BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b....

27
7 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia serta mempengaruhi kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan dibedakan menjadi dua; lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Lingkungan biotik adalah lingkungan yang hidup, misalnya tanah, pepohonan. Sementara lingkungan abiotik mencakup benda-benda tidak hidup seperti rumah, gedung, dan tiang listrik. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Menurut Pramudya Sunu (2001), daya dukung lingkungan pada adalah daya dukung lingkungan adalah kemampuan atau kapasitas ekosistem untuk mendukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus mempertahankan produktivitas, kemampuan adaptasi dan kemampuan memperbaiki diri. Daya dukung lingkungan diartikan sebagai kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia. Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 komponen, yaitu kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative capacity). Carrying capacity atau daya dukung lingkungan mengandung pengertian kemampuan suatu tempat dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu yang panjang. Daya dukung lingkungan dapat pula diartikan kemampuan lingkungan memberikan kehidupan organisme secara sejahtera dan lestari bagi penduduk yang

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b....

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

7

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan

fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya

pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Lingkungan

adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia serta mempengaruhi kehidupan

manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan dibedakan

menjadi dua; lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Lingkungan biotik adalah

lingkungan yang hidup, misalnya tanah, pepohonan. Sementara lingkungan abiotik

mencakup benda-benda tidak hidup seperti rumah, gedung, dan tiang listrik.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua

benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang

mempengaruhi alam itu sendiri kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia

serta makhluk hidup lain.

Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar

keduanya. Menurut Pramudya Sunu (2001), daya dukung lingkungan pada adalah daya

dukung lingkungan adalah kemampuan atau kapasitas ekosistem untuk mendukung

kehidupan organisme secara sehat sekaligus mempertahankan produktivitas,

kemampuan adaptasi dan kemampuan memperbaiki diri. Daya dukung lingkungan

diartikan sebagai kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia. Daya

dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 komponen, yaitu kapasitas penyediaan

(supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative capacity). Carrying

capacity atau daya dukung lingkungan mengandung pengertian kemampuan suatu

tempat dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu

yang panjang. Daya dukung lingkungan dapat pula diartikan kemampuan lingkungan

memberikan kehidupan organisme secara sejahtera dan lestari bagi penduduk yang

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

8

mendiami suatu kawasan. Berkurangnya daya dukung lingkungan akan berakibat

pula terhadap kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia. Begitu pula

dengan Tempat Pembuangan Sampah (TPS). TPS memiliki kemampuan sampai batas dan

waktu tertentu untuk menampung sampah yang terus meningkat setiap harinya.

1. Sampah

a. Pengertian Sampah

Sampah merupakan bahan buangan dari kegiatan rumah tangga, komersial,

industri atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia lainnya. Sampah

juga merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah tidak terpakai

(Purwendro & Nurhidayat, 2006).

Menurut Soemirat Slamet (2004), sampah adalah segala sesuatu yang tidak

lagi dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. Sampah ada yang

mudah membusuk dan ada pula yang tidak mudah membusuk. Sampah yang

mudah membusuk terdiri dari zat-zat organik seperti sayuran, sisa daging, daun

dan lain sebagainya, sedangkan yang tidak mudah membusuk berupa plastik,

kertas, karet, logam, abu sisa pembakaran dan lain sebagainya.

Sementara didalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,

disebutkan sampah adalah sisa kegiatan sehari hari manusia atau proses alam yang

berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat

terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan

dibuang ke lingkungan (Slamet, 2002).

Berdasarkan difinisi diatas, maka dapat dipahami sampah adalah :

1) Sampah yang dapat membusuk (garbage), menghendaki pengelolaan yang

cepat. Gas-gas yang dihasilkan dari pembusukan sampah berupa gas metan dan

H2S yang bersifat racun bagi tubuh.

2) Sampah yang tidak dapat membusuk (refuse), terdiri dari sampah plastik,

logam, gelas karet dan lain-lain.

3) Sampah berupa debu/abu sisa hasil pembakaran bahan bakar atau sampah.

4) Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, yakni sampah B3 adalah sampah

karena sifatnya, jumlahnya, konsentrasinya atau karena sifat kimia, fisika dan

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

9

mikrobiologinya dapat meningkatkan mortalitas dan mobilitas secara bermakna

atau menyebabkan penyakit reversible atau berpotensi irreversible atau sakit

berat yang pulih.

5) Menimbulkan bahaya sekarang maupun yang akan datang terhadap kesehatan

atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik.

b. Sumber Sampah

Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

timbulan sampah adalah yaitu :

1) Sampah dari pemukiman penduduk

Pada suatu pemukiman biasanya sampah dihasilkan oleh suatu keluarga

yang tinggal disuatu bangunan atau asrama. Jenis sampah yang dihasilkan

biasanya cendrung organik, seperti sisa makanan atau sampah yang bersifat

basah, kering, abu plastik dan lainnya.

2) Sampah dari tempat – tempat umum dan perdagangan

Tempat-tempat umum adalah tempat yang dimungkinkan banyaknya

orang berkumpul dan melakukan kegiatan. Tempat–tempat tersebut mempunyai

potensi yang cukup besar dalam memproduksi sampah termasuk tempat

perdagangan seperti pertokoan dan pasar. Jenis sampah yang dihasilkan

umumnya berupa sisa–sisa makanan, sampah kering, abu, plastik, kertas, dan

kaleng- kaleng serta sampah lainnya.

3) Sampah dari sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah

Yang dimaksud di sini misalnya tempat hiburan umum, pantai, masjid,

rumah sakit, bioskop, perkantoran, dan sarana pemerintah lainnya yang

menghasilkan sampah kering dan sampah basah.

4) Sampah dari industri

Dalam pengertian ini termasuk pabrik – pabrik sumber alam perusahaan

kayu dan lain – lain, kegiatan industri, baik yang termasuk distribusi ataupun

proses suatu bahan mentah. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya

sampah basah, sampah kering abu, sisa – sisa makanan, sisa bahan bangunan.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

10

5) Sampah Pertanian

Sampah dihasilkan dari tanaman atau binatang daerah pertanian, misalnya

sampah dari kebun, kandang, ladang atau sawah yang dihasilkan

c. Jenis-Jenis Sampah

Menurut Daniel (2009) terdapat tiga jenis sampah, di antaranya :

1) Sampah organik adalah sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang bisa terurai

secara alamiah/biologis, seperti sisa makanan dan guguran daun. Sampah jenis

ini juga biasa disebut sampah basah.

2) Sampah anorganik adalah sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang sulit

terurai secara biologis. Proses penghancurannya membutuhkan penanganan

lebih lanjut di tempat khusus, misalnya plastik, kaleng dan styrofoam. Sampah

jenis ini juga biasa disebut sampah kering.

3) Sampah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah limbah dari bahan-bahan

berbahaya dan beracun seperti limbah Rumah Sakit, limbah pabrik dan lain-

lain.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kuantitas dan Kualitas Sampah

Menurut Slamet (2004) sampah baik kualitas maupun kuantitasnya

sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat.

Beberapa faktor yang penting antara lain :

1) Jumlah Penduduk

Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak penduduk semakin

banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah pun berpacu dengan laju

pertambahan penduduk.

2) Keadaan sosial ekonomi

Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak

jumlah perkapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnya pun semakin

banyak bersifat tidak dapat membusuk. Perubahan kualitas sampah ini,

tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta kesadaran

masyarakat akan persoalan persampahan. Kenaikan kesejahteraan ini pun akan

meningkatkan kegiatan konstruksi dan pembaharuan bangunan-bangunan,

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

11

transportasi pun bertambah, dan produk pertanian, industri dan lain-lain

akan bertambah dengan konsekuensi bertambahnya volume dan jenis sampah.

3) Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah,

karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan

dan produk manufaktur yang semakin beragam pula.

4) Tingkat pendidikan

Menurut Hermawan (2005) Untuk meningkatkan mutu lingkungan,

pendidikan mempunyai peranan penting karena melalui pendidikan,

manusia makin mengetahui dan sadar akan bahaya limbah rumah tangga

terhadap lingkungan, terutama bahaya pencemaran terhadap kesehatan

manusia dan dengan pendidikan dapat ditanamkan berpikir kritis, kreatif dan

rasional. Semakin tinggi tingkat pendidikan selayaknya semakin tinggi

kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam pengelolaan sampah.

e. Dampak Negatif Sampah

Pengaruh negatif dari sampah terhadap kesehatan, lingkungan maupun

sosial ekonomi dan budaya masyarakat, antara lain :

1) Pengaruh terhadap kesehatan

a) Pengolahan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah

sebagai tempat perkembangbiakan sektor penyakit seperti lalat atau tikus

b) Insidensi penyakit Demam Berdarah dengue akan meningkat karena

vector penyakit hidup dan berkembang biak dalam sampah kaleng

maupun ban bekas yang berisi air hujan

c) Terjadinya kecelakaan akibat pembuangan sampah secara sembarangan

misalnya luka akibat benda tajam seperti besi, kaca dan sebagainya

d) Gangguan psikosomatis, misalnya sesak nafas, insomnia, stress dan lain-

lain.

2) Pengaruh terhadap lingkungan

a) Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

12

b) Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan gas-

gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.

c) Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan

bahaya kebakaran yang lebih luas.

d) Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan

menyebabkan aliran air terganggu dan saluran air akan menjadi

dangkal.Apabila musim hujan datang, sampah yang menumpuk dapat

menyebabkan banjir dan mengakibatkan pencemaran pada sumber air

permukaan atau sumur dangkal. Air banjir dapat mengakibatkan

kerusakan pada fasilitas masyarakat seperti jalan, jembatan dan saluran

air.

3) Pengaruh terhadap sosial ekonomi dan budaya masyarakat

a) Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial

budaya masyarakat setempat

b) Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok, akan menurunkan minat

dan hasrat orang lain (turis) untuk datang berkunjung ke daerah tersebut

c) Dapat menyebabkan terjadinya perselisihan antara penduduk setempat

dan pihak pengelola (misalnya kasus TPA Bantar Gebang, Bekasi)

d) Angka kasus kesakitan meningkat dan mengurangi hari kerja dan

produktifitas masyarakat menurun

e) Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang

besar sehingga dana untuk sektor lain berkurang

f) Penurunan pemasukan daerah (devisa) akibat penurunan jumlah

wisatawan yang diikuti dengan penurunan penghasilan masyarakat

setempat

g) Penurunan mutu dan sumber daya alam sehingga mutu produksi

menurun dan tidak memiliki nilai ekonomis.

h) Penumpukan sampah di pinggir jalan menyebabkan kemacetan lalu lintas

yang dapat menghambat kegiatan transportasi barang dan jasa.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

13

f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan Sampah

Beberapa hal yang menyebabkan sampah menjadi sulit dikelola diantaranya

sebagai berikut:

1) Pesatnya perkembangan teknologi, lebih cepat dari kemampuan masyarakat

untuk mengelola dan memahami masalah persampahan.

2) Meningkatnya tingkat hidup masyarakat yang tidak disertai dengan

keselarasan pengetahuan tentang persampahan.

3) Meningkatnya biaya operasi, pengelolaan dan konstruksi di segala bidang

termasuk bidang persampahan.

4) Kebiasaan pengelolaan sampah yang tidak efisien, tidak benar,

menimbulkan pencemaran air, udara dan tanah, sehingga juga

memperbanyak populasi vector pembawa penyakit seperti lalat dan tikus.

5) Kegagalan dalam daur ulang maupun pemanfaatan kembali barang bekas

juga ketidakmampuan masyarakat dalam memelihara barangnya sehingga

cepat rusak, Ataupun produk manufaktur yang sangat rendah mutunya,

sehingga cepat menjadi sampah.

6) Semakin sulitnya mendapatkan lahan sebagai Tempat Tembuangan Akhir

(TPA) sampah, selain tanah serta formasi tanah yang tidak cocok bagi

pembuangan sampah juga terjadi kompetisi yang semakin rumit akan

penggunaan tanah.

7) Semakin banyaknya masyarakat yang berkeberatan bahwa daerahnya

dipakai sebagai tempat pembuangan sampah.

8) Kurangnya pengawasan dan pelaksanaan peraturan.

9) Sulitnya menyimpan sampah sementara yang cepat busuk, karena cuaca yang

semakin panas.

10) Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada

tempatnya dan memelihara kebersihan

11) Pembiayaan yang tidak memadai, mengingat bahwa sampai saat ini kebanyakan

sampah dikelola oleh pemerintah

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

14

12) Pengelolaan sampah di masa lalu dan saat sekarang kurang memperhatikan

faktor non teknis dan non teknis seperti partisipasi masyarakat dan penyuluhan

tentang hidup sehat dan bersih (Khairunnisa, 2011).

g. Sampah Kota Terseleksi

Sampah kota terseleksi merupakan sampah kota yang tidak terolah secara

maksimal di TPA (Tempat Pembuangan Akhir), yang terbagi atas sampah organik

dan anorganik, yang terdiri dari styrofoam dan pembungkus makanan ringan,

sedangkan sampah organik komponen berbahan dasar biomass yaitu daun pisang

dan bambu.

2. Pirolisis

a. Prinsip Pirolisis

Biomassa adalah salah satu sumber energi pertama yang digunakan oleh

umat manusia. Dan masih merupakan sumber utama energi di negara-negara

berkembang. Di dunia barat, minat baru dalam biomassa dimulai pada tahun 1970-

an. Arang, yang merupakan bahan bakar tanpa asap digunakan untuk tujuan

pemanasan, telah diproduksi dari biomassa kayu selama ribuan tahun.

Penggunaannya teknologi pertama dapat tanggal kembali ke Zaman Besi ketika

arang digunakan dalam peleburan bijih untuk menghasilkan besi.

Kelemahan dari teknologi pirolisis dahulu termasuk produksi lambat,

menghasilkan energi yang rendah dan polusi udara yang berlebihan. Oleh karena

itu, pengembangan teknologi untuk mendapatkan energi maksimum yang mungkin

dari suatu jenis biomassa terus dilakukan sebagai langkah penting menuju

investasi yang menguntungkan. Saat ini tiga cara yang sering digunakan untuk

mengekstrak energi dari biomassa. Ini adalah pembakaran(eksotermis), gasifikasi

(eksotermis) dan pirolisis (endotermik) (Frassoldati, A,. et al, 2006).

Pembakaran adalah oksidasi bahan bakar biomassa yang sepenuhnya dapat

teroksidasi dan ditransfer menjadi panas. Namun, efisiensi proses ini hanya sekitar

10% dan dengan cara ini penggunaan merupakan sumber polusi yang cukup besar

(Pei-dong, et al 2007 and Thornley, etal, 2009). Gasifikasi adalah proses sebagian

pengoksidasi yang mengubah bahan bakar padat menjadi bahan bakar gas,

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

15

sementara pirolisis adalah tahap pertama dari kedua pembakaran dan gasifikasi

proses (Somerville,2005). Oleh karena itu pirolisis tidak hanya konversi

independen teknologi, tetapi juga bagian dari gasifikasi dan pembakaran (Grønli, et

al 2002), yang terdiri dari degradasi termal dari bahan bakar padat awal dalam gas

dan cairan tanpa agen oksidasi. Proses pirolisis bahan organik sangat kompleks dan

terdiri dari kedua reaksi simultan dan berturut-turut ketika bahan organik

dipanaskan dalam suasana non-reaktif. Dalam proses ini; dekomposisi termal dari

komponen organik dalam biomassa dimulai pada 350 °C-550 °C dan naik ke 700

°C - 800 °C dalam ketiadaan udara / oksigen (Fisher, et al., 2002).

Rantai karbon panjang, hidrogen dan oksigen senyawa dalam biomassa

terurai menjadi molekul yang lebih kecil dalam bentuk gas, uap terkondensasi (tar

dan minyak) dan arang padat dalam kondisi pirolisis. Tingkat dan tingkat

dekomposisi dari masing-masing komponen ini tergantung pada parameter proses

reaktor (pirolisis) suhu, tingkat pemanasan biomassa, tekanan, konfigurasi reaktor,

bahan baku, dan lain-lain. Gambar 1 menunjukkan jalur reaksi yang mungkin

untuk pirolisis biomassa kayu. Ini termasuk tiga kategori produk disamakan,

dimulai dengan reaksi urutan pertama. Lanzetta dan Blasi menemukan bahwa, pada

proses awal pirolisis (250°C-300°C), sebagian besar volatil yang dirilis pada

tingkat awal 10 kali lebih cepat dari langkah berikutnya (Lanzetta and Blasi, 1998).

Gambar 1. Representasi dari jalur reaksi untuk pirolisis kayu

(Venderbosch and Prins, 2010)

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

16

b. Pengertian Pirolisis

Pirolisis didefiniskan sebagai proses degradasi termal dari padatan dalam

kondisi tidak adanya oksigen, yang memungkinkan terjadinya beberapa jalur

konversi thermokimia sehingga padatan tersebut menjadi gas (permanent gasses),

cairan (pyrolitic liquid) dan padatan (char) (Di Blasi, 2008).

Sementara Swithenbank et.al (2005) mendefinisikan pirolisis sebagai

degradasi termal atau deformasi limbah organik dalam kondisi tanpa oksigen dan

dalam kondisi tekanan atmosfer atau vakum untuk menghasilkan char

(carbonaceous char), minyak pirolisis, dan gas pada temperatur yang relatif rendah

berkisar antara 400 0C – 800

0C.

Pirolisis merupakan proses dekomposisi suatu bahan pada suhu tinggi

tanpa adanya udara atau dengan udara terbatas. Proses dekomposisi pada

pirolisis ini juga sering disebut dengan devolatilisasi. Produk utama dari pirolisis

yang dapat dihasilkan adalah arang (char), minyak, dan gas. Arang yang

terbentuk dapat digunakan untuk bahan bakar ataupun digunakan sebagai karbon

aktif. Minyak yang dihasilkan dapat digunakan sebagai zat additif atau campuran

dalam bahan bakar, sedangkan gas yang terbentuk dapat dibakar secara langsung

(A.S Chaurasia., B.V Babu., 2005).

Pirolisis atau devolatilisasi adalah proses fraksinasi material oleh suhu.

Proses pirolisis dimulai pada temperatur sekitar 230°C, ketika komponen yang

tidak stabil secara termal, dan volatile matters pada sampah akan pecah dan

menguap bersamaan dengan komponen lainnya. Produk cair yang menguap

mengandung tar dan polyaromatic hydrocarbon. Pirolisis dari biomasa akan

menghasilkan zat baru yang umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas (H2, CO,

CO2, H2O, dan CH4), tar (pyrolitic oil), dan arang.

Biomassa adalah campuran dari konstituen struktural (hemi-selulosa, selulosa

dan lignin) dan sejumlah kecil ekstraktif yang masing-masing pyrolyze pada

tingkat yang berbeda dan dengan mekanisme dan jalur yang berbeda. Hal ini

diyakini bahwa selama reaksi ini berlangsung karbon menjadi kurang reaktif dan

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

17

membentuk struktur kimia yang stabil, dan akibatnya meningkat energi aktivasi

sebagai tingkat konversi bio-massa meningkat (Demirbas.A, 2004).

Gambar 2. Produk Biomasa

Parameter yang berpengaruh pada kecepatan reaksi pirolisis mempunyai

hubungan yang sangat kompleks, sehingga model matematis persamaan

kecepatan reaksi pirolisis yang diformulasikan oleh setiap peneliti selalu

menunjukkan rumusan empiris yang berbeda (Trianna dan Rochimoellah,

2002).

Menurut Basu (2010) pada reaksi dekomposisi dari biomassa, maka akan

menghasilkan gas, char, dan cairan (bio-oil). Reaksi pirolisis yang berasal dari

biomassa adalah sebagai berikut :

CnHmOp Σliquid CxHyOz + Σ gas CaHbOc + H2O + C

Biomassa Tar Gas air Char

Pirolisis (juga disebut termalisis) dekomposisi termal (panas) dari bahan

organik, seperti pada waktu batubara dipanaskan lebih dari 300 °C tanpa udara

atmosfer. Pada reaksi kimia pirolisis biomasa, terdapat tiga faktor yang

berpengaruh.

1) Bahan baku : komposisi kimia, kadar air.

2) Reaktor : vertical – shaft / batch reactor, rotating tubular

fluidized – bed reactor.

3) Kondisi operasi : suhu pirolisis, waktu pirolisis (waktu tinggal).

Seiring waktu reaksi dan suhu dinaikkan, komposisi dari produk pirolisis

berkembang menjadi komponen yang lebih stabil. Dekomposisi bahan organik

dijabarkan sebagai berikut :

100 – 200 °C : Pengeringan dengan pemanasan, dehidrasi.

Biomassa

Gas

Tar

Char

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

18

250 °C : Hilangnya cairan dan karbon dioksida. Evolusi hidrogen.

340 °C : Putusnya rantai karbon makromolekul.

380 °C : Tahap pirolisis, pengayaan karbon.

400 °C : Pecahnya rantai C-O dan C-H.

400 – 600 °C : Konversi komponen organik cair dalam hal ini untuk

menghasilkan produk pirolisis cair (tar).

600 °C : Pemecahan komponen organik cair untuk menghasilkan

komponen yang stabil (gas, hidrokarbon rantai pendek)

senyawa aromatik (senyawa bensen).

> 600 °C : Pemanasan aromatis menghasilkan bensen dan aromatik

Proses pirolisis dapat dibagi menjadi beberapa fase dimana menjadi

pedoman kesuksesan prosesnya.

1) Fase pengeringan.

2) Fase pirolisis.

3) Fase evolusi gas.

Pada suhu 200 °C pengeringan fisik disertai produksi uap air, jika yang

dimasukkan bahan biomasa yang basah maka perlu disertakan atau dimasukkan

steam (uap air panas) ke dalam reaktor, Pirolisis terjadi pada suhu 200 – 500 °C.

struktur makromolekul pecah menjadi gas, komponen organik cair, karbon padat.

Evolusi gas terjadi pada 500 – 1200 °C, produk hasil pirolisis diturunkan lebih

lanjut, karbon padat dan produk organik cair menghasilkan gas yang stabil.

Hidrokarbon besar molekul besar dipecah menjadi metana dan karbon padat.

Metana direaksikan dengan uap air dikonversi menjadi karbon monoksida dan

hidrogen. Karbon padat direksikan dengan uap air atau karbon dioksida dikonversi

menjadi karbon monoksida dan hidrogen.

Reaksi kimia peruraian selulosa pada biomasa.

3(C6H10O5) 8H2O + C6H8O + 3CO2 + CH4 + H2 + 8C

Selulosa Uap air + Tar +Karbon monoksida + Metana + Hidrogen + Char

Reaksi utama yang terjadi pada fase evolusi gas dijabarkan sebagai berikut.

CnHm xCH4 + y H2 + zC

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

19

CH4 + H2O CO + 3H2

C + H2O CO + H2

C + CO2 2CO

(Ullmann’s, 2002)

Tabel 2. Reaksi kimia peruraian selulosa

Reaksi Produk

C6H10O5 + panas CH4 + 2CO + 3H2O + 3C

C6H10O5 6C + 5H2O(g) Karbon

C6H10O5 0.8 C6H8O + 1.8 H2O(g) + 1.2 CO2 Oil Residu

C6H10O5 2C2H4 + 2CO2 + H2O(g) Etilen

Sumber : Sorensen B, 2004

Selain itu, plastik merupakan polimer yang berat molekulnya tidak bisa

ditentukan, ataupun dihitung. Karena itu, kecepatan reaksi dekomposisi

didasarkan pada perubahan massa atau fraksi massa per satuan waktu. Produk

pirolisis selain dipengruhi oleh suhu dan waktu, juga oleh laju pemanasan

(Ramadhan dan Ali. 2009) .

Tabel 3. Pengaruh Laju Pemanasan, Temperatur dan Waktu Tinggal Terhadap

Produk Akhir Pirolisis

Laju

Pemanasan

Temperatur Waktu

Tinggal

Produk Utama

Tinggi Rendah Singkat (gas) Tar

Rendah Rendah - Char

Tinggi Tinggi Lama (gas) Gas

Tergantung pada kondisi operasi, pirolisis dapat diklasifikasikan ke dalam

tiga kategori utama : konvensional, cepat dan flash pirolisis. Perbedaan ini terdapat

pada suhu, tingkat pemanasan, waktu tinggal padatan, ukuran partikel biomassa,

dan lain-lain. Namun, distribusi produk relatif tergantung pada jenis pirolisis dan

operasi pirolisis parameter.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

20

Tabel 4. Parameter operasi khas dan produk proses pirolisis

Pyrolysis

Process

Solid

Residence

Time (s)

Heating

Rate (K/s)

Particle

Size

(mm)

Temp.

(K)

Product Yield

(%)

Oil Char Gas

Slow 450–550 0.1–1 5–50 550–950 30 35 35

Fast 0.5–10 10–200 <1 850–1250 50 20 30

Flash <0.5 >1000 <0.2 1050–1300 75 12 13

Sumber : Bridgwater, T. (2007)

Beberapa mekanisme yang digunakan dalam mengungkap proses pirolisis

adalah mekanisme satu komponen, dan mekanisme multi komponen, seperti

diilustrasikan dalam gambar 3.

Wood A B D

(a) (b)

Gambar 3. (a) Mekanisme Pirolisis (b) Mekanisme Pirolisis Multi

Satu Komponen Komponen

Cairan pirolisis mengandung nilai kalor kurang lebih 10-12 MJ/Kg dan air

serta senyawa oksigen seperti turunan dari senyawa karboxilic, asam, furan dalam

jumlah besar. Fraksi cair dari cairan kurang lebih 33% dari berat sampel awal.

Fraksi residu mempunyai rasio H/C sama dengan alkana / sikloalkana. Kenaikan

temperatur diatas 600 oC menyebabkan pengurangan cairan secara signifikan

karena panas dan pemecahan katalis. Gas pirolisis terdiri dari sebagian besar CO

dan CO2 dengan peningkatan CH4 dan H2 pada temperatur yang lebih tinggi. Nilai

kalor dari gas pirolisis kering pada temperatur 700 oC adalah 13-16 MJ/N m

3.

Propertis hasil pirolisis ini dapat digunakan sebagai data dasar penelitian desain

proses pirolisis dan gasifikasi sampah terseleksi berikutnya. Ketika pirolisis

diaplikasikan untuk memproduksi char dan tar, temperatur pirolisis harus dibawah

500 oC untuk menghasilkan energi yang maksimal (Phan, dkk, 2008).

Ojolo dan Bamgboy telah melakukan penelitian tentang pirolisis dengan

sampel seberat 12 kg dan menghasilkan 52,2 % tar, 25,2 % char dan 22,6 % gas.

Char KC

KV3 V3 KV2 V2 V1 KV1

K= KC+KL+KG Tars KL

KC C

KD D KB B

k1= kn+kb ; k2 = kv2+kd ; k3 =kv3 +kc

Gas KG

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

21

Rata-rata energi yang terkandung dari produk adalah 89.89MJ untuk char,

151.66MJ untuk tar and 4.03MJ untuk gas. Pirolisis dilakukan pada temperatur

400 oC sampai dengan 650

oC selama 4 jam (Ojolo, Bamgboy. 2005).

c. Faktor- faktor yang mempengaruhi proses pirolisis

Faktor-faktor atau kondisi yang mempengaruhi proses pirolisis adalah :

1) Waktu

Waktu berpengaruh pada produk yang akan di hasilkan, karena semakin lama

waktu pirolisis berlangsung, unsur karbon yang terkandung pada produk yang

dihasilkan (residu padat, tar, dan gas) semakin naik. Kenaikan itu sampai

dengan waktu tak terhingga (τ) yaitu waktu yang diperlukan sampai hasil

padatan residu, tar, dan gas mencapai konstan. Nilai τ dihitung sejak proses

isothermal berlangsung. Tetapi jika melebihi waktu optimal maka karbon akan

teroksidasi oleh oksigen (terbakar), menjadi karbondioksida dan abu.

2) Suhu

Suhu sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan karena sesuai dengan

persamaan Arhenius, suhu semakin tinggi maka nilai konstanta dekomposisi

termal semakin besar, akibatnya laju pirolisis bertambah dan konversi naik.

3) Ukuran partikel

Ukuran partikel berpengaruh terhadap hasil, semakin besar ukuran partikel.

Luas permukaan per satuan berat yang terkena panas semakin kecil sehingga

proses akan menjadi lambat.

4) Berat partikel

Semakin banyak bahan yang dimasukkan, menyebabkan hasil bahan bakar

cair (tar) dan arang meningkat (Wahyudi,2001).

d. Produk Pirolisis

Tiga produk primer yang diperoleh dari pirolisis biomassa adalah char, gas,

dan uap yang pada suhu ambien mengembun menjadi cairan kental berwarna

coklat tua. Produksi cairan maksimum terjadi pada suhu antara 350 dan 500 °C

(Fahmi, R, et al. 2008 dan Demirbas, 2007). Hal ini karena reaksi yang berbeda

terjadi pada temperatur yang berbeda dalam proses pirolisis. Akibatnya, pada suhu

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

22

yang lebih tinggi, molekul pada cairan dan sisa char dipecah untuk menghasilkan

molekul yang lebih kecil yang memperkaya fraksi gas.

Hasil produk yang dihasilkan dari pirolisis biomassa dapat dimaksimalkan

sebagai berikut: (1) arang-suhu rendah, proses tingkat pemanasan yang rendah, (2)

cair -suhu rendah, tingkat pemanasan yang tinggi, proses waktu tinggal gas singkat,

dan (3 ) gas-bahan bakar suhu tinggi, tingkat pemanasan yang rendah, gas yang

lama tinggal proses waktu. Tabel 4 meringkas produk yang diciptakan pada kondisi

pirolisis yang berbeda. Produk dari proses pirolisis juga sangat tergantung pada

kadar air dalam biomassa yang menghasilkan sejumlah besar air kondensat dalam

fase cair (Demibras, 2000). Ini memberikan kontribusi untuk ekstraksi senyawa

larut dalam air dari fase gas dan tar, dan dengan demikian penurunan lebih besar

dalam produk gas dan padat (Arni, et al. 2010).

Tabel 5. Proses pirolisis dengan temperatur yang berbeda

Kondisi

(oC)

Proses Produk

Cair Padatan Gas

Dibawah 350 pembentukan radikal

bebas,

eliminasi air dan

depolimerisasi

Pembentukan

karbonil dan

karboksil,

Biochar H2O,

CO, CO2.

350 - 450 Pemecahan rantai

glikosidik

polisakarida melalui

substitusi

depolimerisasi

Campuran

levoglucosan,

anhidrida

dan oligosakarida

dalam bentuk

fraksi tar.

Biochar CO2, CO,

CH4, H2,

C2H4,

C2H6,

H2O

Diatas 450 Dehidrasi,

penataan ulang dan

fisi unit gula

Pembentukan

senyawa karbonil

seperti

asetaldehida,

glyoxal dan

akrolein

Biochar C2H,

C2H6,

CO2,

H2

Diatas 500 Campuran dari

semua proses di atas

Campuran dari

semua produk

diatas

H2

Kondensasi produk tak jenuh

mengembun

dan bersatu dengan

char

Residu char

yang sangat

reaktif dan

mengandung

radikal bebas

Sumber : (Van de Velden et al., 2010; Li et al., 2004; Uzun et al., 2007).

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

23

3. Bio-Oil (Tar)

Salah satu hasil pengolahan minyak nabati yang merupakan bahan bakar

alternatif adalah Bio-oil. Bio-oil adalah bahan bakar cair berwarna gelap, beraroma

seperti asap, dan diproduksi dari biomassa seperti kayu, kulit kayu, kertas atau

biomassa lainnya melalui teknologi pirolisis (pyrolysis) atau pirolisis cepat (fast

pyrolysis). Pirolisis cepat (Fast Pyrolysis) adalah dekomposisi thermal dari

komponen organik tanpa kehadiran oksigen dengan cara mengalirkan N2 dalam

prosesnya untuk menghasilkan cairan, gas dan arang. Cairan yang dihasilkan ini

lebih lanjut kita kenal sebagai Bio-oil.

Produk yang dihasilkan dalam proses pirolisis cepat tergantung dari komposisi

biomassa yang digunakan sebagai bahan baku, kecepatan serta lama pemanasan.

Rendemen cairan tertinggi yang dapat dihasilkan dari proses pirolisis cepat berkisar

78 % dengan lama pemanasan 0,5 – 2 detik, pada suhu 400-6000

C dan proses

pendinginan yang cepat pada akhir proses. Pendinginan yang cepat sangat penting

untuk memperoleh produk dengan berat molekul tinggi sebelum akhirnya

terkonversi menjadi senyawa gas yang memiliki berat molekul rendah (Hambali,

2007).

Produksi bio oil sangat menguntungkan karena dengan pengorvensian bio oil

maka akan didapatkan produk berupa bahan bakar minyak, misalnya:

biokerosene, biodiesel dan lain-lain (Hambali, 2007).

Gambar 4. Struktur Kimia Bio-Oil

Bio-oil adalah campuran cairan senyawa oksigen yang mengandung berbagai

bahan kimia kelompok fungsional, seperti karbonil, karboksil dan fenolik. Hal ini

terdiri dari konstituen berupa: air, 25-30% air larut lignin pirolitik, 5-12% asam

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

24

organik 20-25%, 5-10% hidrokarbon non-polar, 5-10% anhydrosugars, dan 10-25%

senyawa oksigen lainnya. Bio-Oil memiliki sifat polar yang tidak mudah bercampur

dengan hidrokarbon. Bio-Oil berisi nitrogen kurang dari minyak bumi, dan hampir

tidak mengandung komponen logam dan belerang.

Bio-oil memiliki bau khas yang tajam dan berasap. Mengandung beberapa ratus

yang berbeda bahan kimia dalam proporsi yang sangat beragam, mulai dari

formaldehida dan asam asetat ke kompleks fenol tinggi berat molekul, anhydrosugars

dan oligosakarida lainnya. kandungan aldehida yang tinggi dan asam asap dapat

mengiritasi mata jika paparan berkepanjangan. Bio-oil dapat mentolerir penambahan

air, tetapi ada batas untuk jumlah air yang dapat ditambahkan ke cairan sebelum

pemisahan fase terjadi. Dengan kata lain, cairan tidak bisa dilarutkan dalam air. Hal ini

larut dengan pelarut polar seperti metanol, aseton, dan lain-lain tapi benar-benar

bercampur dengan bahan bakar yang berasal dari petroleum.

Minyak pirolisis adalah kondesat uap cair dari reaksi pirolisis dan merupakan

viscous liquid kecoklatan gelap yang memiliki beberapa kemiripan dengan fosil

minyak mentah. Minyak pirolisis bersifat asam dengan kisaran pH antara 2 - 4,

sehingga sangat tidak stabil dan bersifat korosif.

Tabel 6. Property of Pirolisis oil

Physical Property Typical Value

Moisture content 15%-30%

pH 2.8 – 4.0

Specific gravity 1.1 – 1.2

Elemental analysis

C

H

O

N

Ash

55 % - 64 %

5% - 8%

27% – 40%

0.05% - 1.0 %

0.03% - 0.30%

High heat value 6.878 – 11.175 Btu/lb

(16 – 26 MJ/kg)

Viscosity

(104 0 F and 25 % water )

25. 100 cP

Sumber : Sadaka, 1914.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

25

4. Kinetika Global Proses Pirolisis

Analisis karakteristik pengujian pirolisis akan sangat penting artinya sebagai

bahan evaluasi dan preparasi proses pengembangan studi selanjutnya. Kinetika global

dalam pirolisis adalah cabang pengetahuan dinamika tentang pengaruh laju

pemanasan dan temperatur akhir pada proses pirolisis.

Beberapa uji yang dilakukan untuk mengetahui kinetika global dalam proses

pirolisis adalah sebagai berikut :

a. Uji Nilai Kalor

Nilai kalor adalah satuan panas yang dihasilkan persatuan bobot bahan yang

mudah terbakar pada proses pembakaran yang cukup oksigen. Nilai kalor

berhubungan langsung dengan kadar C dan H yang dikandung oleh bahan bakar

padat. Semakin besar kadar keduanya semakin besar nilai kalor yang dikandung.

Pengujian nilai kalor suatu bahan bakar dilakukan sesuai standar ASTM 2015

yaitu dengan mengambil sampel bahan bakar sebesar ± 1 gram untuk diujikan di

bom kalorimeter untuk dianalisa kandungan kalornya.

Nilai kalor (heating value) suatu bahan bakar diperoleh dengan

menggunakan bomb calorimeter. Nilai kalor yang diperoleh melalui bomb

calorimeter adalah nilai kalor atas atau Highest Heating Value (HHV) dan

nilai kalor bawah atau Lowest Heating Value (LHV).Perhitungan nilai kalor

kotor berdasarkan standar ASTM D240. Dari pengujian bomb calorimeter dapat

dihitung panas yang diserap air dalam bomb calorimeter dan energi setara bomb

calorimeter serta LHV dan HHV.

Panas yang diserap air dalam bomb calori meter dihitung dengan

menggunakan rumus :

Q = m.Cp.ΔT …………………………………… (1)

Dimana :

Q : Panas yang diserap (kJ)

m : Massa air di dalam bomb calorimeter (gram)

Cp : Specific heat 4,186 kJ/kg oC

ΔT : Perbedaan temperatur ( oC)

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

26

LHV dan HHV dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

𝐿𝐻𝑉 =(𝑚 𝑥 𝐶𝑝 𝑥 ∆𝑇)

𝑚 𝑡𝑎𝑟 ……………………………… (2)

Untuk menghitung HHV digunakan rumus :

HHV = (T2 – T1 - Tkp) x Cv (kJ/kg)

LHV = HHV – 3240 kJ/kg

Maka,

HHV = LHV + 3240 kJ/kg ……………………… (3)

Dimana :

T1 = Temperatur air pendingin bomb calorimeter sebelu pembakaran(oC)

T2 = Temperatur air pendingin bomb calorimeter sesudah pembakaran (oC).

Tkp = Kenaikan temperatur disebabkan kawat pembakaran, 0.05 oC.

HHV = Higthest Heating Value (kJ/kg)

LHV = Lowest Heating Value (kJ/kg).

b. Analisis Termogravimetry dan Energi Aktivasi

Termogravimetri (TGA) adalah teknik yang mengukur perubahan berat

sampel ketika dipanaskan, didinginkan atau diadakan pada suhu konstan.

Kegunaan utamanya adalah untuk mengkarakterisasi bahan yang berkaitan dengan

komposisi mereka (Vispute, T. 2011).

Thermogravimetri analisis (TGA) adalah jenis pengujian yang dilakukan

pada sampel untuk menentukan perubahan berat-susut (weight-loss) dalam

kaitannya dengan perubahan suhu. Analisa tersebut bergantung pada tingkat

presisi yang tinggi dalam tiga pengukuran: berat, suhu, dan perubahan suhu.

Seperti jumlah kehilangan berat-susut (weight-loss) terlihat pada kurva, kurva

berat-susut (weight-loss) mungkin memerlukan transformasi sebelum hasilnya

dapat ditafsirkan.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

27

TGA umumnya digunakan dalam penelitian dan pengujian untuk

menentukan karakteristik bahan seperti polimer, untuk menentukan suhu

degradasi, bahan menyerap kadar air, tingkat komponen anorganik dan bahan

organik, titik dekomposisi bahan peledak, dan residu pelarut. Hal ini juga sering

digunakan untuk memperkirakan kinetika korosi dalam oksidasi suhu tinggi

(Sumbono, 2010).

Biasanya pengukuran dilakukan dalam atmosfer udara atau inert atmosfer

seperti helium atau argon, massa dicatat sebagai fungsi dari kenaikan temperatur.

Temperatur akhir ditentukan hingga massa bahan stabil yang secara tidak

langsung menunjukan bahwa reaksi sudah selesai secara keseluruhan (dalam hal

pembakaran dapat diprediksi bahwa seluruh karbon telah terbakar).

Metode ini dapat mengkarakterisasi suatu bahan atau cuplikan yang

dilihat dari kehilangan massa atau terjadinya dekomposisi, oksidasi atau

dehidrasi. Mekanisme perubahan massa pada TGA ialah bahan akan mengalami

kehilangan maupun kanaikan massa. Proses kehilangan massa terjadi karena

adanya proses dekomposi yaitu pemutusan ikatan kimia, evaporasi yaitu

kehilangan atsiri pada peningkatan suhu, reduksi yaitu interaksi bahan dengan

pereduksi, dan desorpsi. Sedangkan kenaikan massa disebabkan oleh proses

oksidasi yaitu interaksi bahan dengan suasana pengoksidasi, dan absorpsi.

Analisis dilakukan dengan menaikkan suhu secara bertahap dan

merencanakan berat (persentase) terhadap suhu. Suhu dalam banyak cara uji

secara rutin mencapai 1000°C atau lebih, tapi furnace terisolasi hingga operator

tidak akan dapat mengetahui setiap perubahan suhu. Setelah data diperoleh, kurva

operasi dismooting dan lainnya dapat dilakukan seperti untuk menemukan titik-

titik belok yang tepat.

Thermogravimetri adalah teknik untuk mengukur perubahan berat dari

suatu senyawa sebagai fungsi dari suhu ataupun waktu. Hasilnya biasanya

berupa rekaman diagram yang kontinu, reaksi dekomposisi satu tahap yang

skematik.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

28

TGA dapat digunakan pada beragam studi kinetika. Metoda TGA yang cepat

dan akurat digunakan untuk mempelajari reaksi-reaksi dekomposisi secara

isotermal. Furnace TGA diatur pada suhu tertentu dan sampel diinteraksikan

langsung dengan suhu ini. Setelah sampel disetimbangkan pada suhu ini

selama 2-3 menit, dekomposisi sampel terhadap waktu dapat diikuti. Proses ini

dapat diulangi pada suhu lain dan hasilnya dianalisis untuk menentukan

mekanisme reaksi, energi aktivasi, dan lain-lain.

Metode lain yang cukup potensial namun memiliki kesulitan pada

tahap pengolahan data adalah studi kinetik melewati siklus pemanasan

dinamis tunggal menggunakan TGA. Metode ini bisa sangat cepat namun

analisanya sulit dilakukan karena ada dua variabel, yaitu suhu dan waktu, yang

harus dilibatkan secara simultan. Melalui proses ini, dapat saja diperoleh hukum

laju yang independen terhadap suhu dan mendapatkan hasil yang berarti dan

reliable, namun tingkat kesalahannya akan lebih tinggi dibandingkan dengan

pengukuran secara isotemal.

Thermogravimetri sangat penting digunakan pada kajian mengenai

polimer. Thermogram dapat memberikan informasi mengenai mekanisme

dekomposisi pada berbagai macam polimer. TGA dapat digunakan untuk

analisis kinetik. Kecepatan rata-rata pada proses kinetika tidak hanya

tergantung pada suhu spesimen, melainkan juga tergantung pada waktu

dimana dia dapat bertahan pada suhu tersebut. Secara tipikal, analisis

kinetika terdiri dari parameter-parameter seperti Energi aktivasi (Ea), orde reaksi

(k), dll. Energi aktivasi (Ea) dapat ditentukan pada jumlah energi minimum yang

diperlukan untuk menginisiasi proses kimia. Thermogravimetri juga dapat

digunakan untuk analisis kuantitatif untuk campuran calsium, stronsium dan ion

barium. Ketiga-tiganya pada presipitat awal berada dalam bentuk monohidrat

oksalat (Karlina dan Viantikasari, 2013).

Penurunan massa dalam fraksi massa dari bahan yang dipirolisis dibuat

grafik untuk laju penurunan massanya. Persamaan yang akan dipakai adalah

turunan dari persamaan Arrhenius, yaitu :

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

29

𝑑𝑌

𝑑𝑡= 𝐴𝑒−𝐸/𝑅𝑇 ……………………………….. (4)

Y dapat diperoleh dari pembagian massa sesaat (mt) dengan massa awal sampel (mo)

𝑌 = 𝑚𝑡

𝑚𝑜

𝑑𝑌

𝑑𝑡= 𝐴𝑒−𝐸/𝑅𝑇

Persamaan tersebut kemudian diubah menjadi :

ln 𝑑𝑌

𝑑𝑡 = ln𝐴 −

𝐸

𝑅𝑇 ……………………….. (5)

Data hasil penelitian yang diperoleh pertama kali adalah mo , mt dan

temperatur untuk setiap waktu yang kemudian dapat dikonversi menjadi dY/dt.

Dengan membuat ln dari dY/dt maka didapat ln (dY/dt) yang hasilnya kemudian

dibuat grafik hubungan antara ln (dY/dt) dengan 1/Tsolid). Grafik yang terbentuk

kemudian dicari persamaan garis lurusnya melalui regresi linier. Grafik logaritma

alami penurunan fraksi terhadap 1/T menghasilkan persamaan linier.

y=ax + c

ln 𝑑𝑌

𝑑𝑡 = −

E

R x T (solid )+ ln𝐴 ……………… (6)

Sehingga diperoleh :

Y = ln 𝑑𝑌

𝑑𝑡 ………………………………….. (7)

ax = − E

R T sehingga E = -Ar

Instrumen Dasar yang diperlukan untuk termogravimetri adalah sebuah

neraca presisi dengan suatu tungku yang diprogramkan untuk kenaikan

temperature secara linier dengan waktu. Hasil-hasil bisa disajikan sebagai: (1)

Kurva termogravimetri dimana perubahan bobot sebagai fungsi dari temperature

atau waktu, atau (2) sebagai kurva termogravimetri turunan, dimana turunan

pertama dari kurva termogravimetri terhadap temperature atau waktu. Absis

(sumbu X) dapat ditampilkan sebagai waktu atau suhu dan ordinat (sumbu Y)

dapat ditampilkan sebagai berat (mg) atau persen berat (%).Berikut adalah contoh

kurva thermogravimetri:

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

30

Gambar 5. Kurva normal thermogravimetri (Földvári, 2011)

Bukit AB adalah bagian dari kurva TG yang mana mempunyai berat

konstan. Temperatur awal (Ti), B adalah temperatur (dalam celcius atau kelvin)

yang mana pada saat berat dari sampel dapat di deteksi oleh termobalance.

Temperatur akhir (Tf) adalah temperatur maksimal yang di deteksi oleh

termobalance.

Berikut contoh kurva thermogravimetri karakteristik prolisis.

(a) Bambu (b) Kemasan

Gambar 6. Grafik Karakteristik Pirolisis

Pada gambar 6 grafik menunjukkan dalam pirolisis, suatu bahan akan

terjadi proses pengeringan dan devolatilisasi, proses pengeringan pada sampel

Keterangan :

T : Suhu

t : Waktu

m : massa

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

31

bambu terjadi sampai temperature 189,1 oC, dilanjutkan devolatilisasi sampai

temperatur 347,3 oC. Pirolisis bambu, proses pengeringan terjadi sampai

temperatur 140,4 oC dan dilanjutkan devolatilisasi sampai temperatur 396,3

oC,

dan pirolisis kemasan plastik, temperatur pengeringan terjadi sampai suhu 312,1

oC dilanjutkan devolatilisasi sampai temperatur 447,6

oC.

Pada grafik terlihat bahwa meskipun mengalami pengurangan massa secara

tajam pada saat bersamaan terjadi kenaikan temperatur secara tiba-tiba, kemudian

turun lagi dan naik secara linear seperti biasanya kemungkianan adanya

pembakaran yang terjadi pada sampel, kemungkinan sampel terbakar dan

melepaskan sejumlah besar kalor secara mendadak dan menyebabkan kenaikan

temperatur secara tajam diikuti menghilangnya kalor dan turunnya temperatur.

Dari perhitungan dapat diketahui energi aktivasi yang dibutuhkan pada proses

pirolisis bambu adalah (Ea) = 32.391,34 J/gram mol (Setiawan, 2010).

Berikut adalah contoh kurva thermogravimetri pada kalsium karbonat (kalsit)

dan strontoanit.

Gambar 7. Kurva thermogravimetri kalsit (CaCO3) (Ray L, Frost, 2009)

Hui Zhou meneliti tentang simulasi pirolisis lima jenis biomassa oleh

hemiselulosa, selulosa dan lignin berdasarkan kurva thermogravimetry. Biomassa

yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu poplar, daun poplar, daun chinar,

kubis cina, dan kulit jeruk. Setelah dilakukan proses pirolisis dengan heating rate

10 oC/menit dihasilkan kurva TG seperti dibawah ini:

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

32

(a)

(b)

Gambar 8. (a) Kurva TG biomassa dengan heating rate 10 K/menit dan

(b) Kurva DTG biomassa dengan heating rate 10K/menit (Zhou.H,2013).

Tabel 7. Hasil uji proximate dan ultimate biomassa

Biomass Proximate analysis Elemental analysis HHVd

(MJ/kg) Ad % V

d % FC

d % S

t.d % C

d % H

d % N

d % 0

d %

Kayu Poplar 7.54 73.85 18.61 0.20 47.49 5.45 1.41 37.91 18.50

Daun Poplar 15.69 68.74 15.57 0.26 41.77 4.42 1.11 36.75 16.85

Daun Chinar 9.23 69.74 21.03 0.30 48.06 4.43 0.92 37.06 19.12

Kubis China 9.91 67.60 22.49 0.55 42.78 5.30 3.70 37.76 16.99

Kulit Jeruk 2.91 76.49 20.6 0.18 47.32 5.75 1.39 42.45 18.47

A:ash content;V:volatile matter content;FC:fixed carbon content;HHV:higher heating

value;d:dry basis; t: total

Sumber : Zhou, et al. 2013

Tabel 7 menunjukkan bahwa analisis proksimat dan ultimate dari

biomassa yang berbeda adalah serupa. Dalam percobaan TGA, biomassa Diuji

kandungan bahan kimia dengan sistem grinder GJ-1 disegel dan kemudian diayak

untuk dengan ukuran kurang dari 250 µm, ukuran yang cukup kecil untuk

mencegah efek perpindahan panas isotermal dan percobaan dinamis Sekitar 25 mg

biomassa kering digunakan dalam eksperimen TGA ini.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. b. Sumber Sampah Menurut Gelbert M, Prihanto D dan Suprihatin A. (1996), sumber-sumber

33

B. Kerangka Berpikir

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas dapat ditarik suatu kerangka berpikir tentang

pengaruh variasi laju pemanasan dan variasi temperatur akhir terhadap kinetika global

Tar dalam pirolisis sampah kota terseleksi sebagai berikut:

= Diteliti

= Tidak diteliti

Gambar 9. Kerangka Berpikir

C. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha : Terdapat Pengaruh variasi laju pemanasan dan variasi temperatur akhir

terhadap kinetika global Tar dalam pirolisis sampah kota terseleksi.

H0 : Tidak terdapat Pengaruh variasi laju pemanasan dan variasi temperatur

akhir terhadap kinetika global Tar dalam pirolisis sampah kota terseleksi

Peningkatan Jumlah Penduduk diimbangi dengan peningkatan jumlah

sampah dan penggunaan bahan bakar. Jumlah sampah terus meningkat

setiap harinya diimbangi dengan menurunnya daya tampung Tempat

Pembuangan Akhir (TPA).

Sampah Organik

(Daun Pisang dan Bambu)

Sampah Anorganik

(Sterofoam dan Bungkus Plastik)

Sisa Makanan Pirolisis

Proses Penyeleksian sampah

Tar Char Gas

1. Rendemen

2. Uji Nilai Kalor

3. Energi Aktifasi

Diperlukan Proses Pengolahan Sampah untuk dikonversi

menjadi sumber energi terbarukan