BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori -...
-
Upload
nguyenduong -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori -...
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Hasil Belajar
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010: 5).
Kingsley dalam Sudjana (2009: 22), mengemukakan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Hasil belajar dibagi dalam tiga tipe yaitu keterampilan dan kebiasaan,
pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat
diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
Menurut Abdurahman dalam Jihad (2010: 14) hasil belajar adalah kemampuan
yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Belajar merupakan suatu proses
dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perilaku yang relatif
menetap.
Dari pengertian diatas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang
diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar.
Hasil belajar siswa dibagi menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor. Penjabaran hasil belajar siswa antara lain :
a. Ranah Kognitif menurut Bloom dalam Sudjana (2009: 22)
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Ranah kognitif 7
terdiri dari enam tipe yang dibagi dalam dua kategori. Pertama kognitif tingkat rendah
yang terdiri dari pengetahuan atau ingatan dan pemahaman, kedua kognitif tingkat
tinggi yang terdiri dari aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
1) Pengetahuan atau ingatan, sebuah ingatan atau hafalan akan menjadi dasar bagi
pengetahuan dan pemahaman konsep. Ada beberapa cara untuk mengingat dan
menyimpan dalam ingatan yaitu teknik memo, mengurutkan kejadian, dan
membuat singkatan yang bermakna. Dilihat dari segi bentuknya, tes yang paling
banyak dipakai untuk mengungkapkan ranah pengetahuan adalah tipe
melengkapi, tipe isian dan tipe benar-salah.
2) Pemahaman merupakan tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pengetahuan.
Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri dari sesuatu yang
dibaca atau didengarkannya. Karakteristik soal-soal dalam tipe pemahaman antara
lain mengungkapkan tema, topik, atau masalah yang sama dengan yang pernah
dipelajari, tetapi materinya berbeda-beda.
3) Aplikasi merupakan kemampuan untuk menerapkan suatu hal yang abstrak pada
situasi khusus atau konkret. Hal yang abstrak dapat berupa ide-ide, teori atau
petunjuk teknis. Misalnya menerapkan sesuatu ke dalam situasi yang baru.
4) Analisis merupakan upaya memisah-misah atau mengurai suatu kesatuan menjadi
bagian-bagian. Apabila kecakapan analisis telah berkembang pada seseorang,
maka ia akan dapat dengan mudah mengaplikasikannya pada situasi yang baru
secara kreatif.
5) Sintesis merupakan upaya menyatukan unsur-unsur menjadi suatu bentuk
keseluruhan. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen, artinya dalam pemecahan
masalah belum dapat dipastikan jawabannya. Hal ini akan membuat siswa
menjadi kreatif, sehingga dapat menemukan atau menciptakan hal yang baru.
6) Evaluasi merupakan pemberian keputusan tentang nilai sesuatu dengan sudut
pandang tertentu. Dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu.
Ada dua macam standar kriteria yang dapat digunakan sebagai dasar evaluasi
yaitu kriteria internal misalnya mengenai ketepatan data dan kriteria eksternal
misalnya membandingkan suatu karya dengan teori.
b. Ranah Afektif menurut Bloom dalam Sudjana (2009: 22)
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Penilaian hasil belajar afektif
kurang mendapat perhatian dan sulit dinilai atau diukur perkembangannya. Tipe hasil
belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku dalam belajar. Hasil
belajar ranah afektif yaitu :
1) Menyimak/Attending merupakan kepekaan menerima rangsangan (stimulus) dari
luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, atau gejala.
2) Menerima/Responding merupakan reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap
stimulasi yang datang dari luar.
3) Penilaian/Valuing merupakan pemberian keputusan suatu nilai yang berkenaan
dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus.
4) Organisasi/Organization merupakan pengembangan dari nilai ke dalam suatu
system organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai yang lain, misalnya
adalah konsep tentang nilai.
5) Karakteristik nilai/Characteristic merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang
telah dimiliki oleh seseorang yang mempengaruhi kepribadian dan tingkah
lakunya.
c. Ranah Psikomotor menurut Dave dalam Usman (2007: 36)
Hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan
bertindak individu, antara lain yaitu:
1) Peniruan, terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan dan mulai memberikan
respon serupa dengan yang diamati.
2) Manipulasi, menampilkan sesuatu menurut petunjuk.
3) Ketetapan, memerlukan kecermatan dan kepastian yang lebih tinggi dalam
penampilan.
4) Artikulasi, menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan mencapai
urutan yang tepat dan yang diharapkan.
5) Pengalamiahan, menuntut tingkah laku yang ditampilkan dengan mengeluarkan
energi fisik maupun psikis.
Dari uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar terdiri dari
tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar pada ranah kognitif
ditunjukan berdasarkan kemampuan intelektualnya dalam memecahkan masalah,
sedangkan hasil belajar pada ranah afektif dan psikomotor dapat dilihat berdasarkan
sikap dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam penelitian
ini ada tiga ranah yang hendak dicapai dalam pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran berbasis masalah yaitu :
a. Ranah Kognitif
Hasil belajar pada ranah kognitif terdiri dari beberapa tingkatan antara lain :
1) Pengetahuan, siswa dapat mengingat kembali materi yang telah disampaikan
oleh guru dalam pembelajaran.
2) Pemahaman, siswa dapat menjelaskan dan membedakan bagaimana cara
menyelesaikan permasalahan antara materi yang satu dengan yang lainnya
secara tepat.
3) Aplikasi, siswa dapat mengembangkan dan menerapkan yang telah diperoleh
selama pembelajaran dalam kehidupan.
4) Analisis, siswa dapat memisahkan atau mengklasifikasikan materi yang telah
diperoleh.
5) Sintesis, siswa dapat menghubungkan materi dengan pengetahuan yang
relevan dalam kehidupan sehari-hari.
6) Evaluasi, siswa dapat menyelesaikan sebuah permasalahan dan meyimpulkan
materi yang merupakan hasil dari belajar.
b. Ranah Afektif
Hasil belajar yang hendak dicapai pada ranah afektif antara lain:
1) Menyimak, siswa mendengarkan dan memperhatikan dalam pembelajaran
yang disampaikan oleh guru.
2) Menerima, siswa dapat menjawab pertanyaan.
3) Penilaian, mengikuti pembelajaran dengan baik dan benar.
4) Organisasi, siswa dapat bekerjasama dalam belajar kelompok.
5) Karakteristik, siswa dapat memecahkan masalah sehingga dapat menemukan
rasa percaya diri.
c. Ranah Psikomotor
Dalam penelitian ini akan diukur ranah psikomotor meliputi:
1) Menirukan, siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik.
2) Manipulasi, siswa dapat membuat alat peraga dengan baik.
3) Ketetapan, terampil dan tapat dalam menggunakan alat peraga.
4) Artikulasi, siswa dapat menuliskan dengan rapi dan jelas hasil dari
penggunaan alat peraga tersebut.
5) Pengalamiahan, siswa dapat menampilkan keterampilannya dalam
menggunakan alat peraga tersebut.
2. Hakikat Belajar Matematika
a. Definisi Matematika
Kata matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau manthema yang
berarti belajar atau hal yang dipelajari (Boediono, 2003: 5). Matematika dalam bahasa
belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan
penalaran.
Johnson dan Rising dalam Suwangsih dan Tiurlina (2006: 4), mengemukakan
bahwa matematika merupakan pola berpikir, pola mengorganisasikan, dan
pembuktian yang logis. Matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah
yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol
dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
Menurut James dan James dalam Suwangsih dan Tiurlina (2006: 4),
matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan
konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya. Matematika terbagi
dalam tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis, dan geometri.
Berdasarkan pengertian matematika diatas dapat disimpulkan bahwa
matematika adalah pola pikir ilmu tentang konsep penalaran yang berhubungan
secara nyata antara satu dengan yang lainnya.
b. Ciri-ciri Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar
Pembelajaran matematika di SD selalu berbeda-beda, namun memiliki ciri-ciri
secara umum dalam pembelajarannya. Menurut Suwangsih (2006: 25) ciri-ciri
pembelajaran matematika di SD yaitu:
1) Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral
Pendekatan spiral merupakan pendekatan pembelajaran konsep atau suatu
topik matematika selalu dikaitkan dengan topik sebelumnya. Topik sebelumnya
dapat digunakan untuk memahami topik baru dalam matematika, sedangkan topik
baru merupakan pendalaman dan perluasan dari topik sebelumnya.
2) Pembelajaran matematika bertahap
Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu mulai dari
konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih sulit.
3) Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif
Materi yang dipelajari dalam metematika dimulai dengan mengenalkan
contoh-contoh yang konkret sehingga siswa dapat memahami konsep yang ada
dalam materi tersebut.
4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi
Kebenaran dalam matematika merupakan kebenaran yang konsisten
artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang
lainnya.
5) Pembelajaran matematika hendaknya bermakna
Pembelajaran matematika secara bermakna merupakan cara mengajarkan
materi yang mengutamakan pengertian dari pada hafalan. Dalam pembelajaran
bermakna siswa harus mempelajari matematika mulai dari proses terbentuknya
suatu konsep kemudian berlatih menerapkan dan memanipulasi konsep pada
situasi baru.
c. Langkah Pembelajaran Matematika Di sekolah dasar
Dalam mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa, maka guru
hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien sesuai dengan
kurikulum dan pola pikir siswa. Sehingga siswa terampil menggunakan konsep
matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dalam mengajarkan matematika, guru
harus memahami bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-beda dan tidak semua
siswa senang terhadap pelajaran matematika.
Menurut Heruman (2007: 2) konsep-konsep pada kurikulum matematika SD
dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1) Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep)
Adalah pembelajaran suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum
pernah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi
kurikulum yang dicirikan dengan kata mengenal. Pembelajaran penanaman
konsep dasar merupakan jembatan yang dapat menghubungkan kemampuan
kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Media
atau alat peraga dapat membantu kemampuan pola pikir siswa.
2) Pemahaman Konsep
Adalah pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep yang bertujuan agar
siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Kelanjutan pembelajaran dapat
terjadi dalam satu pertemuan yang sama atau pada pertemuan yang berbeda.
3) Pembinaan Keterampilan
Adalah pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman
konsep. Pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam
menggunakan konsep matematika.
3. Pembelajaran Dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
a. Pembelajaran
Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk
mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru
sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran
(Sagala, 2009: 62 ).
Menurut Suherman dalam Jihad (2010: 11) mengungkapkan bahwa
pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses komunikasi antar peserta didik
dalam rangka perubahan sikap. Oleh karena itu, konseptual maupun operasional
konsep-konsep komunikasi dan perubahan sikap akan selalu melekat pada
pembelajaran.
Pembelajaran menurut peneliti ialah membelajarkan siswa secara praktek
maupun teori belajar yang menjadi penentu utama keberhasilan pendidikan.
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak
guru sebagai pendidik dan belajar yang dilakukan oleh peserta didik.
Langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori kondisioning menurut
Skinner dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 9) adalah:
1) Mempelajari keadaan kelas berkaitan dengan perilaku siswa.
2) Membuat daftar penguat positif.
3) Memillih dan menentukan urutan tingkah laku yang dipelajari serta jenis
penguatannya.
4) Membuat program pembelajaran berisi urutan perilaku yang dikehendaki,
penguatan, waktu, mempelajari perilaku dan evaluasi.
b. Hakekat Model Pembelajaran
Menurut Arends dalam Trianto (2010: 51), model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran
mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk tujuan,
tahap dan lingkungan pembelajaran, serta pengelolaan kelas.
Menurut Joice, dkk dalam Trianto (2010: 54), model pembelajaran adalah
suatu perencanaan atau pola yang dipergunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran tutorial dan untuk
menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku,
film, komputer, kurikulum dan lain-lain.
Berdasarkan definisi di atas, model pembelajaran merupakan kerangka konsep
yang menggambarkan prosedur dalam mengkoordi-nasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar, yang berfungsi sebagai pedoman guru dalam merancang dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran dan
mengelola kelas. Dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran diperlukan
perangkat pembelajaran yang dapat disusun dan dikembangkan oleh guru, antara lain
: buku, LKS, dan media bantu.
c. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
1) Definisi
Menurut Boud, Felleti dan Fogarty dalam Wena (2008: 91) model
pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran
dengan membuat konfrontasi kepada siswa dengan masalah-masalah.
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan
suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi
dari materi pelajaran (Kunandar, 2007: 300). Dalam hal ini siswa terlibat dalam
penyelidikan untuk pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan dan
konsep dari berbagai isi pelajaran.
Menurut Dewey dalam Mudjiman (2008: 54) proses belajar hanya akan
terjadi kalau siswa dihadapkan kepada masalah dari kehidupan nyata untuk
dipecahkan. Dalam menjawab dan membahas masalah, siswa harus terlibat dalam
kegiatan nyata, misalnya mengobservasi, mengumpulkan dan menganalisis data
bersama kawan-kawan lain dalam kelompok kelas diskusinya.
Berdasarkan definisi tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa model
pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning merupakan model
pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada permasalahan praktis dalam
belajar atau siswa belajar melalui permasalahan sesuai dengan masalah yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran ini efektif untuk
membantu siswa dalam memecahkan masalah dalam kehidupan.
Model Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang
berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah. Peranan guru adalah
menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan
dialog pembelajaran. Secara garis besar pembelajaran berbasis masalah terdiri
dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang
dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan
inkuiri (Kunandar, 2007: 354).
2) Karakteristik
Menurut Kunandar (2007: 354), karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran
berbasis masalah adalah :
a) Pengajuan masalah atau pertanyaan
Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran di
sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial dan pribadi
sangat bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata
yang autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya
berbagai macam solusi untuk situasi itu.
b) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Pembelajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran
tertentu, namun dalam pemecahannya melalui solusi, siswa dapat
meninjaunya dari berbagai mata pelajaran.
c) Penyelidikan autentik
Dalam pembelajaran berbasis masalah siswa melakukan penyelidikan
autentik untuk mencari penyelesaian secara nyata terhadap masalah
pembelajaran. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah,
mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan
menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat
inferensi dan merumuskan kesimpulan. Metode penyelidikan yang digunakan
bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.
d) Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan
produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan
atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk
dapat berupa transkip debat, laporan, model fisik, video atau program
komputer.
3) Langkah pembelajaran berbasis masalah
Dalam pembelajaran berbasis masalah, ada lima langkah utama
(Kunandar, 2007: 358) yaitu:
Tabel 2. 1 Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah
Tahap Tingkah Laku Siswa Tingkah Laku guru Tahap-1 Orientasi siswa pada masalah
Siswa mendengarkan penjelasan dari guru, menjawab pertanyaan dan menanggapi terhadap masalah yang akan diberikan oleh guru.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena, demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Tahap-2 Mengorganisasi siswa untuk belajar
Siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap-3 Membimbing penyelidikan
Siswa melakukan eksperimen dan mengumpulkan
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
individual maupun kelompok
informasi yang sesuai agar dapat menyelesaikan suatu masalah
melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Tahap-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Siswa membuat sebuah karya belajar dan berbagi tugas dengan teman dalam kelompok
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Tahap-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Siswa melakukan refleksi dan evaluasi terhadap apa yang sudah mereka pelajari.
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
4. Pecahan
Pecahan adalah bilangan yang menggambarkan bagian dari suatu keseluruhan
atau kuantitas (Soenardjo, 2008: 218). Pecahan terdiri dari pembilang dan penyebut.
Bentuk pecahan pada umumnya adalah ba yaitu a adalah pembilang dan b adalah
penyebut.
Di kelas V materi pecahan terdiri dari empat subbab yang masing-masing
memiliki keterkaitan, subbab tersebut yaitu :
1) Mengubah bentuk pecahan ke bentuk persen dan desimal serta sebaliknya.
2) Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan
3) Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan
4) Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala
5. Alat peraga/Media
Alat peraga atau media pengajaran adalah alat yang digunakan guru ketika
mengajar untuk membantu memperjelas materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa
dan mencegah terjadinya verbalisme pada diri siswa (Usman, 2007: 31). Belajar akan
lebih efektif jika dibantu dengan alat peraga dari pada siswa belajar tanpa dibantu dengan
alat peraga.
Penggunaan alat peraga pengajaran hendaknya memperhatikan berbagai hal
(Usman, 2007: 31), antara lain sebagai berikut :
a. Nilai atau manfaat media pendidikan
Manfaat alat peraga atau media dalam pembelajaran antara lain :
1) Sangat menarik minat siswa dalam belajar.
2) Mendorong anak untuk bertanya dan berdiskusi.
3) Memperbesar perhatian siswa.
4) Membuat pelajaran tidak mudah dilupakan.
5) Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan
berusaha sendiri di kalangan para siswa.
b. Pemilihan alat peraga
Dalam memilih alat peraga yang akan digunakan hendaknya kita
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Alat-alat yang dipilih harus sesuai dengan kematangan dan pengalaman siswa
serta perbedaan individual dalam kelompok.
2) Alat yang dipilih harus tepat, memadai, dan mudah digunakan.
3) Harus direncanakan dengan teliti dan diperiksa lebih dahulu.
4) Penggunaan alat peraga disertai kelanjutannya seperti dengan diskusi, analisis,
dan evaluasi.
5) Sesuai dengan batas kemampuan biaya.
c. Petunjuk penggunaan alat peraga
Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran akan mengkomu-nikasikan
gagasan yang bersifat konkret, dan membantu siswa mengintegrasikan pengalaman
sebelumnya. Alat peraga diharapkan dapat memperlancar proses belajar siswa,
mempercepat pemahaman dan memperkuat daya ingat di dalam diri siswa. Selain itu
alat peraga diharapkan menarik perhatian dan membangkitkan minat serta motivasi
siswa dalam belajar. Dengan demikian pemakaian alat peraga akan memberikan
kemudahan dan mempengaruhi keefektifan proses pembelajaran yang diberikan
kepada siswa.
Media atau alat peraga yang digunakan pada penelitian ini bervariasi
menyesuaikan dengan Standar Kompetensi dalam pembelajaran. Pada materi pecahan
terdiri dari empat Kompetensi Dasar, setiap KD memiliki alat peraga masing-masing
agar dapat mempermudah siswa saat pembelajaran.
Dalam penelitian ini alat peraga yang akan digunakan dalam pembelajaran
matematika materi pecahan antara lain : kartu pecahan, batu kecil, garis bilangan,
kertas lipat, batu hitam dan putih dan denah.
Penggunaan alat peraga tersebut sesuai dengan kompetensi dasar yaitu sebagai
berikut :
a. Kartu pecahan
Kartu pecahan digunakan untuk membantu siswa dalam memahami cara
mengubah bentuk pecahan menjadi desimal dan persen atau sebaliknya. Kartu
pecahan berisi angka-angka yang menunjukan pecahan biasa, pecahan desimal,
dan persen.
Pecahan akan dipasangkan dengan desimal yang senilai
Persen akan dipasangkan dengan desimal yang senilai
b. Batu kecil
Batu kecil digunakan untuk mencari persentase dari banyak suatu benda.
Cara menggunakannya yaitu mengambil batu sesuai dengan jumlah benda yang
akan dicari persentasenya (dalam hal ini jumlah terbatas, tidak bisa dalam jumlah
yang terlalu besar).
Contoh :
Jumlah seluruh batu ada 40
Jumlah batu dalam kotak ada 24
Berapa persen batu dalam kotak?
Batu dalam kotak =
c. Garis bilangan
Garis bilangan hanya digunakan untuk membantu dalam menyelesaikan
masalah perbandingan dua buah pecahan biasa. Apabila dua buah pecahan belum
sejenis maka harus disamakan terlebih dahulu dengan mengubah ke bentuk yang
0, 45 ½ 0, 5 75 %
0, 7 25 %
0, 25 ⅛
sejenis. Contoh perbandingan dua buah pecahan yang sejenis :
d. Kertas lipat
Kertas lipat digunakan dalam untuk menjumlahkan dan mengurangkan
pecahan serta perkalian dan pembagian pecahan.
Penggunaan alat peraga kertas lipat dalam pecahan menurut Heruman
(2007: 43) adalah :
1) Penjumlahan dengan penyebut sama
Contoh : Penyebut 4
Kertas pertama Kertas kedua
41
42
a) Potong bagian kertas pertama yang diarsir, kemudian tempelkan pada
kertas kedua.
Maka akan menunjukan hasil penjumlahan 42 +
41 = …..
Kertas di potong lalu tempel ke kertas kedua
Pertama
41
42 +
41 =
43
412=
+
b) Dapat diperoleh hasil penjumlahan 42 +
41 =
43
2) Penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama
Sebelum melakukan penjumlahan, penyebut terlebih dahulu
disamakan. Contoh :
Kertas pertama Kertas kedua
a) Ubahlah penyebut tiga menjadi enam dengan melipatkan kertasnya
kembali.
Keadaan awal kertas kedua Setelah dilipat
31 sama saja nilainya dengan pecahan
62
31 diubah penyebutnya menjadi 6, sehingga
62
2321=
xx
b) Sehingga akan diperoleh :
Kertas pertama Kertas kedua setelah diubah
62
62
c) Potong bagian kertas pertama yang diarsir dan tempelkan pada kertas
kedua.
Kertas pertama Kertas kedua
62
64
d) Dapat diperoleh hasil penjumlahan :
64
622
62
62
31
62
=+
=+=+ ( Bagian yang diarsir)
3) Penjumlahan pecahan campuran
Contoh : 3412
41+ ………….
Kertas pertama :
Kertas kedua :
a) Kelompokan kertas yang utuh dengan kertas yang mendapat lipatan.
Penggabungan keduanya akan menjadi :
Kertas yang utuh :
Kertas yang mendapat arsiran sebagian :
41
41
b) Sehingga akan diperoleh hasil :
Untuk bilangan yang bulat = 3 + 2 = 5
Untuk bilangan pecahan 42
411
41
41
=+
=+
c) Jadi 3 41 + 2
41 = 5
42
4) Pengurangan dengan penyebut sama
Contoh : bilangan dengan penyebut 5
Kertas pertama Kertas kedua
54
52
a) Potong bagian kertas kedua, lalu tempelkan pada kertas pertama, kertas
pertama/warna biru yang diarsir merupakan hasilnya.
Kertas pertama
54
52
524
52
54
=−
=−
b) Dapat diperoleh pengurangan dari 52
524
52
54
=−
=−
5) Pengurangan pecahan berpenyebut tidak sama
Contoh :
Kertas pertama Kertas kedua
42
81
a) Ubahlah penyebut empat menjadi delapan dengan melipatkan kembali
kertas lipat yang pertama.
Keadaan awal kertas pertama Setelah dilipat
42 sama saja nilainya dengan pecahan
84
b) Kertas kedua di potong lalu tempelkan pada kertas pertama. Arsiran kertas
pertama merupakan hasil dari perhitungan, maka akan diperoleh hasil
seperti gambar berikut :
Kertas pertama Kertas pertama setelah dikurangi
84
83
81
84
=−
c) Jadi 83
814
81
84
81
42
=−
=−=−
6) Pengurangan pecahan campuran
Contoh : 2411
21− = …………
Kertas Pertama :
Kertas kedua
a) Kelompokan antara bilangan yang utuh dan pecahan
Bilangan utuh : Kertas pertama dikurangi satu
Pecahan :
Pecahan
b) Penyebut diubah terlebih dahulu agar berpenyebut sama.
42
2221
21
==xx
Kertas pertama disamakan penyebutnya menjadi 4
Kertas Pertama setelah dikurangi dengan kertas kedua
c) Sehingga akan diperoleh hasil dari 2 =−411
21
= (2-1) + ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
+=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
4121
41
21 = 1
41
7) Perkalian pecahan
Mengalikan pecahan sama dengan penjumlahan berulang.
Contoh : 21
31 x = …..
Kertas dibagi tiga, lalu satu bagian diarsir untuk
menunjukan pecahan ⅓
Kertas dibagi dua tidak searah dengan pembagian
pertama, lalu arsirlah salah satu bagian untuk
menunjukan pecahan 21
a) Dari hasil peragaan tersebut, ada satu kotak yang mendapatkan arsiran dua
kali, sehingga menunjukan 1 bagian dari 6 = 61
b) Dari hasil peragaan perkalian tersebut dapat diperoleh hasil :
61
2311
21
31
==xxx
8) Pembagian pecahan
Contoh : ....41:
21
=
21 diambil setiap
41 bagian
21
41
41
a) Dari peragaan tersebut dapat diperoleh hasil dari pembagian pecahan 21 :
41
= 21 -
41 -
41 = 0, atau banyak pengambilan
21 dari
41 adalah sebanyak 2
pengambilan.
b) Hasil dari 21 :
41 =
21 x
14 = 2
24
1241
==xx
e. Perbandingan dan skala
Alat peraga yang digunakan dalam perbandingan adalah batu warna hitam dan
putih. Misalnya : banyak batu hitam ada 4, dan batu putih ada 6. Maka dapat
dinyatakan dalam perbandingan sebagai berikut :
1) Perbandingan banyak batu hitam dengan batu putih adalah 4 : 6
2) Perbandingan banyak batu putih dengan batu hitam adalah 6 : 4
3) Perbandingan banyak batu hitam dari semua batu adalah 4 : 10
4) Perbandingan banyak batu putih dari semua batu adalah 6 : 10
Alat peraga yang digunakan dalam skala adalah atlas. Dalam atlas terdapat
banyak wilayah/daerah dan mempunyai jarak yang sesungguhnya dari peta tersebut.
Dari atlas tersebut siswa dapat menentukan jarak sesungguhnya. Contoh :
6. Pelaksanaan pembelajaran materi pecahan dengan model pembelajaran berbasis masalah
Pecahan merupakan salah satu materi yang sulit diajarkan. Kesulitan dapat
diakibatkan dari kurang bermaknanya guru dalam pembelajaran. Dalam hal ini alat
peraga merupakan media yang sangat bermanfaat untuk membantu pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran matematika materi pecahan dengan menggunakan
pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut :
a. Tahap I : Orientasi siswa pada masalah
Guru memberikan contoh tentang permasalahan dalam kehidupan sehari-hari
yang berkaitan dengan pecahan dan memotivasi siswa untuk belajar, sedangkan siswa
menerima dan mengorientasi masalah sesuai materi pelajaran.
b. Tahap II : Mengorganisasi dalam belajar
Guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar untuk mempermudah
pembelajaran yang terdiri dari lima siswa dan mengorganisasikan siswa untuk belajar,
sedangkan siswa duduk berdampingan dengan teman sekelompoknya dan siap untuk
belajar dalam kelompok.
c. Tahap III : Membimbing penyelidikan (individu maupun kelompok)
Guru memberikan materi pelajaran dan cara menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan pecahan serta membimbing siswa untuk memahami materi tersebut,
sedangkan siswa menerima materi dengan baik dan mencoba untuk menyelesaikan
masalah yang telah diberikan oleh guru. Dalam tahap ini guru menggunakan alat
peraga yang sesuai dalam pembelajaran sebagai media untuk mempermudah siswa
dalam menerima materi.
d. Tahap IV : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru memberikan sebuah permasalahan terhadap siswa yang berkaitan
dengan pecahan, sedangkan siswa menyelesaikan masalah tersebut bersama dengan
kelompok dan mempresentasikan di depan kelas. Siswa dapat menggunakan alat
peraga yang sama saat guru menjelaskan materi untuk memudahkan menyelesaikan
permasalahan.
e. Tahap V : Menganalisis dan mengevaluasi hasil proses pemecahan masalah
Guru melakukan analisis dan evaluasi di akhir pembelajaran kepada siswa
secara individu dan siswa memecahkan masalah dalam evaluasi secara tepat dan
benar berdasarkan materi yang disampaikan.
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Susmiati dengan judul “Peningkatan Kemampuan
Penalaran Matematika menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning
(Pembelajaran Berbasis Masalah) Pada Pokok Bahasan Kubus dan Balok Di MTS Ma’arif
Nu 1 Kembaran” menghasilkan sebuah penelitian tindakan kelas. Pada penelitian ini terjadi
peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa, hal ini dibuktikan dengan hasil tes
kemampuan siswa yang mengalami peningkatan. Pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 62, 26
pada siklus II rata-rata 71, 47 dan siklus III ratarata 74, 43.
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning
dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa kelas VIII MTS Ma’arif NU 1
Kembaran.
C. Kerangka Berpikir
Salah satu karakteristik dari matematika adalah mempunyai obyek yang bersifat
abstrak. Oleh karena itu, model pembelajaran yang digunakan dapat mempengaruhi hasil
belajar yang diperoleh. Model pembelajaran berbasis masalah memberikan penguasaan
konsep yang lebih mudah untuk dipahami siswa, karena siswa dikaitkan dengan
permasalahan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran yang peneliti
gunakan terdiri dari lima tahap mulai dari orientasi masalah dan diakhiri dengan analisis dan
evaluasi.
Dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah diharapkan dapat
mendorong pemahaman siswa. Hasil pembelajaran akan lebih baik dan tertanam dalam diri
siswa melalui suatu proses pembelajaran. Siswa akan dibiasakan untuk berinteraksi dengan
siswa lainnya dalam kelompok, sehingga siswa aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian
pembelajaran akan menyenangkan dan berarti bagi siswa yang akan menimbulkan semangat
dan minat belajar siswa dan diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat.
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat dikemukakan hipotesis tindakan sebagai
berikut : “Melalui model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar
matematika pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor pada materi pecahan kelas V SD N
2 Bojongsari”.