BAB II Manusia sebagai Mahluk Pedagogik
-
Upload
syihabuddin-syah -
Category
Documents
-
view
388 -
download
20
description
Transcript of BAB II Manusia sebagai Mahluk Pedagogik
-
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pedagogik
Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa yunani,yaitu paedagogie.
Paedagogie asal katanya adalah pais yang artinya anak dan again yang terjenahannya adalah
membimbing dengan demikian maka paedagogie berarti bimbingan yang diberikan kepada
anak sedangkan orang yang memberikan bimbingan pada anak disebut paedagogie.dalam
perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie tersebut berarti bimbingan atau
pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa.
Pedagogik atau ilmu mendidik adalah ilmu atau teori yang sistematis tentang pendidikan
yang sebenarnya bagi anak atau untuk anak sampai ia mencapai kedewasan.2
Menurut Umar Tirtarahardja3, manusia lahir telah dikaruniai dimensi hakekat manusia
yang masih dalam wujud potensi belum teraktualisasi menjadi wujud aktualisasi. Dari kondisi
potensi menjadi wujud aktualisasi terdapat rentang proses yang mengandung pendidikan
untuk berperan dalam memberikan jasanya. Seseorang yang dilahirkan dengan bakat seni,
misalnya, memerlukan pendidikan untuk proses menjadi seniman terkenal.
B. Tujuan Pedagogik
Secara umum, tujuan pedagogik adalah :
1. Memanusiakan manusia, menjadikan seseorang dewasa demi kebahagiaan dalam
menjalani kehidupan.
2 Tim Pengembang Ilmu Pendididikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, hlm.34 3 Umar Tirtarahardja dan La Sula, Pengantar Pendidikan, hlm. 24
-
2. Agar anak di kemudian hari mampu memahami dan menjalani kehidupan dan
kelak dapat menghidupi diri mereka sendiri, dapat hidup secara bermakna, dan
dapat turut memuliakan kehidupan.
3. Mengembangkan kepribadian anak didik yang sehat
C. Aliran-aliran dalam Pedagogik
1. Aliran nativisme
Tokoh aliran ini adalah Schoupenhaur seorang filosof dari Jerman yang
berpendapat bahwa : The world is my idea, the world like a man is trough will and
trough idea. Aliran ini berpandangan bahwa anak yang baru lahir membawa bakat,
kesanggupan, dan sifat-sifat tertentu.
2. Aliran empirisme
Tokoh dalam aliran ini adalah John Locke dan J.B. Watson yang berpendapat
bahwa anak dilahirkan kedunia dalam keadaan bersih ibarat papan tulis yang masih
kosong. Pengalaman belajar anak didapatkan dari lingkungannya. Peranan pendidik
yaitu menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak dan akan diterima anak
sebagai pengalaman belajar.
3. Aliran konvergensi
Tokoh aliran ini adalah William Stern. Asumsinya adalah bahwa
perkembangan individu ditentukan oleh faktor bakat yang merupakan bawaan/turunan
(heredity) maupun dari pengalaman. Implikasinya adalah bahwa dalam pendidikan
anak harus memperhatikan faktor bakat dan pengalaman belajar yang didapatkan si
anak.
-
4. Aliran naturalisme
Aliran ini dipelopori oleh J.J. Rousseau seorang filosof dari Perancis. Ia
berpandangan bahwa semua anak dilahirkan dengan pembawaan baik, dan
pembawaan baik anak tersebut akan menjadi rusak karena dipengaruhi oleh
lingkungan.
D. Manusia Sebagai Mahluk Pedagogik
Sejak manusia itu dilahirkan ke dunia ini, sejatinya ia belum menjadi manusia yang
sempurna secara lahir ataupun batin. Karena di dalam Al Quran, kondisi manusia pada
waktu itu adalah tanpa mengetahui pengetahuan sedikitpun.4
...
Maka dari itu, secara berangsur-angsur manusia membutuhkan proses pendidikan yang
mana bertujuan untuk menjadikannya sebagai makhluk ahsani takwim yang secara bahasa
diartikan sebagai sebaik-baiknya bentuk, dalam artian segala apa yang terdapat dalam diri
manusia diciptakan dalam bentuk yang komplit.
Musa Asyari ketika membahas manusia dengan memakai pendekatan semantik,
menyebutkan bahwa Alquran memperkenalkan dua kata kunci untuk memahami manusia
secara komprehensif. Kedua kata kunci tersebut adalah al-Insn yang bentuk jamaknya
al-Ns, memiliki arti melihat, mengetahui dan minta izin. Atas dasar ini, kata tersebut
mengandung petunjuk adanya kaitan substansial antara manusia dengan kemampuan
penalaran, yakni dengan penalaran itu manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang
4 Q.S. al-Nahl (16) ayat 78.
-
dilihatnya, ia dapat mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, dan terdorong untuk
meminta izin dalam rangka menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Pengertian ini
menunjukkan dengan jelas adanya potensi manusia untuk dapat didik.
Kata kunci yang kedua adalah kata al-basyar jamak dari kata basyarah yang artinya
permukaan kulit kepala, wajah, dan tubuh manusia. Olehnya itu, kata mubsyarah diartikan
mulmasah yang artinya persentuhan antara kulit laki-laki dengan kulit perempuan.
Menurut Asy-Syti5 pemakaian kata basyar di beberapa tempat dalam Alquran
seluruhnya memberikan pengertian anak Adam yang bisa makan dan berjalan di pasar-pasar,
dan di dalam pasar itu mereka saling bertemu atas dasar persamaan. Dengan demikian, kata
basyar selalu mengacu kepada manusia dari aspek lahiriyah, mempunyai bentuk tubuh yang
sama, makan dan minum dari bahan yang sama yang ada dalam alam ini, dan karena
pertambahan usia maka kondisi tubuhnya akan menurun, menjadi tua dan akhirnya akan mati.
Dari kedua kata tersebut, kata insan menunjukkan bahwa manusia memiliki kualitas
pemikiran dan kesadarannya. Hal ini berkaitan dengan kebudayaan termasuk di dalamnya
adalah pendidikan. Sedangkan kata Basyar merujuk pada dimensi alamiahnya, yang menjadi
ciri pokok manusia pada umumnya, seperti makan, minum, dan kemudian mati.
Manusia sebagaimana mahluk hidup lain, mempunyai organ-organ penyesuaian
terhadap alam sekitarnya seperti sistem pengolah energi, sistem indera perasa dan
sebagainya. Sistem-sistem tersebut bekerja saling mendukung membentuk sistem yang lebih
besar. Sistem yang kompleks pasti bekerja dengan kendali, seolah ada program canggih yang
mengendalikan sistem itu. Tanpa adanya program pengendali bagaikan sebuah komputer
tanpa software.
5 Aisyah Abd al-Rahman binti Asy-Syti, Al-Maql fi al-Insn Dirsah Qurniyah, Mesir: Dar al-Maarif, 1996, hlm. 13-14.
-
Kelebihan manusia dibanding mahluk lain terletak pada kecerdasannya. Dengan
kecerdasan manusia dapat membangun karya-karya yang berkembang, menjadi tradisi,
teknologi, peradaban dan kebudayaan tinggi, semua bermula dari jalan pikiran (kecerdasan).
Pikiran dalam konteks kecerdasan, itulah yang mengendalikan seluruh sistem organ manusia
baik sadar maupun tidak.
Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah dengan mempergunakan
bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah. Manusia
diciptakan Allah SWT. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah
sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai
kemampuan. Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang telah diberikan
Allah Swt. Hal ini dapat diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-
macam unsur kimiawi yang terdapat dari tanah.6 Adapun tahapan-tahapan dalam proses
selanjutnya, manusia yang sekarang ini, prosesnya dapat diamati meskipun secara bersusah
payah. Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat diketahui bahwa manusia dilahirkan
dari rahim seorang Ibu yang proses penciptaannya dimulai sejak pertemuan antara
permatozoa dengan ovum.
Manusia menurut pandangan Al-Quran tidak menjelaskan asal-usul kejadiannya
secara rinci. Dalam hal ini Al-Quran hanya menjelaskan mengenai prinsip-prinsipnya saja.
Ayat-ayat mengenai hal tersebut terdapat dalam surat Nuh ayat 17, Ash-Shaffat ayat 11, Al-
Mukminuun ayat 12-13, Ar-Rum ayat 20, Ali Imran ayat 59, As-Sajdah ayat 7-9, Al-Hijr ayat
28, dan Al-Hajj ayat 5.
6 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2006), hlm. 53-112.
-
Pada hakekatnya, manusia terlahir sebagai khalifah dan hamba Allah SWT. Selain
untuk menyembah Allah SWT, manusia juga sebagai pemimpin di muka Bumi. Maka jelas
bahwa disini peran manusia sebagai pemimpin, sehingga seorang pemimpin harus mendidik
anak buahnya. Ibarat seorang ayah yang menjadi pemimpin dalam keluarga, maka sudah
seharusnya dia membimbing anak dan istrinya menuju rumah tangga yang sakinah,
mawaddah warrohmah, begitupun dengan guru, dia harus bisa membimbing, mengantar dan
memimpin peserta didik agar menjadi sosok yang lebih baik.7 Allah menciptakan manusia
dalam keadaan fitrah dengan dibekali beberapa potensi yakni potensi yang ada dalam jasmani
dan rohani. Bekal yang dimiliki manusia pun tidak hanya berupa asupan positif saja, karena
dalam diri manusia tercipta satu potensi yang diberi nama nafsu. Dan nafsu ini yang sering
membawa manusia lupa dan ingkar dengan fitrahnya sebagai hamba dan khalifah Allah di
bumi. Untuk itu manusia perlu mengembangkan potensi positif yang ada dalam dirinya untuk
rnencapai fitrah tersebut. Dan sebagai pendidik pertama di bumi, orang tua adalah yang
berkewajiban memberikan pengetahuan pertama kepada anak-anaknya.
Berangkat dari sebuah tanggung jawab dalam menjalankan amanah sebagai pendidik
merupakan bukti nyata dari tugas kekhalifaan. amanah ini harus diterjemahkan secara
mendalam mengingat potensi yang dianugerahkan kepada manusia mencakup semua aspek
pencapaian secara paripurna.
Dengan dasar ini manusia wajib mewariskan ilmu pengetahuan yang dimiliki melalui
kegiatan pendidikan. kewajiban orang tua dalam hal pendidikan menjadi hal yang sangat
mendasar bagi kehidupan anak didik, peranan orang tua sebagai pendidik akan menentukan
perjalanan anak didiknya dalam menemukan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya.
7 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 74-75.