Bab II nunung - Perpustakaan...

29
11 BAB II KONSEP DIRI ANAK YATIM USIA REMAJA A. KONSEP DIRI 1. Pengertian Konsep Diri Dasar bagi penyesuaian bagi dirinya individu adalah kesadaran akan diri dan penilaian, kesadaran akan diri mengacu pada gambaran tentang diri dan penilaian pada diri sendiri. Sedangkan kesadaran terhadap lingkungan mengacu pada persepsi individu terhadap lingkungan sosial, non fisik, fisik maupun psikologis. 1 Gambaran dan penilaian terhadap diri dan lingkungan ini disebut dengan konsep diri. Dalam pengertian konsep diri, ada beberapa ahli yang memberikan penjelasan mengenai hal tersebut yang menyampaikan definisi yang antara lain sebagai berikut: a. William D. brooks yang dikutip Jalaluddin Rahmad. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri sendiri (persepsi diri). Persepsi diri tersebut dapat bersifat sosial, fisik dan psikis. 2 b. Musthofa Fahmi menyatakan; konsep diri adalah sekumpulan pengenalan orang terhadap dirinya dan penilaiannya terhadap dirinya itu. 3 c. Carles Haston Cooley; konsep diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi sosial individu dengan orang lain. 4 d. Clara R. Pudjiyo Yanti konsep diri merupakan sikap, pandangan, atau keyakinan seseorang terhadap keseluruhan dirinya. Bagaimana individu memandang dan menilai seluruh keadaan dirinya baik fisik, psikis maupun 1 Muntholiah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, (Semarang: gunung Jati Offset, 2002), hlm.27. 2 Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991), hlm. 99. 3 Musthafa Fahmi, Penyesuaian Diri, terj. Zakiyah Drajat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm. 111. 4 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 73.

Transcript of Bab II nunung - Perpustakaan...

11

BAB II

KONSEP DIRI ANAK YATIM USIA REMAJA

A. KONSEP DIRI

1. Pengertian Konsep Diri

Dasar bagi penyesuaian bagi dirinya individu adalah kesadaran akan

diri dan penilaian, kesadaran akan diri mengacu pada gambaran tentang diri

dan penilaian pada diri sendiri. Sedangkan kesadaran terhadap lingkungan

mengacu pada persepsi individu terhadap lingkungan sosial, non fisik, fisik

maupun psikologis.1 Gambaran dan penilaian terhadap diri dan lingkungan ini

disebut dengan konsep diri.

Dalam pengertian konsep diri, ada beberapa ahli yang memberikan

penjelasan mengenai hal tersebut yang menyampaikan definisi yang antara

lain sebagai berikut:

a. William D. brooks yang dikutip Jalaluddin Rahmad. Konsep diri adalah

pandangan dan perasaan tentang diri sendiri (persepsi diri). Persepsi diri

tersebut dapat bersifat sosial, fisik dan psikis.2

b. Musthofa Fahmi menyatakan; konsep diri adalah sekumpulan pengenalan

orang terhadap dirinya dan penilaiannya terhadap dirinya itu.3

c. Carles Haston Cooley; konsep diri adalah suatu proses yang berasal dari

interaksi sosial individu dengan orang lain.4

d. Clara R. Pudjiyo Yanti konsep diri merupakan sikap, pandangan, atau

keyakinan seseorang terhadap keseluruhan dirinya. Bagaimana individu

memandang dan menilai seluruh keadaan dirinya baik fisik, psikis maupun

1 Muntholiah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, (Semarang: gunung Jati

Offset, 2002), hlm.27. 2 Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991), hlm.

99. 3 Musthafa Fahmi, Penyesuaian Diri, terj. Zakiyah Drajat, (Jakarta: Bulan Bintang,

1982), hlm. 111. 4 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (bandung: Remaja Rosdakarya,

2004), hlm. 73.

12

sosial akan muncul dalam penilaian individu. Perilaku yang ditampilkan

oleh individu menunjukkan arah konsep diri yang dimiliki.5

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa konsep

diri merupakan sikap penanganan gambaran dan penilaian yang dimiliki oleh

seseorang tentang dirinya sendiri yang meliputi karakter fisik, dan sosial yang

diperoleh dari pengalaman-pengalaman dan interaksi dari seseorang dengan

orang lain.

Konsep diri juga merupakan variabel yang dapat diamati dan

merupakan unsur pengenalan diri sebagai hasil observasi terhadap diri sendiri

saat sekarang dan saat lalu, kemudian berbentuk keyakinan diri dan

sebagainya.

2. Aspek-aspek Konsep Diri

Konsep diri itu terbagi dari beberapa aspek yaitu:

a. Aspek kognitif, merupakan pengetahuan individu tentang keadaan dirinya

yang akan memberi gambaran tentang diri dan akan membentuk citra diri

(self image), misalnya ‘saya seorang pelajar”.

b. Aspek afektif, merupakan penilaian individu terhadap diri sendiri,

penilaian tersebut akan membentuk penerimaan terhadap diri (self esteem)

atau harga diri individu, misalnya saya pemalu.6

c. Aspek fisik, yaitu penilaian individu terhadap segala sesuatu yang

dimilikinya tentang penampilannya, arti penting tumbuh dalam hubungan

dengan perilaku dan gengsi yang diberikan hubungan di mata orang lain.

d. Aspek psikis, yaitu meliputi pikiran, perasaan dan sikap individu terhadap

dirinya tentang kemampuan dan ketidakmampuan harga dirinya dan

hubungan dengan orang lain.

e. Aspek sosial, yaitu bagaimana peranan sosial yang dimainkan oleh

individu dan penilaian individu terhadap peran tersebut.

5 Clara R. Pudjiyog Yanti, Konsep Diri dalam Belajar Mengajar, (Jakarta: Arcan, 1985),

hlm.3 6 Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, op. cit., hlm. 100.

13

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsep diri tidak terlepas

dari masalah gambaran diri, citra diri, harga diri, fisik, psikis dan sosial,

selanjutnya jika ia mempunyai penilaian bahwa ia puas dengan keadaannya,

maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut menilai dirinya baik menerima

dirinya dan mempunyai konsep diri yang positif.

Dari beberapa aspek di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada

beberapa aspek yang penting pada konsep diri yang nantinya akan digunakan

oleh penulis dalam membaut angket penelitian, aspek-aspek tersebut adalah

aspek fisik, psikis dan sosial.

3. Faktor-faktor Pembentuk Konsep Diri

Pada dasarnya konsep diri terbentuk sejak seseorang dilahirkan yang

terbentuk secara bertahap melalui interaksi dengan lingkungan, konsep diri

bukan merupkan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor dipelajari

dan terbentuk dari individu dalam hubungan dengan individu lain. Konsep diri

seseorang tidak akan lepas dari pengaruh atau penilaian orang lain terhadap

diri seseorang, walaupun tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang

sama terhadap individu seseorang. Disamping itu pembentukan konsep diri

seseorang juga banyak dipengaruhi oleh pribadi atau pembawaan dari individu

tersebut.7

Terbentuknya konsep diri adalah karna interaksi individu dengan

orang-orang disekitarnya, segala sesuatu yang menjadi persepsi orang lain

mengenai diri individu tersebut tidak terlepas dari struktur, peran dan status

sosial.8 Konsep diri juga terbentuk berdasarkan persepsi seseorang mengenai

sikap-sikap orang lain berhadap dirinya.9 Lebih lanjut diuraikan bahwa

terbentuknya konsep diri merupakan gejala yang dihasilkan dai adanya

interaksi antara individu dengan keluarga atau kelompok dengan kelompok.

7 Muntholiah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, op. cit., hlm. 29. 8 Clara R. Pudjiyog Yanti, Konsep Diri dalam Belajar Mengajar, op. cit., hlm. 21. 9 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: PT BPK

Gunung Mulia, 2004), hlm. 238.

14

Konsep diri terbentuk dalam waktunya lama. Pembentukan konsep

diri terjadi karna adanya reaksi dari individu dengan orang lain, lebih lanjut

diuraikan reaksi yang ditimbulkan akan mempunyai banyak arti bagi diri,

individu serta orang lain, perhatian yang diperoleh individu dari orang lain

tersebut, maka dirinya akan merasakan memiliki arti bagi orang lain. Reaksi

ini mempunyai pengaruh yang cukup kuat terhadap konsep diri seseorang.

Menurut G.W Allport ciri-ciri terbentuknya konsep diri adalah:

a. penerimaan diri sendiri (extension of the self), pemekaran diri sendiri

ditandai dengan kemampuan seseorang untuk menganggap orang atau hal

lain sebagai bagian dari dirinya.

b. Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara obyektif (self

objectification) ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan

tentang diri sendiri (self insight) dan kemampuan untuk menangkap humor

(sense of humor) termasuk yang menjadikan dirinya sendiri sebagai

sasaran.

c. Memiliki filsafat hidup tertentu (unifying philosophy of life). Orang

tersebut tidak mudah terpengaruh dan pendapat-pendapatnya serta sikap

jelas dan tegar.10

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa konsep

diri terbentuk sejak manusia dilahirkan dan secara bertahap melalui interaksi

dengan lingkungan sekitarnya.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Konsep diri seseorang dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor

tersebut antara lain sebagai berikut:

Citra diri. Penilaian positif terhadap konsep fisik seseorang, baik dari diri

sendiri maupun dari orang lain, sangat membantu perkembangan konsep

diri ke arah yang positif. Hal ini disebabkan penilaian positif dan diri

sendiri maupun orang lain akan menumbuhkan rasa puas terhadap keadaan

10 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2004), hlm. 71-72.

15

dirinya. Rasa puas ini merupakan awal dari sikap positif terhadap diri

sendiri.

Jenis kelamin. Dikatakan bahwa laki-laki mempunyai sumber konsep diri

yang berbeda dari wanita, konsep diri pada laki-laki bersumber pada

keberhasilan pekerjaan, persaingan dan kekuasaan, sedangkan konsep diri

pada wanita bersumber dari keadaan fisiknya serta popularitas dirinya.

Peran perilaku orang tua dan lingkungan keluarga. Individu yang

menanggapi perilaku keluarga seseorang dalam lingkungan, maka dapat

dikatakan bahwa lingkungan keluarga ajang individu dalam pembentukan

konsep diri. Cara orang tua memenuhi kebutuhan fisik, psikis, merupakan

faktor yang sangat berpengaruh terhadap seluruh perkembangan perilaku

anak. Pengalaman dalam berinteraksi dengan seluruh anggota keluarga

merupakan penentu. Jika dalam berinteraksi dengan orang lain. Dikatakan

bahwa kondisi keluarga yang buruk dapat menyebabkan konsep diri yang

rendah pada anak.

Peran faktor sosial, konsep diri terbentuk karna adanya interaksi individu

dengan orang disekitarnya. Apa yang di persepsi individu lain mengenai

dirinya tidak terlepas dari struktur peran dan status sosial yang dipandang

individu.11

Reaksi orang lain. Dalam hal ini remaja terhadap respon orang lain, remaja

dapat mempelajari diri sendiri, segala sanjungan, senyuman, pujian dan

penghargaan akan menyebabkan penilaian positif terhadap diri remaja.

Selain itu ejekan dan cemoohan dan hardikan akan menyebabkan penilaian

negatif terhadap diri remaja.

Perbandingan dengan orang lain, konsep diri sangat tergantung kepada

cara bagaimana remaja membandingkan dirinya dengan orang-orang yang

hampir semua sama dengan dirinya.

Konsep diri tidak lepas dari pengamatan individu dalam melihat

kelebihan dan kelemahannya terhadap orang lain sehingga cenderung untuk

membandingkan dirinya dengan orang lain.

11 Clara R. Pudjiyog Yanti, Konsep Diri dalam Belajar Mengajar, op. cit., hlm. 24.

16

Peran seseorang. Setiap individu memainkan peran yang berbeda-beda. Di

dalam setiap peran tersebut individu diharapkan akan melakukan

perbuatan dengan cara itu. Dengan peran yang berbeda-beda akan

berpengaruh terhadap konsep diri seseorang.

Identifikasi terhadap orang lain-kalau anak mengagumi orang dewasa

tersebut dengan cara meniru beberapa nilai kebaikan dan perbuatan

menunjukkan bahwa anak memiliki harga diri yang tinggi biasanya

memiliki orang tua yang juga memiliki harga diri yang tinggi pula.12

Disamping faktor-faktor ini, ada pula beberapa faktor spesifik lainnya

yang berkaitan erat dengan macam konsep diri yang bagaimana yang akan

dikembangkan oleh seseorang remaja. Faktor-faktor tersebut antara lain

adalah:

Usia kematangan. Remaja yang matang lebih awal biasanya

mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga akan dapat

menyesuaikan diri yang baik.

Penampilan diri. Daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang

menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial.

Kepatuhan seks. Meliputi dari penampilan diri, minat dan perilaku.

Nama julukan. Peka dan malu bicara nama remaja dicemooh atau

dikatakan buruk. Nam-nama atau panggilan t6ertentu yang akhirnya

menjadi bahan tertawaan akan membawa seorang remaja kepada

pembentukan yang lebih negatif. Sebaiknya nama dan julukan yang

bernada lebih positif dapat merubah konsep diri seseorang ke arah yang

lebih positif dapat mempunyai pengaruh yang positif terhadap

perkembangan konsep diri seorang remaja.

Hubungan keluarga. Hubungan yang erat dengan seorang anggota

keluarga akan menyebabkan remaja mengidentifikasikan dirinya dan

mengembangkan pola kepribadian yang sama.

12 Malcolm Hardy and Heyes, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Erlangga Press, 1988),

hlm. 140

17

Teman sebaya. Konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggota yang

konsep teman-teman tentang dirinya. Remaja biasanya dalam tekanan

untuk membedakan ciri-ciri kepribadian yang diakui kelompok.

Kreativitas. Dalam hal ini remaja mengembangkan perasaan individualitas

dan identitas

Cita-cita yang realistis, akan menyebabkan remaja percaya diri dari puas

terhadap dirinya sendiri.13

Dari beberapa faktor di atas dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah, citra diri, jenis kelamin, peran

perilaku orang tua, lingkungan keluarga satu peran faktor sosial.

Di dalam kehidupan sehari-hari seringkali seseorang menyatakan

perasaan bahwa ia berbeda atau mempunyai ciri-ciri khusus dari orang lain,

yang demikian itu menyebabkan seseorang lebih mengenal akan dirinya

sendiri tentang segala kekurangan dan kelebihannya. Sebagai akibatnya

seseorang akan mempunyai sikap atau pandangan yang positif atau pandangan

yang negatif terhadap dirinya.

Konsep diri yang positif atau konsep diri tinggi pada anak dapat

tercipta, apabila kondisi keluarga ditandai dengan adanya integritas dan

tenggang rasa yang tinggi antar anggota keluarga. Adanya integritas dan

tenggang rasa serta sikap positif orang tua akan menyebabkan anak

memandang orang tuanya sebagai figur yang berhasil dan menganggap ayah

sebagai teman karib atau orang yang dapat dipercaya.

Dengan kata lain kondisi keluarga yang demikian akan membuat anak

menjadi lebih percaya dalam membentuk seluruh aspek dirinya karena ia

mempunyai modal yang dapat dipercaya. Anak juga merasa bahwa dirinya

mendapatkan dukungan dari orang tua, sehingga ia mampu memecahkan

masalahnya. Tingkat kecemasan merak menjadi berkurang dan menjadi

bersikap lebih positif serta realitas dalam memandang lingkungan dan dirinya.

Untuk lebih jelasnya mengenai konsep diri yang positif ataupun yang

negatif, maka harus mengetahui ciri-ciri konsep diri tersebut.

13 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1999), hlm. 235

18

Adapun ciri-ciri konsep diri yang positif menurut William D. Broke

yang dikutip Jalaluddin Rakhmad adalah sebagai berikut:

a. Yakin akan kemampuannya mengatasi masalah

b. Ia merasa setara dengan orang lain

c. Ia menerima pujian tanpa merasa malu

d. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai perasaan, keinginan dan

perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat

e. Mampu memperbaiki dirinya, karena sanggup mengungkapkan aspek-

aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha merubahnya.14

Sedangkan Burns mengemukakan bahwa seseorang yang merasa

dirinya termasuk orang yang memiliki konsep diri positif berarti dia memiliki

konsep diri yang sehat, mempunyai harga diri, orang yang berkompetensi,

dirnya cukup memadai dan dirinya cukup mempunyai rasa percaya diri.15

Dengan kata lain bahwa orang yang memiliki konsep diri positif akan

menunjukkan karakteristik bersikap konsisten, berperilaku di dalam cara-cara

konsisten dan mengesampingkan pengalaman yang merugikan. Sebaliknya,

ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri yang negatif menurut Brooks yang

dikutip Jalaluddin Rakhmat adalah:

Pertama. Peka terhadap kritik orang, orang tersebut sangat tidak tahan

terhadap kritik yang diterimanya, mudah marah dan naik pitam. Bagi individu

ini koreksi cenderung dipersepsikan sebagai ancaman untuk menjatuhkan

harga dirinya.

Kedua. Responsif terhadap pujian, segala macam yang menunjang

harga dirinya akan menjadi perhatian utamanya.

Ketiga. Hiperkritik terhadap orang lain. Seseorang selalu mengeluh,

mencela atau meremehkan apapun dan siapapun, mereka tidak pandai dan

tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau kelebihan pada orang lain.

Keempat. Cenderung tidak disenangi orang lain. Dalam hal ini

seseorang merasa tidak diperhatikan oleh orang lain. Hal tersebut disebabkan

14 Jalaluddin Rakhmad, op.cit., hlm. 105 15 Muntholi’ah, op.cit., hlm. 41

19

karena aksi orang lain dianggap sebagai musuh, sehingga tidak dapat

melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan.

Kelima. Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Menganggap tidak

berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.16

Ketika memasuki masa remaja, tingkat pertumbuhan fisik dapat

menjadi sumber kegelisahan yang besar, apakah itu berlangsung terlalu lambat

ataupun terlalu cepat. Kecepatan perkembangan fisik seorang remaja di

bandingkan dengan remaja-remaja lainnya di dalam kelompok sebayanya

sangat mempengaruhi bagaimana perasaan remaja-remaja tersebut terhadap

dirinya.17

Keadaan fisik ataupun citra tubuh remaja yang meliputi tinggi tubuh,

berat tubuh dan corak kulit dikatakan positif jika sesuai dengan norma-norma

budaya yang ideal mengenai perkembangan fisik. Jika perkembangan fisik

remaja tidak sesuai dengan norma yang diharapkan, remaja akan merasa

mengalami penghinaan diri yang dapat menurunkan kepercayaan dirinya.

Penampilan seperti dalam hal berpakaian dipergunakan sebagai

ukuran ekspresi diri, pencarian perhatian dan untuk mendapatkan perasaan

harga diri. Bagi remaja laki-laki perasaan harga diri secara positif dikaitkan

dengan penggunaan pakaian yang estetik dan menarik perhatian dan bagi

remaja perempuan hal tersebut dikaitkan dengan segi-segi penggunaan yang

bersifat estetik, menarik perhatian, minat dan pengelolaannya.18

Artinya bahwa bagi remaja ketika merasa aman dalam hal

berpenampilan dan sesuai dengan norma-norma yang ada maka cenderung

mempunyai tingkat perasaan harga diri yang lebih tinggi atau mempunyai

perasaan yang lebih positif tentang dirinya.

Pada hakekatnya bila seseorang diterima, disetujui dan disukai tentang

sebagai apa dia dan dia sadar akan hal ini, maka suatu konsep diri yang positif

menjadi miliknya. Bila orang lain memperolok-olok, meremehkan, menolak,

16 Jalaluddin Rakhmad, op.cit., hlm. 105 17 Burns, Konsep Diri Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku, (Jakarta: Arcan,

1993), hlm. 228 18 Ibid., hlm. 229

20

mengkritik mengenai tingkah laku atau keadaan fisiknya, maka penghargaan

terhadap diri atau harga diri sangat kecil, maka suatu konsep diri yang negatif

menjadi miliknya.19

Ketika konsep diri negatif tumbuh, maka akan terjadi perubahan

kepribadian. Terjadi pergeseran bertahap pada cara anak itu menilai dirinya

sendiri. Ia mulai melihat dirinya mempunyai banyak sifat yang negatif dari

pada yang positif. Ia menganggap kawan sebayanya lebih mampu, sehingga

mengakibatkan makin kurang rasa bangga diri dan kurang percaya diri. Anak

yang mempunyai konsep diri negatif biasanya mencoba menghindarkan situasi

yang mungkin menghasilkan kegagalan, frustasi, akibatnya mereka tidak mau

mencoba jika diragukan kemungkinan sukses.

Dalam kenyataannya memang tidak ada seseorang yang benar-benar

sepenuhnya mempunyai konsep diri yang positif dan konsep diri yang negatif.

Untuk memperoleh kebutuhan konsep diri yang positif maupun konsep diri

yang negatif. Untuk memperoleh kebutuhan konsep diri yang positif maupun

konsep diri yang negatif, individu perlu didapatkan sebanyak mungkin tanda-

tanda tentang ciri individu dengan konsep diri yang positif maupun negatif.

B. REMAJA

1. Pengertian dan Ciri-cirinya

Berbicara tentang remaja adalah merupakan hal yang sangat menarik

dan unik. Masa remaja mempunyai berbagai macam keistimewaan dan ciri

yang sangat mempengaruhi sikap, jiwa dan tidakannya. Apalagi masa remaja

merupakan satu masa pertumbuhan yang dilalui oleh setiap manusia dewasa.

Belum ada kesepakatan mengenai pengertian tentang remaja.

Meskipun batasan yang diberikan oleh para ahli ilmu jiwa itu satu sama

lainnya tidak jauh berbeda.

Dr. Sarlito Wirawan Sarwono menyatakan bahwa remaja adalah

periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa atau masa belasan

19 Ibid., hlm. 234

21

tahun atau jika seseorang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah

diatur, mudah terangsang, penarasan, dan sebagainya.20

Pada masa ini, hidupnya terasa terombang-ambing, kebingungan, labil

dan tidak mantap, karena ia dihadapkan pada permasalahan-permasalahan

baru, sehingga ia merasa takut, berani, maju mundur, tenang, berontak, dan

akhirnya sampai kepada selamat, hidup teguh, kuat dan mampu memikul

tanggung jawab sendiri.

Menurut Zakiah Drajat masa remaja adalah masa peralihan antara

masa kanak-kanak dan masa dewasa, dimana anak-anak mengalami

pertumbuhan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik

dalam bentuk badan, sikap, cara berpikir dan bertindak, tapi bukan pula orang

dewasa yang telah matang.21

Dan juga menurut Drs. Hasan Basri berpendapat bahwa remaja adalah

mereka yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh dengan

ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung jawab.22

Dari pendapat di atas dijelaskan bahwa menginjak suatu remaja itu

adalah meninggalkan masa kanak-kanak dan menuju pada masa pembentukan

dan mempunyai rasa tanggungjawab, juga masa remaja itu ditandai dengan

pengalaman-pengalaman yang baru yang sebelumnya tidak terbayangkan.

Dalam fisik, biologis maupun pikir (kejiwaan). Menstruasi pertama yang

dialami oleh seorang perempuan dan keluarnya sperma dalam mimpi basah

pertama bagi laki-laki.23

Ditinjau dari sudut pandang psikologis, masa remaja itu adalah

peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, yaitu saat-saat tidak mau lagi

diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari fisiknya ia belum dapat

dikatakan orang dewasa.24

20 Sarlito Wirawan Sarwono, op.cit., hlm. 2 21 Zakiah Drajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1983), hlm. 101 22 Hasan Basri, Remaja Berkualitas, Problematika Remaja dan Solusinya, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar), hlm. 4 23 Ibid 24 Zulkifli, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1987), hlm. 63

22

Dari beberapa pengertian remaja tersebut, kiranya dapat diambil

kesimpulan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak

menuju masa dewasa tetapi belum sebagai orang dewasa dan menuju masa

pembentukan tanggung jawab.

Batas usia remaja secara global berlangsung antara usia 11 dan 21

tahun, dengan pembagian 11-15 tahun: masa remaja awal, 15-18 tahun: masa

remaja pertengahan, 18-21 tahun: masa remaja akhir.25

Berkaitan dengan penelitian, maka yang dimaksudkan usia remaja

adalah yang berumur 11-15 tahun, yakni remaja awal.

Dalam masa remaja awal terdapat ciri-ciri yang khas, adapun ciri-

cirinya sebagai berikut:

Ketidakstabilan keadaan perasaan yang emosi. Tidak aneh lagi bagi orang

yang mengerti kalau sikap remaja yang sesekali bergairah dalam bekerja

tiba-tiba berganti lesu, kegembiraan yang meledak bertukar rasa sedih

yang sangat, rasa yakin diri berganti rasa ragu diri yang berlebihan.

Hal sikap dan moral, terutama menonjol menjelang akhir masa remaja

awal (15-17 tahun). Organ-organ seks yang telah matang mendekati

remaja lawan seks. Ada dorongan-dorongan seks dan kesenjangan untuk

itu, sehingga kadang-kadang dinilai oleh masyarakat tidak sopan.

Hal kecerdasan atau kemampuan mental. Kemampuan mental dan

kemampuan berpikir remaja awal mulai sempurna. Keadaan ini terjadi

dalam usia antara 12-16 tahun.26

Hal status remaja awal sangat sulit ditentukan. Status remaja awal tidak

saja sangat sulit ditentukan, bahkan membingungkan. Perlakuan yang

diberikan oleh orang dewasa terhadap remaja awal sering berganti-ganti.

Ada keraguan orang dewasa untuk memberi tanggung jawab kepada

remaja dengan dalih mereka masih kanak-kanak.

25 F.J. Monks A.M., P. Knoers, Siti Rahayu Hajitono, Psikologi Perkembangan;

Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1999), hlm. 262

26 Andi Mappiare, Psikologi Remaja, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1999), hlm. 262

23

Remaja awal banyak masalah yang dihadapi, antara lain tersebab ciri-ciri

tersebut diatas, menjadikan remaja awal sebagai individu yang banyak

masalah yang dihadapinya. Sebab-sebab lain adalah sifat emosional

remaja awal. Kemampuan berpikir lebih dikuasai oleh emosionalitasnya

sehingga kurang mampu mengadakan konsensus dengan pendapat orang

lain yang bertentangan dengan pendapatnya. Akibatnya masalah yang

menonjol adalah pertentangan sosial.27

Masa remaja awal adalah masa yang sangat kritis. Dikatakan kritis sebab

pada masa ini remaja dihadapkan pada pertanyaan apakah ia akan dapat

menghadapi atau memecahkan masalahnya atau tidak. Kadang mereka

bisa menghadapi masalahnya dengan baik, menjadi modal dasar dalam

menghadapi masalah-masalah selanjutnya, sampai ia dewasa.28

Itulah ciri-ciri umum remaja awal yang harus dimengerti dan

mendapat perhatian yang serius terus menerus dari setiap orang yang dianggap

dewasa guna mampu memahami, memberikan bimbingan dan mampu

membantu memecahkan segala problem yang dihadapi remaja itu.

2. Perkembangan Remaja

Dalam perkembangan kepribadian seseorang, maka remaja

mempunyai arti yang khusus. Namun begitu masa remajanya mempunyai

tempat yang tidak jelas dalam rangkaian perkembangan seseorang. Secara

tidak jelas masa remaja dapat dibedakan dari masa dewasa dan masa tua. Masa

dewasa dapat dikatakan sudah berkembang penuh, ia dapat menguasai

sepenuhnya fungsi-fungsi fisik dan psikisnya. Pada masa tua merupakan masa

kemunduran terutama dalam fungsi fisiknya.29

Dalam perkembangan remaja merupakan pilar utama dalam

membentuk kepribadian yang akan menjadikan sifat dan tingkah laku

seseorang, dimana dewasanya kelak. Remaja dalam pertumbuhannya akan

mengalami berbagai konflik pribadi yang menyebabkan kenakalan yang

27 Ibid., hlm. 34 28 Ibid., hlm. 35 29 F.J. Monks, Knoers, Siti Rahayu, op.cit., hlm. 258

24

mungkin muncul dalam pribadi itu sendiri. Dalam hal ini dapat dikatakan

bahwa pertumbuhan itu adalah suatu proses perubahan yang berangsur-angsur.

Adapun perkembangan remaja dapat dipaparkan sebagai berikut:

a. Perkembangan Fisik

Manifestasi adanya segala perubahan dapat kita amati dalam berbagai

cara, bentuk dan jenis yang kesemuanya menunjukkan adanya perbedaan

antara individu yang satu dengan individu yang lain. Hal ini disebabkan

karena perbedaan jenis kelompok atau lingkungan hidup tepat remaja itu

tumbuh. Perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja bukan hal yang

menyangkut pada bidang psikolog saja, namun perubahan itu terjadi pula

pada fisik atau jasmani.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada anak perempuan adalah:

1. Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi dan anggota badan

menjadi panjang)

2. Pertumbuhan payudara

3. Tumbuh bulu yang halus dan lurus berwarna gelap di kemaluan

4. Mencapai ketinggian badan yang maksimal setiap tahunnya

5. Bulu kemaluan menjadi kriting

6. Haid atau menstruasi

7. Tumbuh bulu-bulu ketiak

Sedangkan perubahan-perubahan yang terjadi pada anak laki-laki:

1. Pertumbuhan tulang-tulang

2. Testis (buah pelir) membesar

3. Tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus dan berwarna gelap

4. Awal perubahan suara

5. Ejakulasi (keluarnya sperma)

6. Bulu kemaluan menjadi kriting

7. Pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimal setiap

tahunnya.

8. Tumbuh rambut-rambut halus di wajah (kumis, jenggot)

9. Tumbuh bulu ketiak

25

10. Akhir perubahan suara

11. Rambut-rambut di wajah bertambah tebal dan gelap

12. Tumbuh bulu di dada.30

Pada masa ini juga terjadi perubahan pada tinggi dan berat badan. Oleh

karena masa puber wanita lebih awal dari pada laki-laki, maka perubahan

dalam lajunya pertumbuhan ini lebih cepat.

Menurut penelitian Nicolsen dan Hanley pertumbuhan maksimum yang

dicapai wanita adalah pada usia 11,5 tahun dan untuk laki-laki 13,5 tahun.

Artinya pertumbuhan pada usia tersebut merupakan penambahan ukuran

tinggi dan berat badan yang paling cepat. Di samping itu, pertumbuhan

badan yang lain juga terdapat pada lengan dan kaki lebih besar dan

panjang untuk laki-laki. Bahu anak laki-laki lebih besar seperti halnya

pertumbuhan pinggang pada anak wanita perbedaan dalam lajunya

pertumbuhan serta usia kematangan mempengaruhi bentuk tubuhnya. Hal

ini berpengaruh pada kegiatan-kegiatan serta minat-minat dan ada

hubungannya dengan perbedaan-perbedaan kepribadian.31

Masa remaja awal ini juga ditandai oleh perkembangan tenaga fisik yang

melimpah-limpah. Keadaan tersebut menyebabkan tingkahlaku anak-anak

kelihatan kasar, canggung, berandalan, kurang sopan, liar, dan lain-lain.

Pada masa ini pertumbuhan jasmani sangat pesat. Anak jadi cepat besar,

bobot badannya naik dengan pesat, dan tubuhnya bertambah panjang

dengan cepat. Makannya banyak sekali terutama anak laki-laki dan

aktivitasnya makin meningkat.

b. Perkembangan Psikis

Masa remaja berkaitan erat dengan perkembangan “sense of identity us

role confusion”, yaitu perasaan atau kesadaran akan jati dirinya. Remaja

dihadapkan pada berbagai pertanyaan yang menyangkut keberadaan

30 Sarlito Wirawan Sarwono, op.cit., hlm. 52-53 31 Dadang Sulaiman, Psikologi Remaja, (Bandung: Mandar Maju, 1995), hlm. 25

26

dirinya dan masa depannya dan peran-peran sosialnya dalam keluarga dan

masyarakat.32

Pada usia remaja awal, perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang

sensitive dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau

situasi sosial, emosinya bersifat negatif dan temperamental (mudah

tersinggung atau marah, mudah sedih dan murung), tidak berusaha

mengendalikan perasaannya.33

Perasaan atau emosi remaja awal telah ada, dan berkembang semenjak ia

bergaul dengan lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan

kelompok teman sebaya. Apabila lingkunga tersebut kondisinya cukup

diwarnai oleh hubungan yang harmonis, saling mempercayai, saling

menghargai dan penuh tanggung jawab, maka sikap perasaan/emosi

remaja itu berkembang. Sebaliknya apabila kurang dipersiapkan untuk

memahami peran-perannya dan kurang mendapatkan perhatian dan kasing

saying dari orang tua atau teman sebaya, mereka akan cenderung

mengalami kecemasan, perasaan tertekan.

Perasaan yang sangat ditakuti oleh remaja, bahwa mereka sangat takut

terkucil atau terisolir dari kelompoknya. Hal ini menyebabkan remaja

sangat intim dan bersikap perasaan terikat dengan teman sepergaulannya,

sehingga ia merasa dibutuhkan, merasa berharga dalam situasi pergaulan.

Perasaan dibutuhkan dan berharga menimbulkan kesukarelaannya untuk

menyumbangkan sesuatu kepada teman sepergaulannya. Kemudian teman

sepergaulannya merasa pula dibutuhkan dan merasa berharga. Demikian

seterusnya hingga terjadi jalinan keintiman.34

Rasa sedih merupakan sebagian emosi yang sangat menonjol dalam masa

remaja awal. Remaja sangat peka terhadap ejekan-ejekan yang dilontarkan

kepada diri mereka. Sebaliknya perasaan gembira biasanya akan nampak

manakala si remaja mendapat pujian, terutama pujian terhadap diri atau

32 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2004), hlm. 188 33 Ibid., hlm. 197 34 Andi Mappiare, op.cit., hlm. 59

27

hasil usahanya. Perasaan-perasaan gembira yang didapat si remaja akibat

penghargaan terhadap diri dan hasil usahanya (prestasinya) memegang

peranan penting dalam menumbuhkan rasa percaya diri mereka.

c. Perkembangan Sosial

Perkembangan kea rah masa remaja diiringi dengan bertambahnya minat-

minat terhadap penampilan diri serta kegiatan kelompok sosial lainnya

yang anggotanya terdiri dari jenis kelamin yang sama atau berlainan. Pada

umumnya remaja mulai melepaskan diri dari rumah dan berhubungan

dengan masyarakat. Dia mencari sosok yang dapat dijadikan contoh.35

Remaja sebagai penerus bangsa diharapkan mampu untuk mencapai

perkembangan secara matang, dalam arti ia memiliki penyesuaian sosial

(social adjustment) yang tepat. Artinya, remaja diharapkan mampu

mereaksi secara tepat terhadap realitas sosial, dan relasi. Kemampuan

untuk menyesuaikan ini meliputi tiga bidang yakni keluarga, sekolah, dan

masyarakat. Penyesuaian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Di lingkungan Keluarga

a. Menjalin hubungan yang baik dengan para anggota keluarga

b. Menerima otoritas ortu (mau menaati peraturan orang tua)

c. Menerima tanggungjawab dan batasan-batasan (norma keluarga)

2. Di lingkungan Sekolah

a. Bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah

b. Berpartisipasi dalam kegiatan dakwah

c. Menjalin persahabatan dengan teman-teman di sekolah

d. Bersikap hormat terhadap guru atau pemimpin sekolah atau staf

lainnya

e. Membantu sekolah dalam merealisasikan tujuan-tujuannya

3. Di lingkungan Masyarakat

a. Mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain

b. Memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain

35 Abdul 'Aziz el-Qudsy, terj. Zakiah Darajat, Pokok-pokok Kesehatan Jiwa/Mental,

(Jakarga: Bulan Bintang, 1974), hlm. 210

28

c. Bersikap simpati dan altruis terhadap kesejahteraan orang lain

d. Bersikap respek terhadap nilai-nilai tradisi dan kebijakan-kebijakan

masyarakat.36

Dalam perkembangan sosialnya komunikasi dengan orang lain adalah

sangat penting. Perkembangan sosial remaja awal adalah sebagai

berikut:

1. Perhatian/minat bervariatif dan tidak tetap (berubah-ubah)

2. Banyak bicara, ribut dan menunjukkan sikap berani dalam setiap

tindakannya

3. Mencari status di antara teman sebaya dengan rasa hormat yang

tinggi pada “nilai” kelompok sebayanya

4. Adanya keinginan untuk mengidentifikasi diri dengan

kelompoknya, sebagai kelompok anak laki-laki dan anak

perempuan

5. Membuat status keluarga dimana faktor hubungan kekeluargaan

tidak menjadi penting, hal ini merupakan sesuatu yang dapat

mempengaruhi pemilihan relasi dan kerjasama.

6. Banyak melakukan kegiatan sosial yang informal seperti pesta

7. Jarang mengadakan kencan

8. Menitikberatkan pada membangun hubungan dengan anak laki-laki

dan anak perempuan

9. Membuat pertamanan sementara

10. Mempunyai banyak teman

11. Adanya kemampuan untuk menerima berbagai kegiatan dalam

kesempatan untuk hubungan sosial

12. Hanya sedikit penghayatan pada diri sendiri maupun orang lain

13. Menerima peraturan-peraturan yang diberikan oleh orang dewasa

sebagai sesuatu pengaruh yang penting dan seimbang

36 Syamsu Yusuf, op.cit., hlm. 199

29

14. Adanya “pertentangan” dalam menerima kekuasaan orang

dewasa.37

C. Anak Yatim

1. Pengertian

Pengertian yatim menurut bahasa yakni “yatama” atau “aitam” adalah

anak yang bapaknya telah meninggal dan belum baligh (dewasa), baik ia kaya

atau miskin, laki-laki atau perempuan. Adapun anak yang bapak dan ibunya

telah meninggal termasuk juga dalam kategori yatim dan biasanya disebut

yatim piatu. Istilah piatu ini hanya dikenal di Indonesia, sedang dalam

literatur fiqih klasik hanya dikenal istilah yatim saja.38

Menurut Imam Musthofa al-Maraghi, yatim adalah:

.اليتيم لفة من مات ابوه مطلقا لكن العرف حصصه مبن مل يبلغ مبلغ الرجال

“yatim secara bahasa adalah orang yang ditinggal mati bapaknya secara mutlak, sedangkan menurut pengertian ‘urf (adat) dikhususkan untuk anak-anak yang belum mencapai urusan dewasa”.39

Sedangkan menurut Muhammad Rasyid Ridlo adalah:

هو من الناس من فقد اباه قبل بلوغة احليس الىت يستفحن فيهامن كفا لته ومن

. اناث احليوان هي اليت تكفد صغارهااحليوان من فقد امه صغريالءن

“sebutan yatim untuk golongan manusia adalah anak yang ditinggal mati orang tuanya (bapak) sampai ia mencapai usia dewasa, yang dalam usia tersebut membutuhkan asuhannya, sedangkan untuk golongan hayawan adalah anak hewan yang ditinggal mati induknya semasa masih kecil, karena induk hewan itu yang mengasuh anaknya yang masih kecil”.40

Berikut beberapa pendapat para ahli tentang pengertian anak yatim:

37 Dadang Sulaiman, op.cit., hlm. 30-32 38 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar, Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar

Jilid 6, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), hlm. 61 39 Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi Juz IV, (Beirut: Darul Fikri), hlm. 178 40 Muhammad Rasyid Ridlo, Tafsir al-Manar Juz IV, (Beirut: Darul Ma'arif), hlm. 23

30

b. “yatim adalah anak-anak yang ayahnya telah meninggal dunia dalam

keadaan belum dewasa”.41

c. “yatim adalah anak-anak yang kedua orangtuanya telah meninggal

dunia”.42

d. “yatim adalah anak yang bapak atau orang tuanya meninggal dunia”.43

e. “yatim atau piatu adalah anak yang kematian ayah”.44

Dengan demikian berdasarkan dari berbagai definisi dan pandangan

para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bah yang dimaksud anak yatim

adalah anak yang telah ditinggal mati oleh salah satu atau kedua orang tua

baik laki-laki ataupun perempuan, baik kaya atau miskin sehingga

membutuhkan bimbingan dari orang lain untuk memenuhi kebutuhan material

maupun non material.

Sedangkan anak yang ditinggal mati orang tuanya dalam keadaan

dewasa dan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, tidak disebut yatim

lagi.

2. Perhatian al-Qur’an terhadap Anak Yatim

Anak yatim adalah sosok manusia yang mendapat kedudukan khusus

dan mulia di sisi Allah. Perhatian Allah begitu besar kepada mereka,

sebagaimana tercermin dari banyaknya ayat dalam al-Qur’an yang

membicarakan anak yatim. Al-Qur’an menaruh perhatian besar terhadap anak

yatim karena kelemahannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Bentuk

kepedulian yang dapat diberikan kepada anak-anak yatim antara lain; berbuat

baik kepada anak yatim:

وبالوالدين إحسانا وبذي القربى واليتامى

41 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,

1996), hlm. 1962 42 Muhsin MK., Mari Mencintai Anak Yatim, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 25 43 Ibid., hlm. 26 44 Fahruddin HS. Ensiklopedia al-Qur'an Jilid II, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 568

31

“Dan berbuatlah kepada ibu bapak, kerabat dan anak-anak yatim”.

(QS. An-Nisa’: 36).45

Ayat ini memerintahkan untuk berbuat baik kepada anak-anak yatim

dalam berbagai hal yang dapat menjadikan hidup mereka menjadi tenang,

sejahtera dan bahagia. Berbuat baik kepada mereka dapat membantu

meringankan atau menghilangkan kesengsaraan dan penderitaan yang dialami

sejak kecil, menyangkut harkat dan martabat mereka, serta dapat

meningkatkan semangat mereka untuk menghadapi hidup dan masa depan.46

Islam juga memperhatikan masa depan anak-anak yatim. Mereka

diharapkan mempunyai masa depan yang baik, cerdas dan bahagia. Meski

ditinggal harta benda, namun tanpa bimbingan orang tua, mereka akan

mengalami kesulitan dalam mencapai masa depan. Anak yatim membutuhkan

bimbingan yang penuh cinta kasih. Sebab cinta kasih merupakan bagian

integral dari kebutuhan seorang anak.

3. Menyampaikan harta benda anak yatim

Materi atau harta benda adalah sarana yang menunjang kehidupan

manusia agar semua kebutuhan hidup dapat terpenuhi dengan layak. Manusia

tidak bisa lepas dari tuntutan pemenuhan kebutuhan materi. Demikian halnya

dengan anak yatim yang perlu mendapatkan perlindungan hak atas harta

mereka.

Islam menjamin dan memberikan perlindungan harta benda anak-anak

yatim sebagai peninggalan atau warisan orang tua mereka. Harta benda

mereka mendapat perlindungan dari orang-orang yang mendapat amanah

untuk memelihara dan mengasuh anak-anak itu sejak kecil. Perlindungan ini

mencakup antara lain untuk tidak dapat menyalahgunakan, memakan dan

menukar yang baik dengan yang buruk, menjaga kebutuhan dan keberadaan

harta mereka, serta membantu dan menjaga kerahasiaan harta benda milik

mereka.

45 Seonardjo dkk., Al-Qur'an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI., (Semarang: Toha Putra, 1995), hlm. 456

46 Muhsin MK., op.cit., hlm. 6

32

Setelah anak-anak yatim itu tumbuh dewasa dan cerdas, barulah harta

benda itu dikembalikan kepada maraca sebagai milik yang sah, dalam

keadaan baik dan utuh. Dengan demikian, perlindungan terhadap harta benda

mereka pun selesai.

Allah berfirman:

لخبيث بالطيب وال تأكلوا أموالهم إلى أموالكم وآتوا اليتامى أموالهم وال تتبدلوا ا

.إنه كان حوبا كبريا

“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, janganlah kamu menukar dengan yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu memakan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu adalah dosa besar”. (QS. An-Nisa’: 2)47

Dalam ayat ini tertuang tentang tata aturan dalam memelihara anak-

anak yatim, termasuk menjaga harta benda mereka sebagaimana tuntunan

dalam agama Islam.48

Dari uraian di atas jelaslah bahwa memelihara, memberikan harta

kepada anak yatim adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh para wali

orang-orang yang jujur dalam memelihara dan menjaga harta benda anak-

anak yatim akan berusaha memberikan simpanan itu tetap dalam keadaan

yang baik, utuh dan tidak berkurang sedikit pun nilainya. Disamping itu,

mereka akan berusaha untuk tidak memakan, menukar dan mengembalikan

harta itu sebelum anak-anak yatim berusia baligh (dewasa) dan mampu

mempergunakan harta itu dengan baik.

4. Pemenuhan kebutuhan anak yatim

Manusia adalah makhluk yang memiliki keinginan dan kebutuhan

yang tidak terhingga. Jika sebagian saja dari keinginannya tidak terpenuhi,

maka kehidupannya akan berada dalam kondisi yang membahayakan dan

47 Soenardjo dkk., op.cit., hlm. 114 48 Muhsin MK., op.cit., hlm. 69

33

menjadi sarana berbagai bencana. Dalam menghadapi kebutuhan hidup,

sebagian ada yang mampu bertahan dalam waktu relatif lama, namun ada

pula yang tidak sanggup. Setiap individu memiliki kebutuhan tertentu yang

harus dipenuhi dan dicukupi dengan cara yang stabil dan seimbang,

kebutuhan-kebutuhan itu antara lain:

a. Kebutuhan Jasmani

Kebutuhan jasmani merupakan kebutuhan yang paling penting dan

utama bagi manusia sejak masa kelahiran sampai akhir kehidupan, mungkin

seseorang yang tidak dapat merasakan keceriaan dan kegembiraan masih

dapat bertahan hidup, tumbuh dan berkembang, meskipun takkan sempurna.

Akan tetapi jika kebutuhan jasmaniah nya tidak terpenuhi, ia takkan mampu

melangsungkan kehidupannya.

Demikian halnya dengan anak yatim yang kebutuhan hidupnya kurang

begitu terjamin lantaran kematian orang tuanya, maka sudah sewajarnya jika

semua orang berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan anak yatim.

Kebutuhan jasmani ini mencakup makan, minum, tidur, beristirahat,

tempat tinggal dan pakaian yang layak serta kesehatan dan kebersihan.

Seorang anak memerlukan kesehatan dan pertumbuhan yang sempurna, ini

dapat terpenuhi mengenai pemberian menu makanan yang tepat dan bersih

serta pola hidup yang teratur.

Adapun aspek jasmaniah ini, adalah sebagai berikut:

1. Menjaga kebersihan dan kesehatan

2. Membiasakan makan makanan yang baik, sekedar mencukupi kebutuhan

badan dan menguatkan

3. Bermain dan berolahraga.49

Dengan demikian pemenuhan kebutuhan jasmani bertujuan untuk

menjaga kelangsungan hidup manusia agar mampu untuk tumbuh dan

berkembang secara wajar, sehingga potensi dapat tergali dengan baik.

Kondisi fisik anak yatim berhubungan erat dengan perawatan kesehatan

49 Zainuddin dkk., Seluk Beluk Pendidikan dari al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990),

hlm. 128-129

34

dengan baik, ditandai dengan kebugaran jasmani yang memuaskan, jauh dari

penyakit yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.

b. Kebutuhan Psikis

Kebutuhan fisik berpengaruh pada timbal balik dengan faktor psikis,

misalnya perasaan sakit-sakitan, lemah, lesu dan tidak ada gairah untuk

melakukan sesuatu, keluhan yang berpindah-pindah yang mungkin dari sudut

fisiknya sebenarnya tidak apa-apa, tetapi justru berpengaruh pada psikis.

Alam pikiran, emosi, dan kondisi kejiwaan seorang adalah dasar dalam

bertingkahlaku, berinteraksi dengan orang lain. Kondisi psikis ini ditandai

oleh rasa puas, bahagia, dalam kehidupan sehari-hari, menerima keadaan

sebagaimana adanya, menerima hasil atau prestasi dari usaha dan cita-cita

atau keinginannya tanpa ada frustasi yang berkepanjangan, adalah faktor-

faktor yang berpengaruh besar terhadap kondisi psikis seseorang.50

Kebutuhan psikis ini meliputi; kebutuhan akan rasa kasih sayang,

aman, harga diri, kebebasan, kesuksesan, dan kebutuhan mengenal.51

c. Kebutuhan Sosial

Kebutuhan sosial merupakan kebutuhan anak untuk bergaul dan

berinteraksi dengan anak lain. Karena anak merupakan makhluk sosial yang

mempunyai potensi untuk hidup bermasyarakat, sedangkan potensi-potensi

yang dibawa sejak lahir itu baru bisa berkembang melalui pergaulan dengan

sesama. Proses perkembangan pada dasarnya merupakan proses penyiapan

diri sebagai makhluk sosial kultural dalam menghadapi masa depan, oleh

sebab itu tugas masa depan perlu dipertimbangkan dalam proses pertumbuhan

anak.

Diantara kebutuhan sosial penting setiap individu adalah bergaul,

dimana untuk memenuhinya harus didasarkan pada nilai-nilai akhlak,

ketentuan agama dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, sebelum

anak terjun dalam lingkungan yang luas, maka terlebih dahulu harus dibekali

50 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Anak Remaja dan Keluarga, (Jakarga: Bpk. Gunung

Mulia, 2004), hlm. 211-212 51 Zakiah Darajat, op.cit., hlm. 71

35

dengan pendidikan sosial, agar memahami tentang adab, sopan santun, dan

norma-norma sosial lainnya.52

Mengenai kebutuhan sosial ini, al-Qur’an menjelaskan: manusia itu

pasti memerlukan pergaulan dengan orang lain yang dianggap sebagai sejenis

dengan dirinya. Oleh sebab itu, manusia perlu mempelajari norma-norma

kesopanan dalam pergaulan. Setiap orang yang bergaul dengan satu macam

golongan, tentu ada cara dan peraturannya sendiri-sendiri.53

Demikian halnya dengan anak yatim yang juga memerlukan

pemenuhan kebutuhan sosial dan berinteraksi, baik dengan sesama maupun

dengan lingkungan. Setelah kematian orang tuanya, anggota rumah tangga

dan sanak saudara haruslah secepat mungkin mengisi kekosongan tersebut.

Selain itu, si anak yatim tersebut juga ingin menjalin hubungan lebih akrab

dengan teman-teman sebayanya dapat mengalihkan perhatian untuk

sementara waktu dan menghibur kehampaan hidupnya.

d. Kebutuhan Agama

Kebutuhan agama yaitu kebutuhan manusia terhadap kebutuhan hidup

yang dapat menunjukkan jalan ke arah kebahagiaan duniawi dan ukhrawi.54

Dalam diri setiap insan, terdapat suatu kecenderungan yang terpendam

yakni kecenderungan untuk berdoa dan beribadah kepada Allah yang Maha

Tinggi, serta berserah diri pada keadilan absolut dan undang-undang-Nya.

Masalah ini merupakan masalah yang bersifat fitrah.

Anak-anak yatim disamping membutuhkan bantuan dari orang lain

agar tetap survive, mereka juga memiliki keinginan untuk bersandar yang

kuat, yang dapat melindungi sewaktu dirinya berada dalam keadaan yang

membahayakan. Manakala menghadapi kesulitan, ia akan mengeluhkan

kesulitan tersebut serta memohon pertolongan dari-Nya, untuk kemudian

tenggelam dalam lautan cinta dan kasih sayang-Nya yang abadi.

52 Soenardjo dkk., op.cit., hlm. 122-123 53 Zainuddin dkk., op.cit., hlm. 122-123 54 Ibid., hlm. 192

36

Islam memberikan perhatian yang semestinya pada aspek spiritual.

Kehidupan yang sabar, ridlo, dan tawakkal. Ketika berada dalam masalah,

seseorang diseru untuk kembali kepada Allah.

Dengan demikian, setiap individu memerlukan kebutuhan spiritual dan

merasakan betapa besar pengaruh kepercayaan kepada Tuhan, untuk

menenangkan jiwa seseorang yang goncang akibat tidak mengerti akan

sesuatu yang sangat penting artinya bagi dirinya, termasuk di sini adalah anak

yatim yang membutuhkan sandaran sehingga dirinya dapat berjalan di atas

nilai-nilai maknawiah (spiritual).

5. Konsep Diri Anak Yatim Usia Remaja

Yang dimaksud dengan anak yatim adalah anak yang ditinggal mati

orang tuanya (bapak atau ibunya) sebelum mencapai usia dewasa.55 Yang

dalam usia tersebut membutuhkan bimbingan dan asuhan dari orang lain

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tidak dapat disangkal bahwa pada umumnya kematian salah seorang

atau kedua orang tua akan memberikan dampak tertentu terhadap kehidupan

seorang anak, terutama bila anak itu berada pada usia remaja (11-15 tahun),

suatu tahap-tahap usia yang dianggap rawan dalam perkembangannya, lebih-

lebih pada masalah konsep diri, yang menyangkut citra diri, harga diri, dan

kepercayaan diri.

Gambaran seorang anak yang kehilangan pelindung dan rasa aman,

serta terbentang di hadapannya samudera kesengsaraan potensial sering kali

mewarnai anggapan dan pandangan mengenai keadaan kehidupannya yang

kemudian menumbuhkan citra diri yang kurang menguntungkan bagi

perkembangannya.56

Sebagai orang yang ditinggal dan tidak lagi punya bapak atau orang

tua, anak yatim telah kehilangan tempat bernaung dan mendapatkan

perlindungan dari orang tua. Ketika anak yatim tidak mendapatkan kasih

55 Muhammad Rasyid Ridlo, op.cit., hlm. 23 56 Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam, (Yogyakarta, Pustaka

Pelajar Offset, 1995), hlm. 171

37

sayang dan perhatian, maka dengan sendirinya kondisi tersebut akan

menimbulkan berbagai macam problem pada anak-anak yatim, lebih-lebih

jika mereka masih remaja, baik problem fisik, psikis maupun sosial dan

menjadikan mereka kurang percaya diri.

Macam-macam problem yang terjadi pada masa-masa menjadi yatim

bukanlah suatu hal yang buruk, sebab dengan adanya berbagai macam

problem tersebut, seorang remaja yatim akan meneliti sikap hidup lama dan

mencoba-coba yang baru dalam rangka menemukan dirinya sendiri untuk

menjadi pribadi yang dewasa. Lebih lanjut dikatakan bahwa masalah yang

muncul dalam masa-masa ini akan membuat remaja mampu berpikir konkrit

sehingga dapat membantu dirinya dalam perkembangannya.

Remaja akan tumbuh dan berkembang dengan baik dan memiliki

konsep diri yang matang apabila diasuh dan dibesarkan dalam lingkungan

keluarga yang sehat, utuh dan bahagia. Keluarga adalah suatu unit sosial yang

paling kecil dan paling utuh. Keluarga yang beranggotakan ayah, ibu, dan

anak, suatu keseluruhan yang saling mempengaruhi. Bertambah atau

berkurangnya anggota keluarga akan mempengaruhi suasana keluarga secara

keseluruhan dan sebaliknya, perubahan suasana akan menimbulkan dampak

pada perasaan, pemikiran dan perilaku anggota-anggotanya, terutama

terhadap anak yang ditinggalkan.57

Kematian senantiasa menimbulkan suasana murung, suasana perasaan

itu bisa berlangsung wajar dan bisa berlangsung lama. Makin berlarut-larut

suasana murung dan berkabung itu makin besar kemungkinan timbulnya

dampak negatif pada keluarga tersebut. Kematian ayah sebagai pelindung dan

pencari nafkah keluarga, demikian pula kematian ibu sebagai sumber kasih

sayang yang paling murni, apalagi kematian keduanya, jelas akan

menimbulkan goncangan pada anak-anak yang ditinggalkan.58

Anak-anak yang ditinggalkan akan mengalami kesulitan atas beberapa

kebutuhan diantaranya kebutuhan fisik seperti; sandang, pangan, makin

57 Ibid. 58 Ibid., hlm. 172

38

menurunnya kondisi kesehatan, kebutuhan psikis seperti; kurangnya kasih

sayang, rasa tidak aman, hampa, bahkan mungkin pula mereka akan merasa

terpencil dan terkucilkan oleh lingkungan sekitar.

Bahkan dalam kenyataannya banyak anak-anak yatim yang terlantar

hidupnya dan menunjukkan bermacam-macam perilaku menyimpang, seperti;

mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, mencuri, berkelahi, dan

sebagainya. Yang akhirnya tidak disenangi dan diterima orang lain karena

tingkah lakunya.

Konsep diri merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah

remaja akan berperilaku menyimpang atau tidak, sebab perilaku menyimpang

merupakan perwujudan adanya gangguan dalam usaha pencapaian harga

diri.59

Bila remaja gagal dalam mencapai harga diri, maka remaja akan

merasa kecewa terhadap keadaan dirinya dan lingkungannya. Akibatnya

remaja memandang dirinya dengan negatif. Sebaliknya bila remaja berhasil

dalam mencapai harga diri, maka remaja akan puas terhadap dirinya dan

lingkungan.

Konsep diri yang negatif dapat menghancurkan kehidupan remaja,

karena ia berada dalam keadaan tidak berdaya dalam menghadapi berbagai

tantangan dan masalah yang ditimbulkan oleh kenyataan ketika menjadi

yatim. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, ia terlalu menyerah dengan

keadaan tanpa berbuat apa-apa, ia putus asa dan pesimis menghadapi masa

depannya.60 Dalam hal ini biasanya ia akan cenderung mengalami kegagalan,

dan oleh karena itu terus menerus mendapat kritik yang dapat merusak

konsep dirinya.

Ada juga remaja yatim yang mempunyai konsep diri yang matang dan

dikatakan positif. Sejalan dengan tidak terbebasnya dari kematian, demikian

pula setiap orang tidak dapat menghindarkan diri dari kemungkinan menjadi

59 Jalaluddin Rahmat, op.cit., hlm. 129 60 Muhammad Surya, Bina Keluarga, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hlm. 233

39

yatim. Ini adalah proses alamiah (sunatullah) yang akan dialami oleh setiap

insan.61

Keyatiman dan (juga musibah-musibah lainnya) justru akan membuat

si yatim kuat dan tahan menderita serta memberi peluang untuk

mengembangkan konsep dirinya dengan sikap mandiri. Dengan kata lain

keyatiman merupakan kondisi potensial untuk mengembangkan kedewasaan

secara lebih cepat dan mantap.62

Terutama yang sudah remaja, terhadap kenyataan bah maraca adalah

yatim. Keyatiman adalah kenyataan yang tidak dapat diubah lagi, yang dapat

diubah dan dikembangkan adalah sikap menghadapinya, yakni menerima

dengan penuh ketabahan dan keberanian menghadapi fakta hidup ini.

Biasanya kebanyakan dari maraca memiliki sifat-sifat kemandirian

yang tinggi, mampu melihat kenyataan, memiliki tanggung jawab yang

tinggi, memiliki kepercayaan diri yang tinggi, hubungan yang baik dan

terpelihara dan karakteristik lainnya dengan tujuan demi mencapai masa

depan yang gemilang.63

Dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwa pada umumnya konsep

diri anak yatim usia remaja itu tidak semuanya bersifat pesimis atau negatif,

tapi juga ada yang bersifat optimis atau positif.

61 Hanna Djumhana Bastaman, op.cit., hlm. 172 62 Ibid. 63 Muhammad Surya, op.cit., hlm. 232