BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Motivasi Belajar 2.1.1...
-
Upload
dinhnguyet -
Category
Documents
-
view
213 -
download
0
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Motivasi Belajar 2.1.1...
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Motivasi Belajar
2.1.1. Pengertian Motivasi
Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif/daya
menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan
mencapai tujuan tertentu. Dalam hal belajar motivasi diartikan sebagai
keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa untuk melakukan
serangkaian kegiatan belajar guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Thursan Hakim (2000 : 26) mengemukakan pengertian
motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang
melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam
belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh adanya motif
dan kuat lemahnya motivasi belajar yang ditimbulkan motif tersebut.
Pengertian motivasi yang lebih lengkap menurut Sudarwan
Danim (2004) motivasi diartikan sebagai kekuatan, dorongan,
kebutuhan, semangat, tekanan, atau mekanisme psikologis yang
mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi
tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Motivasi paling tidak
memuat tiga unsur esensial, yakni : (1) faktor pendorong atau
pembangkit motif, baik internal maupun eksternal, (2) tujuan yang ingin
dicapai, (3) strategi yang diperlukan oleh individu atau kelompok untuk
mencapai tujuan tersebut. Dapat disimpulkan motivasi adalah keinginan
untuk melakukan suatu tindakan. Suatu kondisi di mana keinginan-
keinginan (needs) pribadi dapat mencapai kepuasan. Motivasi yang ada
pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu dengan
yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai pengertian dan
7
hakikat motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan sistuasi
sehingga menimbulkan motivasi atau dorongan bagi mereka untuk
berbuat atau berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh
individu lain atau organisasi.
2.1.2. Jenis-Jenis Motivasi
Menurut Sunarto (2008) motivasi merupakan suatu proses
psikologis yang mencerminkan sikap, kebutuhan, persepsi, dan
keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Motivasi sebagai proses
psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu
sendiri yang disebut intrinsik sedangkan faktor di luar diri disebut
ekstrinsik. Faktor intrinsik berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan
pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa
depan. Sedangkan faktor ekstrinsik dapat ditimbulkan oleh berbagai
sumber, bisa karena pengaruh pimpinan, kolega atau faktor-faktor lain
yang kompleks.
Whandi (2008) menjelaskan bahwa motivasi dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik:
1) Motivasi intrinsik, yaitu motivasi internal yang tiimbul dari dalam
diri pribadi seseorang itu sendiri, seperti system nilai yang dianut,
harapan, minat, cita-cita, dan aspek lain secara internal melekat
pada seseorang.
2) Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi eksternal yang muncul dari luar
diri pribadi seseorang, seperti kondisi lingkungan kelas sekolah,
adanya ganjaran berupa hadiah (reward) bahkan karena merasa
takut oleh hukuman (punishment) merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi motivasi.
8
2.1.3. Fungsi Motivasi
Sutisna Sanjaya (2007) menjelaskan bahwa fungsi motivasi
dalam pembelajaran dibagi menjadi tiga, antara lain:
1) Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan, tanpa motivasi
tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya belajar.
2) Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan
perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3) Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan
tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentukan
cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.
Sardiman (2007) menjelaskan bahwa fungsi motivasi ada tiga, antara
lain:
1) Mendorong manusia untuk berbuat, motivasi dalam hal ini
merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan
dikerjakan.
2) Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang hendak
diicapai, sehingga motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan
yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3) Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan perbuatan-perbuatan apa
yang harus dikerjakan dan serasi guna mencapai tujuan, dengan
menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi
tujuan tersebut.
Menurut Hamalik (2000) ada tiga fungsi motivasi, antara lain:
1) Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan, tanpa
motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar.
9
2) Sebagai pengarah artinya mengarahkan perbuatan kepada
pencapaian tujuan yang diinginkan.
3) Sebagai penggerak, berfungsi sebagai mesin bagi mobil. Besar
kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu
pekerjaan.
2.1.4. Motivasi Belajar
Handayani (2003) menjelaskan bahwa motivasi belajar adalah
faktor pendukung yang dapat mengoptimalkan kecerdasan anak dan
membawanya meraih prestasi. Menurut Sunarto (2008) motivasi belajar
adalah kesanggupan untuk melakukan kegiatan belajar karena didorong
oleh keinginannya untuk memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya
ataupun yang datang dari luar.
Dengan motivasi belajar, maka siswa/peserta didik dapat
mempunyai intensitas dan kesinambungan dalam proses
pembelajaran/pendidikan yang diikuti. Jadi motivasi belajar adalah
rangsangan, dorongan atau keinginan baik dari dalam diri seseorang atau
dari luar untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya
Motivasi instrinsik merupakan motivasi yang timbul sebagai
akibat dari dalam diri individu tanpa ada paksaan dan dorongan dari
orang lain, misalnya anak mau belajar karena ingin memperoleh ilmu
pengetahuan atau ingin mendapatkan keterampilan tertentu, ia akan rajin
belajar tanpa ada suruhan dari orang lain. Sebaliknya motivasi ekstrinsik
timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena ajakan,
suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang
demikian akhirnya ia mau belajar.
10
2.1.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Raymond dan Judith (2004) mengungkapkan ada empat
pengaruh utama terhadap motivasi belajar seorang anak yaitu
1. Budaya. Masing-masing kelompok atau etnis telah menetapkandan
menyatakan secara tidak langsung nilai-nilai yang berkenaan
dengan pengetahuan baik dalam pengertian akademis maupun
tradisional. Nilai-nilai itu terungkap melalui pengaruh agama,
undang-undang politik untuk pendidikan serta melalui harapan-
harapan orang tua yang berkenaan dengan persiapan anak-anak
mereka dalam hubungannya dengan sekolah. Hal–hal ini akan
mempengaruhi motivasi belajar anak.
2. Keluarga. Berdasarkan penelitian orang tua memberi pengaruh
utama dalam memotivasi belajar seorang anak. Pengaruh mereka
terhadap perkembangan motivasi belajar anak-anak memeberi
pengaruh yang sangat kuat dalam setiap perkembangannya dan
akan terus berlanjut sampai habis masa SMA dan sesudahnya.
3. Sekolah. Ketika sampai pada motivasi belajar, para gurulah yang
membuat sebuah perbedaan. Dalam banyak hal mereka tidak
sekuat seperti orang tua. Tetapi mereka bisa membuat kehidupan
sekolah menjadi menyenangkan atau menarik. Dan kita bisa
mengingat seorang guru yang memenuhi ruang kelas dengan
kegembiraan dan harapan serta membukakan pintu-pintu kita
untuk menemukan pengetahuan yang mengagumkan.
4. Diri anak itu sendiri. Murid-murid yang mempunyai kemungkinan
paling besar untuk belajar dengan serius, belajar dengan baik dan
masih bisa menikmati belajar, memiliki perilaku dan karakter
pintar, berkualitas, mempunyai identitas, bisa mengatur diri sendiri
sudah pasti mempengaruhi motivasi belajarnya.
11
Azzahhy (2009) menjelaskan bahwa ada enam faktor yang
mempengaruhi motivasi belajar, yaitu:
1) Cita-cita atau aspirasi peserta didik
Cita-cita atau aspirasi peserta didik akan memperkuat
semangat belajar dan mengarahkan perilaku belajar. Cita-cita atau
aspirasi peserta didik akan berlangsung dalam waktu yang sangat
lama bahkan berlangsung sepanjang hayat, timbulnya bersamaan
dengan perkembangan akal, moral, kemauan bahasa dan nilai-nilai
kehidupan, juga perkembangan kepribadian. Cita-cita atau aspirasi
peserta didik akan memperkuat motivasi belajar intrinsik maupun
ekstrinsik, sebab tercapainya suatu cita-cita akan mewujudkan
aktualisasi diri.
2) Kemampuan peserta didik
Keinginan peserta didik perlu diikuti dengan kemampuan
atau kecakapan untuk mencapainya. Kemampuan akan
memperkuat motivasi peserta didik melaksanakan tugas-tugas
perkembangan.
3) Kondisi peserta didik
Kondisi peserta didik yang meliputi kondisi jasmani dan
rohani yang mempengaruhi motivasi belajar. Kondisi jasmani dan
rohani peserta didik yang terganggu akan berpengaruh pada
peserta didik dalam hal memusatkan perhatian belajar.
4) Kondisi lingkungan peserta didik
Lingkungan peserta didik dapat berupa keadaan alam
tempat tinggal, pergaulan sebaya dan kehidupan kemasyarakatan.
Sebagai anggota masyarakat peserta didik dapat terpengaruh oleh
lingkungan sekitar. Kondisi lingkungan yang baik akan
memperkuat motivasi belajar.
12
5) Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran
Peserta didik memiliki perasaan, perhatian, kemauan
ingatan pengalaman hidup.Lingkungan peserta didik berupa
keadaan alam lingkungan tempat tinggal dan pergaulan juga
mengalami perubahan. Lingkungan budaya peserta didik yang
berupa surat kabar, majalah, radio, televisi, dan lain-lain semakin
menjangkau peserta didik. Semua lingkungan tersebut
mendinamiskan motivasi belajar. Pengajar profesional diharapkan
mampu memanfaatkan kondisi dinamis tersebut dalam
pembelajaran untuk memotivasi belajar.
6) Upaya pengajar dalam membelajarkan peserta didik
Pengajar dalam tugas profesionalnya mengharuskan dia
belajar sepanjang hayat selain dengan masyarakat dan lingkungan
sekitarnya yang juga dibangun. Lingkungan sosial pengajar perlu
diperhatikan oleh pengajar. Partisipasi dan teladan memilih
perilaku yang baik sudah merupakan upaya pembelajaran peserta
didik. Upaya pengajar membelajarkan peserta didik meliputi
pemahaman tentang diri peserta didik dalam rangka kewajiban
tertib belajar, pemanfaatan pengetahuan berupa hadiah, kritik,
hukuman secara tepat guna dan mendidik cinta belajar.
Dilihat dari peranannya, maka orang tua dan guru paling
berpengaruh dalam rangka memotivasi belajar siswa. Kerja sama antara
kedua komponen ini akan menghasilkan kekuatan luar biasa yang bisa
menumbuhkan motivasi belajar anak. Untuk menghasilkan kolaborasi
dalam rangka mencapai tujuan yang baik maka pola kerja sama antara
ke duanya harus dirancang sedemikian rupa. Kekuatan dan kelemahan
yang dimiliki oleh orang tua dan guru harus teridentifikasi dengan jelas.
13
Karena dengan memahami kekuatan dan kelemahan guru dan orang tua
akan dapat membuat rancangan yang tepat untuk menumbuhkan
motivasi anak.
2.1.6. Aspek-aspek Motivasi Belajar
Ada enam aspek yang mempengaruhi tinggi rendahnya
motivasi belajar siswa, yang dikemukakan oleh Kurniawan (dalam
Manoppo,2005) :
a. Tuntutan belajar yaitu seberapa besar dorongan siswa untuk
belajar dengan rasa tanggung jawab yang tinggi.
b. Sasaran terhadap prestasi belajar yaitu seberapa tinggi target
prestasi belajar yang dijadikan tujuan akhir.
c. Tingkat realistis dalam usaha mencapai prestasi belajar yaitu
seberapa besar usaha mencapai target prestasi belajar dengan
cara yang realistis.
d. Ketahanan belajar dalam situasi yaitu seberapa besar usaha
siswa yang bertahan dalam situasi apapun.
e. Pemanfaatan peluang untuk belajar yaitu seberapa besar usaha
siswa dalam memanfaatkan waktu luang atau kesempatan
belajar lain seperti beasiswa untuk belajar.
f. Keterlibatan dalam kegiatan belajar yaitu seberapa jauh siswa
menyukai hal yang dipelajari sehingga aktif mengikuti
kegiatan belajar mengajar.
2.2. Persepsi Siswa
2.2.1. Pengertian Persepsi Siswa
Persepsi adalah pandangan atau pendapat mengenai sesuatu yang
telah dilihatnya (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Walgito
14
(2003) menyatakan bahwa persepsi perupakan suatu proses yang
didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses
diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut
proses sensori.
Menurut Walgito (1994) persepsi merupakan suatu proses yang
didahului penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu
melalui alat reseptornya. Individu kemudian melakukan
pengorganisasian dan interpretasi terhadap stimulus yang diindera
tersebut, sehingga dapat disadari dan dimengerti.
Moskowitz dan Orgel dalam Walgito (1994) mengemukakan
bahwa persepsi merupakan proses yang terintegrasi dari individu
terhadap stimulus yang diterimanya sehingga seluruh apa yang ada
dalam diri individu seperti pengalaman, emosi, kemampuan berfikir
serta aspek-aspek lain yang ada dalam diri individu ikut berperan aktif
dalam proses tersebut. Proses yang terintegrasi tersebut menyebabkan
stimulus yang sama dapat dipersepsikan berbeda oleh individu yang
berbeda pula.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi
siswa adalah pandangan atau pendapat mengenai sesuatu yang telah
dilihat oleh siswa.
2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Walgito (2003) ada beberapa faktor yang berperan
dalam persepsi diantaranya:
a. Objek yang dipersepsikan
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau
reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang
mempersepsikan, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu
15
yang bersangkutan yang langsung mengenai saraf penerima yang
langsung mengenai reseptor. Namun sebagian terbesar stimulus
datang dari luar individu.
b. Alat indera atau reseptor
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus.
Di samping itu juga harus ada syaraf sensori sebagai alat untuk
meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan
syaraf, yaitu sebagai pusat kesadaran.
c. Perhatian
Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan
adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu
persiapan dalam rangka mengadakan persepsi.
2.3. Gaya Kepemimpinan Guru
2.3.1. Pengertian Gaya Kepemimpinan Guru
Menurut Engkoswara dan Aan Komariah (2010), gaya
kepemimpinan merupakan norma atau dapat juga diartikan sebagai pola
perilaku dalam memperagakan kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan
diartikan sebagai pola tindak seseorang dari seorang pemimpin sebagai
ciri kepemimpinannya. Definisi kepemimpinan hampir sama banyaknya
dengan jumlah orang yang mencoba mendefinisikan konsep tersebut
antara lain :
- Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang
memimpin aktivitas- aktivitasnya suatu kelompok ke tujuan
yang ingin dicapainya bersama.
- Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas
sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.
16
Gaya kepemimpinan akan menentukan sejauh mana efektivitas
kepemimpinan, karena seorang pemimpin yang memiliki gaya
kepemimpinan yang tepat, akan dapat mengoptimalkan dan
memaksimalkan kepemimpinannya. Para pakar manajemen mendekati
konsep efektivitas kepemimpinan dari segi sikap perilaku pemimpin,
dengan anggapan bahwa kemampuan untuk membangkitkan,
menggerakkan, dan mengarahkan orang-orang yang dipimpin, agar
mengikuti kemauan pemimpinnya tergantung pada gaya kepemimpinan
dari pemimpin tersebut.
Gaya kepemimpinan guru adalah pola tindakan yang dilakukan
guru, yang disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan
siswa. Pola tindakan yang perlu dimiliki guru adalah pola tindak yang
berorientasi pada tugas, dan yang berorientasi pada hubungan. Pola
tindakan yang berorientasi pada tugas bertujuan untuk membantu siswa
terutama yang mempunyai kemampuan melakukan tugas rendah, agar
dapat menyelesaikan tugas dengan benar. Pola tindak yang berorientasi
pada hubungan bertujuan untuk mengkondisikan situasi kelas/belajar
mengajar (memotivasi atau menstimulasi atau mempengaruhi), agar
tugas/kegiatan guru dan siswa dapat dilakukan dengan tepat.
2.3.2. Gaya atau Tipe Kepemimpinan Guru
Sekolah dan kelas adalah suatu organisasi, dimana guru adalah
sebagai pemimpinnya. Guru berkewajiban mengadakan supervisi atas
kegiatan belajar murid, membuat rencana pengajaran bagi kelasnya,
mengadakan manajemen belajar sebaik-baiknya, melakukan manajemen
kelas, mengatur disiplin kelas secara demokratis (Hamalik, 2004:124).
Guru sebagai pemimpin dalam kegiatan belajar mengajar akan memiliki
pola perilaku yang khas dalam mempengaruhi para murid yang disebut
17
gaya kepemimpinan guru. Menurut Ahmad Rohani (2004:130) gaya atau
tipe kepemimpinan guru ada tiga yaitu:
1. Otoriter, dengan gaya kepemimpinan otoriter guru, peserta didik
hanya akan aktif kalau ada guru dan kalau guru tidak mengawasi
maka semua ativitas menjadi menurun. Aktivitas proses belajar
mengajar sangat tergantung pada guru dan menuntut sangat banyak
perhatian guru.
2. Laizzes faire, gaya kepemimpinan yang laissez faire biasanya tidak
produktif walaupun ada pemimpin, kalau guru ada peserta didik
lebih banyak melakukan kegiatan yang sifatnya ingin diperhatikan.
Dalam kepemimpinan ini biasanya aktivitas peserta didik lebih
produktif kalau gurunya tidak ada.
3. Demokratis, tipe (gaya) kepemimpinan guru yang demokratis lebih
memungkinkan terbinanya sikap persahabatan guru dan peserta
didik dengan dasar saling memahami dan saling mempercayai.
Sikap ini dapat membantu menciptakan iklim yang
menguntungkan bagi terciptanya kondisi proses belajar mengajar
yang optimal, peserta didik akan belajar secara produktif baik pada
saat diawasi guru maupun tanpa diawasi guru.
2.3.3. Aspek Gaya Kepemimpinan Guru
Menurut Muhibbin Syah (2006:253) ada empat aspek gaya
kepemimpinan guru yaitu :
1. Kekuasaan di dalam kelas
2. Pemberian instruksi
3. Pemberian kesempatan kepada siswa untuk bertanya
dan mengungkapkan pendapat
4. Kerja sama dengan siswa
18
1.4. Persepsi Siswa terhadap Gaya Kepemimpinan Guru
Persepsi siswa adalah pandangan atau pendapat mengenai sesuatu yang
telah dilihat oleh siswa. Sedangkan gaya kepemimpinan guru adalah pola
tindakan yang dilakukan guru, yang disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan
kemampuan siswa. Dapat dikatakan bahwa persepsi siswa terhadap gaya
kepemimpinan guru adalah cara pandang siswa terhadap pola tindakan yang
dilakukan guru, yang disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan
siswa.
1.5. Hubungan antara Persepsi Siswa terhadap Gaya Kepemimpinan Guru dan
Motivasi Belajar Siswa
Dalam melakukan kegiatan dan proses belajar, terutama saat menuntut
ilmu di pendidikan formal, diperlukan motivasi guna memaksimalkan hasil dari
kegiatan dan proses belajar tersebut. Motivasi mempunyai peran yang strategis
dalam aktivitas belajar seseorang. Dalam kegiatan belajar motivasi dapat
dikatakan sebagai seluruh daya penggerak di dalam diri siswa yang
menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar
sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Motivasi sangat diperlukan sebab
seseorang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin
melakukan aktivitas belajar.
Gaya memimpin kelas memberikan bobot tersendiri bagi guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar, dalam mentransfer materi pelajaran
pada siswa. Kemampuan siswa akan menentukan apa yang harus dilakukan
guru agar materi pelajaran yang diajarkan dapat diterima, dipahami siswa, serta
tujuan pengajaran dapat dicapai. Kemampuan siswa diistilahkan oleh Hersey &
Blanchard sebagai tingkat kematangan siswa, yaitu : rendah, moderat, dan
tinggi. Masing-masing tingkat kematangan ini memerlukan gaya kepemimpinan
yang berbeda. Kesiapan/kondisi kemampuan siswa yang tidak sama satu dengan
19
yang lain merupakan faktor yang nyata ada dalam kelas dan tidak bisa
dihilangkan. Oleh karena itu pengelolaan kelas yang harus dilakukan guru,
salah satunya untuk mengatasi hal tersebut, dan siswa tetap dapat menerima
materi pelajaran serta berprestasi.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Sari (2010) menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan gaya kepemimpinan dan kreativitas secara
simultan terhadap prestasi belajar siswa.
Situasi kelas yang termotivasi dapat mempengaruhi proses belajar
maupun tingkah laku siswa. Siswa yang termotivasi untuk belajar akan sangat
tertarik dengan berbagai tugas belajar yang sedang mereka kerjakan;
menunjukkan ketekunan yang tinggi; variasi aktivitas belajar merekapun lebih
banyak. Di samping keterlibatan mereka dalam belajar lebih besar, mereka juga
kurang menyukai tingkah laku yang menyimpang yang akan menimbulkan
permasalahan disiplin.
B. F. Skinner (Prayitno, 1989), mengemukakan bahwa motivasi siswa
sangat ditentukan oleh lingkungannya. Oleh karena itu siswa akan termotivasi
dalam belajar jika lingkungan belajar dapat memberikan rangsangan sehingga
siswa tertarik untuk belajar. Guru, demikian kata Skinner, harus menyusun
lingkungan atau suasana belajar secara bijaksana sehingga siswa termotivasi
untuk belajar.
Guru bertanggung jawab untuk membina hubungan sosial yang akrab,
ramah, dan saling menolong dalam belajar. Oleh karena itu hubungan sosial
yang berorientasi akademis hendaklah dikembangkan oleh guru agar kegiatan
kerjasama diarahkan untuk mencapai tujuan akademis. Guru adalah orang yang
bertanggung jawab untuk terciptanya hubungan sosial di dalam kelas yang
benar-benar menunjang pencapaian tujuan belajar.
Menurut Irwan Nasution dan Syafaruddin, yang menjalankan
kepemimpinan dalam pembelajaran adalah guru, karena proses mempengaruhi
20
murid agar mau belajar dengan sukarela dan senang memungkinkan tujuan
pembelajaran dapat dicapai dengan baik. Semakin senang perasaan (enjoyable)
anak dalam mengikuti pembelajaran, diharapkan tujuan pembelajaran yaitu
perubahan tingkah laku siswa tercapai secara optimal. Guru sebagai pemimpin
dalam proses pengajaran, berperan dalam mempengaruhi atau memotivasi siswa
agar mau melakukan pekerjaan yang diharapkan sehingga pekerjaan guru dalam
mengajar menjadi lancar, murid paham dan menguasai materi pelajaran
sehingga tercapai tujuan pembelajaran.
Peranan guru, tipe kepemimpinan guru atau admisistrator akan
mewarnai suasana emosional di dalam kelas. Tipe kepemimpinan yang lebih
berat pada otoriter menghasilkan sikap siswa yang submissive atau apatis.
Tetapi di pihak lain juga akan menumbuhkan sikap yang agresif. Kedua sikap
siswa yaitu apatis dan agresif ini dapat merupakan sumber problema
manajemen, baik yang sifatnya individual maupun kelompok kelas sebagai
keseluruhan. Dengan tipe kepemimpinan yang otriter siswa hanya akan aktif
kalau ada guru dan kalau guru tidak mengawasi maka semua aktivitas akan
menurun. Aktivitas proses belajar mengajar sangat tergantung pada guru dan
menuntut sangat banyak perhatian dari guru. Tipe kepemimpinan yang
cenderung pada laissez faire biasanya tidak produktif walaupun ada pemimpin.
Kalau ada guru, siswa lebih banyak melakukan kegiatan yang sifatnya ingin
diperhatikan. Dalam kepemimpinan tipe ini malahan biasanya aktivitas siswa
lebih produktif kalau gurunya tidak ada. Tipe ini biasanya lebih cocok bagi
siswa yang “innerdirected” di mana siswa akan aktif, penuh kemauan,
berinisiatif dan tiidak selalu menunggu pengarahan. Akan tetapi kelompok
siswa semacam ini biasanya tidak cukup banyak. Tipe kepemimpinan guru yang
lebih menekankan kepada sikap demokratis lebih memungkinkan terbinanya
sikap persahabatan guru dan siswa atass dasar saling memahami dan saling
mempercayai. Sikap ini membantu menciptakan iklim yang menguntungkan
21
bagi terciptanya kondisi belajar mengajar optimal. Siswa akan belajar secara
produktif baik saat diawasi guru maupun tanpa diawasi guru.
Menurut Davis (1996) dalam Irwan Nasution dan Syafaruddin, dalam
konteks peran guru, memimpin adalah pekerjaan yang dilakukan oleh guru
untuk memberikan motivasi, mendorong dan membimbing siswa sehingga
mereka akan siap untuk mencapai tujuan belajar yang telah disepakati.
Bila siswa mempunyai pandangan yang negatif tentang gaya
kepemimpinan guru maka siswa akan menjadi malas untuk mengikuti pelajaran,
tidak termotivasi dan malas melakukan pekerjaan belajarnya. Gaya
kepemimpinan guru selanjutnya akan dipersepsikan oleh siswa baik positif
maupun negatif. Diharapkan persepsi siswa yang positif terhadap gaya
kepemimpinan guru akan semakin meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.
Sebaliknya siswa yang memiliki persepsi negatif terhadap gaya kepemimpinan
guru akan mengakibatkan siswa menjadi malas untuk mengikuti kegiatan
pembelajaran di kelas dan tidak termotivasi untuk belajar.
1.6. Hipotesis
H0 : rxy < 0 : Tidak ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi siswa
terhadap gaya kepemimpinan guru dan motivasi belajar siswa.
H1 : rxy > 0: Ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi siswa
terhadap gaya kepemimpinan guru dan motivasi belajar siswa.