BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 2.1.1 Hakikat...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 2.1.1 Hakikat...
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Hakikat Atletik
Atletik merupakan ibu dari seluruh cabang olahraga. Karena dalam cabang
olahraga apapun, mengandung unsur-unsur atletik. Adapun unsur-unsur atletik
yaitu lari, lompat serta lempar. Hal ini di dukung oleh beberapa pendapat ahli
yaitu Menurut Mitranto dan Slamet (2010:21), atletik dapat dikatakan sebagai
induk dari semua cabang olahraga. Dalam atletik terdapat berbagai gerak dasar
yang terdiri atas lari, lompat, dan lempar. Gerakan lari, lompat, dan lempar
merupakan gerak dasar yang terdapat dalam berbagai cabang olahraga
Lebih lanjut Kurniadi, Deni dan Prapanca, Suro (2010:51), menjelaskan
atletik merupakan salah satu olahraga dengan berbagai cabang, antara lain nomor
lempar, lompat, dan lari. Lempar lembing, lompat jauh, lari jarak pendek, dan lari
sambung merupakan sebagian kecil dari nomor olahraga atletik tersebut. Nomor
olahraga atletik sangat menarik untuk dilakukan karena di dalamnya terdapat
berbagai macam jenis olahraga yang dapat bermanfaat bagi kesehatan.
2.1.2 Hakikat Lari Estafet
Lari sambung atau lari estafet adalah salah satu nomor lomba lari beregu
pada perlombaan atletik yang dilaksanakan secara berantai atau sambung-
menyambung. Hal ini di dukung oleh pendapat para ahli sebagai berikut:
Menurut Trianggoro (01/10/2013), lari sambung atau lari estafet adalah
salah satu nomor lomba lari pada perlombaan atletik yang dilaksanakan secara
8
bergantian atau berantai. Dalam satu regu lari sambung ada empat orang pelari,
yaitu pelari pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Pada nomor lari sambung ada
kekhususan yang tidak akan dijumpai pada nomor lari yang lain, yaitu
memindahkan tongkat sambil berlari cepat dari pelari kesatu kepada pelari
berikutnya. Nomor lari sambung yang sering diperlombakan adalah nomor 4x100
meter dan nomor 4x400 meter. Dalam melakukan lari sambung bukan teknik lari
saja yang perlu diperhatikan, tetapi pemberian dan menerima tongkat di zona
(daerah) pergantian seperti penyesuaian jarak dan kecepatan dari setiap pelari.
Menurut Kurniadi dan Prapanca (2010:11) mengemukakan bahwa, lari
estafet atau lari sambung termasuk salah satu lari cepat yang dilakukan oleh setiap
regu dengan jumlah 4 orang. Caranya, yaitu lari secara berurutan dan
menyambung dengan cara memberikan tongkat estafet dari pelari kesatu, kedua,
dan seterusnya. Lebih lanjut Mitranto dan Slamet (2010:23) mengemukakan, lari
sambung atau lari estafet merupakan lari dalam cabang atletik. Lari ini adalah lari
beregu di mana pelari secara bersambung bergantian membawa tongkat estafet
dari garis start menuju garis finish. Dalam catatan sejarah olimpiade modern,
perlombaan lari estafet pertama kali diselenggarakan pada Olimpiade V di
Stockholm tahun 1912. Jarak yang dilombakan lari ini adalah 4 x 100 m dan 4 x
400 m. Keberhasilan suatu regu estafet sangat ditentukan oleh kelancaran
pergantian tongkat. Regu dengan pelari cepat dipastikan dapat memenangkan
permainan.
Hal tersebut diperkuat oleh Widyastuti dan Suci (2010:79), Lari sambung
adalah lari yang dilakukan oleh beberapa orang pelari (biasanya 4 orang) secara
sambung-menyambung. Lari sambung atau lari estafet termasuk dalam nomor lari
jarak pendek. Lari ini dilakukan secara bersambung dan bergantian oleh empat
pelari dengan membawa tongkat dari garis start sampai garis finish.
Lebih lanjut, Isnaini dan Suranto (2010:21) mengemukakan, lari sambung
disebut juga dengan lari estafet. Pelaksanaan dalam lari sambung dilakukan oleh
empat pelari dalam satu tim. Pelari pertama melakukan start jongkok sambil
membawa tongkat estafet. Hal ini yang paling utama dan ikut menentukan
kecepatan satu tim, dalam pelaksanaan lari sambung yaitu pada saat penyerahan
tongkat dari pelari yang satu ke pelari berikutnya, pada dasarnya sama dengan
teknik lari jarak pendek 100 meter. Secara umum, nomor lari jarak pendek ini
miliki karakteristik sebagai berikut : a) sikap badan condong ke depan, b) angkah
kaki harus lebih panjang, c) ujung telapak kaki selalu terkena tanah, d) jari-jari
tangan dikepalkan atau dibuka rapat dan rileks serta ayunan tangan harus
terkoordinasi dengan gerak kaki.
Hal tersebut didukung oleh Sutrisno dan Khafadi (2010:32), Lari
sambung/lari estafet merupakan nomor lari dalam cabang olahraga atletik. Lari
sambung/lari estafet adalah lari beregu yang pelarinya secara bersambung (estafet)
bergantian membawa tongkat estafet dari garis start sampai dengan finish. Pada
nomor ini tiap regu terdiri atas empat atlet. Sebagai nomor beregu diperlukan
kerja sama yang baik terutama dalam pemberian dan penerimaan tongkat. Selain
kekompakan regu, strategi penempatan pelari dan teknik-teknik lari jarak pendek
pada lari sambung juga sangat mempengaruhi kecepatan.
Lebih lanjut Hadfiq dan Nurfitri (2010:33), lari sambung pada dasarnya
adalah melakukan gerak lari secepat mungkin dengan membawa tongkat. Pada lari
sambung terjadi perpindahan tongkat dalam regu. Satu regu lari sambung
beranggotakan empat pelari, yaitu pelari pertama, pelari kedua, pelari ketiga, dan
pelari keempat. Jarak nomor lari sambung yang diperlombakan adalah 4 × 100 m
dan 4 × 400 m. Hal ini menunjukkan bahwa lari sambung termasuk lari jarak
pendek atau lari cepat. Hal yang perlu diperhatikan dalam lari sambung adalah
cara perpindahan tongkat antarpelari. Setiap pelari harus dapat melakukan teknik
ini dengan benar sehingga tidak menghambat kecepatan berlari.
2.1.3 Teknik Lari Estafet
Dalam pelaksanaan lari estafet atau lari sambung ada beberapa teknik
dasar yang harus dikuasai antara lain:
Menurut Sutrisno dan Khafadi (2010:32), hal yang harus dikuasai oleh
pelari Estafet yaitu teknik memegang tongkat estafet. Ujung tongkat dipegang
dengan tangan kiri atau kanan menurut kebutuhan atau pegangan yang dirasakan
enak oleh pelari, sedangkan ujung yang lain dipegang oleh penerima berikutnya.
Teknik memegang tongkat estafet dibedakan menjadi berikut ini.
1) Teknik Memegang Tongkat ketika Akan Start
a) Tongkat dipegang dengan pangkal ibu jari, jari kelingking, dan jari manis
sehingga ketika start, ibu jari dan jari telunjuk menjadi tumpuan berat
badan di atas garis start.
b) Memegang tongkat dengan pangkal ibu jari dan jari tengah sehingga
ketika start ibu jari dan telunjuk menjaditumpuan berat badan di atas garis
start.
2) Teknik Memegang Tongkat ketika Akan Memberikan Tongkat
Teknik ini adalah tongkat dipegang agak ke ujung belakang. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan pelari memberikan tongkat pada pelari berikutnya.
Menurut Wahyuni dkk (2010:137-139) mengemukakan yaitu Ada beberapa hal
yang harus dikuasai dalam perlombaan lari sambung yaitu :
1) Teknik memberikan tongkat
(a) Memberikan tongkat dari bawah. Cara melakukannya, yaitu tangan yang
memegang tongkat diayunkan dari belakang ke arah depan melalui bawah
ke tangan penerima tongkat.
(b) Memberikan tongkat dari atas. Cara melakukannya, yaitu tangan kanan
yang memegang tongkat diayunkan dari belakang ke depan atas, kemudian
tongkat diletakkan di telapak tangan kiri penerima tongkat.
2) Teknik menerima tongkat sebagai berikut.
(a) Menerima tongkat dengan cara melihat (visual/sightpass).
(b) Menerima tongkat dengan cara tidak melihat (nonvisual/blind pass).
3) Teknik Pemberian dan Penerimaan Tongkat.
Ada dua cara teknik pemberian dan penerimaan tongkat lari sambung,
yaitu sebagai berikut :
a) Pemberian dan penerimaan tongkat dari bawah, yaitu sebagai berikut.
Pelari I dari start memegang tongkat dengan tangan kiri, pelari II
sambil lari secepatnya mengayunkan tangan kanan ke belakang dengan
telapak tangan ibu jari terpisah dengan jari-jari lain yang rapat. Setelah itu,
pelari I mengayunkan tangan kirinya melalui bawah ke depan dan
memberikan tongkatnya kepada pelari II. Setelah tongkat diterima tangan
kanan pelari II, sambil berlari tongkat dipindah ke tangan kiri, kemudian pelari
III pada waktu menerima tongkat, tangan kanan diayunkan ke belakang
dengan jari-jari rapat ibu jari dibuka, pelari ke-II memberikan tongkat dari
arah bawah. Setelah tongkat diterima, tongkat dipindah ke tangan kiri sambil
lari secepatnya. Selanjutnya, pelari IV menerima tongkat dari pelari III dengan
tangan kanan, lalu tongkat dipindah ke tangan kiri tetapi langsung dibawa lari
sampai garis finish.
b) Pemberian dan penerimaan tongkat dari atas sebagai berikut.
Pelari I melakukan start jongkok sambil memegang tongkat dengan
tangan kanan, setelah ada aba-aba, ”yak”. Kemudian lari secepatnya dengan
memegang tongkat. Pelari II setelah ada tanda dari pelari I langsung lari
sambil tangan kiri diayunkan ke belakang dengan telapak tangan menghadap
ke atas. Jari-jari rapat ibu jari dibuka. Pelari I memberikan tongkatnya melalui
atas di telapak tangan kiri pelari II, untuk dibawa lari kemudian diberikan
pelari III diterima dengan tangan kanan, selanjutnya pelari III memberikan
kepada pelari IV diterima dengan tangan kiri. Selanjutnya, dibawa lari sampai
melewati garis finish.
2.1.4 Pengoperan Tongkat Non Visual
Pengoperan tongkat secara non visual adalah cara pengoperan tongkat
yang dilakukan dengan cara penerima tongkat tidak melihat ke arah pemberi
tongkat. Cara ini membutuhkan komunikasi yang baik dari pemberi dan penerima
tongkat. Pengoperan tongkat secara visual biasanya digunakan pada nomor lari 4
x 100 meter. Hal ini didukung oleh pendapat para ahli sebagai berikut:
Menurut Hafiq dan Nurfitri (2010:33) menjelaskan bahwa, pengoperan
tongkat non visual yaitu sebuah cara yang sering digunakan oleh pelari yang
sudah mengenal satu sama lain karena membutuhkan kerja sama dan saling
pemahaman antarpelari. Cara ini biasa digunakan dalam lari sambung 4 × 100
meter. Dalam teknik ini, pelari menerima tongkat dengan berlari tanpa melihat
tongkat yang akan diterimanya.
Menurut Wahyuni, dkk (2010:63), Dengan cara ini pada saat tongkat
diberikan, si penerima tidak melihat ke arah pemberi. Ada beberapa cara
melakukannya, tetapi sampai saat ini hanya ada dua macam yang bisa digunakan,
yaitu sebagai berikut.
1) Seperti cara visual nomor (3), tetapi tidak melihat ke arah pemberi.
2) Hampir sama dengan di atas, hanya saja cara meluruskan tangan kanan benar-
benar menghadap ke atas. Tongkat diberikan dari atas ke bawah.
Kedua cara pada non visual di atas banyak dipakai pada lari estafet 4 × 100
meter.
Menurut Sutrisno dan Khafadi (2010:32), cara nonvisual adalah teknik
menerima tongkat dengan cara tidak menoleh/ melihat ke belakang ketika tongkat
berpindah tangan. Cara melakukannya adalah sebagai berikut:
1) Tangan yang menerima tongkat diayun ke belakang atas, telapak tangan
menghadap atas, keempat jari rapat, dan ibu jari terbuka.
2) Tangan yang menerima tongkat diayun ke belakang dengan telapak tangan
menghadap ke bawah, keempat jari rapat, dan ibu jari terbuka.
3) Tangan yang menerima tongkat dijulurkan ke belakang pinggul dengan
telapak tangan menghadap ke dalam dan jari-jari agak ditekuk, sedangkan ibu
jari dibuka.
Menurut Mitranto dan Slamet (2010:93) menjelaskan bahwa cara ini
adalah penerima tidak melihat pemberi tongkat estafet. Cara ini digunakan pada
lari 4 x 100 m. Cara terbaik pemberian tongkat adalah bila pergantian tongkat saat
keadaan pelari sudah mencapai kecepatan tinggi. Ini terjadi pada 16 m setelah
melewati garis permulaan penggantian
Menurut Widyastuti dan Suci (2010:81) menerangkan bahwa cara ini
dilakukan oleh pelari penerima pada saat menerima tongkat dengan cara tidak
melihat ke belakang (pandangan ke depan) dan tangan penerima dijulurkan ke
belakang. Penerima tongkat dapat menerima tongkat setelah menerima tanda atau
aba-aba dari pemberi tongkat.
Gambar 2.1
Pengoperan tongkat secara non visual
Widyastuti dan Suci (2010:81)
2.1.5 Hakikat Metode Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu pembelajaran kostruktivitas
dimana siswa mengerjakan tugas secara berkelompok. Hal ini di dukung oleh
pendapat para ahli sebagai berikut:
Menurut Slavin dan Abruscato dalam Ridho (2011) di akses tanggal 1
Oktober 2013 mengemukakan, pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk
pembelajaran yang didasarkan faham konstruktivis yang berpandangan bahwa
anak-anak diberi kesempatan agar menggunakan secara sadar strateginya sendiri
dalam belajar, sedangkan guru membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang
lebih tinggi. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
melibatkan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa
anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk
memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan
belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pelajaran.
Menurut Yusuf (2009:1), pembelajaran kooperatif merupakan suatu model
pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok memiliki tingkat kemampuan
berbeda. Dalam menyelasaikan tugas kelom bekerjasama dan membantu untuk
memahami suatu bahan salah satu teman dalam kelompok belum menguasai
bahan pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif bergantung pada kelompok-kelompok kecil.
Meskipun isi dan petunjuk yang diberikan oleh pengajar mencirikan bagian dari
pengajaran, namun pembelajaran kooperatif secara berhati-hati menggabungkan
kelompok-kelompok kecil sehingga anggota-anggotanya dapat bekerja bersama-
sama untuk memaksimalkan pembelajaran dirinya dan pembelajaran satu sama
lainnya. Masing-masing anggota kelompok bertanggungjawab untuk mempelajari
apa yang disajikan dan membantu teman anggotanya untuk belajar. Ketika
kerjasama ini berlangsung, tim menciptakan atmosfir pencapaian, dan selanjutnya
pembelajaran ditingkatkan (Medsker and Holdsworth dalam Fatirul (2012:8).
Lebih lanjut Fatirul (2012:20), mengungkap tentang langkah-langkah
dalam pembelajaran kooperatif adalah:
Tabel 2.1
Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif
No Langkah-Langkah` Tingkah Laku Guru
1 Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa
Pengajar menyampaikan semua tujuan
pelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi
siswa belajar
2 Menyajikan informasi
Pengajar menyajikan informasi pada siswa
dengan jalan pembelajaran kooperatif atau
lewat bahan bacaan
3
Mengorganisasikan
siswa kedalam
kelompok-kelompok
belajar
Pengajar menjelaskan pada siswa
bagaimana caranya membentuk kelompok
belajar dan membantu setiap kelompok agar
melakukan transisi secara efisien
4
Membimbing
kelompok bekerja dan
belajar
Pengajar membimbingkelompok belajar pada
saat siswa mengerjakan tugas
5 Evaluasi
Pengajar mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masing-
masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya
6 Memberikan
penghargaan
Pengajar mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun hasil belajar
individu dan kelompok
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja,
namun siswa juga harus mempelajari ketrampilan-ketrampilan khusus yang
disebut ketrampilan kooperatif. Ketrampilan kooperatif ini berfungsi untuk
melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun
dengan mengambangkan komunikasi antar anggota kelompok. Sedangkan
peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama
kegiatan. Ketrampilan-ketrampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut :
1) Ketrampilan kooperatif tingkat awal, meliputi; a) menggunakan kesepakatan,
b) menghargai kontribusi, c) mengambil giliran dan berbagi tugas, d) berada
dalam kelompok, barada dalam tugas, mendorong partisipasi, mengundang
orang lain untuk berbicara menyalesaikan tugas pada waktunya dan
menghormati perbedaan individu
2) Ketrampilan kooperatif tingkat menengah, meliputi a) menunjukkan
penghargaan dan simpati, b) mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara
yang dapat diterima, c) mendengarkan dengan aktif, bertanya, d) membuat
ringkasan, menafsirkan, mengatur dan mengorganisir, menerima tanggung
jawab, mengurangi ketegangan
3) Ketrampilan kooperatif tingkat mahir, meliputi : a) mengolaborasi, memeriksa
dengan cermat, menetapkan tujuan dan berkompromi
2.1.6 Beberapa Variasi dalam Model Kooperatif
Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, namun
terdapat beberapa variasi dari model tersebut. Menurut Yusuf (2009:5), beberapa
variasi dalam model kooperatif tersebut diuraikan seperti berikut:
1) Student teams-achievement Division (STAD)
STAD atau team siswa kelompok prestasi merupakan jenis pembelajaran
kooperatif yang sederhana, yang terdiri dari 4 – 5 orang perkelompok yang harus
heterogen. Guru menyajikan pelajaran, dan siswa dalam tim bekerja didalam tim
dan memastikan seluruh anggotanya telah menguasai pelajaran.
2) Team-games-Tournaments (TGT)
Dalam TGT siswa memainkan permainan dengan anggota tim lain untuk
memperoleh tambahan poin pada skor mereka. Permainan ini berupa pertanyaan-
pertanyaan yang relevan dengan pelajaran yang diberikan dengan membuatnya
diatas kartu-kartu.
3) Jigsaw
Model Jigsaw terdiri dari 5 atau 6 orang yang heterogen dalam satu
kelompok. Tiap-tiap kelompok diberi materi yang berbeda-beda, dan
menyampaikan materi tersebut kepada team lain hingga sejelas-jelasnya. Dan
demikian pula dengan kelompok lain, hingga keseluruhan materi selesai, dan
diakhir siswa diberi kuis per individu, dengan diberikan penambahan kepada
kelompoknya.
Ditambahkan oleh Fatirul (2012:52), variasi dalam model kooperatif
tersebut diuraikan seperti berikut:
4) Investigasi Kelompok ( IK )
Model ini merupakan model Cooperative Learning yang paling kompleks
dan sulit diterapkan. Adapun hal yang harus di perhatihan dalam model ini
meliputi:
a) Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang rumit yaitu
mengajar siswa ketrampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik.
b) Pengajar membagi kelompok dengan anggota 5 atau 6 yang heterogen.
c) Untuk beberapa kasus, kelompok dibentuk dengan mem-pertimbangkan
keakraban atau minat yang sama dalam topik tertentu.
d) Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki.
e) Kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya pada seluruh
kelas.
Dilebih Lanjut oleh Fatirul (2012:52) menetapkan 6 tahap IK yaitu:
1) Pemilihan Topik : Siswa memilih topik yang biasanya sudah ditetapkan oleh
pengajar, selanjutnya siswa diorganisasi menjadi 2 s/d 6 anggota tiap
kelompok menjadi kelompok yang berorientasi tugas dimana dalam kelompok
hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis.
2) Perencanaan Kooperatif : Siswa dan pengajar merencanakan prosedur
pembelajaran dan tujuan khusu yang konsisten dengan topik yang dipilih.
3) Implementasi : Siswa menerapkan rencana yang telah dikembangkan.
Kegiatan hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan ketrampilan yang luas
dan juga mengarahkan siswa pada jenis sumber belajar yang berbeda baik
didalam maupun diluar kelas. Pengajar secara ketat mengikuti kemajuan tiap
kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan.
4) Analisis dan Sistesis : siswa menganalisi dan mengevaluasi informasi dan
merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkat dan disajikan dengan
menarik untuk dipresentasikan pada seluruh kelas.
5) Presentasi Hasil Final : semua kelompok mempresentasikan dengan menarik
agar siswa lain saling terlibat sehingga memperoleh perspektif yang lebih luas
dan presentasi ini dikoordinasi oleh pengajar.
6) Evaluasi : Kelompok-kelompok menangi aspek yang berbeda dari topik yang
sama, siswa dan pengajar mengevaluasi tiap kontribusi kelompom terhadap
kerja kelas. Evaluasi dalam bentuk individual dan kelompok.
2.1.7 Metode Kooperatif STAD Pada Pembelajaran Estafet
Ada beberapa macam metode kooperatif, salah satunya yaitu Student
Teams Achievement Division (STAD). STAD merupakan pembelajaran kelompok
yang paling mudah di terapkan pada siswa. Kerena siswa dapat lebih memahami
materi yang diajarkan oleh guru.
Menurut Sudrajat dalam Anjarsari (di unduh tanggal 16 November 2013),
Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana, sehingga tipe ini dapat digunakan oleh guru-
guru yang baru mulai menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif. Siswa
ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat orang yang
merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin, dan suku. Guru
menyajikan pelajaran lari estafet, kemudian siswa bekerja di kelompok mereka
untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi
pelajaran tersebut. Siswa yang berpengetahuan lebih menjadi tutor untuk teman
satu kelompoknya. Ahirnya kepada seluruh siswa diberikan tes tentang materi
tersebut dengan catatan, saat tes mereka tidak boleh saling membantu. Point setiap
anggota tim ini selanjutnya dijumlahkan untuk mendapat skor kelompok. Tim
yang mencapai kriteria tertentu diberikan penghargaan. Dalam STAD, diskusi
kelompok merupakan komponen kegiatan penting karena sangat berperan dalam
aktualisasi kelompok secara sinergis untuk mencapai hasil yang terbaik dan
dalam pembimbingan antara anggota kelompok sehingga seluruh anggota
sebagai satu kesatuan dapat mencapai yang terbaik.
Widyantini dan Pujiati (2008:6-7) menjelaskan bahwa pembelajaran
kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana.
Selain itu, dapat digunakan untuk memberikan pemahaman konsep materi yang
sulit kepada siswa dimana materi tersebut telah dipersiapkan oleh guru melalui
lembar kerja atau perangkat pembelajaran yang lain. Pembelajaran kooperatif tipe
STAD dikembangkan oleh Slavin dkk.
Lebih lanjut, Widyantini dan Pujiati (2008:6-7) mengemukakan bahwa
adapun langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai kompetensi
dasar yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan berbagai pilihan dalam
menyampaikan materi pembelajaran ini kepada siswa. Misal, antara lain
dengan metode penemuan terbimbing atau metode ceramah. Langkah ini tidak
harus dilakukan dalam satu kali pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu.
2. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individu sehingga akan
diperoleh nilai awal kemampuan siswa.
3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5
anggota, dimana anggota kelompok mempunyai kemampuan akademik yang
berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok
berasal dari budaya atau suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan
jender.
4. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang telah
diberikan, mendiskusikannya secara bersama-sama, saling membantu
antaranggota lain, serta membahas jawaban tugas yang diberikan guru. Tujuan
utamanya adalah memastikan bahwa setiap kelompok dapat menguasai konsep
dan materi. Bahan tugas untuk kelompok dipersiapkan oleh guru agar
kompetensi dasar yang diharapkan dapat dicapai.
5. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individu
6. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
7. Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari nilai awal ke nilai kuis berikutnya.
2.1.8 Komponen-Komponen Penting Dari Pembelajaran Kooperatif
Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif nampak merupakan pendekatan
filosofis, apa yang dinyatakan secara kuat oleh pembelajaran kooperatif adalah
bahwa para pengajar memahami komponen-komponen yang membuat kerjasama
itu berjalan. Menurut Johnson, Johnson & Sharan dalam Fatirul (2012:11),
komponen-komponen penting dari pembelajaran kooperatif adalah sebagai
berikut:
1) Ketergantungan positif
Ketergantungan positif berlangsung ketika anggota-anggota kelompok
merasakan bahwa mereka berhubungan dengan satu sama lainnya dalam suatu
cara dimana seseorang tidak dapat mengerjakannya kecuali bekerja bersama.
Anggota kelompok-kelompok kecil berada dalam perahu yang sama. Pada saat
berlayar, kru perahu perlu menyadari bahwa mereka akan tenggelam dan
berenang bersama-sama. Pengajar harus merancang dan mengkomunikasikan
tujuan-tujuan dan tugas-tugas kelompok dalam cara-cara yang membantu
anggota-anggota kelompok untuk mencapai pemahaman tersebut. Selanjutnya
masing-masing anggota kelompok memiliki kontribusi yang unik untuk
melakukan usaha bersama. Pengajar seharusnya mendefinisikan secara jelas
peranan kelompok dan tanggung jawab tugas dan mengacu pada kekuatan-
kekuatan individu anggota.
2) Interaksi promotif langsung
Para pebelajar perlu melakukan kerjasama nyata dalam waktu nyata,
baik pada ruang pelatihan maupun pada pertemuan-pertemuan di luar ruangan.
Selanjutnya, pemrosesan informasi dalam pekerjaan terhadap pencapaian
sebuah tujuan, anggota-anggota kelompok harus meningkatkan keberhasilan
satu sama lainnya dengan menyediakan sumbedaya dan bantuan bersama,
mendukung, menganjurkan, dan menghargai usaha-usaha anggota-anggota
kelompok lainnya. Pengajar seharusnya memberikan contoh-contoh
bagaimana kelompok-kelompok seharusnya berfungsi, seperti menjelaskan
secara lisan bagaimana memecahkan masalah-masalah, mengajarkan
pengetahuan kepada anggota lainnya, memeriksa pemahaman, membahas
konsep-konsep yang dipelajari, dan menghubungkan pembelajaran saat ini
dengan pembelajaran masa lalu. Dengan melakukan hal tersebut, dinamika-
dinamika antar pribadi akan memudahkan pembelajaran. Melalui
peningkatkan pembelajaran langsung satu sama lainnya, anggota-anggota
kelompok memberikan komitmen secara personal kepada anggota-anggota
kelompok lainnya dan juga tujuan-tujuan bersamanya.
3) Akuntabilitas individual dan kelompok
Para pendukung pembelajaran kooperatif menyatakan bahwa dua
tingkatan akuntabilitas disusun menjadi pelajaran-pelajaran pembelajaran
kooperatif. Kelompok harus bertanggung jawab atas pencapaian tujuan-
tujuannya, dan masing-masing anggota harus bertanggungjawab dalam
memberikan kontribusi pekerjaannya. Fasilitator meningkatkan akuntabilitas
individual dengan menilai prestasi dari masing-masing individual agar dapat
memastikan siapa yang membutuhkan lebih banyak bantuan, dukungan, dan
anjuran dalam pembelajaran. Pengajar harus mengakui bahwa salah satu
tujuan dari kelompok-kelompok pembelajaran kooperatif adalah memberikan
hak individual yang lebih kuat bagi para siswa belajar bersama sehingga
mereka dapat mencapai kompetensi individual yang lebih besar.
4) Keterampilan-keterampilan antar pribadi dan kelompok kecil
Pembelajaran kooperatif adalah lebih kompleks dibandingkan dengan
interaksi kelompok tidak terstruktur, yang biasanya menimbulkan
pembelajaran kompetitif atau individual karena para siswa harus ikut serta
secara simultan dalam pekerjaan tugas (mempelajari mata pelajaran) dan
kerjasama (fungsional secara efektif sebagai sebuah kelompok). Selanjutnya,
para fasilitator dari pembelajaran kooperatif harus fokus pada keterampilan-
keterampilan sosial yang harus diajarkan dengan tujuan dan tepat.
Kepemimpinan, pembuatan keputusan, membangun kepercayaan,
komunikasi, dan keterampilan manajemen konflik memungkinkan bagaimana
bekerjasama dan mengerjakan tugas dengan baik, dan ini perlu disampaikan
selama pengajaran. Karena kerjasama dan konflik adalah penting secara
konstruktif untuk keberhasilan jangka panjang kelompok-kelompok
pembelajaran (Johnson & Johnson, dalam Fatirul, 2012:13)
5) Pemrosesan kelompok
Sebagian besar proses-proses pengajaran menekankan pentingnya
penyampaian kandungan pengajaran secara efisien. Tujuan-tujuan yang
ditentukan secara jelas, urutan logis, dan kondisi-kondisi pembelajaran yang
semuanya menentukan seberapa baik bahan ajar akan dipelajari. Artinya,
kemampuan-kemampuan kepemimpinan, membangun kepercayaan, dan
komunikasi dapat diajarkan secara langsung (pekerjaan tugas): yaitu,
keterampilan-keterampilan tersebut dapat dialami dalam sebuah kelompok
kecil (pekerjaan tugas). Kelompok-kelompok perlu menjelaskan apakah
tindakan-tindakan anggota kelompok yang membantu dan tidak membantu
dan membuat keputusankeputusan tentang perilaku-perilaku apa yang
diteruskan atau dirubah. Proses pembelajaran adalah peningkatan yang
berkelanjutan ketika anggota-anggota kelompok menganalisis seberapa baik
mereka bekerjasama, dan bagi kelompok-kelompok kecil untuk mencapai
sebuah tujuan pengajaran dengan baik, dimana mereka harus menempatkan
prosesnya secara sadar.
2.2 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teoritis yang telah diajukan sebelumnya, maka dapat di
ajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: jika menggunakan metode kooperatif
STAD dalam proses pembelajaran maka hasil belajar materi pengoperan tongkat
non visual pada siswa SD Negeri 2 Suwawa Tengah, Kecamatan Suwawa Tengah
Kabupaten Bone Bolango akan meningkat.
2.3 Indikator Kinerja
Ukuran keberhasilan penelitan tindakan kelas ini dilihat melalui indikator
kinerja yang ditetapkan sebagai berikut : apabila 75% dari siswa yang menjadi
subjek penelitian menunjukkan hasil belajar materi pengoperan tongkat dengan
cara non visual hingga mencapai kategori baik dan rentang nilai 75 - 84, maka
penelitian ini dinyatakan sesuai dengan apa yang diharapkan.