BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT...

39
BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM AKTIFITAS SOSIAL KEAGAMAAN PONDOK PESANTREN 1. Pengertian Keterlibatan Masyarakat dalam Aktifitas Sosial Keagamaan Pondok Pesantren Keterlibatan berasal dari kata libat yang ketambahan awalan ke dan akhiran an yaitu “ketersangkutan” 1 sedangkan "masyarakat" adalah Pergaulan hidup manusia atau himpunan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikut-ikutan yang tentu. 2 Keterlibataan adalah sinonim dari partisipasi yang memiliki makna keperansertaan yang berarti peran dalam proses sesuatu. 3 Keterlibatan masyarakat dalam aktifitas sosial keagamaan pondok pesantren berarti ikut pula dalam melakukan peranan dalam semua aspek aktifitas sosial keagamaan. Sedangkan, aktifitas sosial keagamaan pondok pesantren bertujuan masyarakat bertakwa dan akhlakul karimah. Pesantren merupakan komunitas yang mengandung unsur perspektif rohaniah sebagai muatan utama. Sehingga mengkaitkannya dengan perspektif perilaku keagamaan dalam kehidupan masyarakat merupakan upaya mengenal secara sublimatif multi dimensional yang erat kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Peranan masyarakat dalam semua aktifitas sosial keagamaan pondok pesantren karena dalam keberadaannya pesantren bukanlah sekedar tempat santri bermukim saja. Namun dalam perkembangannya pesantren sebagai lembaga sosial keagamaan berusaha melakukan perubahan-perubahan sehingga eksistensi pesantren tetap terjaga dalam menjadi laboratorium pendidikan agama Islam yang patut diteladani. Dari 1 Wjs. Purwo Darminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1999), hlm 594. 2 Ibid. hlm. 696 3 Sahal Mahfudh, Pesantren Mencari Makna, ( Jakarta: Pustaka Cianjur, 1999). Hlm 124

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM AKTIFITAS SOSIAL

KEAGAMAAN PONDOK PESANTREN 1. Pengertian Keterlibatan Masyarakat dalam Aktifitas Sosial

Keagamaan Pondok Pesantren

Keterlibatan berasal dari kata libat yang ketambahan awalan ke

dan akhiran an yaitu “ketersangkutan”1 sedangkan "masyarakat" adalah

Pergaulan hidup manusia atau himpunan orang yang hidup bersama dalam

suatu tempat dengan ikut-ikutan yang tentu.2

Keterlibataan adalah sinonim dari partisipasi yang memiliki

makna keperansertaan yang berarti peran dalam proses sesuatu.3

Keterlibatan masyarakat dalam aktifitas sosial keagamaan pondok

pesantren berarti ikut pula dalam melakukan peranan dalam semua aspek

aktifitas sosial keagamaan. Sedangkan, aktifitas sosial keagamaan pondok

pesantren bertujuan masyarakat bertakwa dan akhlakul karimah.

Pesantren merupakan komunitas yang mengandung unsur

perspektif rohaniah sebagai muatan utama. Sehingga mengkaitkannya

dengan perspektif perilaku keagamaan dalam kehidupan masyarakat

merupakan upaya mengenal secara sublimatif multi dimensional yang erat

kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Peranan masyarakat dalam semua aktifitas sosial keagamaan

pondok pesantren karena dalam keberadaannya pesantren bukanlah

sekedar tempat santri bermukim saja. Namun dalam perkembangannya

pesantren sebagai lembaga sosial keagamaan berusaha melakukan

perubahan-perubahan sehingga eksistensi pesantren tetap terjaga dalam

menjadi laboratorium pendidikan agama Islam yang patut diteladani. Dari

1 Wjs. Purwo Darminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1999),

hlm 594. 2 Ibid. hlm. 696

3 Sahal Mahfudh, Pesantren Mencari Makna, ( Jakarta: Pustaka Cianjur, 1999). Hlm 124

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

12

gambaran tersebut di atas terlihat dalam diri pesantren terjalinlah

hubungan timbal balik dengan pihak-pihak luar pesantren.4

Hubungan kerjasama ini dapat menjadi alat bagi terselenggaranya

usaha dan kelancaran program pesantren.

Pesantren sebagai lembaga keagamaan tidak lagi bergerak dalam

bidang agama saja. Tetapi pesantren memperluas fungsinya sebagai

lembaga sosial yang bergerak dalam urusan kemasyarakatan yang

menyangkut masalah kehidupan seperti koperasi, kesehatan, dan

pertanian, perdagangan dan sebagainya.

Keterlibatan pesantren dalam hal tersebut sebenarnya tidak

mengurangi arti tugas kegamaannya, karena hal itu merupakan penjabaran

nilai nilai hidup keagamaan bagi kemaslahatan masyarakat luas. Dengan

fungsi sosial ini, pesantren menciptakan jalinan baru dalam menanggapi

persoalan-persoalan kemasyarakatan seperti: mengatasi kemiskinan,

memelihara tali persaudaraan, memberntas pengangguran, memberantas

kebodohan, menciptakan kehidupan sehat dan sebagainya.

Usaha-usaha yang mempunyai watak sosial tersebut merupakan

kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada masyarakat sehingga masyarakat

terasa terpanggil untuk aktif bekerja sama dalam semua aktivitas sosial

keagamaan yang diadakan di pondok pesantren.

2. Faktor-Faktor yang Mendorong Keterlibatan Masyarakat dalam

Aktivitas Sosial Keagamaan Pondok Pesantren

a. Pesantren Sebagai Institusi Keilmuan

Secara devinitif, pesantren merupakan pendidikan Islam untuk

menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam (tafaqquh fi al-din)

dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman

hidup bermasyarakat setiap hari.5 Pendidikan pesantren yang

4 Dawam Raharjo, M, Pergulatan Dunia Pesantren Membangun Dari Bawah, ( Jakarta:

P3M, 1985, hlm. 16 5 Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan

Islam Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo Gramedia Widiya Sarana Indonesia, 2001), hlm. 103

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

13

mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

edukatifnya didasarkan pada persepsi masalah akherat yang bertujuan

untuk memperoleh pahala. Contoh riilnya keterlibatannya dalam

mengikuti pengajian selapanan masyarakat Dukuh mendengarkan

ceramah kiyai dengan maksud mencari ilmu mendapat pahala.

b. Pesantren Sebagai Institusi Dakwah

Selain sebagai lembaga tafaqquh fi al-din (pendidikan agama),

pesantren juga berfungsi sebagai lembaga dakwah. Oleh karena itu,

pesantren tidaklah lupa pada tugas yang mulia yaitu berdakwah untuk

mengajak umat manusia ke jalan yang diridhai oleh Allah SWT.

Dalam mengemban tugasnya, pondok pesantren memiliki khas yang

pada prinsipnya dakwah yang dilakukan oleh pondok pesantren.

Menurut Amal Fathullah hanyalah terfokus pada satu hal, yaitu

mendidik kader umat.6 Sebab dengan mendidik kader-kader ummat

yang berkualitas dalam keimanan dan ketakwaannya berarti pesantren

telah melakukan dakwah Islam yang sesungguhnya.

Realisasi dari keterlibatan masyarakat Dukuh dalam partisipasinya

pesantren sebagai institusi dakwah dibuktikan dengan partisipasinya

dalam memberikan sumbangan materi dan tenaga dalam berbagai

aktifitas sosial keagamaan pondok pesantren seperti pengajian-

pengajian, seminar dan bakti sosial.

c. Pesantren Sebagai Institusi Kemasyarakatan.

Pesantren dalam pertumbuhannya mengalami perubahan-

perubahan yang dinamis sebagai bentuk aktualisasi evolusi pendidikan

dan kebudayaan yang semakin global dan industrial. Di tengah

meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pondok pesantren,

pesantren harus menghadapi kenyataan perubahan yang ada dalam

masyarakat. Seiring dengan perubahan tersebut pesantren tidak lagi

sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional. Tetapi pesantren

6 Amal Fathullah, Pondok Pesntren sebagai Lembaga Pendidikan dan Dakwah, dalam: Solusi Islam Atas Problem umat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hlm. 150

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

14

menempatkan eksistensinya sebagai lembaga kemasyarakatan yang

berfungsi untuk menjembatani perubahan ini. Fungsi lembaga sosial ini

pesantren menanggapi persoalan-persoalan kemasyarakatan seperti

mengatasi kemiskinan, memelihara tali persaudaraan, memberantas

pengangguran, memberantas kebodohan, menciptakan kehidupan yang

sehat.7

Diskripsi di atas, menunjukkan bahwa eksistensi pondok

pesantren dalam menciptakan kebersamaan hidup bersama dalam

komunitas pesantren dan masyarakat memberikan investasi sosial

jangka panjang.

Kegiatan dan partisipasi pesantren dalam perubahan sosial

membawa pengaruh positif pada masyarakat yang hidup maju,

berilmu pengetahuan yang dijiwai dengan keimanan dan ketakwaan

dan berakhlak karimah.

3. Bentuk-Bentuk Keterlibatan Masyarakat dalam Aktifitas Sosial

Keagamaan Pondok Pesantren

a. Kegiatan Keagamaan

Pesantren sebagai lembaga keilmuan, menyelenggarakan pendidikan

dan pembinaan masyarakat desa melalui transmisi ajaran agama Islam

ortodok yang akomodatif terhadap sistem budaya masyarakat. Bentuk

dari penyelenggaraan tersebut pada pengajian kitab, yang di dalamnya

terhimpun nilai dasar Islam. Serangkaian dari kegiatan ini

mengandung dua visi pendidikan yaitu; pertama, visi moral, yakni

pembinaan sikap mental (watak) dan akhlak karimah. Kedua, visi

intelektual yakni mengembangkan akal pikiran.8

Bentuk partisipasi masyarakat dalam kegiatan ini adalah mengikuti

aktivitas pendidikan pesantren berupa pengajian selapanan, jam’iyah

7 Dawam Raharjo, ,op.cit, hlm.18 8 Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan

Islam Indonesia, op.cit., hlm. 168.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

15

Manaqib, Tahlilan dan kegiatan pengajian-pegajian tahunan yang

dilaksanakan oleh pondok pesantren.

b. Kegiatan Sosial

Pesantren adalah satu lembaga yang penting dalam proses perubahan

(kesadaran) pada tingkat individu dan perubahan sosial yakni

pesantren dapat dimodifikasikan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi

dan khususnya untuk memenuhi keinginan dari para perencana

ekonomi dan sosial.9

Pesantren sebagai lembaga sosial memiliki hubungan fungsional

dengan masyarakatnya di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Adapun tujuan program kegiatan sosial ini adalah pertama,

mengembangkan prasarana sosial yang mampu menggerakkan

swadaya dan peran masyarakat untuk melakukan perbaikan

lingkungan hidup dari segi peningkatan eksistensi diri sebagai warga

masyarakat dengan hak-haknya, ekonominya maupun pengembangan

sosial lainnya. Seperti diadakannya seminar-seminar dan penyuluhan

pertanian, pertukangan dan sebagainya. Kedua, membina dan

mengembangkan lembaga pendidikan kedesaan (learning commonity

centre) yang mandiri sebagai wahana transformasi kultural dalam

rangka mentranformasikan pengetahuan, ketrampilan dan sikap

sebagai unsur perubahan.10

B. Pondok Pesantren

1. Pengertian Pondok Pesantren

Untuk memperjelas posisi dan kedudukan pondok pesantren, maka

penulis kemukakan beberapa pendapat para pakar tentang pondok

pesantren di antaranya adalah :

9 M.M. Billah,”Peran Pesantren (Kajian Peran Pesantren dalam Pembentukan Masyarakat

Memasuki Melinium III)”, dalam Makalah Seminar Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat Memasuki Melinium III, (Jakarta: PPIM IAIN Jakarta, 1999), hlm. 1

10 M. Nashihin Hasan, “Karakter dan Fungsi Pesantren”, dalam Muntaha Ashari, Dinamika Pesantren (Kumpulan Makalah Seminar Internasional “The Role Of Pesantren In Education And Community Development In Indonesia”), (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), 1998), hlm. 119.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

16

Sesuai dengan namanya, Pondok berarti tempat menginap (asrama), dan

Pesantren berarti tempat para santri mengaji. Jadi Pondok Pesantren adalah

tempat murid-murid (disebut santri) mengaji agama Islam dan sekaligus

diasramakan di tempat itu.11

Sedangkan Zamakhsyari Dhofier mengemukakan bahwa, “Pondok

Pesantren adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para

siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang (atau lebih)

guru yang lebih dikenal dengan sebutan “kyai”.12”

Dengan melihat kedua definisi di atas, maka Pondok Pesantren dapat

diartikan sebuah tempat di mana para santri tinggal bersama dalam asrama dan

para santri dididik untuk belajar agama Islam di bawah bimbingan seorang kyai

atau lebih.

Selain kedua versi di atas, ada juga yang mendefinisikan Pondok

Pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta

diakui oleh masyarakat sekitar dengan sistem asrama (kampus) di mana santri-

santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang

sepenuhya berada di bawah kedaulatan dari kepemimpinan (leadership) seorang

atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatis serta

independen dari segala hal.13

Sedangkan Manfred Ziemek menyebutkan bahwa ”pesantren secara etimologi asalnya pe – santri – an, berarti “tempat santri”. Santri atau murid (umumnya sangat berbeda-beda) mendapat pelajaran dari pemimpin pesantren (kyai) dan oleh para guru (ulama atau ustadz). Pelajarannya mencakup berbagai bidang tentang pengetahuan Islam.”14 Adapun Abdurrahman Mas’ud sebagaimana dikutip oleh Ismail SM

memaknai pesantren sebagai berikut:

11 Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Ed I, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), cet V, hlm. 212

12 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Studi Tentang Pandangan Hidup Seorang Kyai). ,(Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 44

13 Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), Ed. II, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), cet IV, hlm. 240

14 Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), 1986), cet I, hlm. 16.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

17

The word pesantren stems from “santri” which means one who seeks Islamic knowledge. Usually the word pesantren refers to place where the santri devotes must of his or her time to live in and acquire knowledge. 15 kata pesantren berasal dari kata berasal dari kata “santri” yaitu seorang yang mencari pengetahuan Islam. Biasanya kata pesantren mengacu pada tempat di mana santri menghabiskan sebagian besar waktunya untuk hidup di dalamnya untuk mendapatkan pengetahuan.

Dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pondok

pesantren adalah lembaga pengajaran dan pelajaran ke-Islaman, yang

tumbuh dan diakui oleh masyarakat sekitar dengan sistem asrama di mana

santri menuntut ilmu di bawah bimbingan seorang atau beberapa orang

kyai.

2. Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren

Berbicara masalah pondok pesantren maka tidak lepas dari

masuknya agama Islam di Indonesia. Sebagian dari ahli sejarah

berpendapat bahwa agama Islam masuk di Indonesia yaitu kira-kira pada

abad ke-12 M.16 Ini ditandai dengan kedatangan muballig dari Persi

(Iran).17

Dari hasil seminar di Medan pada tahun 1963 juga dijelaskan

bahwa masuknya agama Islam di Indonesia adalah abad ke 7 M / I H di

bawa oleh muballig dari negeri Arab dan daerah yang pertama dimasuki

adalah pantai barat pulau Sumatera yaitu bernama Hamzah Fansyuri,

adapun kerajaan Islam yang pertama adalah di Pase.18

Islam pertama kali masuk di Jawa pada abad 14 M (tahun 1399 M)

dibawa oleh Maulana Malik Ibrahim dengan keponakannya bernama

15 Ismail SM, ”Pengembangan Pesantren Tradisional, (Sebuah Hipotesis Mengantisipasi

Pembaharuan Sosial).” Dalam Ismail SM (eds), Dinamika Pesantren dan Mdrasah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 50.

16 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995) cet IV, hlm. 10

17 Zuhairini, dkk., op.cit., hlm. 132 18 Ibid., hlm. 133

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

18

Mahdum Ishaq yang menetap di Gresik.19 Dakwah di Pulau Jawa semakin

semarak dengan adanya walisongo.

Pesantren untuk pertama kali berdiri pada masa walisongo Syaikh

Malik Ibrahim atau lebih dikenal dengan sebutan Syaikh Mahgribi

dianggap pendiri pesantren yang pertama di tanah Jawa.20 Hal ini karena

Syekh Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada 12 Rabi’ul awal 822 H

bertepatan dengan 8 April 1419 M dan dikenal juga sebagai Sunan Gresik

adalah orang yang pertama dari sembilan wali yang terkenal dalam

penyebaran Islam di Jawa.21

Pada periode berikutnya, setelah periode masa wali, berdirinya

pondok pesantren, tidak lepas dari kehadiran seorang kyai, perkembangan

lembaga pendidikan Islam tersebut banyak dibantu oleh pesantren

kerajaan, seperti kerajaan Islam Pasai. Kerajaan Islam Darussalam dan

lain-lain. 22 akan tetapi lembaga pendidikan pondok pesantren berkembang

pesat pada zaman Mataram.

Dominasi dan signifikansi pondok pesantren semakin kuat ketika

terdapat komunikasi antara Indonesia dan Saudi Arabia, orang-orang kita

yang menimba ilmu di Mekkah setelah kembali ke tanah air, mereka

mengembangkan pendidikan pesantren dan jumlah santrinya semakin

meningkat. Akan tetapi peningkatan itu telah menimbulkan keresahan

pemerintahan kolonial Belanda, karena mereka takut akan menggoyahkan

kekuasaan Belanda di Nusantara, sejak saat itu perkembangan pesantren

mulai dihalangi dan dihambat oleh Belanda.

Meskipun begitu lembaga pendidikan pesantren tidak mati sama

sekali, pesantren masih tetap bertahan walau dalam kondisi yang sangat

19 Ibid., hlm. 137 20 Haidar Putra Dauly, Historisitas dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah,

(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), cet I, hlm. 21 21 Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren (Pendidikan Alternatif Masa Depan),

(Jakarta: Gema Insani Press, 1997), cet I, hlm. 71 22 Haidar Putra Daulay, op.cit., hlm. 21

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

19

tercepit dan tertekan. Bahkan kondisi tersebut menyadarkan orang-orang

pesantren akan jati dirinya.

Pada akhir abad ke-19 lahir kegairahan dan semangat baru dari

kalangan masyarakat muslim terutama kyai dan santri, dalam kehidupan

keagamaan (religious revivalism), pesantren berusaha keluar dari

ketertinggalannya.23

Kebencian dan penentangan kalangan pesantren terhadap Belanda

dimanifestasikan dalam tiga bentuk aksi :

a. Uzlah atau pengasingan diri.

b. Bersikap nonkooperatif dan mengadakan perlawanan secara diam-

diam.

c. Berontak dan mengadakan perlawanan fisik terhadap Belanda.24

Dengan melihat uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pondok

pesantren telah mengalami kejayaan pada masa kerajaan Mataram, setelah

adanya penjajahan Belanda yang menghalangi berkembangnya pondok

pesantren yang dikhawatirkan akan menggoyahkan kekuasaan Belanda,

pondok pesantren tetap bertahan walau dalam keadaan terjepit bahkan

akhirnya pondok pesantren mengalami kemerosotan di bawah

pemerintahan bangsa sendiri, akan tetapi belakangan ini telah mengalami

perubahan, apresiasi terhadap pesantren terus meningkat sesuai dengan

perkembangan zaman.

3. Karakteristik Pondok Pesantren

Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan Islam tradisional

yang akhir-akhir ini makin banyak peminatnya. Hal itu terlihat dari animo

masyarakat khususnya masyarakat pedesaan bahwa pesantren merupakan

tempat yang sangat berhasil dalam membina dan membimbing santri-

santrinya menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur.

23 Wahjoetomo, op.cit., hlm. 76 24 Ibid., hlm. 77-78

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

20

Unsur-unsur kunci Islam tradisional adalah lembaga pesantrennya

sendiri, kharisma dan kepribadian kyai, sikap hormat, takzim dan

kepatuhan mutlak terhadap kyai adalah salah satu nilai pertama yang

ditanamkan pada setiap santri.

Sebagian besar tradisi pesantren merupakan kerangka sistem

pendidikan Islam tradisional di Jawa dan Madura. Orang-orang Jawa di

pedesaan, mengetahui hanya sebagian kecil saja dari ciri-ciri pesantren,

kebanyakan gambaran mereka tentang kehidupan pesantren hanya

menyentuh aspek kesederhanaan bangunan-bangunan dalam lingkungan

pesantren, kesederhanaan cara hidup para santri, kepatuhan mutlak para

santri kepada kyainya, dan pelajaran-pelajaran dasar mengenai kitab-kitab

Islam klasik.25

Dalam pendidikan pondok pesantren terdapat lima elemen pokok

yaitu : Pondok, Masjid, Santri, Pengajaran Kitab-kitab Klasik dan Kyai.26

Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki pesantren,

sekalipun kelima elemen ini saling menunjang eksistensi sebuah

pesantren, tetapi kyai memainkan peranan yang begitu sentral dalam dunia

pesantren.27

Dalam pesantren kiyai memiliki otoritas, wewenang yang

menentukan dan mampu menentukan semua aspek kegiatan pendidikan

dan kehidupan agama atas tanggung jawabnya sendiri.28 Kewibawaan kyai

dan keberadaan ilmunya adalah modal utama bagi berlangsungnya semua

wewenang yang dijalankan.29 Para kyai menghabiskan waktunya untuk

mengajar para santrinya sedangkan proses belajar mengajar dilakukan di

Masjid.

25 Zamakhsyari Dhofier, op.cit., hlm. 16 26 Ibid., hlm. 44 27 Yasmadi, Modernisasi Pesantren (Kritikan Nurcholis Majid terhadap Pendidikan Islam

Tradisional), (Jakarta: Ciputat Press, 2002), cet I, hlm. 63 28 Dr. Manfred Ziemek, op.cit., hlm. 138 29 Yasmadi, op.cit., hlm. 64

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

21

Santri merupakan elemen penting dalam suatu lembaga pesantren.

Menurut tradisi pesantren, terdapat 2 kelompok santri :

a. Santri Mukim

Yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan

menetap dalam kelompok pesantren.30

b. Santri Kalong

Yaitu santri-santri yang berasal dari daerah-daerah sekitar

pesantren dan biasanya mereka menetap dalam pesantren. Mereka

pulang ke rumah masing-masing setiap selesai mengikuti suatu

pelajaran di pesantren.31

Santri mukim dengan kyainya biasanya tinggal dalam satu

lingkungan yang disebut pondok. Dan disinilah para santri

bersemangat mempelajari kitab-kitab klasik.

Pengajaran kitab-kitab klasik, terutama karangan-karangan

ulama yang menganut paham syafi’iyah, merupakan satu-satunya

pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren.

Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren dapat

digolongkan ke dalam 8 kelompok : 1. Nahwu dan Shorof, 2. Fiqih, 3.

Ushul Fiqh, 4. Hadits, 5. Tafsir, 6. Tauhid, 7. Tasawuf dan Etika, 8.

Cabang-cabang lain seperti Tarikh dan Balaghoh.32 Akan tetapi

kedelapan cabang-cabang ini tidak dijadikan sebagai patokan,

kemungkinan juga ada kitab-kitab lain yang diajarkan di pondok

pesantren.

Sedangkan metode yang digunakan dalam proses belajar

mengajar di pesantren adalah metode sorogan, bandongan, halaqoh dan

hafalan. Sorogan artinya belajar secara individual, yaitu seorang guru

terjadi interaksi saling mengenal di antara keduanya. Bandongan

artinya belajar secara kelompok, yang diikuti oleh seluruh santri.

30 Ibid., hlm. 51 31 Yasmadi., op.cit., hlm. 66 32 Zamakhsyari Dhofier, op.cit., hlm. 50

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

22

Biasanya kyai menggunakan bahasa daerah setempat dan langsung

menerjemahkan kalimat demi kalimat dari kitab yang dipelajarinya.

Halaqoh artinya diskusi untuk memahami isi kitab, bukan untuk

mempertanyakan kemungkinan salahnya apa-apa yang diajarkan oleh

kitab. Santri yakin benar bahwa segala yang diajarkan sang kyai adalah

benar dan kitab yang diajarkanpun dianggap benar.33 Selain itu metode

yang digunakan oleh ustadz/kyai adalah metode ceramah yaitu kyai

atau ustadz menyampaikan materi dengan penuturan secara lisan

terhadap santri-santrinya.

c. Masjid

Masjid atau mushalla merupakan elemen pertama yang menjadi

perhatian utama sebelum kyai mendirikan sebuah pondok pesantren.

Dengan demikian setiap pesantren pasti memiliki masjid atau

mushalla. Walaupun hal itu tidak berdiri sendiri dalam keberadaannya.

Hal tersebut tergantung dari kemampuan kyai dan masyarakat

pendukunngnya.

Besarnya perhatian kyai terhadap pendirian masjid atau mushalla ini

sebenarnya memiliki beberapa alasan :

Motivasi imam, bahwa masjid adalah rumah Allah di muka bumi.

Itba’ Rasul sebagaimana yang dicontohkan beliau ketika pertama kali

hijrah yang dibangun adalah masjid. Masjid sebagai tempat ibadah dan

tempat pendidikan para santri dan umat Islam (masyarakat). 34

d. Madrasah

Jika dikaji dari pengertian bahasa, istilah madrasah merupakan isim

makan (nama tempat), berasal dari kata darasa, yang bermakna

tempat orang belajar35. Dari akar makna tersebut kemudian

33 Ibid, hlm. 28 - 29 34 Anasom, “Patronase di Pondok Pesantren”, Jurnal Ilmu Dakwah Vol.21, No.1 Januari

– Juni 2001, (Semarang: Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, 2001), hlm. 86. 35 Nurul Huda, “Madrasah: Sebuah Perjalanan untuk Ehsis.” Dalam Ismail SM (eds),

Dinamika Pesantren dan Mdrasah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 50.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

23

berkembang menjadi istilah yang kita pahami sebagai tempat

pendidikan, khususnya yang bernuansa agama Islam.

Sebagai jembatan antara model pendidikan pesantren dan pendidikan

sekolah, madrasah menjadi sangat flrksibel diakomodasikan dalam

berbagai lingkungan. Di lingkungan pesantren, madrasah bukanlah

barang yang asing, Karena lahirnya madrasah merupakan inovasi

model pendidikan pesantren. Dengan kurikulum yang disusun rapi,

para santri lebih mudah mengetahui sampai di mana tingkat

penguasaan materi yang dipelajari. Dengan metode pengajaran

modern yang disertai audio visual aids, kesan kumuh, jorok, ortodok,

dan ekclusive yang selama itu melekat pada pesantren sedikit demi

sedikit terkikis.

Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam kini ditempatkan sebagai

pendidikan sekolah dalam sistem pendidikan nasional. Munculnya

SKB tiga menteri (Menteri Agama, Menteri Kebudayaan dan

Pendidikan, dan Menteri Dalam Negeri) menandakan bahwa

eksistensi madrasah sudah cukup kuat beriringan dengan sekolah

umum. Di samping itu, munculnya SKB tiga menteri tersebut juga

dinilai sebagai langkah positif bagi peningkatan mutu madrasah baik

dari status, ijazah maupun kurikulumnya.36

Sebagai lembaga pendidikan yang dilahirkan oleh pesanntren, maka

madrasah memiliki kesamaan visi atau bahkan merupakan continuity

dari pesantren. Sistem madrasah yang diperkenalkan oleh pesantren

menitiktekankan pada keilmuan agama Islam, di samping pengetahuan

umum yang dapat meningkatkan kepekaan terhadap masalah-masalah

sosial dan lingkungan.

36 Raharjo, “Madrasah Sebagai The Centre of Excellence.” Dalam Ismail SM (eds),

Dinamika Pesantren dan Mdrasah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 50.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

24

4. Pondok Pesantren dan Perubahan Sosial

Adapun Fungsi pondok pesantren adalah sebagai tempat

penyelenggaraan pendidikan, terutama lebih dititikberatkan pada kegiatan

belajar mengajar ilmu-ilmu keagamaan. Dengan segala dinamikanya

pesantren dipandang sebagai lembaga yang merupakan pusat dari

perubahan-perubahan masyarakat lewat kegiatan dakwah Islam, seperti

tercermin dari berbagai pengaruh pesantren terhadap perubahan dan

pengembangan individu, sampai pada pengaruhnya terhadap politik di

antara para pengasuhnya dan pemerintah.37

KH. Sahal Mahfudz menyebutkan bahwa ada dua potensi besar

yang dimiliki pesantren, yaitu potensi kemasyarakatan dan pendidikan.

Apabila pesantren mampu mengembangkan dua potensi itu, maka bisa

diharapkan melahirkan ulama yang tidak saja dalam ilmu pengetahuan

keagamaannya, luas wawasan pengetahuan dan cakrawala pemikirannya,

tetapi juga mampu memenuhi tuntutan zamannya dalam rangka

pemecahan persoalan kemasyarakatan.38 Sehingga kemampuan pesantren

tidak hanya dalam pembinaan pribadi muslim, melainkan bagi usaha

mengadakan perbaikan dan perubahan sosial dan kemasyarakatan.

Adapun sasaran pendidikan pondok pesantren dalam rangka

mengadakan perubahan sosial adalah sebagai berikut :

a. Bidang Pendidikan

Sejak dulu pesantren dipandang sebagai lembaga eklusif.

Sampai akhirnya mengalami perubahan yang sagat terbuka. Yaitu

degan memasukkan pengetahuan umum kedalam system pengajaran

pesantren. Dari sisni terbukti bahwa atara pedidikan agama dan

pendidikan umum tidak terjadi gap.

37 Muhtarom HM, “Urgensi Pesantren Dalam Pembentukan Kepribadian Muslim, dalam

dinamika Pesantren dan Madrasah”, dalam Ismail SM, (eds), Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), cet I, hlm. 39

38 Sahal Mahfudz, Nuansa Fiqih Sosial, (Yogyakarta: LkiS, 1994), hlm. 356-357

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

25

Pada dasarnya Islam adalah religion of nature yang segala

bentuk dikotomi antara agama dan sains harus dihindari. Alam penuh

dengan tanda-tanda, pesan-pesan Illahi yang menunjukkan kehadirn

kesatuan sistem global.39

Pendidikan pesantren pada hakekatnya tumbuh dan

berkembang sepenuhnya berdasarkan motivasi agama. Lembaga itu

dikembangkan untuk mengefektifkan usaha penyiaran dan

pengalaman ajaran-ajaran agama. Dalam pelaksanaannya, pendidikan

pesantren melakukan proses pembinaan pengetahuan sikap dan

kecakapan yang menyangkut segi keagamaan. Tujuanya untuk

membentuk manusia yang berbudi luhur (akhlaq al Karimah),

sedangkan pendidikan Nasional sendiri bertujuan antara lain

menciptakan mausia yang bertaqwa. Untuk kepentingan ini,

pendidikan agama dikembangkan secara terpadu, baik melalui sekolah

umum maupun madrasah. Di samping itu, sarana informal seperti

pesantren diperlukan untuk kepentingan pendidikan karena ciri khas

keagamaan yang menonjol.40

b. Bidang Sosial Budaya

Pesantren masa depan adalah merupakan sebuah laboratorium

kebudayaan dan peradapan. Hal ini dikatakan karena kondisi

pesantren sejak kehadirannya di Indonesia tidak pernah surut dari

perubahan dan selau berusaha tampil dan berbenah diri sehingga

pesantren yang dikatakan sebagai pendidikan tradisional tetap berdiri

kokoh tak lapuk dimakan zaman dengan ciri kurikulum klasiknya.

Dalam pertarungan kosmopolitansi kemanusiaan dan nilai-nilai

kebudayaannya, pesantren mendesain rencana pesantren masa depan

yaitu dengan memproyeksikan pendidikan dalam pesantren dibangun

39 Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik (Humanisme

Relegius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam),(Yogyakarta: Gema Media, 2002), hlm. 44 40 Dedi Djubaedi, “Pemaduan Pendidikan Pesantren – sekolah, Telaah Teoritis dalam

Perspektif Pendidikan Nasional,” dalam Marzuki Wahid (eds), Pesantren Masa Depan, (Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren) (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm 187

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

26

sebuah pendidikan tingkat dasar sampai tingkat tinggi yang sangat

modern dari segi metodologi bahasa dan fasilitas kependidikannya,

tetapi tidak meninggalkan ketradisionalnya yang menjadi ciri khas dan

etikanya. Dengan demikian, pesantren tetap punya ikatan sosial dan

kultural dengan lingkungannya, sekaligus menjadi motor setiap

perubahan kultur tersebut. .

Tata nilai yang berkembang di pesantren, yang paling pokok

ditanamkan pada santrinya adalah bahwa seluruh kehidupan ini

dipandang sebagai ibadah, sebagai misal ketaatan seorang santri

terhadap kiai merupakan manifestasi ketaatan yang dipandang sebagai

ibadah. Para santripun betah berlama-lama mengabdi pada pesantren

kecintaan pada ilmu, begitu kuat sehingga mereka bersedia

mengembangkannya tanpa mempedulikan hambatan yang akan

dihadapi, bahkan mereka bertekad dan bersemangat yang kuat untuk

mengabdi pada masyarakat, sampai mereka berani merombak tatanan

sosial bila dianggap tidak sesuai dengan aturan agama.41

c. Bidang Politik

Politik pada hakekatnya adalah kekuasaan (power) dan

pengambilan keputusan yang lingkupnya sangat luas. Mulai dari

institusi keluarga sampai keinstitusi politik tertinggi. Oleh karena itu,

pengertian politik pada prinsipnya meliputi pada masalah-masalah

pokok dalam kehidupan sehari-hari yang dalam kenyataannya selalu

melibatkan pesantren. Dengan pengertian tersebut politik menjelaskan

masalah-masalah yang berkaitan dengan negara, kekuasaan, proses

pengambiilan keputusan dan proses perumusan kebijakan.

Peran politik yang disinggung di sini terfokos pada keterlibatan

pesantren dalam proses-proses politik, baik dalam tingkat makro

maupun mikro. Peran politik pesantren dapat dilihat dari keterlibatan

ulama dalam mengambil kebijakan publik.

41 Wahjoetomo, op.cit., hlm. 97-98

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

27

Pergulatan politik para kyai merupakan refleksi dari prilaku

politik para ulama yang mencerminkan pahan keagamaan. Nuansa

politik tersebut dengan sendirinya berdampak pada pendidikan

pesantren. Selama pemerintahan Belanda, Soekarno, maupun

Soeharto, para kiyai lebih cenderung menjadi oposan pemerintah. Hal

ini karena para kyai mendukung partai yang tidak berkuasa.

Perubahan paradigma politik kyai nampaknya selalu terkait

dengan pendidikan pesantren. Ketika NU secara organisatoris

menyatakan kembali ke khitah dan kemudian sangat dekat dengan

pemerintah. Dan pesantren menjadi mitra setia pemeritah dalam

pembangunan dan pengembangan masyarakat pedesaan seperti yang

dilakukan di pondok Pesantren Maslahul Huda, Kajen Pati, Jawa

Tengah.42

Sasaran yang ingin ditempuh pesantren dalam hal ini adalah

terpilihnya seseorang pemimpin yang agamis yang mempunyai akidah

keimanan yang kuat, taat kepada Allah, dan tidak berbuat dholim.

Untuk itu pesantren mengadakan pendekatan dengan mengadakan

pendidikan dan mengajarkan anak-anak / santri berpolitik dalam

mencari pemimpin mereka di dalam salah satu organisasi yang

tentunya di bawah bimbingan kyai dan guru-guru yang menjadi

pengamat sekaligus pembimbing.

d. Bidang Ekonomi

Dalam kaitannya dengan upaya pengembangan masyarakat

dalam bidang ekonomi, pesantren meiliki andil besar dalam

menjembatani kebutuhan masyarakat dalam usaha meningkatkan

perekonomian. Bukti keikutsertaan pesantren dalam masalah

perekonomian adalah didirikan badan koperasi pesantren dan

masyarakat atau lebih dikenal dengan Lembaga Tenaga

Pengembangan Masyarakat (LTPM). Program ini pertama kali di

42 Abdul Mukti, “Paradigma Pendidikan Pesantren: Ikhtiar Metodologis Menuju Minimalisasi Kekerasan Politik”, dalam Ismail SM. (eds), Dinamika pesantren dan Madrasah, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2002) hlm. 126.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

28

bentuk pada tahun 1977 di pesantren Pabelan, Muntilan, Magelang

Jawa Tengah. Kemudian dilanjutkan pada tahun 1979 dengan program

latihan pengenalan jenis-jenis Tehnologi Tepat Guna (TTG) yang

dikembangkan oleh beberapa pesantren.43

Pondok Pesantren Maslahul Huda Kajen Pati Jawa Tengah

adalah salah satu contoh dari pesatren-pesantren yang mengelola

sebuah koperasi yang di dalamnya terbentuk sebuah usaha bersama

dalam perekonomian yang dikelola oleh para santri dan masyarakat

sekitar pesantren tersebut. Bentuk dari usaha tersebut adalah pesantren

berkerja sama dengan para pengusaha (produksi) yaitu pesantren

sebagai penyalur dari hasil pertanian dijual pada sebuah perusahaan.

Selain itu dalam usaha pemberdayaan perekonomian masyarakat

setempat pesantren sering mengadakan berbagai macam seminar

kewirausahaan yang bertujuan membentuk jiwa kreatif para santrinya

Di lingkungan pesantren, para santri dididik menjadi manusia

yang bersikap mandiri dan berjiwa wirausaha, mereka giat berusaha

dan bekerja secara independen tanpa menggantungkan nasib pada

orang lain atau lembaga pemerintah dan swasta. Para santri mau

bekerja apa saja, asal halal.44

Dan para santri agar tidak kebingungan untuk mencari

pekerjaan, karena sudah dibekali dipondok pesantren dan diharapkan

tidak menjadi pengangguran di kemudian hari.

e. Bidang Keagamaan

Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang menjadi

pengajaran agama Islam, tujuannya tidak semata-mata memperkaya

pikiran santri dengan teks-teks dan penjelasan-penjelasan yang Islami,

tetapi untuk meninggikan nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan.

Mengajarkan sikap tingkah laku yang jujur dan bermoral.45 Karena

43 Wahjoetomo, op.cit., hlm. 93 44 Ibid., hlm. 93-94 45 Muhtarom HM. op.cit., hlm. 44

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

29

manusia hidup tidak hanya berhubungan dengan Allah saja, tetapi juga

dengan sesama manusia dalam kehidupan di dunia.

Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwasannya

pesantren tidak hanya dalam pembinaan pribadi muslim saja

melainkan berusaha mengadakan perbaikan dan perubahan sosial dan

kemasyarakatan, karena pesantren tidak hanya mempengaruhi

kehidupan para santri dan alumninya, melainkan juga pada kehidupan

masyarakat sekitarnya.

Dengan kata lain pesantren berperan besar dalam

pengembangan keagamaan pada masyarakat sekitarnya. Karena

pendidikan dalam pondok pesantren memberi pengajaran tentang

agama Islam yang bertujuan untuk meninggikan moral, dan

mengajarkan nilai-nilai yang baik, seperti sikap tingkah laku yang

bermoral, dan lain sebagainya.

C. Perilaku keagamaan

1. Pengertian Perilaku Keagamaan

Sebelum membahas apa yang dimaksud dengan perilaku

keberagamaan, terlebih dahulu penulis kemukakan tentang perilaku.

Perilaku secara etimologi adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap

rangsangan atau lingkungannya.46

Menurut Hasan Langgulung, perilaku adalah gerak motorik yang

termanifestasikan dalam bentuk aktifitas seseorang yang dapat diamati.47

Pengertian perilaku sering dibatasi kepada yang dapat dilihat dari

luar, yang berkenaan dengan kegiatan jasmaniah atau psikomotor. Perilaku

atau kegiatan individu seringkali dikelompokkan menjadi tiga kategori,

yaitu kegiatan kognitif, afektif, dan psikomotor. Kegiatan kognitif

berkenaan dengan menggunakan pikiran atau rasio. Dalam kegiatan afektif

46 Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta,

1994, hlm.755. 47 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al-

Ma’arif, 1980), hlm.139.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

30

berkenaan dengan penghayatan perasaan, sikap, moral dan nilai-nilai.

Sedang kegiatan psikomotor menyangkut aktivitas-aktivitas yang

mengandung gerakan-gerakan motorik.48

Dari beberapa batasan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan

bahwa “perilaku” merupakan reaksi total individu terhadap perangsang

atau situasi dari luar, yang terwujud dalam gerak yang dapat diamati.

Sedangkan keberagamaan asal dari kata beragama yang mendapat

awalan ke- dan akhiran –an, yang berarti menganut atau memeluk

agama.49 sedang Raymond F. Paloutzian mendefinisikan agama adalah:

Religiusness is more or less concious dependency on adeity or God and the transendence. This dependency or comitment is evident in onespersonality-experinences, beliefs, and thingking, and motivates ones devosional practise and moral behavior and other activity.50 (Keberagamaan adalah banyak atau sedikitnya kesadaran akan ketergantungan pada seorang Dewa atau Tuhan yang trasenden. Ketergantungan atau komitmen ini dibuktikan pada diri pribadi seorang, pengalaman-pengalaman, keyakinan-keyakinan dan angan-angan dan mendorong seseorang melaksanakan kebaktian keagamaan dan bertingkah laku yang susila dan aktivitas lainnya.)

Keberagamaan atau religiusitas menurut Islam adalah

melaksanakan ajaran agama atau berislam secara menyeluruh. Karena itu,

setiap muslim, baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak

diperintahkan untuk berislam.51 Dalam penulisan ini keberagamaan yang

dimaksud bagaimana perilaku masyarakat dalam beragama dan

memegang norma dan kaidah yang sesuai dengan ketentuan agama.

48 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2003), Cet.I, hlm.40. 49 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm.9. 50 Raymond F. Paloutzian, Invitation To The Psichology Of Religion, (Boston: Allin And

Bacon), Second Adition, p. 12. 51 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001),

hlm.293.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

31

1. Dasar perilaku keagamaan

a). Dasar perilaku keberagamaan anak dalam keluarga, diantaranya

adalah terdapat dalam firman Allah Q.S. Ali-Imron ayat102.

ياأيها الذين ءامنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada- Nya; dan jangan sekali-kali kamu mati sebelum masuk Islam.52 (Q.S. Ali-Imron ayat102)

Ayat tersebut jika diperhatikan dari redaksi “haqqa tuqaadihi”

berkesan bahwa ketaqwaan yang dituntut itu adalah mentaati Allah

dan tidak sekalipun durhaka, mengingat-Nya dan tidak sesaat pun

lupa, serta mensyukuri nikmat-Nya dan tidak satu pun diingkari. 53

b) Dan Q.S. Al Baqarah ayat 25,

ا وتهحت ري منجات تنج مات أن لهالحملوا الصعوا ونءام ر الذينشبالأنهار كلما رزقوا منها من ثمرة رزقا قالوا هذا الذي رزقنا من قبل

)25:ةرلبقا( مطهرة وهم فيها خالدونجوأتوا به متشابها ولهم فيها أزوا

Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan yang berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan syurga-syurga yang mengalir sungai-sungai didalamnya. Setiap mereka rezki buah-buahan dalam syurga-syurga itu, mereka mengatakan: “inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu”. Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka didalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal didalamnya. (Q.S. Al Baqarah ayat 25).54

Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw.

untuk menyampaikan kabar gembira kepada mereka yang benar-benar

beriman secara tulus terhadap semua unsur keimanan dan

52 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang : CV. Toha Putra, 1989), hlm. 92.

53 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, (Jakarta: Letera Hati, 2000), hlm. 157.

54 Departemen Agama RI, op.cit. hlm.12.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

32

membuktikan kebenaran imannya dengan beramal shaleh. Kata

“wa’amiluu” merupakan segala hasil penggunaan daya manusia, yakni

daya tubuh, daya pikir, daya kalbu, dan daya hidup. Daya-daya itu bila

dipergunakan dalam bentuk yang shaleh akan membawa manfaat dan

bila disertai dengan iman yang benar maka ia akan memperoleh

surga.55

Dari deskripsi normatif di atas, dapat diketahui bahwa betapa

Tuhan telah menjadikan kita dengan sempurna di mana segala

perbuatan dan sikap manusia sudah diatur sedemikian rupa, kita

tinggal menjalankan apa yang diperintah-Nya dan menjahui apa yang

menjadi larangan-Nya.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keagamaan

Perilaku keberagamaan seseorang dapat berubah karena

dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan, oleh karena perlu adanya

usaha untuk membentuk atau mempengaruhi perilaku keberagamaan

tersebut.

Perilaku keberagamaan seseorang secara garis besarnya

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksteral, kedua faktor

inilah yang bisa menciptakan kepribadian dan perilaku keberagamaan

seseorang.

a. Faktor Internal

Faktor yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri atau segala

sesuatu yang telah dibawa oleh anak sejak lahir yaitu fitrah suci yang

merupakan bakat bawaan, seperti firman Allah dalam surat ar-Rum

ayat 30 yang berbunyi :

55 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 1,

(Jakarta: Letera Hati, 2000), hlm. 127.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

33

لناس عليها لا فأقم وجهك للدين حنيفا فطرة الله التي فطر ا

تبديل لخلق الله ذلك الدين القيم ولكن أكثر الناس لا يعلمون

)30: الروم (Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama. (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Al-Rum : 30)56

Quraish shihab dalam Tafsir Al-Misbah menafsirkan bahwa ayat ini

merupakan perintah untuk mempertahankan dan meningkatkan dalam

upaya diri untuk menghadap kepada Allah secara sempurna. Yang

mana pada diri manusia telah diberi potensi dasar (fitrah) untuk

mengesakan Allah.57 Dalam kontek ini para ulama’ menguatkan

didasarkan atas hadits Nabi.”semua anak yang lahir dilahirkan atas

dasar fitrah, lalu kedua orang tuanya menjadikannya menganut

agama yahudi, Nasrani atau Majusi.

Senada dengan itu Abdullah Yusuf Ali menafsirkan bahwa pada diri

manusia terdapat fitrah atau sifat seperti domba yang harus lembut dan

sifat kuda yang harus tangkas. Karena manusia terbelenggu oleh adat

istiadat, khurafat, serakah dan ajaran yang saleh sehingga suka

bertengkar dan berbuat dosa. Untuk itu diutusnya para nabi untuk

mengobati dan memperbaiki sifat alam fitrah manusia kepada yang

semestinya sesuai dengan perintah Allah.58

Dalam ayat ini diterangkan bahwa ciptaan Allah, manusia

diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid,

56 Departemen Agama RI, op.cit. hlm. 643 57 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, kesan, dan keserasian al-Qur’an,

Volume XI, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), hlm. 52. 58 Abdullah Yusuf Ali, Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya, Juz Xvi s/d XXIV, (Jakarta :

Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 1035.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

34

kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal ini tidaklah wajar,

mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh

lingkungan.

Ada juga faktor-faktor yang terdapat di dalam diri pribadi

manusia. Faktor tersebut adalah :

1). Pengalaman Pribadi

Sejak individu dilahirkan, sejak itu pula individu berhubugan

dengan dunia luarnya. Sejak itu pula individu menerima stimilus

atau rangsang dari luar dirinya. Dan individu mengenali dunia

luarnya dengan menggunakan alat inderanya.59

Dari kenyataan tersebut maka, pengalaman pribadi merupakan

sesuatu yang sudah barang tentu pernah dialami oleh setiap

manusia, bukan hanya pernah dialami oleh manusia biasa, akan

tetapi anak-anak juga pernah mengalaminya.

Zakiah Daradjat, berpendapat tentang pengalaman pribadi anak,

yaitu : “Sebelum anak masuk sekolah, telah banyak pengalaman

yang diterimanya di rumah. Orang tua serta seluruh anggota

keluarga, juga teman sebaya”. Menurut peneliti ahli ilmu jiwa,

terbukti bahwa semua pengalaman yang dilalui orang sejak lahir

merupakan unsur-unsur dalam pribadinya.60

Pengalaman pribadi yang dimaksud yakni pengalaman beragama,

karena perlu ditanamkan sedemikian rupa pada diri manusia, yakni

sejak dalam kandungan.61 Hal ini penting karena sangat

mempengaruhi pada nantinya bagi pembentukan suatu pribadi

yang agamis.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengalaman

merupakan faktor yang mempengaruhi faktor keberagamaan

59 Jalaludin Rachmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rodakarya offset, 1996),

hlm. 43 60 Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta, Bulan Bintang, 1980), hlm., 11. 61 Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dan Pembinaan Moral, (Jakarta, Bulan Bintang,

1982), hlm. 114.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

35

seseorang. Karena sejak kecil mereka telah mengenal benda yang

ada di sekitarnya, yang dalam proses mentalnya menghasilkan

pada bayangan atau peristiwa pada dirinya, sehingga ia

menemukan sebuah objek melalui indra. Proses ini terdapat suatu

ingatan yang dapat disadari baik dan buruknya terhadap dirinya.

2). Pengaruh emosi

Emosi merupakan perasaan gejolak jiwa yakni suatu keadaan

kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang dialami seseorang baik itu

perasaan senang atau tidak senang.62 Dalam perilaku

keberagamaan, emosi merupakan faktor internal karena emosi

mempunyai suatu pengaruh yang cukup besar kepada seseorang

semenjak mereka dilahirkan.

Menurut Zakiah Daradjat, bahwa sesungguhnya emosi memegang

peranan yang penting dalam sikap dan tindakan agama. Tidak ada

satu sikap atau tindak agama seseorang yang dapat dipahami tanpa

mengindahkan emosinya.63 Dengan demikian, dalam perilaku

keberagamaan emosi mempunyai suatu pengaruh yang cukup

besar. Hal tersebut dapat kita lihat dari perilaku Rasulullah saw

yang mampu menyentuh hati nurani para sahabat da musuh-

musuhnya sehingga mereka dapat menerima ajarannya dan

menjadikan Islam sebagai agama mereka. Karena mereka tahu dan

percaya bahwa akan kebenaran agama yang dibawanya akan

membawa keselamatan hidup di dunia dan di akherat.

b. Faktor Eksternal

Yaitu faktor-faktor yang berasal bukan dari pribadi manusia

melainkan berasal dari orang lain atau lingkungan. Adapun faktor-

faktor tersebut adalah :

1). Pengaruh Orang Tua

62 Abu Ahamadi, Psikologi Umum, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1982). hlm. 58. 63 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta, Bulan Bintang, 1988), hlm., 77.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

36

Mendidik anak adalah tanggung jawab primer orang tua. Peran

orang tua menjadi penting untuk mendidik anak, baik dalam sudut

tinjauan agama, sosial kemasyarakatan, maupun individu.64

Dalam keluarga, haruslah tercipta hubungan timbal balik dalam

pendidikan, sebab mengingat bahwa keluarga dalam hal ini yaitu

orang tua berperan penting dalam menentukan keberhasilan anak-

anaknya dan dapat juga orang tua dijadikan suri tauladan bagi

anak-anaknya, oleh karena itu, orang tua haruslah benar-benar

bersungguh-sungguh dalam mendidik anak, khususnya pendidikan

agama, yang pada akhirnya akan sangat berpengaruh sekali pada

perilaku keberagamaan anak tersebut.

2). Pengaruh Kiyai atau Guru

Kiyai atau guru merupakan orang pertama setelah orang tua yang

dapat mempengaruhi tingkah laku dan kepribadian seseorang. Jadi

faktor yang terpenting bagi seorang kiyai atau guru adalah

kepribadiannya.65

Oleh karenanya sebagai kiyai atau guru hendaknya mempunyai

suatu kepribadian yang mencerminkan ajaran agama, yang akan

diajarkan kepada santri-santrinya. Perilaku dan sikapnya dalam

kebiasaan-kebiasaan baik haruslah sesuai dengan ajaran agama

dan juga hendaknya menyenangkan dan tidak kaku.66

3). Lingkungan Masyarakat

Lingkungan ketiga yang mempengaruhi tingkat keberagamaan

seseorang adalah masyarakat. Kehidupan masyarakat dibatasi oleh

berbagai macam norma dan nilai yang didukung warganya. Oleh

karena itu setiap warga harus bersikap dan bertingkah laku yang

sesuai dengan norma dan nilai yang ada didalam kehidupan warga

64 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),

hlm., 110. 65 Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, op.cit., hlm., 46. 66 Ibid., hlm., 16.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

37

tersebut.

Lingkungan masyarakat yang agamis akan dapat menciptakan jiwa

keberagamaan atau memperkuat keagaman seseorang. Adapun

lingkungan masyarakat mungkin dapat menghilangkan jiwa

keagamaan pada diri seseorang. Untuk itu fungsi dan peran

masyarakat dalam pembentukan jiwa keagamaan akan sangat

tergantung dari seberapa jauh masyarakat tersebut menjunjung

norma-norma itu sendiri.67

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lingkungan masyarakat

memiliki pengaruh terhadap perkembangan keberagamaan

seseorang.

4). Pengaruh Lembaga Pendidikan

Pendidikan agama di lembaga pendidikan bagaimana pun juga

akan memberi pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan pada

anak. Namun demikian, besar kecilnya pengaruh dimaksud sangat

tergantung berbagai faktor yang dapat memotivasi seseorang

untuk memahami nilai-nilai agama, sebab pendidikan agama pada

hakikatnya merupakan pendidikan nilai. Oleh karena itu

pendidikan agama lebih dititikberatkan pada bagaimana

membentuk kebiasaan yang selaras dengan tuntunan agama.68

2. Aspek atau Dimensi Keagamaan

Untuk melihat seberapa jauh keberagamaan seseorang, maka dapat

diketahui bagaimana seseorang itu melaksanakan dimensi-dimensi pada

komitmen keberagamaan. Adapun dimensi keberagamaan itu terbagi

menjadi lima dimensi, diantaranya adalah :

a. Dimensi keyakinan (Idiological Dimension)

Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan di mana orang

religius berpegang teguh pada padangan teologis tertentu dan

67 Jalaluddin, Psikologi Agama, Edisi Revisi, (jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm., 215.

68 Ibid., hlm., 220.

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

38

mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama

mempertahankan seperangkat kepercayaan di mana taraf penganut

diharapkan akan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup

keyakinan itu bervariasi, tidak hanya di antara agama-agama, akan

tetapi sering kali juga di antara tradisi-tradisi dalam agama yang

sama.69

Dimensi keyakinan ini, juga berkenaan dengan seperangkat

kepercayaan (beliefs) yang memberikan “premis eksistensial” untuk

menjelaskan Tuhan, alam, manusia dan hubungan antara mereka.

Kepercayaan ini dapat berupa makna yang menjelaskan tujuan Tuhan

dan peranan manusia dalam mencapai tujuan itu (purposive beliefs).

Kepercayaan yang terakhir dapat berupa tingkah laku yang baik, yang

dikehendaki oleh agama. Kepercayaan jenis inilah yang didasari

struktur etis agama.70

b. Dimensi Praktik Agama (the Ritualistik Dimension)

Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal

yang dilakukan orang untuk menunjukan komitmen terhadap agama

yang dianutnya. Dimensi ini meliputi pedoman-pedoman pokok

pelaksanaan ritus dan pelaksanaan ritus tersebut dalam kehidupan

sehari-hari.71 Dalam Islam, dimensi ini menyangkut pelaksanaan

shalat, puasa, zakat, haji, membaca Al-Qur’an, doa, dzikir, ibadah

kurban, dan lain sebagainya.72

c. Dimensi Pengalaman (the Exsperiental Dimension)

Dimensi ini merupakan bagian dari keagamaan yang bersifat

afektif, yaitu adanya keterlibatan emosional dan sentimental pada

pelaksanaan ajaran agama. Inilah perasaan agama (religion feeling)

yang bergerak dalam empat tingkat, yaitu : konfirmatif (merasakan

69 Djamaludin Ancok, Fuad Nasori, Psikologi Islam Solusi Atas Problem-Problem

Psikologi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1994), hlm.77. 70 Taufik Abdullah (eds), Metodologi Penelitian Agama, (Jakarta: Tiara Wacana Yogya,

1988), hlm. 93. 71 Ibid, hlm. 93. 72 Djamaludin Ancok, Fuad Nasori, Loc. Cit.

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

39

kehadiran Tuhan), responsif (merasa bahwa Tuhan menjawab

kehendaknya atau keluhannya), eskatik (merasakan hubungan yang

akrab dengan penuh cinta pada Tuhan), dan partisipatif (merasa

manjadi kawan setia kekasih atau wali Tuhan dalam melakukan karya

ilmiah).73

d. Dimensi pengetahuan agama (the Intellectual Dimension)

Dimensi ini mengacu pada pengetahuan agama apa yang tengah

atau harus diketahui orang tentang ajaran-ajaran agamanya. Orang

yang beragama paling tidak memiliki sejumplah minimal pengetahuan

mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan tradisi-

tradisi.74

e. Dimensi Pengamalan (the Consequetial Dimension)

Dimensi ini mengacu pada akibat-akibat keyakinan keagamaan,

praktik, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari-kehari.

Dimensi pengamalan disebut juga degan dimensi sosial, yang meliputi

segala implikasi sosial dari pelaksanaan ajaran agama.75

3. Perilaku Keagamaan dalam Perspektif Islam

Adapun bentuk-bentuk perilaku keberagamaan pada masyarakat

pada dasarnya meliputi keseluruhan perilaku yang dituntut agama (dalam

konteks Islam). Sedang macam dan bentuk perilaku manusia di dunia ini

banyak dan berbeda-beda. Namun dalam pembahasan ini yang penulis

kemukakan adalah ibadah mahdah dan ghairu mahdah.76

1). Perilaku ibadah mahdah

Ibadah adalah “memperhambakan diri kepada Allah dengan

mentaati dan melaksankan anjuran-Nya serta menjahui segala

73 Taufik Abdullah, Loc. Cit. 74 Djamaludin Ancok, Fuad Nasori, Op. Cit., hlm.78. 75 Ibid. 76 A. Qodri Azizy, Pendidikan Agama Untuk Membangun Etika, (Jakarta : Aneka Ilmu,

2002),..hlm.142.

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

40

larangan-Nya, karena Allah semata, baik dalam bentuk kepercayaan

dan, perkataan maupun perbuatan.77

Sedangkkan ibadah mahdah adalah ibadah yang menitik

beratkan kepada hubungan vertikal (Allah), dalam aspek ibadah

mahdah ini diantaranya melaksanakan shalat dan puasa.

a). Shalat

Shalat menurut bahasa berarti do’a.78 Sedangkan menurut istilah

berarti suatu sistem ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan

dan laku perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri

dengan salam berdasarkan atas syarat-syarat dan rukun-rukun

tertentu.

Dalam sholat mengandung suatu maksud yang besar, diantaranya

yaitu melatih dan membiasakan hidup teratur serta berdisiplin,

sehingga dalam mengarungi kehidupan itu akan terarah. Nilai lain

yang terkandung adalah mendidik untuk bermasyarakat,

memperteguh persatuan dan kebersamaan dengan sholat juga

dapat menjadi benteng pertahanan yang kuat, yaitu dapat

mencegah perbuatan yang keji dan mungkar. Allah berfirman dalam QS Al-Ankabut : ayat 45:

من الكتاب وأقم الصلاة إن الصلاة تنهى عن تل ما أوحي إليك ا: لعنكبـوت ا(ه يعلم ما تصنعون الفحشاء والمنكر ولذكر الله أكبر والل

45(

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu alkitab (al qur’an) dan tegakkanlah sholat, sesungguhnya sholat itu mencegah diri dari perbuatan yang keji dan mungkar dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain.79 (Al-Ankabut : 45).

77 Sadiq, Kamus Istilah Agama, (Jakarta: Bonafida Cipta Pratama, 1991), hlm.125. 78Ibid., hlm., 178. 79 Departemen Agama RI, op.cit. hlm.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

41

Thaba Thaba’i menfsirkan ayat ini menggaris bawahi bahwa

perintah melaksanakan shalat pada ayat ini dinyatakan yaitu

“shalat melarang atau mencegah kemungkaran dan kekejian” ini

brarti shalat adalah amal ibadah dan pelaksanaannya membuahka

sifat keruhanian dalam diri manusia yang menjadikan tercegah

dari perbuatan keji dan mungkar, dengan demikian hati menjadi

suci dari kekejian dan kemungkaran serta menjadi bersih dari

kotoran dosa dan pelanggaran. Dengan begitu shalat adalah cara

untuk memperoleh potensi keterhindaran dari keburukan.80

Berdirinya manusia dihadapan Allah dengan khusyu’ dan tunduk

akan membekalinya dengan suatu tenaga rohani yang

menimbulkan dalam diri perasaan tenang, damai dan tentram.

Sebab dalam shalat yang dikerjakan dengan semestinya, jiwa dan

raganya hanya menghadap Allah dan berpaling dari urusan

dunia.81

Ibadah shalat ditinjau dari kesehatan mental, maka shalat

mempunyai fungsi dalam langkah pengobatan, pencegahan dan

pembinaan. Dengan shalat orang akan memperoleh pula kelegaan

batin, karena ia merasa Allah mendengar, memperhatikan dan

menerima munajadnya, sehingga ia dapat menjadikan shalat

sebagai pengobatan jiwa.82

Kalau dengan shalat dapat diperoleh hikmah ketenangan jiwa,

setiap kali orang menunaikan shalat, setiap kali itu pula ia

memperoleh ketenangan jiwa. Bila sedikitnya lima kali sehari

semalam, maka tidak ada lagi perasan yang menentukan dan tidak

ada lagi permasalahan yang menumpuk. Sedangkan bila ditinjau

dari segi pembinaan, setiap kali orang mengerjakan shalat berarti

80 Sayid Muhammad Husain At Thoba-Thoba’i, Al-Mizan fi tafsiri Al-Qur’an, Juz 16

(Libanon : Al-a’lamy lilmat buat, 1991M/1411H), hlm. 139. 81 Muhammad Utsman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, (Bandung, Pustaka, 1997), cet.,

II, hlm., 308. 82 Yahya Jaya, Spiritualisasi Islam, (Jakarta, Ruhama, 1994), hlm., 95.

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

42

setiap kali itu pula ia membina jiwa, sehingga akan tertanam

perasaan jiwa yang tenang dan lega, serta rasa disiplin (taat) dan

gairah dalam hidup. Semakin banyak dan khusu’ orang melakukan

shalat, semakin suci dan bersihlah hatinya dari dosa-dosa dan

semakin tenang jiwanya. Serta semakin cinta dan dekatlah dirinya

dirinya kepada Allah SWT, karena sholat adalah permata hati

orang Islam.83

b). Puasa

Puasa merupakan bentuk suatu ibadah penyucian diri, sebab selain

menaham diri dari makan minum, juga menjauhkan diri dari

perbuatan maksiat. Puasa menurut bahasa ialah menahan diri dari

sesuatu dan meninggalkan sesuatu.84

Adapun pengertian puasa adalah menahan makan dan minum dari

segala sesuatu yang membatalkan puasa dari terbit fajar sidiq

hingga terbenam matahari yang diawali dengan niat.85 Allah

berfirman :

ي لى الذينع ا كتبكم اميالص كمليع وا كتبنءام ا الذينهاأي )183: لبقرةا(من قبلكم لعلكم تتقون

Hai sekalian orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang yang dahulu (sebelum kamu) supaya kamu bertaqwa. (Al-Baqarah : 183).86

Pada yat ini Allah mewajibkan puasa kepada semua mausia yang

beriman, sebagaimaa diwajibkan umat-umat sebelum mereka

supaya mereka menjadi orang yang bertaqwa. Jadi puasa ini

sungguh penting bagi kehidupan orang-orang yang beriman. Para

ulama’ banyak memberikan uraian tentang hikmah puasa,

83 Yahya Jaya, Spiritualisasi Islam, Ibid. 84 Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang, Duta Grafika, 1991), hlm., 108. 85 Sudarsono, Sepuluh Aspek Agama Islam, (Jakarta, Rineka Cipta, 1984), cet. I, hlm., 91. 86 Sunarjo, op.cit., hlm., 44.

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

43

misalnya: untuk mempertinggi budi pekerti, menimbulkan

kesadaran dan kasih sayang terhadap orang-orang miskin, orang-

orang lemah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya,

melatih jiwa dan jasmani, menambah kesehatan dan sebagainya. 87

Puasa ada dua macam, yakni puasa fardhu dan puasa sunnah.

Puasa fardhu yaitu puasa pada bulan Ramadhan, yakni puasa yang

diwajibkan bagi orang-orang dewasa/baligh seperti yang telah

dijelaskan oleh ayat di atas. Sedangkan puasa sunnah diantaranya

adalah : puasa enam hari dalam bulan Syawal, puasa hari Senin-

Kamis, puasa pada bulan Sya’ban, puasa pada bulan Arofah

kecuali bagi orang-orang yang sedang melakukan ibadah haji dan

puasa tengah bulan (13, 14, dan 15) dari tiap-tiap bulan Qamariyah

(Hijriyah).88

Puasa mempunyai banyak manfaat kejiwaan. Sebab puasa

merupakan pendidikan dan pelurusan jiwa dan penyembuhan

berbagai penyakit dalam tubuh. Puasa juga berarti mendidik hati

sanubari manusia menjadi selalu konsisten dengan perilaku tanpa

membutuhkan pengawasan.89

Ibadah puasa ditinjau dari kesehatan mental dapat berfungsi dalam

pengobatan, pencegahan dan pembinaan. Dengan puasa, orang

akan memperoleh ketenangan jiwa. Bila orang senang

melaksanakan puasa, maka akan jauhlah ia dari sifat jahat dan

semakin terkendali, serta kuatlah benteng pertahanan dirinya.

Sedangkan ditinjau dari segi pembinaan berarti setiap kali ia

berpuasa maka saat itu pula ia membina jiwa dengan sifat yang

baik dan meningkatkan pengendalian diri.90

87 Zahini Dahlan, et.al, Qur’an dan Tafsirnya, Jilid I (Yogyakarta:PT Dana Bhakti Wakaf

(Badan Wakaf Universisitas Islam), 1990), hlm 306 88 Sudarsono, Sepuluh Aspek Agama Islam, Op.Cit., hlm., 94. 89 Muhammad Utsman Najati, Op.Cit., hlm., 316-317. 90 Yahya Jaya, op.cit., hlm., 97-98.

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

44

c). Zakat

Zakat berasal dari kata “zakkah (t)”, dan zakat merupakan isim

masdar, yang artinya perkembangan dan ada pula yang

mengartikan pemberian, secara istilah zakat berarti memberikan

sebagian harta tertentu kepada yang berhak menerimanya.91

Adapun khikmah zakat diantaranya adalah : zakat menjaga dan

memelihara harta dari incaran mata dan tangan para pencuri, zakat

merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-orang

yang sangat memerlukan bantuan zakat dapat menyucikan jiwa

dari penyakit kikir dan bakhil. Allah berfirman:

ك خزتو مهرطهقة تدص الهموأم ذ من كلاتإن ص همليل عصا وبه يهمليمع ميعس اللهو مله كن103: لتوبةا(س(

Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuj mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka dan Allah maha mendengar lagi mengetahui.92(At-Taubah : 103).

Ayat ini Nabi Muhammad SAW diperintahkan : Ambilah atas

nama Allah sedekah yang hendaknya mereka serahkan dengan

penuh kesungguhan dan ketulusan dan ketulusan hati, dari

sebagian harta mereka, bukan seluruhnya bukan pula sebagia

besar. Dengan zakat tersebut engku telah membersihkan harta dan

jiwa.93

Quraish shihab dalam Al-Misbah memahami ayat ini sebagai

perintah wajib atas penguasa untuk memungut zakat tetapi

mayoritas ulama’ memahami sebagai perintah sunah. Zakat atau

91 Nazar Bakry, Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1994), hlm. 29. 92 Departemen Agama RI, op.cit., hlm., 298

93 Thoba-Thoba’i, op.cit. Juz. 9 hlm. 377

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

45

shodaqoh mengisyaratkan bahwa kehidupan atau hubungan timbal

balik hendaknya didasarkan oleh take and give.94

Zakat sebagai salah satu rukun Islam, yang mempunyai kedudukan

yang sangat penting, hal ini dapat dilihat dari segi tujuan dan

fungsi zakat dalam meningkatkan martabat hidup manusia dan

masyarakat.

Dari sini terlihat bahwa zakat merupakan salah satu ciri perilaku

keagamaan karena dengan zakat dapat membantu orang-orang

yang sangat membutuhkan dan zakat juga dapat menghindarkan

perbuatan-perbuatan keji.

2). Ibadah ghairu mahdah

Ibadah ghairu mahdah adalah ibadah yang menitik beratkan

kepada hubungan horisontal (sesama manusia), atau ibadah yang

berada diluar syari’at Islam tetapi dianjurkan dan dijinkan oleh Allah

dalam aspek ibadah ghairu mahdah, dalam penelitian ini penulis

menitik beratkan pada menghormati Kiyai yaitu bagaimana santri

memuliakan, menghoramati dan mematuhi kiyainya, yang diantaranya

berakhlak baik dan perilaku sosial (muamalah).

a). Berakhlak baik

Menurut Etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa arab

)اخالق( bentuk jamak dari mufrodnya khuluk )خلق( yang berarti

“budi pekerti”. Sedangkan Ahmad Amin merumuskan pengertian

akhlak sebagai berikut :

“Akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk. Menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya. Menyatakan tujuan yang harus dituju oleh

94 Quraisshihab, op.cit. volume 5, hlm 666.

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

46

manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat”.95

Senada dengan itu, Al Ghazali mendefinisikan bahwa akhlak

adalah:

فاخللق عبارة عن هيئة ىف النفس راسخة عنها تصدر األفعال كانت اهليئة ورؤية فإن من غريحاجة اىل فكر بسهولة ويسر

املمحمودة عقال وشرعا مسيت اجلميلها حبيث تصدرعنها األفعالتلك اهليئة خلقا حسنا وإن كان الصادر عنها افعال القبيحة

96 ..مسيت اهليئة الىت هي للصدر خلقا سيئا

Akhlak adalah: sesuatu yang melekat pada jiwa manusia yang dari padaya lahir perbuatan-perbuatan tanpa melalui proses pemikiran dan pertimbangan. Jika keadaan atau (hal) tersebut melahirkan perbuatan-perbuatan yang baik dan terpuji menurut padangan akal dan syara’ disebut akhlak yang baik dan jika perbuatan itu tidak baik disebut akhlak yang buruk.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak

adalah suatu perbuatan manusia yang dimanifestasikan dalam baik

dan buruk, dan dilakukan secara berulang-ulang atas kesadaran

jiwanya tanpa memerlukan berbagai pertimbangan dan tanpa

adanya unsur pemaksaan.97

Sebagai umat manusia yang hidup di tengah-tengah

masyarakat yang serba komplek dituntut untuk mempunyai budi

pekerti yang baik, karena akhlak merupakan pegangan hidup yang

nantinya akan membentuk perilaku kita sehari-hari. Baik itu

perilaku terhadap sesama manusia dan lingkungan.

95 Hamzah Ya’qub, Etika Islam, Pembinaan Akhlaqul Karimah (Suatu Pengantar),

(Bandung: CV. Diponegoro, 1988) cet IV, hlm. 12 96 Imam Ghazali, Ihya’ Ulumuddin Juz III,(Singapura: Sulaiman Mar’i, t.th), hlm.52

97 M. Nipan Abdul Halim, Menghias Diri dengan Akhlak Terpuji, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), Cet. I, hlm. 12

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

47

Karena pentingnya kedudukan akhlak dalam kehidupan

manusia ini, maka misi (risalah) Rasulullah saw. itu sendiri

keseluruhannya adalah unntuk memperbaiki akhlak yang mulia

sebagaimana sabdanya :

حدثنا : حدثنا عبداهللا حدثىن أىب حدثنا سعيدبن منصورقال عبد العزيز بن حممد عن حممد بن عجال عن القعقاع بن حكيم عن اىب صاحل عن اىب هريرة قال رسول اهللا صلى اهللا

98صاحل االخالقامنا بعثت آل متم : عليه وسلم

Said bin Mansur telah menyampaikan kepada kami (katanya) Abdul Aziz bin Muhammad telah menyampaikan kepada kami (berita itu) dari Muhammad bin Ijlan, dari al-Qo’qo bin Hakim dari Abi Sholeh, dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya aku diutus (oleh Allah) semata-mata untuk menyempurnakan akhlak yang sholeh. (H.R. Ahmad)

Dari hadits di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

pentingnya akhlak dalam hidup bermasyarakat. Dengan berakhlak

yang mulia maka akan tercapailah tatanan kehidupan masyarakat

yang dinamis, penuh dengan tenggang rasa dan tercipta sebuah

kehidupan yang tentram, damai serta sejahtera.

b). Perilaku sosial

Aspek ini dalam perilaku keberagamaan tidak dapat diabaikan,

karena masyarakat merupakan lingkungan dimana ia hidup dan

tinggal. Untuk itu, dalam hidup hendaknya perlu dimiliki watak

dan prilaku kepedulian terhadap sesama. Dalan hal ini agama

memberikan pedoman kepada kita bagiamana agar kehidupan

bermastarakat yang baik dan harnonis perlu dibagun sifat gotong

royong dan saling tolong- menolong. Rasulullah SAW bersabda:

98 Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Jilid II, (Beirut: Al-Maktab Al-Islami, 1978), hlm. 281

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

48

قال ,حدثنا حيي ابن حيي التميمى وابو بكر عن اىب هريرة قالرسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم واهللا ىفعون العبد ماكان العبد

99)روه مسلم(عون اخيه ىف

Diceritakan dari Yahya ibn Yahya al-Tamim dari Abu Hurairah berkata bahwasannya Rasul SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah akan menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu mau menolong sesamanya.” (HR Muslim)

Hadits tersebut di atas, menggambarkan bahwa orang yang suka

menolong sesamanya akan dimudahkan urusanya oleh Allah.

Dengan demikian sikap sosial terhadap sesama perlu ditanamkan

dalam jiwa. Karena dengan memiliki kepedulian sosial akan

menciptakan kehidupan yang harmonis dalam kehidupan

bermasyarakat.

D. HIPOTESIS

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.100

Setelah penulis mengadakan penelaahan yang mendalam terhadap

berbagai sumber tentang keterlibatan masyarakat dalam aktivitas sosial

keagamaan pondok pesantren Al-Amin dan tingkah laku atau perilaku

individu, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: “Ada hubungan

positif antara keterlibatan masyarakat dalam aktivitas sosial keagamaan

pondok pesantren Al-Amin terhadap perilaku keberagamaan masyarakat

Dukuh desa Gintungan kecamatan Gebang kabupatan Purworejo”.

Artinya, semakin positif keterlibatan masyarakat dalam aktivitas sosial

keagamaan pondok pesantren Al-Amin, maka akan semakin positif (baik)

perilaku keberagamaan masyarakat Dukuh desa Gintungan kecamatan Gebang

99 Lihat., Shohih Muslim, Bab Kitab al-Bir wa as-shilah, hadits ke 4385. 100 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitiam Suatu Pendekatam Praktek, (Jakarta:

Reineka Cipta, 1998), hlm. 67

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN MASYARAKAT …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/9/jtptiain-gdl-s1-2005...13 mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengikuti kegiatan

49

kabupatan Purworejo. Dan sebaliknya, semakin negatif keterlibatan

masyarakat dalam aktivitas sosial keagamaan pondok pesantren Al-Amin,

maka semakin negatif (buruk) perilaku keberagamaan masyarakat Dukuh desa

Gintungan kecamatan Gebang kabupatan Purworejo.