BAB II LANDASAN TEORI 1.1. 1.1.1. Hakikat...
-
Upload
hoangtuyen -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 1.1. 1.1.1. Hakikat...
7
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1. Kajian Teori
1.1.1. Hakikat IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial adalah salah satu mata pelajaran yang diberikan
dari tingkat pendidikan SD, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi. Pada kurikulum
1975, pendidikan ilmu sosial kemudian ditetapkan dengan nama Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS). Mata pelajaran IPS pada tingkat SD dan SMP pada
umumnya adalah IPS terpadu, dimana materi masih menjadi satu. Berbeda dengan
ditingkat SMA karena mata pelajaran IPS sudah dipisahkan atau berdiri sendiri
seperti mata pelajaran sejarah, ekonomi, geografi, antropologi, dan sosiologi.
Begitu pula IPS dijenjang perguruan tinggi, IPS yang diberikan merupakan IPS
yang tidak terpadu atau mata pelajarannya sudah berdiri sendiri.
IPS terbentuk dan diberikan kepada peserta didik dengan tujuan untuk
mengembangkan kompetensi dan keterampilan hidup bernegara peserta didik.
Agar dapat meningkatkan keterampilan sosial peserta didik. Karena dengan
mempunyai keterampilan diharapkan peserta didik tidak hanya cerdas secara
akademis tetapi juga cerdas emosional dan dapat mengendalikan perilakunya
dikehidupan dan lingkungan masyarakat.
1.1.1.1.Pengertian IPS
Istilah lain dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah “social studies”
yang merupakan nama mata pelajaran ditingkat sekolah dasar dan menengah atau
nama program studi perguruan tinggi pada kurikulum sekolah di negara lain,
khususnya di negara barat seperti Australia dan Amerika Serikat. Istilah “IPS”
yang lebih dikenal dengan social studies di negara lain adalah istilah hasil
kesepakatan dari para ahli atau pakar di Indonesia dalam Seminar National
tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu, Solo. IPS pertama kali
digunakan sebagai mata pelajaran di sekolah dalam kurikulum 1975.
8
Pendidikan IPS dapat diartikan sebagai penyederhanaan atau adaptasi dari
disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang
diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan
pendidikan (Soemantri dalam Sapriya, 2016: 11).
1.1.1.2.Tujuan IPS di SMP
Tujuan pendidikan ilmu-ilmu sosial yang dibahas disini pada hakikatnya
adalah pendidikan suatu disiplin ilmu. Dapat dikatakan tujuan pendidikan ilmu-
ilmu pengetahuan sosial adalah mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
menguasai disiplin ilmu-ilmu sosial untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih
tinggi.
Tujuan yang lebih tinggi terkandung makna bahwa tujuan yang harus
dicapai pendidikan ilmu-ilmu pengetahuan sosial lebih luas. Keluasan itu dapat
dicapai mengingat pendidikan ilmu-ilmu sosial merupakan wahana pendidikan,
maka kepedulian yang paling utama adalah kepentingan bangsa, masyarakat, dan
pribadi peserta didik dan oleh karena itu tujuan pendidikan ilmu-ilmu sosial dan
ilmu-ilmu lainnya haruslah dikaitkan dengan fungsinya yaitu sebagai wahana
pendidikan.
Menurut Sapriya (2016: 201) tujuan mata pelajaran IPS SMP/MTs sama
dengan IPS SD/MI sebagai berikut:
1. Mengenal banyak konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya. Sedangkan konsep dasar dari IPS sendiri adalah
Antropologi, Ilmu Ekonomi, Geografi, Sejarah, Ilmu Politik, Psikologi,
dan Sosiologi.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
Kemampuan tersebut merupakan dasar dari individu untuk berikteraksi
dengan individu lain.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan. Dimanapun keberadaan individu harus tetap pada
pendiriannya dan menaati nilai sosial yang ada.
9
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional maupun global.
Artinya sebagai individu sebaiknya dapat bersosialisasi dengan baik dan
dapat beradaptasi dengan lingkungan baru tanpa menyampingkan nilai
sosial dan kemanusiaan.
Tujuan yang disampaikan oleh Sapriya menunjukkan bahwa mata
pelajaran IPS bukan hanya tentang materi yang banyak, tetapi terdapat tujuan
yang kompleks. Semua tujuan yang telah dipaparkan sesuai dengan metode yang
akan diterapkan oleh peneliti. Pembelajaran kooperatif tipe Team Game
Tournament (TGT) menuntut peserta didik bekerjasama, berpikir logis dan kritis,
membangkitkan rasa ingin tahu, keinginan memecahkan masalah, dan melatih
kemampuan komunikasi.
1.1.1.3.Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
SMP Negeri 2 Suruh masih menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) untuk kelas VIII dan IX. Sehingga masih menggunakan
istilah Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam silabusnya.
Materi yang akan diteliti yaitu Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar
(KD) berikut ini:
Tabel 2. 1
SK dan KD Mata Pelajaran IPS kelas VIII Semester 2
Standar Kompetensi (SK) Kompetensi Dasar (KD)
5. Memahami usaha
persiapan
kemerdekaan
5. 1 Menjelaskan Proses Persiapan
Kemerdekaan Indonesia
5. 2 Mendeskripsikan peristiwa-
peristiwa sekitar proklamasi
dan proses terbentuknya
Negara Kesatuan Republik
Indonesia
Sumber: BSNP (2006:163)
10
1.1.2. Motivasi Belajar
Secara umum motivasi diartikan sebagai dorongan, dorongan tersebut
dapat berasal dari dalam diri maupun dari luar diri individu. Motivasi dapat
diartikan pula sebagai keinginan pada diri seseorang untuk mencapai sesuatu yang
menjadi tujuannya. Oleh sebab itu motivasi belajar adalah dorongan atau
keinginan yang dilakukan oleh individu untuk belajar.
1.1.2.1 Pengertian Motivasi Belajar
Setiap individu dalam melakukan tindakan pada dasarnya dipengaruhi oleh
motivasi tetapi hanya sebagian saja yang sadar akan hal itu. Secara sederhana
motivasi diartikan sebagai suatu keinginan atau dorongan. Keinginan atau
motivasi ini dapat timbul dari dalam diri sendiri atau akibat pengaruh dari orang
lain yang biasa disebut motivasi internal dan eksternal. Motivasi internal dan
eksternal tersebut sangat memengaruhi tindakan apa yang akan dilakukan oleh
individu untuk mencapai tujuannya.
Hamalik dalam Djamarah (2011:148) mengartikan motivasi sebagai suatu
perubahan energi didalam diri seseorang yang ditandai dengan adanya afektif
(perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi sangat diperlukan dalam
proses belajar, sebab apabila seseorang yang kurang atau tidak mempunyai
motivasi dalam belajar, maka tidak akan melakukan aktivitas yaitu belajar.
Seseorang yang tidak akan melakukan aktifitas apapun dalam hal ini belajar
merupakan pertanda bahwa sesuatu yang akan dikerjakannya itu tidak menyentuh
kebutuhan orang tersebut.
Tingkah laku manusia dibangkitkan dan diarahkan oleh kebutuhan-
kebutuhan tertentu, seperti kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa cinta,
penghargaan aktualisasi diri, mengetahui dan mengerti, dan kebutuhan estetik
menurut Maslow dalam Djamarah (2011: 149). Sedangkan Noehi Nasution dalam
(Djamarah, 2011:200) menyatakan motivasi merupakan kondisi psikologis yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi untuk belajar dapat
diartikan sebagai kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar.
11
Penemuan pada penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar pada umumnya
meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah.
Berdasarkan uraian tersebut yang dimaksud dengan motivasi belajar
adalah perasaan, keinginan, dorongan, baik dari dalam atau dari luar diri
seseorang untuk melakukan aktivitas yaitu belajar. Seseorang yang melakukan
aktivitas belajar secara terus menerus tanpa motivasi dari luar dirinya merupakan
motivasi intrinsik, motivasi ini sangat penting dalam aktivitas belajar. Namun,
seseorang tidak mempunyai keinginan untuk belajar, dorongan dari luar dirinya
merupakan motivasi ekstrinsik yang diharapkan. Jadi motivasi ekstrinsik sangat
diperlukan bila motivasi intrinsik kurang atau bahkan tidak ada dalam diri
seseorang sebagai subjek belajar.
2.1.2.2.Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik
Ada berbagai macam motivasi, tetapi peneliti hanya akan membahas dari
dua sudut pandang, yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik
merupakan motivasi yang berasal dari dalam dan motivasi ekstrinsik adalah
motivasi yang berasal dari luar. Secara lebih rinci tentang macam motivasi akan
dibahas sebagai berikut:
1. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik merupakan motif yang menjadi aktif atau berfungsi
walaupun tidak ada rangsangan dari luar, karena setiap individu sudah ada
dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik sangat dibutuhkan dalam
aktivitas belajar, terutama belajar sendiri. Subjek belajar yang kurang atau tidak
memiliki motivasi intrinsik sulit untuk melakukan aktivitas belajar.
Motivasi biasanya berhubungan dengan minat, minat adalah kesadaran
seseorang bahwa suatu objek, seseorang, suatu soal atau suatu situasi ada sangkut
paut dengan dirinya. Sehingga, ketika peserta didik memiliki minat terhadap suatu
hal, secara tidak langsung terdapat motivasi didalamnya untuk melakukan hal
tersebut agar mencapai tujuan.
12
2. Motivasi Ekstrinsik
Kebalikan dari motivasi intrinsik yaitu motivasi ekstrinsik. Motivasi
ekstrinsik merupakan motif yang aktif dan berfungsinya akibat adanya rangsangan
dari luar. Bila peserta didik menempatkan tujuan belajarnya diluar faktor-faktor
situasi belajar maka motivasi belajar dikatakan ekstrinsik.
Motivasi ekstrinsik bukan berarti tidak diperlukan dan tidak baik dalam
pendidikan. Motivasi ekstrinsik justru diperlukan agar peserta didik ingin belajar.
Berbagai cara bisa dilakukan agar peserta didik lebih termotivasi untuk belajar.
Guru yang berhasil mengajar adalah guru yang pandai membangkitkan minat
peserta didik dalam belajar, dengan memanfaatkan motivasi ekstrinsik dalam
berbagai bentuk.
Djamarah juga memaparkan dalam bukunya beberapa prinsip motivasi
belajar yaitu, dasar penggerak atau pendorong aktivitas belajar adalah motivasi;
motivasi instrinsik lebih utama daripada motivasi ekstrinsik; motivasi berupa
pujian lebih baik daripada hukuman; motivasi berhubungan erat dengan
kebutuhan dalam belajar; motivasi dapat membangkitkan optimisme belajar; dan
motivasi melahirkan prestasi dalam belajar.
2.1.2.3.Bentuk Motivasi Belajar
Motivasi instrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan untuk mendorong
peserta didik agar tekun belajar dalam proses interaksi belajar mengajar. Bila
terdapat peserta didik yang kurang berminat mengikuti pelajaran dalam jangka
waktu tertentu maka memerlukan motivasi ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik cukup
besar perannya untuk membimbing peserta didik dalam belajar. Guru perlu
menyadari hal itu. Oleh karena itu seorang guru biasanya memanfaatkan motivasi
ekstrinsik untuk meningkatkan minat peserta didik agar lebih bergairah belajar
meski terkadang tidak tepat (Djamarah, 2011:158-168).
Untuk mengarahkan belajar peserta didik dikelas, bentuk motivasi yang
dapat dimanfaatkan adalah sebagai berikut.
1. Memberi Angka
2. Hadiah
13
3. Kompetisi
4. Ego-Involvement
5. Memberi ulangan
6. Mengetahui Hasil
7. Pujian
8. Hukuman
9. Hasrat untuk Belajar
10. Minat
11. Tujuan yang Diakui
2.1.2.4.Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar
Menurut Decce dan Growford dalam Djamarah (2011:169) menyatakan
bahwa guru harus menggairahkan peserta didik, memberikan harapan yang
realistis, memberikan insentif dan mengarahkan perilaku peserta didik. Keempat
hal tersebut merupakan fungsi guru sebagai pengajar yang berhubungan dengan
cara pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar.
Pemberian arahan perilaku kepada peserta didik dapat berupa:
1. Pergunakan pujian verbal
Kata-kata seperti “bagus”, “baik”, “pekerjaanmu baik”, yang diucapkan
segera setelah peserta didik selesai mengerjakan pekerjaan yang diperintahkan
atau mendekati tingkah laku yang diinginkan, merupakan pembangkit motivasi
yang besar. Penerimaan sosial merupakan suatu penguat atau insentif yang relatif
konsisten.
2. Pergunakan tes dan nilai secara bijaksana
Kenyataan bahwa tes dan nilai dipakai sebagai dasar berbagai hadiah
sosial menyebabkan tes dan nilai dapat menjadi suatu kekuatan untuk memotivasi
peserta didik. Penilaian yang baik adalah penilaian yang dilakukan secara objektif.
3. Membangkitkan rasa ingin tahu dan hasrat eksplorasi
Setiap diri peserta didik terdapat potensi yang besar yaitu rasa ingin tahu
terhadap sesuatu. Potensi ini dapat ditumbuhkan dengan menyediakan lingkungan
14
belajar yang kreatif. Penggunaan berbagai macam model pembelajaran, yang
salah satunya adalah model pembelajaran Team Game Tournament (TGT).
4. Melakukan hal yang luar biasa
Untuk tetap mendapatkan perhatian, sekali-kali guru dapat melakukan hal-
hal yang luar biasa, misalnya peserta didik melakukan penyusunan soal-soal tes,
menceritakan problem guru dalam belajar di masa lalu ketika sedang sekolah
seperti mereka, dan sebagainya. Karena pengalaman orang lain lebih menarik
untuk didengarkan daripada terus menerus membahas tentang materi.
5. Merangsang hasrat peserta didik
Hasrat peserta didik perlu dirangsang dengan memberikan kepada peserta
didik sedikit contoh hadiah yang akan diterimanya bila ia berusaha dan berprestasi
dalam belajar. Penerapakan model pembeajaran Team Game Tournament (TGT)
juga mengandung unsur reward tersebut.
6. Memanfaatkan apersepsi peserta didik
Pengalaman peserta didik baik yang didapat dilingkungan sekolah maupun
diluar sekolah dapat dimanfaatkan ketika guru sedang menjelaskan materi
pengajaran. Peserta didik mudah menerima atau menyerap materi pelajaran
dengan mengasosiasikannya dengan bahan pelajaran yang telah dikuasainya.
Dengan cara asosiasi, peserta didik berusaha menghubungkan materi pelajaran
dengan pengalaman yang telah dikuasai. Pengalaman belajar peserta didik dapat
ditumbuhkan melalui model pembelajaran yang mengikut sertakan mereka dalam
pembelajaran.
7. Terapkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam konteks yang unik dan
luar biasa agar peserta didik lebih terlibat dalam pembelajaran.
8. Minta kepada peserta didik untuk mempergunakan hal-hal yang sudah
dipelajari sebelumnya.
Hal ini menguatkan belajar yang lain dan sekaligus menanamkan suatu
penghargaan pada diri peserta didik, bahwa apa yang sedang dipelajarinya
sekarang, juga berhubungan dengan pengajaran yang akan datang. Hal tersebut
akan terlihat dalam model pembelajaran TGT pada tahap awal yaitu peserta didik
mempelajari materi yang sudah diberikan yang nantinya dipergunakan untuk kuis.
15
9. Pergunakan simulasi dan permainan
Kedua hal ini akan memotivasi peserta didik, meningkatkan interaksi,
menyajikan gambaran yang jelas mengenai situasi kehidupan sebenarnya, dan
melibatkan peserta didik secara langsung dalam proses belajar. Semua itu dapat
kita temukan di model pembelajaran TGT.
10. Perkecil daya tarik sistem motivasi yang bertentangan
Kadang-kadang agar diterima oleh teman-temannya, peserta didik
melakukan hal-hal yang tidak diinginan oleh guru. Guru sebaiknya melibatkan
pimpinan (ketua kelas) peserta didik dalam aktivitas yang berguna, sehingga
teman-temannya akan meniru melakukan hal-hal yang positif.
11. Perkecil konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan terhadap
peserta didik dari keterlibatannya dalam belajar
Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah rasa bosan peserta didik
ketika guru menjelaskan materi, presentasi, dan duduk terlalu lama. Penggunaan
model pembelajaran TGT sangat membantu mengatasi rasa bosan tersebut karena
peserta didik ikut berpartisipasi dalam proses belajar. Selain itu peserta didik juga
akan berpindah tempat untuk bergabung bersama temannya, sehingga ada moment
dimana peserta didik tidak hanya duduk saja.
2.1.3. Hasil Belajar
Hasil biasanya didapat ketika kita sudah melalui suatu proses. Begitu juga
dengan hasil belajar, yang berarti sesuatu yang didapat akibat dari proses belajar
yang biasanya diwujudkan dengan angka. Penelitian Soemanto (2003)
menyebutkan, pengenalan seseorang terhadap prestasi belajarnya adalah penting,
karena dengan mengetahui hasil-hasil yang sudah dicapai maka peserta didik akan
lebih berusaha meningkatkan prestasi belajarnya. Dengan demikian peningkatan
prestasi belajar dapat lebih optimal karena peserta didik tersebut merasa
termotivasi untuk meningkatkan prestasi belajar yang telah diraih sebelumnya.
Menurut Sudjana (2010:22), hasil belajar merupakan peserta didik yang
memiliki kemampuan setelah menerima pengalaman belajar mulai dari awal
sampai dengan proses kemudian hasil akhirnya yang disebut dengan hasil belajar.
16
Sedangkan Dimyati dan Mujiono, (2009:3) mengatakan bahwa hasil dari suatu
interaksi tindak belajar dan tindak mengajar disebut hasil belajar. Tindak belajar
yang dimaksud adalah proses peserta didik mengikuti pembelajaran sedangkan
tindak mengajar adalah proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang
bersangkutan.
Gagne menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari proses belajar
mengajar yang telah dicapai peserta didik dalam mengusai materi yang diajarkan.
Secara umum hasil belajar dapat dikategorikan meliputi: keterampilan intelektual,
strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan motorik dan sikap. Gagne juga
menguraikan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh berdasarkan
proses belajar yang meliputi: (1) kecakapan untuk mengkomunikasikan
pengetahuan secara verbal yang dikategorikan sebagai informasi verbal, (2)
kecakapan dalam bertindak melalui penilaian terhadap suatu stimulus yang
dikategorikan sebagai sikap, (3) kecakapan membedakan dan memahami konsep
maupun aturan serta dapat memecahkan masalah, yang dikategorikan sebagai
keterampilan intelektual, (4) kecakapan mengelola dan mengembangkan proses
berfikir melalui pemahaman, analisis dan sistematis, yang dikategorikan sebagai
keterampilan strategi kognitif, (5) kecapakan yang diperlihatkan secara cepat dan
lancar melalui gerakan anggota tubuh yang dikategorikan sebagai keterampilan
motorik.
Disebutkan pula oleh Edgar Dale dalam Sadirman (2002:8) bahwa
pengalaman belajar seseorang 75% diperoleh dari indera penglihatan (mata), 13%
melalui indera pendengaran (telinga) dan selebihnya melalui indera yang lain.
Pendapat yang dikemukakan oleh Dale mengatakan bahwa peserta didik lebih
dapat menerima materi pembelajaran melalui indera penglihatan. Sehingga
dengan penggunaan model belajar Team Game Tournament (TGT) berbantu
media powerpoint berbasis video diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan
hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan uraian diatas hasil belajar dapat dikatakan sebagai
kemampuan peserta didik setelah menerima pengalaman belajar melalui interaksi
17
yaitu proses pembelajaran kemudian hasil akhirnya disebut hasil belajar. Hasil
belajar tersebut dapat dilihat melalui nilai yang didapat oleh peserta didik.
2.1.4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Terdapat berbagai macam model pembelajaran kooperatif yang salah
satunya adalah tipe Team Game Tournament (TGT). Model TGT ini merupakan
salah model yang menggunakan unsur permainan didalamnya. Aktivitas belajar
dapat dipusatkan kepada peserta didik dan guru bertindak sebagai fasilitator.
Peran yang dominan pada peserta didik tersebut secara tidak langsung dapat
menjadikan peserta didik aktif saat mengikuti pembelajaran.
2.1.4.1.Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah mengembangkan aktivitas
dan kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi serta pengalaman belajar
yang terfokus pada: learning how to learn, learning how to do, learning to live
together, dan learning to be (a good citizen). Pembelajaran kooperatif
dikembangkan dari pemikiran, nilai-nilai demokrasi, belajar aktif, perilaku kerja
sama, dan menghargai pluralisme dalam masyarakat yang multikultural.
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah suatu strategi
pembelajaran dalam struktur kerja sama yang teratur pada kelompok yang terdiri
atas dua orang atau lebih, menekankan pada sikap atau perilaku dalam bekerja
atau membantu diantara sesama (Tampubolon:2014, 89). Keberhasilan kerja sama
sangat dipengaruhi oleh keterlibatan setiap anggota kelompok itu sendiri.
Menurut Arends dalam Tampubolon (2014:89), tujuan pembelajaran
kooperatif ada tiga yang dapat dicapai yaitu: (1) peningkatan kinerja prestasi
akademik, (2) menerima terhadap keberagaman (suku, sosial, budaya,
kemampuan, dsb), dan (3) keterampilan bekerja sama atau berkolaborasi dalam
pemecahan masalah. Tujuan yang dikemukakan oleh Arends sangat mendukung
tujuan dari pembelajaran IPS itu sendiri. Khususnya dalam keterampilan
berkolaborasi dalam pemecahan masalah dan peningkatan prestasi akademik.
18
2.1.4.2.Model Pembelajaran Team Game Tournament (TGT)
Team Game Tournament (TGT) merupakan salah satu strategi
pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Slavin untuk membantu peserta
didik mereview dan menguasai materi pelajaran (Slavin, 2015:163). Slavin
menemukan bahwa TGT berhasil meningkatkan skill-skill dasar, pencapaian,
interaksi positif antar peserta didik, harga diri, dan sikap penerimaan pada peserta
didik-peserta didik lain yang berbeda.
Hal tersebut didukung oleh Yudiyanto, Kamin, Ega (2014) yang
menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament
(TGT) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah
diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh peserta didik tanpa harus ada perbedaan
status, melibatkan peran peserta didik sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur
permainan dan penguatan. Hal ini merupakan salah satu jawaban dari tujuan
pendidikan nasional yaitu ingin menjadikan manusia mandiri. Oleh sebab itu,
peran guru dalam pembelajaran berkurang dan dapat dikatakan hanya sebagai
fasilitator.
Langkah-Langkah (sintaks) TGT, menurut Slavin (2015:169-174) kegiatan
pembelajaran Team Game Tournament (TGT) adalah sebagai berikut:
1. Menempatkan peserta didik kedalam meja turnamen.
2. Guru menyampaikan pembelajaran dan peserta didik mempelajari lembar
kegiatan dalam tim mereka.
3. Meja turnament berisi peserta didik yang memiliki kemampuan homogen.
4. Membagikan satu lembar permainan, satu lembar jawaban, satu kotak
kartu nomor, dan satu lembar skor permainan pada tiap meja.
5. Peserta didik menarik kartu untuk menentukan pembaca yang pertama
yaitu peserta didik yang menarik nomor tertinggi. Permainan berlangsung
sesuai waktu dimulai dari pembaca pertama.
6. Pembaca pertama mengocok kartu dan mengambil kartu teratas. Lalu
membacakan dengan keras soal yang berhubungan dengan nomor yang
ada pada kartu, termasuk pilihan jawabannya jika soalnya adalah pilihan
berganda.
19
7. Penantang satu (kelompok yang berada disebelah kanan pembaca)
menantang jika memang mau atau boleh melewatinya.
8. Penantang dua boleh menantang jika penantang satu melewati, dan jika
memang mau.
9. Apabila semua penantang sudah menantang atau melewati, penantang dua
memeriksa lembar jawaban.
10. Siapapun yang menjawab dengan benar berhak menyimpan kartunya.
11. Jika si pembaca salah, tidak ada sanksi, tetapi jika penantangnya yang
salah, maka dia harus mengembalikan kartu yang telah dimenangkannya
kedalam kotak, jika ada.
12. Untuk putaran berikutnya, semuanya bergerak satu posisi kekiri:
penantang pertama menjadi pembaca, penantang kedua menjadi penantang
pertama, dan si pembaca menjadi penantang kedua.
13. Permainan berlanjut, seperti yang telah ditentukan oleh guru, sampai
periode kelas berakhir atau jika kotaknya telah kosong.
14. Apabila permainan sudah berakhir, para pemain mencatat nomor yang
telah mereka menangkan pada lembar skor permainan pada kolom untuk
game 1.
15. Jika masih ada waktu, peserta didik mengocok kartu lagi dan memainkan
game kedua sampai akhir periode kelas, dan mencatat nomor kartu-kartu
yang dimenangkan pada game 2 pada lembar skor.
16. Sepuluh menit sebelum akhir periode kelas, ucapkan “waktu” dan
mintalah peserta didik berhenti dan menghitung kartu mereka.
17. Meminta peserta didik merekap skor yang diperoleh dan memberikan
penghargaan sesuai dengan skor yang diperoleh.
Permainan atau kuis yang diberikan biasanya setelah menyelesaikan satu
kompetensi dasar atau satu bab dari materi yang diajarkan. Guru juga menyiapkan
lembar skor game yang nantinya akan dibagikan kepada masing-masing
kelompok. Begitu pula dengan pemberian reward, dilakukan setelah satu
kompetensi dasar selesai atau bahkan satu standart kompetensi.
20
2.2. Hasil Penelitian yang Relevan
Terdapat berbagai penelitian yang telah dilakukan terkait penelitian Team
Game Tournament (TGT), diantaranya:
1. Hasil penelitian yang relevan atau hampir sama dengan penelitian ini
adalah hasil penelitian dari Idawati, 2016 dengan judul “Pengelolaan
Model Pembelajaran TGT Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar IPS
Kelas VII-5 SMP Negeri 3 Percut Sie Tuan”. Hasil penelitian
menunjukkan peningkatan motivasi belajar peserta didik yang bermotivasi
tinggi dari 16, 67% dengan rerata capaian 43, 99% dari indikator motivasi
belajar pada observasi awal, meningkatan menjadi 33, 33% dengan rerata
capaian 46, 40% pada pertengahan siklus I dan menjadi 61, 11% dengan
rerata capaian 69, 62% pada akhir siklus I. Pada pertengahan siklus II
peserta didik yang bermotivasi tinggi naik mencapai 80, 56% dengan
rerata capaian 75, 09%, dan di akhir siklus II mencapai 91, 67% dengan
rerata capaian 80, 99% dari indikator motivasi belajar peserta didik.
2. Hasil Penelitian dari Prastini dan Tri Hartiti, 2014 dengan judul
“Peningkatan Keterampilan Sosial dan Hasil Belajar IPS Melalui Model
Kooperatif TGT di SMP N 1 Secang”. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat peningkatan terhadap keterampilan sosial dan hasil belajar IPS
setelah diterapkan model kooperatif TGT dengan variasi permainan.
Peningkatan keterampilan sosial dapat dibuktikan bahwa sebelum tindakan
rata-rata keterampilan sosial 46, 88, setelah akhir Siklus 1 rata-rata
keterampilan sosial peserta didik meningkat menjadi 72, 66, setelah akhir
Siklus 2 meningkat lagi menjadi menjadi 80, 78. Peningkatan hasil belajar
peserta didik dapat dibuktikan dari persentase ketuntasan klasikal dari
kondisi awal hanya 40, 62%, menjadi 78, 12% di akhir siklus I dan akhir
siklus II meningkat lagi menjadi 87, 5%.
Persamaan penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian relevan
tersebut adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran Team Game
Tournament (TGT) untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik
pada mata pelajaran IPS. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini
21
menerapkan model pembelajaran tersebut dengan menggunakan media
powerpoint berbasis video pada mata pelajaran IPS kelas VIII di jenjang SMP.
Telah terbukti pada penelitian terdahulu bahwa penggunaan model pembelajaran
Team Game Tournament (TGT) mampu meningkatkan motivasi dan hasil belajar
peserta didik.
2.3. Kerangka Pikir
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah penulis lakukan
dengan salah satu guru dan beberapa peserta didik kelas VIII di SMP Negeri 2
Suruh dapat dikatakan bahwa pembelajaran selama ini dirasa membosankan oleh
beberapa peserta didik dan guru merasa bahwa peserta didik kurang termotivasi
untuk mengikuti pembelajaran IPS. Dengan kondisi seperti itu, peneliti akan
melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan model
pembelajaran Team Game Turnament (TGT) berbantu media powerpoint berbasis
video sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar
peserta didik khususnya mata pelajaran IPS. Hal tersebut dapat dilihat dalam
kerangka pikir berikut ini.
Gambar 2. 1 Kerangka Pikir
Kondisi awal Guru menggajar
menggunakan
model ceramah
Motivasi dan
hasil belajar
rendah
Tindakan
Kondisi akhir Motivasi dan
Hasil Belajar
Meningkat
Siklus 2 (hasil
penelitian
meningkat)
Model belajar
TGT
Siklus 1 (hasil
penelitian
kurang)
22
2.4. Hipotesis Penelitian Tindakan
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang dikemukakan
sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Hipotesis yang pertama yaitu jika penggunaan model pembelajaran Team
Game Tournament (TGT) berbantu media powerpoint berbasis video
diterapkan dalam proses belajar mengajar pada mata pelajaran IPS kelas
VIII B di SMP Negeri 2 Suruh maka motivasi belajar akan meningkat.
2. Hipotesis yang kedua adalah jika penggunaan model pembelajaran Team
Game Tournament (TGT) berbantu media powerpoint berbasis video
diterapkan dalam proses belajar mengajar pada mata pelajaran IPS kelas
VIII B di SMP Negeri 2 Suruh maka hasil belajar akan meningkat.