Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

30
HIV/AIDS PADA KEHAMILAN DISUSUN OLEH: 1. Gerald Abraham Harianja [070100087] 2. Todung Antony Wesliaprilius [070100119] 3. Erwin Sahat Hamonangan Siregar [070100093] 4. Sheba Julia Tarigan [070100190]

Transcript of Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

Page 1: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

HIV/AIDS PADA KEHAMILAN

DISUSUN OLEH:

1. Gerald Abraham Harianja [070100087]2. Todung Antony Wesliaprilius [070100119]3. Erwin Sahat Hamonangan Siregar [070100093]4. Sheba Julia Tarigan [070100190]

Program Pendidikan Profesi Dokter

Departemen Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Rumah Sakit Umum Pirngadi

Medan

2012

Page 2: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia,

rahmat kesehatan, dan keselamatan kepada penulis sehingga mampu

menyelesaikan makalah ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih

kepada kedua orangtua penulis, dokter pembimbing, dan teman-teman yang telah

mendukung dalam penulisan makalah ini.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian

pembelajaran dalam kepaniteraan klinik senior.Penulisan makalah ini merupakan

salah satu untuk melengkapi persyaratan Departemen Ilmu Kebidanan dan

Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih memiliki

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan

kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini. Akhir

kata, penulis berharap agar makalah ini dapat memberi manfaat kepada semua

orang.

Medan, Mei 2012

Penulis

Page 3: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1. DEFINISI 3

2.2. ETIOLOGI 3

2.3. CARA PENULARAN 3

2.4. FAKTOR RISIKO 5

2.4.1.Faktor Ibu dan Bayi 5

2.4.2.Faktor Cara Penularan 6

2.5. MANIFESTASI KLINIS 7

2.6. DIAGNOSIS 8

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG 8

2.8. PENATALAKSANAAN 9

2.8.1.Penatalaksanaan Selama Kehamilan 9

2.8.2.Seksio Saesaria 10

2.8. PENCEGAHAN 11

BAB III KESIMPULAN 14

DAFTAR PUSTAKA 16

Page 4: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

BAB I

PENDAHULUAN

Jumlah wanita penderita AIDS di dunia terus bertambah, khususnya pada

usia reproduksi. Sekitar 80% penderita AIDS anak-anak mengalami infeksi

perinatal dari ibunya. Laporan CDC (Central for Disease Control) Amerika

memaparkan bahwa seroprevalensi HIV pada ibu prenatal adalah 0,0%-1,7%,

pada saat persalinan 0,4%-2,3% dan 9,4-29,6% pada ibu hamil yang biasa

menggunakan narkotika intravena. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

kehamilan dapat memperberat kondisi klinik wanita dengan infeksi HIV.

Sebaliknya, risiko tentang hasil kehamilan pada penderita infeksi HIV masih

merupakan tanda tanya. Transmisi vertikal virus AIDS dari ibu kepada janinnya

telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas diketahui, kapan transmisi perinatal

tersebut terjadi. Penelitian di Amerika Serikat dan Eropa menunjukkan bahwa

risiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20-40%. Transmisi dapat terjadi

melalui plasenta, perlukaan dalam proses persalinan atau melalui ASI. Walaupun

demikian WHO menganjurkan agar ibu dengan HIV (+) tetap menyusui bayinya

mengingat manfaat ASI yang lebih besar dibandingkan dengan risiko penularan

HIV.1

Infeksi oleh virus penyebab defisiensi imun merupakan masalah yang

relatif baru, terutama pada anak. Masalah ini pertama kali dilaporkan di Amerika

pada tahun 1982 sebagai suatu sindrom defisiensi imun makin meningkat secara

relatif cepat disertai angka kematian yang mencemaskan, maka dilakukanlah

pengamatan dan penelitian yang intensif sehingga akhirnya penyebab defisiensi

imun ini ditemukan. Penyebab defisiensi imun ini adalah suatu virus yang

kemudian dikenal dengan nama human immunodeficiency virus tipe-1 (HIV-1),

pada tahun 1985. Pada pengamatan selanjutnya, ternyata bahwa infeksi HIV-1 ini

dapat menimbulkan rentangan gejala yang sangat luas, yaitu dari tanpa gejala

hingga gejala yang sangat berat dan progresif, dan umumnya berakhir dengan

kematian. Dengan meningkat dan menyebarnya kasus defisiensi imun oleh virus

Page 5: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

ini pada orang dewasa secara cepat di seluruh dunia, apabila kasus tersebut tidak

mendapat perhatian dan penanganan yang memadai, dalam waktu dekat

diperkirakan jumlah kasus defisiensi imun pada anak juga akan meningkat.2

Secara keseluruhan, infeksi pada wanita meningkat, dan proporsi wanita

dan gadis remaja yang terinfeksi meningkat tiga kali lipat dari 7 menjadi 23

persen dari tahun 1985 sampai 1998. Sejak saat itu, prevalensi penyakit yang

mematikan ini meningkat di seluruh dunia hampir secara geometris. Di Amerika

Serikat sampai tahun 1998, Fauci (1999) menyebut sekitar 650.000 sampai

900.000 orang terinfeksi dan hampir setengah juta meninggal. Pada tahun 1994,

kematian akibat infeksi HIV menjadi penyebab utama kematian pada orang

berusia 25 sampai 44 tahun. Seperti diperkirakan, infeksi perinatal juga

meningkat. Sampai tahun 1993, Centers for Disease Control and Prevention

memperkirakan bahwa di Amerika Serikat 15.000 anak terinfeksi HIV lahir dari

wanita positif HIV.3

Page 6: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

HIV/AIDS adalah suatu sindrom defisiensi imun yang ditandai oleh

adanya infeksi oportunistik dan atau keganasan yang tidak disebabkan oleh

defisiensi imun primer atau sekunder atau infeksi kongenital melainkan oleh

human immunodeficiency virus.2 Kausa sindrom imunodefisiensi ini adalah

retrovirus DNA yaitu HIV-1 dan HIV-2.3

2.2. Etiologi

Penyebab dari virus ini adalah dari retrovirus golongan retroviridae, genus

lenti virus. Terdiri dari HIV-1 dan HIV-2. Dimana HIV-1 memiliki 10 subtipe

yang diberi dari kode A sampai J dan subtipe yang paling ganas di seluruh dunia

adalah grup HIV-1.4

2.3. Cara Penularan5

Kita masih belum mengetahui secara persis bagaimana HIV menular dari

ibu ke bayi. Namun, kebanyakan penularan terjadi saat persalinan (waktu bayinya

lahir). Selain itu, bayi yang disusui oleh ibu terinfeksi HIV dapat juga tertular

HIV. Hal ini ditunjukkan dalam gambar berikut:

Page 7: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

Ada beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan bayi

terinfeksi HIV. Yang paling mempengaruhi adalah viral load (jumlah virus yang

ada di dalam darah) ibunya. Oleh karena itu, salah satu tujuan utama terapi adalah

mencapai viral load yang tidak dapat terdeteksi seperti juga ART untuk siapa pun

terinfeksi HIV. Viral load penting pada waktu melahirkan. Penularan dapat terjadi

dalam kandungan yang dapat disebabkan oleh kerusakan pada plasenta, yang

seharusnya melindungi janin dari infeksi HIV. Kerusakan tersebut dapat

memungkinkan darah ibu mengalir pada janin. Kerusakan pada plasenta dapat

disebabkan oleh penyakit lain pada ibu, terutama malaria dan TB.

Namun risiko penularan lebih tinggi pada saat persalinan, karena bayi

tersentuh oleh darah dan cairan vagina ibu waktu melalui saluran kelahiran. Jelas,

jangka waktu antara saat pecah ketuban dan bayi lahir juga merupakan salah satu

faktor risiko untuk penularan. Juga intervensi untuk membantu persalinan yang

dapat melukai bayi, misalnya vakum, dapat meningkatkan risiko. Karena air susu

ibu (ASI) dari ibu terinfeksi HIV mengandung HIV, juga ada risiko penularan

HIV melalui menyusui.

Faktor risiko lain termasuk kelahiran prematur (bayi lahir terlalu dini) dan

kekurangan perawatan HIV sebelum melahirkan. Sebenarnya semua faktor risiko

menunjukkan satu hal, yaitu mengawasi kesehatan ibu. Beberapa pokok kunci

yang penting adalah:

a. status HIV bayi dipengaruhi oleh kesehatan ibunya,

b. status HIV bayi tidak dipengaruhi sama sekali oleh status HIV ayahnya, dan

c. status HIV bayi tidak dipengaruhi oleh status HIV anak lain dari ibu.

Page 8: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

2.4. Faktor Risiko

Ada dua faktor utama untuk menjelaskan faktor risiko penularan HIV dari

ibu ke bayi:

2.4.1. Faktor ibu dan bayi6

a. Faktor ibu

Faktor yang paling utama mempengaruhi risiko penularan HIV dari ibu ke

bayi adalah kadar HIV (viral load) di darah ibu pada menjelang ataupun saat

persalinan dan kadar HIV di air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya. Umumnya,

satu atau dua minggu setelah seseorang terinfeksi HIV, kadar HIV akan cepat

sekali bertambah di tubuh seseorang.

Risiko penularan akan lebih besar jika ibu memiliki kadar HIV yang tinggi

pada menjelang ataupun saat persalinan. Status kesehatan dan gizi ibu juga

mempengaruhi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi. Ibu dengan sel CD4 yang

rendah mempunyai risiko penularan yang lebih besar, terlebih jika jumlah CD4

kurang dari 200.

Jika ibu memiliki berat badan yang rendah selama kehamilan serta

kekurangan vitamin dan mineral, maka risiko terkena berbagai penyakit infeksi

juga meningkat. Biasanya, jika ibu menderita infeksi menular seksual atau infeksi

reproduksi lainnya maupun malaria, maka kadar HIV akan meningkat.

Risiko penularan HIV melalui pemberian ASI akan bertambah jika

terdapat kadar CD4 yang kurang dari 200 serta adanya masalah pada ibu seperti

mastitis, abses, luka di puting payudara. Risiko penularan HIV pasca persalinan

menjadi meningkat bila ibu terinfeksi HIV ketika sedang masa menyusui bayinya.

b. Faktor bayi antara lain:

1. bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir rendah,

2. melalui ASI yang diberikan pada usia enam bulan pertama bayi, dan

3. bayi yang meminum ASI dan memiliki luka di mulutnya.

Page 9: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

2.4.2. Faktor cara penularan

a. Menular saat persalinan melalui percampuran darah ibu dan darah bayi.

b. Bayi menelan darah ataupun lendir ibu.

c. Persalinan yang berlangsung lama.

d. Ketuban pecah lebih dari 4 jam.

e. Penggunaan elektroda pada kepala janin, penggunaan vakum atau forceps, dan

tindakan episiotomi

f. Bayi yang lebih banyak mengonsumsi makanan campuran daripada ASI.

Masa kehamilan Masa persalinan Masa menyusui

Ibu baru terifeksi HIV Ibu baru terinfeksi HIV Ibu baru terinfeksi HIV

Ibu memiliki infeksi

virus, bakteri, parasit.

Ibu mengalami pecah

ketuban lebih dari 4 jam

sebelum persalinan.

Ibu memberikan ASI

dalam periode yang lama.

Ibu memiliki infeksi

menular seksual.

Terdapat tindakan medis

yang dapat meningkatkan

kontak dengan darah ibu atau

cairan tubuh ibu (seperti

penggunaan elektroda pada

kepala janin, penggunaan

vakum atau forceps, dan

episiotomi.

Ibu memberikan makanan

campuran (mixed feeding)

untuk bayi.

Ibu menderita

kekurangan gizi.

Bayi merupakan janin

pertama dari suatu kehamilan

ganda (karena lebih dekat

dengan leher rahim/serviks)

Ibu memiliki masalah pada

payudara, seperti mastitis,

abses, luka di puting

payudara.

Ibu memiliki korioamniositis

(dan IMS yang tak diobati

atau infeksi lainnya).

Bayi memiliki luka di

mulut.

Tabel 1 Faktor yang meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke bayi

Page 10: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

2.5. Manifestasi Klinis7

a. Gejala Konstitusi

Sering disebut sebagai AIDS related complex, dimana penderita

mengalami paling sedikit 2 gejala klinis yang menetap yaitu:

Demam terus menerus >37,5°C.

Kehilangan berat badan 10% atau lebih.

Radang kelenjar getah bening yang meliputi 2 atau lebih kelenjar getah bening

di luar daerah inguinal.

Diare yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Berkeringat banyak pada malam hari yang terus menerus.

b. Gejala Neurologis

Gejala neurologis yang beranekaragam seperti kelemahan otot, kesulitan

berbicara, gangguan keseimbangan, disorientasi, halusinasi, mudah lupa,

psikosis, dan sampai koma.

c. Gejala infeksi oportunistik

Gejala infeksi oportunistik merupakan kondisi dimana daya tahan tubuh

penderita sudah sangat lemah sehingga tidak mampu melawan infeksi bahkan

terhadap patogen yang normal pada tubuh manusia. Infeksi yang paling sering

ditemukan, yaitu Pneumocystic carinii pneumonia (PCP), Tuberkulosis,

Toksoplasmosis, infeksi mukokutan (seperti herpes simpleks, herpes zoster

dan kandidiasis adalah yang paling sering ditemukan).

d. Gejala tumor, yang paling sering ditemukan adalah Sarcoma kaposis dan

Limfoma maligna non-Hodgkin.

Page 11: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

2.6. Diagnosis infeksi HIV pada bayi

Tidak mudah menegakkan diagnosis infeksi HIV pada bayi yang lahir dari

ibu HIV positif. Tantangan untuk diagnosis adalah:8

a. Penularan HIV dapat terjadi selama kehamilan, terutama trimester ketiga,

selama proses persalinan dan selama masa menyusui. Meskipun diketahui

selama kehamilan bayi mungkin tertular HIV, belum ada penelitian yang

memeriksa bayi di dalam kandungan untuk deteksi infeksi HIV. Selain itu

juga terdapat masa jendela setelah seseorang terinfeksi HIV yang dapat

berlangsung hingga enam bulan.

b. Antibodi terhadap HIV dari ibu ditransfer melalui plasenta selama kehamilan.

Jadi, semua bayi yang lahir dari ibu yang positif HIV akan positif pula bila

diperiksa antibodi HIV dalam tubuhnya. Dikenal berbagai teknik pemeriksaan

antibodi yang terkenal dan dilakukan di Indonesia, yaitu ELISA, aglutinasi,

dan dot-blot immunobinding assay.

2.7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan antibodi HIV paling banyak menggunakan metode

ELISA/EIA (enzyme linked immunoadsorbent assay). ELISA pada mulanya

digunakan untuk skrining darah donor dan pemeriksan darah kelompok risiko

tinggi. Pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV, tes ini efektif dilakukan

pada bayi yang berusia 18 bulan keatas. Pemeriksaan ELISA harus menunjukkan

hasil positif 2 kali (reaktif) dari 3 tes yang dilakukan, kemudian dilanjutkan

dengan pemeriksaan konfirmasi yang biasanya dengan memakai metode Western

Blot. Penggabungan test ELISA yang sangat sensitif dan Western Blot yang sangat

spesifik mutlak dilakukan untuk menentukan apakah seseorang positif AIDS.9

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan lainnya yaitu: 10

1. Foto toraks

2. Pemeriksaan fisik

• Penampilan umum tampak sakit sedang, berat.

• Tanda vital.

• Kulit: rush, Steven Jhonson.

Page 12: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

• Mata: hiperemis, ikterik, gangguan penglihatan.

• Leher: pembesaran KGB.

• Telinga dan hidung: sinusitis, berdengung.

• Rongga mulut: candidiasis.

• Paru: sesak nafas, efusi pleura.

• Jantung: kardiomegali.

• Abdomen: asites, distensi abdomen, hepatomegali.

• Genetalia dan rektum: herpes.

• Neurologi: kejang, gangguan memori, neuropati.

3. Mantoux test

4. Pemeriksaan laboratorium darah (Kadar CD4, Hepatitis, Paps smear,

Toxoplasma, Virus load)

2.8. Penatalaksanaan

Kita semua berhak untuk menikah dan mendapatkan keturunan. Menjadi

HIVpositif tidak mengurangi hak kita. Namun jelas tanggung jawab kita juga

lebih besar. Kita pasti ingin supaya anak kita tidak terinfeksi HIV, dan ada

beberapa cara untuk mengurangi risiko ini. Selain itu, kita pasti ingin tetap sehat

agar dapat membesarkan anak kita. Cara terbaik untuk memastikan bahwa bayi

kita tidak terinfeksi dan kita tetap sehat adalah dengan memakai terapi

antiretroviral (ART). Perempuan terinfeksi HIV di seluruh dunia sudah memakai

obat antiretroviral (ARV) secara aman waktu hamil lebih dari sepuluh tahun. ART

sudah berdampak besar pada kesehatan perempuan terinfeksi HIV dan anaknya.

Oleh karena ini, banyak dari mereka yang diberi semangat untuk

mempertimbangkan mendapatkan anak.5

2.8.1. Penatalaksanaan selama kehamilan11

Konseling merupakan keharusan bagi wanita positif-HIV. Hal ini

sebaiknya dilakukan pada awal kehamilan, dan apabila ia memilih untuk

melanjutkan kehamilannya, perlu diberikan konseling berkelanjutan.

Perkembangan penatalaksanaan selama kehamilan mengikuti kemajuan-kemajuan

dalam pengobatan individu non hamil dengan HIV. Konsekuensi penyakit yang

Page 13: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

tidak diobati sangat merugikan, terjadi pergeseran dari fokus yang semata-mata

untuk melindugi janin menjadi pendekatan yang lebih berimbang berupa

pengobatan ibu dan janinnya.

Banyak terjadi kemajuan dalam pengobatan HIV. Sejumlah penelitian

membuktikan bahwa kombinasi analog nukleosida-zidovudin, zalsitabin, atau

lamivudin- yang diberikan bersama dengan suatu inhibitor protease-indinavir,

ritonavir, atau sakuinavir- sangat efektif untuk menekan kadar RNA HIV. Pada

pasien HIV yang diberi kombinasi tiga obat, angka kelangsungan hidup jangka

panjang meningkat dan morbiditas berkurang.

Center for Disease Control and Prevention (1998) menganjurkan untuk

menawarkan terapi antiretrovirus (ARV) kombinasi pada wanita hamil. Petunjuk

ini diperbarui oleh Perinatal HIV Guidelines Working Group (2000,2001).

Working Group merekomendasikan pemeriksaan hitung CD4+ limfosit T dan

kadar RNA HIV kurang lebih tiap trimester, atau sekitar setiap 3 sampai 4 bulan.

Hasil pemeriksaan ini dipakai untuk mengambil keputusan untuk memulai terapi

ARV, mengubah terapi, menentukan rute pelahiran, atau memulai profilaksis

untuk pneumonia Pneumocystis carinii.

Pada ibu juga dilakukan pemeriksaan untuk penyakit menular seksual lain

dan tuberculosis (TB). Pasien diberi vaksininasi untuk hepatiis B, influenza, dan

mungkin juga infeksi pneumokokus. Apabila hitung CD4+ kurang dari 200 /ul,

dianjurkan pemberian profilaksis primer P.carinii. Pneumonia diterapi dengan

pentamidin atau sulfametoksazol-trimetoprin oral atau intravena. Infeksi

oportunistik simtomatik lain yang mungkin timbul adalah toksoplasmosis, herpes,

dan kandidiasis.

2.8.2. Seksio Sesarea12

European Collaborative Study Group (1994) melaporkan bahwa seksio

sesarea elektif dapat mengurangi risiko penularan vertikal sekitar 50 %. Apabila

dianalisis berdasarkan terapi ARV, tidak terdapat perbedaan yang bermakna

dalam angka penularan pada wanita yang mendapat zidovudin dan menjalani

seksio sesarea versus per vaginam.

Page 14: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

Internasional Perinatal HIV Group (1999) baru-baru ini melaporkan

penularan HIV vertikal secara bermakna menurun menjadi kurang dari separuh

apabia saksio sesarea dibandingkan dengan cara pelahiran lain. Apabila pada

masa prenatal, intrapartum, dan neonatal juga diberikan terapi ARV dan dilakukan

seksio sesarea, kemungkinan penularan vertikal akan berkurang sebesar 87 %

disbanding dengan cara pelahiran lain dan tanpa terapi ARV.

Berdasarkan temuan ini, American College of Obstetricians and

Gynecologists (2000) menyimpulkan bahwa seksio sesarea terencana harus

dianjurkan bagi wanita terinfeksi HIV dengan jumlah RNA HIV-1 lebih dari 1000

salinan/ml. Hal ini dilakukan tanpa memandang apakah pasien sedang atau belum

mendapat terapi ARV. Persalinan terencana dapat dilakukan sebelum 38 minggu

untuk mengurangi kemungkinan pecahnya selaput ketuban.

Penulis-penulis lain mengungkapkan kekhawatiran morbiditas mungkin

meningkat secara bermakna pada wanita terinfeksi HIV yang menjalani seksio

sesarea. Mereka menyimpulkan bahwa terapi ARV kombinasi dapat menurunkan

resiko penularan vertikal sampai serendah 2 %. Morris,dkk tidak melaporkan

adanya penularan perinatal pada 76 wanita yang mendapat terapi ARV sangat

aktif (High active antiretroviral therapy, HAART).

2.9. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi

Program untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi, dilaksanakan

secara komprehensif dengan menggunakan empat prong, yaitu:

Prong 1: mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia

reproduktif.

Prong 2: mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif.

Prong 3: mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke

bayi yang dikandungnya.

Prong 4: memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu

HIV positif beserta bayi dan keluarganya.

Pada daerah dengan prevalensi HIV yang rendah, diimplementasikan

Prong 1 dan Prong 2. Pada daerah dengan prevalensi HIV yang terkonsentrasi,

Page 15: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

diimplementasikan semua prong. Ke-empat prong secara nasional dikoordinir dan

dijalankan oleh pemerintah, serta dapat dilaksanakan institusi kesehatan swasta

dan lembaga swadaya masyarakat.12

Pedoman baru dari WHO mengenai pencegahan penularan dari ibu ke bayi

(preventing mother-to-child transmission/PMTCT) berpotensi meningkatkan

ketahanan hidup anak dan kesehatan ibu, mengurangi risiko (mother-to-child

transmission/MTCT) hingga 5% atau lebih rendah serta secara jelas memberantas

infeksi HIV pediatrik.13

Pedoman itu memberikan perubahan yang bermakna pada beberapa

tindakan di berbagai bidang. Anjuran kunci adalah:

- ART untuk semua ibu hamil yang HIV-positif dengan jumlah CD4+ di bawah

350 atau penyakit WHO stadium 3 atau penyakit HIV stadium 4, tidak

menunda mulai pengobatan dengan tulang punggung AZT dan 3TC atau

tenofovir dan dengan 3TC atau FTC.

- Penyediaan antiretroviral profilaksis yang lebih lama untuk ibu hamil yang

HIV-positif yang membutuhkan ART untuk kesehatan ibu.

- Apabila ibu menerima ART untuk kesehatan ibu, bayi harus menerima

profilaksis nevirapine selama enam minggu setelah lahir apabila ibunya

menyusui, dan profilaksis dengan nevirapine atau AZT selama enam minggu

apabila ibu tidak menyusui.

- Untuk pertama kalinya ada cukup bukti bagi WHO untuk mendukung

pemberian ART kepada ibu atau bayi selama masa menyusui, dengan anjuran

bahwa menyusui dan profilaksis harus dilanjutkan hingga bayi berusia 12

bulan apabila status bayi adalah HIV-negatif atau tidak diketahui.

- Apabila ibu dan bayi adalah HIV-positif, menyusui harus didorong untuk

paling sedikit dua tahun hidup, sesuai dengan anjuran bagi populasi umum.13

Untuk mencegah penularan pada bayi, yang paling penting adalah

mencegah penularan pada ibunya dulu. Harus ditekankan bahwa bayi hanya dapat

tertular oleh ibunya. Jadi bila ibunya HIV-negatif, maka bayi juga tidak terinfeksi

HIV. Status HIV ayah tidak mempengaruhi status HIV bayi.14

Page 16: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

Hal ini dapat dijelaskan karena sperma dari penderita HIV tidak

mengandung virus, yang mengandung virus adalah air mani. Oleh sebab itu, telur

ibu tidak dapat ditularkan sperma. Jelas, bila perempuan tidak terinfeksi, dan

melakukan hubungan seks dengan laki-laki tanpa kondom dalam upaya membuat

anak, ada risiko si perempuan tertular. Dan bila perempuan terinfeksi pada waktu

tersebut, dia sendiri dapat menularkan virus pada bayi. Tetapi laki-laki tidak dapat

langsung menularkan janin atau bayi. Hal ini menekankan pentingnya kita

menghindari infeksi HIV pada perempuan.14

Tetapi untuk ibu yang sudah terinfeksi, kehamilan yang tidak diinginkan

harus dicegah. Bila kehamilan terjadi, harus ada usaha mengurangi viral load ibu

di bawah 1.000 agar bayi tidak tertular dalam kandungan, mengurangi risiko

kontak cairan ibunya dengan bayi waktu lahir agar penularan tidak terjadi waktu

itu, dan hindari menyusui untuk mencegah penularan melalui ASI. Dengan semua

upaya ini, kemungkinan si bayi terinfeksi dapat dikurangi jauh di bawah 8%.14

Jelas yang paling baik adalah mencegah penularan pada perempuan. Hal

ini membutuhkan peningkatan pada program pencegahan, termasuk penyuluhan,

pemberdayaan perempuan, penyediaan informasi dan kondom, harm reduction,

dan hindari transfusi darah yang tidak benar-benar dibutuhkan.14

Untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, program tidak jauh

berbeda dengan pencegahan infeksi HIV. ODHA perempuan yang memakai obat

antiretroviral harus sadar bahwa kondom satu-satunya alat KB yang efektif.

Dalam hal ini, mungkin kondom perempuan adalah satu sarana yang penting.14

BAB III

KESIMPULAN

Page 17: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

HIV/AIDS adalah suatu sindrom defisiensi imun yang ditandai oleh

adanya infeksi oportunistik dan atau keganasan yang tidak disebabkan oleh

defisiensi imun primer atau sekunder atau infeksi kongenital melainkan oleh

human immunodeficiency virus. Penyebab dari virus ini adalah dari retrovirus

golongan retroviridae, genus lenti virus.Terdiri dari HIV-1 dan HIV-2.

Masih belum diketahui secara pasti bagaimana HIV menular dari ibu ke

bayi. Namun, kebanyakan penularan terjadi saat persalinan (waktu bayinya lahir).

Selain itu, bayi yang disusui oleh ibu terinfeksi HIV dapat juga tertular HIV. Ada

beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan bayi terinfeksi HIV.

Yang paling mempengaruhi adalah viral load (jumlah virus yang ada di dalam

darah) ibunya. Namun, risiko penularan lebih tinggi pada saat persalinan karena

bayi tersentuh oleh darah dan cairan vagina ibu waktu melalui saluran kelahiran.

Jelas, jangka waktu antara saat pecah ketuban dan bayi lahir juga merupakan salah

satu faktor risiko untuk penularan. Juga intervensi untuk membantu persalinan

yang dapat melukai bayi, misalnya vakum, dapat meningkatkan risiko. Karena air

susu ibu (ASI) dari ibu terinfeksi HIV mengandung HIV, juga ada risiko

penularan HIV melalui menyusui.

Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan

serologi HIV. Pemeriksaan antibodi HIV paling banyak menggunakan metoda

ELISA/EIA (enzyme linked immunoadsorbent assay). Pemeriksaan ELISA harus

menunjukkan hasil positif 2 kali (reaktif) dari 3 test yang dilakukan, kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi yang biasanya dengan memakai

metoda Western Blot. ELISA yang sangat sensitif dan Western Blot yang sangat

spesifik mutlak dilakukan untuk menentukan apakah seseorang positif AIDS.

Kita semua berhak untuk menikah dan mendapatkan keturunan. Menjadi

HIVpositif tidak mengurangi hak kita. Namun jelas tanggung jawab kita juga

lebih besar. Kita pasti ingin supaya anak kita tidak terinfeksi HIV, dan ada

beberapa cara untuk mengurangi risiko ini. Selain itu, kita pasti ingin tetap sehat

agar dapat membesarkan anak kita. Cara terbaik untuk memastikan bahwa bayi

kita tidak terinfeksi dan kita tetap sehat adalah dengan memakai terapi

Page 18: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

antiretroviral (ART). Perempuan terinfeksi HIV di seluruh dunia sudah memakai

obat antiretroviral (ARV) secara aman waktu hamil lebih dari sepuluh tahun. ART

sudah berdampak besar pada kesehatan perempuan terinfeksi HIV dan anaknya.

Oleh karena ini, banyak dari mereka yang diberi semangat untuk

mempertimbangkan mendapatkan anak.

DAFTAR PUSTAKA

Page 19: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

1. Wiknjosastro H, Saifuddin A B, Rachimhadhi T. Penyakit Menular. Dalam:

Wiknjosastro H, Saifuddin A B, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo d/a Bagian Kebidanan dan

Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006; 556.

2. Soedarmo S S, Garna H, Hadinegoro S R, Satari H I. Human Imunodeficiency

Virus. Dalam: Soedarmo S S, Garna H, Hadinegoro S R, Satari H I. Buku Ajar

Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi ke-2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2008; 243-247.

3. Cunningham F G, Gant N F, Leveno K J, Gilstrap L C, Hauth J C, Wenstrom,

K D. Penyakit Menular Seksual. Dalam: Cunningham F G, Gant N F, Leveno

K J, Gilstrap L C, Hauth J C, Wenstrom, K D. Obstetri Williams. Jakarta:

EGC. 2006; 1677-1678.

4. Anonim. Etiologi HIV/AIDS. Dalam Petunjuk penting AIDS. Cetakan I.

Jakarta: EGC. 1996.

5. Green WC. Latar belakang dan masalah umum. Dalam: Green WC (eds).

HIV, kehamilan, dan kesehatan perempuan. Yayasan spiritia, Jakarta; 2009:4-

6.

6. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.

Faktor risiko penularan HIV dari ibu ke bayi. Dalam: Pratomo H. et al. (eds).

Pedoman pencegahan penularan HIV dari ibu dan bayi. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI, 2006; 13-16.

7. Samsuridjal D. Gejala-gejala infeksi HIV/AIDS. Dalam kumpulan Artikel

dan Makalah untuk Pelatihan Penatalaksanaan HIV/AIDS di RS provinsi

sumatera Utara. Medan; 2002.

8. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.

Informasi umum. Dalam: Pratomo H. et al. (eds). Pedoman pencegahan

penularan HIV dari ibu dan bayi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2006;

10-12.

9. Lubis, Imran. Pemeriksaan Laboratorium untuk HIV, dalam AIDS pada

Cermin Dunia Kedokteran No.75, 1992. Pusat Penelitian Penyakit Menular,

Page 20: Makalah PIH-HIVAIDS pada Kehamilan

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan R.I.,

Jakarta.

10. Isselbacher, J Kurt. dkk. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison.

Editor: Ahmad H. Asdie. Volume 4, Edisi 13. Jakarta: EGC. 2000.

11. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom,

KD. Penyakit menular seksual. Dalam: Cunningham FG, Gant NF, Leveno

KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom, KD. Obstetri Williams. EGC, Jakarta;

2006; 1680-1681.

12. Jaringan pencegahan HIV dari ibu ke anak. Kebijakan PMTCT Indonesia:

PMTCT.net; 2008. h.1.

13. Anonim. Pedoman pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi terbaru dari

WHO. 2006. Diunduh dari: http://marhendraputra.co.cc/info-sehat/329-

pedoman-pencegahan penularan-hiv-dari-ibu-ke-bayi-terbaru-dari-who-.html

(Diakses tanggal 29 April 2012).

14. Yayasan Spiritia. Pencegahan penularan dari ibu-ke-bayi. (PMTCT). 2008.

Diunduh dari: http://spiritia.or.id/cst/showart.php?cst=mtct [Diakses tanggal

29 April 2012).