BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANrepository.unpas.ac.id/12241/4/BAB2.pdf · pendapatan...

22
9 BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Konsumsi Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004). Tingkat konsumsi memberikan gambaran tingkat kemakmuran seseorang atau masyarakat. Adapun pengertian kemakmuran disini adalah semakin tinggi tingkat konsumsi seseorang maka semakin makmur, sebaliknya semakin rendah tingkat konsumsi seseorang maka semakin miskin. Konsumsi secara umum diartikan sebagai penggunaan barang-barang dan jasa yang secara langsung akan memenuhi kebutuhan manusia. Untuk dapat mengkonsumsi, seseorang harus mempunyai pendapatan. Besar kecilnya pendapatan sangat menentukan tingkat konsumsinya.

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANrepository.unpas.ac.id/12241/4/BAB2.pdf · pendapatan...

9

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Konsumsi

Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang

dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari

orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas

makanan, pakaian dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan

pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan

oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi

(Dumairy, 2004).

Tingkat konsumsi memberikan gambaran tingkat kemakmuran seseorang

atau masyarakat. Adapun pengertian kemakmuran disini adalah semakin tinggi

tingkat konsumsi seseorang maka semakin makmur, sebaliknya semakin rendah

tingkat konsumsi seseorang maka semakin miskin.

Konsumsi secara umum diartikan sebagai penggunaan barang-barang dan

jasa yang secara langsung akan memenuhi kebutuhan manusia. Untuk dapat

mengkonsumsi, seseorang harus mempunyai pendapatan. Besar kecilnya

pendapatan sangat menentukan tingkat konsumsinya.

10

2.1.2 Teori Konsumsi Menurut Keynes

2.1.2.1 Hubungan Pendapatan Disposible Dengan Konsumsi

Keynes menjelaskan bahwa konsumsi saat ini (current consumption)

sangat dipengaruhi oleh pendapatan disposible saat ini (current disposable

income). Pendapatan disposible adalah pendapatan yang diterima oleh masyarakat

setelah dikurangi pajak.

Menurut keynes ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung tingkat

pendapatan. Artinya tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi, walaupun tingkat

pendapatan sama dengan nol. Itulah yang disebut dengan konsumsi otonom

(autonomous consumption). Jika pendapatan disposibel meningkat, maka

konsumsi juga akan meningkat. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak

sebesar peningkatan pendapatan disposibel.

Keterangan :

C = Konsumsi

Co = konsumsi Otonom

b = Marginal Propensity to Consume (MPC)

Yd = Pendapatan Disposibel (PI - Tax)

0 ≤ b ≥ 1

Marginal Propensity to Consume(MPC) atau Kecenderungan

mengkonsumsi marjinal adalah konsep yang memberikan gambaran tentang

berapa konsumsi akan bertambah bila pendapatan disposible bertambah satu unit.

C = Cₒ + b Yd

MPC =

11

Jumlah tambahan konsumsi tidak akan lebih besar daripada tambahan

pendapatan disposibel, sehingga angka MPC tidak akan lebih besar dari satu.

Angka MPC juga tidak mungkin negatif, dimana jika pendapatan disposibel terus

meningkat, konsumsi terus menurun sampai nol (tidak ada konsumsi). Sebab

manusia tidak akan hidup dibawah konsumsi minimal. Karena itu 0 < MPC < 1.

2.1.2.2 Hubungan Konsumsi dan Tabungan

Pendapatan disposibel yang diterima rumah tangga sebagian besar

digunakan untuk konsumsi, sedangkan sisanya ditabung. Dengan demikian kita

dapat menyatakan dengan :

Keterangan :

Yd = Pendapatan Disposibel

C = Konsumsi

S = Tabungan

Kita juga dapat mengatakan setiap tambahan penghasilan disposabel akan

dialokasikan untuk menambah konsumsi dan tabungan. Besarnya tambahan

pendapatan disposibel yang menjadi tambahan tabungan disebut kecenderungan

menabung marjinal (Marginal Propensity to Save, MPS). Rasio antara tingkat

tabungan dengan pendapatan disposabel disebut kecenderungan menabung rata-

rata (Average Propensity to Save, APS).

Yd = C + S

12

2.1.3 Perubahan Pendapatan Terhadap Konsumsi

2.1.3.1 Garis Anggaran (Budget Line)

Pendapatan seseorang memiliki jumlah yang terbatas, baik dalam jumlah

besar maupun dalam jumlah kecil. Berdasarkan keterbatasan pendapatan yang

diperoleh seseorang maka pendapatan tersebut akan dibelanjakan atau dikonsumsi

dengan terbatas juga.

Kebutuhan seseorang beraneka ragam, kebutuhan untuk makan, kebutuhan

untuk pakaian, kebutuhan untuk perawatan dan sebagainya. Berdasarkan

kebutuhan yang diperlukan tersebut maka seseorang membeli barang untuk

dikonsumsi pun pasti lebih dari satu. Maka terdapat kombinasi barang-barang

yang dibelanjakan oleh seseorang. Semua kombinasi dari barang-barang dengan

jumlah total uang yang dibelanjakan sama dengan pendapatan disebut garis

anggaran (budget line) (Pindyck, 2009).

Adapun rumus dari garis anggaran atau budget line yaitu :

Keterangan :

I = Anggaran

X = Jumlah Barang X

Px = Harga Barang X

Y = Jumlah Barang Y

Py = Harga Barang Y

Perubahan pendapatan yang terjadi pada seseorang, maka konsumsi pun

akan ikut berubah. Pendapatan seseorang naik maka konsumsi pun akan ikut naik.

Begitupun dengan perubahan harga, jika salah satu harga barang naik maka tidak

I = XPx + YPy

13

akan mempengaruhi pembelian barang lain. Tetapi harga barang yang naik tidak

akan dibeli sebesar kuantitas sebelum harga barang naik. Jadi daya beli pada

barang tersebut turun, tetapi kebutuhan barang yang lain tetap dikonsumsi.

Berdasarkan uraian tersebut maka terjadi kombinasi pengeluaran untuk

konsumsi barang yang satu dengan yang lainnya yang dapat mencapai titik

keseimbangan konsumen. Rumus dari titik keseimbangan konsumen adalah :

Hal tersebut merupakan faktor penentu daya beli konsumen yaitu

kemampuan untuk menghasilkan utilitas melalui pembelian barang dan jasa. Daya

beli tidak hanya ditentukan oleh pendapatan, tetapi juga oleh harga.

2.1.3.2 Price – Consumption Curve

Price Consumption Curve merupakan kurva yang menggambarkan

kombinasi produk yang dikonsumsi yang memberikan kepuasan (utilitas)

maksimum kepada konsumen pada berbagai tingkat harga.

Price Consumption Curve memiliki hubungan dengan elastisitas harga

yaitu membantu menentukan nilai elastisitas harga dari permintaan, yang

menggambarkan tingkat respon konsumen terhadap perubahan harga. Ketika

harga berubah, PCC juga menunjukan jumlah permintaan barang lain di sumbu

vertikal, sehingga elastisitas silang dari permintaan dapat diketahui.

Hubungan PCC dengan elastisitas harga yaitu apabila PCC berslope

negatif E > 1 (elastis), apabila PCC berslope horizontal E = 1 (unit elastis) dan

MRSxy = =

14

apabila PCC berslope positif E < 1 (inelastis).

Berikut gambar price consumption curve, perubahan harga merubah

kecondongan garis anggaran pengeluaran. (Sukurno,1996)

Makanan (Unit)

A

E2

E1

E

Garis Harga Konsumsi

U3

U2

U1

D C B Pakaian (Unit)

Gambar 2.1

Price Consumption Curve

Pada mulanya garis anggaran pengeluaran adalah garis AB. Garis itu

disingging oleh kurva kepuasan sama U3 di titik E, maka ia menunjukan

kedudukan yang menciptakan kepuasan maksimum kepada konsumen.

Selanjutnya dimisalkan pendapatan tetap, harga makanan tetap tetapi harga

pakaian berubah. Akibatnya garis anggaran pengeluaran berpindah menjadi garis

AC dan garis itu disinggung kurva kepuasan sama U2 di titik E1. Maka titik ini

merupakan keseimbangan yang baru. Harga pakaian dimisalkan naik kembali,

sehingga garis anggaran pengeluaran bergeser menjadi seperti yang ditunjukan

garis AD. Kurva kepuasan sama U1 menyinggungnya di titik E2 dan berarti titik

15

ini adalah titik keseimbangan yang baru. Kalau titik E, E1, E2 dan titik-titik

keseimbangan seperti itu kita hubungkan diperoleh kurva yang dinamakan garis

harga-konsumsi.

2.1.3.3 Income – Consumption Curve

Keseimbangan pemaksimuman kepuasan akan mengalami perubahan jika

pendapatan atu harga mengalami perubahan. Titik-titik keseimbangan yang

diwujudkan oleh perubahan pendapatan jika dihubungkan akan terdapat suatu

kurva yang dinamakan garis pendapatan konsumsi (Income Consumption Curve).

(Sukirno, 1996)

Bagaimana perubahan pendapatan akan menyebabkan perubahan

konsumsi dapat dijelaskan dengan kurva income consumptin curve berikut ini.

Barang Y

Income Consumption Curve

Y3 E3

Y2 E2 U3

Y1 E1 U1 U2

BL1 BL2 BL3

X1 X2 X3 Barang X

Gambar 2.2

Income Consumption Curve

16

Peningkatan pendapatan (income) digambarkan dengan pergeseran BL1

(Budget Line) ke BL2 kemudian ke BL3. Dengan asumsi harga barang X dan

barang Y tetap, maka peningkatan pendapatan akan menyebabkan peningkatan

jumlah barang X dan barang Y yang dibeli dari X1 dan Y1 menjadi X2 dan Y2

kemudian menjadi X3 dan Y3.

2.1.4 Model Konsumsi Siklus Hidup (Life Cycle Hypothesis of Consumption)

Model konsumsi siklus hidup (Life Cycle Hypothesis of

Consumption,LCH) dikembangkan oleh Franco Modigliani, Albert Ando, dan

Richard Brumberg(Soediyono, 1992). Model ini berpendapat bahwa kegiatan

konsumsi adalah kegiatan seumur hidup. Sama halnya dengan model Keynes,

model ini mengakui bahwa faktor yang dominan pengaruhnya terhadap tingkat

konsumsi adalah pendapatan disposabel. Hanya saja, model siklus hidup ini

mencoba menggali lebih dalam untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang

memengaruhi besarnya disposabel. Ternyata, tingkat pendapatan disposabel

berkaitan erat dengan usia seseorang selama siklus hidupnya.

Model siklus hidup ini membagi perjalanan hidup manusia menjadi tiga

periode: pendapatan

1) Periode belum produktif

Periode ini berlangsung dari sejak manusia lahir, bersekolah, hingga pertama

kali bekerja, biasanya berkisar antara usia nol hingga dua puluh tahun. Pada

periode ini umumnya manusia belum menghasilkan pendapatan. Untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi, mereka harus dibantu oleh anggota keluarga

17

lain yang telah berpenghasilan.

2) Periode Produktif

Periode ini umumnya berlangsung dari usia sekitar dua puluh tahun. Selama

periode ini, tingkat penghasilan meningkat. Awalnya meningkat cepat dan

mencapai puncaknya pada usia sekitar lima puluh tahun. Setelah itu tingkat

pendapatan disposabel menurun, sampai akhirnya tidak mempunyai

penghasilan lagi.

3) Periode tidak produktif lagi

Periode ini berlangsung setelah usia manusia melebihi enam puluh tahun.

Ketuaan yang datang tidak memungkinkan mereka bekerja untuk

mendapatkan penghasilan. Pola konsumsi manusia berkaitan dengan periode

hidupnya. Dengan kata lain, manusia harus merencanakan alokasi pendapatan

disposibelnya. Ada saatnya mereka harus berutang/mendapat tunjangan, ada

saat harus menabung sebanyak-banyaknya dan akhirnya ada pula saat dia

harus hidup dengan menggunakan uang tabungannya.

2.1.5 Jenis Barang Konsumsi

Kebutuhan manusia beraneka ragam dan berlangsung secara terus

menerus, manusia merasa belum puas walaupun satu kebutuhan telah terpenuhi,

karena biasanya akan diikuti oleh kebutuhan lain seperti kebutuhan sekunder.

Kebutuhan manusia akan bertambah terus, baik macam, jumlah maupun

mutunya. Penyebab ketidakterbatasan kebutuhan manusia secara keseluruhan

antara lain pertambahan penduduk, kemajuan teknologi, taraf hidup yang semakin

18

meningkat, keadaan lingkungan dan tingkat kebudayaan manusia yang semakin

meningkat pula.

Adapun jenis konsumsi menurut tingkatannya adalah konsumsi barang-

barang kebutuhan pokok disebut konsumsi primer, konsumsi sekunder dan

konsumsi barang-barang mewah. Konsumsi pokok dimaksudkan untuk memenuhi

kebutuhan primer, minimal yang harus dipenuhi untuk dapat hidup. Konsumsi

yang harus dimiliki oleh seeorang untuk jenis konsumsi pokok adalah makanan,

pakaian dan perumahan.

Konsumsi sekunder adalah kebutuhan yang tidak begitu penting untuk

dipenuhi. Tanpa terpenuhi kebutuhan ini, manusia masih dapat hidup. Misalnya

kebutuhan akan meja, kursi, radio, buku bacaan, dan lain-lain. Kebutuhan ini akan

terpenuhi apabila kebutuhan pokok sudah terpenuhi. Oleh karena itu, kebutuhan

ini sering disebut kebutuhan kedua atau kebutuhan sampingan.

Kemudian konsumsi barang-barang mewah, konsumsi ini terpenuhi

apabila konsumsi kebutuhan primer dan konsumsi kebutuhan sekunder telah

terpenuhi. Seseorang akan membutuhkan barang-barang mewah misalnya mobil,

perhiasan dan sebagainya jika mempunyai kelebihan yang maksimal. Keinginan

untuk memenuhi barang-barang mewah ditentukan oleh penghasilan seseorang

dan lingkungannya. Orang yang bertempat tinggal dilingkungan orang kaya,

biasanya berkeinginan memiliki barang-barang mewah seperti yang dimiliki orang

dilingkungannya.

Dengan demikian jelaslah bahwa kebutuhan konsumsi sangat beragam,

baik konsumsi primer, sekunder dan barang-barang mewah. Akan tetapi jenis

19

konsumsi yang diutamakan adalah konsumsi pokok atau konsumsi primer.

Apabila seseorang memiliki pendapatan lebih barulah kebutuhan sekunder dan

barang-barang mewah bisa terpenuhi.

2.1.6 Pendapatan Keluarga

Menurut Suparyanto(2014) pendapatan rumah tangga (keluarga) adalah

jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga.

Pendapatan keluarga merupakan balas karya atau jasa atau imbalan yang

diperoleh karena sumbangan yang diberikan dalam kegiatan produksi. Secara

konkritnya pendapatan rumah tangga berasal dari :

1) Usaha itu sendiri. Misalnya berdagang, bertani, membuka usaha sebagai

wiraswastawan.

2) Bekerja pada orang lain. Misalnya sebagai pegawai negeri atau karyawan.

3) Hasil dari pemilikan. Misalnya tanah yang disewakan dan lain-lain.

Pendapatan yang berupa uang maupun barang misalnya berupa santunan

baik berupa beras, fasilitas perumahan dan lain-lain. Pada umumnya

pendapatan manusia terdiri dari pendapatan nominal berupa uang dan

pendapatan riil berupa barang. (Gilarso,2008)

Apabila pendapatan lebih ditekankan pengertiannya pada pendapatan

rumah tangga, maka pendapatan merupakan jumlah keseluruhan dari pendapatan

formal, informal dan pendapatan subsistem. Pendapatan formal adalah segala

penghasilan baik berupa uang atau barang yang diterima biasanya sebagai balas

20

jasa. Pendapatan informal yaitu berupa penghasilan yang diperoleh melalui

pekerjaan tambahan diluar pekerjaan pokoknya.

Pendapatan subsistem adalah pendapatan yang diperoleh dari sektor

produksi yang dinilai dengan uang dan terjadi bila produksi dengan konsumsi

terletak disatu tangan atau masyarakat kecil (Nugraheni, 2007).

Didalam rumah tangga tentu memiliki tingkat pendapatan yang berbeda.

Tingkat pendapatan keluarga merupakan pendapatan atau penghasilan keluarga

yang tersusun mulai dari rendah, sedang, hingga tinggi. Terjadinya perbedaan

pendapatan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tingkat

pendidikan, pekerjaan dan jumlah anggota keluarga.

2.1.7 Teori Pendapatan Permanen (Permanent Income Hypothesis)

Alternatif lain untuk menjelaskan pola/perilaku konsumsi adalah teori

pendapatan permanen (Permanent Income Hypothesis,PIH) yang diajukan oleh

Milton Friedman. Sama seperti teori-teori lain, PIH juga meyakini bahwa

pendapatan faktor dominan yang mempengaruhi tingkat konsumsi. Perbedaannya

terletak pada pendapatan PIH yang menyatakan bahwa tingkat konsumsi

mempunyai hubungan proporsional dengan pendapatan permanen (permanent

income).

C = λ Yp

Keterangan :

C = Konsumsi

Yp = Pendapatan Permanen

λ = Faktor Proporsi (λ > 0)

21

Yang dimaksud dengan pendapatan permanen adalah tingkat pengeluaran

yang stabil yang dipertahankan sepanjang hidup, dengan berdasarkan pada tingkat

kekayaan sekarang dan pendapatan yang diperoleh sekarang dan di masa depan

(Dornbusch,Fischer,Startz).Sumber pendapatan itu berasal dari pendapatan

upah/gaji (expected labour income) dan non upah/non gaji (human wealth) makin

baik, mampu bersaing di pasar. Dengan keyakinan tersebut ekspektasinya tentang

pendapatan upah/gaji makin optimistik. Ekspektasi tentang pendapatan permanen

juga akan meningkat jika individu menilai kekayaannya meningkat. Dengan

kondisi seperti itu pendapatan non upah diperkirakan juga meningkat.

Pendapatan saat ini tidak selalu sama dengan pendapatan permanen.

Kadang-kadang pendapatan saat ini lebih besar daripada pendapatan permanen.

Kadang-kadang sebaliknya. Hal yang menyebabkannya adalah adanya pendapatan

tidak permanen yang besarnya berubah-ubah. Pendapatan ini disebut pendapatan

transitori (transitory income).

Yd = Yp + Yt

Keterangan :

Yd = Pendapatan Disposibel saat ini

Yp = Pendapatan Permanen

Yt = Pendapatan Transitory

2.1.8 Teori Pendapatan Relative (Relative Income Hypothesis)

Teori konsumsi LCH dan PIH memberi tekanan tentang pengaruh

pendapatan jangka pendek dan jangka panjang. Sebenarnya ada sebuah teori yang

22

lebih awal daripada kedua teori tersebut dalam memberi penjelasan tentang

pengaruh pendapatan disposabel jangka pendek dan jangka panjang. Teori ini

adalah teori pendapatan relatif (Relative Income Hypothesis,RIH) yang

dikembangkan olehJames Duessenberry.(Soediyono,1992)

Kendatipun mengakui pengaruh dominan pendapatan terhadap konsumsi,

teori ini lebih memperhatikan aspek psikologis rumah tangga dalam menghadapi

perubahan pendapatan. Dampak perubahan pendapatan disposabel dalam jangka

pendek akan berbeda dibanding dalam jangka panjang. Perbedaan ini pun

dipengaruhi oleh jenis perubahan pendapatan yang dialami. Karena itu, rumah

tangga memiliki dua preferensi/fungsi konsumsi yang disebut fungsi konsumsi

jangka pendek dan fungsi konsumsi jangka panjang.

Dalam teorinya Duessenberry menggunakan dua asumsi yaitu :

1) Selera sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen.

Artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran

yang dilakukan oleh orang sekitarnya.

2) Pengeluaran konsumsi adalah irreversibel. Artinya pola pengeluaran

seseorang pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada

saat penghasilan mengalami penurunan.

Dari pengamatan yang dilakukan Dusenberry mengenai pendapatan relatif

secara memungkinkan terjadi suatu kondisi yang demikian, apabila seseorang

pendapatannya mengalami kenaikan maka dalam jangka pendek tidak akan

langsung menaikkan pengeluaran konsumsi secara proporsional dengan kenaikan

pendapatan, akan tetapi kenaikan pengeluaran konsumsinya lambat karena

seseorang lebih memilih untuk menambah jumlah tabungan (saving), dan

23

sebaliknya bila pendapatan turun seseorang tidak mudah terjebak dengan kondisi

konsumsi dengan biaya tinggi (high consumption).

2.1.9 Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah sebagai usaha sadar, proses pendidikan dilakukan

secara terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat serta tuntutan

perkembangan zaman. (Syarif, 2013).

Pengembangan potensi tersebut merupakan bagian dari kebutuhan setiap

manusia. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik potensi

tersebut. Jika potensi seseorang baik maka pekerjaan yang didapatkan pun akan

baik, karena di dalam dunia kerja sangat membutuhkan orang yang memiliki

potensi cukup baik. Hal tersebut bisa dilihat dari jenjang pendidikannya.

Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi maka akan memperoleh

pekerjaan yang baik karena memiliki potensi yang cukup baik. Jika pekerjaan

yang didapat baik maka pendapatan yang diperoleh akan semakin tinggi. Jika

pendapatan tinggi maka tingkat konsumsi seseorang akan tinggi juga. Maka dari

itu pendidikan memiliki hubungan positif terhadap konsumsi.

2.1.10 Jumlah Anggota Keluarga

Besar kecilnya pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga,

24

bukan hanya karena faktor pendapatan. Faktor lain yang mempengaruhi

pendapatan salah satunya adalah jumlah anggota keluarga. Faktor ini tentu sangat

menentukan besar atau kecilnya pengeluaran konsumsi rumah tangga. Jika

anggota keluarga banyak maka pengeluaran konsumsi pun akan banyak, karena

harus memenuhi kebutuhan setiap anggota yang menjadi tanggungan keluarga

dalam jumlah yang banyak termasuk dirinya. Jika anggota keluarga sedikit maka

pengeluaran konsumsi juga akan sedikit, karena memenuhi kebutuhan anggota

keluarga yang ditanggung jumlahnya sedikit termasuk dirinya. Berdasarkan uraian

tersebut, pengertian jumlah anggota keluarga adalah jumlah anggota keluarga

yang menjadi beban dan biaya hidupnya ditanggung oleh anggota keluarga yang

memiliki pendapatan atau kepala keluarga termasuk dirinya sendiri.

2.2 Penelitian Terdahulu

Untuk memperkaya perspektif penelitian ini, maka selain kajian teori yang

telah dijelaskan dilakukan juga review terhadap penelitian sebelumnya. Pemilihan

ini terutama didasarkan atas kesamaan penelitian dalam objeknya yaitu pola

konsumsi rumah tangga yang dipengaruhi atau dilihat berdasarkan pendapatan,

pendidikan dan jumlah tanggungan keluarga.

2.2.1 Penelitian Pande Putu Erwin Adiana

Penelitian yang dilakukan oleh Pande Putu Erwin Adiana dari Universitas

Udayana berjudul “Pengaruh Pendapatan, Jumlah Anggota Keluarga dan

Pendidikan Terhadap Pola Konsumsi Rumah Tangga Miskin di Kecamatan

25

Gianyar” memiliki tujuan yaitu untuk mendapatkan bukti empiris bahwa

pendapatan, jumlah anggota keluarga, dan pendidikan berpengaruh secara

simultan terhadap pola konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Gianyar.

Penelitian ini menggunakan data primer. Populasi penelitian ini adalah rumah

tangga miskin di Kecamatan Gianyar. Metode pemilihan sampel penelitian ini

adalah dengan menggunakan metode Slovin. Data dianalisis menggunakan

analisis regresi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pendapatan, jumlah

anggota keluarga, dan pendidikan berpengaruh terhadap pola konsumi.

2.2.2 Penelitian Khairil Anwar, SE, M.Si

Judul penelitian dari Khairil Anwar yaitu “Analisis Pola Konsumsi

Masyarakat Pedesaan Di Kabupaten Birueun-Aceh”.Data yang dikumpulkan

dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh

dari hasil wawancara dengan responden (kepala keluarga) dengan menggunakan

daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder yang

diperlukan didapat dengan menelaah berbagai publikasi/laporan yang ada pada

lembaga dan instansi pemerintah khususnya yang berada di Kabupaten Bireuen.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua rumah tangga masyarakat yang

menetap dalam wilayah Kabupaten Bireuen. Pemilihan rumah tangga sampel

untuk menjadi responden dari populasi yang ada ditentukan secara two stage

cluster sampling. Penelitian ini digunakan metode OLS (Ordinary Least

Square) dengan model regresi linear berganda yang diadopsi dari model

Kautsoyiannis (1977), Domowitz dan Elbadawi (1987), Nachrowi dan Usman

26

(2002), Lains (2006).

Dari hasil dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pola

konsumsi masyarakat pedesaan di Kabupaten Bireuen lebih banyak didominasi

oleh kebutuhan mendasar terutama untuk jenis makanan. Seluruh pendapatan

yang diterima dibelanjakan untuk kebutuhan konsumsi tanpa sisa untuk tabungan.

Tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan ukuran keluarga sebagai variabel sosial

ternyata turut mempengaruhi pola konsumsi masyarakat pedesaan. Dengan

bertambahnya tingkat pendidikan, dan semakin baik jenis pekerjaan, maka

pengeluaran konsumsi makanan semakin dikurangi dan pendapatan yang

diperoleh dialihkan untuk konsumsi bukan makanan. Secara statistik hanya

variabel tingkat pendidikan yang tidak signifikan mempengaruhi pola konsumsi,

sedangkan variabel observari lain berpengaruh signifikan terhadap pola konsumsi

masyarakat pedesaaan di Kabupaten Bireuen.

2.3 Kerangka Pemikiran

Kecamatan Sumur Bandung merupakan Kecamatan yang memiliki angka

PDRB perkapita paling tinggi di Kota Bandung. PDRB per kapita dapat dijadikan

sebagai salah satu indikator daya beli masyarakat suatu daerah. Dengan demikian

jika PDRB perkapita Kecamatan Sumur Bandung paling tinggi dibandingkan

kecamatan lainnya di Kota Bandung maka dapat dikatakan bahwa daya beli

masyarakat di Kecamatan Sumur Bandung relatif lebih tinggi dibandingkan di

Kecamatan lainnya di Kota Bandung.

Daya beli yang tinggi dapat meningkatkan kemampuan membeli barang

27

dan jasa konsumsi yang tinggi pula. Kemampuan membeli barang dan jasa

konsumsi dapat diperlihatkan dengan pengeluaran konsumsinya.

Pengeluaran konsumsi rumah tangga akan berbeda antara rumah tangga

yang satu dengan rumah tangga yang lannya. Faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi perbedaan tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga

diantaranya adalah tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan

keluarga dan jenis pendapatan.

Berdasarkan tingkat pendapatan rumah tangga, besar atau kecilnya

pendapatan yang mereka terima akan mempengaruhi pengeluaran konsumsi yang

mereka lakukan. Pengeluaran konsumsi yang dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan di dalam rumah tangganya. Pengeluaran konsumsi yang dilakukan pun

ditentukan oleh sebagian besar tingkat pendapatan keluarga tersebut. Semakin

tinggi pendapatan rumah tangga maka pengeluaran konsumsinya juga semakin

meningkat.

Dalam menentukan pengeluaran rumah tangga bisa dilihat dari tingkat

pendidikan. Pendidikan seseorang tinggi maka pengeluaran konsumsi pun akan

tinggi. Hal ini disebabkan karena orang yang memiliki pendidikan tinggi

bertujuan untuk meningkatkan kualitas potensi di dalam dirinya. Potensi tersebut

merupakan kebutuhan manusia dalam menjalani hidupnya mencapa kesejahteraan.

Orang yang memiliki potensi yang baik maka akan mendapatkan pekerjaan yang

baik pula. Semakin baik pekerjaan yang didapatkan seseorang maka semakin

tinggi pendapatan yang diterima dan semakin tinggi juga pengeluaran

konsumsinya. Selain itu seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi,

28

kebutuhan jenis barang atau jasa konsumsinya juga akan semakin bervariasi dan

lebih banyak jumlahnya, sehingga pengeluaran konsumsinya juga semakin besar.

Di dalam rumah tangga tentu memiliki anggota keluarga yang harus

ditanggung, baik dalam jumlah besar atau jumlah kecil. Jumlah tanggungan

keluarga mempengaruhi pengeluaran konsumsi. Semakin banyak jumlah

tanggungan keluarga maka semakin banyak pengeluaran konsumsinya. Semakin

sedikit jumlah tanggungan keluarga maka sedikit juga pengeluaran konsumsi. Hal

ini karena setiap kebutuhan anggota keluarganya berbeda dan masing-masing

anggota keluarga yang ditanggung harus dipenuhi kebutuhannya.

Di setiap rumah tangga akan memiliki perbedaan dari jenis pendapatan,

ada rumah tangga yang memiliki pendapatan tetap dan ada juga rumah tangga

yang memiliki pendapatan tidak tetap.Jenis pendapatan tersebut bisa

mempengaruhi pola pengeluaran konsumsi rumah tangga.

Rumah tangga yang memiliki pendapatan tetap tentunya akan berbeda pola

konsumsinya dengan rumah tangga yang pendapatannya diperoleh secara tidak

tetap setiap periodenya.

Rumah tangga yang pendapatannya tetap akan lebih terencana dalam

mengalokasikan pengeluaran untuk konsumsinya. Sementara itu rumah tangga

yang pendapatannya tidak tetap, pada konsumsinya tidak dapat direncanakan

dengan pasti karena mereka belum dapat memastikan besarnya pendapatan yang

akan mereka peroleh. Dengan demikian pola konsumsi rumah tangga yang

berpendapatan tetap berbeda dengan rumah tangga yang pendapatannya tidak

tetap.

29

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan maka akan dipaparkan di dalam

kerangka pemikiran mengenai penelitian ini diperlihatkan gambar 2.2

Gambar 2.3

Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian

Menurut Arikunto (2006,71) bahwa hipotesis adalah suatu jawaban yang

bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data

yang terkumpul. Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Diduga ada pengaruh positif dari jumlah pendapatan keluarga terhadap

Pengeluaran

Konsumsi

Tingkat Pendidikan

Jumlah Tanggungan

Keluarga

Tingkat Pendapatan

Jenis Pendapatan

30

pengeluaran konsumsi rumah tangga di Kecamatan Sumur Bandung.

2. Diduga ada pengaruh positif dari tingkat pendidikan terhadap pengeluaran

konsumsi rumah tangga di Kecamatan Sumur Bandung.

3. Diduga ada pengaruh positif dari jumlah tanggungan keluarga terhadap

pengeluaran konsumsi rumah tangga di Kecamatan Sumur Bandung

4. Diduga ada perbedaan pengeluaran konsumsi rumah tangga di Kecamatan

Sumur Bandung antara rumah tangga berpendapatan tetap dengan rumah

tangga berpendapatan tidak tetap.