BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja -...

40
14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi yang ingin maju tentunya akan melibatkan anggota organisasi tersebut untuk meningkatkan kinerja mereka, oleh karena itu setiap organisasi harus memiliki etos kerja. Dalam bidang pekerjaan yang dihadapi dengan etos kerja yang tinggi tentunya tidak akan membuat rutinitas menjadi bosan melainkan sebaliknya akan meningkatkan prestasi kerja. Zainal (2010) yang mengutip Nitisemito (1996) menyatakan hal yang berpengaruh pada tinggi rendahnya semangat kerja yaitu turun rendahnya produktivitas, tingkat absensi yang naik/rendah, tingkat perputaran buruh yang tinggi, tingkat kerusuhan yang tinggi, kegelisahan, tuntutan yang sering terjadi, dan pemogokan. Etos kerja disini adalah spirit, semangat dan mentalitas yang mewujud menjadi seperangkat perilaku kerja yang khas dan unggul seperti rajin, teliti, kerja keras, tekun dan sabar, bertanggung jawab, hemat, efisien, dan menghargai waktu. Etos kerja merupakan produk dari budaya, ia merupakan cara pandang dari sebuah tatanan melalui cara kerja. Cara pandang mengenai kerja ini dihasilkan melalui proses

Transcript of BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja -...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

14

BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1 Etos Kerja

Setiap organisasi yang ingin maju tentunya

akan melibatkan anggota organisasi tersebut

untuk meningkatkan kinerja mereka, oleh karena

itu setiap organisasi harus memiliki etos kerja.

Dalam bidang pekerjaan yang dihadapi dengan

etos kerja yang tinggi tentunya tidak akan

membuat rutinitas menjadi bosan melainkan

sebaliknya akan meningkatkan prestasi kerja.

Zainal (2010) yang mengutip Nitisemito (1996)

menyatakan hal yang berpengaruh pada tinggi

rendahnya semangat kerja yaitu turun rendahnya

produktivitas, tingkat absensi yang naik/rendah,

tingkat perputaran buruh yang tinggi, tingkat

kerusuhan yang tinggi, kegelisahan, tuntutan

yang sering terjadi, dan pemogokan.

Etos kerja disini adalah spirit, semangat

dan mentalitas yang mewujud menjadi

seperangkat perilaku kerja yang khas dan unggul

seperti rajin, teliti, kerja keras, tekun dan sabar,

bertanggung jawab, hemat, efisien, dan

menghargai waktu. Etos kerja merupakan produk

dari budaya, ia merupakan cara pandang dari

sebuah tatanan melalui cara kerja. Cara pandang

mengenai kerja ini dihasilkan melalui proses

Page 2: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

15

kebudayaan yang panjang yang akhirnya

membentuk kepribadian masyarakat itu.

Kunci di dalam keberhasilan jalan suatu

organisasi atau lembaga adalah etos kerja, etos

kerja akan menjadi acuan oleh pelaksana

organisasi di semua lini mulai dari pimpinan,

staff sampai kepala pelaksana unit. Schumacher

(1987) dikutip dalam Sinamo (2005)

mempertajam peranan etos kerja ini. Schumacher

berkata bahwa pembangunan tidak dimulai

dengan barang, tetapi dimulai dari manusia yaitu

pendidikannya, organisasinya dan disiplinnya.

Tanpa ketiga komponen ini, semua sumber daya

tetap terpendam tak dapat dimanfaatkan.

Schumacher menegaskan sumber daya material

atau uang bersifat sekunder, yang primer ialah

sumberdaya manusia.

2.1.1 Pengertian Etos Kerja

Asifuddin (2004) menjelaskan bahwa etos

berasal dari Yunani artinya yaitu ciri, sifat, atau

kebiasaan, adat istiadat atau juga kecenderungan

moral, pandangan hidup yang dimiliki seseorang,

suatu kelompok orang atau bangsa. Abdulah

(1986) menjelaskan kerja sebagai usaha yang

komersial yang menjadi suatu keharusan demi

hidup, atau sesuatu yang imperatif dari diri,

maupun sesuatu yang terkait pada identitas diri

yang bersifat sakral.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

16

Etos dapat diartikan sebagai jiwa yang

khas sekelompok manusia, yang dari jiwa khas

itu berkembang pandangan bangsa tentang yang

baik dan buruk yakni etikanya (Echols dan

Shadly 1996). Etos kerja adalah semangat kerja

yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang

atau suatu kelompok (Depdiknas, 2002 dikutip

dalam Susiyanto, 2005). Tjuana (2008) yang

mengutip Buchori (1994) mengatakan etos kerja

sebagai sikap dan pandangan hidup kerja,

kebiasaan kerja, ciri-ciri atau sifat mengenai cara

kerja yang dimiliki oleh seseorang, kelompok

manusia atau bangsa. Mubyarto (1991)

menjelaskan bahwa etos kerja sebagai sikap dan

pandangan hidup kerja, kebiasaan kerja keras

dan hidup sederhana serta hemat.

Aristoteles mengatakan etos dapat dicapai

dengan apa yang dikatakan seorang pembicara,

tidak dengan apa yang dipikirkan orang

mengenai sifatnya sebelum orang tersebut

berbicara, maksudnya adalah etos dapat dikenali

dari sifat-sifat yang dapat dideteksi oleh indera.

Prasetyo (2006) yang mengutip Anoraga (1992)

mengatakan etos kerja merupakan suatu

pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat

terhadap kerja, bila individu memandang kerja

merupakan sesuatu yang luhur bagi eksistensi

manusia maka etos kerjanya tinggi, sebaliknya

Page 4: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

17

jika individu memandang kerja sebagai bernilai

rendah maka etos kerjanya juga akan rendah.

Menurut Charrington (1998) seperti yang

ditulis oleh Supratowo (dikutip dalam Susiyanto,

2005), etos kerja mengandung beberapa makna

yaitu

1. Memandang kerja keras sebagai suatu nilai

kebaikan. Yaitu usaha untuk mencapai tujuan

dengan sungguh-sungguh, tidak mudah

menyerah, tekun, cermat dan bertanggung

jawab.

2. Penggunaan waktu secara efektif dalam arti

tidak membuang waktu percuma.

3. Memandang disiplin sebagai nilai yang baik.

Misalnya hadir tepat waktu dan pulang pada

waktunya.

4. Produktivitas, yaitu mampu menghasilkan

karya-karya yang berguna bagi tempatnya

bekerja.

5. Rasa bangga terhadap pekerjaan. Dengan

profesi tersebut dapat melayani sesama dan

memberikan kasih kepada sesama.

6. Komitmen dan kesetiaan terhadap profesi dan

tempat bekerja. Dalam komitmen tergantung

sebuah tekad dan keyakinan yang melahirkan

vitalitas yang penuh semangat, dan

mempunyai perhatian yang tinggi.

7. Berorientasi pada prestasi dan berusaha

mencapai karir yang tinggi untuk kemajuan.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

18

8. Adanya nilai positif terhadap sikap hidup

hemat, jujur, untuk memperoleh pendapatan

dan kekayaan dengan benar.

Fungsi dari etos kerja menurut Maisaroh

(2009) yang mengutip Rusyan (1989) adalah

pendorong timbulnya perbuatan, penggerak

dalam aktivitas, dan sebagai penggerak seperti

mesin pada mobil.

2.1.2 Jenis Etos Kerja Menurut Sinamo

Berikut adalah delapan etos kerja professional

menurut Sinamo:

a. Kerja adalah rahmat (aku bekerja tulus penuh

syukur)

Sinamo menyatakan kerja merupakan

rahmat, bekerja merupakan saluran berkat dari

Tuhan kepada manusia untuk mencukupi

kebutuhan dirinya beserta keluarganya sehingga

patut untuk disyukuri dengan bekerja tidak

bersungut-sungut, malas dan setengah hati.

Rasa syukur terhadap rahmat dan

anugerah pekerjaan dari Tuhan tidak hanya

diterapkan kepada diri sendiri, tetapi juga kepada

orang sekitar dan lingkungan untuk menjalin

hubungan yang baik antar pekerja, bawahan dan

pimpinan, agar bisa memajukan organisasi

tersebut.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

19

b. Kerja adalah Amanah (Aku bekerja Penuh

Tanggung Jawab)

Amanah berasal dari bahasa Arab yang

berarti jujur atau dapat dipercaya, sedangkan

dalam bahasa Indonesia berarti pesan, perintah,

keterangan atau wejangan. Amanah adalah

tugas, kepercayaan dari Tuhan kepada manusia

untuk dilaksanakan sesuai dengan petunjuk-

Nya.

Pekerja yang memegang amanah adalah

pekerja yang meyakini dan menyadari bahwa

pekerjaan yang dikerjakannya dipertanggung

jawabkan di hadapan Tuhan dan manusia

sehingga dalam penerapannya pekerja tersebut

mempunyai kesadaran untuk bekerja sesuai

dengan target yang telah ditetapkan organisasi,

tidak menyalahgunakan fasilitas yang ada dalam

organisasi, tidak membuat laporan palsu, tidak

menggunakan jam kerja untuk kepentingan

pribadi, dan mematuhi semua peraturan dalam

organisasi.

c. Kerja adalah Panggilan (Aku bekerja Tuntas

Penuh Integritas)

Lewat pekerjaan atau profesi berarti kita

menjawab panggilan dari Tuhan, dan dengan

bakat,talenta, minat, dan kecerdasan yang

dimiliki merupakan kemampuan untuk

menjawab dan memenuhi panggilan. Panggilan

Page 7: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

20

harus diselesaikan sampai tuntas sehingga

diperlukan integritas yang kuat seperti

komitmen, janji yang ditepati untuk menunaikan

darma hingga selesai sampai tuntas, tidak ingkar

tanggung jawab, jujur pada diri sendiri,

berkehendak baik, bersikap sesuai dengan

tuntutan nurani, memenuhi panggilan hati untuk

bertindak dan berbuat yang benar dengan

mengikuti aturan dan prinsip, bekerja dengan

segenap hati, segenap pikiran, segenap tenaga

secara total, utuh dan menyeluruh.

d. Kerja adalah Aktualisasi Diri (Aku Bekerja

Keras Penuh Semangat)

Dapat disimpulkan bahwa dengan

aktualisasi maka pekerja akan menemukan

kepuasan terhadap dirinya, karena dengan

bekerja akan menggali seluruh potensi terbaik

yang ada dalam dirinya. Dengan aktualisasi

maka pekerja dapat mengetahui kemampuan dan

keterbatasannya. Dalam proses aktualisasi

diperlukan kerja keras, dan menurut Sinamo

dalam pengembangan potensi tersebut tidak akan

terasa terlalu berat jika yang dilakukan

merupakan suatu panggilan hidup. Oleh karena

itu yang harus dilakukan adalah menemukan

apa yang menjadi panggilan hidup, merumuskan

visi, misi,target yang ingin diraih dan menjauhi

Page 8: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

21

godaan-godaan sehingga dapat mencapai

keinginan utama

e. Kerja adalah Ibadah (Aku Bekerja Serius

Penuh Kecintaan)

Dengan banyaknya berkat dan karunia

yang diberikan Tuhan maka kita harus mengabdi

dan berbakti kepada Tuhan dengan bekerja.

Kerja atau Ibadah untuk Tuhan juga harus

dilakukan dengan kerja yang baik, yang

bermanfaat yang seturut dengan nilai-nilai.

Selain itu bekerja juga harus dengan rasa cinta

karena dengan adanya rasa cinta maka kita akan

bekerja dengan baik, tidak bersungut-sungut.

Dengan mencintai pekerjaan maka dalam diri

pekerja akan menimbulkan motivasi, dan

kualitas kerja yang lebih baik.

f. Kerja adalah Seni (Aku Bekerja Cerdas Penuh

Kreativitas)

Menurut Sinamo bekerja sebagai seni

tampak dari kemampuan berpikir tertib,

sistematik, dan konseptual, cerdas dan kreatif

dalam memecahkan masalah maupun

menemukan solusi, menggagas pikiran inovatif

dan imajinatif, menghasilkan desain-desain

proses produk, atau solusi secara genuine.

Jika pekerja manganggap kerja sebagai

seni maka pekerja akan bekerja dengan efektif

dan efisien, dan didalam diri pekerja akan timbul

Page 9: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

22

kreativitas yang memunculkan inovasi yang

sangat berguna bagi organisasi. Para pekerja

akan bekerja dengan cerdas dengan

menggunakan strategi yang baik dalam bekerja.

g. Kerja adalah Kehormatan (Aku Bekerja Tekun

Penuh Keunggulan)

Kerja adalah kehormatan mempunyai

banyak dimensi yaitu artinya:

1. Dengan bekerja kemampuan kita dihormati

oleh pemberi kerja. Pemberi kerja percaya

akan kemampuan sukses kita, percaya pada

kompetensi, menghargai kemampuan dan

memberi kesempatan kepada pekerja.

2. Secara psikologis pekerjaan menyediakan rasa

hormat bagi diri seseorang dan dibuktikan

melalui prestasi sehingga melahirkan

kebanggaan dan harga diri yang sehat.

3. Secara sosial kerja memberikan kehormatan

karena berkarya dengan kemampuan diri

sendiri merupakan suatu kebajikan. Dengan

bekerja maka kita tidak membebani orang

lain.

4. Secara finansial dengan bekerja membuat

mandiri secara ekonomis dan dapat

membantu keluarga maupun orang lain yang

membutuhkan bantuan kita sehingga

menambah kehormatan diri.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

23

5. Secara moral kehormatan berarti menjaga

perilaku etis dan menjauhi perilaku nista.

Dalam pekerjaan kita menjauhi korupsi,

kolusi, nepotisme dan selain itu kita juga

dalam bekerja mengedepankan sopan santun,

bertindak adil dan baik.

Dapat disimpulkan dalam bekerja, orang

akan dihormati ketika mempunyai prestasi

unggul yaitu dengan bekerja dengan tekun baik

sehingga menghasilkan kerja dan produk dengan

kualitas yang baik. Dengan bekerja maka

seseorang diberikan penghargaan oleh orang lain

dan mempunyai rasa kebanggaan. Tujuan dari

kehormatan yang terpenting adalah agar kita

selalu bekerja penuh tekun.

h. Kerja adalah Pelayanan (Aku Bekerja

paripurna Penuh Kerendahan Hati)

Menurut Sinamo dalam dunia bisnis

melayani adalah memuaskan pelanggan dengan

menyajikan karya yang mengesankan dan tidak

mengecewakan pelanggan dengan produk-produk

unggulan.

Dalam dunia kerja memang sangat erat

terkait dengan pelayanan seperti pelayanan

penyediaan jasa transportasi, kesehatan,

pendidikan, keamanan. Semua pelayanan itu jika

dilakukan dengan kesadaran bahwa kerja adalah

pelayanan dan merupakan hal yang mulia

Page 11: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

24

dengan kerendahan hati maka tentu saja kita

dapat melayani dengan baik, dan pelanggan akan

merasa terpuaskan karena karya-karya yang

dihasilkan merupakan karya yang baik dan

unggul.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas

maka dapat disimpulkan etos kerja merupakan

sikap, keyakinan dan pandangan mendasar yang

menjadi pegangan seseorang dalam bekerja, yang

berguna dalam proses mencapai kesuksesan.

Indikator-indikator dari etos kerja yaitu:

1. Kerja adalah rahmat (bekerja tulus penuh

syukur)

2. Kerja adalah amanah (bekerja penuh tanggung

jawab

3. Kerja adalah panggilan (bekerja tuntas penuh

integritas)

4. Kerja adalah aktualisasi (bekerja penuh

semangat)

5. Kerja adalah ibadah (bekerja penuh kecintaan)

6. Kerja adalah seni (bekerja penuh kreativitas)

7. Kerja adalah kehormatan (bekerja tekun penuh

keunggulan)

8. Kerja adalah pelayanan (bekerja paripurna

penuh kerendahan hati)

2.1.3 Etos Kerja Kristen

Ajaran Kristen mengajarkan mengenai etos

kerja yang baik. Dalam Kejadian 2:15 sebelum

Page 12: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

25

manusia dicipta, Tuhan sudah menciptakan alam

semesta dan isinya menjadi tempat manusia

berdaya guna dan manusia dicipta untuk

memelihara dan mengusahakan taman tersebut

Subeno (1999). Dari ayat tersebut terdapat dua

unsur yaitu mengusahakan dan memelihara

sehingga ekonomi dapat berjalan dengan benar.

Ini diperlukan lagi ketika manusia jatuh ke

dalam dosa dalam Kejadian 3:17-19.

Bekerja merupakan anugerah yang

diberikan oleh Tuhan pada manusia sehingga

harus disyukuri. Dalam 1 Korintus 15:10 Paulus

menyatakan bahwa kerja adalah anugerah atau

pemberian Tuhan, pekerjaan merupakan sesuatu

yang dipercayakan Tuhan kepadanya dan

merupakan suatu kehormatan yang perlu dijaga

sehingga merupakan sesuatu yang disyukuri.

Paulus menyatakan etos kerja dengan bekerja

keras yang terdiri dari kesungguhan menjalankan

pekerjaan, yaitu kita mempunyai semangat kerja

yang baik dan mempunyai jiwa yang tidak takut

susah untuk bekerja dan menghasilkan sesuatu

yang baik dengan tangan kita. Bekerja adalah

menginginkan hasil yang terbaik untuk

dipersembahkan kepada Tuhan dan dengan

bekerja maka dapat menjadi berkat buat sesama.

Bekerja adalah menginginkan hasil yang

terbaik untuk dipersembahkan kepada Tuhan

yaitu bekerja juga dengan tidak dengan

Page 13: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

26

sembarangan dan mencapai kualitas yang

memadai. Bekerja adalah anugerah dari Tuhan

sehingga apa yang kita kerjakan harus kita

pertanggungjawabkan kembali di hadapan

Tuhan. Bekerja merupakan anugerah karena

merupakan suatu kepercayaan yang Tuhan

berikan, pekerjaan yang diberikan Tuhan

merupakan suatu kehormatan. Dalam 2

Tesalonika 3:6-15 Paulus juga menyayangkan

pekerjaan yang tidak tuntas. Dalam bekerja juga

harus diselesaikan dengan tuntas sehingga tidak

melalaikan dan menuntaskan pekerjaan. Tuhan

Yesus Kristus memberikan teladan bekerja

hingga tuntas dengan menuntaskan pekerjaan

yang ditugaskan Bapa-Nya dalam Yohanes 19:30

Ia menyelesaikan pekerjaan berat dengan baik

dan tuntas.

Ketika kita bekerja dan menghasilkan

sesuatu maka selain hasil jerih payah tersebut

digunakan dan dinikmati juga harus ada

keinginan untuk berbagi dengan mereka yang

berada dalam kesulitan sehingga menjadi berkat

untuk orang lain. Hal ini dikarenakan sesuatu

yang kita miliki baik tenaga, kepandaian dan

kesempatan studi merupakan anugerah dan

talenta pemberian Tuhan sehingga kita dapat

bekerja.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

27

2.2 Budaya Organisasi

Budaya organisasi adalah suatu alat dalam

menafsirkan kehidupan dan perilaku dari

organisasinya. Manuputty (2006) yang mengutip

Newstrom (1990) mengatakan suatu budaya yang

kuat merupakan perangkat yang sangat

bermanfaat untuk mengarahkan perilaku, karena

membantu karyawan melakukan pekerjaan yang

lebih baik sehingga setiap karyawan pada awal

karirnya perlu memahami budaya dan

bagaimana budaya tersebut diimplementasikan.

Dengan adanya ketaatan atas peraturan dan

kebijakan organisasi maka diharapkan bisa

mengoptimalkan kinerja dan produktivitas

karyawan untuk mencapai tujuan organisasi.

Bila organisasi tidak mempunyai nilai-nilai

yang diyakininya maka organisasi hanya akan

cenderung mempasrahkan dirinya pada nasib

dan sulit mencapai tujuannya. Nilai yang diyakini

oleh anggota organisasi tersebut sebagai suatu

aturan maka akan menjadi budaya.

2.2.1 Pengertian Budaya Organisasi

Luthans (2005) yang mengutip Schein

mengatakan bahwa budaya organisasi adalah

pola asumsi dasar diciptakan, ditemukan, atau

dikembangkan oleh kelompok tertentu saat

mereka menyesuaikan diri dengan masalah-

masalah eksternal dan integrasi internal-yang

Page 15: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

28

telah bekerja cukup baik dan dianggap berharga,

dan karena itu diajarkan pada anggota baru

sebagai cara yang benar untuk menyadari,

berpikir, dan merasakan hubungan dengan

masalah tersebut.

Joanne Martin dikutip dalam Luthans

(2005) menekankan perbedaan persepektif

budaya pada berbagai organisasi, ia menyatakan

bahwa saat individu berhubungan dengan

organisasi, mereka berhubungan dengan norma

berpakaian, cerita orang-orang mengenai apa

yang terjadi, aturan dan prosedur formal

organisasi, kode perilaku formal, ritual, tugas,

sistem gaji, bahasa, dan lelucon yang hanya

dimengerti orang dalam, dan sebagainya. Elemen

tersebut merupakan beberapa manifestasi

budaya organisasi.

Budaya organisasi adalah salah satu wujud

anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit

oleh kelompok dan menentukan bagaimana

kelompok tersebut rasakan, pikirkan, dan

bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka

ragam (Kreitner dan Kinicki dikutip dalam

Ariwibowo, 2010). Menurut Drucker dikutip

dalam Dalimunthe (2009) budaya organisasi

adalah pokok penyelesaian masalah-masalah

eksternal dan internal yang pelaksanaannya

dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok

yang kemudian diwariskan kepada anggota-

Page 16: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

29

anggota baru berbagai cara sebagai cara yang

tepat untuk memahami, memikirkan dan

merasakan terhadap masalah-masalah.

Sundjoto (2007) yang mengutip Deal dan

Kennedy (1999) menyebutkan enam elemen

penentu budaya yang dimiliki oleh suatu

perusahaan, yaitu:

1. Sejarah (history), merupakan perekat dalam

keutuhan organisasi dan mengikat individu

didalamnya pada mitologi yang harus dipahami

bersama tujuan yang harus dicapai.

2. Nilai dan keyakinan (values and believes),

keyakinan merupakan hal yang diingat dan

diterima secara bersama sebagai sesuatu yang

penting sifatnya. Nilai-nilai merupakan prinsip-

prinsip mendasar yang dianut secara bersama

oleh karyawan.

3. Upacara dan perayaan (ritual and ceremony),

merupakan aktivitas yang tersistematis dan

rutin dimana perusahaan menonjolkan nilai-

nilai dan kepercayaanya.

4. Cerita-cerita (stories), merupakan saran-saran

untuk menyampaikan nilai-nilai dan

kepercayaan yang dianut perusahaan.

Biasanya yang menjadi fokus cerita adalah

figur-figur dalam perusahaan dan prestasi

karyawan.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

30

5. Tokoh-tokoh panutan (heroic figures),

merupakan individu-individu yang

melambangkan nilai-nilai perusahaan dan

menjadi sosok panutan bagi karyawan.

6. Jaring-jaring budaya (the culture network),

merupakan bentuk komunikasi informasi

untuk menyebarkan nilai-nilai dan kisah-kisah

kepahlawanan dalam perusahaan.

Victor dikutip dalam Dalimunthe (2009)

berpendapat bahwa budaya organisasi

merupakan norma yang terdiri dari suatu

keyakinan, sikap, core values, dan pola perilaku

yang dilakukan orang dalam organisasi.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat

disimpulkan budaya organisasi adalah

sekumpulan aturan, norma-norma dan

kebiasaan berperilaku dalam organisasi yang

harus ditaati ketika melakukan berbagai

pekerjaan dan terus menerus diturunkan

kepada setiap anggota organisasi.

2.2.2 Karakteristik Budaya Organisasi

Robbins (2008) menjelaskan budaya

organisasi mengacu pada sebuah sistem makna

bersama yang dianut oleh para anggota yang

membedakan organisasi tersebut dengan

organisasi lainnya. Sistem makna bersama

adalah sekumpulan karakteristik kunci yang

dijunjung tinggi oleh organisasi yaitu:

Page 18: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

31

a. Inovasi dan keberanian mengambil resiko.

Sejauh mana karyawan didorong untuk

bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.

b. Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana

karyawan diharapkan menjalankan presisi,

analisis, dan perhatian pada hal-hal detail.

c. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen

berfokus lebih pada hasil ketimbang pada

teknik dan proses yang digunakan untuk

mencapai hasil tersebut.

d. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-

keputusan manajemen mempertimbangkan

efek dari hasil tersebut atas orang yang ada

dalam organisasi.

e. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan

kerja diorganisasi pada tim ketimbang pada

individu-individu.

f. Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap

agresif dan kompetitif ketimbang santai.

g. Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan

organisasi menekankan dipertahankannya

status quo dalam perbandingannya dengan

pertumbuhan.

Rifai (2010) yang mengutip Moeldjono

(2006) mendefinisikan budaya organisasi dengan

10 karakteristik

1. Inisiatif individu. Seberapa jauh inisiatif

orang dikehendaki dalam perusahaan. Hal ini

meliputi tanggung jawab, kebebasan dan

Page 19: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

32

independensi dari masing-masing anggota

organisasi dalam artian seberapa besar

seseorang diberi wewenang dalam

melaksanakan tugasnya, seberapa berat

tanggung jawab yang harus dipikul sesuai

wewenangnya dan seberapa luas kebebasan

mengambil keputusan.

2. Toleransi terhadap resiko. Menggambarkan

seberapa jauh sumber daya manusia

didorong lebih agresif, inovatif dan mampu

menjalani resiko dalam pekerjaannya.

3. Pengarahan. Berkenaan dengan kejelasan

organisasi dalam menentukan objek dan

harapan terhadap sumber daya manusia

dalam hal hasil kerjanya. Harapan tersebut

dalam hal kualitas, kuantitas dan waktu.

4. Integrasi. Seberapa jauh keterkaitan dan

kerjasama yang ditekankan dalam

melaksanakan tugas dari masing-masing unit

di dalam suatu organisasi dengan kordinasi

yang baik.

5. Dukungan manajemen. Dalam hal ini

seberapa jauh manajemen memberikan

komunikasi yang jelas, bantuan dan

dukungan terhadap bawahannya dalam

melaksanakan tugasnya.

6. Pengawasan. Meliputi peraturan-peraturan

dan supervise langsung yang digunakan

Page 20: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

33

untuk melihat secara keseluruhan dari

perilaku karyawan.

7. Identitas. Menggambarkan pemahaman

anggota organisasi yang loyal terhadap

organisasi secara penuh dan seberapa jauh

loyalitas karyawan terhadap organisasi.

8. Sistem Penghargaan. Pengalokasian “reward”

(kenaikan, gaji, promosi) berdasarkan hasil

kriteria karyawan yang telah ditentukan.

9. Toleransi terhadap konflik. Menggambarkan

usaha sejauh mana mendorong karyawan

agar bersikap kritis terhadap konflik yang

terjadi.

10.Pola Komunikasi. Terbatas dari hierarki

formal dari setiap perusahaan.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas

indikator-indikator budaya organisasi yang

dapat digunakan yaitu:

1. Inovasi dan pengambilan resiko

2. Perhatian pada hal-hal rinci

3. Orientasi hasil

4. Orientasi orang

5. Orientasi tim

6. Keagresifan

7. Stabilitas

Robbin (1997) menjelaskan budaya

organisasi kuat adalah budaya dimana nilai-nilai

inti organisasi dipegang secara intensif dan

Page 21: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

34

dianut bersama secara meluas anggota

organisasi.

Ciri-ciri budaya organisasi kuat:

a. Anggota organisasi loyal kepada organisasi.

b. Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang

dalam perusahaan digariskan dengan jelas,

dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan orang-

orang dalam perusahaan, sehingga orang yang

bekerja menjadi sangat kohesif.

c. Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya

pada slogan, tetapi dihayati dan dinyatakan

dalam tingkah laku sehari-hari secara

konsisten oleh orang-orang yang bekerja

dalam perusahaan.

d. Organisasi memberikan tempat khusus

kepada pahlawan-pahlawan organisasi dan

secara sistematis menciptakan bermacam-

macam tingkat pahlawan.

e. Dijumpai banyak ritual, mulai dari ritual

sederhana hingga mewah.

f. Memiliki jaringan kulturan yang menampung

cerita-cerita kehebatan para pahlawannya.

Ciri-ciri budaya yang lemah menurut Deal dan

Kennedy:

a. Mudah terbentuk kelompok-kelompok yang

bertentangan satu sama lain.

b. Kesetiaan kepada kelompok melebihi

kesetiaan pada organisasi.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

35

c. Anggota organisasi tidak segan-segan

mengorbankan kepentingan organisasi untuk

kepentingan kelompok atau kepentingan diri

sendiri.

2.3 Religiusitas

Religiusitas berperan penting dalam

mempengaruhi suatu perilaku seseorang. Orang

yang mempunyai tingkat religiusitas yang tinggi

maka akan melakukan ajaran agama yang

dianutnya dengan baik karena disertai rasa

takut akan Tuhan sehingga menjauhi perbuatan

yang terlarang. Karyawan yang mempunyai

tingkat religiusitas yang tinggi yang menganggap

pekerjaannya adalah suatu ibadah sangat

diharapkan berada dalam organisasi.

Dengan religiusitas dapat memotivasi

seseorang dalam bekerja, sehingga bekerja

dengan baik, jujur serta bersikap disiplin dalam

organisasi. Organisasi juga sebaiknya

mendukung untuk peningkatan religiusitas para

pekerjanya dengan menyediakan sarana-sarana

dan juga mendukung kegiatan beribadah para

karyawan, sehingga dengan tingkat religiusitas

yang tinggi maka memotivasi semangat kerja

dan menghasilkan kinerja yang baik bagi

organisasi dan dapat memajukan organisasi

tersebut.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

36

2.3.1Pengertian Religiusitas

Religiusitas (Religiosity) adalah kata sifat

dari kata Religion (Bahasa Inggris) atau religie

(Bahasa Belanda), religion (Bahasa Perancis), din

(Bahasa Arab). Dalam kamus latin Indonesia

diterjemahkan sebagai agama, jiwa keagamaan,

kesalehan. Religiusitas adalah pengarahan jiwa

kepada Tuhan dimanapun seseorang berada

(Charry, 1999). Kepercayaan ini menjadi faktor

motivasi bagi berbagai tingkah laku.

Rahmawati (2003) yang mengutip Bozman

(1958) mengatakan rumusan tentang religion

yaitu penerimaan atas tata aturan daripada

kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi daripada

manusia itu sendiri, sejak masa dini

kehidupannya manusia menemukan adanya

aturan dan keteraturan. Ia merasa berhadapan

dengan Maha Pengatur, Yang Ghalib.

Kesadarannya akan kedudukannya sebagai

makhluk dari Maha Pencipta melahirkan

padanya sikap yang religius (Soelaeman,1987

dikutip dalam Rahmawati, 2003). Tambunan

(2001) mengatakan religiusitas adalah hubungan

personal yang melibatkan perasaan pasrah dan

tergantung serta pengakuan akan adanya

kekuatan akhir yang melebihi dirinya sendiri.

Hal ini berbeda dengan agama, karena

agama biasanya mengacu kepada kelembagaan

yang bergerak dalam aspek-aspek yuridis dan

Page 24: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

37

hukuman, sedangkan religiusitas lebih kepada

aspek “lubuk hati” dan personalisasi dari

kelembagaan tersebut (Rahmawati, 2003).

Religiusitas berarti berbicara permasalahan

kehidupan dan berbicara tentang aspek iman.

Iman yaitu menyangkut konstruksi utuh tentang

orientasi hidup, eksistensi kepercayaan yang

mendasari laku dan langkah dalam memandang

kehidupan.

Rahmawati (2003) yang mengutip

Mangunwijaya (1986) mengatakan agama tidak

identik dengan religiusitas, tetapi keduanya

mempunyai hubungan yang erat tidak dapat

berdiri sendiri. Orang yang beragama dengan

baik belum tentu religius. Ia hanya melakukan

kewajiban beragamanya saja tanpa ada

pengakuan ada rasa cinta terhadap Tuhan. Pada

tingkat religiusitas bukan peraturan atau

hukum yang berbicara melainkan keikhlasan,

kesukarelaan, kepasrahan diri dalam Tuhan.

Religiusitas adalah tingkatan dalam hati

bahwa satu-satunya jalan untuk mendapatkan

kehidupan yang diidam-idamkan adalah

penyerahan diri kepada Tuhan secara pribadi.

Hanya melalui penyerahan diri orang dapat

sampai pada pengakuan Allah yang benar

(Hujbers, 1992). Fungsi kesadaran religius

menurut Hawa dan Sutrisno (1988) yaitu sebagai

benih timbulnya agama, dasar moral dan etika

Page 25: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

38

hidup, sumber ilham bagi semangat

kemanusiaan, sumber kriteria tujuan dan proses

pembangunan atau prasyarat pembangunan,

penting bagi usaha dalam keutuhan hidup baik

secara individu maupun bermasyarakat , penting

dalam kesehatan mental.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat

disimpulkan religiusitas adalah kepasrahan dan

rasa ketergantungan seseorang kepada Tuhan

yang disebabkan karena adanya kesadaran

orang tersebut sebagai makhluk ciptaan Tuhan

yang harus menyembah dan melaksanakan

setiap ajaran-ajaran Tuhan.

2.3.2 Aspek Religiusitas

Hawa dan Sutrisno (1988) yang mengutip

Stark dan Glock (1963) menjelaskan

keberagamaan seseorang terdiri dari lima yaitu:

a) Dimensi peribadatan (Ritual Involvement).

Yaitu tingkatan sejauh mana mengerjakan

kewajiban ritual dalam agama mereka. Seperti

pergi ke gereja bagi yang beragama Kristen.

b) Dimensi ideologi (Ideological Involvement).

Yaitu tingkatan sejauh mana orang menerima

hal-hal yang dogmatik dalam agama mereka.

Misalnya kepercayaan akan malaikat, hari

kiamat, surga, neraka dan lain-lain.

c) Dimensi pengamalan penghayatan

(Experiential Involvement). Merupakan

Page 26: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

39

keajaiban yang datang dari Tuhan. Misalnya

seseorang merasakan doanya dikabulkan,

merasakan jiwanya selamat dari bahaya

karena pertolongan Tuhan.

d) Dimensi pengetahuan agama (Intellectual

Involvement). Seberapa jauh seseorang

mengetahui ajaran agamanya. Seberapa jauh

aktivitasnya dalam menambah pengetahuan

agama, membaca buku agama, menghadiri

sekolah minggu dan lain-lain.

e) Dimensi pengamalan (Consequential

Involvement). Yaitu mengukur sejauh mana

perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran

agamanya, misalnya apakah dia mengunjungi

tetangganya yang sakit, mendermakan

sebagian hartanya untuk fakir miskin,

menyumbangkan uangnya untuk pendirian

rumah piatu dan lain-lain.

Pendapat Stark dan Glock tersebut

dikuatkan oleh Rahmat. Dengan istilah yang

agak berbeda, menurut Rahmat, keberagamaan

seseorang terdiri dari lima aspek yaitu :

1. Aspek ideologis adalah seperangkat

kepercayaan (belief) yang memberikan premis

aksistensial.

2. Aspek ritualistik adalah aspek pelaksanaan

ritual/ibadah suatu agama.

3. Aspek eksperiensial adalah bersifat afektif :

keterlibatan emosional dan sentimental pada

Page 27: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

40

pelaksanaan ajaran agama, yang membawa

pada religious feeling.

4. Aspek intelektual adalah pengetahuan agama :

seberapa jauh tingkat melek agama pengikut

agama yang bersangkutan, tingkat

ketertarikan penganut agama untuk

mempelajari agamanya.

5. Aspek konsekuensial, disebut juga aspek

sosial. Aspek ini merupakan implementasi

sosial dari pelaksanaan ajaran agama

sehingga dapat menjelaskan efek ajaran

agama seperti etos kerja, kepedulian,

persaudaraan, dan lain sebagainya.

Berdasarkan penjelasan diatas maka indikator-

indikator dari religiusitas adalah:

1. Peribadatan

2. Keyakinan

3. Penghayatan

4. Pengetahuan

5. Pengamalan

2.4 Loyalitas

Untuk menjaga kelangsungan organisasi

maka diperlukan sikap loyal dari karyawan. Jika

karyawan memiliki loyalitas maka akan

memperhatikan organisasi tempatnya bekerja

dan berperan aktif dalam mencapai tujuan

perusahaan, oleh karena itu sangat penting bagi

organisasi atau perusahaan untuk

Page 28: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

41

mempertahankan karyawan yang memiliki rasa

loyalitas.

Loyalitas diharapkan dapat memberi

kemajuan bagi organisasi. Sikap tanggung jawab

terhadap tugas-tugas, kemauan melaksanakan

sesuatu dengan penuh kesadaran, dan keinginan

membela perusahaan adalah sifat loyalitas yang

tinggi. Jika sifat loyalitas karyawan sudah

terbentuk maka organisasi memiliki karyawan

yang berdedikasi, tanggung jawab dan komitmen

pada perusahaan yang besar (Ismawan, 2006).

Menurut Kisdarto yang dikutip Ismawan (2006)

mengatakan loyalitas pada perusahaan,

didedikasikan pada pekerjaan atau tugas dan

kesungguhan dalam bekerja merupakan faktor

yang menentukan keberhasilan.

2.4.1 Pengertian Loyalitas

Menurut Ismawan (2006) yang mengutip

Nitisemito (1991) loyalitas adalah kesetiaan

terhadap perusahaan tempat bekerja, seringkali

dipakai syarat untuk promosi. Loyalitas adalah

kesetiaan, dan kesanggupan mentaati,

melaksanakan dan mengamalkan sesuatu

disertai penuh kesadaran dan tanggung jawab

(Musanef, 1994). Menurut Hasibuan (2003)

dikutip dalam Ismawan (2006) loyalitas adalah

“Karyawan harus loyal terhadap perusahaan

Page 29: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

42

atau korps dari tindakan yang merugikan

perusahaan atau korpsnya”.

Steers dan Porter dalam Arifin dan

Mutamimah (2009) loyalitas dalam perusahaan

sebagai sikap, yaitu sejauh mana karyawan

mengidentifikasikan tempat kerjanya yang

ditunjukan dengan keinginan untuk bekerja dan

berusaha sebaik-baiknya dan juga loyalitas

sebagai perilaku, yaitu proses dimana seseorang

karyawan mengambil keputusan pasti untuk

tidak keluar dari perusahaan apabila tidak

membuat kesalahan yang ekstrim.

Fischer yang dikutip dalam Sugiyarto

(2010) mengatakan loyalitas karyawan adalah

sikap dari karyawan yang selalu mendukung

langkah dari organisasi, membela kepentingan

organisasi dan mencoba hal yang terbaik bagi

organisasi. Sikap loyal karyawan sangat

dibutuhkan karyawan untuk dapat mencapai

kinerja yang baik. Jika karyawan tidak

mempunyai loyalitas maka karyawan tersebut

akan bersikap acuh tak acuh saja terhadap

perusahaan tempatnya bekerja dan tidak

mempunyai perhatian. Jika loyalitas diterapkan

maka para karyawan akan aktif dan ikut serta

dalam proses pencapaian tujuan perusahaan

atau organisasi dan memperhatikan keadaan

perusahaan.

Page 30: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

43

Rifai (2010) yang mengutip Saydam (2000)

mengatakan pembinaan loyalitas perlu

dilakukan agar sumber daya manusia tersebut:

1. Mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap

perusahaan.

2. Merasa memiliki tehadap perusahaan.

3. Dapat mencegah turn over (tingkat perputaran

tenaga kerja).

4. Menjamin kesinambungan kinerja perusahaan

5. Menjamin tetap terpeliharanya motivasi kerja.

6. Dapat meningkatkan profesionalisme dan

produktivitas.

Berdasarkan penjelasan dan pendapat

diatas maka dapat disimpulkan loyalitas adalah

kesetiaan, kesanggupan mentaati dan

melaksanakan tugas dengan penuh tanggung

jawab serta berusaha berbuat yang terbaik bagi

perusahaan dan menjauhi tindakan yang dapat

merugikan perusahaan.

2.4.2 Sikap Loyalitas Terhadap Perusahaan

Menurut Porwopuspito dan Utomo (2000) dikutip

dalam Ismawan (2006) menjabarkan sikap loyal

terhadap perusahaan yaitu:

1. Jujur

Karyawan yang jujur adalah karyawan yang tidak

menyalahgunakan wewenang yang diberikan

kepadanya dengan melaporkan hasil kerja sesuai

dengan sebenarnya.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

44

2. Mempunyai Rasa Memiliki

Karyawan yang mempunyai rasa memiliki akan

merawat dan menjaga aset-aset yang ada dalam

perusahaan, memberikan perhatian dan ikut

aktif dalam acara dan kegiatan yang diadakan

perusahaan.

3. Mengerti Kesulitan Perusahaan

Karyawan seharusnya mengerti kondisi yang

sedang dialami oleh perusahaan dan dibutuhkan

pengertiannya untuk dapat bekerja dengan baik

dan bekerjasama untuk menghadapi kesulitan

tersebut.

4. Bekerja lebih dari yang diminta perusahaan

Dengan bekerja lebih dari yang diminta

perusahaan maka karyawan dapat menjadi sosok

yang kompetitif dan berkualitas yang sangat

berguna bagi peningkatan kinerja perusahaan.

5. Menciptakan Suasana Yang Menyenangkan.

Ketika suasana bekerja dalam perusahaan

menyenangkan maka karyawan akan dapat

bekerja lebih baik dan dapat meningkatkan

produktivitas. Para pemimpin dan karyawan

sudah seharusnya berkewajiban menciptakan

suasana yang menyenangkan dalam bekerja.

6. Menyimpan Rapat Rahasia Perusahaan

Menyimpan rahasia perusahaan merupakan

kewajiban para karyawan. Rahasia tersebut

harus dijaga agar tidak didapat oleh pihak-pihak

Page 32: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

45

yang dapat menjatuhkan dan merugikan

perusahaan karena adanya persaingan.

7. Menjaga dan Meninggikan Citra Perusahaan

Karyawan juga berkewajiban menjaga citra

perusahaan. Dengan citra perusahaan yang baik

maka citra karyawan juga baik dan juga jika citra

perusahaan tersebut baik maka akan lebih

banyak menarik konsumen.

8. Hemat

Memanfaatkan semua fasilitas perusahaan sesuai

kebutuhan dan tidak melakukan pemborosan.

Dengan tidak melakukan pemborosan maka

kerugian perusahaan dapat dihindarkan.

9. Tindak Unjuk Rasa

Adanya unjuk rasa yang berlebihan dapat

menimbulkan kerugian bagi perusahaan dan

karyawan sendiri. Jika unjuk rasa tersebut

menghambat kinerja perusahaan dan membuat

perusahaan rugi maka perusahaan bisa bangkrut

atau mengurangi pekerja.

10. Tidak Apriori Terhadap Perubahan

Karyawan yang baik adalah karyawan yang dapat

menyikapi perubahan. Dengan adanya

perubahan yang baik maka dapat meningkatkan

kinerja perusahaan.

Rifai (2010) yang mengutip Saydam (2000)

menjelaskan unsur-unsur loyalitas yaitu:

1. Ketaatan/kepatuhan. Kesanggupan seorang

pegawai untuk menaati segala peraturan

Page 33: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

46

kedinasan yang berlaku dan menaati perintah

dinas yang diberikan atasan yang berwenang,

serta sanggup tidak melanggar aturan yang

ditetapkan.

2. Tanggung jawab. Kesanggupan seorang

karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan

yang diserahkan kepadanya dengan baik,

tepat waktu, serta berani mengambil resiko

untuk keputusan yang dibuat.

3. Pengabdian. Sumbangan pemikiran dan

tenaga secara ikhlas kepada perusahaan.

4. Kejujuran.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka

dapat diambil kesimpulan loyalitas mempunyai

indikator-indikator sebagai berikut:

1. Ketaatan/kepatuhan

2. Rasa tanggung jawab

3. Pengabdian

4. Kejujuran

2.5 Perumusan Hipotesis

2.5.1 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap

Etos Kerja

Budaya organisasi yang baik sangat

berperan dalam menentukan keberhasilan

organisasi. Dengan adanya budaya organisasi

dapat membentuk menerapkan manajemen yang

baik. Kesadaran para pemimpin dan karyawan

terhadap budaya organisasi dapat memberi

Page 34: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

47

semangat yang kuat untuk memelihara,

mempertahankan, dan mengembangkan budaya

organisasi tersebut yang merupakan daya dorong

yang kuat untuk kemajuan organisasi.

Zulham (2008) yang mengutip Chan et.al

(2004) mengatakan keberhasilan suatu organisasi

untuk menerapkan budaya organisasi

diharapkan mampu untuk menumbuhkan etos

kerja yang tinggi pada setiap individu yang ada

dalam organisasi. Menurut Yosef (2000) dikutip

dalam Zulham (2008) menyatakan bahwa etos

kerja merupakan konsep yang memandang

pengabdian atau dedikasi terhadap pekerjaan

sebagai nilai yang sangat berharga.

Zainal (2010) yang mengutip Phale (2007)

mengatakan individu akan bertindak benar

sesuai dengan etika tempat bekerja ditentukan

oleh organisasi dan bagaimana organisasi diatur

berpengaruh terhadap etika kerja dalam suatu

organisasi. Asifudin (2004) dikutip dalam Nurlita

(2005) menyatakan bahwa etos kerja dipengaruhi

pula oleh dimensi lingkungan, termasuk

lingkungan kerja yaitu budaya organisasi. Pinder

(1998) dikutip dalam Nurlita (2005)

mengungkapkan bahwa budaya organisasi yang

baik akan menjadi sumber positif bagi

peningkatan etos kerja. Menurut Eklefina (2006)

budaya organisasi yang baik dalam organisasi

dapat meningkatkan etos kerja.

Page 35: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

48

Karyawan yang mempunyai etos kerja yang

tinggi tercermin dalam perilakunya seperti suka

bekerja keras, bersikap adil, tidak membuang-

buang waktu selama jam kerja, keinginan untuk

memberi lebih dari yang sekedar disyaratkan,

mau bekerja sama, hormat terhadap rekan kerja

dan sebagainya. Berbagai penelitian terdahulu

yang berkaitan terhadap budaya organisasi dan

etos kerja, diantaranya dilakukan oleh Mudzakir

yang melakukan penelitian dilingkungan UNDIP

Semarang menemukan bahwa budaya organisasi

berpengaruh terhadap etos kerja. Dalam tahun

2005 Nurlita yang melakukan penelitian pada

karyawan PT. Sarana Griya Lestari Keramik

menemukan bahwa budaya organisasi yang baik

akan menjadi sumber positif bagi peningkatan

etos kerja. Oleh karena itu dalam penelitian ini

disusun hipotesis:

H1: Budaya organisasi berpengaruh positif

terhadap etos kerja

2.5.2 Pengaruh Religiusitas Terhadap Etos

Kerja

Tingkat kesadaran religius seseorang dapat

menimbulkan dorongan yang kuat dan dapat

menjadi motivator untuk mengarahkan seseorang

dalam bekerja. Salah satu faktor yang terpenting

dari dasar etos kerja yaitu faktor religius atau

agama, yang dipandang memberikan semangat

Page 36: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

49

untuk bekerja. Bekerja merupakan ibadah

kepada Tuhan, bekerja merupakan aktualisasi

diri atas ketaatan manusia dengan Tuhan.

Dalam bekerja diperlukan landasan moral

yang berasal dari ajaran-ajaran agama sehingga

tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan

orang lain dan organisasi. Seseorang yang

bekerja dengan baik, dan disiplin dalam bekerja

serta mempunyai etos kerja yang baik

dikarenakan juga tingkat kesadaran religius

orang tersebut. Karena kerja dianggap sebagai

ibadah maka ini juga menimbulkan semangat

kerja bagi para pekerja dan selain itu juga

mereka bekerja secara jujur dan ulet.

Religiusitas berpengaruh terhadap etos

kerja seseorang, menurut Arie dikutip dalam

Zainal (2010) salah satu faktor yang

mempengaruhi etos kerja adalah keimanan.

Zainal (2010) yang mengutip Phale (2003)

mengatakan bahwa faktor religius berpengaruh

terhadap etos kerja. Zainal (2010) yang mengutip

Webber menyatakan kepercayaan protestan

khususnya calvinisme mendorong etos kerja,

seperti bekerja keras, disiplin, hemat dan

bijaksana.

Penelitian yang pernah dilakukan terhadap

faktor religius dengan etos kerja yaitu oleh

Saputra tahun 2004 di lingkungan Universitas

Kristen Petra yang menemukan bahwa orientasi

Page 37: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

50

religius berpengaruh terhadap etos kerja pegawai

administrasi UK Petra. Dalam tahun 2009

Prasetyo melakukan penelitian hubungan

religiusitas dengan etos kerja para penari tayub

dan hasilnya menemukan adanya hubungan

yang positif dan sangat signifikan antara

religiusitas dengan etos kerja. Penelitian Ali dan

Azim tahun 2001 menemukan bahwa religiusitas

berpengaruh terhadap etos kerja. Rumusan

Hipotesisnya adalah:

H2: Religiusitas berpengaruh positif dengan etos

kerja

2.5.3 Pengaruh Etos Kerja Terhadap Loyalitas

Menurut Tasmara yang dikutip Haryanto

(2007), etos kerja merupakan sikap, pandangan,

kebiasaan, ciri-ciri atau sifat mengenai cara

bekerja yang dimiliki seseorang, suatu golongan

atau suatu bangsa. Etos kerja merupakan

loyalitas seseorang terhadap organisasi, serta

keuletan, semangat dan kebanggaan yang

dimiliki dalam menjalankan tugas.

Menurut Rizal (2008) etos kerja

merupakan bagian dari tata nilai yang

mencakup, tanggung jawab, dedikasi dan

loyalitas serta kejujuran dalam profesinya. Etos

kerja yang tinggi tidak akan membuat rutinitas

menjadi membosankan dan mampu

meningkatkan prestasi kerja. Hal yang

Page 38: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

51

mendasari etos kerja yang tinggi antara lain

keinginan untuk menjunjung tinggi mutu

pekerjaan. Individu yang mempunyai etos kerja

yang tinggi akan ikut memberikan masukan-

masukan di tempatnya bekerja. Loyalitas juga

dipengaruhi oleh etos kerja, karyawan yang

mempunyai etos kerja akan menjalankan

pekerjaan dengan baik sehingga tidak

melakukan pelanggaran, mentaati peraturan

organisasi sehingga menimbulkan rasa loyalitas.

Etos kerja yang baik yaitu karyawan taat

kepada peraturan, menaati segala peraturan,

mempunyai kesadaran untuk melakukan

pekerjaan dengan sebaik-baiknya dan ini

menurut Siswanto dapat meningkatkan loyalitas

karyawan.

Organisasi dan karyawan diharapkan bisa

menciptakan budaya organisasi dan kondisi

yang mendukung untuk meningkatkan etos kerja

karyawan, sehingga hal ini dapat menghindari

masalah yang muncul dari karyawan seperti

korupsi, mogok kerja, unjuk rasa, pengunduran

diri, terlibat tindakan kriminal dan lainnya.

Jika budaya organisasi dan religiusitas

yang diterapkan baik maka dapat meningkatkan

etos kerja tinggi dari karyawan yang dapat

diwujudkan dengan adanya loyalitas karyawan

yang tinggi terhadap organisasi, semangat kerja

yang tinggi, dan karyawan akan senang dan puas

Page 39: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

52

bekerja di organisasi. Penelitian yang sudah

dilakukan yaitu oleh Ali dan Azim (2001)

menemukan bawa etos kerja berpengaruh

terhadap loyalitas. Hipotesisnya adalah:

H3: Etos kerja berpengaruh positif terhadap

loyalitas karyawan.

2.5.4 Etos Kerja Sebagai Variabel Perantara

Budaya Organisasi dan Religiusitas Terhadap

Loyalitas

Berbagai penelitian pengaruh budaya

organisasi terhadap loyalitas yaitu penelitian Rifai

(2010) di Yayasan Daarut Tauhid menemukan

bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap

loyalitas karyawan, penelitian Sriningsih (2009)

di Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur

menemukan budaya organisasi berpengaruh

terhadap loyalitas.

Penelitian pengaruh religiusitas terhadap

loyalitas yaitu penelitian oleh Maildayani (2011)

di Bank Muamalat Surakarta menemukan

religiusitas berpengaruh terhadap loyalitas, juga

Prasetyo (2007) di Bank Syariah menemukan

bahwa religiusitas berpengaruh terhadap loyalitas

Etos kerja mempengaruhi loyalitas seperti

penelitian yang dilakukan Ali dan Azim (2001),

dan etos kerja juga dipengaruhi oleh beberapa

faktor diantaranya budaya organisasi dan

religiusitas. Penelitian yang membuktikan yaitu

Page 40: BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2484/3/T2_912009116_BAB II… · 14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Etos Kerja Setiap organisasi

53

Mudzakir di lingkungan UNDIP, dan Nurlita

(2005) melakukan penelitian di PT Sarana Griya

Keramik menemukan bahwa budaya organisasi

berpengaruh terhadap etos kerja, penelitian

Saputra (2004) di Universitas Kristen Petra dan

Prasetyo (2006) meneliti etos kerja penari tayub

yang menemukan religiusitas berpengaruh

terhadap etos kerja.

Penelitian yang sudah dilakukan

menemukan bahwa budaya organisasi dan

religiusitas berpengaruh terhadap loyalitas, tetapi

di penelitian ini penulis menduga bahwa etos

kerja menjadi variabel mediating atau perantara

terhadap loyalitas, oleh karena itu hipotesisnya

adalah:

H4: Etos kerja sebagai perantara budaya

organisasi dan religiusitas terhadap loyalitas.

2.5.5 Model

Gambar 2.1

Model Penelitian

H2

H1

H3 Budaya

Organisasi

Religiusitas

Etos Kerja Loyalitas