradjat, op.cit, hlm. 57 72 Departemen Republik Indonesia, op. cit., hlm. 670.
42
itu menurut Nasih Ulwan, pembiasaan, pengajaran dan pendidikan
mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan
anak di dalam menemukan tauhid yang murni, budi pekerti yang mulia,
rohani yang luhur dan etik religi yang lurus.73
Pada usia anak-anak pengajaran dan pembiasaan mempunyai
potensi dan daya tangkap untuk menerima pengajaran dan pembiasaan.
Untuk itu orang tua harus mempunyai perhatian pada pengajaran yang
mengacu pada pembiasaan anak untuk berbuat baik sejak anak mampu
memahami realita kehidupan.
Adapun metode pembiasaan untuk anak usia 6-12 tahun lebih di
titik beratkan pada pembentukan disiplin. Anak-anak dibiasakan untuk
mentaati peraturan dan penyelesaian tugas atas daasr tanggung jawab.
Untuk itu anak harus dibiasakan melakukan pekerjaan yang tepat waktu
dan berulang-ulang. Lankah awal yang dinilai efektif dalam
pembentukan disiplin adalah shalat. Shalat berbeda dengan puasa dan
zakat, karena keduanya merupakan ibadah wajib tapi dalam jangka
waktu yang cukup lama yaitu satu tahun sekali.74
Dalam lingkungan keluarga, orang tua juga dapat melaksanakan
pendidikan melalui pembiasaan, seperti;
Membaca Basmalah, sebelum memulai sesuatu.
Membaca Hamdalah, sebagai ucapan syukur atas segala hasil dan
kenikmatan yang diterima
Masya Allah, sewaktu keheranan terhadap sesuatu
Astaghfirullah sewaktu terjadi kekeliruan.75
Selain itu, anak juga dibiasakan bagaimana bila makan, berjalan
dengan orang tua, salam ketika hendak pergi dan pulang dari
bepergian, mengucapkan terima kasih, cara bertemu, cara berpakaian
73 Nasih Ulwan, op. cit., hlm. 185. 74 Jalaludin, op.cit, hlm.129 75 Ramayulis, op. cit., hlm. 135.
43
masuk kamar kecil, mandi, apa yang dibaca ketika hendak tidur dan
bangun tidur, semua itu hendaknya diatur sebaik mungkin sesuai
dengan cara hidup orang muslim.
Metode pembiasaan ini akan menimbulkan kemudahan atau
keentengan, sehingga anak mengerjakan suatu ibadah tanpa adanya
unsur keterpaksaan tapi berdasarkan kesadaran ia sendiri.
3). Pendidikan dengan nasehat
Di dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-
kata yang didengar, pembawaan itu biasanya tidak tetap, dan oleh
karena itu kata-kata harus diulang-ulang.
Nasehat yang berpengaruh membuka jalannya ke dalam jiwa
secara langsung melalui perasaan. Ia menggerakkannya dan
menggoncangkan selama waktu tertentu, tak ubahnya seperti seorang
peminta-minta yang berusaha membangkit-bangkitkan kenestapaannya
sehingga menyelubungi seluruh jiwanya, tetapi bila tidak dibangkit-
bangkitkan maka kenestapaan itu bangkit lagi.76 Menasehati berarti di
lakukan dengan kata-kata.seabgaimana di lakukan oleh Luqman dalam
emnasehati anaknay agar anak tidak menyekutukan Allah, yaitu “Wahai
anakku janganlah engaku menyekutukan Allah, karean menyekutukan
Allah itu adalah aniaya yang besar”. Bila di pahami Luqman tersebut
menasehati paad anaknya sedikitnya berusia 12 tahun. Sebab
kemampuan meamhami hal yang abstrak (maknawi) terjadi apabila
perekmbangan kecerdasan telah sampai paad taahp mampu memahami
hal di luar ajngkauan alat inderanya ayitu usia 12 tahun.77
Dari ketiga metode tersebut di atas hendaklah orang tua mempu
menggunakan metode yang sesuai dengan materi, usia dan kemampuan
anak, supaya tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik.
76 Muhammad Qutub, Sistem Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Maarif, 1984), hlm. 334. 77Jalaludin Rahmad, Muhtar Gandaatmaja, Pendidikan Islam, (Bandung, PT Reamja
Rasdakarya, 1994), hlm. 59
44
Selain dari ketiga metode tersebut, keberhasilan orang tua dalam
mendidik anaknya juga dapat di pengaruhi oleh linkungan sekitarnya.
Lingkungan mempunyai pengaruh penting terhadap keberhasilan dalam
mendidik anak. Lingkungan dapat membawa pengaruh yang positif
maupun pengaruh negatif terhadap pertumbuhan jiwa anak, sikap dan
perasaan keagamaannya. Pengaruh tersebut datang dari teman-teman
sebayanya dan masyarakat skitar.
Linkungan dapat membawa pengaruh positif, bilamana
lingkungan dapat memberikan motivasi dan rangsangan bagi anak
untuk melakukan hal-hal yang baik.contoh, anak disekolah telah
mendapat pendidikan agama Islam dari gurunya, dilingkungan rumah
orang tua selalu membimbingnya untuk menjalankan ibadah dan orang
tua juga rajijn menjalankan ibadah, kemudian masyarakat sekitar juga
terdiri dari orang yang aktif menjalankan perintah agama. Dengan
demikian jiwa keagamaan anak akan akan selalu terpupuk dan terbina
dengan baik. Sebaliknya linkungan akan membawa pengaruh negatif
apabila lingkungan tidak dapat memberikan pengaruh yang baik untuk
anak. Contoh, disekolahan anak mendapat pendidikan agaam, dirumah
orang tua jarang membimbingnya dan orang tua tidak taat pada agama,
sedang lingkungan masyarakat sekitar terdapat orang-orang yang tidak
taat pada ajaran agaam, maka dengan demikian jiwa keagamaan anak
tidak akan berjalan denagn baik.78
Keluarga merupakan pusat pendidikan pertama bagi anak, maka
hendaklah orang tua mampu menciptakan suasana yang kondusif dan
agamis, dan orang tua harus selalu memperhatikan lingkungan dimana
anak bergaul dan dengan siapa mereka bergaul. Sehingga jiwa keagaan
anak akan berjalan dengan baik.
78 Abdul Ghafir. op.cit, hlm.55.
45