BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang...
-
Upload
phungtuong -
Category
Documents
-
view
222 -
download
0
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang...
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Tentang Metode
Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplemntasikan strategi.
Dengan demikian strategi dan metode itu tidak bisa dipisahkan. Strategi dan
metode pembalajaran harus dirancang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan yang berhungan dengan bidang kognitif berbeda strategi dan metodenya
dengan tujuan dalam bidang efektoif dan psikomotorik. Demikian juga, materi
yang diajarkan berupa data dan fakta harus berbeda strategi dan metode yang
digunakan antara konsep dan prinsip. Masing-masing memiliki perbedaan. Satu
hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan strategi dan metode pembelajaran
adalah, bahwa strategi dan metode itu harus dapat mendorong siswa untuk
beraktivitas sesuai dengan gaya belajarnya. Sejumlah prinsip seperti yang
dijelaskan dalam PP No. 19 tahun 2005 adalah “Bahwa proses pembelajaran harus
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, memberikan ruang
yang cukup untuk bagi pengembangan prakarsa, kreativitas sesuai dengan bakat,
minat dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik”.
Metode secara harfiah berarti ‘cara’. Dalam pemakaian yang umum,
metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai
tujuan tertentu. Makin tepat metode yang digunakan oleh guru dalam mengajar,
diharapkan makin efektif pula pencapaian tujuan pembelajaran. Tentunya factor-
faktor lain pun harus diperhatikan juga, seperti; faktor guru, faktor guru, faktor
anak, faktor situasi (lingkungan belajar), media dan lain-lain. Oleh sebab itu,
9
fungsi-fungsi metode mengajar tidak dapat diabaikan, karena metode mengajar
tersebut turut menentukan berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar dan
merupakan bagaian yang integral dalam sistem pengajaran (George, 2006:52).
Dari kesimpulan diatas metode pembelajaran adalah cara-cara atau teknik
penyajian bahan pembelajaran yang akan di gunakan oleh guru pada saat
penyajian bahan ajar, baik secara individual atau secara kelompok.
2.1.2 Ciri – ciri Umum Metode yang Baik
Slameto(2003:82) Mengatakan setiap guru yang akan mengajar senantiasa
dihadapkan pada pilihan metode. Banyak macam metode yang bisa dipilih guru
dalam kegiatan mengajar, namun tidak semua metode bisa dikategorikan sebagai
metode yang baik dan tidak pula semua metode dikatakan jelek.Kebaikan suatu
metode terletak pada ketepatan memilih sesuai dengan tuntutan pembelajaran.
Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan
empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:
a. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out
put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan
aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
b. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way)
yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
c. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan
dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
d. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan
ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan
(achievement) usaha.
10
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut
adalah:
a. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni
perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
b. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang
dipandang paling efektif.
c. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur,
metode dan teknik pembelajaran.
d. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau
kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
2.1.3 Metode-Metode Membaca Permulaan
Metode adalah suatu proses untuk mencapai sesuatu tujuan yang telah
ditetapkan, yang meliputi pemilihan bahan,urutan bahan, penyajian bahan dan
pengulangan bahan (Solchan, 2008: 3.9-3.10). Sedangkan yang dimaksud
dengan membaca permulaan adalah pengajaran membaca awal yang diberikan
kepada siswa kelas 1 dengan tujuan agar siswa terampil membaca serta
mengembangkan pengetahuan bahasa dan keterampilan bahasa guna
menghadapi kelas berikutnya.
Menurut Mulyati (2008: 6.16-6.24) dalam pembelajaran membaca
permulaan, ada berbagai metode yang dapat dipergunakan, antara lain (1)
Metode Eja (2) metode Bunyi (3) Metode Suku Kata dan Metode kata (4)
Metode Global dan (6)Metode Struktural Analitik Sintetik(SAS). Berdasarkan
11
pendapat metode belajar membaca permulaan dapat diuraikan sebagai
berikut:Metode Pembelajaran Membaca Menulis Permulaan
a. Metode Eja
Pembelajaran membaca menulis permulaan dengan metode eja
memulai pengajarannya dengan memperkenalkan huruf-huruf secara
alpabetis. Huruf-huruf tresebut dilafalkan dan dilafalkan murid sesuai
dengan bunyinya menurut abjad. Sebagai contoh A a, B b, C c, D d, E e, F
f dan seterusnya, di lafalkan sebagai a, be, ce, de, e, ef dan seterusnya.
Kegiatan ini diikuti dengan latihan menulis lambing tulisan, seperti a, b, c,
d dan seterusnya atau dengan huruf rangkai a, d, c, d dan seterusnya.
Setelah melalui tahap ini, pada murid diajarkan untuk berkenalan dengan
suku kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah
dikenalnya.
Misalnya :
b, a → ba (dibaca be, a → ba)
d, u→ du (dibaca de, u → du)
ba-du dilafalkan badu
b, u, k, u menjadi b, u → bu (dibaca be, u →bu)
k, u → ku (dibaca ka, u → ku)
Proses ini sama dengan menulis permulaan, setelah murid-murid
dapat menulis huruf-huruf lepas, kemudian dilanjutkan dengan belajar
menulis rangkai huruf berupa suku kata. Sebagai contoh, ambilah kata
“badu” tadi. Selanjutnya, murid diminta menulis seperti ini : ba – du →
badu.
12
Proses pembelajaran selanjutnya adalah pengenalan kalimat-kalimat
sederhana. Contoh-contoh perangkaian huruf menjadi suku kata, suku kata
menjadi kata dan kata menjadi kalimat diupayakan mengikuti prinsip
pendekatan spiral,pendekatan komunikatif dan pendekatan pengalaman
berbahasa. Artinya, pemilihan bahan ajar untuk pembelajaran MMP
hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkret menuju hal-hal yang abstrak,
dari hal-hal yang mudah, akrab, familiar dengan kehidupan murid menuju
hal-hal yang sulit dan mungkin merupakan sesuatu yang baru bagi murid.
Kelemahan yang mendasar dari penggunaan metode eja ini meskipun
murid mengenal dan hafal abjad dengan baik, namun murid tetap
mengalami kesulitan dalam mengenal rangkaian-rangkaian huruf yang
berupa suku kata atau kata.
Anak yang baru mulai belajar membaca, mungkin akan mengalami
kesukaran dalam memahami system pelafalan bunyi b dan a dilafalkan /a/.
Mengapa kelompok huruf ba dilafalkan /be/, bukan /bea/, seperti tampak
pada pelafalan awalnya? Hal ini, tentu akan membingungkan murid.
Penanaman konsep hafalan abjad dengan menirukan bunyi pelafalannya
secara mandiri, terlepas dari konteksnya, menyebabkan murid mengalami
kebingungan manakala menghadapi bentuk-bentuk baru, seperti bentuk
kata dan kata tadi. Di samping hal tersebut, hal lain yang dipandang
sebagai kelemahan dari penggunaan metode ini adalah dalam pelafalan
diftong dan fonem-fonem rangkap seperti ng, ny, kh, au, oi dan
sebagainya. Sebagai contoh fonem ng, murid-murid mengenal huruf
tersebut sebagai /en/ dan /ge/. Dengan demikian mereka berkesimpulan
13
bahwa fonem itu jika dilafalkan akan menjadi /enge/ atau /nege/. Bertolak
dari kelemahan tersebut, proses pembelajaran melalui system tubian dan
hafalan akan mendominasi proses pembelajaran MMP dengan metode ini.
Pada hal, seperti yang Anda ketahui, pendekatan CBSA merupkan cirri
utama dari pelaksanaan kurikulum SD yang saat ini berlaku. Prinsip
“menemukan sendiri” sebagai cermin dari pendekatan CBSA dalam proses
pembelajaran menjadi terabaikan bahkan terhapus dengan metode ini.
b. Metode Bunyi
Proses pembelajaran membaca permulaan dengan metode bunyi
dilakuakan sebagai contoh:
Huruf: /b/ dilafalkan [eb]
/d/ dilafalkan [ed]
/e/ dilafalkan [e]
/g/ dilafalkan [eg]
/p/ dilafalkan [ep]
Dengan demikian kata ,,nani” dieja menjadi:
/en-a/ → [na]
/en-i/ → [ni] → dibaca → [na-ni]
c. Metode Suku Kata dan Metode Kata
Proses pembelajaran MMP dengan metode ini diawali dengan
pengenalan suku kata, seperti ba, bi, bu, be, bo, ca, ci, cu, ce, co,da, di, du,
de, do, ka, ki, ku, ke, ko dan seterusnya. Suku-suku kata tersebut
kemudian dirangkaikan menjadi kata-kata bermakna. Sebagai contoh, dari
daftar suku kata tadi, guru dapat membuat berbagai variasi paduan suku
14
kata menjadi kata-kata bermakna, untuk bahan dasar MMP. Kata-kata
tadi misalnya:
ba – bi cu – ci da – da ka – ki
ba – bu ca – ci du – da ku – ku
bi – bi ci – ca da – du ka – ku
ba – ca ka – ca da – ki ku – da
kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan proses perangkaian kata
menjadi kalimat sederhana. Contoh perangkaian kata menjadi kalimat
dimaksud, seperti tampak pada contoh di bawah ini.
ka – ki ku – da
ba – ca bu – ku
cu – ci ka – ki (dan seterusnya)
Proses perangkaian suku kata menjadi kata, kata menjadi kalimat
sedehana, kemudian ditindak lanjuti dengan proses pengupasan atau
penguraian bebtuk- bentuk tersebut menjadi satuan bahasa terkecil
dibawahnya, yakni dari kalimat kedalam kata dan kata ke dalam suku kata.
Proses pembelajaran MMP yang melibatkan kegiatan merangkau dan
mengupas, kemudian dilahirkan istilah lain untuk metode ini yakni Metode
Rangkai Kupas.
Jika kita simpulkan, langkah-langkah pembelajaram MMP dengan
metode suku adalah :
a) tahap pertama, pengenalan suku-suku kata;
b) tahap kedua, perangkaian suku-suku kata menjadi kata;
c) tahap ketiga, perangkaian kata menjadi kalimat sederhana;
15
d) tahap keempat, pengintegrasian kegiatan perangkaian dan pengupasan
(kalimat → kata-kata → suku-suku kata)
Metode suku kata atau silaba, saat ini nampaknya sedang
popular dalam pembelajaran baca tulis Al-Quran. Dalam pembelajaran
Al-Quran, metode ini dikenal dengan istilah “Metode Iqro”. Proses
pembelajaran MMP seperti yang digambarkan pada langkah-langkah
di atas dapat pula dimodivikasi dengan mengubah objek pengenalan
awalnya. Sebagai contoh, proses pembelajaran MMP diawali dengan
pengenalan suku kata dan huruf. Artinya kata dimaksud diuraikan
(dikupas) menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf-huruf.
Selanjutnya, dilakukan proses perangkaian huruf menjadi suku kata
dan suku kata menjadi kata. Dengan kata lain, hasil pengupasan
dikembangkan lagi kebentuk asalnya sebagai kata lembaga (kata
semula). Proses pembelajaran MMP dengan metode ini melibatkan
serangkaian proses pengupasan dan perangkaian.
d. Metode Global
Sebagian orang mengistilahkan metode ini sebagai “Metode
Kalimat”. Global artinya secara utuh atau bulat. Dalam metode global
yang disajikan perta kali kepada murid adalah kalimat seutuhnya. Kalimat
tersebut dituliskan di bawah gambar yang sesuai dengan isi kalimatnya.
Gambar itu ditujukan untuk mengingatkan murid kepada kalimat yang ada
di bawahnya. Setelah berkali-kali membaca, murid dapat membaca
kalimat-kalimat itu secara global tanpa gambar. Sebagai contoh, di bawah
16
ini dapat Anda lihat bahan ajar untuk MMP yang menggunakan metode
global.
a) Memperkenalkan gambar dan kalimat
b) Menguraikan salah satu kalimat menjadi kata menjadi suku kata;
suku
c) Kata menjadi huruf-huruf.
ini mama
ini mama
i-ni ma – ma
i-n-i m-a – m-a
e. Metode Struktural Analisis Sintesis (SAS)
Metode SAS merupakan salah satu jenis metode yang bisa digunakan
untuk proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan bagi siswa
pemula Pembelajarn MMP dengan metode ini mengawali pelajarannya
dengan menampilkan dan memperkenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-
mula siswa disuguhi sebuah struktur yang memberi makna lengkap, yakni
struktur kalimat. Hal ini dimaksudkan untuk membangun konsep-konsep
„‟ kebermaknaan ‟‟ pada diri siswa. Akan lebih baik jika struktur kalimat
yang disajikan sebagai bahan pembelajaran MMP dengan metode ini
adalah struktur kalimat yang digali dari pengalaman berbahasa si
pembelajar itu sendiri (Hairuddin dkk : 2-27-2-28).
Metode SAS memulai pengajaran membaca dan menulis permulaan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
17
a) Guru menampilkan gambar sambil bercerita atau tanya jawab
(gambar keluarga).
b) Membaca beberapa gambar (gambar ibu, gambar ayah, gambar
doni).
c) Membaca gambar dengan kalimat, (ini doni, ini ibu doni, ini bapak
doni).
d) Membaca tanpa bantuan gambar, misalnya:
ini doni
ini ibu doni
ini bapak doni
e) Menganalisis sebuah kalimat menjadi kata, suku kata dan huruf
serta mesintesiskan kembali menjadi kalimat, misalnya:
Tim Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Saleh Abbas, 2006:
104) menyatakan ada beberapa pendekatan dan metode pembelajaran
membaca dan menulis permulaan (MMP) yakni dapat dilihat dalam Tabel
1 berikut ini:
Tabel 2.1 pendekatan dan metode pembelajaran membaca dan menulis
permulaan.
18
Pendekatan Metode
Harfiyah - Abjad
- Bunyi
Suku kata Kupas rangkai
Kata Kata lembaga
Kalimat - Global
- SAS (struktur analitik
sintetik)
Linguistik - Dengar – ucap (audio –
lingua)
- Aural – oral (dengar, tidu,
subtitusi, aplikasi)
2.2 Tinjauan Tentang Pembelajaran
Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh
potensi siswa. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang mana kala
siswa terbebas dari rasa takut dan menegangkan. Oleh karena itu perlu diupayakan
agar pengalaman belajar merupakan proses yang menyenangkan (enjoyful
learning). Proses pembelajaran yang menyenangkan dapat dilakukan pertama,
dengan menata ruangan yang apik dan menarik yaitu yang memenuhi unsur
kesehatan misalnya dengan pengaturan cahaya, ventilasi dan sebagainya, serta
memenuhi unsur keindahan, misalnya cat tembok yang segar dan bersih, bebas
dari debu, lukisan dan karya-karya siswa yang tertata, vas bunga dan lain
sebagainya. Kedua, melalui pengelolaan pembelajaran yang hidup dan bervariasi,
19
yakni dengan menggunakan pola dan model pembelajaran, media dan sumber
belajar yang relevan serta gerakan-gerakan guru yang mampu membangkitkan
motivasi belajar siswa.
Slameto (2003: 2)mengatakan bahwa Pembelajaran berasal dari kata
"belajar" mendapat imbuhan pe- an. Kata belajar berarti suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Imbuhan pe dan an dapat berarti proses atau hal. Jadi,
pembelajaran berarti proses membelajarkan siswa.
Brown H. Douglas (2000: 7) mengemukakan bahwa pembelajaran
(learning) adalah pemerolehan pengetahuan tentang suatu hal atau keterampilan
melalui belajar pengalaman, sedangkan pengajaran (teaching) adalah upaya untuk
membantu seseorang untuk belajar dan bagaimana melakukan sesuatu,
memberikan pengajaran, membantu dalam menyelesaikan sesuatu, memberi
pengetahuan, dan membuat seseorang menjadi mengerti.
Dian Sukmara (2003:65) juga mengungkapkan bahwa dalam proses
pembelajaran terdapat enam ciri, yaitu: (1) memiliki tujuan, (2) terdapat prosedur
yang direncanakan, (3) guru berperan sebagai pembimbing, (4) terdapat aktivitas
siswa, (5) membutuhkan adanya kedisiplinan, dan (7) adanya batasan waktu untuk
menentukan pencapaian tujuan.
Dari berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran merupakan proses interaksi antara pendidik dan peserta didik yang
dilakukan dengan sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat peserta didik
belajar dengan harapan terjadinya perubahan perilaku ke arah yang baik. Di dalam
20
pembejaran tersebut terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
keberhasilan proses pembelajaran tersebut, di antaranya adalah faktor guru, siswa,
sarana dan prasarana, dan lingkungan. Selain itu, proses pembelajaran harus
diarahkan agar siswa mampu mengatasi setiap tantangan dan rintangan dalam
kehidupan yang cepat berubah.
2.2.1 Ciri-ciri Pembelajaran
Ada tiga ciri khas menurut (Akhmad Sudrajat, 2008:43) yang terkandung dalam
sistem pembelajaran, ialah:
a. Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur, yang
merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus.
b. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang dibuat oleh
manusia dan sistem yang alami (natural). Sistem yang dibuat manusia
seperti : sistem transpotasi, sistem komunikasi, sistem pemerintahan,
semuanya memiliki tujuan. Sistem alami (natural) seperti : sistem ekologi,
sistem kehidupan hewan, memiliki unsur-unsur yang saling
ketergantungan satu sama lain, disusun sesuai dengan rencana tertentu,
tetapi tidak mempunyai tujuan tertentu. Tujuan sistem menuntut
prosesmerancang sistem. Tujuan utama sistem pembelajaran agar siswa
belajar (Akhmad, 2008:43).
c. Kesalingtergantungan (interdependence), antara unsur-unsur sistem
pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat
esensial, dan masing – masing memberikan sumbangannya kepada sistem
pembelajaran (Akhmad, 2008:43).
21
2.2.2 Tujuan Pembelajaran
Standar Proses pada Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007,
mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran merupakan gambaran proses dan
hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan
kompetensi dasar. Ini berarti kemampuan yang dirumuskan dalam tujuan
pembelajaran mencakup kemampuan yang akan dicapai siswa selama proses
belajar dan hasil akhir belajar pada suatu kompetensi dasar.
Tujuan pembelajaran dalam bukunya (Sugandi, 2000:25) adalah
membantu siswa pada siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan
dengan pengalaman itu tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan,
ketrampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap
dan prilaku siswa. Tujuan pembelajaran menggambarkan kemampuan atau
tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai oleh siswa setelah mereka
mengikuti suatu proses pembelajaran.
Oemar Hamalik (2008:29) mengatakan yang menjadi kunci dalam
rangka menentukan tujuan pembelajaran adalah kebutuhan siswa, mata
pelajaran, dan guru itu sendiri. Berdasarkan kebutuhan siswa dapat ditetapkan
apa yang hendak dicapai, dikembangkan dan diapresiasi. Guru sendiri adalah
sumber utama tujuan bagi para siswa, dan harus mampu memilih tujuan
pendidikanyang bermakna dan dapat diukur.
Dari berbagai pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, tujuan
pembelajaran adalah perubahan prilaku dan tingkah laku yang positif dari
peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, seperti: perubahan
yang secara psikologis akan tampil dalam tingkah laku yang dapat diamati
22
melalui alat indera oleh orang lain baik tutur katanya, motorik dan gaya
hidupnya.
2.3 Tinjauan Tentang Membaca Dan Menulis Permulaan
2.3.1 Hakikat Membaca
Membaca adalah memahami isi ide tau gagasan baik tersurat, tersirat
bahkan tersorot dalam bacaan.Dalam hal ini membaca permulaan harus
diberikan di kelas 1 dan 2.Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan,
memahami, dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai
dasar untuk dapat membaca lanjut (Subrata,2009:101). Pembelajaran
membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca
untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa.
Selain itu menurut Syafi‟ie dalam (Rahim,2011: 3), membaca
permulaan merupakan proses perceptual yakni pengenalan korespondensi
rangkaian huruf-huruf dengan bunyi bahasa. Kemampuan membaca yang
diperoleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap
kemampuan membaca lanjut. Sebagai kemampuan yang mendasari
kemampuan berikutnya, maka kemampuan membaca permulaan benar-benar
memerlukan perhatian guru, sebab jika dasar itu tidak kuat, pada tahap
selanjutnya siswa akan mengalami kesulitan. Oleh sebab itu, bagaimanapun
guru, khususnya guru kelas satu, hendaknya berusaha dengan sungguh-
sungguh agar dapat memberikan dasar kemampuan membaca yang memadai
kepada siswa.
Materi pengajaran membaca tersusun secara hiererkis dari materi yang
menuntut keterampilan paling sederhana (kaitan antara huruf dengan bunyi)
23
sampai paling yang paling kompleks (membaca kritis). Para guru perlu
mengetahui tahap-tahap perkembangan keterampilan membaca sehingga dapat
mengadakan assessment, menyusun progam, melaksanakan progam, dan
mengadakan pemantauan serta evaluasi dengan baik. (Munawir, 2003:74)
Mengatakan keterampilan membaca berkembang melalui beberapa tahap,
yaitu tahap pertumbuhan kesiapan membaca, tahap awal belajar membaca,
tahap perkembangan keterampilan membaca, dan tahap menyempurnaan
keterampilan membaca.
Dari berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
membaca merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh semua anak karena
melalui membaca anak dapat belajar banyak tentang berbagai bidang. Oleh
karena itu, membaca merupakan keterampilan yang harus diajarkan sejak
dini.Membaca bukanlah sekedar menyuarakan lambang- lambang tertulis
tanpa mempersoalkan apakah rangkaian kata atau kalimat yang dilafalkan
tersebut dipahami atau tidak, melainkan lebih dari pada itu. Membaca
permulaan merupakan suatu keterampilan yang mengubah simbol-simbol
berupa huruf atau rangkaian huruf atau kata menjadi bunyi bahasa.
2.3.2 Tahap keterampilan membaca
Ada beberapa tahap keterampilan membaca menurut (Munawir Yusuf,
2003:74-76) Yang berkembang melalui beberapa tahap yaitu :
a. Tahap Pertumbuhan Kesiapan Membaca
Kesiapan membaca merupakan kopentensi yang harus dikuasai anak
untuk dapat mulai belajar membaca. Kopentensi yang dimaksud misalnya
24
membedakan berbagai bentuk, bangun, warna, ukuran, arah, dan sebagainya.
Pada anak normal, kesiapann membaca sudah mulai tumbuh sejak lahir
sampai dengan sebelum masuk sekolah dasar.
Ada anak yang telah siap belajar mebaca pada usia sangat muda,
misalnya empat atau lima tahun, ada juga yang belum siap belajar membaca
meskipun sudah duduk di kelas 2 sekolah dasar. Hal ini memang masuk akal
karena banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kesiapan membaca,
antara lain kematangan mental, kemampuan visual, kemampuan auditif,
kemampuan bahasa dan warna, kemampuan berpikir dan memusatkan
perhatian, pertumbuhan motorik, kematangan sosial dan emosional, dan minat
serta dorongan membaca. Anak yang belum mempunyai kesiapan membaca
akan mengalami kesulitan belajar membaca. Oleh karena itu, guru harus yakin
bahwa anak telah memiliki kesiapan membaca sebelum mulai mengajar
membaca secara formal (Munawir 2003:74).
b. Tahap Awal Belajar Membaca
Pengajaran membaca biasanya mulai di kelas 1 SD meskipun ada anak
yang sudah dapat membaca sebelum masuk SD atau ada anak yang belum siap
belajar membaca meskipun sudah duduk di kelas 1 SD. Pada awalnya belajar
membaca emang sulit karena anak harus mencoba menerka sebagai
simbol/huruf yang sukar,proses membaca sering sangatlambat dan dengan
cara kata per kata. Oleh karena itu, diperlukan bimbingan guru sehingga
akhirnya anak dapat membaca dengan lancar.
25
Pengajaran membaca pada tahap awal belajar membaca meliputi dua
tahap, yaitu membaca global, membaca unsus,dan membaca tanpa
memikirkan unsur-unsurnya. Pada tahap membaca global, guru mempernalkan
kata-kata sederhana sebanyak-banyaknya (kosakata pandang) untuk diamati.
Ketika belajar membaca kata-kata tersebut, anak sangat mengandalkan pada
ingatan dan konfigurasi. Membaca unsur menyangkut membedakan kata-kata
dan mencari asosiasi antara huruf dan bunyi setelah memahami bentuk global
kata atau kalimat, anak mulai melihat unsur-unsur yang membentuk kata atau
kalimat itu. Secara lebih rinci anak mencoba membedakan bentuk setiap
huruf, peredaan antara huruf, demikian juga dengan kata atau kalimat
(Munawir, 2003:75).
c. Tahap perkembangan keterampilan membaca
Tahap ini sebenernya merupakan kelanjutan dari tahap membaca
global dan membaca unsur, juga disebut tahap membaca tanpa memikirkan
unsur-unsurnya. Pada tahap ini, anak mampu membaca kosakata sederhana
secara otomatis sehingga tidak perlu lagi memperhatikan unsur – unsur setiap
kata. Anak kelas 2 atau 3 SD mestinya teleah mencapai tahap ini. Anak
mampu membaca dengan lancar dengan kecepetan antara 100-140 kata per
menit dengan tidak lebih dari 2 keselahan. Masa transasi ini dapat
dianalogikan dengan seorang anak yang belajar berjalan (Munawir, 2003:76).
Mula-mula anak harus berkonsentrasi untuk berjalan, tapi kemudian dapat
berjalan secara otomatis tanpa harus berpikir lagi. Pengajaran membaca pada
tahap ini dipusatkan pada pengembangan kosakata, pengembangan
keterampilan memahami, dan memotivikasi anak. Hal ini perlu dilakukan
26
terutama pada anak berkesulitan belajar karena jika menyadari ketinggalannya
dari teman sebayanya, kebanyakan anak berkesulitan membaca menjadi
frustasi dan tidak mempunyai motivasi belajar.
d. Tahap penyerpunaan keterampilan membaca
Mulai kelas 4 SD, anak normal sudah merasakan nikmatnya membaca.
Kegiatan membaca tidak lagi ditekankan pada teknik membaca, tapi sudah
pada makna bacaan. Anak mulai tertarik pada berbagai materi wacana, seperti
majalah, cerita fiksi, atau cerita bergambar. Tugas guru adalah mendorong
anak dengan menyediakan atau menunjukan sumber bacaan di purpustakaan.
Di luar jam pelajaran, anak dapat ditugasi membaca rekreatif secara mandiri
(membaca ekstensif) dengan memanfaatkan perpustakaan sekolah , dalam hal
ini guru perlu membimbing anak mengembangkan kosakata, meningkatkan
kemampuan pemahaman, dan secara periodik memantau kemampuan analisis
strukturaldan fonik anak. Anak berkesulitan membaca jarang mencapai tahap
ini (Munawir, 2003:76).
Dari berbagai pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa,
kemampuan membaca anak sebenarnya masih perelu ditingkatkan. Oleh
karena itu, pengajaran membaca secara khusus sebenarnya masih perlu. Di
sini, kegiatan membaca ditekankan pada peningkatan kemampuan pemahaman
tingkat lanjut (membaca kritis), keterampilan belajar, dan kecepatan membaca.
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Membaca Anak
Tzu (dalam Ahmad Susanto, 2011: 84) menyatakan bahwa untuk
dapat membaca dengan baik anak harus memiliki bekal kesiapan membaca.
27
Kemampuan anak untuk membaca akan muncul dalam waktu/usia yang
berbeda-beda oleh masing-masing anak, tergantung kesiapan/kematangan
anak dalam membaca.
Farida Rahim (2008: 16-30) menyatakan ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kemampuan/kesiapan membaca permulaan yakni:
a. Faktor fisiologis
Faktor fisiologis mencangkup kesehatan fisik, pertimbangan
neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang
dapat menghambat anak untuk belajar membaca. Beberapa ahli
mengemukakan bahwa keterbatasanneurologis misalnya berbagai cacat
otak dan kekurangmatangan secara fisik merupakan salah satu faktor yang
dapat menyebabkan anak gagal dalam meningkatkan kemampuan
membaca pemahaman mereka.
Gangguan pada alat bicara, alat pendengaran, dan alat penglihatan
bisa memperlambat kemajuan belajar membaca anak. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa walaupun tidak mempunyai gangguan pada alat
penglihatannya, beberapa anak mengalami hambatan atau kesulitan belajar
membaca. Belum berkembangnya kemampuan anak dalam membedakan
simbol-simbol cetakan, seperti huruf-huruf, angka-angka, dan kata-kata
merupakan penyebabnya. Perbedaan pendengaran (auditory
discrimination) adalah kemampuan mendengarkan kemiripan dan
perbedaan bunyi bahasa sebagai faktor penting dalam menentukan
kesiapan membaca anak.
28
Hambatan atau kesulitan belajar yang dialami anak di sekolah
harus segera ditangani. Guru sebagai pembimbing di sekolah harus
mengupayakan penanganan atau memberikan solusi terhadap kondisi yang
dialami anak di sekolah sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
optimal sesuai target keberhasilan yang ditentukan. Sugihartono, Kartika
Nur Fathiyah, Farida Harahap, Farida Agus Setiawati, dan Siti Rohmah
Nurhayati, (2007: 86) menyatakan guru sebagai pembimbing hendaknya
dapat memberikan bimbingan kepada anak didiknya dalam menghadapi
tantangan maupun kesulitan belajar dan dengan adanya bimbingan yang
diberikan guru, anak dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal.
b. Faktor kecerdasan (intelektual)
Rubin (dalam Farida Rahim, 2008: 17) berpendapat bahwa banyak
hasil penelitian memperlihatkan tidak semua anak yang mempunyai
kemampuan inteligensi tinggi menjadi pembaca yang baik. Artinya anak-
anak yang tingkat inteligensinya kurang baik bisa menjadi pembaca yang
baik dan dapat memahami bacaan.
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ini juga dapat mempengaruhi kesiapan
membaca anak. Latar belakang dan pengalaman siswa di rumah dapat
membentuk pribadi, sikap, nilai, dan kemampuan bahasa anak. Rubin
(dalam Farida Rahim, 2008: 20) mengemukakan bahwa orangtua yang
hangat, demokratis, bisa mengarahkan anak-anak mereka pada kegiatan
yang berorientasi pendidikan, suka menantang anak untuk berpikir, dan
suka mendorong anak untuk mandiri.
29
Orangtua yang mempunyai minat yang besar terhadap kegiatan
sekolah di mana anak-anak belajar. Orangtua yang gemar membaca,
memiliki koleksi bacaan, menghargai membaca, dan senang membacakan
cerita kepada anak-anak, dapat memacu sikap positif anak terhadap
belajar, khususnya belajar membaca. Di samping itu, komposisi orang
dewasa dalam lingkungan rumah juga berpengaruh pada kemampuan
membaca anak. Faktor sosial ekonomi orangtua, dan lingkungan tetangga
merupakan faktor yang membentuk lingkungan rumah anak. Semakin
tinggi status sosial ekonomi anak seharusnya semakin tinggi pula
kemampuan verbal anak. Maksudnya, anak yang berada pada lingkungan
masyarakat yang memiliki status sosial ekonomi menengah keatas akan
memilikipeluang yang lebih besar untuk membeli buku bacaan maupun
buku untuk menunjang kegiatan belajar anak, sehingga mereka
mempunyai peluang yang lebih besar pula untuk belajar lebih baik. Dapat
dikatakan daya beli masyarakat mempengaruhi kebiasaan membaca dalam
lingkungan tersebut.
Kualitas dari berbagai fasilitas, ruangan, dinding, media, alat, dan
bahan-bahan yang digunakan untuk belajar akan sangat menentukan
berarti atau tidaknya lingkungan belajar tersebut bagi anak (Rita Mariyana,
Ali Nugraha, & Yeni Rachmawati, 2010: 24). Pengelolaan lingkungan
belajar dimaksudkan agar lingkungan mampu menstimulasi anak-anak
berpartisipasi dalam kegiatan belajar dengan optimal Wragg (dalam Rita
Mariyana, Ali Nugraha, & Yeni Rachmawati, 2010: 18), sehingga tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara optimal.
30
d. Faktor Psikologis
Sumadi Suryabrata (dalam Farida Rahim, 2008: 101) menyatakan
motivasi merupakan keadaan dalam diri seseorang yang mampu
mendorongnya melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai tujuan.
Wlodkowsky (dalam Sugihartono, dkk., 2007: 78) menjelaskan bahwa
motivasi merupakan suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan
perilaku tertentu dan mampu memberi arah dan ketahanan pada tingkah
laku seseorang. Motivasi ekstrinsik yang biasanya timbul yakni biasanya
berasal dari reward atau hadiah. Reward atau hadiah ini merupakan suatu
bentuk pengutan positif yang dapat meningkatkan terjadinya pengulangan
atas suatu proses atau kegiatan yang diharapkan (Sugihartono, dkk., 2007:
98), sehingga proses atau kegiatan tersebut mencapai tujuan yang optimal.
Reward atau hadiah biasanyaditawarkan pada anak sebagai iming-
iming.Anak akan mendapatkan hadiah bila anak mau melakukan sesuatu
sesuai kehendak orang yang menyuruh.
Minat anak yang satu dengan yang lain sangat berbeda-beda.
Untuk memperoleh keterampilan membaca yang optimal, anak
dimungkinkan memiliki minat yang besar untuk belajar membaca. Hal ini
tentunya menjadikan minat baca memiliki peran penting dalam
tercapainya keterampilan membaca yang akan dilalui anak.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka faktor yang sangat
mempengaruhi dalam penelitian ini adalah faktor lingkuangan di mana
lingkungan yang dipersiapkan dapat menstimulasi anak-anak berpartisipasi
31
dalam kegiatan belajar dengan optimal sehingga tujuan pembelajaran
dapat dicapai secara optimal pula.
2.3.4 Hakikat Menulis Permulaan
Menurut Suparno (2005:3), menulis dapat didefinikasi sebagai
suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan
bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Sehingga menulis merupakan
keterampilan produktif dengan menggunakan tulisan. Pendapat lain yang
dikemukakan (Mulyati, 2007:13), bahwa menulis merupakan suatu
keterampilan berbahasa yang paling rumit di antara jenis-jenis
keterampilan bahasa lainnya. Karena menulis bukanlah sekedar menyalin
jenis-jenis keterampilan bahasa lainnya. Karena menulis bukanlah sekedar
menyalin kata-kata keterampilan bahasa lainnya. Karena menulis bukanlah
sekedar menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat, melainkan juga
mengembangkan dan menuangkan pikiran-pikiran dalam suatu struktur
tulisan yang teratur, sehingga diperlukan kreatifitasnya sang penulis
dengan memperhatikan struktur kalimat.
Keterampilan menulis permulaan merupakan keterampilan yang
harus dikuasai siswa sekolah dasar sejak dini karena keterampilan menulis
permulaan merupakan keterampilan yang sangat mendasar bagi siswa SD.
Menulis permulaan merupakan keterampilan menulis yang diajarkan pada
kelas rendah, yakni kelas 1 dan 2 SD sebagai pembelajaran menulis.
32
Pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh siswa pada pembelajaran
menulis pada tingkat dasar. Permulaan tersebut akan menjadi dasar dalam
peningkatan dan pengembangan kemampuan siswa pada jenjang
selanjutnya. Kemampuan menulis mencakup berbagai komponen seperti
kemampuan menguasai gagasan yang dikemukakan, kemampuan
menggunakan gaya, dan kemampuan menggunakan ejaan. Seperti yang
dikemukakan oleh Lerner (Abdurahman,, 2012: 178) menulis adalah
menuangkan ide ke dalam suatu bentuk visual.
Keterampilan menulis merupakan suatu keterampilan untuk
mengungkapkan ide, pikiran, perasaan kepada orang lain. Melalui tulisan,
seseorang dapat berkomunikasi tanpa berhadap-hadapan langsung.
(Tarigan,2008: 21) menyatakan bahwa menulis adalah menurunkan atau
melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan salah satu
bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca
lambang-lambang grafik tersebut. Menulis bukan sekedar menggambarkan
huruf-huruf, tetapi juga menyampaikan pesan melalui gambar huruf-huruf
tersebut berupa karangan.Karangan sebagai ekspresi pikiran, gagasan ide,
pendapat, pengalaman disusun secara sistematis dan logis.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran menulis seperti yang
diungkapkan di muka, pembelajaran menulis di SD harus dimulai dari
tahap yang paling sederhana lalu pada hal yang sederhana ke yang biasa
hingga pada yang paling sukar.Tentu saja hal ini perlu melalui tahapan
sesuai dengan tingkat pemikiran siswa.Oleh karena itu, di SD
pembelajaran menulis dibagi atas dua tahap, yaitu menulis permulaan dan
33
menulis lanjut.Menulis permulaan ditujukan kepada siswa kelas rendah
yakni kelas satu hingga kelas tiga, sedangkan kelas empat hingga kelas
enam diberi pembelajaran menulis lanjutan (Munawir, 2003:103).
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, menulis permulaan
adalah salah satu bentuk komunikasi untuk menyampaikan ide secara
teratur melalui bahasa tulis dengan tujuan tertentu yang diajarkan di kelas
1 yang menghasilakan tulisan tahap awal. Apabila pembelajaran menulis
permulaan yang dikatakan sebagai acuan dasar tersebut baik dan kuat,
diharapkan hasil pengembangan keterampilan menulis sampai tingkat
selanjutnya akan menjadi baik pula. Agar tujuan menulis dapat tercapai
dengan baik, diperlukan latihan yang memadai dan secara terus-menerus.
Selain itu, anak pun harus dibekali dengan pengetahuan dan pengalaman
yang akan ditulisnya karena pada hakikatnya menulis adalah menuangkan
sesuatu yang telah ada dalam pikirannya. Namun demikian, hal yang tidak
dapat diabaikan dalam pengajaran mengarang di SD adalah siswa harus
mempunyai modal pengetahuan yang cukup tentang ejaan, kosakata, dan
pengetahuan tentang mengarang itu sendiri.
2.3.5 Tujuan Menulis Permulaan
Dalam Depdiknas (2009:3) menyebutkan bahwa dalam
pembelajaran menulis permulaan bertujuan agar siswa terampil dalam
menulis, seperti berikut.
a. Menjiplak berbagai bentuk gambar, lingkaran dan bentuk huruf.
b. Menebalkan berbagai bentuk gambar, lingkaran, dan bentuk huruf.
34
c. Mencontoh huruf, kata, atau kalimat sederhana dari buku atau papan
tulis dengan benar.
d. Melengkapi kalimat yang belum selesai berdasarkan gambar.
e. Menyalin puisi anak sederhana dengan huruf lepas. Menulis kalimat
sederhana yang didiktekan guru dengan huruf tegakbersambung.
f. Menyalin puisi anak dengan huruf tegak bersambung.
g. Melengkapi cerita sederhana dengan kata yang tepat.
h. Mendeskripsikan tumbuhan atau binatang di sekitar secara sederhana
dengan bahasa tulis.
i. Menyalin puisi anak dengan huruf tegak bersambung.
j. Menyusun paragraf berdasarkan bahan yang tersedia dengan
memperhatikan penggunaan ejaan.
k. Menulis karangan sederhana berdasarkan gambar seri menggunakan
pilihan kata dan kalimat yang tepat dengan memperhatikan
penggunaan ejaan, huruf kapital, dan tanda titik.
l. Menulis puisi berdasarkan gambar dengan pilihan kata yang menarik.
Pada penelitian ini materi menulis permulaan yang akan diteliti
yakni mendeskripsikan tumbuhan atau binatang secara sederhana dengan
bahasa tulis, karena subjek penelitiannya adalah siswa kelas 1 SD
semester.
2.3.6 Keterampilan Pembelajaran Menulis Permulaan di MI/SD
Setiap guru harus sudah memahami langkah-langkah keterampilan
menulis karena sangat menentukan dalam ketepatan penyusunan perencanaan,
35
pelaksanaan, maupun penilaian keterampilan menulis. Sudah dapat dipastikan
tanpa memahami karakteristik keterampilan menulis guru yang bersangkutan
tak mungkin menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran
menulis yang akurat, bervariasi, dan menarik (Munawir, 2003:88).
Keterampilan menulis menuntut kemampuan yang kompleks.
Penulisan sebuah karangan yang sederhana sekalipun menuntut kepada
penulisnya kemampuan memahami apa yang hendak ditulis dan bagaimana
cara menulisnya. Persoalan pertama menyangkut isi karangan dan persoalan
kedua menyangkut pemakaian bahasa serta bentuk atau struktur karangan.
Pembelajaran keterampilan menulis yang tidak memperhatikan kedua hal
tersebut di atas pasti akan mengalami ketidakberesan atau kegagalan (Mulyati,
2007:23).
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, keterampilan menulis
lebih condong ke arah praktik ketimbang teori.Ini tidak berarti pembahasan
teori menulis ditabukan dalam pengajaran menulis.Pertimbangan antar praktek
dan teori sebaiknya lebih banyak praktek dari teori.Keterampilan menulis
bersifat mekanistik.Ini berarti bahwa penguasaan keterampilan menulis
tersebut harus melalui latihan atau praktik. Dengan perkataan lain semakin
banyak seseorang melakukan kegiatan menulis semakin terampil menulis yang
bersangkutan. Karakteristik keterampilan menulis seperti ini menuntut
pembelajaran menulis yang memungkinkan siswa banyak latihan, praktek,
atau mengalami berbagai pengalaman kegiatan menulis.
Di samping kegiatan menulis harus bervariasi juga sistematis,
bertahap, dan akumulatif.Berlatih menulis yang tidak terarah apalagi kurang
36
diawasi guru membuat kegiatan siswa tidak terarah bahkan sering
membingungkan siswa.Mereka tidak tahu apakah mereka sudah bekerja benar,
atau mereka tidak tahu membuat kesalahan yang berulang.Latihan mengarang
terkendali disertai diskusi sangat diperlukan dalam memahami dan menguasai
keterampilan menulis.
2.3.7 Pembelajaran Membaca Menulis di Kelas Rendah
Pada awal-awal persekolahan murid-murid kelas I SD, sajian
pembelajaran yang utama untuk siswa adalah membaca dan
menulis.Pembelajaran untuk kedua jenis keterampilan ini dikemas dalam satu
paket yang biasa disebut membaca menulis permulaan, paket membaca dan
menulis permulaan.Untuk pertama kalinya para siswa baru diperkenalkan
dengan lambang-lambang tulis yang biasa digunakan untuk
berkomunikasi.Sasaran utamanya adalah para murid kelas I SD memiliki
kemampuan membaca dan kemapuan menulis padatingkat dasar.“Kemampuan
dasar dimaksud akan menjadi landasan bagi keterampilan-keterampilan lain,
baik dalam kehidupan akademik di sekolah, maupun dalam kehidupan
bermasyarakat” Djamarah (2002).
Mengapa disebut permulaan, dan apa sasarannya? Peralihan dari masa
bermain di TK (bagi anak-anak yang mengalaminya) atau dari lingkungan
rumah (bagi anak yang tidak menjalani masa di TK) ke dunia sekolah
merupakan hal baru bagi anak.Hal pertama yang diajarkan kepada anak pada
awal-awal masa persekolahan itu adalah kemampuan membaca dan menulis.
Kedua kemampuan ini akan menjadi landasan dasar bagi pemerolehan bidang-
bidang ilmu lainnya di sekolah.
37
Kemampuan membaca permulaan lebih diorientasikan pada
kemampuan membaca tingkat dasar, yakni kemampuan melek
huruf.Maksudnya, anak-anak dapat mengubah dan melafalkan lambang-
lambang tertulis menjadi bunyi-bunyi bermakna.Pada tahap ini sangat
dimungkinkan anak-anak dapat melafalkan lambang-lambang huruf yang
dibacanya tanpa diikuti oleh pemahaman terhadap lambang bunyi-bunyi
lambang tersebut.
Kemampuan melek huruf ini selanjutnya dibina dan ditingkatkan
menuju pemilikan kemampuan membaca tingkat lanjut, yakni melek wacana.
Yang dimaksud dengan melek wacana adalah kemampuan membaca yang
sesungguhnya, yakni kemampuan mengubah lambang-lambang tulis menjadi
bunyi-bunyi bermakna disertai pemahaman akan lambang- lambang tersebut.
Dengan bekal kemampuan melek wacana inilah kemudian anak dipajankan
dengan berbagai informasi dan pengetahuan dari berbagai media cetak yang
dapat diakses sendiri (Kaifa, 2002:22).
Pembelajaran membaca menulis permulaan merupakan salah satu
kegiatan pokok yang harus dilaksanakan atau diberikan kepada siswa sekolah
dasar khususnya kelas satu karena membaca menulis permulaan merupakan
keterampilan yang menjadi dasar untuk mempelajari keterampilan membaca
menulis lanjut. Keterampilan membaca menulis permulaan merupakan salah
satu keterampilan berbahasa yang sulit dipelajari dan membutuhkan waktu
yang tidak cepat.Oleh karena itu, dalam proses pembelajarannya guru sering
mengalami hambatan atau kesulitan (kaifa, 2002:13).Untuk itu, guru harus
memiliki kemampuan yang memadai dalam menentukan dan menerapkan
38
metode atau strategi pembelajaran yang tepat untuk mengajarkan membaca
menulis permulaan. Dengan demikian, diharapkan siswa akan senang dan
cepat menguasai keterampilan membaca manulis permulaan.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, Kemampuan menulis
permulaan tidak jauh berbeda dengan kemampuan membaca permulaan.Pada
tingkat dasar atau permulaan, pembelajaran menulis lebih diorientasikan pada
kemampuan yang bersifat mekanik.Anak-anak dilatih untuk dapat menuliskan
(mirip dengan kemampuan melukis atau menggambar) lambang-lambang tulis
yang jika dirangkaikan dalam sebuah struktur, lambang-lambang itu menjadi
bermakna.Selanjutnya, dengan kemampuan dasar ini, secara perlahan-lahan
anak-anak digiring pada kemampuan menuangkan gagasan, pikiran, perasaan,
ke dalam bentuk bahasa tulis melalui lambang- lambang tulis yang sudah
dikuasainya.Inilah kemampuan menulis yang sesungguhnya.
2.4 Kajian Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini relevan dengan penelitian terdahulu, akan tetapi
penelititi tetap menjaga keoriginalitasan dalam penelitian. Penelitian yang
relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Andini Kusnawanto Jurusan Sastra
Undonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang. Berdasarkan
penelitian ini dapat diketahiu bahwa pembelajaran membaca permulaan
dengan menggunakan metode Mueller dapat ditingkatkan. Hal ini
tampak pada hasil observasi kemampuan membaca permulaan siswa
kelas I, ketuntasan kelas yang semula hanya 78% meningkat menjadi
39
90%, dan juga peningkatan rata- rata individu sebesar 12,5%.
Berdasarkah hasil penelitian ini dapat direkomendasikan agar guru mau
melakukan inovasi terhadap penggunaan metode pembelajaran, dan
juga hendaknya dilakukan penelitian lagi di SDN Leminggir I tentang
membaca permulaan siswa untuk memantapkan hasil penelitian ini.
2. Penelitian yang telah dilakukan oleh Sriyatmi dengan judul
"Pembelajaran Membaca Menulis Permulaan di Sekolah Dasar: Studi
Kasus di SD Negeri Pondok 02 Nguter Sukoharjo". Dalam
penelitiannya, Sriyatmi memperoleh simpulan bahwa guru telah
mampu menyusun perencanaan pembelajaran membaca menulis
permulaan dengan baik. Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dalm
tiga tahap, yakni kegiatan awal, inti, danpenutup. Evaluasi telah
dilaksanakan secara berkesinambungan selama proses pembelajaran
dan pada akhir pembelajaran. Di samping itu, dalam pelaksanaan
pembelajaran membaca menulis di SD yang diteliti oleh Sriyatmi
ditemukan banyak kendala dan pada dasarnya guru telah mampu
mengatasi kendala tersebut dengan baik.
Relevansi penelitian Sriyatmi dengan penelitian ini adalah sama-
sama meneliti kegiatan pembelajaran membaca menulis permulaan.
Namun, penelitian Sriyatmi tersebut memiliki perbedaan dengan
penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti tidak hanya meneliti
pelaksanaan pembelajaran membaca menulis permulaan saja tetapi juga
menganalisis kesesuaian pelaksanaan pembelajaran dengan KTSP.
40
2.5 Kerangka Berfikir
Pada kondisi awal di kelas I SDN Pesanggrahan 02 Batu ada
beberapa siswa yang belum lancar membaca dan menulis kata rangkap dan
kalimat sederhana. Dengan demikian untuk mengatasi masalah tersebut
tindakan guru adalah memberi pembelajaran membaca dan menulis
permulaan dengan menggunakan metode yang tepat dengan permasalahan
siswa.
Dengan tindakan guru tersebut, diharapkan khususnya siswa dikelas
I SDN Pesanggrahan 02 Batu kemampuan membaca dan menulis
permulaan dapat meningkat.
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnya dapat
diperoleh model teori yang dapat disajikan kerangka berfikir dalam
penelitian ini yang dapat digambarkan dalam gambar 2.1.
41
Gambar 2.1
Skema kerangka berfikir
Pra Penelitian
Pembelajaran di Kelas
Metode yang disiapkan guru untuk membaca dan
menulis permulaan
Membaca Permulaan Menulis Permulaan
Pengumpulan Data:
1. Observasi
2. Dokumentasi
3. Wawancara
Analisis Data:
1. Penumpualan data
2. Reduksi data
3. Penyajian data
4. Kesimpulan
Metode Pembelajaran Membaca Dan Menulis Permulaan
Pada Siswa Kelas I SDN Pesanggrahan 02 Batu