BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Pengertian ...repository.ump.ac.id/5413/3/MIA FITRIANA...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Pengertian ...repository.ump.ac.id/5413/3/MIA FITRIANA...
26
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Pengertian Pandangan
Pandangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu hasil
perbuatan memandang (memperhatikan, melihat, dan sebagainya).
(Depdiknas, 2002: 1021)
Kata pandangan juga bersinonim dengan kata paradigma dan
kata perspektif. Pengertian paradigma adalah suatu cara pandang untuk
memahami kompleksitas dunia nyata. Makna paradigma yang
dikemukakan oleh Anderson adalah ideologi dan praktik suatu
komunitas ilmuwan yang menganut suatu pandangan yang sama atas
realitas, memiliki seperangkat kriteria yang sama untuk menilai
aktifitas penelitian, dan menggunakan metode serupa. Sedangkan
perspektif adalah suatu kerangka konseptual (conseptual framework),
suatu perangkat asumsi, nilai, atau gagasan yang mempengaruhi
persepsi kita, dan pada gilirannya mempengaruhi cara kita bertindak
dalam suatu situasi. (Mulyana, Deddy, 2010: 9, 16)
Jadi pengertian pandangan yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah suatu cara pandang seseorang untuk mengetahui bagaimana
pendapat dari suatu peristiwa atau masalah yang ada.
9
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
27
2. Pengertian Bank Syariah
Di Indonesia, dasar mengenai bank syariah tertuang dalam UU
No.21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, pengertian Bank
Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah
(BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS). (Soemitra, Andri: 2009: 61-62).
a. Bank Umum Syariah (BUS) adalah Bank Syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
b. Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat
bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk
dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari
suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor
induk dari kantor cabang perbankan syariah dan/atau unit syariah.
c. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank syariah
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
Sedangkan pengertian bank konvensional menurut Pasal 1 UU
No.21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
28
jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan
Rakyat. (Danupranata, Gita, 2013:31-32)
a. Bank umum konvensional adalah bank konvensional yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
b. Bank perkreditan rakyat adalah bank konvensional yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
3. Visi dan Misi Perbankan Syariah (Ali, Zainuddin, 2008: 8, cet. Ke
1)
a. Visi Perbankan Syariah
“Terwujudnya sistem perbankan syariah yang kompetitif,
efisiensi, dan memenuhi prinsip kehati-hatian yang mampu
mendukung sektor riil secara nyata melalui kegiatan pembiayaan
berbasis bagi hasil (sharebased financing) dan transaksi riil dalam
kerangka keadilan, tolong menolong menuju kebaikan guna
mencapai kemaslahatan masyarakat”.
b. Misi Perbankan Syariah
Berdasarkan visi dimaksud, misi yang menjelaskan peran Bank
Indonesia adalah mewujudkan iklim yang kondusif untuk
mengembangkan perbankan syariah yang istiqamah terhadap
prinsip-prinsip syariah dan mampu berperan dalam sektor riil, yang
meliputi sebagai berikut :
a) Melakukan kajian dan penelitian tentang kondisi, potensi serta
kebutuhan perbankan syariah secara berkesinambungan.
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
29
b) Mempersiapkan konsep dan melaksanakan pengaturan dan
pengawasan berbasis risiko guna menjamin kesinambungan
operasional perbankan syariah yang sesuai dengan
karakteristiknya.
c) Mempersiapkan infrastruktur guna peningkatan efisiensi
operasional perbankan syariah.
d) Mendesain kerangka entry dan exit perbankan syariah yang
dapat mendukung stabilitas sistem perbankan.
4. Fungsi Utama Bank Syariah
Bank syariah memiliki tiga fungsi utama yaitu menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dan investasi, menyalurkan
dana kepada masyarakat yang membutuhkan dana dari bank, dan juga
memberikan pelayanan dalam bentuk jasa perbankan syariah. (Ismail,
2011: 39-43) :
a. Penghimpun Dana Masyarakat
Bank syariah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
titipan dengan menggunakan akad al-Wadiah dan dalam bentuk
investasi dengan menggunakan akad al-Mudharabah. Al-Wadiah
adalah akad antara pihak pertama (masyarakat) dengam pihak
kedua (bank), dimana pihak pertama menitipkan dananya kepada
bank, dan pihak kedua, bank menerima titipan untuk dapat
memanfaatkan titipan pihak pertama dalam transaksi yang
diperbolehkan dalam Islam. Al-Mudharabah merupakan akad
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
30
antara pihak yang memiliki dana kemudian menginvestasikan
dananya atau disebut juga dengan shahibul maal dengan pihak
kedua atau bank menerima dana yang disebut juga dengan
mudharib, yang mana pihak mudharib dapat memanfaatkan dana
yang diinvestasikan oleh shahibul maal untuk tujuan tertentu yang
diperbolehkan dalam syariat Islam.
b. Penyaluran Dana kepada Masyarakat
Masyarakat dapat memperoleh pembiayaan dari bank syariah
asalkan dapat memenuhi semua ketentuan dan persyaratan yang
berlaku. Bank syariah akan memperoleh return atas dana yang
disalurkan. Return atau pendapatan yang diperoleh bank atas
penyaluran dana ini tergantung pada akadnya, antara lain adalah
akad jual beli dan akad kemitraan atau kerja sama usaha. Dalam
akad jual beli, maka return yang diperoleh bank atas penyaluran
dananya adalah dalam bentuk margin keuntungan. Margin
keuntungan merupakan selisih antara harga jual kepada nasabah
dan harga beli bank. Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas
penyaluran dana kepada nasabah yang menggunakan akad kerja
sama usaha adalah bagi hasil.
c. Pelayanan Jasa Bank
Pelayanan jasa bank syariah ini diberikan dalam rangka
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya.
Berbagai jenis produk pelayanan jasa yang dapat diberikan oleh
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
31
bank syariah antara lain jasa pengiriman uang (transfer), pemindah
bukuan, penagihan surat berharga, kliring, letter of credit, inkaso,
garansi bank, dan pelayanan jasa bank lainnya.
Aktivitas jasa bank syariah, merupakan aktivitas yang
diharapkan oleh bank syariah untuk dapat meningkatkan
pendapatan bank yang berasal dari fee atas pelayanan jasa bank.
5. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konfensional
Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional terdapat
dalam hal akad dan aspek legalitas, lembaga penyelesaian sengketa,
struktur organisasi (Dewan Pengawas Syariah/DPS dan Dewan
Syariah Nasional/DSN), bisnis dan usaha yang dibiayai, serta
lingkungan kerja dan corporate culture/budaya. (Edwin Nasution,
Mustafa dkk, 2007: 294)
Selain itu, perbedaan bank konvensional dan bank syariah dapat
dilihat dari aspek dibawah ini antara lain (Machmud, Amir, dan
Rukmana, 2010: 10, cet. Ke 1) :
Table 1. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Aspek Bank Syariah Bank Konvensional
Legalitas Akad syariah Akad konvensional
Struktur
Organisasi
Penghimpunan dana dan
penyaluran dana harus
Tidak terdapat dewan
sejenis
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
32
sesuai dengan fatwa
Dewan Pengawas
Syariah (DPS)
Bisnis dan Usaha
yang dibiayai
Melakukan investasi-
investasi yang halal saja.
Hubungan dengan
nasabah dalam bentuk
hubungan kemitraan.
Berdasarkan prinsip bagi
hasil, jual beli, atau
sewa.
Berorientasi pada
keuntungan (profit
oriented) dan
kemakmuran dan
kebahagiaan dunia
akhirat.
Investasi yang halal
dan haram profit
oriented.
Hubungan dengan
nasabah dalam bentuk
hubungan kreditur-
debitur.
Memakai perangkat
bunga.
Lingkungan Kerja Islami Non Islami
Lembaga
Penyelesaian
Sengketa
Badan Arbitrase
Muamalah Indonesia
(BAMUI)
Peradilan Negeri
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
33
Disamping perbedaan antara bank konvensional dan bank
syariah sebagaimana tersebut diatas, Karnaen Perwataatmadja dan
Muhammad Syafi‟i Antonio menambah perbedaan antara lain sebagai
berikut (Manan, Abdul, 2012: 212) :
a. Bank syariah mendasarkan perhitungan pada margin keuntungan
bagi hasil, sedangkan bank konvensional memakai perangkat
bunga.
b. Bank syariah tidak saja berorientasi pada keuntungan (profit),
tetapi juga pada al falah oriented. Adapun bank konvensional
semata-mata profit oriented.
c. Bank syariah melakukan hubungan dengan nasabah dalam bentuk
hubungan kemitraan. Adapun bank konvensional melakukan
hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitur
kreditur saja.
d. Bank syariah meletakan penggunaan dana secara riil (users of real
funds), adapun bank konvensional sebagai creator of money
supply.
e. Bank syariah melakukan investasi dalam bidang yang halal saja
(sesuai syariat Islam). Adapun bank konvensional melakukan
investasi yang halal dan haram.
f. Bank syariah dalam melakukan pergerakan dan penyaluran dana
harus sesuai dengan pendapat Dewan Pengawas Syariah. Adapun
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
34
bank konvensional tidak terdapat dewan sejenis yang mengawasi
bank tersebut.
6. Perbedaan Bagi hasil dan Bunga
Islam mendorong praktik bagi hasil serta mengharamkan riba.
Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun
keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu
dapat dijelaskan dalam tabel berikut (Ali, Zainuddin, 2010: 112-113,
cet. Ke 2).
Table 2. Perbedaan Bagi hasil dan Bunga
No. Bunga Bagi Hasil
1. Penentuan bunga dibuat pada
waktu akad dengan asumsi
harus selalu untung.
Penentuan besarnya rasio/nisbah
bagi hasil dibuat pada waktu
akad dengan berpedoman pada
kemungkinan untung rugi.
2. Besarnya presentase
berdasarkan jumlah uang
(modal) yang dipinjamkan.
Jumlah rasio bagi hasil
berdasarkan pada jumlah
keuntungan yang diperoleh.
3. Pembayaran bunga tetap
seperti yang dijanjikan tanpa
pertimbangan apakah proyek
yang dijalankan oleh pihak
Bagi hasil bergantung pada
keuntungang proyek yang
dijalankan. Bila usaha merugi,
kerugian akan ditanggung
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
35
nasabah untung atau rugi. bersama oleh kedua belah pihak.
4. Jumlah pembayaran bunga
tidak meningkat sekalipun
jumlah keuntungan berlipat
atau keadaan ekonomi sedang
“booming”.
Jumlah pembagian laba
meningkat sesuai dengan
peningkatan jumlah pendapatan.
5. Eksistensi bunga diragukan
(kalau tidak dikecam) oleh
semua agama, termasuk Islam.
Tidak ada yang meragukan
keabsahan bagi hasil.
7. Dasar Hukum Bank Syariah
Bank syariah secara yuridis normatif dan yuridis empiris diakui
keberadaannya di Negara Republik Indonesia. Pengakuan secara
yuridis normatif tercatat dalam peraturan perundang-undangan di
Indonesia, diantaranya, Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, Undang-Undang No. 10 tentang Perubahan atas Undang-
Undang No. 7 tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang No. 3
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang No.3 Tahun 2006
tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama. Selain itu, pengakuan secara yuridis empiris dapat
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
36
dilihat perbankan syariah tumbuh dan berkembang pada umumnya di
seluruh ibu kota provinsi dan Kabupaten di Indonesia, bahkan
beberapa bank konvensional dan lembaga keuangan lainnya membuka
unit usaha syariah (bank syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah,
dan semacamnya). Pengakuan secara yuridis dimaksud, memberi
peluang tumbuh dan berkembang secara luas kegiatan usaha perbankan
syariah, termasuk memberi kesempatan kepada bank umum
(konvensional) untuk membuka kantor cabang yang khusus melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. (Ali, Zainuddin, 2010: 2,
cet. Ke 2)
8. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia (A.Karim, Adiwarman,
2011: 25-27)
Di Indonesia, bank syariah pertama kali didirikan pada tahun
1992 adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Walaupun
perkembangannya agak lambat bila dibandingkan dengan negara-
negara muslim lainnya, bank syariah di Indonesia akan terus
berkembang. Bila pada periode tahun 1992-1998 hanya ada satu unit
Bank Syariah, maka pada tahun 2005, jumlah bank syariah di
Indonesia telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah
dan 17 unit usaha syariah. Sementara itu, jumlah Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS) hingga ahir tahun 2004 bertambah menjadi 88
buah.
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
37
Berdasarkan data Bank Indonesia, prospek perbankan syariah
pada tahun 2005 diperkirakan cukup baik. Industri perbankan syariah
diprediksi masih akan berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang
cukup tinggi . jika pada posisi November 2004, volume usaha
perkembangan syariah telah mencapai 14,0 triliun rupiah, dengan
tingkat pertumbuhan yang terjadi pada tahun 2004 sebesar 88,6%,
volume perbankan syariah diakhir tahun 2005 diperkirakan akan
mencapai sekitar 24 triliun rupiah. Dengan volume tersebut,
diperkirakan industri perbankan syariah akan mencapai pangsa sebesar
1,8% dari industri perbankan nasional dibandingkan sebesar 1,1% pada
akhir tahun 2004. Pertumbuhan volume usaha perbankan syariah
tersebut ditopang oleh rencana pembukaan unit usaha syariah yang
baru dan pembukaan jaringan kantor yang lebih luas. Dan pihak ketiga
(DPK) diperkirakan akan mencapai jumlah sekitar 20 triliun rupiah
dengan jumlah pembiayaan sekitar 21 triliun rupiah diakhir tahun
2005.
Perkembangan perbankan syariah ini tentunya juga harus
didukung oleh sumber daya insani yang memadai, baik dari segi
kualitas maupun kuantitasnya. Namun, realitas yang ada menunjukkan
banhwa masih ada sumber daya insani yang selama ini terlibat di
institusi syariah tidak memiliki pengalaman akademis maupun praktis
dalam Islamic Banking. Tentunya kondisi ini cukup signifikan
mempengaruhi produktivitas dan profesionalisme perbankan syariah
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
38
itu sendiri. Inilah yang harus mendapatkan perhatian dari kita semua,
yakni mencetak sumber daya insani yang mampu mengamalkan
ekonomi syariah di semua lini karena sistem yang baik tidak mungkin
dapat berjalan bila tidak didukung oleh sumber daya insani yang baik
pula.
9. Produk-produk Bank Syariah
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah
dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu (A.Karim, Adiwarman:
2011: 97-112) :
a. Produk Penyaluran Dana (financing)
1) Pembiayaan dengan prinsip jual-beli
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya
pemisahan kepemilikan barang atau benda (transfer of
property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan
menjadi bagian harta atas barang yang dijual.
Transaksi jual-beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk
pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni
sebagai berikut:
a) Pembiayaan Murabahah
Murabahah, yang berasal dari kata ribhu (keuntungan),
adalah transaksi jual-beli dimana bank menyebut jumlah
keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual,
sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
39
harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan
(margin).
b) Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jual-beli dimana barang yang
diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu, barang yang
diserahkan secara tangguh sementara pembayaran
dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli,
sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini
mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas,
kualitas, harga dan waktu penyerahan barang harus
ditentukan secara pasti.
c) Pembiayaan Istishna‟
Produk istishna‟ menyerupai produk salam, tapi dalam
istishna‟ pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam
beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna‟ dalam
Bank Syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan
manufaktur dan konstruksi.
2) Pembiayaan dengan prinsip sewa (Ijarah)
Prinsip ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi
pada dasarnya prinsip ijarah yaitu pemindahan hak guna atas
barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
40
dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas
barang itu sendiri.1
3) Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (Syirkah)
a) Pembiayaan Musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyaraah
(syirkah atau syariah). Transaksi musyarakah dilandasi
adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk
meningakatkan nilai asset yang mereka miliki secara
bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua
pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama
memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang
berwujud maupun tidak berwujud.
b) Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak
atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahib al-maal)
mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
(mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam
paduan kontribusi 100% modal kas dari shahib al maal
dan keahlian dari mudharib.
1 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik , (Jakarta: Gema Insani, 2001),
hlm 137.
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
41
4) Pembiayaan dengan prinsip pelengkap
a) Hiwalah (Alih Utang-Piutang)
Tujuan fasilitas hiwalah adalah untuk membantu supplier
mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan
produksinya. Bank mendapat ganti-biaya atas jasa
pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi resiko
kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan
penelitian atas kemampuan pihak yang berhutang dan
kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang
dengan yang berhutang.
b) Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan
pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan
pembiayaan.
Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria: Milik
nasabah.; sendiri.; Jelas ukuran, sifat, dan nilainya
ditentukan berdasarkan nilai riil pasar.; Dapat dikuasai
namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.
c) Qardh
Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang
dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain
meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam
literature fiqih klasik, qardh dikategorikan pada aqd
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
42
tathawwui atau akad saling membantu dan bukan transaksi
komersial.2
d) Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah
memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan
L/C, inkaso dan transfer uang.
e) Kafalah (Garansi Bank)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh
penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam
pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan
tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan
berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai
peminjam.3 Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan
untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban
pembayaran.
b. Produk Penghimpunan Dana (funding)
1) Prinsip Wadi‟ah
Prinsip wadi‟ah yang diterapkan adalah wadi‟ah yad
dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro.
2Muhammad Syafi‟i Antonio, Ibid, hlm. 131.
3Muhammad Syafi‟i Antonio, Ibid, hlm. 123.
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
43
Wadi‟ah dhamanah pihak yang dititipan sehingga ia boleh
memanfaatkan harta titipan tersebut.
Karena wadi‟ah yang diterapkan dalam produk giro
perbankan ini juga disifati dengan yad dhamanah, implikasi
hukumnya sama dengan qardh, dimana nasabah bertindak
sebagai yang meminjam uang, dan bank bertindak sebagai
yang dipinjami.
2) Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau
deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan
bank sebagai mudharib (pengelola). Hasil usaha ini akan
dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati.
c. Produk Jasa (service)
Jasa perbankan tersebut antara lain berupa:
a) Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Pada prinsip jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip
sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini,
penerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot).
Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
b) Ijarah (Sewa)
Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan
(safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen
(custodian). Bank mendapat imbalan dari jasa tersebut.
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
44
10. Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama
Sejarah Berdirinya Muhammadiyah
Berawal dari pendirian sekolah untuk anak-anak Kauman
dengan pelajaran agama Islam dan pengetahuan sekolah biasa. Para
siswa Kweekschool dan santri yang menyarankan dan mendesak agar
penyelenggaraannya ditangani oleh suatu organisasi agar berkelanjutan
sepeninggalan Kyai kelak. Dalam mendirikan organisasi ini tidaklah
mudah, banyak yang harus dilakukan seperti mengumpulkan syarat-
syarat dan meminta persetujuan dari berbagai pihak agar persyarikatan
ini diberi izin resmi dan diakui sebagai suatu badan hukum. Setelah
melalui berbagai hal dan telah mengumpulkan berbagai syarat yang
harus dipenuhi dengan saran-saran yang telah diberikan maka pada
Resident Yogyakarta Liefrinck, pada tanggal 21 April 1913 menyurati
Gubernur Jendral, bahwa ia menyetujui permohonan Muhammadiyah
itu, dengan catatan supaya kata-kata “Jawa dan Madura” diganti
dengan “Residentie Yogyakarta” dalam Statuenartikel 2,4 dan 7. Ini
pun dipenuhi, setelah melalui rapat anggota pada tanggal 15 Juli 1914.
Demikianlah, setelah berproses dengan surat-menyurat selama 20
bulan, akhirnya pemerintah Hindia Belanda mengakui Muhammadiyah
sebagai badan hukum, tertuang dalam Gouverment Besluit tanggal 22
Agustus 1914, No. 21, beserta lampiran anggaran dasarnya. Tujuannya
telah tegas, cara-cara penyampaiannya telah terarah, yang akan
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
45
menghasilkan berbagai amal usaha nyata. (Kamal Pasha, Musthafa,
dan Ahmad Adaby Darban, 2009: 96-98)
Kemudian pada tanggal 18 Dzulhijjah 1330 H (bertepatan
tanggal 18 November 1912 M) Muhammadiyah diresmikan menjadi
organisasi persyarikatan dan berkedudukan di Yogyakarta, dipimpin
langsung oleh KH. A. Dahlan sendiri sebagai ketuanya. (Tim Pembina
Al-Islam dan Kemuhammadiyahan, 1990: 3)
Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama
Secara garis besar ada dua setting yang melatarbelakangi
kelahiran NU. (Ahmad, Masrur, 2014: 18-36).
a. Yang pertama adalah Latar Global. Kelahiran NU secara gobal
dilatar belakangi oleh dua konteks global yang cukup
menghebohkan umat Islam. Pertama, konteks pembaharuan Islam
yang menyerukan umat Islam untuk “kembali kepada al-Qur‟an
dan Sunnah” dengan melepaskan diri dari sikap bermadzhab.
Kedua, konteks politik; yaitu keruntuhan Khalifah Turki Ustmani.
Menurut penjelasan singkat diatas menunjukan bahwa NU
adalah „juru selamat, paham ahlus sunnah wal jama‟ah menujukan
wajah Islam yang toleran, harmonis mengedepankan akhlakul
karimah dan menyampaikan pesan Islam dengan uswatuh
khasanah. Secara historis, kelahiran NU memang tidak bisa
dilepaskan dari kekecewaan kelompok tradisionalis terhadap
kelompok modernis dalam pengutusan delegasi pada Mukhtamar
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
46
Khilafah di Makkah. Akan tetapi, jika dilihat dari sisi ajaran, visi
dan misi NU, tampak bahwa cikal-bakal kelahiran NU bahkan
telah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw yaitu paham yang
berhaluan Ahlus Sunnah wal Jama‟ah.
b. Yang kedua adalah Latar Lokal. Kelahiran NU sebagai wadah
perjuangan bangsa dipelopori oleh para ulama dan kaum pesantren
sesungguhnya memiliki sejarah perjuangan yang cukup panjang.
Sejak awal kedatangan bangsa penjajah baik Spanyol, Portugis,
Belanda dan Jepang hingga kemerdekaan umat Islam yang
digerakan oleh ulama dan kaum santri tetap kukuh untuk
menentang keberadaan kaum penjajah di bumi pertiwi. Semangat
itu terus muncul, hingga kesadaran nasionalisme yang berakar pada
prinsip kebangsaan ditandai dengan mulai munculnya berbagai
organisasi pergerakan pribumi, baik yang berhaluan nasional,
komunis, maupun Islam.
NU sebagai wadah Islam tradisionalis memiliki fondasi yang
kuat didorong oleh faktor social kultural yang sangat kental dan
kuat. NU lahir dan berkembang dari dan oleh pesantren
tradisionalis yang umumnya pesantren langsung berhubungan
dengan rakyat bawah, lingkungannya adalah pedesaan sehingga
tradisi dibangun dengan gotong royongnya relatif kuat.
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
47
Jejak Rekam Perjalanan Nahdlatul Ulama (Khotib, Ahmad
dkk, 2011: 9-11)
Nahdlatul Ulama lahir dari pergulatan penyebaran dan pemikiran
Islam di abad pertengahan. Lahir dari sebuah proses pembumian nilai-
nilai Islam terhadap budaya lokal. Amalan, ritual, cara, ketentuan dan
perayaan yang sudah mengakar di masyarakat dibentuk ulang dengan
nilai dan spirit keislaman melalui berbagai bentuk kesantunan
dakwah. Masyarakatpun dapat menerima kebiasaan baru tersebut
sehingga terjadilah akulturasi budaya dan nilai-nilai keislaman yang
kemudian menjadi tradisi baru. Terjadi proses peralihan
keberagamaan yang dilakukan secara sadar, damai dan sukarela tanpa
ada paksaan apalagi kekerasan. Di sinilah peran besar dari penyebar
Islam di Jawa yang dikenal dengan sebutan Walisongo.
Di samping itu, keterbelakangan yang dialami bangsa Indonesia
akibat penjajahan maupun kungkungan tradisi, menggugah kesadaran
kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui
jalan pendidikan dan organisasi. Maka pada tahun 1908 M. muncullah
gerakan pemuda yang dikenal dengan Kebangkitan Nasional.
Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana setelah
rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya
dengan bangsa lain. Sebagai jawaban atas gerak dan kesadaran itu,
maka muncullah berbagai organisai pendidikan dan pembebasan.
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
48
Kalangan pesantren yang pada waktu itu gigih melawan
kolonialisme, merespon Kebangkitan Nasional tersebut dengan
membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan
(Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916 M yang didirikan oleh KH.
Abdul Wahab Hasbullah. Sebagai tindak lanjut dari penggemblengan
di dalam Nahdlatul Wathan itu, dibentuklah Jam‟iyyah Nashihin
(Organisasi Orator) yang bergerak dalam pembinaan generasi muda
untuk menjadi pendakwah handal. Dari sinilah pemimpin masa depan
yang mumpuni banyak dimunculkan.
Kemudian tahun 1918 M. KH. Abdul Wahab Hasbullah
membentuk forum diskusi yang diberi nama Taswirul Afkar (Potret
Pemikiran) atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan
Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik dan keagamaan
kaum santri. Dari Taswirul Afkar kemudian didirikan Nahdlatut
Tujjar, (Pergerakan Kaum Saudagar) yang dijadikan sebagai basis
untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul
Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok
kajian dan studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang
sangat pesat sebagai wahana untuk mengaji, belajar dan kaderisasi
bagi kepentingan Islam Ahlissunnah wal Jamaah.
Pada tahun 1922 M, para tokoh pejuang Islam Ahlissunnah wal
Jamaah meningkatkan kegiatannya melalui masjid yaitu dengan
membentuk suatu badan untuk mengurusi masalah-masalah
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
49
kemasjidan yang bernama Ta‟mirul Masjid. Di samping itu, di
kalangan muda didirikan sebuah lembaga yang disebut Syubbanul
Wathan (Pemuda Patriot). Program yang dicanangkan adalah
membahas masalah hukum agama, dakwah, peningkatan
intelektualitas bagi para anggotanya dan berbagai kegiatan penunjang
lainnya.
Saat Nusantara bergerak dengan Aswajanya, di tanah Hijaz
(Saudi Arabia) pada tahun 1924 M. Raja Hijaz, Syarif Husein, yang
beraliran Sunni ditaklukkan oleh Abdul Aziz bin Sa‟ud yang beraliran
Wahabi. Sejak itulah Raja Ibnu Sa'ud berkehendak menerapkan
madzhab tunggal yakni mazhab Wahabi di Hijaz (Saudi Arabia),
dengan melarang semua bentuk amaliah keagamaan ala kaum Sunni
serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam
maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap
bid'ah.
Dengan dalih demi kejayaan Islam, Raja Ibnu Sa‟ud berencana
meneruskan kekhilafahan Islam yang terputus di Turki pasca
runtuhnya Daulah Utsmaniyyah. Untuk itulah, dia menggelar
Mu'tamar al-'Alam al-Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah
sebagai penerus Khilafah yang terputus itu. Seluruh negara Islam
diundang dalam perhelatan akbar tersebut, termasuk Indonesia.
Utusan yang mendapatkan rekomendasi adalah HOS. Cokroaminoto
(Syarikat Islam), KH. Mas Mansur (Muhammadiyah) dan KH. Abdul
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
50
Wahab Hasbullah (Pesantren). Tetapi nama KH. Abdul Wahab
Hasbullah dicoret dalam daftar calon delegasi Indonesia tersebut
dengan alasan beliau tidak mewakili organisasi resmi.
Peristiwa ini menyadarkan para ulama pesantren akan
pentingnya sebuah organisasi. Didorong oleh minatnya yang gigih
untuk menciptakan kebebasan bermadzhab serta peduli terhadap
pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren akhirnya
membuat delegasi sendiri yang dikenal dengan Komite Hijaz atas
nama Nahdlatul Ulama yang diketuai oleh KH. Abdul Wahab
Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite
Hijaz itu, Raja Ibnu Sa‟ud mengurungkan niat untuk
membungihanguskan amaliyah ala Sunni. Hasilnya hingga saat ini di
Mekah bebas melaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab masing-
masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang
berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan menyelamatkan
peninggalan sejarah serta peradaban Islam yang sangat berharga.
Merasa misi dan tugasnya sudah selesai, KH. Abdul Wahab
Hasbullah berencana membubarkan komite tersebut. Akan tetapi
Hadrotus Syekh KH. Hasyim Asy‟ari mencegahnya. Beliau ingin
merealisasikan isyarat yang diberikan oleh Syaichona Khalil
Bangkalan yang dikirimkan melalui salah seorang santrinya, KHR.
As‟ad Syamsul Arifin. Maka pada tanggal 16 Rajab 1344 H yang
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
51
bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 M. terbentuklah organisasi
yang bernama Jam‟iyyah Nahdlatoel „Oelama (Organisasi
Kebangkitan Ulama) Organisasi ini dipimpin oleh Hadrotus Syekh
KH. Hasyim Asy'ari sebagai Rois Akbar.
Pada Muktamar tahun 1928 M. NU menetapkan anggaran
dasarnya untuk mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah
Belanda. Dan pada tanggal 6 Februari 1930 NU baru mendapat
pengakuan resmi. Secara garis besar, NU merupakan organisasi yang
menetapkan dirinya sebagai pengawal tradisi dengan mempertahankan
ajaran empat madzhab sebagai jalan memperkokoh ajaran al-Qur‟an
dan al-Hadits.
Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka Hadrotus
Syekh KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Qonun Asasi
(prinsip/anggaran dasar), yang berisi tentang bagaimana NU harus
berakidah, mengamalkan ajaran Islam yang bersifat amaliyah (fiqh),
menjalin hubungan antar sesama (ukhuwwah), berbangsa dan
benegara. Dan dalam rangka memperkuat landasan utama ini,
Hadrotus Syekh KH. Hasyim Asy'ari juga merumuskan kitab I'tiqad
Ahlussunnah Wal Jamaah sebagai pegangan yang harus dijalankan
oleh kaum Nahdliyyin dalam menyikapi kebebasan bermadzhab.
Kedua prinsip tersebut yang pada perjalanan berikutnya
diejawantahkan dalam Khitthah NU, yang dijadikan dasar dan rujukan
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
52
warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial,
keagamaan dan politik.
Pada Muktamar ke-11 tahun 1936 M. di Banjarmasin NU
memilih bentuk Negara Kesatuan yang Damai (Darussalam) bukan
negara Islam. Hal ini dibuktikan secara nyata pada menjelang
kemerdekaan RI, salah satu putera NU yaitu KH. Wahid Hasyim
(putera dari Hadrotus Syekh KH. Hasyim Asy‟ari) menjadi anggota
Tim Perumus Sembilan dari PPKI yang merumuskan dasar, bentuk
dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Komitmen NU terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) dapat dibuktikan. Pada tanggal 22 Oktober 1945, Hadrotus
Syekh KH. Hasyim Asy‟ari mengeluarkan maklumat berupa Resolusi
Jihad, yaitu umat Islam wajib mengangkat senjata melawan Belanda
dan sekutunya yang hendak kembali menjajah Indonesia dan melarang
kaum muslimin Indonesia untuk melakukan perjalanan haji dengan
kapal Belanda. Resolusi jihad inilah yang kemudian mampu
mengobarkan semangat arek-arek Suroboyo untuk bertempur habis-
habisan dalam mempertahankan kemerdekaan RI di Surabaya. Dengan
semangat takbir Allahu Akbar yang dikumandangkan oleh Bung
Tomo, maka berkobarlah perang heroik pada tanggal 10 Nopember
1945 yang kemudian dikenal dengan Hari Pahlawan.
Itulah sekilas jejak rekam perjalanan NU dalam kancah
Nusantara dengan menorehkan perjuangannya sebagai salah satu
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
53
kontribusi dalam mewujudkan kemaslahatan masyarakat yang
Baldatun Thayyibatun wa Robbun Ghafur; damai, sejahtera, Gemah
Ripah loh Jinawi Toto Tentrem Kerto Raharjo. NU telah memainkan
peran penting dalam sejarah Indonesia dengan mengintegrasikan
Islam dalam negara bangsa dan mengakui keabsahan negara yang ber-
Ketuhanan Yang Maha Esa tanpa mengurangi dinamisasi pelaksanaan
ibadah-ibadah agamanya. Dan NU mengakui sebagai negara bangsa
yang plural yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Dasar Pemikiran Muhammadiyah dan NU
Secara populer sering dikatakan bahwa NU mengacu pada
persatuan umat dengan berpegang pada tali Allah (QS. Ali Imran:
103). Ini tampak pada lambang organisasi NU dan ayat yang dijadikan
pegangan. Tali Allah itu arti praktisnya adalah doktrin Ahlus Sunnah
Wal Jama‟ah yang telah menjadi konsensus besar di kalangan umat
Islam dan kepemimpinan para ulama sebagai ahli waris para Nabi.
Sementara itu, citra Muhammadiyah sudah terpatri pada seruan
membentuk “masyarakat utama” (Khairu Ummah) melalui amar
ma‟ruf nahi munkar dan iman kepada Allah (QS. Ali Imran: 110).
Ayat ini ternyata menggerakan umat kepada perubahan
kemasyarakatan, walaupun dengan resiko, bisa melonggarkan tali
persatuan dan solidaritas. (Santosa Maryadi, Fattah, 2000: 108)
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
54
Dasar Pemikiran Muhammadiyah
Dasar pemikiran dalam Muhammadiyah tertuang pada
Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, yaitu (Hambali,
Hamdan, 2010: 9-39) :
1) Pokok Pikiran Pertama: “Hidup manusia harus berdasar Tauhid
(meng-Esakan) Allah; ber-Tuhan, beribadah serta tunduk dan taat
hanya kepada Allah”.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqadimah Anggaran
Dasar sebagai berikut: “Amma ba‟du, bahwa sesungguhnya ke-
Tuhanan itu adalah hak Allah semata-mata, ber-Tuhan dan
beribadah serta tunduk dan taat kepada Allah adalah satu-satunya
ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia”.
2) Pokok Pikiran Kedua: “Hidup manusia itu bermasyarakat”.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqadimah Anggaran
Dasar sebagai berikut: “Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah
(hukum qudrat iradah) Allah atas hidup manusia didunia ini”.
3) Pokop Pikiran Ketiga: “Hanya hukum Allah yang sebenar-
benarnyalah satu-satunya yang dapat dijadikan sendi untuk
membentuk pribadi yang utama dan mengatur ketertiban hidup
bersama (masyarakat) dalam menuju hidup bahagia dan sejahtera
yang haqiqi, didunia dan akhirat”.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqadimah Anggaran
Dasar sebagai berikut: “Masyarakat yang sejahtera, aman, damai,
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
55
makmur dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan diatas keadilan,
kejujuran, persaudaraan dan gotong royong, bertolong menolong
dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas
dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu”.
4) Pokok Pikiran Keempat: “Berjuang menegakan dan menjunjung
tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya, adalah wajib, sebagai ibadah kepada Allah
berbuat ihsan dan islah kepada manusi / masyarakat”
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqadimah Anggaran
Dasar sebagai berikut: “Menjunjung tinggi hukum Allah lebih dari
pada hukum yang manapun juga adalah kewajiban mutlak bagi
tiap-tiap orang yang mengaku bertuhan kepada Allah. Agama
Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi, sejak
Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw dan diajarkan kepada
umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia dunia
dan akhirat.”
5) Pokok Pikiran Kelima: “Perjuangan menegakkan dan
menjungjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya, hanyalah akan dapat berhasil bila
dengan mengikuti jejak (ittiba) perjuangan para Nabi terutama
perjuangan Nabi Besar Muhammad saw”.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqadimah Anggaran
Dasar sebagai berikut: “Syahdan, untuk menciptakan masyarakat
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
56
yang bahagia dan sentosa sebagaimana yang tersebut diatas, tiap-
tiap orang terutama umat Islam, yang percaya kepada Allah dan
hari kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci
itu, beribadat kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya
mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk
menjelmakan masyarakat itu didunia ini, dengan niat yang murni
tulus dan ikhlas karena Allah dan ridla-Nya belaka serta
mempunyai rasa tanggung jawab dihadirat Allah atas segala
perbuatannya, lagi pula harus sabar dan tawakkal bertabah hati
menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa
dirinya, tahu rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan
penuh pengharapan akan perlindungan dan pertolongan Allah
Yang Maha Kuasa”.
6) Pokok Pikiran Keenam: “Perjuangan mewujudkan pokok-pikiran
tersebut hanyalah akan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
dan berhasil, bila dengan cara berorganisasi. Organisasi adalah
satu-satunya alat atau cara perjuangan yang sebaik-baiknya”.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqadimah Anggaran
Dasar sebagai berikut: “Untuk melaksanakan terwujudnya
masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat dan rahmat
Allah dan didorong oleh Firman Allah dalam al-Qur‟an:
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
57
Artinya: Adakanlah dari kamu sekalian golongan yang mengajak
kepada keislaman, menyuruh kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Mereka itulah golongan yang beruntung berbahagia.
Pada tanggal 18 Dzulhijjah 1330 Hijriyyah atau 18 November
1912 Miladiyah, oleh almarhum K.H.A. Dahlan didirikan suatu
persyarikatan sebagai “Gerakan Islam” dengan nama
“Muhammadiyah” yang disusun dengan Majlis-majlis (bagian-
bagiannya), mengikuti peredaran zaman serta berdasarkan “Syura”
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan atau Muktamar”.
7) Pokok Pikiran Ketujuh: “Pokok pikiran / prinsip / pendirian seperti
yang diuraikan dan diterangkan di muka itu, adalah yang dapat
untuk melaksanakan ideologinya terutama untuk mencapai tujuan
yang menjadi cita-citanya, ialah terwujudnya masyarakat adil dan
makmur lahir batin yang diridlai Allah, ialah masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya”.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqadimah Anggaran
Dasar sebagai berikut: “kesemuanya itu perlu untuk menunaikan
kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti
Sunnah Rasul-Nya Nabi Muhammad saw guna mendapat karunia
dan ridlo-Nya di dunia dan akhirat dan untuk mencapai
masyarakat yang sentosa dan bahagia, disertai nikmat dan rakmat
Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan: “Suatu negara
yang indah, bersih, suci dan makmur dibawah lindungan Tuhan
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
58
Yang Maha Pengampun”. Maka dengan Muhammadiyah ini,
mudah-mudahan umat Islam dapatlah diantar ke pintu gerbang
surga “Jannatun Na‟im dengan keridlaan Allah Yang Rahman dan
Rahim”.
Dasar Pemikiran Nahdlatul Ulama
Ada beberapa pola pemikiran NU yang secara konsisten
dipertahankan yaitu (Ahmad, Masrur, 2014: 89-100) :
1) Taswashuth (moderat)
Taswashuth artinya “berada di tengah”, “moderat”, dan
“tidak berada di salah satu titik ekstrem”. Sikap tawasuth yang
menjadi prinsip pemikiran NU mendorongnya untuk tidak
bergerak „ke kiri‟ ataupun „ke kanan‟ secara ektrem dalam setiap
persoalan yang dihadapi. Sikap wasathiyyah (moderatisme)
merupakan ikhtiar untuk selalu mencari jalan tengah dari dua
kutub ektrem.
Prinsip moderat ini secara literal didasarkan pada firman
Allah yang berbunyi:
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang berada dipertengahan agar kamu menjadi saksi
atas (perbuatan) manusia dan Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”. (QS. Al-Baqarah: 143)
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
59
Ayat ini menegaskan bahwa umat terbaik adalah umat yang
mampu memposisikan diri secara moderat. Sikap ini akan
mendorong sikap ekslusif sehingga mampu merangkul semua
pihak. Sikap ini selalu dipegang oleh NU, dan pada saat yang
sama NU mengecam sikap ekslusif. Watak ini membuat NU
mampu bersikap bijak terhadap pihak manapun.
2) Tawazum
Tawazum artinya seimbang diantara kedua belah pihak, tidak
berat atau ringan sebelah. Prinsip ini tidak hanya digunakan dalam
sikap-sikap politiknya, tetapi juga dalam penggunaan dalil-dalil
naqli dan dalil-dalil „aqli. Allah SWT berfirman :
“Sungguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan
(membawa) bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan”. (QS. Al-Hadid:25)
Agama Islam diturunkan Allah SWT sesuai dengan fitrah
manusia. Melalui agama Islam, Allah SWT memberikan pedoman
kepada manusia untuk tetap berada dalam fitrahnya, yaitu naluri
untuk beragama tauhid. Penyimpangan manusi dari fitrahnya
disebabkan oleh salah satunya pengaruh lingkungan sekitarnya,
sebagaimana sabda Nabi saw. manusia sendiri dalam proses
penciptaannya diberikan tiga potensi utama, yaitu jasad, akal dan
ruh. Islam menghendaki agar ketiga potensi itu digunakan secara
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
60
seimbang (tawazum). Untuk mengoptimalkan ketiga potensi
karunia Allah SWT tersebut, maka manusia berkewajiban
memberikan „makanan‟ bagi masing-masing potensi tersebut.
3) Tasamuh
Tasamuh merupakan sikap toleransi terhadap berbagai
perbedaan yang ada. Oleh karena itu, NU sangat mengecam
berbagai tindakan kekerasan yang khususnya didorong oleh
perbedaan-perbedaan yang ada di dalam tubuh bangsa Indonesia.
Esensi dari sikap rasamuh adalah kesediaan diri untuk selalu
saling menghargai dalam situasi keragaman dan perbedaan yang
ada.
4) Amar Ma‟ruf Nahi Munkar
Prinsip ini menjadi pemandu seluruh aktifitas dan agenda NU
agar tertuju pada dukungan terhadap perwujudan segala
kemaslahatan kehidupan manusia sekaligus pencegahan terhadap
segala tindakan destruktif bagi kehidupan umat manusia. Allah
SWT berfirman :
“Wahai anakku, dirikanlah shalat dan perintahlah manusia untuk mengerjakan kebaikan dan cegahlah mereka dari perbuatan
munkar dan brsabarlah terhadap apa yang mnimpa kamu. Ssungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman: 17)
Prinsip ini mrupakan kewajiban bagi setiap muslim. Nabi
Muhammad saw bersabda bahwa umat Islam yang telah
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
61
meninggalkan kewajiban ini akan ditimpakan kepada mereka
pemimpin yang tiran dan tidak dikabulkannya doa mereka. Amar
Ma‟ruf Nahi Munkar merupakan ikhtiar untuk melakukan
perubahan kearah dan kondisi yang lebih baik sesuai dengan apa
yang diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
Berbagai Fatwa tentang Riba
Berikut ini adalah cuplikan dari keputusan-keputusan penting
lembaga ijtihad Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang berkaitan
dengan riba dan perbungaan uang (Syafi‟i Antonio, Muhammad: 2001:
61-65) :
Majelis Tarjih Muhammadiyah
Majelis Tarjih telah mengambil keputusan mengenai hukum
ekonomi/keuangan diluar zakat, meliputi masalah perbankkan (1968
dan 1972), keuangan secara umum (1976), dan koperasi simpan-
pinjam (1989).
Majelis Tarjih Sidoarjo (1968) memutuskan:
a. Riba hukumnya haram dengan nash sharih al-Qur‟an dan as-
Sunnah
b. Bank dengan sistem riba hukumnya haram dan bank tanpa riba
hukumnya halal
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
62
c. Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada
nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk
perkara musytabihat
d. Menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan
terwujudnya konsepsi sistem perekonomian, khususnya lembaga
perbankkan, yang sesuai dengan kaidah Islam
Penjelasan keputusan ini menyebutkan bahwa bank negara,
secara kepemilikan dan misi yang diemban, sangat berbeda dengan
bank swasta. Tingkat suku bunga bank pemerintah (pada saat itu)
relatif lebih rendah dari suku bunga bank swasta nasional. Meskipun
demikian, kebolehan bunga bank negara ini masih tergolong
musytabihat (dianggap meragukan).
Majelis Tarjih Wiradesa, Pekalongan (1972) memutuskan:
a. Mengamanatkan kepada PP Muhammadiyah untuk segera dapat
memenuhi keputusan Majelis Tarjih Sidoarjo tahun 1968 tentang
terwujudnya konsepsi sistem perekonomian, khususnya lembaga
perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam
b. Mendesak Majelis Tarjih Muhammadiyah untuk dapat mengajukan
konsepsi tersebut dalam muktamar yang akan datang
Masalah keuangan secara umum ditetapkan berdasrkan
keputusan Muktamar Majelis Tarjih Garut (1976). Keputusan tersebut
menyangkut bahasan pengertian uang atau harta, hak milik, dan
kewajiban pemilik uang menurut Islam. Adapun masalah koperasi
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
63
simpan-pinjam dibahas dalam Muktamar Majelis Tarjih Malang
(1989). Keputusannya: koperasi simpan-pinjam hukumnya adalah
mubah karena tambahan pembayaran pada koperasi simpan-pinjam
bukan termasuk riba.
Berdasrkan keputusan Malang diatas, Majelis Tarjih PP
Muhammadiyah mengeluarkan satu tambahan keterangan, yakni
bahwa tambahan pembayaran atau jasa yang diberikan oleh peminjam
kepada koperasi simpan-pinjam bukanlah riba. Akan tetapi, dalam
pelaksanaannya, perlu mengingat beberapa hal. Di antaranya,
hendaknya tambahan pembayaran (jasa) tidak melampaui laju inflasi.
Lajnah Bahsul Masa’il Nahdlotul Ulama
Mengenai bank dan pembungaan uang, Lajnah memutuskan
masalah tersebut melalui beberapa kali sidang. Menurut Lajnah,
hukum bank dan hukum bunganya sama seperti hukum gadai.
Terdapat tiga pendapat ulama sehubungan dengan masalah ini.
a. Haram, sebab termasuk utang yang dipungut rente.
b. Halal, sebab tidak ada syarat pada waktu akad, sedangkan adat
yang berlaku tidak dapat begitu saja dijadikan syarat.
c. Syubhat (tidak tentu halal-haramnya), sebab para ahli hukum
berselisih pendapat tantangnya.
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
64
Meskipun ada perbedaan pandangan, Lajnah memutuskan
bahwa (pilihan) yang lebih berhati-hati ialah pendapat pertama, yakni
menyebut bungan bank adalah haram.
Keputusan Lajnah Bahsul Masa‟il yang lebih lengakap tentang
masalah bank ditetapkan pada sidang di Bandar Lampung (1982).
Kesimpulan sidang yang membahas tema Masalah Bank Islam
tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Para musyawirin masih berbeda pendapat tentang hukum bunga
bank konvensional.
1) Ada pendapat yang mempersamakan antara bunga bank dan riba
secara mutlak, sehingga hukumnya haram.
2) Ada pendapat yang tidak mempersamakan bunga bank dengan
riba, sehingga hukumnya boleh.
3) Ada pendapat yang menyatakan hukumnya syubhat (tidak
identik dengan haram).
Pendapat pertama dengan beberapa variasi keadaan antara lain
sebagai berikut.
1) Bunga itu dengan segala jenisnya sama dengan riba sehingga
hukumnya haram.
2) Bunga itu sama dengan riba dan hukumnya haram. Akan tetapi,
boleh dipungut sementara sistem perbankan yang islami atau
tanpa bunga belum beroperasi.
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
65
3) Bunga itu sama dengan riba, hukumnya haram. Akan tetapi,
boleh dipungut sebab ada kebutuhan yang kuat (hajah rajihah).
Pendapat kedua juga dengan beberapa variasi keadaan antara lain
sebagai berikut.
1) Bunga konsumsi sama dengan riba, hukumnya haram. Bunga
produktif tidak sama dengan riba, hukumnya halal.
2) Bunga yang diperoleh dari tabungan giro tidak sama dengan
riba, hukumnya halal.
3) Bunga yang diterima dari deposito yang disimpan di bank,
hukumnya boleh.
4) Bunga bank tidak haram kalau bank itu menetapkan tarif
bunganya terlebih dahulu secara umum.
b. Menyadari bahwa warga NU merupakan potensi yang sangat besar
dalam pembangunan sosial dan dalam kehidupan sosial ekonomi,
diperlukan adanya suatu lembaga keuangan yang memenuhi
persyaratan sesuai dengan keyakinan warga NU. Karenanya,
Lajnah memandang perlu mencari jalan keluar menentukan sistem
perbankan yang sesuai dengan hukum Islam, yakni bank tanpa
bunga dengan langkah- langkah sebagai berikut.
1) Sebelum tercapai cita-cita diatas, hendaknya sistem perbankan
yang dijalankan sekarang ini segera diperbaiki.
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
66
2) Perlu diatur hal-hal berikut.
b) Penghimpunan dana masyarakat dengan prinsip sebagai
berikut.
(1) Al-Wadi‟ah (simpanan) bersyarat atau dhamain, yang
digunakan untuk menerima giro (current account) dan
tabungan (saving account) serta titipan dari pihak ketiga
atau lembaga keuangan lain yang menganut sistem yang
sama.
(2) Al-Mudharabah. Dalam praktiknya, konsep ini disebut
sebagai invesment account atau lazim disebut sebagai
deposito berjangka dengan jangka waktu yang berlaku,
misalnya 3 bulan, 6 bulan dan seterusnya, yang pada
garis besarnya dapat dinyatakan dalam:
General Invesment Accauont (GIA)
Special Invesment Accaount (SIA)
c) Penanaman dana dan kegiatan usaha.
(1) Pada dasarnya terbagi atas tiga jenis kegiatan, yaitu
pembiayaan proyek, pembiayaan usaha perdagangan atau
perkongsian, dan pemberian jasa atas dasar upaya
melalui usaha pemungutan, profit and lost sharring, dan
sebagaianya.
(2) Untuk membiayai proyek, sistem pembiayaan yang dapat
digunakan antara lain mudharabah, muqaradhah,
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
67
musyarakah/syirkah, murabahah, pemberian kredit
dengan service charge (bukan bunga), ijarah,
bai‟uddain, termasuk didalamnya bai‟ as-salam, al-
qardhul hasan (pinjaman kredit tanpa bunga, tanpa
service change), dan bai‟ bitsaman aajil.
(3) Bank dapat membuka LC dan menerbitkan surat
jaminan. Untuk mengaplikasikannya, bank dapat
menggunakan konsep wakalah, musyarakah,
murabahah, ijarah, sewa beli, bai‟ as-salam, bai‟ al-
aajil, kafalah (garansi bank), working capital financing
(pembiayaan modal kerja) melalui purchase order
dengan menggunakan prinsip murabahah.
(4) Untuk jasa-jasa perbankan (banking service) lainnya
seperti pengiriman dan transfer uang, jual beli mata uang
valuta, dan penukaran uang, tetap dapat dilaksanakan
denagn prinsip tanpa bunga.
d) Munas mengamanatkan kepada PBNU agar membentuk
suatu tim pengawas dalam bidang syariah, sehingga dapat
menjamin, keseluruhan operasional bank NU tersebut sesuai
dengan kaidah-kaidah muamalah Islam.
e) Para musyawirin mendukung dan menyetujui berdirinya bank
Islam NU dengan sistem tanpa bunga.
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
68
11. Kriteria Ulama
Kata “ulama” adalah bentuk jamak. Mufradnya “‟alim”,
artinya orang pandai. Ulama mestinya berarti orang-orang yang
pandai, dan semua orang pandai. Artinya, setiap pakar dibidangnya
dapat disebut ulama. Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia, kata ulama
memiliki arti mufrad (tunggal) dan mempunyai arti khas, yaitu “orang
yang pandai di bidang agama”. (Abdul Fattah, Munawir, 2006: 17)
Kata ulama (bahasa Arab) merupakan bentuk jamak dari kata
„alim yang berarti orang yang berpengetahuan, ilmuan, sarjana, pakar
atau ahli dalam bidang ilmu agama Islam. Predikat ini diberikan
kepada seseorang yang benar-benar menguasai suatu bidang tertentu
dalam kajian ilmu-ilmu agama Islam. Predikat etrsebut tidak diperoleh
secara mudah, akan tetapi diberikan kepada seseorang yang telah
terbukti menguasai aspek-aspek tertentu dalam kajian ilmu agama
Islam. Karena bobot keahliannya dalam suatu bidang kajian ilmu
agama Islam, maka seseorang dapat dipercaya telah memiliki keahlian
dan otoritas dalam bidang kepakarannya. (Ismail, Faisal, 2004, 3)
Adapun karakteristik-karakterik ulama yang nantinya akan
dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelitian adalah sebagai
berikut (Nurbayan, Yayan, 1999):
1. Ulama yang mengamalkan ilmunya
Kemampuan seorang „alim untuk melaksanakan apa yang
diketahuinya merupakan indikasi bahwa pengetahuannya tersebut
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
69
masuk ke dalam hatinya. Amal merupakan buah dari ilmu. Ilmu
dapat dilihat berbuah atau tidak melalui amal. Ilmu yang
bermanfaat adalah ilmu yang diwujudkan dengan amal perbuatan.
2. Bersikap wara.
Sifat wara merupakan sifat yang harus selalu melekat pada
diri seorang ulama. Wara adalah kemampuan seorang „alim untuk
selalu menjaga diri dari kemungkinan terjerumus pada perbuatan-
perbuatan tercela. Seorang „alim yang melaksanakan ilmunya dia
akan bersifat wara.
3. Tidak ambisi pada kekuasaan dan harta dunia
Seorang ulama hendaknya tidak berambisi pada kekuasaan
dan harta dunia, karena semua itu hanyalah sementara didunia ini
dan tidak akan dibawa ke akhirat kelak. Sebab perbuatan ambisi ini
dapat menjerumuskan seseorang untuk berbuatyang tidak terpuji.
4. Bersikap ikhlas dan tidak dengki.
Ilmu yang dimiliki oleh seorang „alim hendaklah
digunakan untuk tujuantujuan kebaikan ummat, bukan hanya untuk
kebaikan bagi dirinya sendiri. Seorang „alim hendaklah
memanfaatkan ilmunya bukan untuk memperoleh popularitas, dan
bukan pula untuk menyaingi sesama ulama lainnya.
5. Bersikap amanah dalam menyampaikan ilmu.
Seorang „alim hendaklah menyampaikan pengetahuan
yang ia ketahui kepada orang lain yang membutuhkannya.
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
70
Pengetahuan adalah anugrah Allah yang merupakan milik ummat.
Semua manusia berhak untuk menikmati dan mendapatkan
petunjuk dari ilmunya seorang ulama.
6. Bersikap demokratis dan terbuka.
Seorang „alim hendaklah bersikap lurus dan dia berusaha
meluruskan orang lain. Ungkapan-ungkapannya harus jelas, terang,
mudah difahami oleh ummat. Seorang „alim harus mampu
memahami kehendak dan masalah-masalah yang dihadapi oleh
ummat. Setiap petunjuk dan fatwanya selalu dibarengi dengan
pemahaman terhadap konteks persoalan yang dihadapi oleh ummat.
Dengan sikap demikian nasehat-nasehat serta fatwa-fatwanya akan
selalu memberikan solusi yang baik bagi ummat. Sebaliknya jika
nasehat-nasehat dan fatwa-fatwanya tanpa didasari pengetahuan
tentang konteks persoalan yang dihadapi oleh masyarakat, atau
juga tanpa didasari oleh pengetahuan yang benar, maka akibatnya
bisa saja membingungkan atau mungkin menyesatkan ummat.
7. Bersikap dinamis.
Seorang harus selalu dinamis dan berusaha untuk
meningkat. Dan peningkatan yang paling utama yang mesti
diusahakan oleh seorang „alim adalah peningkatan ketaqwaan.
Seperti dijelaskan di atas bahwa seorang „alim hendaklah berusaha
agar peningkatan atau penambahan ilmunya selalu mempunyai
hubungan yang signifikan dengan ketaqwaan dan akhlaknya.
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
71
8. Bersikap lurus dan selalu meluruskan ummatnya.
Sifat lainnya yang mesti dimiliki oleh seorang ulama
adalah sikap terbuka, siap mendengarkan orang lain, baik berupa
masukan, kritik, atau mungkin juga celaan. Seorang ulama harus
menyadari bahwa dia adalah manusia biasa yang tidak terluput dari
kekurangan dan kehilafan. Maka sikap mau mendengar merupakan
sikap yang terpuji, bukan merupakan kelemahan.
9. Membimbing ummat menuju kesempurnaan.
Karakteristik ulama lainnya menurut rasulullah adalah
kemampuannya untuk selalu berusaha memperbaiki ummat dari
keadaan yang tidak baik menjadi baik, dari keadaan baik menjadi
lebih baik. Upaya perbaikan ummat juga harus bermakna luas.
Seorang ulama harus berusaha meningkatkan ummatnya kepada
keadaan yang lebih baik, baik dalam bidang keimanan, akhlak,
ilmu, wawasan, dan bidang-bidang lainnya.
10. Bersikap jujur dan selalu berfatwa berdasarkan pengetahuan.
Sikap jujur merupakan sikap dasar yang harus dimiliki
oleh seorang ulama. Kalau dia memang tidak mengetahui masalah
yang ditanyakan, sebaiknya menjawabnya dengan jujur. Sebab
Rasulullah sebagai seorang nabi dan rasul yang memperoleh wahyu
dari Allah pun pernah menjawab “ tidak tahu “ ketika ditanya
tentang suatu masalah yang memang tidak diketahuinya.
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
72
B. Penelitian Terdahulu
1. Persepsi Masyaratakat Umum terhadap Bank Syariah di Medan oleh
Dian Ariani, hasil penelitiannya adalah: Bahwa variable pendidikan,
usia, dan pelayanan mempunyai pengaruh besar 23.3% terhadap
persepsi responden pada bank syariah di Medan, dan sisanya sebesar
76.7% adalah disebabkan factor-faktor lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini. Dan variable pelayanan merupakan variable utama yang
memberikan kontribusi paling besar dalam hubungannya dengan hasil
persepsi masyarakat umum terhadap bank syariah di Medan.
2. Bank Syari‟ah Menurut Pandangan Pesantren (Studi Kasus Di Pondok
Pesantren Taman Pelajar Islam Raudlatut Thalibin Rembang) oleh
Khosyi‟atun, hasil penelitiannya adalah: Bank syari‟ah menurut
pandangan pesantren bahwa walau secara konsep bank syari‟ah sudah
baik, akan tetapi praktek bank syari‟ah saat ini masih menunjukkan
ketidaksesuaian dengan konsep yang ada.
3. Preferensi Masyarakat Pesantren Terhadap Bank Syariah (Studi Kasus
DKI Jakarta) oleh Fahd Noor dan Yulizar Djamaludin Sanrego, hasil
penelitiannya adalah Dari analisis data dalam penelitian ini maka
dapat disimpulkan bahwa secara umum faktor pengetahuan dan akses
berpengaruh positif terhadap preferensi masyarakat dalam memilih
serta menabung di perbankan Syariah di DKI Jakarta, sebaliknya
fasilitas dan profesionalitas berpengaruh negatif. Analisis penulis
menyatakan bahwa penyebab berpengaruh negatifnya fasilitas dan
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016
73
profesionalitas dilandasi dengan minimnya pengetahuan masyarakat
pesantren terhadap bank syariah, hal ini dibuktikan dengan minimnya
responden yang menjadi nasabah bank syariah. Pengetahuan
masyarakat pesantren terhadap b4ank khususnya bank syariah sangat
minim, hal ini dibuktikan dengan banyaknya responden yang
menyatakan belum mengetahui akan bank syariah dan belum menjadi
nasabah bank syariah. Responden yang menyatakan sudahmenjadi
sebanyak 93 nasabah, sedangkan yang belum menjadi nasabah
sebanyak 211 responden.
Pandangan Ulama Muhammadiyah..., Mia Fitriana, Fakultas Agama Islam UMP, 2016