BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge...
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Perangkat Bisnis
Dalam melandasi tesis ini, beberapa perangkat perlu diinformasikan sebagai
landasan teori dalam analisa, implementasi dan evaluasi yang akan dibuat. Berikut
adalah perangkat bisnis yang berhubungan dengan perusahaan Learning Center.
2.1.1 Technical and Vocational Education and Training
(TVET)
Didalam website resmi International Centre for Technical and Vocations
Education and Training (UNEVOC) menjelaskan bahwa TVET adalah lembaga
yang berkonsentrasi dalam ilmu pengetahuan dan teknis untuk persiapan dunia
kerja.
Dalam era perubahan dari era industri ke era informasi, kebutuhan sumber
daya manusia yang mempunyai skill yang sesuai dengan industri sangat
dibutuhkan. Saat ini, bukan hanya pengetahuan yang didapatkan dari dunia
pendidikan formal, seseorang harus bisa mempunyai kemampuan teknikal yang
ada di industri.
Sebelum istilah TVET diresmikan oleh UNEVOC di Korea tahun 1999,
ada banyak istilah yang digunakan seperti Apprentise Training, Vocational
Education, Technical Education, Technical-Vocational Education, Occupational
5
Education, Vocational Education and Training, Career and Technical Education,
Workforce Education, Workplace Education, dan lain sebagainya. Semua istilah
ini mempunyai kesamaan dalam penyelenggara persiapan dunia kerja.
2.1.2 Learning Center
Learning Center pada dasarnya sama dengan istilah seperti penjelasan
sebelumnya. BINUS Center menggunakan IT and Language Learning Center
sebagai istilah untuk mewakili bisnis modelnya.
Didalam Learning Center, proses pembelajaran terjadi dari peserta
sebagai siswa dan instruktur sebagai gurunya. Proses ini sangat bertumpu pada
proses belajar mengajar yang menjadi jantung pergerakan bisnis Learning Center.
BINUS Center adalah TVET karena menyenggarakan pendidikan pengetahuan
dan skill untuk persiapan dunia industri.
2.2 Perangkat Analisa Bisnis
Sedangkan untuk menganalisa bisnis perusahaan khususnya learning
Center, dibutuhkan tools untuk menganalisa bisnis secara internal maupun
external yang dijelaskan pada subbab dibawah ini.
2.2.1 Streght, Weakness, Opportunity, Thread (SWOT)
Analisa SWOT (Streght, Weakness, Opportunity, Thread) digunakan
untuk memahami struktur perusahaan, kriteria kesuksesan, posisi bisnis yang ada.
Analisa SWOT merupakan sebuah metode perencanaan strategis yang digunakan
untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam suatu
proyek atau suatu spekulasi bisnis. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang
6
spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan
eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.
1) Strength; Faktor internal yang mendukung perusahaan dalam
mencapai tujuannya. Faktor pendukung dapat berupa sumber daya,
keahlian, atau kelebihan lain yang mungkin diperoleh berkat sumber
keuangan, citra, keunggulan di pasar, serta hubungan baik antara buyer
dengan supplier.
2) Weakness; Faktor internal yang dapat menghambat perusahaan
dalam mencapai tujuannya. Faktor penghambat dapat berupa fasilitas
yang tidak lengkap, kurangnya sumber keuangan, kemampuan mengelola,
keahlian pemasaran dan citra perusahaan.
3) Opportunity; Faktor eksternal yang mendukung perusahaan dalam
mencapai tujuannya. Faktor eksternal yang mendukung dalam pencapaian tujuan
dapat berupa perubahan kebijakan, perubahan persaingan, perubahan teknologi
dan perkembangan hubungan supplier dan buyer.
4) Threat; Faktor eksternal yang dapat menghambat perusahaan dalam
mencapai tujuannya. Faktor eksternal yang menghambat perusahaan dapat berupa
masuknya pesaing baru, pertumbuhan pasar yang lambat, meningkatnya
bargaining power daripada supplier dan buyer, perubahan teknologi serta
kebijakan baru.
7
Tabel 2.1 Swot Analysis (Thompson, Strickland, Gamble, 2005)
Strength Weakness
Opportunity Strength / Opportunity Weakness / Opportunity
Threat Strength / Threat Weakness / Threat
Pada bisnis analisis SWOT yang dilakukan biasanya berlandaskan kondisi
yang terjadi ”saat ini” atau bahkan ”masa lalu” dengan sudut pandang dimulai dari
strenght dan weakness.
Analisis SWOT yang dimulai dengan strenght & weakness yang
cenderung menggunakan titik tolak ”saat ini” atau ”masa lalu”, sungguh tidak
relevan untuk diterapkan dalam menghadapi masa yang akan datang. Sedangkan
pada analisis TOWS, analisis ini dimulai dari sebuah threat (ancaman)
&opportunity (peluang) yang secara tidak langsung akan merubah orientasi pada
hal-hal yang dapat terjadi kemudian. Terlebih lagi bila secara nyata threat itu
dapat mengancam kelangsungan bisnis, yang akan membuat mencari peluang–
peluang untuk baru untuk dapat terus berkembang. Analisis TOWS ini lebih
objektif untuk menyusun strategi – strategi bisnis menuju persaingan yang akan
datang.
Matriks TOWS adalah alat lanjutan yg digunakan utk mengembangkan 4
tipe pilihan strategi: SO, WO, ST dan WT. Kunci keberhasilan penggunaan
matriks TOWS adalah mempertemukan faktor kunci internal dan eksternal utk
membentuk 1 strategi baru.
8
2.2.2 Porter Five Forces
Pemodelan Porter 5 Forces dikembangkan pertama kali oleh Michael
Porter. Porter 5 Forces adalah tool yang digunakan untuk menganalisis bagaimana
lingkungan yang kompetitif akan berpengaruh terhadap pemasaran suatu produk.
Tool ini sederhana tapi sangat powerfull untuk mengerti situasi dari bisnis
yang sedang dijalankan. Selain itu juga membantu dalam mengetahui keunggulan
posisi kompetisi saat ini dan yang akan dihadapi kemudian. Sehingga perusahaan
dapat meningkatkan kekuatan, mengantisipasi kelemahan dan akan
menghindari perusahaan dalam pengambilan keputusan yang salah. Secara
konvensional tool ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi apakah suatu
produk baru, layanan atau suatu bisnis dapat menghasilkan suatu
keuntungan. Tetapi selain itu akan sangat membantu untuk mengerti
keseimbangan kekuatan yang berpengaruh dalam situasi bisnis yang sedang
dihadapi. Dalam bukunya yang berjudul “Strategi Bersaing” disebutkan ada
lima kekuatan bersaing seperti dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1 yaitu :
- Masuknya pesaing baru.
- Ancaman dari produk pengganti (subtitusi).
- Kekuatan penawaran pembeli.
- Kekuatan penawaran pemasok.
- Persaingan diantara perusahaan yang ada.
Jadi jelas bahwa persaingan dalam suatu industri tidak hanya terbatas pada
persaingan diantara para pesaing yang ada tetapi gabungan dari kelima kekuatan
9
bersaing itu yang akan menetukan kemampuan perusahaan di dalam suatu industri
untuk memperoleh keuntungan.
Setiap perusahaan yang bersaing dalam sebuah industri pasti
memiliki strateginya masing-masing. Yang dikembangkan baik secara eksplisit
(melalui proses perencanaan) maupun secara implisit (melalui berbagai kegiatan
fungsional). Hal tersebut dapat pula dilihat dari perencanaan strategis yang
dilakukan di negara-negara lain yang merefleksikan bahwa merumuskan strategi
secara eksplisit akan sangat bermanfaat. Namun demikian, sebagian besar
penyusunan strategi tidak dilakukan secara analitis yang akan menjangkau ke
seluruh aspek dalam persaingan industri. Untuk itu dalam tesis ini
mengunakan metode Porter 5 Forces. Yang diharapkan akan menyajikan
kerangka teknik analitis yang mendalam guna membantu perusahaan
menganalisis industrinya sebagai suatu keseluruhan dan memprediksi evolusi
masa depan industri tersebut, memahami posisi organisasi dan pesaing, serta
menuangkan analisis ini kedalam strategi untuk bersaing dalam bisnis tertentu.
Gambar 2.1: Porter’s 5 Forces (Porter,2008)
10
2.2.3 Balance Scorecard (BSC)
Pada awalnya, ada anggapan bahwa balanced scorecard hanya
diperuntukkan bagi perusahaan berorientasi profit, tetapi ternyata balanced
scorecard juga berhasil diterapkan pada lembaga non profit serta lembaga public.
Konsep Balanced scorecard ini awalnya ditujukan untuk mengatasi
permasalahan tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang hanya
berfokus pada aspek keuangan saja. Namun dalam perkembangannya, Balanced
Scorecard tidak hanya digunakan sebagai alat pengukuran kinerja eksekutif, tetapi
juga meluas sebagai pendekatan dalam pengawasan pelaksanaan rencana strategis.
Balanced scorecard telah berkembang ke tahap manajemen yang lebih
strategis. Pada tahun 1992, Norton mengubah fungsi Balanced scorecard yang
sebelumnya hanya sebagai alat penilaian kinerja menjadi suatu inti sistem
manajemen strategi. Pada tahun 2000, Balanced scorecard telah menjadi inti
sistem manajemen strategi bagi seluruh karyawan perusahaan. Dengan sistem
tersebut, Balanced scorecard bisa dikomunikasikan ke seluruh karyawan di
perusahaan. Selain itu dengan Balanced scorecard, koordinasi manajemen
perusahaan dalam mewujudkan berbagai sasaran strategi yang telah ditetapkan
dapat dilaksanakan.
Menurut Wheelen & Hunger (Wheelen, Thomas L. and David L. Hunger;
Strategic Management and Business Policy, Prentice Hall, 2006,p.3), manajemen
strategi adalah rangkaian langkah keputusan dan tindakan perusahaan yang
menentukan kinerja jangka panjang perusahaan. Di dalamnya dilakukan formulasi
strategi dan implementasinya agar perusahaan dapat bertahan di tengah
11
persaingan. Salah satu alat yang digunakan untuk formulasi strategi adalah analisa
SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat). Selain itu perusahaan
menyusun strateginya berdasarkan pernyataan misi perusahaan. Misi tersebut juga
digunakan sebagai dasar untuk menentukan tujuan perusahaan.
Berikut adalah salah satu contoh penggunaan Balanced Scorecard (BSC)
pada Vocational and Education Training (VET) di Singapura.
Gambar 2.2 BCS Pada VET (Yek, Penney, Seow, 2007)
2.2.4 Critical Success Factor (CSF)
Critical Success Factor (CSFs) digunakan untuk mendefinisikan kinerja
yang paling penting didalam organisasi untuk mencapai tujuannya. Biasanya para
12
pemegang keputusan mengetahui bagian mana yang penting dalam mencapai satu
tujuan. Pemilihan area kunci ini menjadi satu panduan yang harus dikerjakan
terlebih dahulu dan menjadi prioritas utama, apabila tidak adanya prioritas yang
jelas dari kinerja yang sudah ditentukan, maka perusahaan tidak akan dapat
mencapai tujuan dan gagal menjalankan misi yang ada.
Gambar 2.3 CSF Vs Goals (Caralli, 2004)
2.3 Perangkat TIK dan analisa TIK
Perangkat TIK dan analisa TIK digunakan sebagai landasan analisa dan
usulan atau solusi dari tesis yang dibuat. Untuk analisa TIK, digunakan
Mc’Farlan Strategy Grid sebagai landasan untuk menilai portofolio TIK pada
suatu perusahaan, sedangkan untuk perangkat TIK digunakan LMS, SCORM,
Blendend Learning, dan Enterprice Architecture.
13
2.3.1 Mc’Farlan Strategy Grid
Dalam melakukan analisa TIK dibutuhkan perangkat yang tepat yaitu
dengan menggunakan perangkat berupa portofolio model. Portofolio model harus
direncakan untuk mendukung strategi proses training yang ada di BINUS Center.
Model Portofolio saat ini belum memperhatikan hubungan sistem TI dengan
bisnis yang ada.
Model portofolio yang akan direncanakan akan mengacu pada portofolio
dari konsep Matrix (McFarlan, 1984), yang menentukan kontribusi strategi
perencanaan teknologi informasi pada bisnis yang ada saat ini dan dimasa yang
akan datang. Variasi dari matrix disimpulkan pada gambar 2.4 dibawah ini (Ward,
2002):
Gambar 2.4 McFarlan’s Matrix(Ward, 2006)
Kuadran ini merupakan kuadran dimana setiap sistem informasi yang ada
yaitu aplikasi-aplikasi yang mendukung terhadap aktifitas bisnis perusahaan.
Namun keberadaan sistem informasi ini tidak memberikan pengaruh yang besar
apabila terdapat kerusakan atau kegagalan pada sistem. Meskipun sistem
14
informasi yang terdapat pada kuadran ini bersifat penting bagi perusahaan namun
ketergantungan perusahaan terhadap aplikasi sangat kecil
Kuadran Operasional
Kuadran ini merupakan posisi dimana sistem informasi sangat
memberikan kemudahan pada perusahaan. Pada tahap ini sudah disadari bahwa
kelangsungan bisnis cukup dipengaruhi oleh keberadaan teknologi informasi,
meskipun kuadran ini masih belum menunjukkan bahwa teknologi informasi
berperan utama dalam mempengaruhi kelangsungan bisnis, sehingga dapat
dikatakan bahwa posisi ini merupakan kumpulan sistem informasi yang
dioperasikan dalam menjalankan aktifitas bisnis utama.
Kuadran Potensial Tinggi
Kuadran ini merupakan kuadran dimana sistem bukan hanya dianggap
penting bagi kelangsungan dan proses bisnis internal, tetapi juga proses bisnis
yang terjadi pada transaksi atau aktifitas bisnis eksternal perusahaan. Pada
kuadran ini pula kebutuhan terhadap sistem informasi atau teknologi informasi
dianggap sebagai competitive advantage bagi kelangsungan hidup perusahaan.
Kuadran Strategis
Kuadran ini merupakan kuadran dimana sistem informasi dianggap
berpengaruh signifikan terhadap kelangsungan bisnis di masa yang akan datang.
Bahkan kuadran ini memungkinkan perusahaan untuk mempertimbangkan sistem
informasi dalam mempertahankan kesuksesan demi kelangsungan bisnis.
15
2.3.2 Learning Management System
Learning Management System (LMS) adalah seperangkat servis yang
didesain untuk memonitor, melaporkan, mengelola konten pembelajaran,
kemajuan pelajar dan juga interaksi yang terjadi pada pelajar (ADL, 2003). Tapi
trend LMS bukan hanya menjadi tool atau media pendukung tapi menjadi sangat
penting dan memiliki pengaruh yang besar seiring dengan muncul dan populernya
istilah-istilah seperti Internet-based educational systems, educational service
providers, distance-learning dan juga on-demand education.
Perkembangan LMS sangat luas dan tidak hanya terbatas diperuntukkan
bagi dunia pendidikan formal saja, tetapi juga dapat digunakan dalam dunia bisnis
pendidikan informal yang berorientasi pada personal development dan kebutuhan
industri. Bagi organisasi atau perusahaan, LMS hanya digunakan dengan internet
dan perangkat lunak lainnya untuk mendukung personal development, tetapi bagi
institusi pendidikan peranan LMS sangat besar dan banyak digunakan untuk
menunjang sarana pendidikan (West et al, 2006). Dalam institusi pendidikan,
LMS memiliki banyak bentuk yang dapat diintegrasikan ke dalam sistem
pendidikan yang sedang berjalan. Di beberapa negara yang telah
mengimplementasikan LMS dalam institusi pendidikannya juga telah
mendapatkan keuntungan dari segi efektifitas biaya yang dikeluarkan, sistem
pembelajaran yang user friendly, dan yang paling penting adalah fitur integrasi
yang ditawarkan oleh LMS terhadap sistem yang telah ada pada institusi
pendidikan tersebut, sehingga servis-servis yang telah ada dapat ditingkatkan
menjadi lebih baik lagi.
16
Servis-servis yang dapat ditingkatkan seperti blended learning, student
management system, multimedia authoring, registration of examinations, dan juga
perangkat multimedia lain. Kedepannya, banyak institusi pendidikan ingin
memaksimalkan fitur multimedia yang dimilikinya dengan bantuan LMS,
sehingga proses belajar mengajar menjadi lebih baik. Lebih luas lagi, penggunaan
LMS diharapkan dapat memaksimalkan, mengatur serta memvisualisasi suatu
learning process, mensinkronisasi komunikasi antar pelaku institusi pendidikan,
sehingga dihasilkan sistem pembelajaran yang dapat saling berkolaborasi tidak
hanya pada skala nasional, tetapi juga internasional (Paulsen, 2002).
2.3.3 Shareable Contents Object Reference Model (SCORM)
SCORM adalah standar Web-based learning material. Salah satu fungsi
utama SCORM adalah sebaik mungkin menggunakan kembali materi
pembelajaran dengan cara berbagi pakai kepada pengguna materi yang lain.
Update versi terakhir adalah SCORM 2004 yang terdiri dari tiga bagian utama
yaitu: Content Aggregation Model (CAM), Run Time Environment (RTE), dan
Sequencing and Navigating (SN). CAM adalah mekanisme untuk memilih module
yang sesuai untuk materi pembelajaran, dua bagian sumber pembelajaran dari
CAM yaitu aset dimana semua modul pembelajaran dibuat dalam tipe file yang
berbeda dan unik. Aset tersebut tidak dapat saling berinteraksi pada Learning
Management System sehingga dibutuhkan Sharable Content Object (SCO).
RTE adalah suatu flatform dari aktifitas e-learning dimana LMS
digunakan untuk kebutuhan administratif pada pengguna dan instruktur. Sebagai
tambahan, RTE menyediakan API (Application Programmable Interfaces) agar
17
dapat dikostumasi sesuai dengan kebutuhan dari pengguna. Gambar 2.5 dibawah
menunjukkan SCORM based LMS
Gambar 2.5 SCORM Based Learning Management System (ADL, 2004)
2.3.4 Blended Online Learning
Blended learning adalah tingkat lanjut dari sistem pembelajaran yang
bersifat online. Seperti yang sudah diketahui bahwa solusi online learning telah
mengubah paradikma tentang bagaimana cara belajar. Dengan solusi online
learning, fleksibilitas waktu, tempat dan biaya dapat dikurangi. Akan tetapi
mengetahui benar bahwa budaya di Indonesia khususnya pada bidang pendidikan
yang berhubungan dengan kemampuan teknikal tidak dapat di akomodir oleh
online learning saja. Oleh karena itu Blended Online Learning saat ini menjadi
18
tren antara tradisional learning dengan penggabungan online learning yang
didefinisikan oleh Garrison & Vaughan, (2008).
Pemodelan blended online learning system yang akan dijelaskan pada
Gambar 2.6 adalah integrasi antara full-online, simultan dan penggabungan mode
asynchronous seperti forum dan email, sebagian managemen oleh sistem seperti
LMS, sebagian lingkungan kelas tradisional dan sebagian synchronous seperti
Live-chat.
Gambar 2.6 Pemodelan Sistem Blended Online Learning (Power, 2008)
Secara detail, pemodelan tersebut menjelaskan bahwa pada sumbu Y
adalah system synchronous yang dapat berinteraksi langsung via lingkungan
pembelajaran kampus dan berinteraksi langsung via sistem seperti video
conference. Sedangkan sumbu X adalah desain dan penyampaian materi secara
19
langsung atau tradisional tatap muka dan secara langsung dengan menggunakan
sistem.
Michael Power menjelaskan tren dari penyampaian materi dengan
menggunakan Blended online learning ini adalah sesuatu nilai tengah yang paling
fleksibel dari cara penyampaian materi standar yang berkualitas tinggi dan
fleksibilitas tinggi.
2.3.5 Enterprice Architecture (EA)
Enterprise Architecture (EA) adalah istilah bagaimana menciptakan pola
abstrak dari organisasi yang dapat membantu orang yang ada di perusahaan agar
dapat membuat rencana dan memutuskan tindakan yang lebih baik.
EA lebih dari sekedar rencana teknologi, dengan ditambah oleh rencana
strategi dan rencana bisnis membuat EA menjadi tolak ukur untuk membuat
tujuan perusahaan mejadi lebih terarah dan fokus. Dalam skema yang lebih
sederhana, EA adalah integrasi dari strategi, bisnis, dan teknologi (EA=S+B+T).
Framework dari Bernard (2005, p.37) pada gambar 2.7 dibawah
menjelaskan Enterprice Architecture dimana menjadi arahan yang tepat untuk
membuat perencanaan perusahaan yang meliputi area Bisnis, Strategi dan
Teknologi.
20
Gambar 2.7 Enterprise Architecture Cube (Bernard, 2005)
1. Lima level secara hirarki diatur dari high-level strategi paling atas,
servis bisnis dan aliran informasi ditengah, serta dukungan spesifik
aplikasi dan network infrastruktur pada bagian bawah. Dengan cara ini
alignment dapat terlihat antara strategi, informasi dan teknologi
dimana dapat mengarahkan perencanaan dan pengambil keputusan.
2. Segmen pada Line of Business (LOB) adalah aktifitas didalam
perusahaan. Dalam perusahaan seperti training centre dengan melihat
struktur organisasi didalamnya, dapat dilihat LOB BINUS Center
adalah divisi yang saling terkait misalnya divisi akademik, divisi
marketing, divisi outlet dan divisi operasional. Penetapan LOB ini
akan saling interkoneksi apabila ada beberapa resource yang dapat
dipakai secara bersamaan sehingga mengurangi redundant task yang
ada. Dalam ruang lingkup penelitian ini, LOB yang diutamakan
adalah divisi akademik yang disesuaikan dengan interkoneksi dengan
LOB yang lain apabila bersinggungan.
21
3. Perencanaan mengidentifikasi ancaman didalam EA3 “Cube”
Framework yang terdiri dari IT Security, IT Standard dan IT
Workforce dimana komponen yang paling penting yaitu pekerja
sehingga dapat merumuskan bagaimana human capital dapat
menggunakan teknologi sehingga mendukung servis bisnis dan aliran
informasi yang ada.
2.4 Metodologi IT Valuation
Metodologi IT Valuation adalah cara untuk mengukur biaya investasi IT
dan keuntungan yang didapat dari IT. Teknologi valuation diharapkan dapat
diukur dengan perhitungan tradisional seperti ROI (Return on Investment), atau
CBA (Cost and Benefit Analysis) dan pengukuran yang tidak bisa diukur dengan
cara tradisional, akan digunakan IT Balanced Score Card (IT BSC) seperti yang
ditampilkan pada tabel 2.8 dibawah (IT Governance Institute 2005).
Gambar 2.8 IT Valuation (IT Goverment Institute, 2006)
22
2.4.1 IT Balance Score Card (IT BSC)
IT BSC adalah bagian dari strategi perencanaan yang diturunkan dari
strategi perencanaan perusahaan (BSC Perusahaan) dan disesuaikan porsinya.
Sama seperti BSC, IT BSC juga dibagi menjadi 4 bagian yaitu:
- Kontribusi terhadap perusahaan dalam nilai finansial maupun non
finansial.
- Perspeksi orientasi pengguna dalam penerapan “Service Level
Agreement” dan kepuasan pengguna terhadap implementasi TI.
- Perspeksi kualitas operasional yang ditingkatkan dari masa kemasa.
- Perspeksi sumbangan proses TI untuk menciptakan nilai tambah baru
bagi SDM.
Berikut adalah contoh tabel penerapan IT BSC pada perguruan tinggi :
Gambar 2.9 Impementasi BSC di Perguruan Tinggi (Prabowo, 2007)
23
2.4.2 Cost and Benefit Analysis (CBA)
CBA digunakan untuk mengukur baik dan buruknya suatu perancanaan
yang akan dibuat. Meskipun CBA dapat digunakan semua aspek, tapi biasanya
penggunaan CBA dilakukan pada bidang finansial.
CBA menghitung faktor yang bersifat positif yaitu pendapatan dan
dikurangi oleh faktor yang bersifat negatif yaitu biaya. Selisih antara kedua faktor
tersebut akan menentukan jalan atau tidaknya perencanaan yang akan dilakukan.
Trik yang tepat untuk menganalisa dengan CBA adalah memasukan semua
faktor tangible dan intangible yang dapat membesarkan gap yang diciptakan.
BINUS Center menggunakan CBA atau dalam finansial BINUS Center disebut
perhitungan kelas jalan.
Pada perhitungan kelas jalan, semua pemasukan akan dikurangi semua
biaya yang keluar. Dari gap yang diciptakan muncul hasil yang akan diteruskan
apakah kelas tersebut dapat dijalankan atau tidak. Contohnya pada BINUS Center,
biaya pemasukan dari hasil training peserta dikurangi oleh biaya instruktur,
ruangan dan hal lainnya.