perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt...

85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i PENGELOLAAN LAHAN PASANG SURUT WADUK GAJAH MUNGKUR UNTUK KEGIATAN PERTANIAN OLEH MASYARAKAT DI DESA GEBANG KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (PKP) Oleh : AISYAH MUNAWAROH H 0406011 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt...

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

PENGELOLAAN LAHAN PASANG SURUT WADUK GAJAH

MUNGKUR UNTUK KEGIATAN PERTANIAN OLEH MASYARAKAT

DI DESA GEBANG KECAMATAN NGUNTORONADI

KABUPATEN WONOGIRI

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (PKP)

Oleh :

AISYAH MUNAWAROH

H 0406011

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENGELOLAAN LAHAN PASANG SURUT

WADUK GAJAH MUNGKUR UNTUK KEGIATAN PERTANIAN OLEH

MASYARAKAT DI DESA GEBANG KECAMATAN NGUNTORONADI

KABUPATEN WONOGIRI

Yang dipersiapkan dan disusun oleh

Aisyah Munawaroh

H0406011

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

pada tanggal : Juli 2011

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

Ir. Sutarto, MSi NIP. 195304051983031002

Anggota I

D. Padmaningrum SP, MSi NIP. 197209151997022001

Anggota II

Dr. Ir. Suwarto, MSi NIP. 195611191983031002

Surakarta, Juli 2011

Mengetahui

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 195602251986011001

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

mencurahkan karuniaNya sehingga penulis diberikan kesempatan untuk

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengelolaan Lahan Pasang

Surut Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian oleh Masyarakat

di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri”. Tidak lupa

penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Dwiningtyas Padmaningrum, SP, MSi selaku Ketua Jurusan Penyuluhan dan

Komunikasi Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

3. Ir. Sutarto, MSi selaku pembimbing utama penulisan skripsi dan Dwiningtyas

Padmaningrum, SP, MSi selaku pembimbing akademik dan pembimbing

pendamping penulisan skripsi

4. Bapak Ketut dan seluruh karyawan Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan

Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

atas kemudahan dalam menyelesaikan administrasi penulisan skripsi

5. Kepala Devisi Jasa Air dan Sumber Air V Perusahaan Umum Jasa Tirta dan

Bapak Sutardi selaku pengawas lahan pasang surut Desa Gebang terima kasih

atas segala bantuannya

6. Kepala Kesbangpol dan Limnas Kabupaten Wonogiri yang telah

mempermudah perijinan pengumpulan data

7. Kepala Desa Gebang yang telah memberikan ijin untuk mengadakan

penelitian di Desa Gebang

8. Segenap responden yang telah berpartisipasi dalam pengumpulan data

9. Kedua orang tua penulis, Bapak Ngalim dan Ibu Mutmainah, kakakku, adikku,

dan keponakanku tersayang terima kasih atas segala doa, kasih sayang dan

dukungan yang selalu diberikan kepada penulis

10. Kakakku Ahmad Zabidi terima kasih atas do’a, semangat, cinta, kasih sayang,

dukungan, dan bantuan yang selalu diberikan kepada penulis

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

11. Sahabat- sahabat penulis Esti, Harsi, Siska dan semua teman-teman Jurusan

Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian angkatan 2006 dan 2007 atas

kebersamaan dan kerjasamanya

12. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan secara keseluruhan, yang telah

membantu kelancaran penulisan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

demi perbaikan skripsi ini. Pada akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Surakarta, Juli 2011

Penulis

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................. v

DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix

RINGKASAN ................................................................................................. xi

SUMMARY .................................................................................................... xii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Perumusan Masalah .......................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 4

D. Kegunaan Penelitian ......................................................................... 5

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 6

B. Kerangka Berfikir ............................................................................. 21

C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ................................. 22

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian ................................................................... 26

B. Teknik Penentuan Lokasi Penelitian ................................................. 26

C. Metode Penentuan Populasi dan Sampel ........................................... 27

D. Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 29

E. Metode Pengumpulan Data ............................................................... 30

F. Metode Analisis Data ....................................................................... 30

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Wilayah .............................................................................. 31

1. ............................................................................................... Letak Geografis dan Topografi ........................................................ 31

2. ............................................................................................... Luas Wilayah dan Tata Guna Lahan ................................................ 31

B. Keadaan Penduduk ........................................................................... 33

1. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin ................................... 33 2. Keadaan Penduduk Menurut Umur ................................................ 33 3. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan .......................... 35 4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian ............................. 36

C. Keadaan Pertanian dan Peternakan .................................................... 38

D. Keadaan Sarana Perekonomian ......................................................... 39

E. Keadaan Sarana Transportasi dan Komunikasi .................................. 39

F. Gambaran Umum Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri .................... 40

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Responden .......................................................................... 43

B. Pengelolaan Lahan Pasang Surut untuk Kegiatan Pertanian ............... 47

1. ............................................................................................... Pengajuan permohonan pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiataan pertanian ..................................................................... 47

2. ............................................................................................... Daerah yang boleh ditanami ............................................................ 48

3. ............................................................................................... Jenis tanaman ................................................................................. 51

4. ............................................................................................... Masyarakat pengelola lahan pasang surut ....................................... 58

5. ............................................................................................... Cara penggarapan tanah ................................................................... 61

C. Permasalahan dalam Pengelolaan Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian ................................................... 64

D. Manfaat Pengelolaan Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian ............................................................................ 68

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...................................................................................... 71

B. Saran ................................................................................................ 73

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Data Luas Lahan Pasang Surut dan Jumlah Pengelola Lahan Pasang Surut di Kabupaten Wonogiri .......................................................... 26

Tabel 3.2 Data Luas Lahan Pasang Surut dan Jumlah Pengelola Lahan Pasang Surut di Kecamatan Nguntoronadi ................................................... 27

Tabel 3.3 Data Luas Lahan Pasang Surut dan Jumlah Pengelola Lahan Pasang Surut di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi ............................. 27

Tabel 3.4 Data Jumlah Sampel Pengelola Lahan Pasang Surut di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi ................................................................ 28

Tabel 3.5 Jenis dan Sumber Data Penelitian .................................................... 29

Tabel 4.1 Luas Lahan Desa Gebang menurut Penggunaan Tanah .................... 32

Tabel 4.2 Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Gebang ........... 33

Tabel 4.3 Kelompok Penduduk Menurut Umur di Desa Gebang...................... 34

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Gebang ..... 36

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Gebanng ...... 37

Tabel 4.6 Luas Tanam Menurut Komoditas Tanaman Pangan dan Palawija di Desa Gebang ................................................................................ 38

Tabel 4.7 Jumlah Ternak Menurut Jenisnya di Desa Gebang ........................... 39

Tabel 4.8 Luas Lahan Pasang Surut di Kabupaten Wonogiri ........................... 41

Tabel 5.1 Umur Responden Waktu Penelitian ................................................. 43

Tabel 5.2 Jenis Kelamin Responden ................................................................ 44

Tabel 5.3 Tingkat Pendidikan Formal Responden ........................................... 45

Tabel 5.4 Mata Pencaharian Responden .......................................................... 46

Tabel 5.5 Daerah Lahan Pasang Surut yang ditanami Responden untuk Kegiatan Pertanian ......................................................................................... 50

Tabel 5.6 Lama Responden Mengelola Lahan Pasang Surut ........................... 51

Tabel 5.7 Jenis Tanaman yang ditanam Responden pada Lahan Pasang Surut ......................................................................... 52

Tabel 5.8 Tanaman yang ditanam Responden pada Lahan Pasang Surut .......... 52

Tabel 5.9 Waktu Penanaman pada Lahan Pasang Surut yang dilakukan Responden ....................................................................................... 53

Tabel 5.10 Rata-rata Biaya Produksi, Hasil Produksi dan Pendapatan Responden dalam Satu Kali Musim Tanam ....................................................... 58

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

Tabel 5.11 Pengelola Lahan Pasang Surut untuk Kegiatan Pertanian ................. 59

Tabel 5.12 Luas Lahan Pasang Surut yang dikelola Responden untuk Kegiatan Pertanian ......................................................................................... 60

Tabel 5.13 Cara Penggarapan Tanah Lahan Pasang Surut yang dilakukan Responden ....................................................................................... 62

Tabel 5.14 Permasalahan yang dialami Responden dalam Mengajukan Permohonan Mengelola Lahan Pasang Surut, Menentukan Lahan Pasang Surut yang Boleh ditanami, Menentukan Jenis Tanaman yang Boleh ditanam pada Lahan Pasang Surut, dan Permasalahan dalam Menggarap Tanah ............................................................................ 65

Tabel 5.15 Manfaat Pengelolaan Lahan Pasang Surut untuk Kegiatan Pertanian terhadap Kehidupan Sosial Responden, Ekonomi Responden dan Lingkungan ..................................................................................... 68

Tabel 5.16 Keuntungan Rata-rata Pengelolaan Lahan Pasang Surut yang diperoleh Responden ....................................................................................... 70

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir ......................................................................... 21

Gambar 5.1 Alur Pengajuan Permohonan untuk Mengelola Lahan Pasang Surut.............................................................................................. 47

Gambar 5.2 Peta Zona Pemanfaatan Daerah Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur........................................................................................ 49

Gambar 5.3 Alur Sosialisasi Pengelolaan Lahan Pasang Surut untuk Kegiatan Pertanian ......................................................................... 64

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1: Kuesioner Penelitian ..................................................................... 74

Lampiran 2: Identitas Responden ..................................................................... 81

Lampiran 3: Daftar Penggarap Lahan Pasang Surut Desa Gebang ..................... 82

Lampiran 4: Struktur Organisasi Perusahaan Umum Jasa Tirta ......................... 94

Lampiran 5: Daftar Pengawas Sabuk Hijau dan Lahan Pasang Surut ................. 95

Lampiran 6: Analisis Usahatani Lahan Pasang Surut......................................... 96

Lampiran 7: Surat Perijinan Penelitian .............................................................. 101

Lampiran 8: Peta Daerah Penelitian .................................................................. 102

Lampiran 9: Foto Penelitian .............................................................................. 103

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

RINGKASAN

Aisyah Munawaroh, H 0406011. “PENGELOLAAN LAHAN PASANG SURUT WADUK GAJAH MUNGKUR UNTUK KEGIATAN PERTANIAN OLEH MASYARAKAT DI DESA GEBANG KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI”. Di bawah bimbingan Ir.Sutarto, MSi dan Dwiningtyas Padmaningrum, SP, MSi Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Waduk merupakan tempat pada muka lahan untuk menampung dan menabung air yang berlebih pada musim hujan, sehingga air tersebut dapat dimanfaatkan pada musim kemarau. Waduk Gajah Mungkur di Kabupaten Wonogiri merupakan waduk serba guna yang selesai dibangun pada tahun 1981. Dalam rangka pengelolaan dan pelestarian Waduk Gajah Mungkur, daerah genangan Waduk Gajah Mungkur dibagi atas daerah genangan tetap, daerah pasang surut, dan daerah sabuk hijau. Daerah pasang surut dibagi menjadi dua bagian, yaitu daerah pasang surut tetap dan daerah pasang surut tidak tetap. Dalam pengelolaan lahan pasang surut tidak tetap terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh masyarakat karena kelestarian daerah pasang surut sangat dipengaruhi oleh bagaimana cara masyarakat mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk kegiatan pertanian yang meliputi pengajuan permohonan mengelola lahan pasang surut, daerah yang boleh ditanami, jenis tanaman, masyarakat yang mengelola lahan pasang surut, dan cara penggarapan tanah. Mengetahui permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam pengelolaan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk kegiatan pertanian mulai dari pengajuan permohonan mengelola lahan pasang surut sampai dengan pengelolaan lahan pasang surut. Mengetahui manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan pengelolaan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk kegiatan pertanian di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.

Metode dasar yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik survai. Penentuan lokasi dengan cara purposive yaitu di Desa Gebang dengan pertimbangan bahwa Desa Gebang merupakan salah satu desa di Kecamatan Nguntoronadi yang mempunyai lahan pasang surut terluas dan lahan pasang surut tersebut dikelola untuk kegiatan pertanian. Pengambilan sampel menggunakan teknik proposional random sampling yaitu sebanyak 40 orang. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data adalah dengan wawancara dan pencatatan. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian sudah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, responden tidak mengalami permasalahan dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian, serta pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian bermanfaat bagi kehidupan sosial dan ekonomi responden, serta bermanfaat bagi lingkungan waduk.

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

SUMMARY

Aisyah Munawaroh, H 0406011. "TIDE LAND MANAGEMENT OF GAJAH MUNGKUR RESERVOIR FOR AGRICULTURAL ACTIVITY BY THE COMMUNITY IN VILLAGE GEBANG SUB DISTRICT NGUNTORONADI WONOGIRI". Under the guidance of Ir.Sutarto, MSi and Dwiningtyas Padmaningrum, SP, MSi Faculty of Agriculture. Sebelas Maret University Surakarta.

Reservoir is a place to accommodate and save excess water during the rainy season, so water can be utilized in the dry season. Gajah Mungkur Reservoir in an all-purpose dam wich was built in 1981. In order to manage and conserve Gajah Mungkur Reservoir, Gajah Mungkur Reservoir inundation area is divided into permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent tidal area. In the management non-permanent tidal area there are provisions that must be obeyed by community because the preservation of the tidal area is strongly influenced by how people manage the tidal land for agricultural activities.

This study aims to determine the tidal land management of Gajah Mungkur Reservoir for agricultural activities that include the proposal for tidal land management permit, areas that may be planted, the type of plant, people who manage the tidal lands, and ways of cultivating the soil. Knowing the problems faced by communities in tidal land management Gajah Mungkur Reservoir for agricultural activities from applying for tidal land management permit to tidal land management. Knowing social, economic and environmental benefit tidal land management Gajah Mungkur Reservoir for agricultural activities in the Village District Gebang Nguntoronadi Wonogiri.

The basic method used is descriptive method with survey techniques. Determination of locations was done by purposive in the Gebang Village because Gebang Village is one of the villages in the district Nguntoronadi which has the largest tidal lands and tidal lands are managed for agricultural activities. The sampling used proposional random sampling techniques as many as 40 people. The type of data used are primary data and secondary data. Methods of data collection are interview and record keeping. Data analysis methods used is descriptive analysis.

The results showed that the overall management of swamp area for agricultural activities is in conformity with the provisions established, the respondents did not experience problems in the management of tidal land for agricultural activities, and management of tidal land for agricultural activities beneficial to the social and economic life of the respondents, as well as benefit the environment reservoirs.

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air merupakan salah satu kebutuhan mutlak bagi seluruh makhluk

hidup di semesta termasuk manusia. Namun, masih banyak manusia yang

tidak sadar bahwa perilaku mereka justru mengancam kelestarian dan

kemurnian air. Perilaku manusia yang dapat mengancam kelestarian dan

kemurnian air contohnya adalah penebangan hutan secara liar, pembuangan

limbah secara sembarangan, penambangan pasir ilegal, pertanian dan

perkebunan yang tidak memperhatikan kondisi dan lokasi lahan, serta sistem

tata ruang kota dan pendirian bangunan yang tidak menempatkan konservasi

lingkungan sebagai pertimbangan utama. Undang-undang Sumber Daya Air

No.7 Tahun 2004 menyebutkan bahwa air adalah semua air yang terdapat

pada, di atas maupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian

ini adalah air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang berada di darat.

Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Salah

satu contoh air permukaan adalah air waduk (Kodoatie, 2008).

Waduk merupakan tempat pada muka lahan untuk menampung dan

menabung air yang berlebih pada musim basah (hujan), sehingga air tersebut

dapat dimanfaatkan pada musim kemarau atau musim kering

(Notohadiprawiro et al, 2006). Waduk Gajah Mungkur di Kabupaten

Wonogiri merupakan waduk serba guna yang selesai dibangun pada tahun

1981. Fungsi waduk Gajah Mungkur adalah untuk mengendalikan banjir

(flood control), irigasi, pemasok air baku untuk Perusahaan Daerah Air

Minum (PDAM) dan air industri, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

pariwisata, dan perikanan darat. Luas tangkapan air (chatment area) 1.350

km2, Waduk Gajah Mungkur mampu mengendalikan banjir dari 4000 m3/detik

menjadi 400 m3/detik. Hal ini akan mengamankan seluruh daerah di sekitar

aliran Bengawan Solo mulai Wonogiri, Ngawi sampai ke wilayah hilir di

Gresik Jawa Timur dari bencana banjir. Terjadinya banjir pada awal tahun

2008 di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo adalah salah satu akibat dari

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Waduk Gajah Mungkur yang telah mengalami pendangkalan karena tingginya

laju sedimentasi (Wuryanta et al, 2002).

Sedimentasi yang masuk ke Waduk Gajah Mungkur berasal dari erosi

sungai-sungai yang bermuara ke waduk yang meliputi Sungai Keduang,

Wiroko, Solo Hulu, Alang dan Sungai Wuryantoro. Dari ke lima sungai

tersebut sungai Keduang merupakan penyumbang sedimen terbesar yaitu

1.218.580 m3/tahun, kemudian sungai Solo Hulu mencapai 604.990 m3/tahun.

Tingginya sedimentasi yang berasal dari Sungai Keduang bahkan sampai

membentuk permukaan tanah yang memanjang dan membelah Waduk Gajah

Mungkur dengan panjang lebih dari satu kilometer. Seluruh sedimen dari

sungai-sungai yang bermuara ke waduk bergerak perlahan lahan menuju pusat

waduk, sehingga sedimen mengganggu aliran air yang masuk ke turbin

sebagai penggerak pembangkit listrik tenaga air/PLTA (Makupella, 2009).

Oleh karena itu, diperlukan penggalian sedimen di depan intake secara rutin

untuk menjaga kelancaran debit air yang melewati PLTA.

Dalam rangka pengelolaan dan pelestarian Waduk Gajah Mungkur

Wonogiri, daerah genangan Waduk Gajah Mungkur dibagi atas daerah

genangan tetap, daerah pasang surut, dan daerah sabuk hijau. Daerah pasang

surut dibagi menjadi dua bagian, yaitu daerah pasang surut tetap dan daerah

pasang surut tidak tetap. Daerah pasang surut tetap merupakan daerah yang

pada musim hujan banyak tergenang air, sedangkan daerah pasang surut tidak

tetap merupakan daerah yang jarang tergenang air walaupun pada saat musim

hujan. Daerah pasang surut tidak tetap dapat dikelola untuk kegiatan pertanian

yang telah diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor:

611/22/1984. Daerah pasang surut Waduk Gajah Mungkur tersebar di tujuh

kecamatan di Kabupaten Wonogiri, yaitu Kecamatan Wonogiri,

Nguntoronadi, Ngadirojo, Baturetno, Giriwoyo, Wuryantoro dan Eromoko

(PIPWS Bengawan Solo, 2002).

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Dalam pengelolaan lahan pasang surut terdapat ketentuan-ketentuan

yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Masyarakat yang mengelola daerah

pasang surut merupakan masyarakat yang bekerjasama dengan Perusahaan

Umum Jasa Tirta. Perusahaan Umum Jasa Tirta adalah Perusahaan Milik

Negara yang ditunjuk untuk mengelola Waduk Gajah Mungkur. Kelestarian

daerah pasang surut sangat dipengaruhi oleh bagaimana cara masyarakat

mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian. Oleh sebab itu,

peneliti ingin meneliti tentang Pengelolaan Lahan Pasang Surut Waduk Gajah

Mungkur untuk Kegiatan Pertanian oleh Masyarakat di Desa Gebang

Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri. Kecamatan Nguntoronadi

merupakan kecamatan yang mempunyai lahan pasang surut terluas

dibandingkan dengan Kecamatan Wonogiri, Ngadirojo, Baturetno, Giriwoyo,

Wuryantoro dan Eromoko, yaitu seluas 378,2229 hektar. Penelitian ini

dilaksanakan di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi, karena Desa Gebang

merupakan salah satu desa di Kecamatan Nguntoronadi yang mempunyai

lahan pasang surut terluas yaitu 102 hektar dan lahan pasang surut tersebut

dikelola untuk kegiatan pertanian (PJT Ib, 2010).

B. Rumusan Masalah

Perbedaan iklim yang tegas (penghujan dan kemarau) akan

menyebabkan fluktuasi muka air waduk. Hal tersebut akan menghasilkan

bentangan lahan dengan berbagai kemiringan yang cukup luas. Selama

periode surut, daerah surutan waduk yang landai akan dimanfaatkan oleh

masyarakat untuk ditanami dengan jenis tanaman umur pendek. Lahan pasang

surut Waduk Gajah Mungkur dapat dikelola untuk kegiatan pertanian

berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Pengelolaan lahan

pasang surut untuk kegiatan pertanian yang tidak sesuai dengan ketentuan-

ketentuan yang ada dapat menyebabkan erosi dan sedimentasi waduk.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi sedimentasi Waduk

Gajah Mungkur adalah dengan tetap menjaga kelestarian daerah pasang surut.

Demi tetap terjaganya daerah pasang surut, maka dalam pengelolaan lahan

pasang surut untuk kegiatan pertanian masyarakat harus mentaati ketentuan-

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

ketentuan tentang pengelolaan lahan pasang surut yang telah ditetapkan.

Selama ini masih banyak masyarakat yang mengelola lahan pasang surut

untuk kegiatan pertanian tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah

ditetapkan, baik itu ketentuan tentang daerah yang boleh ditanami, ketentuan

tentang jenis tanaman yang boleh ditanam pada lahan pasang surut, ketentuan

bagi masyarakat lahan pasang surut dan ketentuan tentang cara penggarapan

lahan pasang surut.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka permasalahan yang akan dikaji

dalam penelitian ini antara lain :

1. Bagaimana pengelolaan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk

kegiatan pertanian yang meliputi pengajuan permohonan pengelolaan

lahan pasang surut, daerah yang boleh ditanami, jenis tanaman,

masyarakat yang mengelola lahan pasang surut, dan cara penggarapan

tanah di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri ?

2. Permasalahan apa yang dihadapi masyarakat dalam pengelolaan lahan

pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk kegiatan pertanian di Desa

Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri yang meliputi

permasalahan dalam mengajukan permohonan untuk mengelola lahan

pasang surut, permasalahan dalam menentukan lahan yang boleh ditanami,

permasalahan dalam menentukan jenis tanaman, dan permasalahan dalam

menggarap tanah ?

3. Bagaimana manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan pengelolaan lahan

pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk kegiatan pertanian di Desa

Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan, maka

tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengelolaan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk

kegiatan pertanian yang meliputi pengajuan permohonan pengelolaan

lahan pasang surut, daerah yang boleh ditanami, jenis tanaman,

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

masyarakat yang mengelola lahan pasang surut, dan cara penggarapan

tanah di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri

2. Mengetahui permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam pengelolaan

lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk kegiatan pertanian di

Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri yang

meliputi permasalahan dalam mengajukan permohonan untuk mengelola

lahan pasang surut, permasalahan dalam menentukan lahan yang boleh

ditanami, permasalahan dalam menentukan jenis tanaman, dan

permasalahan dalam menggarap tanah

3. Mengetahui manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan pengelolaan lahan

pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk kegiatan pertanian di Desa

Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian Pengelolaan Lahan Pasang Surut Waduk

Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian oleh Masyarakat di Desa Gebang

Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan proses belajar yang ditempuh

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan untuk menambah

pengalaman serta menambah pengetahuan tentang pengelolaan lahan

pasang surut untuk kegiatan pertanian

2. Bagi pemerintah dan instansi terkait, diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan

pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

3. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan referensi untuk penelitian yang sejenis

4. Bagi pengelola lahan pasang surut, dapat dijadikan sebagai sarana untuk

menambah pengetahuan tentang pengelolaan lahan pasang surut untuk

kegiatan pertanian.

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Lahan Pasang Surut

Lahan merupakan ruang yang ada di permukaan bumi yang

digunakan oleh manusia sebagai tempat tinggal dan untuk melakukan

aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan hidup (Daryanto, 2007).

Lahan merupakan sumber daya permanen yang tidak menurun nilainya

atau tidak using, selama kesuburan lahan dijaga dan langkah konservasi

yang tepat digunakan. Pengelolaan lahan yang baik tidak hanya akan

menjaga produktifitas lahan tapi juga dapat meningkatkannya (Kay dan

Edwards, 1999). Salah satu lahan yang harus dijaga kesuburannya adalah

lahan pasang surut.

Pasang surut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya

permukaan air secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya

gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama

oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat

diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil

(Dronkers, 1964 dalam Suardi, 2009). Lahan pasang surut adalah lahan

yang pada musim penghujan permukaan air akan naik dan musim kemarau

air akan surut (LIPI Kalimantan, 1994 dalam Anonim, 2010).

Terdapatnya lahan pasang surut karena terjadinya fluktuasi kapasitas

waduk yang cukup besar pada saat musim penghujan maupun musim

kemarau. Pada musim penghujan biasanya air dapat ditampung oleh

waduk sampai kapasitas maksimumnya. Akan tetapi pada musim

kemarau, terjadi penyusutan air waduk yang cukup drastis sehingga

memunculkan lahan-lahan kosong di sekitar waduk. Lahan-lahan kosong

tersebut merupakan lahan pasang surut. Lahan-lahan pasang surut di

sekitar waduk merupakan lahan yang relatif subur sehingga banyak

dibudidayakan oleh penduduk untuk menanam tanaman pangan seperti:

padi, jagung, kacang panjang, dan kedelai (Daryanto, 2007).

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Berdasarkan siklus bulanan dan tingginya genangan air pasang di

lahan pasang surut dapat dibedakan menjadi empat tipe luapan, yaitu:

a. Tipe luapan A, lahan terluapi air baik saat pasang kecil maupun pasang

besar

b. Tipe luapan B, lahan terluapi hanya saat pasang besar

c. Tipe luapan C, lahan tidak pernah terluapi air baik saat pasang besar

maupun pasang kecil, tetapi kedalaman air tanahnya kurang dari 50 cm

dari permukaan tanah

d. Tipe luapan D, lahan tidak terluapi air pasang sementara kedalaman air

tanahnya lebih dari 50 cm dari permukaan tanah

(Sianturi, 2010).

Menurut Widjaja et al (1997), dalam tanah lahan pasang surut

terdapat pirit. Pirit merupakan zat yang hanya ditemukan pada tanah di

daerah pasang surut . Zat ini dibentuk pada waktu lahan digenangi oleh air

yang masuk pada musim kemarau. Pada saat kondisi lahan basah atau

tergenang, pirit tidak berbahaya bagi tanaman. Tetapi, apabila terkena

udara (teroksidasi), pirit berubah bentuk menjadi zat besi dan zat asam

belerang yang dapat meracuni tanaman. Pirit dapat terkena udara apabila

tanah pirit diangkat ke permukaan tanah (misalnya pada waktu mengolah

tanah, membuat saluran) dan permukaan air tanah turun (misalnya pada

musim kemarau).

Gejala keracunan zat besi pada tanaman dapat dilihat apabila daun

tanaman menguning jingga, pucuk daun mengering, tanamannya kerdil

dan hasil tanaman rendah, sedangkan ciri-ciri tingginya kadar besi dalam

tanah dapat dilihat dengan adanya gejala keracunan besi pada tanaman,

adanya lapisan seperti minyak di permukaan air dan adanya lapisan merah

di pinggiran saluran. Selain zat besi yang dapat meracuni tanaman,

belerang juga dapat menyebabkan air tanah menjadi asam, akibat yang

ditimbulkan adalah tanaman mudah terserang penyakit, hasil panen

rendah, tanaman lebih mudah kena keracunan besi (Widjaja et al, 1997).

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

2. Pengelolaan Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian

Pengembangan pertanian lahan pasang surut merupakan langkah

strategis dalam menjawab tantangan peningkatan produksi pertanian yang

makin kompleks. Dengan pengelolaan yang tepat melalui penerapan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang benar, lahan pasang surut memiliki

prospek besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian produktif

terutama dalam rangka pelestarian swasembada pangan, diversifikasi

produksi, peningkatan pendapatan dan lapangan kerja, serta

pengembangan agribisnis dan wilayah

(Abdurachman dan Ananto, 2000 dalam Suriadikarta dan Teddy, 2007).

Pengembangan lahan pasang surut untuk pertanian di samping

memiliki prospek yang baik juga mempunyai berbagai kendala, baik aspek

biofisik maupun sosial ekonomi dan kelembagaan. Untuk menjamin

keberlanjutan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam,

pengembangan pertanian lahan pasang surut dalam suatu kawasan luas

memerlukan perencanaan dan penanganan yang cermat dan hati-hati.

Kekeliruan dalam membuka dan mengelola lahan ini membutuhkan biaya

besar untuk merehabilitasinya dan sulit untuk memulihkan kondisi seperti

semula (Widjaja, 1992 dalam Suriadikarta dan Teddy, 2007).

Menurut Sularjanto (1988), daerah pasang surut Waduk Gajah

Mungkur dibagi menjadi dua bagian, yaitu daerah pasang surut tetap dan

daerah pasang surut tidak tetap. Daerah pasang surut tetap terletak pada

elevasi 127 meter di atas permukaan air laut (dpl)-136 meter di atas

permukaan air laut (dpl), daerah ini merupakan daerah yang pada musim

hujan banyak tergenang air. Sedangkan, daerah pasang surut tidak tetap

terletak pada elevasi 136 m dpl-138,2 m dpl, daerah ini merupakan daerah

yang jarang tergenang air walaupun pada saat musim hujan.

Selama periode surut daerah pasang surut waduk biasanya banyak

terdapat endapan lumpur yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk

ditanami jenis tanaman umur pendek. Pada lahan pasang surut,

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

penggarapan tanah umumnya dimulai pada waktu air turun yaitu sekitar

bulan Juli-Agustus, sedangkan hasilnya sudah dapat dipanen pada saat air

mulai naik yaitu sekitar bulan Desember-Januari. Tanaman yang biasa

ditanam di lahan pasang surut waduk adalah jenis palawija seperti ubi

jalar, kedelai, kacang tanah, jagung dan ada juga yang menanam padi

(Winata dan Susanto, 2001).

Daerah pasang surut Waduk Gajah Mungkur dapat dijumpai di tujuh

kecamatan yang mengelilingi waduk tersebut, yaitu: Kecamatan

Wonogiri, Ngadirojo, Nguntoronadi, Baturetno, Giriwoyo, Eromoko dan

Wuryantoro (Daryanto, 2007). Sesuai Surat Keputusan Gubernur Jawa

Tengah No. 611/22/1984, ketentuan-ketentuan pengelolaan daerah pasang

surut Waduk Gajah Mungkur untuk kegiatan pertanian adalah sebagai

berikut:

a. Daerah yang boleh ditanami ialah daerah pada ketinggian 136 m di

atas permukaan air laut sampai ketinggian 138,2 m di atas permukaan

air laut.

b. Ketentuan jenis tanaman

1) Jenis tanaman yang semusim dan panennya tidak dicabut, untuk

menjaga erosi. Tanaman semusim yang dimaksud adalah tanaman

yang berumur pendek (3-4) bulan, yaitu jenis tanaman padi,

jagung, kacang panjang, kedelai

2) Jenis tanaman yang meninggalkan seresah sedikit. Jenis tanaman

yang meninggalkan seresah sedikit adalah tanaman yang

memanennya dengan cara menyabit/membabat

3) Penanaman dimulai pada awal musim kemarau dan panennya pada

awal musim hujan

c. Ketentuan masyarakat pengelola

1) Penduduk bekas pemilik tanah yang masih bertempat tinggal

disekitar Waduk Wonogiri. Penduduk bekas pemilik tanah yang

dimaksud adalah penduduk yang tanahnya terkena genangan air

waduk dan bertempat tinggal disekitar Waduk Gajah Mungkur

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Wonogiri (desa yang berbatasan dengan Waduk Gajah Mungkur

Wonogiri)

2) Penduduk sekitar yang tidak memiliki tanah dan tidak mampu.

Penduduk sekitar yang tidak memiliki tanah dan tidak mampu yang

dimaksud adalah:

a) Penduduk desa yang berbatasan dengan Waduk Gajah

Mungkur Wonogiri

b) Penduduk desa yang tidak mempunyai tanah garapan.

c) Lain-lain sesuai peraturan/ijin pihak berwenang

3) Berdasarkan asas pemerataan, yaitu:

a) Luas lahan yang diolah sesuai dengan kemampuan masyarakat

setiap desa (misalnya satu orang mampu mengelola lahan

seluas 0,5 ha dan tidak lebih)

b) Masyarakat (pengelola lahan) tidak boleh menyewakan kepada

orang lain

d. Ketentuan cara penggarapan tanah

1) Tanah yang akan digarap harus yang landai

2) Tidak boleh membuat batas tanah garapan dengan pagar hidup,

cukup dengan galengan kecil saja

3) Penggarapan tanah secara terasering

4) Daerah pada radius 4 km dari tubuh Bendungan Wonogiri tidak

boleh digarap/diolah untuk menjaga adanya pelumpuran

5) Pengelola wajib membuang sampah/seresah sisa tanaman keluar

wilayah waduk

6) Pembatasan penggunaan bahan kimia antara lain pupuk dan

pestisida

Untuk memudahkan pengawasan/koordinasi daerah sabuk hijau dan

pengelolaan daerah pasang surut, maka disekeliling Waduk Gajah

Mungkur Wonogiri ditugaskan 22 petugas pengawas waduk yang masing-

masing menempati sebuah kantor dinas pengawas waduk. Adapun tugas

dan kewajiban pengawas waduk yang sudah ada adalah sebagai berikut:

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

a. Umum

1) Mengamankan daerah sekitar waduk terhadap erosi dan

pencemaran waduk

2) Memelihara tanaman sabuk hijau yang telah ada

3) Pengawasan terhadap tanah yang menjadi penguasaan.

4) Pengembangan dan penyempurnaan sabuk hijau yang sudah ada

5) Pengawasan keamanan terhadap gangguan dari luar, seperti

pencurian, kebakaran, hewan dan pengrusakan

6) Menjaga kelestarian daerah sabuk hijau

7) Membersihkan sampah bekas tanaman/kotoran yang berada di

daerah sabuk hijau/menjaga jangan sampai ada kotoran tanaman

yang tergenang hanyut ke waduk, dan mengawasi agar sampah

bekas tanaman berada di daerah pasang surut dibuang ke luar

wilayah waduk

b. Administrasi

1) Pemeliharaan fasilitas kantor/rumah jaga pengawas waduk dan

tanaman sabuk hijau serta perlengkapannya

2) Inventarisasi tanaman yang ada di batas daerah yang menjadi

tanggung jawabnya

3) Inventarisasi kegiatan yang ada di daerah yang menjadi tanggung

jawabnya

4) Laporan kegiatan, program dan evaluasi mingguan/bulanan

c. Teknis

1) Pengumpulan biji untuk keperluan persemaian

2) Pembuatan persemaian sebagai persediaan untuk penyulaman dan

pengembangan

3) Pembuatan program kerja bulanan/tahunan

4) Pembinaan/penyuluhan terhadap masyarakat

5) Pengamatan terhadap pertumbuhan masing-masing jenis tanaman

yang ada di daerah masing-masing

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Masyarakat yang mengelola lahan pasang surut mempunyai

kewajiban untuk menjaga kelestarian waduk, antara lain:

a. Masyarakat harus mentaati peraturan-peraturan yang berlaku

b. Menanam/memelihara tanaman sabuk hijau di masing-masing daerah

yang dikelola

c. Masyarakat harus menjaga tanaman sabuk hijau dari perusakan hewan

maupun lain-lainnya

d. Pelaksanaan tersebut di atas di bawah pengawasan pengawas waduk

e. Apabila sampai terjadi hal-hal di luar dugaan yang mengakibatkan

kerusakan tanaman sabuk hijau yang menyebabkan pencemaran air

waduk, menjadi tanggung jawab masyarakat. Apabila sewaktu-waktu

tanah digunakan/dibutuhkan oleh Proyek Bengawan Solo, tidak ada

ganti rugi/menjadi resiko petani

f. Masyarakat harus membakar/membuang sisa-sisa/seresah tanaman

hasil panen keluar lokasi pasang surut.

Selain itu, masyarakat juga mempunyai hak dalam mengelola lahan

pasang surut, yaitu hak untuk memperoleh kesempatan mengelola lahan

pasang surut dan mendapatkan pemberitahuan apabila lahan akan

digunakan oleh Perusahaan Umum Jasa Tirta. Apabila masyarakat tidak

melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan dalam

pengelolaan lahan pasang surut dan menjaga kelestarian waduk, maka

masyarakat akan mendapatkan sanksi. Sanksi tersebut antara lain:

a. Tidak boleh memindahkan/mengalihkan hak pengelolaan lahan pasang

surut kepada orang lain, kecuali ada pertimbangan/persetujuan dari

pihak yang berwenang

b. Apabila ternyata ada yang memindahkan hak pengelolaan lahan

pasang surut kepada orang lain tanpa sepengetahuan yang berwenang,

maka hak pengolahannya akan dicabut untuk seterusnya

c. Apabila sudah mempunyai hak pengelolaan lahan pasang surut, tetapi

tidak memenuhi kewajiban-kewajiban sebagai penyewa lahan pasang

surut, maka haknya dipertimbangkan/dicabut (Sularjanto, 1988).

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Pengelolaan lahan pasang surut yang telah dilakukan dengan

melibatkan masyarakat di sekitar waduk adalah dengan memperhatikan

adanya Surat Keputusan Gubergur Jawa Tengah Nomor 611/22/1984

tentang Pemberian Ijin Penanaman Tanaman di Daerah Genangan Air

Waduk Wonogiri dan Bendungan Colo yang selanjutnya diikuti dengan

Surat Keputusan Bupati Wonogiri Nomor 611/01/289/1987 tentang

Pengaturan Pelaksanaan Penanaman Tanaman di Daerah Genangan

Waduk Wonogiri dan Bendungan Colo (PJT Ia, 2005).

Daerah pasang surut merupakan milik Negara di bawah pengelolaan

Perusahaan Umum Jasa Tirta I. Agar masyarakat dapat mengelola lahan

pasang surut, maka harus dibuat surat perjanjian sewa lahan antara

Perusahaan Umum Jasa Tirta I dengan masyarakat. Dalam surat perjanjian

Perusahaan Umum Jasa Tirta I sebagai pihak pertama dan masyarakat

sebagai pihak kedua. Perjanjian tersebut berisi tentang kewajiban dan hak

masyarakat, kewajiban dan hak Perusahaan Umum Jasa Tirta I, larangan,

lokasi dan luas lahan, tarif dan jumlah nilai sewa, pembayaran, keadaan

kahar, berlakunya perjanjian, sanksi, perselisihan, dan lain-lain.

Berdasarkan Memo Dinas Kepala Divisi Jasa Air dan Sumber Air V

No. 02/MD/KDJAV/2009 tentang Penetapan Tarif Sewa Tanah Pasang

Surut dan Tanah Sekitar Waduk pada Wilayah Kerja Perusahaan Umum

Jasa Tirta I Kabupaten Wonogiri, memutuskan bahwa setiap penggarap

lahan (pengelola) dalam menggarap (mengelola) lahan pasang surut wajib

membayar biaya sewa setelah dilakukan pengukuran dan peninjauan oleh

petugas pengawas sabuk hijau dan perjanjian sewa lahan ditandatangani

oleh penggarap serta wajib mentaati segala aturan yang ditetapkan oleh

Divisi Jasa Air dan Sumber Air V Perum Jasa Tirta I. Besarnya uang sewa

lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian adalah sebagai berikut:

a. Dengan masa tanam satu kali, tarif sewa lahan sebesar Rp 50/m2/th

b. Dengan masa tanam dua kali, tarif sewa lahan sebesar Rp 100/m2/th

c. Dengan masa tanam tiga kali, tarif sewa lahan sebesar Rp 150/m2/th

(KDJAV, 2009).

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Beberapa permasalahan yang selama ini terjadi dalam pengelolaan

lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur Wonogiri adalah masih banyak

dijumpai praktek penggarapan lahan untuk usaha pertanian yang belum

sepenuhnya mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam

hal budidaya tanaman, penggarapan tanah dan adanya pembuangan

limbah pertanian ke waduk yang menyebabkan meningkatnya sedimentasi

maupun biaya operasional pemeliharaan waduk. Selain itu, petani

penggarap lahan pasang surut belum terkoordinir dengan baik dan diduga

terjadi praktek penyewaan lahan diantara petani tanpa mempedulikan

ketentuan-ketentuan yang semestinya harus dipatuhi (PJT Ia, 2005).

Hal tersebut di atas diduga dapat terjadi karena:

a. Dari aspek teknis; petani merasa kesulitan untuk memenuhi ketentuan

persyaratan teknis yang telah ditentukan, karena sudah terbiasa dengan

pengelolaan lahan sebelumnya

b. Dari aspek sosial; rendahnya tingkat pengetahuan/pendidikan

masyarakat setempat sehingga lamban dalam mengadopsi teknologi

yang mereka pandang di luar kebiasaan atau komoditas yang

diperbolehkan untuk ditanam tidak sesuai dengan kebutuhan

masyarakat setempat

c. Dari aspek ekonomi; komoditas yang diperbolehkan untuk diusahakan

tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat karena nilai ekonomisnya

tidak menarik bagi petani, sulit untuk dipasarkan di daerah setempat

atau masyarakat tidak membutuhkan tanaman tersebut (misalnya,

karena tidak mempunyai ternak maka tidak mau menanam rumput)

d. Dari aspek pembinaan, sosialisasi, dan pengawasan; petugas dari pihak

pengelola dan pengawas dalam melakukan pembinaan dan sosialisasi

kepada masyarakat serta pengawasan daerah genangan waduk kurang

intensif, koordinatif dan integratif dengan instansi terkait yang dapat

menyebabkan kurang terkendalinya keadaan dan sistem penggarapan

lahan oleh masyarakat serta penegakan peraturan yang diberlakukan

(PJT Ia, 2005).

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

3. Masyarakat

Masyarakat adalah unit politik atau kesatuan dari organisasi sosial

yang menumbuhkan rasa memiliki bagi rakyatnya. Bentuk masyarakat

sudah sangat jauh berubah sepanjang sejarah, yaitu dari masyarakat

berburu dan meramu hingga menjadi kota post industri modern

(Schafer, 2005), sedangkan menurut Phillips (1969), masyarakat

merupakan sekelompok manusia yang mendiami suatu wilayah,

kebanyakan masyarakat tinggal menetap dan diturunkan dari kondisi

sebuah ikatan solidaritas yang kuat diantara mereka.

Menurut Koentjaraningrat (1980) dalam Basrowi (2005),

masyarakat adalah sekelompok manusia yang berinteraksi menurut suatu

sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh rasa

identitas bersama. Masyarakat merupakan kelompok makhluk hidup

dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya

sendiri dan menurut pola perkembangan tersendiri

(Syani, 1987 dalam Basrowi, 2005).

Masyarakat bukanlah hanya sekedar penjumlahan individu,

melainkan suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar anggota

masyarakat sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai

ciri-ciri sendiri. Ciri-ciri masyarakat menurut Soekanto (1986) dalam

Basrowi (2005) adalah sebagai berikut:

a. Manusia yang hidup bersama

b. Bercampur dalam waktu yang cukup lama

c. Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan

d. Mereka merupakan suatu sistem yang hidup bersama

Menurut Jonassen (1959) dan Hillery (1955) dalam Horton dan

Chester (1964), pengertian masyarakat mencakup: (a) sekelompok orang

(b) dalam wilayah geografis (c) dengan budaya yang sama dan sistem

sosial yang mengatur aktifitas mereka (d) anggotanya sadar akan

persatuan dan merasa memliki (e) dapat bertindak secara kolektif dalam

hal yang terorganisir. Sejak lahir hingga mati, manusia menjalani

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

hidupnya sebagai bagian dari masyarakat, karena karakteristik utama

masyarakat merupakan kumpulan yang terorganisir dari orang-orang yang

berinteraksi yang aktivitasnya menjadi terpusat pada tujuan umum yang

sama dan cenderung untuk berbagi keyakinan, perilaku dan aksi yang

sama (Krech et al, 1962).

Perilaku masyarakat pertanian merupakan sebuah kesatuan tingkah

laku dan pemikiran suatu komunitas masyarakat terhadap pola pertanian

yang dilakukan guna mengoptimalkan hasil pertanian serta potensi yang

ada dalam kegiatan pertanian. Beberapa perilaku masyarakat pertanian

yang meliputi pola tanam, pemanfaatan lahan yang tersedia, mekanisme

penggarapan lahan dan perlakuan terhadap lahan, perilaku masyarakat

pertanian juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

kesuburan tanah, ketersediaan air, kemampuan pemilik tanah, budaya

masyarakat setempat, kebijakan pimpinan, lokasi lahan pertanian serta

kecenderungan pasar. Dalam perilaku pertanian masyarakat dibutuhkan

sebuah pemahaman tentang jenis tanah, jenis tanaman, perlakuan lahan,

lokasi tanah serta pemahaman tentang akibat yang akan ditimbulkan dari

perilaku yang dilakukan dalam bidang pertanian. Pemahaman akan

perilaku yang tepat akan sangat bermanfaat untuk meminimalkan akibat

yang ditimbulkan dari perilaku pertanian bagi lingkungan dan masyarakat

sendiri (Ilham, 2008).

4. Waduk Gajah Mungkur

Menurut Anderson et al, (1976), waduk adalah penampungan air

buatan yang digunakan untuk irigasi, pengendalian banjir, sumber

pengairan, rekreasi, dan pembangkit listrik tenaga air, sedangkan

Notohadiprawiro et al (2006) mengatakan bahwa waduk merupakan

tempat pada muka lahan untuk menampung dan menabung air yang

berlebih pada musim basah atau musim penghujan, sehingga air tersebut

dapat dimanfaatkan pada musim kemarau atau musim kering. Air yang

disimpan di waduk dapat berasal dari air permukaan yang berupa sungai

atau aliran tetap yang lain, atau berupa penyaluran air sekeliling waduk

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

dan air hujan langsung. Terdapat tiga sumber air dalam hubungannya

dengan pengisian waduk, yaitu: air tanah yang keluar sebagai mata air dan

kemudian mengalir menjadi sistem sungai yang dibendung, curahan atau

endapan atmosfer langsung di atas waduk yang berupa hujan, serta

penyaluran air permukaan setempat sekeliling waduk. Ketiga sumber ini

saling terkait sebagai suatu daur hidrologi dan sangat menentukan

ketersediaan potensial air yang tersimpan dalam waduk. Kapasitas

penyusutan waduk dapat disebabkan karena penyempitan luas permukaan

waduk dan/atau pendangkalan dasar waduk. Permukaan waduk dapat

menyempit karena terjadi pengendapan atau guguran dinding waduk,

sedangkan pendangkalan dasar waduk disebabkan karena terjadinya

pengendapan dasar waduk yang berasal dari bahan suspensi yang masuk

bersama dengan aliran air pengisi waduk.

Waduk dapat digunakan untuk menyeimbangkan aliran air dalam

sistem yang dikelola dengan baik, menampung air pada waktu aliran air

sedang banyak dan melepaskannya lagi pada waktu aliran air sedikit

(Wikipedia, 2011). Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah memiliki

waduk, yaitu Waduk Gajah Mungkur. Waduk Gajah Mungkur terletak di

hulu Sungai Bengawan Solo, kurang lebih 2 km sebelah selatan Kota

Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Waduk Gajah

Mungkur mulai dibangun pada tahun 1976 dan selesai pada tahun 1981

serta mulai dioperasikan pada tahun 1982. Tujuan dibangunnya Waduk

Gajah Mungkur adalah untuk pengendalian banjir Sungai Bengawan Solo,

menyediakan air irigasi seluas 30.000 ha untuk Kabupaten Sukoharjo,

Klaten, Karanganyar, Sragen dan Ngawi dan untuk pembangkit tenaga

listrik. Disamping itu, Waduk Gajah Mungkur juga dimanfaatkan sebagai

pengembangan perikanan dan pariwisata. Dengan demikian, Waduk Gajah

Mungkur sangat besar manfaatnya sebagai sarana pendukung dalam upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan Daerah Aliran Sungai

(DAS) Bengawan Solo dan pendapatan daerah khususnya di Kabupaten

Wonogiri (Mulyadi et al, 2004).

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Pada tahap perencanaan, laju sedimentasi di Waduk Gajah Mungkur

direncanakan sebesar 1,2 mm/tahun. Beberapa upaya yang dilakukan

untuk mengendalikan sedimentasi adalah dengan cara pembuatan dam

pengendali dan penahan sedimen. Selain itu, juga dilakukan penghijauan

di daerah sabuk hijau pada sekeliling waduk. Namun pada kenyataannya,

berdasarkan laporan dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh beberapa

instansi pada tahun 1983 sampai dengan tahun 1993 laju sedimentasi di

Waduk Gajah Mungkur lebih besar dari yang direncanakan. Sampai tahun

2000 atau selama kurang lebih 20 tahun, akumulasi volume sedimentasi

yang masuk ke Waduk Gajah Mungkur telah melampui dari yang

diperkirakan, sehingga volume air waduk untuk keperluan pengendalian

banjir telah berkurang menjadi 67% dibandingkan volume rencana sebesar

220 juta m3 (Mulyadi et al, 2004).

Waduk memiliki bagian-bagian yang tidak terpisahkan. Menurut

Ritohardoyo (1999) dalam Daryanto (2007), wilayah waduk dapat

dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: wilayah perairan waduk, wilayah

pasang surut waduk dan wilayah sempadan waduk. Wilayah perairan

waduk ialah wilayah yang senantiasa tergenang oleh air sepanjang tahun

baik musim penghujan maupun musim kemarau. Wilayah pasang surut

waduk adalah wilayah yang senatiasa mengalami perubahan wujud lahan

dimana pada saat musim penghujan saat air waduk mengalami pasang

maka daerah tersebut akan terendam air sedangkan pada saat musim

kemarau saat air waduk mengalami surut maka daerah tersebut akan

berubah menjadi lahan tanah yang terbuka. Adapun wilayah sempadan

waduk adalah wilayah pinggir waduk yang relatif tidak terlalu berinteraksi

langsung dengan keadaan perairan waduk.

Waduk Gajah Mungkur juga memiliki daerah pasang surut pada

kawasan di sekitarnya. Hal ini disebabkan adanya fluktuasi kapasitas

waduk yang cukup besar pada saat musim penghujan maupun musim

kemarau. Pada musim penghujan biasanya air dapat ditampung oleh

waduk sampai kapasitas maksimumnya. Akan tetapi pada musim

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

kemarau, terjadi penyusutan air waduk yang cukup drastis sehingga

memunculkan lahan-lahan kosong di sekitar waduk. Lahan-lahan kosong

yang merupakan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur ini dapat

dijumpai pada tujuh kecamatan yang mengelilingi waduk tersebut, yaitu:

Kecamatan Wonogiri, Ngadirojo, Nguntoronadi, Baturetno, Giriwoyo,

Eromoko dan Wuryantoro. Lahan-lahan pasang surut di sekitar waduk

merupakan lahan yang subur sehingga banyak dimanfaatkan oleh

penduduk untuk menanam tanaman pangan seperti: padi, jagung, ketela

pohon, kacang tanah, dan kedelai. Diantara tujuh kecamatan yang

mengelilingi Waduk Gajah Mungkur, daerah yang memiliki lahan pasang

surut terluas dan banyak digunakan oleh penduduk untuk ditanami

tanaman pangan tersebut adalah di Kecamatan Nguntoronadi

(Daryanto, 2007).

B. Kerangka Berfikir

Waduk Gajah Mungkur di Kabupaten Wonogiri merupakan waduk

serba guna yang salah satu fungsinya adalah untuk pengairan. Saat ini Waduk

Gajah Mungkur sudah mengalami sedimentasi, dimana sedimentasi tersebut

berasal dari erosi sungai-sungai yang bermuara ke waduk, sehingga waduk

tidak dapat berfungsi secara maksimal. Agar erosi yang berasal dari sungai-

sungai yang bermuara ke waduk tidak langsung masuk ke waduk, maka salah

satu upaya yang dilakukan untuk tetap menjaga kelestarian Waduk Gajah

Mungkur adalah dengan mengelola lahan pasang surut dengan benar.

Pengelolaan lahan pasang surut oleh masyarakat hanya untuk kegiatan

pertanian dan kegiatan tersebut harus mentaati ketentuan-ketentuan yang telah

ditetapkan guna menjaga kelangsungan fungsi utama waduk sebagai sarana

pengairan.

Lahan pasang Waduk Gajah Mungkur Wonogiri berada di tujuh

kecamatan, yaitu Kecamatan Wonogiri, Ngadirojo, Nguntoronadi, Baturetno,

Giriwoyo, Eromoko dan Wuryantoro. Lahan pasang surut tersebut di bawah

pengelolaan Perusahaan Umum Jasa Tirta. Kecamatan Nguntoronadi

merupakan kecamatan yang mempunyai lahan pasang surut terluas yaitu

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

378,2229 hektar. Lahan pasang surut terluas di Kecamatan Nguntoronadi

adalah Desa Gebang yaitu 102,0000 hektar, dimana lahan tersebut dikelola

oleh masyarakat untuk kegiatan pertanian. Dalam pengelolaan lahan pasang

surut untuk kegiatan pertanian terdapat ketentuan-ketentuan yang harus ditaati

oleh masyarakat. Ketentuan tersebut antara lain ketentuan daerah yang boleh

ditanami, ketentuan jenis tanaman, ketentuan bagi penggarap dan ketentuan

cara penggarapan tanah. Pengelolaan lahan pasang surut yang tidak sesuai

dapat menimbulkan masalah dan akan berpengaruh bagi kelestarian lahan

pasang surut, sedangkan pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan

pertanian yang sesuai dengan ketentuan akan memberikan manfaat terhadap

keadaan sosial dan ekonomi masyarakat serta lingkungan sekitar.

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibuat kerangka berfikir sebagai

berikut :

Gambar 2.1. Skema Kerangka Berfikir Pengelolaan Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian oleh Masyarakat di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri

Sedimentasi Waduk Gajah Mungkur

1. Pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian: a. Pengajuan permohonan pengelolaan

lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

b. Daerah yang boleh ditanami c. Jenis tanaman yang boleh ditanam d. Masyarakat pengelola lahan pasang

surut untuk kegiatan pertanian e. Cara penggarapan tanah

2. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian: a. Permasalahan dalam pengajuan

permohonan untuk mengelola lahan pasang surut

b. Permasalahan dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian yang meliputi permasalahan dalam menentukan daerah yang boleh ditanami, jenis tanaman yang boleh ditanam dan cara penggarapan tanah

Pengelolaan lahan pasang surut yang tidak memperhatikan ketentuan yang ditetapkan

Erosi sungai-sungai yang bermuara ke waduk

Manfaat pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian: a. Manfaat sosial b. Manfaat ekonomi c. Manfaat terhadap lingkungan waduk

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian adalah pola

pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian yang dilakukan

oleh responden. Aspek-aspek yang diteliti adalah:

a. Pengajuan permohonan pengelolaan lahan pasang surut, merupakan

proses pengajuan permohonan yang dilaksanakan oleh responden

untuk dapat mengelola lahan pasang surut. Diukur dengan melihat

pernyataan responden tentang bagaimana pengajuan permohonan

untuk mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

b. Daerah yang boleh ditanami, merupakan daerah pasang surut yang

boleh dikelola untuk kegiatan pertanian oleh responden. Diukur

dengan melihat kesesuaian antara pernyataan responden mengenai

lahan yang ditanami oleh responden dengan ketentuan yang

ditetapkan. Kesesuaian pengelolaan lahan pasang surut mengenai

daerah yang boleh ditanami dikategorikan sebagai berikut:

- Sesuai: apabila responden menanam pada ketinggian 136 meter –

138,2 meter di atas permukaan air laut

- Tidak sesuai: apabila responden menanam tidak pada ketinggian

136 meter – 138,2 meter di atas permukaan air laut.

c. Jenis tanaman, merupakan jenis tanaman yang boleh ditanam pada

lahan pasang surut. Diukur dengan melihat kesesuaian antara

pernyataan responden mengenai jenis tanaman yang ditanam dengan

ketentuan yang ditetapkan. Kesesuaian pengelolaan lahan pasang surut

mengenai jenis tanaman yang boleh ditanam dikategorikan sebagai

berikut:

- Sesuai: apabila responden menanam tanaman semusim yang

panennya tidak dicabut, jenis tanaman yang meninggalkan seresah

sedikit, dan penanaman dimulai pada awal musim kemarau dan

panennya pada awal musim hujan

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

- Tidak sesuai: apabila responden tidak menanam tanaman semusim,

responden menanam tanaman yang panennya dicabut, responden

menanam jenis tanaman yang tidak meninggalkan seresah sedikit,

dan responden melakukan penanaman tidak pada awal musim

kemarau dan panennya tidak pada awal musim hujan.

d. Masyarakat pengelola lahan pasang surut, merupakan orang yang

mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian. Diukur dengan

melihat kesesuaian antara pernyataan responden yang menggarap

lahan pasang surut dengan ketentuan yang ditetapkan. Kesesuaian

mengenai masyarakat pengelola lahan pasang surut untuk kegiatan

pertanian dikategorikan sebagai berikut:

- Sesuai: apabila responden merupakan penduduk bekas pemilik

tanah yang tanahnya terkena genangan air waduk dan masih

bertempat tinggal disekitar waduk, responden merupakan penduduk

sekitar waduk yang tidak memiliki tanah garapan, responden

mengelola lahan pasang surut tidak lebih dari 5000 m2 (asas

pemerataan), responden tidak boleh menyewakan lahan yang

dikelola kepada orang lain dan lain-lain sesuai ijin pihak yang

berwenang

- Tidak sesuai: apabila responden bukan merupakan penduduk bekas

pemilik tanah yang tanahnya terkena genangan air waduk dan masih

bertempat tinggal disekitar waduk, responden bukan merupakan

penduduk sekitar waduk yang tidak memiliki tanah garapan,

responden mengelola lahan pasang surut lebih dari 5000 m2,

responden menyewakan lahan yang dikelola kepada orang lain.

e. Cara penggarapan tanah, merupakan cara yang dilakukan untuk

menggarap lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian dengan baik

dan benar. Diukur dengan melihat kesesuaian antara cara penggarapan

tanah yang dilakukan oleh responden dengan ketentuan-ketentuan

yang ditetapkan. Kesesuaian pengelolaan lahan pasang surut mengenai

cara penggarapan tanah dikategorikan sebagai berikut:

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

- Sesuai: apabila tanah yang digarap oleh responden datar, responden

membuat batas tanah garapan dengan galengan kecil, responden

menggarap tanah dengan cara terasering, tanah yang digarap oleh

responden berjarak lebih dari 4 km dari waduk, responden

membuang sampah/seresah sisa tanaman keluar wilayah waduk,

responden membatasi penggunaan bahan kimia, seperti pupuk dan

pestisida kimia

- Tidak sesuai: apabila tanah yang digarap oleh responden tidak datar

(miring), responden membuat batas tanah garapan tidak dengan

galengan kecil, responden menggarap tanah tidak dengan cara

terasering, tanah yang digarap responden berjarak kurang dari 4 km

dari waduk, responden membuang sampah/seresah sisa tanaman

tidak keluar wilayah waduk, responden tidak membatasi

penggunaan bahan kimia, seperti pupuk dan pestisida kimia.

2. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk

kegiatan pertanian, merupakan permasalahan yang dihadapi responden

dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian. Diukur

dengan pernyataan responden mengenai ada tidaknya permasalahan dalam

pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian mulai dari

pengajuan permohonan untuk mengelola lahan pasang surut sampai

dengan pengelolaan lahan pasang surut.

3. Manfaat pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian,

merupakan manfaat yang dirasakan oleh responden dalam pengelolaan

lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian yaitu manfaat sosial, ekonomi

dan lingkungan:

a. Manfaat sosial merupakan manfaat dari pengelolaan lahan pasang surut

untuk kegiatan pertanian yang dirasakan responden terhadap kehidupan

sosial responden yang berkaitan dengan teknologi yang diterapkan

dalam pengelolaan lahan pasang surut dan konflik dalam pengelolaan

lahan pasang surut. Diukur dengan pernyataan responden mengenai ada

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

atau tidak manfaat yang dirasakan responden dalam pengelolaan lahan

pasang surut untuk kegiatan pertanian terhadap kehidupan sosial

b. Manfaat ekonomi merupakan manfaat dari pengelolaan lahan pasang

surut untuk kegiatan pertanian yang dirasakan responden terhadap

ekonomi responden yang berkaitan dengan ada atau tidak keuntungan

yang diperoleh responden dalam mengelola lahan pasang surut untuk

kegiatan pertanian dan kecukupan untuk memenuhi kebutuhan rumah

tangga dari hasil pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan

pertanian. Diukur dengan pernyataan responden mengenai ada atau

tidak manfaat yang dirasakan responden dalam pengelolaan lahan

pasang surut untuk kegiatan pertanian terhadap kehidupan ekonomi

c. Manfaat bagi lingkungan merupakan manfaat dari pengelolaan lahan

pasang surut untuk kegiatan pertanian yang dirasakan responden

terhadap lingkungan sekitar waduk. Diukur dengan pernyataan

responden mengenai ada atau tidak manfaat yang dirasakan responden

dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

terhadap lingkungan sekitar waduk.

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu

metode penelitian yang berusaha menuturkan pemecahan masalah yang ada

pada masa sekarang berdasarkan data, kemudian data tersebut dianalisis dan

diinterpretasi (Narbuko dan Achmadi, 2007), sedangkan teknik pelaksanaan

penelitian dilakukan dengan teknik survei, yaitu teknik penelitian yang

mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai

alat pengumpulan data (Singarimbun dan Effendi, 2006).

B. Teknik Penentuan Lokasi Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive) yaitu

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang disesuaikan dengan

tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 2006). Lokasi yang dipilih adalah

di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri. Alasan

memilih Kecamatan Nguntoronadi karena kecamatan tersebut mempunyai

lahan pasang surut terluas di Kabupaten Wonogiri dan lahan pasang surut

tersebut dikelola untuk kegiatan pertanian. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Data Luas Lahan Pasang Surut dan Jumlah Pengelola Lahan Pasang Surut di Kabupaten Wonogiri

No Kecamatan Luas Lahan

(ha) Jumlah Pengelola

(orang) 1. Baturetno 279,0558 2300

2. Nguntoronadi 378,2229 2606

3. Eromoko 132,5159 1738

4. Giriwoyo 45,0919 668

5. Wuryantoro 173,2530 1031

6. Ngadirojo 8,3830 138

7. Wonogiri 68,6365 527

Jumlah 1085,1590 9008

Sumber: Data Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT) Kabupaten Wonogiri, Tahun 2009

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Alasan memilih di Desa Gebang karena Desa Gebang merupakan salah

satu desa di Kecamatan Nguntoronadi yang mempunyai lahan pasang surut

terluas dibandingkan dengan desa yang lain dan lahan tersebut dikelola untuk

kegiatan pertanian (Tabel 3.2)

Tabel 3.2 Data Luas Lahan Pasang Surut dan Jumlah Pengelola Lahan Pasang Surut di Kecamatan Nguntoronadi

No Desa Luas Lahan

(ha) Jumlah Pengelola

(orang) 1. Ngadiroyo 7,8170 127

2. Gebang 102,0000 332

3. Pondoksari 78,9608 339

4. Kedungrejo 70,0779 703

5. Wonoharjo 51,6723 431

6. Setrorejo 2,1376 14

7. Kedungombo 20,2692 197

8. Bulurejo 31,4507 313

9. Bumiharjo 13,8374 150

Jumlah 378,2229 2606

Sumber: Data Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT) Kabupaten Wonogiri, Tahun 2009

C. Penentuan Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua masyarakat yang

mengelola lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur di Desa Gebang

Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.

Tabel 3.3 Data Luas Lahan Pasang Surut dan Jumlah Pengelola Lahan Pasang Surut di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi

No Dusun Luas Lahan

(ha) Jumlah Pengelola

(orang) 1. Kedungbalar 16,8000 58

2. Belikrejo 9,6500 32

3. Tanjung 17,6500 66

4. Lemahbang 25,7000 59

5. Pagutan 12,5000 22

6. Tenggar Lor 7,1000 30

7. Tenggar Kidul 6,3500 35

8. Luar Desa Gebang 6,3500 30

Jumlah 102,0000 332

Sumber: Data Perusahaan Umum Jasa Tirta Kabupaten Wonogiri Tahun 2009

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

2. Sampel

Sampel diambil dari masyarakat yang mengelola lahan pasang

surut untuk kegiatan pertanian di masing-masing dusun di Desa Gebang.

Adapun jumlah sampel yang diambil sebanyak 40 responden dari 332

populasi (Tabel 3.2) dengan menggunakan rumus:

ni = nN

nk

Keterangan: ni = jumlah responden di masing-masing dusun nk = jumlah penggarap di masing-masing dusun N = jumlah populasi n = jumlah responden yang diinginkan

Penentuan sampel jumlah sampel tiap-tiap dusun dilakukan dengan

menggunakan teknik proposional random sampling yaitu pengambilan

sampel dari tiap-tiap sub populasi dengan memperhitungkan besar

kecilnya sub-sub populasi tersebut (Narbuko dan Achmadi, 2007). Jumlah

sampel tiap-tiap dusun dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Data Jumlah Sampel Pengelola Lahan Pasang Surut di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi

No Dusun Jumlah Pengelola

(orang) Jumlah Sampel

(orang) 1. Kedungbalar 58 7

2. Belikrejo 32 4

3. Tanjung 66 8

4. Lemahbang 59 7

5. Pagutan 22 3

6. Tenggar Lor 30 4

7. Tenggar Kidul 35 4

8. Luar Desa Gebang 30 3

Jumlah 332 40

Sumber: Data Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT) Kabupaten Wonogiri, Tahun 2009

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

D. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat

sebagai responden dan pengamatan langsung di lapang.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang

ada kaitannya dengan penelitian ini.

Tabel 3.5 Jenis dan Sumber Data Penelitian

Jenis Data

Jenis Data Sifat Data Sumber

P S Kn Kl Data Pokok: 1. Identitas responden

a. Nama responden √ √ Responden b. Umur √ √ Responden c. Alamat √ √ Responden d. Jenis kelamin √ √ Responden c. Pendidikan terakhir √ √ Responden d. Pekerjaan √ √ Responden

2. Pengelolaan lahan pasang surut a. Ketentuan daerah yang boleh

ditanami √ √ Responden

b. Ketentuan jenis tanaman √ √ Responden c. Ketentuan bagi masyarakat

(petani) penggarap √ √ Responden

d. Ketentuan cara penggarapan tanah

√ √ Responden

3. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

√ √ Responden

4. Manfaat (sosial, ekonomi, lingkungan) pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

√ √ Responden

Data pendukung: 1. Monografi Desa Gebang √ √ √ Instansi 2. Data Penggarap lahan pasang surut

Waduk Gajah Mungkur √ √ √ Instansi

Keterangan:

P : Primer Kn : Kuantitatif S : Sekunder Kl : Kualitatif

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Wawancara, pengumpulan data primer dengan mengajukan pertanyaan

yang sistematis dan langsung kepada responden dengan menggunakan alat

bantu kuisioner

2. Pencatatan, pengumpulan data dengan mengutip dan mencatat sumber-

sumber informasi dari pustaka-pustaka maupun instansi-instansi yang

terkait dengan penelitian

F. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan tahap yang dilakukan setelah pengumpulan

data dari lapangan. Data diolah sehingga dapat disimpulkan kebenarannya dan

dapat dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam

penelitian (Soeratno dan Lincolin, 1995). Pengelolaan Lahan Pasang Surut

Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian oleh Masyarakat di Desa

Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri dianalisis dengan

menggunakan analisis deskriptif yaitu dengan cara data-data yang telah

diperoleh disusun dan dijelaskan dengan melihat ketentuan-ketentuan yang

telah ditetapkan dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan

pertanian dan melakukan pengecekan dengan pengawas lahan pasang surut

Desa Gebang yang mengetahui tentang pengelolaan lahan pasang surut untuk

kegiatan pertanian dengan benar, kemudian dianalisis dan disajikan dalam

bentuk tabel frekuensi (Surakhmad, 1994).

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Wilayah

1. Letak Geografis dan Topografi

Desa Gebang merupakan salah satu desa di Kecamatan

Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri. Desa Gebang berjarak 7 km dari

Kecamatan Nguntoronadi dan berjarak 24 km dari Kabupaten Wonogiri.

Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai beikut:

a. Sebelah Utara : Desa Pondoksari

b. Sebelah Timur : Desa Bumiharjo

c. Sebelah Selatan : Waduk Gajah Mungkur

d. Sebelah Barat : Waduk Gajah Mungkur

Desa Gebang terbagi menjadi 8 dusun, yaitu Dusun Pagutan, Dusun

Belikrejo, Dusun Lemahbang, Dusun Karangjati, Dusun Tanjung, Dusun

Kedungbalar, Dusun Tenggar lor, dan Dusun Tenggar Kidul.

2. Luas Wilayah dan Tata Guna Lahan

Luas wilayah merupakan potensi yang dimiliki masyarakat yang

dapat dimanfaatkan secara optimal. Tata guna lahan dapat

menggambarkan sejauh mana penduduk disuatu wilayah dapat

mendayagunakan luas lahan yang ada agar lebih bermanfaat bagi

masyarakat setempat.

Luas Desa Gebang kurang lebih 406,2865 ha yang terdiri dari

tanah sawah 90,4745 ha (22,27%) dan tanah kering 116,3120 ha (28,63%),

tanah basah 102,0000 ha (25,11%), dan tanah hutan 97,5000 ha (23,99%).

Tata guna lahan di Desa Gebang dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Tabel 4.1. Luas Lahan Desa Gebang menurut Penggunaan Tanah

No Jenis Tanah Luas (ha)

Persentase (%)

1. Tanah Sawah a. Irigasi teknis - - b. Irigasi 1/2 teknis 18,6630 4,59 c. Tadah hujan 71,8115 17,68 Jumlah

90,4745 22,27

2. Tanah Kering a. Pemukiman 64,3365 15,83 b. Tegal/ ladang 48,1255 11,85 c. Perkantoran

d. lain-lain 0,4500 3,4000

0,11 0,84

3. 4.

Tanah Basah Tanah Hutan

Jumlah Pasang surut Hutan produksi

116,3120

102,0000 97,5000

28,63

25,11 23,99

Jumlah total 406,2865 100,00

Sumber: Data Potensi Desa Gebang dan Tingkat Perkembangan Desa Gebang, Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa tanah sawah di Desa

Gebang paling banyak menggunakan sistem tadah hujan yaitu seluas

71,8115 ha (17,68%), dengan demikian dalam pengelolaan tanah sawah

para petani sangat menggantungkan air hujan. Selain menggunakan sistem

tadah hujan, para petani juga ada yang menggunakan irigasi ½ teknis

untuk pengelolaan tanah sawah yaitu seluas 18,6630 ha (4,59%), sehingga

pada musim kemarau para petani tidak begitu kesulitan dalam

mendapatkan air untuk mengairi lahannya dan usaha taninya dapat terus

berjalan.

Tanah kering di Desa Gebang luasnya sekitar 116,3120 ha

(28,63%) dari keseluruhan luas lahan. Sebagian besar tanah kering

digunakan untuk pemukiman yaitu seluas 64,3365 ha (15,83%),

tegal/ladang seluas 48,1255 ha (11,85%), perkantoran seluas 0,4500 ha

(0,11%) dan lain-lain (kas desa) seluas 3,4000 ha (0,84%). Tanah kering

untuk tegal atau ladang perlu dimanfaatkan untuk mengembangkan potensi

yang ada. Sehingga dengan banyaknya tegal yang dimanfaatkan dan

dikelola dengan baik dapat menambah penghasilan masyarakat.

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

B. Keadaan Penduduk

1. Keadaan Penduduk menurut Jenis Kelamin

Penduduk merupakan sejumlah orang yang bertempat tinggal di

suatu wilayah pada waktu tertentu. Berdasarkan jenis kelamin, penduduk

dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Komposisi penduduk

menurut jenis kelamin dapat menunjukkan sex ratio, yaitu perbandingan

antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan

(Mantra, 1995). Keadaan penduduk menurut jenis kelamin di Desa

Gebang dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Keadaan Penduduk menurut Jenis Kelamin di Desa Gebang

No. Jenis Kelamin Jumlah Penduduk

(jiwa) Persentase

(%) 1. Laki-laki 1.048 51,96 2. Perempuan 969 48,04 Jumlah 2.017 100,00

Sumber: Data Kantor Desa Gebang, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.2, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di

Desa Gebang adalah 2.017 jiwa yang terdiri dari 1.048 jiwa penduduk

laki-laki (51,96%) dan 969 jiwa penduduk perempuan (48,04%). Dengan

demikian dapat dihitung sex ratio sebagai berikut:

Sex Ratio = 100Xperempuanpenduduk

lakikipendudukla

= 1.048 x 100 969 = 108,15

Angka sex ratio di Desa Gebang sebesar 108,15. Hal ini

menunjukkan bahwa dalam 100 penduduk perempuan terdapat 108

penduduk laki-laki. Dengan demikian, pembagian kerja yang harus

ditanggung oleh keduanya tidak jauh berbeda, misalnya dalam menggarap

lahan sawah perempuan cenderung melakukan pekerjaan yang ringan

seperti menanam dan memelihara tanaman.

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

2. Keadaan Penduduk menurut Umur

Penduduk menurut umur dapat digambarkan menurut jenjang yang

berhubungan dengan kehidupan produktif manusia, yaitu umur 0-14 tahun

merupakan kelompok umur non produktif, umur 15-64 tahun merupakan

kelompok umur produktif dan penduduk umur 65 tahun ke atas adalah

kelompok umur sudah non produktif (Mantra, 1995). Keadaan penduduk

menurut jenis umur di Desa Gebang dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Kelompok Penduduk menurut Kelompok Umur di Desa Gebang

No Umur (th) Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

10. 11. 12. 13. 14.

0 – 4 5 - 9

10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 - 64

≥65

85 141 128 137 128 149 174 195 165 147 110 99 94 265

4,21 6,99 6,35 6,79 6,35 7,39 8,63 9,67 8,18 7,29 5,45 4,91 4,66

13,13 Jumlah 2.017 100,00

Sumber: Data Kantor Desa Gebang, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa penduduk di Desa

Gebang yang tergolong umur produktif sebanyak 1398 jiwa (69,32%) dan

yang tergolong umur non produktif adalah sebanyak 619 jiwa (30,68).

Penduduk Desa Gebang yang tergolong dalam umur produktif lebih besar

dari pada yang tergolong dalam umur non produktif, sehingga diharapkan

dengan jumlah penduduk produktif yang besar maka kontribusi penduduk

dalam pembangunan di Desa Gebang juga besar. Penduduk yang

tergolong non produktif menjadi beban tanggungan bagi kelompok umur

produktif. Angka Beban Tanggungan (ABT) di Desa Gebang adalah

sebagai berikut:

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

ABT = 100Xproduktifumurpenduduk

produktifnonumurpenduduk

= 619 x 100 1398

= 44,28

Berdasarkan analisis perhitungan ABT di atas dapat diketahui

bahwa nilai ABT sebesar 44,28 artinya dari 100 penduduk umur produktif

menanggung 44 penduduk umur non produktif. Hal ini menunjukkan

bahwa tingkat kesejahteraan di Desa Gebang dapat dikatakan cukup

sejahtera karena jumlah penduduk yang produktif atau bekerja lebih

banyak daripada jumlah penduduk yang non produktif atau tidak bekerja

sehingga penduduk yang produktif harus mampu memenuhi kebutuhannya

sendiri maupun kebutuhan bagi penduduk non produktif yang menjadi

tanggungan mereka, baik kebutuhan primer maupun kebutuhan yang lain.

3. Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan

Menurut Schultz (1961) dalam Ananta (1993), pendidikan

merupakan salah satu bentuk investasi dalam sumber daya manusia.

Tingkat pendidikan penduduk menggambarkan tingkat ketersediaan

tenaga terdidik atau sumber daya manusia pada masa kini. Pendidikan

merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang kelancaran

pembangunan. Tingginya tingkat pendidikan disuatu wilayah

mencerminkan seberapa berkembangnya wilayah tersebut, karena

biasanya penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah

dalam menerima suatu inovasi dan perubahan. Jadi, tingkat pendidikan

digunakan sebagai parameter kemampuan sumber daya manusia dan

kemajuan suatu wilayah. Keadaan penduduk di Desa Gebang menurut

pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Desa Gebang

No Uraian Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

1. Tidak/Belum Sekolah 313 15,52 2. Tidak/Belum Tamat SD 265 13,14 3. Tamat SD 552 27,37 4. Tamat SLTP 443 21,96 5. Tamat SLTA 406 20,13 6. Tamat Diploma/Perguruan Tinggi 38 1,88

Jumlah 2.017 100,00

Sumber: Data Kantor Desa Gebang, Tahun 2011

Penilaian mengenai pendidikan didasarkan atas persentase jumlah

penduduk yang telah tamat SD ke atas jika berjumlah kurang dari 30%

maka termasuk golongan tingkat rendah, jika berjumlah 30% sampai 60%

maka termasuk golongan tingkat sedang dan jika 60% ke atas maka

golongan tingkat tinggi. Tabel 4.4 menunjukkan bahwa keadaan penduduk

menurut tingkat pendidikan di Desa Gebang adalah tergolong rendah yaitu

dengan prosentase tertinggi pada penduduk tamat SD sebesar 27,37%. Hal

ini berarti tingkat kesadaran akan pendidikan penduduk Desa Gebang

rendah. Tingkat pendidikan yang rendah akan berpengaruh pada

pertumbuhan dan perkembangan wilayah, sebab dengan pendidikan yang

rendah biasanya masyarakatnya akan lebih sulit dalam menerima suatu

inovasi dan perubahan.

4. Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian

Keadaan penduduk menurut mata pencaharian adalah jumlah

penduduk pada suatu wilayah yang bekerja berdasarkan mata pencaharian

tertentu. Mata pencaharian penduduk menunjukkan struktur perekonomian

yang ada pada wilayah tersebut, hal ini akan menentukan arah kebijakan

pembangunan di daerah setempat. Mata pencaharian mempunyai peran

penting bagi kehidupan manusia dimana dengan mata pencaharian yang

dimiliki, manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan

penduduk di Desa Gebang berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat

pada Tabel 4.5.

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian di Desa Gebang

No Mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

Belum/Tidak bekerja Petani Pedagang Nelayan/Perikanan Karyawan swasta Tukang batu Konstruksi Pegawai Negeri Sipil Wiraswasta Industri Transportasi TNI/Polri Pensiunan Lain-lain

314 762

84 2

55 1 2

20 37 47 16 6

11 660

15,57 37,77 4,16 0,10 2,73 0,05 0,10 0,99 1,83 2,33 0,80 0,30 0,55

32,72 Jumlah 2.017 100,00

Sumber: Data Kantor Desa Gebang, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar

penduduk di Desa Gebang bermata pencaharian di sektor pertanian, hal ini

terlihat dari data yang diperoleh diketahui bahwa penduduk yang bermata

pencaharian sebagai petani menempati urutan terbesar yaitu sebanyak 762

orang (37,77%). Melihat kondisi tersebut, maka dalam mengambil

kebijakan pembangunan seharusnya pemerintah menitikberatkan pada

sektor pertanian yang didukung sektor-sektor lainnya guna meningkatkan

kesejahteraan masyarakat di daerah setempat. Banyaknya penduduk yang

bekerja di sektor pertanian disebabkan karena adanya Sumber Daya Alam

yang potensial yang mampu mendukung pelaksanaan kegiatan usahatani

di Desa Gebang. Selain itu juga disebabkan adanya budaya dan sikap

mental penduduk yang menganggap bahwa petani adalah mata

pencaharian turun temurun dari generasi ke generasi, dan mereka hanya

memiliki keahlian dalam bercocok tanam. Mata pencaharian lain yang

diperoleh oleh sebagian penduduk karena adanya kesempatan yang

mendukung mereka untuk memperoleh mata pancaharian tersebut.

Page 51: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

C. Keadaan Pertanian dan Peternakan

Kondisi sektor pertanian merupakan salah satu indikator kamampuan

suatu wilayah dalam memenuhi kebutuhan pangan warganya. Kemampuan

tersebut tentunya harus didukung oleh tersedianya lahan pertanian yang

potensial, teknologi yang mendukung, serta sumber daya manusia yang

berkualitas. Luas tanam menurut komoditas tanaman pangan dan palawija di

Desa Gebang dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6. Luas Tanam menurut Komoditas Tanaman Pangan dan Palawija di Desa Gebang

No Komoditas Luas lahan (ha) Prod Produktivitas (ton/ha) 1.

2. Padi Jagung

102 5,5

6,5 7

Sumber: Data Kantor Desa Mengenai Potensi Desa dan Tingkat Perkembangan Desa Gebang, Tahun 2009

Tanaman pangan merupakan tanaman utama yang kebanyakan

dibudidayakan oleh petani di suatu wilayah dan berfungsi sebagai sumber

makanan pokok bagi penduduk di wilayah tersebut. Luas areal panen dan

produksi tanaman pangan suatu wilayah dapat menggambarkan potensi yang

dimiliki oleh wilayah tersebut serta kemampuannya dalam menghasilkan

makanan pokok bagi penduduk di wilayah tersebut. Berdasarkan Tabel 4.6

dapat diketahui bahwa penggunaan lahan pertanian terbesar adalah padi yaitu

seluas 102 ha dengan produksifitas 6,5 ton/ha, sedangkan penggunaan lahan

pertanian terkecil yaitu digunakan untuk menanam jagung yaitu seluas 5,5 ha

dengan produksifitas 7 ton/ha.

Selain hasil pertanian, ternak juga potensi yang perlu dikembangkan.

Hewan ternak dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan gizi bagi

masyarakat seperti daging dan telur yang merupakan sumber protein hewani.

Penduduk Desa Gebang mengusahakan ternak sebagai salah satu investasi

masa depan maupun sebagai pekerjaan sampingan untuk memenuhi

kebutuhan mereka. Hewan ternak yang diusahakan penduduk Desa Gebang

dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Page 52: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Tabel 4.7 Jumlah Ternak menurut Jenisnya di Desa Gebang

No Jenis Ternak Jumlah (ekor) 1. 2. 3. 4.

Sapi Babi Ayam Kambing

268 17 879 161

Sumber: Data Kantor Desa Mengenai Potensi Desa dan Tingkat Perkembangan Desa Gebang, Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa jumlah ternak yang

banyak dimiliki masyarakat Desa Gebang adalah ayam yaitu sebesar 879

ekor. Ternak unggas lebih diminati penduduk di Desa Gebang karena

perawatannya cukup mudah dibandingkan dengan memelihara hewan ternak

lainnya. Potensi pertanian dan peternakan tersebut dapat menjadi salah satu

alternatif petani dalam memperoleh penghasilan tambahan.

D. Keadaan Sarana Perekonomian

Keberadaan sarana perkonomian di suatu wilayah merupakan salah satu

hal yang dibutuhkan untuk mendukung laju kegiatan perekonomian

penduduk. Sarana perkonomian merupakan tempat dimana terjadi kegiatan

jual beli atau pemindahan barang dan jasa dari produsen ke konsumen, yang

merupakan kegiatan saling menguntungkan diantara kedua belah pihak.

Sarana perekonomian yang ada di Desa Gebang adalah warung kelontong

sebanyak 11 unit, sedangkan lembaga perekonomian yang ada di Desa

Gebang adalah koperasi sebanyak 7 unit.

E. Keadaan Sarana Transportasi dan Komunikasi

Angkutan masyarakat merupakan faktor yang dapat membantu

masyarakat dan memperlancar perkembangan suatu wilayah. Sarana

tranportasi merupakan salah satu indikator modernisasi suatu wilayah.

Dampak dari modernisasi diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan

masyarakat (Mantra, 1995).

Sarana transportasi umum yang ada di Desa Gebang yaitu truk umum.

Adanya alat transportasi dapat dikatakan bahwa wilayah Desa Gebang

termasuk wilayah yang cukup maju, meski jumlah sarana transportasi yang

Page 53: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

ada terbatas. Kegiatan masyarakat Desa Gebang untuk mengakses informasi,

pusat kegiatan ekonomi, kesehatan, ataupun pemerintahan biasanya dilakukan

dengan mengendarai sepeda, sepeda motor, truk. Keadaan jalan sebagian

sudah di aspal, meskipun ada beberapa daerah yang sudah rusak. Dengan

demikian dalam mengangkut hasil panen maupun barang kebutuhan dalam

jumlah yang banyak ke pasar atau kemanapun cukup mudah.

Sarana komunikasi yang ada di Desa Gebang berupa televisi, radio,

telepon seluler (HP) dan parabola. Tingkat kepemilikan telepon seluler cukup

rendah, hanya orang-orang tertentu saja yang memiliki. Selain itu, di Desa

Gebang tidak terdapat pusat layanan komunikasi umum. Keadaan tersebut

membuat warga lambat dalam menerima informasi. Keadaan tersebut sedikit

tertolong dengan adanya budaya ”Gethok Tular” yang masih sangat kental di

Desa Gebang. Adanya budaya tersebut sangat menguntungkan yaitu informasi

yang didapat oleh sebagian warga dapat menyebar ke warga yang lainnya

dengan cepat.

F. Gambaran Umum Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri

Lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur tersebar di tujuh kecamatan

di Kabupaten Wonogiri. Salah satu kecamatan di Kabupaten Wonogiri yang

mempunyai lahan pasang surut adalah Kecamatan Nguntoronadi. Kecamatan

Nguntoronadi mempunyai lahan pasang surut terluas dibandingkan dengan

enam kecamatan lainnya, yaitu Kecamatan Baturetno, Kecamatan Eromoko,

Kecamatan Giriwoyo, Kecamatan Wuryantoro, Kecamatan Ngadirojo dan

Kecamatan Wonogiri. Luas lahan pasang surut di Kabupaten Wonogiri dapat

dilihat pada Tabel 4.8.

Page 54: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Tabel 4.8 Luas Lahan Pasang Surut di Kabupaten Wonogiri

No Kecamatan Luas Lahan (ha)

1. Baturetno 279,0558

2. Nguntoronadi 378,2229

3. Eromoko 132,5159

4. Giriwoyo 45,0919

5. Wuryantoro 173,2530

6. Ngadirojo 8,3830

7. Wonogiri 32,3819

Jumlah 1085,1590

Sumber: Data Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT) Kabupaten Wonogiri, Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa luas lahan pasang surut

di Kecamatan Nguntoronadi adalah 378,2229 ha. Lahan pasang surut di

Kecamatan Nguntoronadi terbagi ke dalam sembilan desa, yaitu Desa

Ngadiroyo, Desa Pondoksari, Desa Gedungrejo, Desa Wonoharjo, Desa

Setrorejo, Desa Kedungombo, Desa Bulurejo, Desa Bumiharjo, dan Desa

Gebang. Desa Gebang merupakan desa di Kecamatan Nguntoronadi yang

mempunyai lahan pasang surut terluas yaitu 102 ha. Lahan pasang surut

tersebut oleh masyarakat Desa Gebang dikelola untuk kegiatan pertanian.

Tanaman yang ditanam oleh masyarakat pada lahan pasang surut di Desa

Gebang adalah tanaman pangan, dimana tanaman yang ditanam masyarakat

sebagian besar adalah padi (95%) dan yang lainnya adalah tanaman jagung

dan kacang panjang. Masyarakat Desa Gebang yang mengelola lahan pasang

surut untuk kegiatan pertanian adalah masyarakat yang bekerjasama dengan

Perusahaan Umum Jasa Tirta. Sesuai dengan Keputusan Presiden

No.129/2000, Perusahan Umum Jasa Tirta merupakan perusahaan milik

Negara yang ditunjuk untuk mengelola Waduk Gajah Mungkur termasuk di

dalamnya adalah lahan pasang surut dan daerah sabuk hijau. Sebelum berada

di bawah pengelolaan Perusahaan Umum Jasa Tirta, lahan pasang surut

berada di bawah pengelolaan Balai Besar Pengembangan Wilayah Sungai

Bengawan Solo.

Page 55: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Masyarakat yang mengelola lahan pasang surut mendaftar langsung

kepada pihak Perusahaan Umum Jasa Tirta melalui pengawas lahan pasang

surut, kemudian pengawas melakukan pengecekan berapa luas lahan yang

akan dikelola dan melaporkan kapada pihak Perusahaan Umum Jasa Tirta.

Kegiatan pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian terdapat

pengawasan yang dilakukan oleh pengawas. Pengawas merupakan seseorang

yang diangkat oleh Balai Besar Pengembangan Wilayah Sungai Bengawan

Solo (dahulu merupakan pengelola waduk, daerah pasang surut, dan daerah

sabuk hijau) untuk menjadi pengawas waduk termasuk didalamya adalah

daerah pasang surut dan daerah sabuk hijau.

Pengawasan pengelolaan lahan pasang surut di Desa gebang biasanya

dilakukan pada hari kerja yaitu hari Senin sampai dengan hari Jumat,

pengawasan tersebut bertujuan untuk mengawasi dan memantau pengelolaan

lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian yang dilakukan oleh masyarakat.

Dalam pengelolaan lahan pasang surut terdapat tarif sewa lahan pasang surut

yang harus dibayar oleh pengelola yaitu sebesar Rp 50,- /m2/tahun. Tarif

sewa lahan pasang surut tersebut dibuat dan ditetapkan oleh pihak Perusahaan

Jasa Tirta yaitu Kepala Devisi Jasa Air dan Sumber Air V pada tahun 2010.

Page 56: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Idenntitas Responden

Identitas responden yang diteliti dalam penelitian Pengelolaan Lahan

Pasang Surut untuk Kegiatan Pertanian oleh Masyarakat di Desa Gebang

Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri meliputi umur, jenis kelamin,

pendidikan formal dan mata pencaharian.

1. Umur

Umur yang adalah lamanya waktu hidup responden sampai pada

saat penelitian ini dilakukan. Umur responden dalam penelitian ini

digolongkan menjadi 2 yaitu, umur produktif (15-64 tahun) dan non-

produktif ( > 65 tahun) yang dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Umur Responden pada Waktu Penelitian

Umur Jumlah (orang) Persentase (%) Produktif (15-64 tahun) 35 87,50

Non-produktif (≥65 tahun) 5 12,50

Jumlah 40 100,00

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden tergolong dalam umur produktif yaitu sebanyak 35 responden

(87,5%), sedangkan sebanyak 5 responden (12,5%) tergolong umur non

produktif. Umur mempengaruhi seseorang dalam merespon sesuatu yang

baru, selain itu umur juga mempengaruhi kondisi fisik seseorang. Petani

yang tergolong umur non produktif cenderung sulit menerima inovasi baru

dan lebih kolot, begitu juga sebaliknya petani yang tergolong umur

produktif cenderung lebih mudah apabila diberi pengetahuan baru.

Golongan umur produktif lebih terbuka akan kemajuan dan pada

umumnya responden yang tergolong umur produktif memiliki semangat

yang lebih tinggi.

Page 57: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

2. Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, penduduk dapat dibedakan menjadi

laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin responden dalam penelitian ini

dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%) Laki-laki 39 97,50

Perempuan 1 2,50

Jumlah 40 100,00

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa jenis kelamin

responden sebagian besar adalah laki-laki, yaitu sebanyaak 39 responden

(97,5%), sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan

sebanyak 1 responden (2,5%). Masyarakat yang mengelola lahan pasang

surut untuk kegiatan pertanian sebagian besar adalah laki-laki, sedangkan

masyarakat perempuan yang mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan

pertanian hanya sebagian kecil saja. Hal ini menunjukkan bahwa dalam

kegiatan usahatani, laki-laki lebih banyak berperan. Laki-laki dianggap

sebagai pemimpin sehingga dalam keputusan usahatani lebih dominan

daripada perempuan.

3. Pendidikan Formal

Pendidikan formal adalah pendidikan yang dicapai oleh responden

pada lembaga pendidikan formal atau bangku sekolah. Tingkat pendidikan

yang ditempuh seseorang memberikan pengetahuan yang lebih baik

tentang cara berpikir, penerimaan suatu informasi, maupun penilaian

terhadap suatu masalah yang terjadi. Semakin tinggi pendidikan seseorang

maka kemampuan berfikirnya juga semakin baik. Pendidikan formal

responden dapat dilihat pada tabel 5.3.

Page 58: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Tabel 5.3. Tingkat Pendidikan Formal Responden

Tingkat Pendidikan Formal Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak tamat SD 1 2,50

Tamat SD 27 67,50

Tamat SLTP 6 15,00

Tamat SLTA 6 15,00

Jumlah 40 100,00

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa pendidikan

responden dalam penelitian ini beragam mulai dari tidak tamat SD hingga

tamat SLTA. Responden yang tidak tamat SD sebanyak 1 responden

(2,5%), responden yang menempuh pendidikan hingga tamat SD, yaitu

sebanyak 27 responden (67,5%), responden yang menempuh pendidikan

hingga tamat SLTP sebanyak 6 responden (15%), dan responden yang

menempuh pendidikan hingga tamat SLTA sebanyak 6 responden (15%).

Tingkat pendidikan responden tergolong sedang meskipun sebagian besar

hanya lulusan SD. Tingkat pendidikan responden sangat mempengaruhi

kemampuan responden untuk menerima inovasi yang diberikan.

Pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan dapat

digunakan sebagai pendukung dalam menjalankan usahatani, karena

semakin tinggi tingkat pendidikan maka wawasan yang dimiliki cenderung

lebih luas. Pendidikan yang semakin tinggi ini diharapkan dapat digunakan

untuk mengembangkan usahatani dengan memanfaatkan segala sumber

daya yang sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan.

4. Mata Pencaharian

Mata pencaharian mempunyai peran penting bagi kehidupan

responden. Responden dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mata

pencaharian yang dimiliki. Mata pencaharian tetap responden dalam

penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.4.

Page 59: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Tabel 5.4. Mata Pencaharian Responden

Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%) Petani 33 82,50

PNS 1 2,50

Pedagang 4 10,00

Transportasi 2 5,00

Jumlah 40 100,00

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa mata pencaharian

responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah sebagai petani yaitu

sebanyak 33 responden (82,5%). Sedangkan sebanyak 1 responden bekerja

sebagai Pegawai Negeri Sipil/PNS (2,5%), sebanyak 4 responden bekerja

sebagai pedagang (10%), dan sebanyak 2 responden bekerja dalam bidang

transportasi yaitu sebagaai sopir (5%). Banyaknya responden yang bekerja

sebagai petani disebabkan karena adanya Sumber Daya Alam yang

potensial yang mampu mendukung pelaksanaan kegiatan usahatani di

Desa Gebang dan bertani merupakan mata pencaharian turun temurun

sehingga responden banyak memiliki keahlian dalam bercocok tanam.

Page 60: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

B. Pengelolaan Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian

1. Pengajuan permohonan pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan alur pengajuan

permohonan untuk mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

yang dilakukan oleh responden dapat dilihat pada gambar 5.1.

Gambar 5.1 Alur Pengajuan Permohonan untuk Mengelola Lahan Pasang Surut

Responden mendaftar kepada pengawas lahan pasang surut, syaratnya: 1. Responden merupakan masyarakat yang tanahnya terkrena genangan air

waduk 2. Responden tidak mempunyai lahan garapan selain lahan pasang surut

Pengawas lahan pasang surut kemudian melakukan pendataan dan pengecekan apakah masih terdapat lahan pasang surut yang kosong

Apabila masih terdapat lahan pasang surut yang kosong, pengawas melaporkan kepada pihak Perusahaan Umum Jasa Tirta untuk meminta ijin

Pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian oleh responden

Perusahaan Umum Jasa Tirta memberikan ijin unuk mengelola lahan pasang surut dengan syarat responden bersedia mematuhi peraturan yang ditetapkan mengenai: 1. Lahan yang boleh ditanami 2. Jenis tanaman yang boleh ditanam 3. Cara penggarapan tanah 4. Responden tidak boleh menyewakan lahan pasang surut kepada pihak lain 5. Responden bersedia membayar sewa lahan pasang surut untuk kegiatan

pertanian

Apabila responden bersedia, maka responden sudah boleh mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

Page 61: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Berdasarkan gambar 5.1 sebanyak 40 responden (100%) mengatakan

bahwa dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

pengajuan permohonan pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan

pertanian dilakukan dengan cara mendaftar secara langsung kepada

pengawas lahan pasang surut. Setelah melakukan pendaftaran, pengawas

lahan pasang surut melakukan pendataaan dan pengecekan apakah masih

terdapat lahan pasang surut yang kosong. Setelah itu, pengawas melaporkan

kepada pihak Perusahaan Umum Jasa Tirta untuk meminta ijin. Apabila

sudah mendapat ijin dari pihak Perusahaan Umum Jasa Tirta, maka

responden sudah dapat mengelola lahan pasang surut tersebut untuk

kegiatan pertanian dengan memperhatikan ketentuan pengelolaan lahan

pasang surut untuk kegiatan pertanian yang sudah ditetapkan dan bersedia

membayar sewa lahan pasang surut.

Untuk lebih memperjelas mengenai siapa saja yang mengelola lahan

pasang surut untuk kegiatan pertanian, pengawas membuat daftar nama

pengelola lahan pasang surut, luas lahan yang dikelola, dan alamat

pengelola sehingga dapat mempermudah dalam pengawasan (monitoring)

pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian. Pengawasan

(monitoring) pengelolaan lahan pasang surut di Desa Gebang biasanya

dilakukan pada hari kerja, yaitu hari Senin sampai dengan hari Jumat.

Pengawasan (monitoring) dilakukan untuk mengetahui apakah petani

pengelola mengalami kendala dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk

kegiatan pertanian dan mengawasi agar seresah sisa tanaman yang berada

di lahan pasang surut dibuang ke luar wilayah waduk.

2. Daerah yang boleh ditanami

Daerah lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur dibagi menjadi

dua, yaitu daerah lahan pasang surut tetap dan daerah lahan pasang surut

tidak tetap. Daerah lahan pasang surut tetap terletak pada ketinggian

(elevasi) 127 meter - 136 meter di atas permukaan air laut (dpl), sedangkan

daerah lahan pasang surut tidak tetap terletak pada ketinggian (elevasi) 136

meter - 138,2 meter di atas permukaan air laut (dpl). Berdasarkan ketentuan

Page 62: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

yang telah ditetapkan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur yang

boleh ditanami merupakan lahan yang terletak pada daerah pasang surut

tidak tetap (136 meter- 138,2 meter dpl). Untuk lebih jelasnnya dapat

dilihat pada gambar 5.2.

Skala 1: 66.000

Gambar 5.2 Peta Zona Pemanfaatan Daerah Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur

Keterangan: : Daerah Sabuk Hijau (Green Belt) : Daerah Pasang Surut : Waduk Gajah Mungkur

Page 63: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Daerah lahan pasang surut yang ditanami responden untuk kegiatan

pertanian dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Daerah Lahan Pasang Surut yang ditanami Responden untuk Kegiatan Pertanian

Daerah yang boleh ditanami

Sesuai Tidak Sesuai Jumlah Persentase

(orang) (%) Jumlah Persentase

(orang) (%)

136 meter - 138,2 meter di atas permukaan air laut

39 97,5 1 2,5

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebanyak 39

responden (97,5%) melakukan penanaman di lahan pasang surut sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan, responden menanam pada lahan pasang

surut tidak tetap yaitu pada ketinggian 136 meter – 138,2 meter dpl. Selain

itu, sebanyak 1 responden (2,5%) melakukan penanaman tidak sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan, selain menanam pada lahan pasang

surut tidak tetap (136 meter – 138,2 meter dpl) responden juga melakukan

penanaman pada daerah sabuk hijau (green belt), yaitu pada ketinggian di

atas 138,2 meter dpl, dimana daerah sabuk hijau tersebut tidak boleh

ditanami tanaman semusim. Penanaman tanaman semusim pada lahan

sabuk hijau masih terjadi disebabkan karena tidak ada sanksi yang tegas

bagi yang melanggar ketentuan tentang pengelolaan lahan pasang surut.

Lahan pasang surut yang dikelola oleh responden sudah ditentukan

oleh pengawas lahan pasang surut sehingga responden tinggal mengelola

lahan tersebut tanpa melakukan pengukuran berapa tinggi lahan di atas

permukaan air laut. Pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan

pertanian sudah berlangsung sejak Waduk Gajah Mungkur dan sekitarnya

termasuk di dalamnya adalah daerah sabuk hijau dan daerah pasang surut

berada di bawah pengelolaan Balai Besar Pengembangan Wilayah Sungai

Bengawan Solo. Lama responden mengelola lahan pasang surut berbeda-

beda antara responden yang satu dengan responden yang lain. Lama

responden mengelola lahan pasang surut dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Page 64: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Tabel 5.6 Lama Reponden Menglola Lahan Pasang Surut

Lama Responden Mengelola Lahan Pasang Surut (Tahun)

Jumlah responden (Orang)

4 7 5 6 6 7 7 10 8 5

10 4 15 1

Jumlah 40

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa pengelolaan lahan

pasang surut untuk kegiatan pertanian yang dilakukan oleh responden

paling lama adalah 15 tahun yaitu sebanyak 1 orang. Lama pengelolaan

lahan pasang surut tidak dibatasi, selama responden (petani pengelola)

masih mampu mengelola lahan pasang surut tersebut. Tetapi apabila

sewaktu-waktu lahan tersebut akan digunakan atau dibutuhkan oleh pihak

Perusahaan Umum Jasa Tirta, responden (petani pengelola) wajib

menyerahkan lahan yang dikelola tanpa ada ganti rugi.

3. Jenis tanaman

Jenis tanaman yang boleh ditanam pada lahan pasang surut

berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan adalah jenis tanaman semusim

yang berumur pendek (3-4 bulan) dan panennya tidak dicabut, antara lain

jagung, kacang panjang, padi dan kedelai. Penanaman dilakukan pada awal

musim kemarau dan panen dilakukan pada awal musim penghujan. Jenis

tanaman yang ditanam responden pada lahan pasang surut dapat dilihat

pada Tabel 5.7.

Page 65: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Tabel 5.7 Jenis Tanaman yang ditanam Responden pada Lahan Pasang Surut

Aspek Tanaman Sesuai Tidak Sesuai

Jumlah Persentase (orang) (%)

Jumlah Persentase (orang) (%)

Jenis tanaman semusim yang berumur pendek (3-4 bulan)

40 100

0 0

Cara panen dengan disabit atau dibabat

40 100 0 0

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.7 menunjukkan bahwa jenis tananam yang

ditanam dan cara panen yang dilakukan responden yaitu sebanyak 40

responden (100%) sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, yaitu jenis

tanaman semusim yang berumur pendek (3-4 bulan) dan panennya dengan

cara disabit atau dibabat. Tanaman yang ditanam responden pada penelitian

ini dapat dilihat pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8 Tanaman yang ditanam Responden pada Lahan Pasang Surut

Tanaman Jumlah (orang) Persentase (%) Padi 40 100 Jagung - - Kacang panjang - - Kedelai - - Jumlah 40 100

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.8 dapat diketahui bahwa sebanyak 40

responden (100%) menanam tanaman padi pada lahan pasang surut yang

mereka kelola. Padi yang ditanam oleh responden adalah jenis IR64 dan

Ciherang. sebanyak 36 responden (90%) menanam jenis IR64 dan

sebanyak 4 responden (10%) menanam jenis Ciherang. Alasan responden

menanam tanaman padi adalah untuk mencukupi kebutuhan pangan yaitu

untuk makan sehari-hari sebanyak 32 responden (80%) dan sebanyak 8

responden (20%) beralasan apabila dijual padi mempunyai nilai jual lebih

tinggi dibandingkan dengan menanam komoditas lain seperti jagung dan

kacang panjang, serta menanam padi merupakan cocok tanam yang turun

temurun.

Page 66: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Penanaman yang dilakukan responden pada lahan pasang surut

adalah secara monokultur dengan dua kali musim tanam dalam satu tahun.

Pola tanam yang dilakukan responden dalam pengelolaan lahan pasang

surut untuk kegiatan pertanian adalah padi-padi-bero. Pola tanam

merupakan suatu urutan tanam pada sebidang lahan dalam satu tahun.

Musim tanam pertama biasanya dilakukan pada bulan Oktober-November,

musim tanam kedua dilakukan pada bulan Maret-April, dan bero pada

bulan Agustus.

Pemanenan dilakukan apabila tanaman sudah mulai menguning dan

berisi, yaitu 3-4 bulan seteah tanam. Cara panen tanaman padi pada pada

lahan pasang surut berbeda dengan cara panen tanaman padi di sawah

(bukan lahan pasang surut). Panen tanaman padi pada lahan pasang surut

dilakukan dengan cara memangkas batang padi tepat di atas permukaan

tanah, sedangkan panen tanaman padi bukan dilahan pasang surut

dilakukan dengan cara memangkas batang padi 5-15 cm dari permukaan

tanah. Pemangkasan batang padi tepat di atas permukaan tanah dilakukan

agar bekas batang padi (seresah) yang ada di lahan pasang surut tidak

masuk ke waduk pada saat air pasang.

Biaya produksi pengelolaan lahan pasang surut untuk setiap 1000 m2

dalam satu kali musim tanam dengan menanam tanaman padi kurang lebih

adalah Rp 912 550,- dan hasil produksi yang diperoleh untuk setiap 1000

m2 dalam satu kali musim tanam kurang lebih adalah 500 kg gabah. Waktu

penanaman pada lahan pasang surut yang dilakukan oleh responden dapat

dilihat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9 Waktu Penanaman pada Lahan Pasang Surut yang dilakukan Responden

Waktu Oktober-November Maret-April Jumlah Persentase

(orang) (%) Jumlah Persentase (orang) (%)

Musim Tanam I 40 100 - - Musim Tanam II - - 40 100 Jumlah 40 100 40 100

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Page 67: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa sebanyak 40

responden (100%) melakukan penanaman musim tanam pertama pada

bulan Oktober-November dan sebanyak 40 responden (100%) melakukan

penanaman musim tanam kedua pada bulan Maret-April.

Budidaya padi yang dilakukan responden pada lahan pasang surut

mulai dari pengolahan tanah sampai dengan pasca panen adalah sebagai

berikut:

a. Pengolahan tanah

Pengolahan tanah dilakukan responden sebelum penanaman

dimulai. Sebelum melakukan pengolahan tanah, tanah yang akan diolah

digenangi air terlebih agar tanah menjadi gembur sehingga tanah mudah

diolah. Air yang digunakan responden untuk mengolah tanah berasal

dari air bendungan dengan cara dipompa. Pompa yang digunakan

responden merupakan pompa sewaan. Tarif sewa pompa adalah Rp

12.500,-/jam, biasanya untuk luas lahan 1000 m2 membutuhkan waktu 3

jam. Alat yang digunakan responden dalam pengolahan tanah adalah

traktor. Traktor yang digunakan responden juga merupakan traktor

sewaan, tarif sewa traktor adalah Rp 70.000,-/1000 m2. Kedalaman

pengolahan tanah kurang lebih 20 cm – 25 cm.

b. Benih

Benih yang digunakan responden adalah benih yang berasal dari

varietas IR64 (36 responden) dan Ciherang (4 responden). Jumlah benih

yang digunakan responden tiap 1000 m2 adalah 5 kg. Harga satu

kilogram benih adalah Rp 7600,- sampai dengan Rp 7800,- tergantung

tempat pembelian.

c. Persemaian

Persemaian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu persemaian

kering dan persemaian basah. Persemaian yang dilakukan oleh

responden adalah persemaian basah. Cara responden melakukan

persemaian yaitu: benih direndam selama 24 jam kemudian diangkat dan

Page 68: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

dibiarkan berkecambah selama 1 hari sampai 2 hari; persemaian dibuat

pada lahan yang berair dan tidak terluapi air pada saat pasang; luas lahan

persemaian untuk setiap 1000 m2 lahan yang dikelola adalah 50 m2;

lahan persemaian harus bersih dari rumput, sisa-sisa tanaman, kayu dan

batu; pemberian pupuk untuk 50 m2 persemaian adalah 500 gram Urea,

500 gram SP 36 dan 500 gram Ponska.

d. Penanaman

Penanaman pada lahan pasang surut dilakukan pada saat air mulai

surut. Lahan pasang surut dengan ketinggian 136 meter – 138,2 meter di

atas permukaan air laut bisa dua kali musim tamam. Musim tanam

pertama biasanya dilakukan pada bulan Oktober – November dan musim

tanam kedua dilakukan pada bulan Maret – April. Responden melakukan

penanaman dengan jarak 20 cm x 20 cm dengan jumlah bibit 2 batang

sampai 3 batang tiap lubang.

e. Penyiangan dan penyulaman

Penyiangan hanya dilakukan satu kali, yaitu dilakukan pada waktu

tanaman berumur 15 hari. Penyiangan dilakukan dengan cara dicabut

dengan menggunakan tangan atau dengan menggunakan obat.

Responden yang melakukan penyiangan dengan menggunakan obat

adalah responden yang mengelola lahan pasang surut dengan luas 3000

m2 sampai dengan 6000 m2, yaitu sebanyak 9 responden (22,5%). Obat

yang biasa digunakan untuk penyiangan adalah Rabit. Setiap 1000 m2

memerlukan 5 gram Rabit dengan harga Rp 7500,-. Sedangkan

penyulaman dilakukan pada waktu tanaman berumur 25 hari.

Penyulaman dilakukan dengan cara mengganti tanaman yang mati

dengan bibit yang masih tersedia atau dengan cara menyapih tanaman

yang sudah tumbuh.

Page 69: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

f. Pemupukan

Pemupukan dilakukan tiga kali dalam satu kali musim tanam, yaitu

pemupukan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 15 hari

dengan menggunakan pupuk SP 36 dan Urea, pemupukan kedua

dilakukan pada saat tanaman berumur 30 hari dengan menggunakan

pupuk Ponska dan Urea, dan pemupukan yang ketiga dilakukan pada

saat tanaman berumur 45 hari dengan menggunakan pupuk Ponska dan

Urea. Pupuk yang diperlukan untuk setiap pemupukan pada lahan seluas

1000 m2 adalah sebanyak 10 kg pupuk SP 36, 10 kg pupuk Ponska, dan

10 kg pupuk Urea. Harga pupuk SP 36 adalah Rp 2000,-/kg, pupuk Urea

Rp 1700,-/kg, dan pupuk Ponska Rp 2400,-/kg.

g. Perlindungan tanaman

Pengendalian hama tanaman padi yang biasa dilakukan oleh

responden adalah dengan menggunakan obat seperti Furadan dan

Spontan. Hama yang menyerang tanaman padi antara lain wereng, keong

mas, walang sangit dan burung. Menurut pengawas lahan pasang surut

Desa Gebang wereng dan keong mas merupakan hama yang paling

banyak menyerang tanaman padi di Desa Gebang dan hama tersebut

merupakan hama yang sulit untuk dikendalikan. Pemakaian obat sudah

tidak mampu lagi untuk mengendalikan hama tersebut. Pengendalian

hama yang sekarang dilakukan adalah dengan menggunakan wewangian,

seperti minyak wangi atau pewangi pakaian. Hal tersebut dilakukan

karena berdasarkan pengalaman responden tanaman padi yang berbau

wangi tidak akan diserang wereng dan keong mas.

h. Panen dan pasca panen

Panen dilakukan pada saat tanaman padi sudah menguning (90%),

berisi dan apabila gabah digigit akan patah. Alat yang digunakan untuk

memanen tanaman padi adalah sabit. Cara memanen tanaman padi pada

lahan pasang surut adalah dengan memangkas batang tepat di atas

permukaan tanah. Hal tersebut dilakukan agar sisa batang padi (seresah)

Page 70: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

yang ada di lahan pasang surut tidak masuk ke bendungan pada saat air

pasang. Setelah tanaman padi disabit, dilakukan perontokan padi dengan

menggunakan alat power thresher.

Hasil panen yang didapat untuk tiap 1000 m2 luas lahan adalah 25

kresek gabah, 1 kresek berisi kurang lebih 20 kg gabah kering.

Responden biasanya menjual hasil panen dalam bentuk gabah. Harga 1

kg gabah berkisar antara Rp 2800,- sampai dengan Rp 3100,- tergantung

kualitas gabah.

i. Tenaga kerja

Tenaga kerja yang dibutuhkan responden dalam budidaya tanaman

padi di lahan pasang surut mulai dari pengolahan tanah sampai dengan

panen untuk setiap 1000 m2 lahan adalah sebagai berikut:

1) Untuk pengolahan tanah membutuhkan tenaga kerja sebanyak 2

orang dalam waktu satu hari, yaitu tenaga kerja laki-laki

2) Untuk mencabut bibit membutuhkan tenaga kerja 2 orang dalam

waktu satu hari, yaitu tenaga kerja laki-laki

3) Untuk penanaman membutuhkan tenaga kerja sebanyak 4 orang

dalam waktu satu hari, yaitu tenaga kerja wanita

4) Untuk penyiangan membutuhkan tenaga kerja sebanyak 4 orang

dalam waktu satu hari, yaitu tenaga kerja wanita

5) Untuk penyulaman membutuhkan tenaga kerja sebanyak 2 orang

dalam waktu satu hari, yaitu tenaga kerja wanita

6) Untuk pemanenan membutuhkan tenaga kerja sebanyak 5 orang

dalam waktu satu hari, yaitu 3 orang tenaga kerja laki-laki dan 2

orang tenaga kerja wanita.

Jumlah upah tenaga kerja yang harus diberikan kepada tenaga kerja

laki-laki dan wanita dalam berbeda. Upah untuk tenaga kerja laki-laki

adalah Rp 30000,-/hari dengan 2x makan ditambah 1 bungkus rokok,

apabila tidak menggunakan makan upahnya adalah Rp 40000,-/hari.

Sedangkan upah untuk tenaga kerja wanita adalah Rp 25000,-/hari

Page 71: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

dengan 2x makan ditambah dengan makanan kecil (snack) dan apabila

tidak menggunakan makan upahnya sebesar Rp 30000,-/hari.

Biaya produksi yang dikeluarkan untuk pengelolaan lahan pasang

surut, hasil produksi dan pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan

lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian untuk satu kali musim

tanam dengan menanam komoditas padi dapat dilihat pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10 Rata-rata Biaya Produksi, Hasil Produksi dan Pendapatan Responden dalam Satu Kali Musim Tanam

Luas Lahan (m2)

Biaya Produksi (Rp)

Hasil Produksi (Rp)

Pendapatan (Rp)

500 474 750 775 000 300 250 1000 912 550 1.550 000 637 450 1500 1.050 350 2.294 000 1.243 650 2000 1.185 100 3.100 000 1.914 900 2500 1.319 850 3.844 000 2.524 150 3000 2.097 650 4.588 000 2.490 350 4000 2.370 200 5.332 000 2.961 800 5500 2.776 550 7.626 000 4.849 450 6000 2.915 300 8.370 000 5.454 700

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

4. Masyarakat pengelola lahan pasang surut

Masyarakat pengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

berdasarkan ketentuan yang ditetapkan adalah masyarakat bekas pemilik

tanah yang tanahnya terkena genangan air waduk yang masih bertempat

tinggal disekitar waduk dan masyarakat yang tidak memiliki lahan garapan,

dan lain-lain sesuai ijin pihak yang berwenang serta masyarakat yang

mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian tidak boleh

menyewakan lahan yang dikelola kepada orang lain. Pengelola lahan

pasang surut dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.11.

Page 72: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Tabel 5.11 Pengelola Lahan Pasang Surut untuk Kegiatan Pertanian (Responden)

No Pengelola Lahan

Pasang Surut

Sesuai Tidak Sesuai

Jumlah Persentase (orang) (%)

Jumlah Persentase (orang) (%)

1. Masyarakat yang tanahnya terkena genangan air waduk

17 42,5 23 57,5

2. Masyarakat yang tidak mempunyai lahan garapan selain lahan pasang surut

32 80 8 20

3. Masyarakat mengelola lahan pasang surut luasnya kurang dari/sama dengan 5000 m2

38 95 2 5

4. Masyarakat tidak menyewakan lahan pasang surut yang dikelola kepada orang lain

40 100 0 0

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.11 dapat diketahui bahwa responden pengelola

lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian sudah sesuai dengan ketentuan

yang ditetapkan. Sebanyak 17 responden (42,5%) merupakan masyarakat

yang lahannya terkena genangan air waduk, sebanyak 32 responden (80%)

merupakan masyarakat yang tidak mempunyai lahan garapan selain lahan

pasang surut, sebanyak 38 responden (95%) mengelola lahan pasang surut

tidak lebih dari 5000 m2 dan sebanyak 40 responden (100%) tidak

menyewakan lahan pasang surut yang dikelola kepada orang lain.

Responden yang tanahnya tidak terkena genangan air waduk

termasuk dalam responden yang tidak mempunyai lahan garapan selain

lahan pasang surut, sedangkan responden yang mempunyai lahan garapan

selain lahan pasang surut termasuk dalam responden yang tanahnya terkena

genangan air waduk. Jadi, yang boleh mengelola lahan pasang surut tidak

harus masyarakat yang tanahnya terkena genangan air waduk dan

masyarakat yang tidak mempunyai lahan garapan selain lahan pasang surut,

Page 73: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

tetapi bisa masyarakat yang tanahnya terkena genangan air waduk saja,

masyarakat yang tidak mempunyai lahan garapan selain lahan pasang surut

saja, dan bisa keduanya yaitu masyarakat yang tanahnya terkena genangan

air waduk dan masyarakat yang tidak mempunyai lahan garapan selain

lahan pasang surut.

Responden yang mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan

pertanian yang luasnya lebih dari 5000 m2 dikarenakan responden tersebut

mempunyai kemampuan untuk mengelola lahan pasang surut lebih dari

5000 m2 dan sudah mendapat ijin dari pihak yang berwenang yaitu

Perusahaan Umum Jasa Tirta melalui pengawas lahan pasang surut,

sedangkan alasan responden tidak menyewakan lahan yang mereka kelola

kepada orang lain yaitu karena lahan yang mereka kelola hanya sedikit

sehingga mereka merasa mampu untuk mengelolanya sendiri. Selain itu,

mereka juga mengetahui bahwa lahan pasang surut yang dikelola tidak

boleh disewakan kepada orang lain. Luas lahan pasang surut yang dikelola

oleh responden dapat dilihat pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12 Luas Lahan Pasang Surut yang dikelola Responden untuk Kegiatan Pertanian

No Luas Lahan Pasang Surut (m2)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1. 500 1 2,50 2. 1000 15 37,50 3. 1500 2 5,00 4. 2000 11 27,50 5. 2500 2 5,00 6. 3000 3 7,50 7. 4000 4 10,00 8. 5500 1 2,50 9. 6000 1 2,50

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.12 dapat diketahui bahwa luas lahan yang

dikelola responden berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan pengelolaan

lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian disesuaikan dengan

kemampuan masing-masing responden. Awalnya luas lahan yang dikelola

masyarakat (responden) semuanya sama yaitu 1000 m2 tiap kepala

Page 74: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

keluarga, hal tersebut dilakukaan agar masyarakat (responden) yang ingin

mengelola bisa kebagian lahan. Tetapi apabila masih ada lahan yang

kosong masayarakat (responden) boleh menambah lahan sesuai dengan

kemampuan masing-masing. Tarif sewa lahan pasang surut untu kegiatan

pertanian adalah Rp 50,-/m2/tahun.

Sebenarnya, berdasarkan peraturan yang dibuat oleh Divisi Jasa Air

dan Sumber Air V (Jasa ASA V) Perusahaan Umum Jasa Tirta, tarif sewa

lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian dengan masa tanam satu kali

adalah sebesar Rp 50,-/m2/tahun, untuk masa tanam dua kali sebesar Rp

100,-/m2/tahun, dan untuk masa tanam tiga kali sebesar Rp 150,-/m2/tahun.

Menurut pengawas pihak Perusahaan Umum Jasa Tirta belum berani

sepenuhnya menetapkan peraturan tersebut karena mengingat kondisi

ekonomi sebagian masyarakat yang mengelola lahan pasang surut

(responden) adalah menengah ke bawah (kurang mampu). Saat ini tarif

sewa yang sudah ditetapkan adalah sebesar Rp 50,-/m2/tahun baik untuk

masa tanam satu kali, masa tanam dua kali maupun masa tanam tiga kali.

Tarif sewa lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian tersebut dibuat pada

akhir tahun 2009 dan ditetapkan pada awal tahun 2010.

5. Cara penggarapan tanah

Cara penggarapan tanah pada lahan pasang surut berdasarkan

ketentuan yang telah ditetapkan adalah tanah yang digarap harus datar,

tidak boleh membuat batas lahan garapan dengan tanaman hidup,

penggarapan tanah dilakukan secara terasering, pengelola wajib membuang

sampah/seresah sisa tanaman keluar wilayah waduk, dan pembatasan

penggunaan bahan kimia antara lain pupuk dan pestisida. Cara penggarapan

tanah dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.13.

Page 75: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Tabel 5.13 Cara Penggarapan Tanah Lahan Pasang Surut yang dilakukan Responden

No Cara Penggarapan

Tanah

Sesuai Tidak Sesuai Jumlah Persentase

(orang) (%) Jumlah Persentase (orang) (%)

1. Tanah yang digarap landai

40 100 0 0

2. Batas lahan garapan dengan galengan kecil

40 100 0 0

3. Penggarapan tanah dengan terasering

40 100 0 0

4. Membuang sampah/seresah sisa tanaman keluar wilayah waduk

40 100 0 0

5. Jarak lahan pasang surut lebih dari waduk lebih dari 4 km

40 100 0 0

6. Membatasi penggunakan bahan kimia (pupuk dan pestisida)

0 0 40 100

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.13 dapat diketahui bahwa cara penggarapan

tanah yang dilakukan oleh responden sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan. Sebanyak 40 responden (100%) mengatakan bahwa lahan

pasang surut yang dikelola untuk kegiatan pertanian merupakan lahan yang

landai, sebab apabila tanah yang yang dikelola terlalu miring mudah

mengalami erosi dan pada saat air mulai pasang tanah akan larut terbawa

air sehingga dapat menyebabkan pendangkalan waduk. Sebanyak 40

responden (100%) membuat batas lahan garapan yang dikelola dengan

lahan garapan orang lain dengan membuat galengan kecil. Alasan

responden membuat galengan kecil sebagai pembatas lahan adalah sebagai

penanda antara lahan yang dikelola dengan lahan yang dikelola orang lain

dan apabila responden membuat batas lahan dengan tanaman hidup, maka

pada saat air mulai pasang tanaman tersebut akan tergenang air dan

tanaman tersebut jika terus menerus tergenang air akan busuk dan mati.

Page 76: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Sebanyak 40 responden (100%) menggarap tanah dengan cara

terasering, alasan responden menggarap tanah dengan cara terasering

adalah apabila air mulai pasang tanah tidak mudah larut terbawa air ke

waduk. Sebanyak 40 responden (100%) membuang sampah/seresah sisa

tanaman keluar wilayah waduk. Alasan responden membuang

sampah/seresah sisa tanaman keluar wilayah waduk adalah untuk

mencegah terjadinya pendangkalan waduk, seresah sisa tanaman biasanya

oleh responden dibawa pulang untuk pakan ternak, yaitu sebanyak 35

responden (87,5%) dan untuk dijual sebanyak 5 responden (12,5%).

Sebanyak 40 responden (100%) lahan yang dikelola berjarak lebih

dari 4 km dari waduk. Lahan yang dikelola responden semuanya berjarak

kurang lebih 10 km dari waduk, karena Desa Gebang sendiri terletak

kurang lebih 10 km dari waduk dan sebanyak 40 responden (100%) masih

menggunakan bahan kimia (pupuk dan pestisida). Selama ini responden

masih menggunakan pupuk dan pestisida kimia, alasannya adalah apabila

menggunakan pupuk kimia pertumbuhan tanaman lebih cepat, Penggunaan

pupuk organik dilakukan hanya pada waktu pengolahan tanah yaitu sebagai

pupuk dasar. Hal tersebut dilakukan karena untuk menjaga kesuburan

tanah.

Pihak perusahaan Umum Jasa Tirta pernah mengadakan sosialisasi

mengenai pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian kepada

para petani pengelola lahan pasang surut. Sosialisasi tersebut dilakukan

oleh pihak Perusahaan Umum Jasa Tirta yang bekerjasama dengan pihak

desa. Alur sosialisasi mengenai pengelolaan lahan pasang surut untuk

kegiatan pertanian dapat dilihat pada gambar 5.3.

Page 77: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Gambar. 5.3 Alur Sosialisasi Pengelolaan Lahan Pasang Surut untuk Kegiatan

Pertanian

Berdasarkan gambar 5.3 dapat diketahui bahwa sosialisasi yang

dilakukan oleh Pihak Perusahaan Umum Jasa Tirta berawal dari tingkat

kecamatan. Sosialisasi di tingkat kecamatan dilakukan dengan mengundang

aparat pemeritahan seperti Camat dan Kepala Desa. Selain itu, pihak

Perusahaan Umum Jasa Tirta juga mengundang beberapa petani pengelola

lahan pasang surut sebagai perwakilan dari petani pengelola. Setelah

sosialisasi dilakukan di tingkat kecamatan, kemudian Kepala Desa beserta

pengawas melakukan sosialisasi kepada para petani pengelola lahan pasang

surut. Sosialisasi dilakukan disetiap dusun yang bersamaan dengan

perkumpulan rutin tingkat dusun.

C. Permasalahan dalam Pengelolaan Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian

Permasalahan pengelolaan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur

untuk kegiatan pertanian merupakan permasalahan yang dihadapi responden

dalam pengelolaan lahan pasang surut yang meliputi: permasalahan dalam

mengajukan permohonan untuk mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan

pertanian, permasalahan dalam menentukan lahan pasang surut yang boleh

ditanami, permasalahan dalam menentukan jenis tanaman yang boleh ditanam

pada lahan pasang surut, dan permasalahan dalam menggarap tanah. Ada atau

tidak permasalahan yang dialami responden dalam pengelolaan lahan pasang

Pihak Perusahaan Umum Jasa Tirta memberikan sosialisasi mengenai pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian di tingkat Kecamatan

Pihak kecamatan memberikan sosialisasi mengenai pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian yang telah disosialisasikan di tingkat kecamatan kepada pihak desa

Pihak desa bersama pengawas memberikan sosialisasi di dusun-dusun mengenai pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian kepada petani pengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

Page 78: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

surut untuk kegiatan pertanian berdasarkan penelitian di Desa Gebang dapat

dilihat pada Tabel 5.14.

Tabel 5.14 Permasalahan yang dialami Responden dalam Mengajukan Permohonan Mengelola Lahan Pasang Surut, Menentukan Lahan Pasang Surut yang Boleh ditanami, Menentukan Jenis Tanaman yang Boleh ditanam pada Lahan Pasang Surut, dan Permasalahan dalam Menggarap Tanah

No

Jenis Permasalahan

Ada Permasalahan Tidak Ada

Permasalahan

Jumlah Persentase

(orang) (%) Jumlah Persentase (orang) (%)

1. Permasalahan dalam mengajukan permohonan untuk mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

0 0 40 100

2. Permasalahan dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian a. Permasalahan dalam

menentukan daerah pasang surut yang boleh ditanami

0 0

40 100

b. Permasalahan dalam menentukan jenis tanaman yang boleh ditanam pada lahan pasang surut

0 0 40 100

c. Permasalahan dalam menggarap tanah lahan pasang surut

0 0 40 100

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.14 dapat diketahui bahwa sebanyak 40 responden

(100%) mengatakan bahwa mereka tidak mengalami permasalahan dalam

mengajukan permohonan untuk mengelola lahan pasang surut. Permohonan

untuk mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian dilakukan

dengan cara responden mendaftar secara langsung kepada pengawas lahan

pasang surut, kemudian pengawas melakukan pendataan dan pengecekan

lahan apakah masih terdapat lahan pasang surut yang kosong. Apabila masih

terdapat lahan yang kosong, pengawas lahan pasang surut melaporkan kepada

pihak terkait yaitu Perusahaan Umum Jasa Tirta untuk meminta ijin mengelola

Page 79: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian. Setelah mendapatkan ijin dari

pihak Perusahan Umum Jasa Tirta, maka responden langsung dapat mengelola

lahan pasang surut tersebut untuk kegiatan pertanian dengan memperhatikan

ketentuan pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian yang

sudah ditetapkan.

Sebanyak 40 responden (100%) mengatakan bahwa mereka tidak

mengalami permasalahan dalam menentukan lahan yang boleh ditanami,

karena lahan yang ditanami sudah ditentukan oleh pengawas lahan pasang

surut sehingga masyarakat yang ingin mengelola lahan tinggal mendaftar dan

menentukan letak lahan yang akan dikelola.

Sebanyak 40 responden (100%) tidak mengalami permasalahan dalam

menentukan jenis tanaman yang akan ditanam pada lahan pasang surut, karena

tanaman yang diperbolehkan untuk ditanam pada lahan pasang surut menurut

responden sesuai dengan kebutuhan responden. Tanaman yang ditanam oleh

responden adalah padi.

Sebanyak 40 responden (100%) tidak mengalami permasalahan dalam

penggarapan tanah, karena ketentuan yang ditetapkan mengenai cara

penggarapan tanah pada lahan pasang surut menurut responden sudah sesuai

dengan yang responden lakukan, sehingga responden tidak mengalami

permasalahan dalam penggarapan tanah. Tanah yang digarap oleh responden

landai/datar, penggarapan tanah secara terasering, responden membuat batas

lahan garapan dengan galengan, dan responden juga membuang sampah sisa

tanaman ke luar dari wilayah waduk. Biasanya responden yang mempunyai

hewan ternak, sisa tanaman oleh responden dibawa pulang untuk pakan

ternak. Tetapi, bagi responden yang tidak mempunyai hewan ternak sisa

tanaman tersebut dijual. Responden melakukan olah tanah dengan

menggunakan traktor.

Menurut pengawas lahan pasang surut Desa Gebang, masalah

pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian yang sering terjadi

adalah pada waktu air pasang besar, hal tersebut dapat menyebabkan tanaman

yang belum waktu panen tergenang air sehingga tidak bisa panen. Tetapi,

Page 80: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

masyarakat (responden) tidak menganggap itu sebagai suatu permasalahan

karena mereka sudah menyadari bahwa itu sudah menjadi resiko yang harus

mereka hadapi dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

dan masyarakat (responden) sudah ikhlas apabila tanamannya tergenang air.

Sebenarnya, pihak pengelola waduk yaitu Perusahaan Umum Jasa

Tirta sudah mengantisipasi apabila air sudah melebihi 136 meter di atas

permukaan air laut, maka pintu air keluar waduk akan dibuka. Tetapi,

terkadang pintu air tidak dapat segera dibuka karena kondisi bawah (DAS

Bengawan Solo) dalam keadaan penuh (banjir), sehingga pihak Perusahaan

Umum Jasa Tirta tidak berani membuka pintu air. Hal tersebut yang dapat

menyebabkan tanaman pada lahan pasang surut tergenang air.

Page 81: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

D. Manfaat Pengelolaan Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian

Manfaat pengelolaan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk

kegiatan pertanian merupakan manfaat yang dirasakan responden dalam

pengelolaan lahan pasang surut yang meliputi: manfaat terhadap kehidupan

sosial, manfaat terhadap ekonomi, dan manfaat terhadap lingkungan sekitar

waduk. Ada atau tidak manfaat yang dirasakan responden dalam pengelolaan

lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian terhadap kehidupan sosial,

ekonomi, dan lingkungan berdasarkan penelitian yang dilakukan di Desa

Gebang dapat dilihat pada Tabel 5.15.

Tabel 5.15 Manfaat Pengelolaan Lahan Pasang Surut untuk Kegiatan Pertanian terhadap Kehidupan Sosial Responden, Ekonomi Responden dan Lingkungan

No Jenis Manfaat Ada Manfaat Tidak Ada Manfaat

Jumlah Persentase (orang) (%)

Jumlah Persentase (orang) (%)

1. Manfaat sosial

a. Teknologi pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian yang ditetapkan dapat diterima dengan baik oleh responden

b. Tidak pernah terjadi konflik dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

40 100

40 100

0 0

0 0

2. Manfaat ekonomi

a. Terdapat keuntungan dari pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

b. Hasil pengelolaan lahan pasang surut dapat untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga sehari hari

40 100 9 22,5

0 0 31 77,5

3. Manfaat lingkungan: Pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian tidak menyebabkan pendangkalan waduk (sedimentasi)

40 100

0 0

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Page 82: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Berdasarkan Tabel 5.15 dapat diketahui bahwa sebanyak 40 responden

(100%) mengatakan bahwa pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan

pertanian bermanfaat terhadap kehidupan sosial responden. Responden

mengatakan bahwa teknologi pengelolaan lahan pasang surut yang ditentukan

dapat diterapkan dan diterima dengan baik oleh responden karena sudah sesuai

dengan yang biasa mereka lakukan, dengan teknologi yang ada dapat

meningkatkan kesadaran dan kepedulian responden dalam pelestarian fungsi

Waduk Gajah Mungkur. Sebanyak 19 responden (47,5%) mengatakan bahwa

teknologi pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian yaitu

mengenai cara panen dahulu kurang dapat diterima dengan baik oleh

responden. Karena cara panen yang dilakukan pada lahan pasang berbeda

dengan cara panen yang dilakukan pada lahan bukan pasang surut, cara panen

pada lahan pasang surut adalah dengan memangkas batang tepat di atas

permukaan tanah. Cara tersebut dianggap di luar kebiasaan responden, tetapi

sekarang responden sudah terbiasa dengan cara panen yang dilakukan pada

lahan pasang surut sehingga teknologi tersebut dapat diterima dan diterapkan

dengan baik oleh responden.

Selain itu berdasarkan Tabel 5.15 juga dapat diketahui bahwa sebanyak

40 responden (100%) mengatakan bahwa selama melakukan pengelolaan

lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian tidak pernah terjadi konflik

diantara pengelola lahan pasang surut, karena dalam pengelolaan lahan pasang

surut responden sudah mempunyai bagian lahan garapan masing-masing.

Walaupun luas lahan pasang surut yang dikelola berbeda-beda, responden

tidak mempunyai rasa iri karena lahan yang dikelola sudah sesuai dengan

kemampuan mereka, sehingga tidak terjadi perebutan lahan yang dapat

menyebabkan konflik.

Berdasarkan Tabel 5.15 dapat diketahui bahwa sebanyak 40 responden

(100%) mengatakan bahwa pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan

pertanian bermanfaat terhadap ekonomi responden. Pengelolaan lahan pasang

surut masih memberikan keuntungan bagi responden. Sebanyak 9 responden

(22,5%) mengatakan bahwa hasil dari pengelolaan lahan pasang surut untuk

Page 83: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

kegiatan pertanian dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga

sehari-hari dan sebanyak 31 responden (77,5%) mengatakan bahwa hasil dari

pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian tidak dapat

digunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga sehari-hari, karena

lahan pasang surut yang dikelola hanya sedikit sehingga hasil yang diperoleh

hanya dapat digunakan untuk menambah mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Keuntungan rata-rata yang diperoleh responden dalam satu kali musim tanam

dapat dilihat pada Tabel 5.16.

Tabel 5.16 Keuntungan Rata-rata Pengelolaan Lahan Pasang Surut yang diperoleh Responden

Luas Lahan (m2)

Keuntungan (Rp)

500 260 250 1000 597 450 1500 1.203 650 2000 1.874 900 2500 2.484 150 3000 2.450 350 4000 2.881 800 5500 4.769 450 6000 5.347 700

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.15 sebanyak 40 responden (100%) mengatakan

bahwa pengelolaan lahan pasang surut bemanfaat terhadap lingkungan sekitar

waduk. Responden mengatakan bahwa pengelolaan lahan pasang surut untuk

kegiatan pertanian yang mereka lakukan dapat mengurangi pendangkalan

(sedimentasi) waduk, karena tanaman yang mereka tanam pada lahan pasang

surut sudah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan sehingga tidak

menyebabkan pendangkalan waduk dan seresah sisa tanaman oleh responden

dibawa pulang untuk pakan ternak dan untuk dijual agar pada saat air pasang

seresah sisa tanaman tidak hanyut terbawa air ke waduk.

Page 84: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 71

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Pengelolaan Lahan Pasang Surut

Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian oleh Masyarakat di Desa

Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri dapat diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengelolaan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk kegiatan

pertanian:

a. Pengajuan permohonan untuk mengelola lahan pasang surut untuk

kegiatan pertanian dilakukan responden dengan cara mendaftar

langsung kepada pengawas lahan pasang surut

b. Sebanyak 39 responden (97,5%) menanam pada daerah pasang surut

sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, yaitu pada ketinggian 136 m

– 138,2 m

c. Sebanyak 40 responden (100%) menanam tanaman semusim yang

berumur pendek dan panennya dengan cara dibabat, yaitu padi

d. Sebanyak 17 responden (42,5%) merupakan masyarakat yang tanahnya

terkena genangan air waduk, sebanyak 32 responden (80%) merupakan

masyarakat yang tidak mempunyai lahan garapan selain lahan pasang

surut, sebanyak 38 responden (95%) mengelola lahan ≤ 5000 m2,

sebanyak dan sebanyak 40 responden (100%) tidak menyewakan lahan

pasang surut yang dikelola kepada orang lain

e. Sebanyak 40 responden (100%) mengelola lahan yang datar, membuat

batas lahan yang dikelola dengan galengan kecil, menggarap tanah

dengan cara terasering, membuang seresah sisa tanaman keluar

wilayah waduk, mengelola lahan pasang surut yang jaraknya lebih dari

4 km dari waduk serta sebanyak 40 responden (100%) masih

menggunakan pupuk dan pestisida kimia

Page 85: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

2. Permasalahan dalam pengelolaan lahan pasang surut Waduk Gajah

Mungkur untuk kegiatan pertanian:

a. Sebanyak 40 responden (100%) tidak mengalami permasalahan dalam

mengajukan permohonan untuk mengelola lahan pasang surut untuk

kegiatan pertanian

b. Sebanyak 40 responden (100%) tidak mengalami permasalahan dalam

menentukan daerah pasang surut yang boleh ditanami

c. Sebanyak 40 responden (100%) tidak mengalami permasalahan dalam

menentukan jenis tanaman yang ditanam pada lahan pasang surut

d. Sebanyak 40 responden (100%) tidak mengalami permasalahan dalam

penggarapan tanah

3. Manfaat pengelolaan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk

kegiatan pertanian:

a. Sebanyak 40 responden (100%) mengatakan bahwa teknologi

pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian dapat

diterima dengan baik dan sebanyak 40 responden (100%) mengatakan

bahwa tidak pernah terjadi konflik dalam pengelolaan lahan pasang

surut untuk kegiatan pertanian

b. Sebanyak 40 responden (100%) mengatakan bahwa pengelolaan lahan

pasang surut untuk kegiatan pertanian bermanfaat terhadap ekonomi

responden

c. Sebanyak 40 responden (100%) mengatakan bahwa pengelolaan lahan

pasang surut untuk kegiatan pertanian bermanfaat terhadap lingkungan

sekitar waduk

B. Saran

Bagi pihak Perusahaan Umum Jasa Tirta sebaiknya dapat memberikan

sanksi yang tegas terhadap masyarakat (responden) yang melanggar ketentuan

pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian yaitu mengenai

daerah yang boleh ditanami untuk kegiatan pertanian.