BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/Bab...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/Bab...
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Hubungan Perekonomian Nasional Dan Pasar Modal
Peranan utama mengapa sistem keuangan yang efisien menjadi sangat
penting di dalam perekonomian adalah karena keberadaan informasi dan biaya
transaksi. Asymmetricinformation dapat membuat adverse selection dan moral
hazard, yang menyebabkan biaya transaksi yang cukup tinggi, sehingga pada
akhirnya menyebabkan inefisiensi. Dengan mengkhususkan diri pada
pengumpulan informasi, mengevaluasi proyek, membagi risiko, dan
memberikan kemudahan serta likuiditas transaksi, sistem keuangan yang
efisien akan meningkatkan tabungan dan dapat memperbaiki alokasi dana
pada berbagai kemungkinan investasi. Sebagai akibatnya, intermediasi
keuangan akan meningkatkan produktivitas modal dan mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Terdapat tiga saluran di mana intermediasi keuangan serta pasar
keuangan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertama, perkembangan
pada sektor keuangan dapat mendorong peningkatan pada tingkat tabungan
masyarakat. Dengan memanfaatkan skala ekonomis serta pengalaman,
intermediasi keuangan mampu memberikan investor return yang lebih besar,
dan hal ini dapat mendorong peningkatan tabungan masyarakat. Beberapa
penelitian yang mendukung pemikiran ini, diantaranya yang dilakukan oleh
8
McKinnon (1973) dan Shaw (1973) yang menekankan pada peranan
liberalisasi keuangan dalam mendorong tabungan dan investasi. Mereka
berpendapat bahwa financial deepening tidak hanya meningkatkan
produktivitas modal tetapi juga tingkat tabungan, sehingga mampu mendorong
investasi dan pertumbuhan ekonomi. Kedua, dengan mengurangi biaya
pengumpulan informasi dan biaya transaksi, intermediasi keuangan akan
mendorong fungsi ekonomi terutama dalam menyalurkan dana dari lender
kepada borrower. Hasil penelitian Gurley dan Shaw (1955,1960 dan 1967)
menekankan pada pentingnya intermediasi keuangan dalam penyaluran
tabungan untuk penggunakan investasi. Ketiga, sektor keuangan mampu
memperbaiki alokasi sumber daya. Beberapa penelitian berargumentasi hal
ini di mana perkembangan pada sektor keuangan akan mendorong
pertumbuhan ekonomi dengan cara mendorong alokasi dana secara lebih
efisien melewati beberapa cara,yaitu: (1) fund pooling, yang membuat feasible
proyek investasi dengan nominal besar dengan biaya yang cukup kompetitif,
(2) diversifikasi risiko, mengurangi probabilita default risk dengan
menggunakan prinsip diversifikasi, (3) manajemen likuiditas, mendorong
likuiditas pada proyek investasi, (4) screening, yaitu mendapatkan dan
mengevaluasi informasi pada sebuah proyek dan menyalurkan dana pada
proyek yang paling menguntungkan,(5) monitoring, yaitu mengawasi kinerja
borrower agar dapat memenuhi komitmen kewajibannya. Sebuah sistem
keuangan yang berfungsi secara proporsional akan mendorong alokasi sumber
daya yang lebih efisien dengan mekanisme tersebut.
9
2.1.1 Perkembangan Pasar Modal dan Pertumbuhan Ekonomi
Perkembangan pasar modal adalah konsep yang bersifat multi-dimensi.
Perkembangan ini biasanya diukur dengan beberapa indikator, seperti ukuran
pasar modal ,likuiditas, volatilitas, konsentrasi, tingkat keterbukaan, serta
peraturan pendukung. Banyak yang berpendapat, bahwa perkembangan pasar
modal dapat terlihat dari indeks saham pasarnya, seperti pendapat Levine dan
Zervos (1996) serta Demirguc-Kunt dan Levine (1996b). Demirguc-Kunt dan
Levine (1996b) berkesimpulan bahwa hampir seluruh indikator
Perkembangan pasar modal memiliki hubungan yang erat dengan
perkembangan intermediasi keuangan. Sebuah negara yang memiliki pasar
modal yang telah berkembang dipastikan cenderung akan memiliki
intermediasi keuangan yang juga berkembang baik.
Beberapa penelitian yang mendukung akan peranan penting dari pasar
modal terhadap perekonomian nasional adalah penelitian yang dilakukan oleh
Atje dan Jovanovic (1993) yang bertujuan menguji hipotesis bahwa pasar
modal memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di 40 negara
selama periode 1980-1988. Mereka berkesimpulan bahwa terdapat hubungan
yang positifdan signifikan antara pertumbuhan ekonomi dengan
perkembangan pasar modal (yang menggunakan indikator rasio nilai saham
yang perdagangkan terhadap PDB). Hasil penelitian lainnya dari Levine dan
Zervos (1996,1998) serta Singh (1997) menunjukkan bahwa perkembangan
pasar modal berdampak positif dan signifikan bagi pertumbuhan ekonomi
dalam jangka panjang. Selain itu dengan membandingkan antara peranan
10
sumber pendanaan tidak langsung (indirect finance) lewat intermediasi
keuangan dan sumber pendanaan langsung (direct finance) lewat pasar modal,
yang didukung dengan data 47 negara selama priode 1976 hingga 1993,
Levine dan Zervos (1998) menemukan hasil bahwa likuiditas pasar modal
memiliki hubungan positif dan signifikan dengan pertumbuhan ekonomi, baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang, meskipun dengan tetap
menggunakan variabel kontrol berupa faktor ekonomi dan politik. Selain itu,
perkembangan pasar modal dan perbankan sama-sama mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi secara signifikan dalam jangka panjang, di mana
meskipunkarakteristik keduanya berbeda, terutama dari sisi jasa keuangan
yang ditawarkan, pasar modal mampu menyediakan jasa keuangan yang
penting bagi pertumbuhan ekonomi.
2.1.2 Hubungan Kausalitas Antara Perkembangan Sektor
Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi
Peranan sektor keuangan diyakini memegang peranan kunci bagi
pertumbuhan ekonomi. Meskipun begitu, hubungan yang mungkin terjadi
dapat bersifat kebalikannya, dimana pertumbuhan ekonomi juga diyakini
dapat mendorong perkembangan sektor keuangan. Beberapa hal di bawah ini
yang menggarisbawahi hubungan antara perkembangan sektor keuangan dan
pertumbuhan ekonomi.
1. Perkembangan sektor keuangan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Beberapa pemikiran yang mendukung hal ini adalah bahwa inovasi
11
pada sektor keuangan akan meningkatkan supply jasa
keuangan,sehingga tingkat dana yang tersedia bagi investasi produktif
akan semakin besar, dan pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi. Hal ini didukung oleh hasil empiris dari McKinnon (1973),
Shaw (1973), serta King dan Levine (1993a,b,c).
2. Pertumbuhan ekonomi mendorong perkembangan sektor keuangan.
Pendapat ini menekankan pada peranan pasif dari sistem keuangan, di
mana perkembangan sektor keuangan merupakan dampak dari
aktivitas ekonomi secara keseluruhan. Ekspansi ekonomi secara terus
menerus akan membutuhkan dukungan jasa sektor keuangan dengan
instrumen-instrumen baru. Sistem keuangan kemudian mengadaptasi
dalamupaya memenuhi permintaan pasar, terutama sektor riil.
Pemikirian ini didukung oleh Gurley dan Shaw (1967),serta Goldsmith
(1969).
3. Hubungan saling mempengaruhi antar pertumbuhan ekonomi dan
perkembangansektor keuangan. Pertumbuhan ekonomi menyebabkan
perkembangan pada sistem keuangan menjadi lebih menguntungkan
dan perkembangan pada sistem keuangan yang semakin efisien dapat
mendorong pertumbuhan yang lebih cepat. Pada waktu bersamaan,
adopsi teknologi pada sistem keuangan juga akan semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya ukuran sektor keuangan akibat skala
ekonomi dan learning-by-doing.
12
2.2 Pasar Modal Indonesia
Pasar modal didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen
keuangan (atau sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik
dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh
pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta.
Di dalam suatu perekonomian akan ada pihak-pihak yang
membutuhkan dana (borrowers) dan ada pihak yang memiliki kelebihan dana
(lenders). Mereka yang membutuhkan dana dapat mencarinya melalui sumber
pembiayaan jangka pendek (misalnya dari Bank) atau sumber jangka panjang
(misal melalui pasar modal, leasing atau modal ventura). Mereka juga dapat
memikirkan sumber dari dalam perusahaan sendiri, yaitu laba ditahan. Para
investor dapat melakukan investasi dalam bentuk deposito, tabungan atau
membeli instrumen pasar modal seperti saham dan obligasi atau mereka juga
dapat membeli physical assets seperti emas, tanah, dll.
Pasar modal memungkinkan perusahaan menerbitkan surat-surat
berharga seperti saham dan obligasi. Instrumen ini hanya dijual kepada
investor, baik individual maupun instritusional dan hasilnya adalah dana untuk
perusahaan. Di Indonesia dikenal 2 bursa efek: Bursa Efek Jakarta dan Bursa
Efek Surabaya., yang sekarang bergabung menjadi satu dengan nama Bursa
Efek Indonesia (BEI).
13
2.2.1 Sejarah Singkat Pasar Modal Indonesia
Pasar modal Indonesia pertama kali didirikan oleh pemerintah kolonial
Belanda di Batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912 dan bernama
Vereniging voor de Effectenhandel (bursa efek).
Saat itu terdapat 13 anggota bursa yang aktif yaitu: Fa. Dunlop & Kolf,
Fa. Gijselman & Steup; Fa. Monod & Co.; Fa. Adree Witansi & Co.; Fa. A.W.
Deeleman; Fa. H. Jul Joostensz; Fa. Jeannette Walen; Fa. Wiekert & V.D.
Linden; Fa. Walbrink & Co; Wieckert & V.D. Linden; Fa. Vermeys & Co; Fa.
Cruyff dan Fa. Gebroeders.
Perkembangan pasar modal di Batavia begitu pesat sehingga menarik
masyarakat kota lainnya. Untuk menampung minat tersebut, pada 11 January
1925 di Surabaya dan 1 Agustus 1925 di Semarang didirikan bursa. Namun
akhirnya pemerintah Hindia Belanda menutup kedua bursa ini karena Perang
Dunia II.
Orde Lama (1945 – 1966)
Didahului dengan diterbitkannya Undang-Undang Darurat No. 13
tanggal 1 September 1951, yang kelak ditetapkan sebagai Undang-undang No.
15 tahun 1952 tentang bursa, pemerintah RI membuka kembali Bursa Efek di
Jakarta pada tanggal 31 Juni 1952, setelah terhenti selama 12 tahun. Sejak itu
bursa efek berkembang pesat.
Namun keadaan ini hanya berlangsung sampai tahun 1958. Karena
mulai saat itu terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan di bursa yang
14
diakibatkan politik konfrontasi yang dilancarkan pemerintah RI terhadap
Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan
mengakibatkan banyak warga negara Belanda meninggalkan Indonesia.
Diperparah lagi dengan memburuknya hubungan Republik Indonesia dengan
Belanda akibat sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-alihan
semua perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang
Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958.
Instruksi dari Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS) pada
tahun 1960, yaitu larangan bagi Bursa Efek Indonesia untuk
memperdagangkan semua efek dari perusahaan Belanda yang beroperasi di
Indonesia, termasuk semua efek yang bernominasi mata uang Belanda, makin
memperparah perdagangan efek di Indonesia.
Tingkat inflasi yang cukup tinggi ketika itu, makin menggoncang dan
mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang dan pasar modal,
juga terhadap mata uang rupiah yang mencapai puncaknya pada tahun 1966.
Penurunan ini mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi
rendah sehingga tidak menarik lagi bagi investor.
Orde Baru (1966 – 1998)
Pemerintah Orde Baru kemudian berusaha untuk mengembalikan
kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang rupiah. Disamping pengerahan
dana dari masyarakat melalui tabungan dan deposito, pemerintah terus
mengadakan persiapan khusus untuk membentuk Pasar Modal.
15
Pada tahun 1976 dibentuklah Bapepam (Badan Pembina Pasar Modal)
dan PT Danareksa. Bapepam bertugas membantu Menteri Keuangan yang
diketuai oleh Gubernur Bank Sentral. Bapepam juga menjalankan fungsi
ganda yaitu sebagai pengawas dan pengelola bursa efek.
Pada tanggal 10 Agustus 1977 berdasarkan Kepres RI No. 52 tahun
1976 pasar modal diaktifkan kembali dan go public-nya beberapa perusahaan.
Pasar modal selama tahun 1977 sampai dengan 1987 mengalami
kelesuan meskipun pemerintah telah memberikan fasilitas kepada perusahaan-
perusahaan yang memanfaatkan dana dari bursa efek, antara lain fasilitas
perpajakan untuk merangsang masyarakat agar mau terjun dan aktif di pasar
modal.
Untuk mengatasi masalah itu pemerintah mengeluarkan berbagai
deregulasi yang berkaitan dengan perkembangan pasar modal, yaitu Paket
Kebijaksanaan Desember 1987, Paket Kebijaksanaan Oktober 1988, dan Paket
Kebijaksanaan Desember 1988.
Orde Reformasi (1998 – sekarang)
Saat ini Pasar Modal Indonesia sudah lebih berkembang dibanding beberapa
tahun lalu. Ketika pasar modal diaktifkan lagi tahun 1977, jumlah perusahaan
yang mencatatkan sahamnya di BEJ hanya satu perusahaan. Kini, berdasarkan
data terakhir yang diperoleh pada tahun 2007, jumlah emiten telah tercatat
sebanyak 342 perusahaan. Demikian pula dengan nilai kapitalisasi pasarnya
sebesar $ 132,8 miliar yang sudah meningkat dibandingkan dengan beberapa
16
waktu sebelumnya. Secara umum, kinerja Pasar Modal Indonesia dalam era
reformasi menunjukkan indikasi membaik. Tahun 2007 merupakan tahun yang
bersejarah bagi Pasar Modal Indonesia, dengan telah selesainya penggabungan
PT Bursa Efek Surabaya ke dalam PT Bursa Efek Jakarta yang selanjutya
menjadi PT Bursa Efek Indonesia. Di Tahun 2007 ini pula tercatat kinerja
Bursa Efek Indonesia (BEI) yang sangat menggembirakan. Hampir seluruh
indikator perdagangan menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan,
seperti aktivitas transaksi, pergerakan indeks, maupun minat investor asing
untuk berinvestasidi Pasar Modal Indonesia.
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergerakan IHSG
Faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi indeks harga saham secara
umum dapat dikelompokkan menjadi dua hal:
1. IHSG akan terdorong naik oleh apa yang disebut sebagai technical
improvement yang muncul dari perbaikan kinerja emiten saham. Bila
emitem yang mengeluarkan saham bisa memperbaiki kinerjanya (diukur
dari perbaikan keuntungan, ekspansi pasar, restrukturisasi perusahaan yang
menguntungkan, dan beberapa indikator lain) anak saham perusahaan
tersebut akan lebih menggoda pembeli. Godaan itu tercermin pada
peningkatan permintaan saham yang bersangkutan dan secara agregat akan
mendongkrak harga saham. Namun saham yang mampu mendongkrak
IHSG adalah saham-saham blue chips karena saham-saham tersebut
17
berkapitalisasi besar di bursa seperti: Telkom, Indosat, Astra, Gudang
Garam, HM Sampoerna, Indofood.
2. Hal kedua yang mendorong naiknya IHSG adalah faktor makro ekonomi.
Faktor-faktor makroekonomi yang mempengaruhi IHSG antara lain:
a) Tingkat suku bunga
Untuk menanamkan uangnya, pemilik modal akan berhitung
apakah sebaiknya meletakkan uangnya di deposito atau di lantai bursa.
Bila suku bunga cukup tinggi (lebih tinggi dari capital gain dan deviden
per tahun yang bisa diperoleh dari lantai bursa) orang akan memilih
menyimpan uangnya di bank. Sebaliknya, bila suku bunga melemah,
maka orang akan beralih ke lantai bursa.
b) Nilai tukar rupiah
Stabilitas nilai tukar juga mempengaruhi minat investasi. Bila nilai
tukar mata uang tidak stabil, maka orang akan cenderung mengamankan
uangnya dan meyimpannya dalam mata uang yang lebih stabil. Investasi
menjadi pilihan terakhir, karena dengan instabilitas nilai tukar, nilai
investasi juga akan tidak menentu. Ketika rupiah terdepresi habis-habisan
tahun 1997-1999, IHSG juga merosot tajam.
c) Inflasi
Dalam menjelaskan hubungan antara inflasi dengan kinerja IHSG
di Indonesia, sangat cocok apabila menggunakan hipotesa pendekatan
(proxy) dari Fama (1981), yang menyatakan bahwa tingkat pengembalian
investasi pada saham berkolerasi positif dengan aktivitas ekonomi riil dan
18
aktivitas ekonomi riil berkolerasi dengan perubahan harga-harga barang
dan jasa (inflasi), maka tingkat pengembalian investasi pada saham
berkolerasi negatif dengan inflasi. Hipotesa tersebut menyiratkan bahwa
tingkat pengembalian investasi pada saham lebih erat terkait dengan
aktivitas ekonomi riil daripada dengan inflasi.
d) Kepercayaan terhadap peluang usaha
Kepercayaan ini terutama adalah kepada stabilitas fundamental
ekonomi dan adanya peluang berusaha. Kepercayaan ini terbangun bila
stabilitas ekonomi, politik dan keamanan terjaga. Stabilitas di sini tidak
bermakna represi seperti yang diterjemahkan oleh Orde Baru. Tetapi lebih
berupa kondisi ekonomi, politik dan keamanan yang predictable. Dalam
negara yang ”normal” tentu memiliki dinamika. Di negara demokratis,
pemegang kekuasaan politik bisa berubah secara periodik, kebijakan
mungkin juga bervariasi, namun platform dasar sebuah negara
memungkinkan perubahan-perubahan yang ada tersebut bisa diduga,
berjalan normal dan tidak menutup peluang berusaha secara wajar. Dalam
hal ekonomi juga demikian, negara yang normal akan memiliki sistem
perekonomian yang berubah dan dinamis dalam batas yang bisa
diantisipasi dan tetap tertuju pada peningkatan peluang berusaha yang
sehat.
e) Penerapan kebijakan ekonomi dari pemerintah
Jika kepercayaan terhadap peluang usaha sudah terpenuhi kini
tinggal bagaimana pemegang otoritas kebijakan ekonomi mengikutinya
19
dengan strategi pembangunan yang bisa memperkokoh stabilitas
fundamental ekonomi mengikutinya dengan strategi pembangunan yang
bisa memperkokoh stabilitas fundamental ekonomi, misalnya melalui
kebijakan pembangunan yang mampu mendorong pertumbuhan lapangan
kerja, menekan angka korupsi dan lain sebagainya. Juga bagaimana dunia
usaha secara sungguh-sungguh mengelola usahanya sehingga kepercayaan
dan investasi yang ditanamkan bisa digunakan untuk memperrbaiki
fundamental ekonomi mikro masing-masing perushaan. Contoh konkrit
kebijakan pemerintah adalah menaikkan bahan bakar minyak (BBM).
Kenaikan BBM yang merupakan salah satu biaya produksi ini akan
memaksa perusahaan untuk juga menaikkan harga produk yang
dihasilkannya. Akhirnya kenaikan ini akan tidak terasa bila pendapatan
masyarakat mengalami kenaikan jauh lebih besar dari kenaikan BBM
tersebut. Kenaikan pendapatan itu akan mempengaruhi masyarakat untuk
menabung dan memungkinkan akan memasukkan kepada instrumen pasar
modal.
2.2.3 Lembaga-Lembaga Pendukung Pasar Modal
Pasar modal memiliki sejumlah pelaku yang masing-masing
mempunyai berbagai fungsi yang saling terkait dan harus bekerja dengan
profesional dan bisa diandalkan sehingga kegiatan emisi dan transaksi di bursa
efek bisa berlangsung dengan cepat, efisien dan bisa dipercaya. Masing-
masing lembaga tersebut adalah:
20
1. BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal). Lembaga ini dibentuk oleh
pemerintah yang bertindak sebagai ’tangan kanan’ Menteri Keuangan
untuk mengawasi pasar modal Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang
akan menerbitkan sekuritas, harus mendapat ijin dari Bapepam. Fungsi
Bapepam adalah fungsi pengawasan dan pembinaan pasar modal.
2. Bursa Efek. Merupakan lembaga yang menyelenggarakan kegiatan
perdagangan sekuritas. Di Indonesia dulunya terdapat dua bursa efek, yaitu
Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) yang sekarang
bergabung menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Di bursa itulah
bertemunya pembeli dan penjual sekuritas.
3. Akuntan Publik. Peran akuntan publik adalah memeriksa laporan
keuangan dan memberikan pendapat terhadap laporan keuangan. Di pasar
modal dituntut pendapat wajar tanpa syarat terhadap laporan keuangan dari
perusahaan yang akan menerbitkan atau yang telah terdaftar di bursa.
Pendapat wajar tanpa syarat berarti laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan Prinsip-Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) tanpa suatu catatan atau
kekurangan.
4. Underwriter. Perusahaan yang akan menerbitkan sekuritas di bursa (calon
emiten) tentu ingin agar sekuritas yang dijualnya laku semua, sehingga
dana yang diperlukan bisa diperoleh. Untuk menjamin agar penerbitan
(emisi) sekuritas yang pertama kali tersebut (dikatakan dilakukan di pasar
perdana) terjual semua, emiten akan meminta underwriter untuk menjamin
penjualan tersebut. Kalau underwriter memberikan jaminan full
21
commitment maka semua sekuritas dijamin akan terjual semua. Kalau
tidak terjual, underwriter itulah yang akan membeli sisanya. Karena
underwriter menanggung resiko harus membeli sekuritas yang tidak
terjual, mereka cenderung berupaya untuk bernegosiasi dengan calon
emiten supaya sekuritas yang ditawarkan tidak terlalu mahal harganya.
5. Wali Amanat (Trustee). Jasa Wali Amanat diperlukan untuk penerbitan
obligasi. Wali Amanat mewakili kepentingan pembeli obligasi.
Pemikirannya adalah karena pembeli obligasi pada dasarnya adalah
kreditor dan kredit yang diberikan tidak dijamin dengan agunan apapun.
Untuk meminimumkan agar kredit tersebut tidak macet, yaitu dalam arti
bahwa obligasi yang dibeli tidak dilunasi oleh pihak yang menerbitkan,
maka pihak yang mewakili para pembeli obligasi dalam melakukan
semacam penilaian terhadap perusahaan yang akan menerbitkan obligasi.
Wali Amanat inilah yang melakukan penilaian terhadap ”keamanan”
obligasi yang dibeli oleh para pemodal.
6. Notaris. Jasa notaris diperlukan untuk membuat berita acara Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) dan menyusun pernyataan keputusan-keputusan
RUPS. Bagaimanapun juga keputusan utnuk menjual sekuritas ke pasar
modal (go public) merupakan peristiwa yang penting dan karenanya perlu
memperoleh persetujuan dari para pemegang saham.
7. Konsultan Hukum. Konsultan hukum diperlukan jasa agar jangan sampai
perusahaan yang menerbitkan sekuritas ternyata terlibat persengketaan
22
hukum dengan pihak lain. Juga memeriksa keabsahan dokumen-dokumen
perusahaan.
8. Lembaga Kliring. Perdagangan sekuritas tidak mungkin dilakukan dengan
melakukan perpindahan fisik sekuritas-sekuritas yang diperdagangkan.
Sekuritas-sekuritas akan disimpan oleh suatu lembaga dan lembaga
tersebut bertugas untuk mengatur ”arus” sekuritas tersebut.
2.2.4 Instrumen Pasar Modal
Adalah semua surat-surat berharga (securities) yang diperdagangkan di
bursa. Instrumen pasar modal bersifat jangka panjang. Instrumen yang
terdapat di pasar modal terdiri dari saham, obligasi dan sertifikat.
2.2.4.1 Saham
Yaitu bukti pernyertaan atau pemilikan individu maupun institusi
dalam suatu perusahan. Saat seorang investor membeli saham, ia akan menjadi
pemilik dan disebut sebagai pemegang saham perusahaan tersebut.
1. Saham Biasa (Common Stock). Pemegang saham biasa mempunyai hak
untuk memperoleh dividen apabila perusahaan memperoleh keuntungan
dan mempunyai hak suara pada Rapat Umum Pemegang Saham sesuai
dengan jumlah saham yang dimilikinya (one share one vote). Pada
likuidasi perusahaan, pemilik saham memiliki hak memperoleh kekayaan
setelah semua kewajiban dilunasi.
23
2. Saham Preferen (Preferred Stock): merupakan saham yang diberikan atas
hak untuk mendapatkan dividen dan/atau bagian kekayaan pada saat
perusahaan dilikuidasi lebih dahulu dari saham biasa, di samping itu
mempunyai preferensi untuk mengajukan usul pencalonan
direksi/komisaris.
2.2.4.2 Obligasi (Bonds)
Obligasi didefinisikan sebagai bukti hutang dari emiten (bond issuer)
yang dijamin oleh emiten yang mengandung janji pembayaran bunga atau
janji lainnya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada saat jatuh
tempo, sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sejak tanggal emisi.
2.2.4.3 Opsi (Option)
Opsi pertama kali dikembangkan di Chicago, USA sekitar tahun 1975
yang kemudian menyebar ke Eropa dan saat ini telah menyebar ke seluruh
dunia. Opsi merupakan suatu produk efek turunan (derivative) yang
diturunkan dari berbagai efek yang sebenarnya, yang akan memberikan hak
kepada pemegangnya (pembelinya) untuk membeli atau menjual sejumlah
tertentu dari aset finansial tertentu, pada harga tertentu, dan dalam jangka
waktu tertentu.
24
2.2.4.4 Right (Sertifikat Bukti Right)
Merupakan salah satu jenis opsi yang merupakan derivatif (turunan)
dari efek yang sebenarnya dan mempunyai masa hidup yang singkat. Sertifikat
bukti right dapat didefinisikan sebagai efek yang memberikan hak kepada
pemegang saham lama untuk membeli saham baru yang akan dikeluarkan oleh
emiten pada proporsi dan harga tertentu. Hak dalam right sering disebut
dengan preemptive right, yaitu suatu hak untuk menjaga proporsi kepemilikan
saham bagi pemegang saham lama di suatu perusahaan sehubungan dengan
pengeluaran saham baru.
Harga saham yang ditentukan dalam bukti right untuk membeli saham
baru dengan proporsi sesuai ketentuan, harganya ditentukna sama dengan atau
diatas nilai nominal saham tetap di bawah harga pasar. Harga penebusan
saham baru ini disebut exercise price atau subscription price.
2.2.4.5 Warrant (Waran)
Waran juga merupakan derivative (turunan) dari efek sebenarnya, yaitu
saham biasa. Masa hidup waran adalah enam bulan atau lebih. Waran
merupakan opsi jangka panjang yang memberikan hak kepada pemegangnya
untuk membeli saham atas nama dengan harga tertentu. Masa hidup waran
dimulai dari tanggal waran tersebut dicatatkan di bursa efek, sampai dengan
tanggal berakhir pelaksanaan penebusan (redemption) waran.
25
2.3 Teori Efisiensi Pasar Modal
Efisiensi pasar modal digunakan untuk menjelasakan suatu
karakteristik proses suatu pasar modal. Efisiensi pasar modal menurut Fama
(1970) yang menyatakan bahwa: I take the market efficiency to be simple
statement that security prices fully reflect all available information. Fama
mendefiniskan secara sederhana bahwa pasar efisiensi itu adalah bahwa harga
saham yang ada di pasar mencerminkan semua informasi yang tersedia baik
yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan. Jadi dengan adanya
pasar yang efisien ini asumsinya seluruh informasi yang ada dapat diperoleh
dengan mudah dan murah sehingga setiap investor mengetahui perkembangan
harga saham akan terhindar dari harga yang abnormal. Dengan kata lain
apabila pasar saham adalah efisien maka investor akan mendapatkan imbal
hasil yang normal saja dan tidak akan mendapatkan imbal hasil yang
abnormal.
Ciri terpenting efisiensi pasar adalah gerakan acak (random walk) dari
harga pasar saham. Karena pasar modal efisien maka harga saham secara cepat
bereaksi terhadap berita-berita baru tidak terduga, sehingga arah gerakannya
pun tidak bisa terduga. Sepanjang sesuatu kejadian bisa diduga, kejadian itu
sudah tercermin dalam harga pasar.
Efisiensi pasar modal mempunya beberapa tingkatan, menurut Eugene
F. Fama (1970) terbagi atas tiga tingkat:
26
1. Weak Form
Efisiensi pasar bentuk lemah mengandung arti bahwa kelebihan
pendapatan atas dasar informasi historis mengenai harga dan pendapatan.
Ini berarti historis dari harta atau pendapatan atas saham tidak akan
memberikan dasar bagi peramalan yang paling baik tentang harga atau
pendapatan yang akan datang. Ramalan dari efisiensi bentuk lemah
bertentangan langsung dengan kegiatan para peramal saham (chartists)
atau analisa teknis.
2. Semi-Strong Form
Efisiensi pasar bentuk setengah kuat, berarti bahwa para investor tidak
dpaat memperoleh keuntungan di atas berdasarkan informasi umum yang
tersedia. Contoh informasi umum mencakup: laporan tahunan dari
perusahaan, pers keuangan, dan sebagainya. Efisiensi pasar setengah kuat
membantah bahwa informasi yang ada menggambarkan semua informasi
umum, baik atau buruk. Semua informasi yang diketahui sekarang ini di
pasar telah dimasukkan dalam harga pasar sekarang. Terkecuali kenaikan
yang dapat diramalkan yang merupakan bagian dari pendapatan normal
atas surat berharga, maka harga hanya boleh berubah apabila datang
informasi baru. Pandangan efisiensi pasar bentuk setengah kuat
berpendapat bahwa para analisis fundamental akan mempunyai
pendapatan sepadan dengan kemampuan mereka mengevaluasi data umum
yang tersedia.
27
3. Strong Form
Efisiensi pasar bentuk kuat mengandung arti bahwa kelebihan pendapatan
tidak dapat diperoleh dengan menggunakan setiap sumber informasi, tanpa
menghiraukan apakah informasi yang tersedia secara umum atau tidak. Ini
berarti bahwa pada umumnya orang dalam perusahaan tidak akan mampu
memanfaatkan informasi yang mereka terima sebelum disiarkan secara
umum. Teorinya adalah, bahwa persaingan antara mereka dengan
informasi dari orang dalam lain secara tepat sekali akan menghasilkan
keseimbangan harga. Pergerakan harga keseimbangan tidak akan
memberikan kesempatan untuk memperoleh pendapatan di atas rata-rata.
2.4 Indeks Harga Saham
2.4.1 Pengertian Indeks Harga Saham
Indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk
membandingkan suatu peristiwa dibandingkan dengan peristiwa lainnya.
Angka indeks atau sering disebut dengan indeks saja, merupakan suatu angka
yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk melakukan
perbandingan antara kegiatan yang sama (produksi, ekspor, hasil penjualan,
jumlah uang beredar, dan lain sebagainya) dalam dua waktu yang berbeda (J.
Supranto, Statistik, Jakarta: Penerbit Erlangga, 1994)
Demikian juga dengan indeks harga saham, indeks ini akan
membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu. Apakah suatu
28
harga saham mengalami penurunan atau kenaikan dibandingkan dengan suatu
waktu tertentu.
2.4.2 Jenis Indeks Harga Saham
2.4.2.1 Indeks Harga Saham Individual
Indeks Harga Saham Individual hanya menunjukkan perubahan dari
suatu harga saham suatu perusahaan. IHSI diperkenalkan pada tanggal 15
April 1983 dan mulai dicantumkan dalam daftar kurs efek harian sejak tanggal
18 April 1983. Indeks ini hanya bisa untuk mengukur harga dari suatu saham
perusahaan tertentu apakah mengalami perubahan kenaikanm atau penurunan.
Dengan kata lain, indeks individual saham merupakan suatu nilai yang
mempunyai fungsi untuk mengukur kinerja suatu saham tertentu terhadap
harga dasarnya.
Dalam pengukuran indeks harga saham diperlukan dua macam waktu,
yaitu waktu dasar (H0) dan waktu yang berlaku (H1). Waktu dasar akan
dipakai sebagai dasar perbandingan, sedangkan waktu berlaku merupakan
waktu dimana kegiatan akan diperbandingkan dengan waktu dasar. Harga
dasar ditetapkan sebesar 100%, Secara sederhana, rumus untuk menghitung
indeks harga saham adalah:
H1 IHSI = --------- x 100 .................................(2.1) Ho
Dimana:
IHSI = Indeks Harga Saham Individual
29
H1 = Harga pada waktu yang berlaku Ho = Harga pada waktu dasar
Pasar yang sedang bergairah atau terjadi transaksi yang aktif
ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami kenaikan. Indeks
harga saham yang tetap menunjukkan pasar dalam keadaan stabil, sedangkan
indeks harga saham yang menurum menunjukkan kondisi pasar sedang lesu.
2.4.2.2 Indeks Harga Saham Gabungan
IHSG pertama kali diperkenalkan tanggal 1 April 1983. Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan pergerakan harga saham secara umum
yang tercatat di bursa efek. Indeks inilah yang paling banyak digunakan dan
dipakai sebagai acuan tentang perkembangan kegiatan di pasar modal. IHSG
bisa berguna untuk menilai situasi pasar secara umum atau mengukur apakah
harga saham mengalami kenaikan atau penurunan.
Berikut adalah formula dan tahapan-tahapan dalam menghitung IHSG
Rumus menghitung IHSG adalah
n Σ P(t) x Q(t) I=1
Indeks(t) = ------------------------------ x 100 .......................(2.2) Nilai Dasar (t-1) x Adj(t)
Dimana
P = Harga saham
30
Q = Jumlah saham T = Waktu perhitungan N = Jumlah saham di indeks pada periode t Adj(t) = Angka pengali untuk penyesuaian akibat corporate action
2.4.2.3 Indeks Harga Saham Sektoral
Indeks sektoral BEJ atau dapat disebut IHSS merupakan subindeks
dari IHSG. Indeks sektoral diperkenalkan pada tanggal 2 Januari 1996 dengan
nilai awal indeks 100 untuk setiap sektor dan menggunakan harga dasar
tanggal 28 Desember 1995. Semua saham yang tercatat di BEJ, yang diberi
nama JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial Cassification). Kesembilan
sektor itu adalah:
1. Pertanian, yang terdiri dari subsektor: perkebunan, perikanan dan
kehutanan
2. Pertambangan, yang terdiri dari subsektor: pertambangan batubara,
minyak mentah dan gas, logam dan mineral, serta penggalian.
3. Industri dasar dan kimia, yang terdiri dari subsektor: semen, keramik,
gelas dan porselin, produk logam, kimia, plastik dan pengepakan, makanan
ternak, industri kayu, serta kertas dan bubur kertas.
4. Industri lain-lain yang terdiri dari subsektor: mesin, dan peralatan berat,
mobil dan komponennya, tekstik dan garmen, alas kaki, kabel serta
elektronik.
31
5. Industri barang-barang konsumsi, yang terdiri dari subsektor: makanan dan
minuman, pabrik tembakau, farmasi, kosmetik serta peralatan rumah
tangga.
6. Properti dan real estate, yang terdari dari subsektor: properti dan real
estate, dan konstruksi bangunan.
7. Infrastruktur dan transportasi, yang terdiri dari subsektor: jalan tol,
pelabuhan udara dan pelabuhan laut, telekomunikasi, transportasi dan
konstuksi.
8. Keuangan, yang terdiri dari subsektor: bank, lembaga keuangan,
perusahaan sekuritas, asuransi, serta investment/mutual fund.
9. Perdagangan, jasa dan investasi, yang terdiri dari subsektor: perdagangan
besar (wholesale), perdagangan eceran, restoran/hotel dan turisme,
perawatan kesehatan, komputer dan jasa-jasa, serta perusahaan investasi
(investment company).
Kemudian kesembilan sektor tadi dapat dikelompokkan menjadi 3 sektor
utama:
1. Sektor primer (ekstraktif), yang terdiri dari sektor 1 (pertanian) dan sektor
2 (pertambangan)
2. Sektor sekunder (industri pengolahan/manufaktur), yang terdiri dari sektor
3 (industri dasar dan kimia), sektor 4 (aneka industri) dan sektor 5 (industri
barang konsumsi)
32
3. Sektor tersier (jasa), yang terdiri sektor 6 (properti dan real estate), sektor
7 (infrastruktur dan transportasi), sektor 8 (keuangan) dan sektor 9
(perdagangan jasa dan investasi)
2.4.2.4 Indeks LQ45
Indeks LQ45 hanya terdiri dari 45 saham yang dipilih melalui
beberapa kriteria pemilihan sehingga akan terdiri dari saham-saham dengan
likuiditas (liquid) tinggi dan juga mempertimbangkan kapitalisasi saham
tersebut. Saham yang masuk dalam pemilihan harus memenuhi kriteria
tertentu dan melewati seleksi utama, yaitu:
1. Masuk dalam peringkat 60 terbesar dari total transaksi saham di pasar
regular (rata-rata nilai transaksi selama 12 bulan terakhir)
2. Peringkat dibuat berdasarkan kapitalisasi pasar (rata-rata selama 12 bulan
terakhir)
3. Saham tersebut telah tercatat di BEJ minimum 3 bulan)
4. Keadaan keuangan perusahaan dan prospek pertumbuhannya, frekuensi
dan jumlah hari perdagangan transaksi di pasar regular
BEI terus memantau perkembangan komponen saham yang masuk
dalam perhitungan Indeks LQ45. Setiap 3 bulan sekali akan dilakukan review
pergerakan peringkat saham-saham yang akan dilakukan dalam Indeks LQ45.
Penggantian saham akan dilakukan setiap 6 bulan sekali, yaitu setiap awal
bulan Februari dan Agustus. Apabila terdapat saham yang tidak memenuhi
33
kriteria lagi, maka saham tersebut harus dikeluarkan dari perhitungan indeks
dan diganti dengan saham lain yang memenuhi kriteria.
Untuk menjamin kewajaran pemilihan saham, BEI memiliki komisi
penasehat yang terdiri dari para ahli dari Bapepam, universitas dan profesional
di bidang pasar modal yang independen.
2.4.2.5 Jakarta Islamic Index
PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) bekerja sama dengan PT Danareksa
Management (DIM) pada tangal 3 Juli 2000 lmeluncurkan Jakarta Islamic
Index (JII). Indeks ini merupakan indeks harga saham yang terdiri dari 30
saham yang sesuai dengan syariah Islam. Kehadiran JII ini diharapkan dapat
digunakan sebagai tolak ukur (benchmark) kinerja investasi saham yang
berbasis syariah.
Diantara emiten yang tercatat di BEI, kegiatan usaha utama dari
beberapa emiten tidak sesuai dengan prinsip syariah. Bagi investor yang ingin
melakukan investasi saham yang berbasis syariah, JII ini dapat membantu
dalam memilih saham yang sesuai dengan tujuan investasi mereka, serta dapat
membandingkan kinerja investasinya dengan kinerja JII.
Metodologi perhitungan indeks ini sama seperti perhitungan indeks-
indeks lainnya. Perbedaannya hanya pada pemilihan saham-saham yang
menjadi komponen indeks, yaitu menggunakan basis syariah. Pemilihan
saham berbasis syariah dilakukan berdasarkan arahan Dewan Pengawas
Syariah PT DIM yang terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris Badan
34
Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional. Selain itu, akan dilakukan
pemeriksaan ketaatan (compliance audit) dan kriteria yang telah ditetapkan.
Kriteria pemilihan saham yang menjadi komponen Islamic Index
biasanya adalah saham-saham terbesar, seperti memiliki nilai kapitalisasi
pasar besar, atau memiliki nilai transaksi yang tinggi. Umumnya, pemilihan
saham yang menjadi komponen Islamic Index mempertimbangkan kegiatan
usaha emiten dan rasio keuangan.
2.5 Teori Produk Domestik Bruto (PDB)
PDB diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai
perkembangan ekonomi suatu negara. Perhitungan pendapatan nasional ini
mempunyai ukuran makro utama tentang kondisi suatu negara. Pada
umumnya perbandingan kondisi antar negara dapat dilihat dari pendapatan
nasionlnya sebagai gambaran, Bank Dunia menentukan apakah suatu negara
berada dalam kelompok maju atau berkembang melalui pengelompokan
besarnya PDB, dan PDB suatu negara sama dengan total pengeluaran atas
barang dan jasa dalam perekonomian (Herlambang,2001:16).
Menurut Samuelson (1992:112), PDB adalah jumlah output yang
dihasilkan dalam batas wilayah suaty negara dalam satu tahun. PDB
mengukur nilai barang dan jasa yang di produksi di wilayah suatu negara
tanpa membedakan kewarganegaraan pada suatu periode waktu tertentu.
Dengan demikian warga negara yang bekerja di negara lain, pendapatannya
tidak dimasukan ke dalam PDB. Sebagai gambaran PDB Indonesia baik oleh
35
warga negara Indonesia (WNI) maupun asing (WNA) yang ada di Indonesia
tetapi tidak diikuti sertakan produk WNI di luar negeri (Herlambang,2001:22).
Sukirno (1994:33) mendefiniskan PDB sebagai nilai barang dan jasa
dalam suatu negara yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi milik warga
negara tersebut dan warga negara asing. Sedangkan Wijaya (1997:13)
menyatakan bahwa PDB adalah nilai uang berdasarkan harga pasar dari semua
barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu perekonomian dalam
suatu periode waktu tertentu biasanya satu tahun. Secara umum PDB dapat
diartikan sebagai nilai akhir barang-barng dan jasa yang diproduksi di dalam
suatu negara selama periode tertentu (biasanya satu tahun).
Pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan dua harga yang telah
ditetapkan pasar, yaitu :
1. PDB Harga Berlaku
Pendapatan nasional pada harga berlaku adalah nilai barang-barang
dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu
menurut/berdasarkan harga yang berlaku pada periode tersebut.
2. PDB Harga Konstan
Pendapatan nasional pada harga konstan adalah nilai barang-barang
dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu,
berdasarkan harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang dipakai
dasar untuk dipergunakan seterusnya dalam menilai barang-barang dan
jasa yang dihasilkan pada periode/tahun berkutnya. Pendapatan nasional
pada harga konstan = Pendapatan Nasional Riil.
36
Menurut Mulyono dalam Hanton (2002:27), pendapatan nasional
pada harga konstan dapat diperoleh melalui :
PDB harga berlaku PDB harga konstan = ------------------------ x 100 .................(2.3) Indeks harga Indeks harga yang digunakan untuk mendeflasi PDB harga berlaku dimana
Implicit Price Deflator.
PDB harga berlaku Implicit Price Deflator = ------------------------ x 100 ..............(2.4) Indeks harga konstan
2.6 Granger Causality Test
Menurut Gujarati (1995:620) dinyatakan bahwa meskipun dalam
model regresi variabel dependen dijelaskan oleh variabel independen, tetapi
tidak selalu menunjukkan adanya hubungan kasualitas. Sebagai contoh adalah
dua variabel gross national product (GNP) dan money supply (M) yang dapat
saling mempengaruhi dengan lag, sehingga dapat diperoleh hubungan
kasualitas yaitu M mempengaruhi GNP atau GNP mempengaruhi M.
Untuk melakukan tes hubungan kasualitas ini digunakan Granger
Casuality Test sebagai berikut :
n n
GNPt = Σ αi M t-i + Σ βi GNP t-j ..................(2.5) i=1 i=1
37
m m
Mt = Σ גi M t-i + Σ δi GNP t-j ....................(2.6) i=1 i=1
Persamaan (2.5) menunjukkan bahwa GNP sekarang dipengaruhi
oleh GNP sebelumnya dan M sebelumnya, sedangkan persamaan (2.6)
menunjukkan M sekarang dipengaruhi M sebelumnya dan GNP sebelumnya.
Hubungan kasualitas ini dapat diringkaskan menjadi:
1. Hubungan kasualitas satu arah dari M ke GNP ditunjukkan jika koefisien
estimasi dari lag M persamaan (2.5) adalah secara statistik berbeda
signifikan dengan nol dan koefisien estimasi lag GNP persamaan (2.6)
tidak signifikan berbeda dengan nol.
2. Hubungan kasualitas satu arah dari GNP ke M ditunjukkan jika koefisien
estimasi dari lag M persamaan (2.5) adalah secara statistik tidak berbeda
signifikan dengan nol dan koefisien estimasi lag GNP persamaan (2.6)
secara statistik signifikan berbeda dengan nol.
3. Hubungan kasaulitas dua arah jika koefisien M dan GNP secara statistik
signifikan berbeda dengan nol di kedua persamaan.
4. Hubungan yang independen jika koefisien M dan GNP secara statistik
tidak signifikan di kedua persamaan.
Metode Granger casuality test ini akan digunakan untuk pengujian
hubungan kasualitas antara variabel IHSG dan PDBR dalam penelitian ini.
38
2.7 Hipotesis
Hipotesis finance-led growth memperlihatkan hubungan sisi
penawaran antara perkembangan pasar keuangan dan pembangunan ekonomi.
Hipotesis ini menyatakan bahwa keberadaan sektor keuangan, sebagai
perantara keuangan yang berfungsi baik dalam menyalurkan sumberdaya yang
terbatas dari pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang kekurangan dana,
akan menyediakan alokasi sumberdaya yang efisien yang akan mendorong
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya, dan selanjutnya akan memacu
pertumbuhan ekonomi agregat. Studi-studi yang mendukung hipotesis ini
adalah studi yang dilakukan oleh Schumpeter (1912) dan Levine (1997).
Sebaliknya, hipotesis growth-led finance menunjukan bahwa
pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menciptakan permintaan terhadap
instrumen-instrumen pasar keuangan, yang selanjutnya akan mendorong
semakin berkembangnya sektor keuangan. Hipotesis ini dikenal sebagai
hubungan “sisi permintaan”. Robinson (1952) dan Romer (1990) dalam studi-
studinya menghasilkan kesimpulan yang mendukung hipotesis ini.
Selain kedua hipotesis di atas, terdapat lagi satu hipotesis yang
menunjukan adanya hubungan kausalitas dua arah antara perkembangan
sektor keuangan dan kinerja perekonomian. Hipotesis ini diberi nama
hipotesis feedback. Dalam hipotesis ini, sektor keuangan yang baik dalam
suatu negara akan mendorong ekspansi ekonomi melalui perubahan teknologi,
produk, dan inovasi. Pada giliranya, pertumbuhan ekonomi yang akan tinggi
cenderung menciptakan permintaan terhadap instrumen-instrumen sektor
39
keuangan. Karena itu, hipotesis ini menyimpulkan bahwa pertumbuhan
ekonomi dan perkembangan sektor keuangan merupakan hal yang saling
independen dan dapat saling berpengaruh satu sama lainnya. Studi yang
mendukung hipotesis ini adalah studi yang dilakukan oleh Luintel dan Khan
(1999).
2.8 Review Studi - Studi Terdahulu
Dari review tentang hubungan pertumbuhan ekonomi dan
perkembangan sektor keuangan, penulis menemukan bahwa sektor keuangan
seringkali hanya ditinjau dari pasar uangnya saja. Dan hanya ada beberapa
studi tentang hubungan ini yang mengambil perspektif pasar modal. Hal ini
dikarenakan masih relatif barunya pasar modal dibandingkan pasar uang.
Namun demikian, semakin berkembangnya pasar modal di negara maju dan
negara berkembang, peran pasar modal dalam perekonomian tidak dapat
diabaikan lagi. Diperlukan adanya studi dari perspektif pasar modal untuk
mengkaji hubungan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi.
Studi-studi yang mengambil perspektif pada pasar modal sebagian
besar dilakukan di Negara maju yang di kutip dari penelitian Suyanto dan
CH. Ruth dari jurnal Bisnis dan Ekonomi Bulan September 2004, antara lain
Levine dan Jervos (1998), Demirquc-Kuhn dan Levine (1996), Rousseau dan
Wachtel (1998). Hasil studi Levine dan Jervon (1998) terhadap 41 negara
memperlihatkan bahwa pasar modal yang berfungsi secara efisien tidak hanya
akan meningkatkan akumulasi modal dan diversifikasi risiko antar pelaku
40
pasar, tetapi juga memberikan pelayanan keuangan yang berbeda
dibandingkan yang diberikan oleh perbankan. Pelayanan keuangan yang
diberikan pasar modal, menurut Levine dan Jervon (1998), pada giliranya
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hasil yang sama juga ditunjukan
oleh Demirquc-Kuhn dan Levine (1996) dalam studinya dengan menggunakan
berbagai ukuran kinerja pasar modal, antara lain : ukuran pasar modal, indeks
pasar modal, likuiditas pasar modal, jumlah transaksi di pasar modal, dan
integrasi pasar modal terhadap semua pasar modal di dunia.
Studi hubungan antara pasar modal dan pertumbuhan ekonomi pernah
dilakukan oleh Suyanto dan Ch.Ruth Elisabeth (2004), dengan hasil yang
mendukung hipotesis growth-led growth. Dengan menggunakan pengujian
kausalitas Granger dan Sims, mereka menyimpulkan adanya hubungan
kausalitas satu arah dari perkembangan pasar modal terhadap pertumbuhan
ekonomi berdasarkan data kuartal pertama 1993 sampai kuartal kedua 1997.
Usaha yang dilakukan oleh Kuncoro (1993) untuk mengkaji hubungan
sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, dengan
menggunakan perpektif pasar uang perbankan, patut mendapatkan perhatian.
Kuncoro memperlihatkan bahwa pasar keuangan yang memberikan pengaruh
kausal terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan data 1968
sampai 1990. Kuncoro berargumen bahwa terdapat hubungan satu arah antara
pertumbuhan ekonomi dengan rasio monetisasi tingkat bunga riil dan
tabungan, sementara hubungan kausalitas dua arah ditemukan untuk rasio
41
mata uang. Sektor keuangan hanya memberikan peran secara pasif dan
permisif dalam proses pembangunan.
Penelitian Inggrid (2006) untuk mengkaji hubungan sektor keuangan
dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia memperlihatkan dalam jangka
panjang terdapat hubungan ekuilibrium antara perkembangan sektor keuangan
dan output riil, penelitiannya juga memperlihatkan adanya bi-directional
causality diantara output riil dan volume kredit serta one-way causality yang
berasal dari spread menuju output riil.