BAB II KURVA KELARUTAN

7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar 2.1.1 Larutan Larutan merupakan campuran yang homogen, yaitu campuran yang memiliki komposisi merata atau serba sama di seluruh bagian volumenya. Suatu larutan mengandung dua komponen atau lebih yang disebut zat terlarut (solut) dan pelarut (solven). Zat terlarut merupakan komponen yang jumlahnya sedikit, sedangkan pelarut adalah komponen yang terdapat dalam jumlah banyak. Proses terjadinya suatu larutan dapat mengikuti salah satu mekanisme berikut: (a) Zat terlarut bereaksi secara kimia dengan pelarut dan membentuk zat yang baru, (b) Zat terlarut membentuk zat tersolvasi dengan pelarut, (c) Terbentuknya larutan berdasarkan dispersi (Azizah, 2004). 2.1.2 Kelarutan Menurut Vogel (1978) kelarutan adalah jumlah zat yang dapat dilarutkan dalam pelarutnya, dimana kelarutan tergantung pada suhu, tekanan, konsenstrasi bahan-bahan lain dalam larutan dan komposisi kelarutannya. Selain itu kelarutan juga tergantung pada sifat dan konsentrasi zat- zat lain, terutama ion-ion dalam campuran tersebut. Muchtadi et al. (1993) menyatakan bahwa pelarut adalah suatu substansi pada fase yang sama (padatan, cairan dan

description

KURVA KELARUTAN

Transcript of BAB II KURVA KELARUTAN

Page 1: BAB II KURVA KELARUTAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dasar

2.1.1 Larutan

Larutan merupakan campuran yang homogen, yaitu campuran yang memiliki

komposisi merata atau serba sama di seluruh bagian volumenya. Suatu larutan

mengandung dua komponen atau lebih yang disebut zat terlarut (solut) dan pelarut

(solven). Zat terlarut merupakan komponen yang jumlahnya sedikit, sedangkan

pelarut adalah komponen yang terdapat dalam jumlah banyak.

Proses terjadinya suatu larutan dapat mengikuti salah satu mekanisme berikut:

(a) Zat terlarut bereaksi secara kimia dengan pelarut dan membentuk zat yang baru,

(b) Zat terlarut membentuk zat tersolvasi dengan pelarut, (c) Terbentuknya larutan

berdasarkan dispersi (Azizah, 2004).

2.1.2 Kelarutan

Menurut Vogel (1978) kelarutan adalah jumlah zat yang dapat dilarutkan

dalam pelarutnya, dimana kelarutan tergantung pada suhu, tekanan, konsenstrasi

bahan-bahan lain dalam larutan dan komposisi kelarutannya. Selain itu kelarutan

juga tergantung pada sifat dan konsentrasi zat-zat lain, terutama ion-ion dalam

campuran tersebut. Muchtadi et al. (1993) menyatakan bahwa pelarut adalah suatu

substansi pada fase yang sama (padatan, cairan dan gas) sebagai bagian yang

menyusun larutan. Pelarut yang baik adalah air. Lebih lanjut dijelaskan bahwa air

melarutkan tapi mendispersi sebagai zat berdasarkan sifat dwi kutub yang

dimilikinya (Qomariyah, 2004).

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan

1. Suhu

Suhu mempengaruhi kelarutan suatu zat. Jika kelarutan zat padat

bertambah dengan kenaikan suhu, maka kelarutan gas berkurang bila suhu

dinaikkan, karena gas menguap dan meninggalkan pelarut. Minuman akan

mengandung CO2 lebih banyak bila disimpan dalam lemari es dibandingkan

di udara terbuka.

Page 2: BAB II KURVA KELARUTAN

2. Pengadukan

Pengadukan juga menentukan kelarutan zat terlarut. Semakin banyak

jumlah pengadukan, maka zat terlarut umumnya menjadi lebih mudah

larut.

3. Luas Permukaan Sentuhan Zat

Kecepatan kelarutan dapat dipengaruhi juga oleh luas permukaan (besar

kecilnya partikel zat terlarut). Luas permukaan sentuhan zat terlarut dapat

di diperbesar melalui proses pengadukan atau penggerusan secara

mekanis. Gula halus lebih mudah larut daripada gula pasir. Hal ini karena

luas bidang sentuh gula halus lebih luas dari gula pasir, sehingga gula

halus lebih mudah berinteraksi dengan air.

(Azizah, 2004).

2.1.4 Hasil Kali Kelarutan

Zat murni padatan AxBy(s) dalam pelarut air (H2O(l) yang terionisasi menjadi

zat terlarut XAy+ (aq) dan zat terlarut YBx-(aq), persamaan reaksi kimianya dapat

dinyatakan sebagai berikut:

AxBy(s) + H2O(l) XAy+(aq) + YBx- (aq)

Dalam keadaan jenuh, laju reaksi pembentukan produk, reaksi bergeser ke

kanan, sama besar dengan laju reaksi pembentukan reaktan, reaksi bergeser ke kiri,

sehingga masing-masing zat berada dalam keadaan ketimbangan. Besaran atau harga

tetapan kesetimbangan (K) pada suatu temperatur tetap, adalah:

[Ay-] x [Bx+] y

[AxBy] [H2O]

Hasil kali konsentrasi zat murni padatan (AxBy(s)), konsentrasi air H2O(1), dan

harga tetapan kesetimbangan (K) merupakan bilangan tetap yang selanjutnya disebut

Tetapan Hasil Kali Kelarutan (Ksp) zat AxBy. Untuk larutan jenuh zat AxBy(S),

hasil kali konsentrasi ion Ay+ dengan konsentrasi ion Bx- sama dengan Ksp atau

dapat dinyatakan:

Ksp = [Ay+] x [Bx-]

Adanya larutan ion sejenis yarg ditambahkan, agar kesetimbangan sistem

terjaga, akan mengakibatkan terbentuknya endapan (Pramono, 2012).

= K

Page 3: BAB II KURVA KELARUTAN

2.2 Aplikasi Kurva Kelarutan Dalam Industri

2.2.1 Pengukuran Kelarutan Toluen dan Benzen Dalam Minyak Nabati Dengan

Kolom Gelembung

Mengantisipasi penurunan cadangan dan kenaikan harga minyak di dalam

negeri, kiranya teknologi gasifikasi biomassa perlu dikembangkan sebagai teknologi

pengolah sumber energi alternatif dan terbarukan. Pemerintah melalui beberapa

instansi terkait telah memberi perhatian juga pada pengembangan teknologi

gasifikasi biomassa ini dengan penyediaan dana penelitian. Melalui proses gasifikasi,

biomassa dapat dikonversi menjadi bahan bakar gas yang secara praktis dapat

dimanfaatkan langsung dalam motor diesel penggerak generator.

Beberapa unit uji-lapangan telah dioperasikan, tetapi permasalahan utama

adalah kandungan tar di dalam gas hasil gasifikasi biomassa dengan udara.

Kondensasi tar dapat menyebabkan fouling pada perpipaan dan peralatan pengguna

gas produser. Sistem pembersih gas konvensional dengan menggunakan air dapat

dikatakan mampu menyisihkan tar dari gas produser sampai tingkat tertentu,

mengingat keterbatasan kelarutan komponen tar ke dalam air tersebut.

Minyak nabati diperkirakan dapat digunakan sebagai media penyerap tar yang

lebih baik daripada air atas pertimbangan utama: (a) minyak memiliki kemiripan

rumus molekul dengan komponen tar; dan (b) titik didihnya lebih tinggi atau hampir

sama dengan titik didih komponen tar. Pertimbangan terakhir ini juga memberi

kemungkinan untuk menerapkan operasi absorpsi-desorpsi, di mana tar dapat

didesorpsi kembali dari minyak pada temperatur yang lebih tinggi dengan

menggunakan udara media penggasifikasi. Dengan demikian tar dapat di-recycle

kembali ke rekator gasifikasi, dan minyak dapat ter-regenerasi untuk penggunaan

ulang.

Tar merupakan campuran senyawa organik yang dihasilkan sebagai akibat

oksidasi termal atau oksidasi parsial (proses gasifikasi), dan pada umumnya

merupakan senyawa aromatik. Karena itu, studi absorpsi penyisihan tar dari gas

produser sering dilakukan dengan menggunakan toluen, benzen dan senyawa

sejenisnya sebagai komponen model tar.

Page 4: BAB II KURVA KELARUTAN

Gas model dibuat dengan mencampurkan uap toluen/benzen murni dengan

udara. Percobaan dilakukan dalam rangkaian peralatan yang tersusun dari: Unit I

(pengering udara), Unit II (pembentukan model gas), dan Unit III (kolom gelembung

penyerapan). Unit I terdiri dari tabung kosong yang direndam dalam wadah berisi air,

es dan garam; dan tabung berisi silika gel untuk meyakinkan pengeringan udara. Unit

II terdiri dari tabung berisi cairan toluen atau benzen sebagai senyawa model. Aliran

udara akan membawa uap cairan ini untuk membentuk gas model sebagai

representasi gas produser dengan kandungan tar tertentu. Unit III terdiri dari tabung

berisi cairan penyerap (minyak nabati) yang diletakkan dalam constant temperature

bath. Tabung 4 dipasang sebagai pengaman untuk penyerap senyawa model yang

tidak terserap di dalam kolom aborpsi.

Kolom gelembung untuk absorpsi memiliki diameter 3 cm dan tinggi minyak

(cairan penyerap) divariasikan 4 – 6,5 cm. Cairan penyerap yang digunakan dalam

percobaan ini adalah minyak goreng curah dan minyak goreng bekas. Percobaan ini

dilakukan pada rentang temperatur 25 oC – 45 oC. Laju alir gas model divariasi

0,114; 0,180 dan 0,284 L/menit. Pengukuran konsentrasi toluen dilakukan dengan

menggunakan kromatografi gas (Fadjarwaty, 2010).

Gambar 2.1 Flowsheet Pengukuran Kelarutan Toluen dan Benzen Dalam Minyak

Nabati Dengan Kolom Gelembung (Fadjarwaty, 2010).