BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian -...

47
1 BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang (Stuart, 2007). Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar (Yosep, 2007) Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan

Transcript of BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian -...

1

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti

pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal.

Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam

membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar

dirinya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara

fantasi dan kenyataan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis,

membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta

mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003).

Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang

sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi:

proses penerimaan rangsang (Stuart, 2007).

Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

rangsang dari luar (Yosep, 2007)

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana

klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu

penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan

2

yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:

persepsi palsu (Maramis, 2005).

Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera

tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem

penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh /

baik. Individu yang mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber

atau penyebab halusinasi itu berasal dari lingkungannya, padahal

rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri

secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa

bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang

diicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan

perasaannya sendiri. (Keliat, 1999)

Halusinasi adalah suatu sensori persepsi terhadap sesuatu hal tanpa

stimulus dari luar. Haluasinasi merupakan pengalaman terhadap

mendengar suara Tuhan, suara setan dan suara manusia yang berbicara

terhadap dirinya, sering terjadi pada pasien skizoprenia. (Stuart and

Sundeen, 1995)

Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang

berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien

sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).

Menurut Mary C. Townsend, 1998 : 156 yang dikutip di

http://healthreference-ilham.blogspot.com/2008/07/kondas-halusinasi-

jiwa.html. Gangguan-gangguan tersebut menunjukkan seperti klien

3

berbicara sendiri, mata melihat kekanan-kekiri, jalan mondar-mandir,

sering tersenyum sendiri dan sering mendengar suara-suara. Sedangkan

halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami perubahan

dalam jumlah atau pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai

secara internal atau eksternal) disertai dengan suatu pengurangan,

berlebih-lebihan, distorsi atau kelaianan berespon terhadap setiap stimulus.

Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai

halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa

halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan

tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi

pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya

suara–suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang

dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu hal yang

kemudian direalisasikan oleh klien dengan tindakan

B. Rentang Respon Halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individual yang

berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005). Ini

merupakan persepsi maladaptif. Jika klien yang sehat presepsinya akurat,

mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan

informasi yang diterima melalui panca indra klien halusinasi

mempresepsikan suatu stimulus panca indra walaupun stimulus tersebut

tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang

4

karena suatu hal mengalami kelalaian persensif yaitu salah

mempresepsikan stimulus yamh diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi.

Klien mengalami jika interpertasi yang dilakukan terhadap stimulus panca

indra tidak sesuai stimulus yang diterimanya, rentang respon tersebut

sebagai berikut :

Rentang respons neurobiologik

(Stuart dan Sundean, 1995, hal. 477)

C. Fase - fase Halusinasi

Fase-fase Halusinasi ( Stuart dan Laraia, 2001 hal. 424 )

Fase HALUSINASI KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN

Fase 1 : Comforting

Ansietas Sedang

Halusinasi

menyenangkan

Klien mengalami

perasaan mendalam

seperti ansietas, kesepian

rasa bersalah dan takut

dan mencoba untuk

berfokus pada pikiran

menyenangkan untuk

meredakan ansietas.

Tersenyum atau tertawa

yang tidak sesuai.

Mengerakan bibir tanpa

suara. Pergerakan mata

yang cepat. Respon

verbal yang lambatjika

sedang asyik. Diam dan

asyik sendiri.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

1. Pikiran logis

2. Persepsi akurat

3. Emosi konsisten

dengan pengalaman

4. Perilaku sesuai

hubungan sosial

5. Hubungan sosial

positif

1. pikiran kadang

menyimpang

2. Ilusi

3. Reaksi emosional

berlebihan

4. Perilaku ganjil

menarik diri

1. Kelainan

pikiran/delusi

2. Halusinasi

3. Ketidakmampuan

untuk control emosi

4. Ketidakteraturan

isolasi sosial

5

Individu mengenali

bahwa pikiran-pikiran

dan pengalaman sensori

berada dalam kendali

kesadaran jika ansietas

dapat ditangani.

Nonpsikotik.

Fase II: Condemning

Ansietas Berat

Halusinasi menjadi

menjijikan

Pengalaman sensori

menjijikan dan

menakutkan. Klien mulai

lepas kendali dan

mungkin mencoba untuk

mengambil jarak dirinya

dengan sumber yang

dipersepsikan. Klien

mungkin mengalami

dipermalukan oleh

pengalaman sensori dan

menarik diri dari orang

lain. Psikotik ringan.

Meningkatnya tanda-

tanda sistem syaraf

otonom akibat ansietas

seperti peningkatan

denyut jantung,

pernapasan dan tekanan

darah. Rentang perhatian

menyempit. Asyik

dengan pengalaman

sensori dan kehilangan

kemampuan

membedakan halusinasi

dan realita.

Fase III: Controlling

Ansietas Berat

Pengalaman sensori

menjadi berkuasa

Klien berhenti

menghentikan

perlawanan terhadap

halusinasi dan menyerah

pada halusinasi tersebut.

Isi halusinasi menjadi

menarik. Klien mungkin

mengalami pengalaman

kesepian jika sensori

halusinasi berhenti.

Psikotik

Kemauan yang

dikendalikan halusinasi

akan lebih diikuti.

Kesukaran akan

berhubungan dengan

orang lain. Rentang

perhatian hanya beberapa

detik atau menit. Adanya

tanda-tanda fisik, ansietas

berat berkeringat, tremor,

tidak mampu mematuhi

perintah.

Fase IV : Conquering

Panik

Umumnya menjadi

melebur dalam

halusinasinya.

Pengalaman sensori

menjadi mengancam Jika

klien mengikuti perintah

halusinasi.

Halusinasi berakhir dari

beberapa jam atau hari

jika tidak ada intervensi

terapeutik.

Psikotik Berat.

Perilaku teror akibat

panik . Potensi kuat

suicide atau homicide.

Aktivitas fisik

merefleksikan isi

halusinasi seperti

perilaku kekerasan,

agitasi, menarik diri, atau

katatonia.

Tidak mampu berespon

lebih dari satu orang.

6

D. Etiologi

1. Faktor predisposisi

Beberapa factor predisposisi yang berkontribusi pada respon

munculnya neurobiology seperti halusinasi antara lain : ( Stuart, 2007 )

a. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan

dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini

ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:

1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak

yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah

frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku

psikotik.

2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang

berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin

dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan

terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi

otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral

ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil

(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung

oleh otopsi (post-mortem).

b. Psikologis

7

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi

respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan

yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah

penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

c. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita

seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana

alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan

setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan

tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap

stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan

kekambuhan (Keliat, 2006).

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan

halusinasi adalah:

a. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang

mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu

masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara

selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk

diinterpretasikan.

b. Stres lingkungan

8

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap

stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi

stressor meliputi status sosial ekonomi, keluarga, jaringan interpersonal

dan organisasi yang dinaungi oleh lingkungan sosial yang lebih luas.

E. Manifestasi Klinik

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution

(2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan

gejala-gejala yang khas yaitu:

1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.

2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.

3. Gerakan mata abnormal.

4. Respon verbal yang lambat dan diam.

5. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.

6. Perilaku menyerang teror seperti panik.

7. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang

lain.

8. Menarik diri atau katatonik.

9. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara

halusinasi dengan realitas.

10. Peningkatan sistem saraf otonom

11. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.

9

12. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.

Berdasarkan jenis dan karakteristik halusinasi tanda dan gejalanya sesuai.

Tabel 1 : Karakteristik Halusinasi ( Stuart and Laraia 2003 )

No Jenis Halusinasi Karakteristik

1 Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sring

suara kata yang jelas, berbicara dengan klien

bahkan sampai percakapan lengkap antara

kedua penderita halusinasi. Pikiran yang

terdengar jelas dimana klien mendengar

perkataan bahwa pasien disuruh untuk

melakukan sesuatu kadang – kadang dapat

membahayakan.

2 Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya,

gambar geometris, gambar karton atau

panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan

dapat berupa sesuatu yang menyenangkan /

sesuatu yang menakutkan seperti monster.

3 Penciuman Membau bau-bau seperti darah, urine, feses

umumnya bau- bau yang tidak menyenangkan.

Halusinasi penciuman biasanya akibat stroke,

tumor, kejang dan demensia

4 Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti darah, urine, dan

feses

5 Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa

stimulus yang jelas, rasa tersetrum listrik yang

dating dari tanah, benda mati atau orang lain.

6 Chanesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di

vena (arteri), pencernaan makanan

10

7 Klinestetik Merasa pergerakan sementara bergerak tanpa

berdiri

F. Masalah Keperawatan

Adapun masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan

gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran antara lain :

1. Perubahan Persepsi sensori halusinasi.

2. Resiko Perilaku Kekerasan.

3. Isolasi sosial : menarik diri.

4. Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah

G. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Isolasi sosial : menarik diri

(Keliat, 1998)

H. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis Keperawatan yang muncul pada halusinasi :

1. Risiko Perilaku Mencederai Diri berhubungan dengan halusinasi

pendengaran

Perubahan sensori perseptual: halusinasi

11

2. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran berhubungan dengan

menarik diri.

3. Isolasi Sosial: Menarik Diri berhubungan dengan harga diri rendah harga

diri rendah.

I. Fokus Intervensi

Perencanaan keperawatan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum,

tujuan khusus, dan rencana tindakan tindakan keperawatan. Tujan umum

berfokus pada penyelesaian permasalahan (P) dari diagnoses tertentu.

Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai

12

TGL NO.

DX

DIAGNOSIS

KEPERAWATAN

PERENCANAAN INTERVENSI

TUJUAN KRITERIA EVALUASI

Risiko Gangguan

Sensori/Persepsi:

Halusinasi

Berhubungan

dengan menarik diri

TUM:

Klien dapat

berinteraksi dengan

orang lain sehingga

tidak terjadi halusinasi

TUK: 1.

Klien dapat membina

hubungan saling

percaya

1.1.Ekspresi wajah

bersahabat; menunjukkan

rasa senang, ada kontak

mata, mau berja-bat

tangan, mau

menyebutkan nama, mau

menjawab salam, mau

duduk berdampingan

dengan perawat, mau

meng-utarakan masalah

yang dihadapi.

1.1.1. Bina hubungan saling

percaya dengan

menggunakan prinsip

komunikasi terapeutik:

a. Sapa klien dengan

nama baik verbal

maupun nonverbal

b. Perkenalkan diri

dengan sopan

c. Tanyakan nama

lengkap dan nama

panggilan yang

13

disukai klien

d. Jelaskan tujuan

pertemuan

e. Jujur dan menepati

janji

f. Tunjukkan sikap

empati dan menerima

klien apa adanya

g. Berikan perhatian

kepada klien dan

perhatikan kebutuhan

dasar klien

2. Klien dapat

menyebut-kan

penyebab menarik

diri

2.1.Klien dapat menyebutkan

penyebab menarik diri

yang berasai dari:

Diri sendiri

Orang lain

Lingkungan

2.1.1. Kaji pengetahuan klien

tentang perilaku

menarik diri dan

tandanya:

a. "Di rumah, ibu

tinggal dengan siapa"

14

b. "Siapa yang paling

dekat dengan ibu"

c. "Apa yang membuat

ibu dekat dengannya"

d. "Dengan siapa itu

tidak dekat"

e. "Apa yang membuat

ibu tidak dekat"

2.1.2. Beri kesempatan kepada

klien untuk

mengungkapkan

perasaan yang

menyebabkan klien

tidak mau bergaul

2.1.3. Berikan pujian terhadap

kemampuan klien

mengung-kapkan

perasaannya

15

3. Klien dapat

menyebut-kan

keuntungan ber-

interaksi dengan

orang lain dan

kerugian tidak

berinteraksi dengan

orang laini

3.1.Klien dapat menyebutkan

keuntungan berinteraksi

dengan orang lain

Misalnya:

Banyak teman

Tidak sendiri

Bisa diskusi, dll

3.1.1. Kaji pengetauhan klien

tentang keuntungan

memiliki teman

3.1.2. Beri kesempatan kepada

klien untuk berinteraksi

dengan orang lain

3.1.3. Diskusikan bersama

klien tentang

keuntungan berinteraksi

dengan orang lain

3.1.4. Beri penguatan positif

terha-dap kemampuan

mengungkap-kan

perasaan tentang

keuntungan berinteraksi

dengan orang lain

16

3.2.Klien dapat menyebutkan

ke-rugian bila tidak

berinteraksi dengan

orang lain

Misalnya:

Sendiri

Tidak memiliki teman

Sepi, dll

3.2.1. Kaji pengetauhan klien

tentang kegurian bila

tidak berinteraksi

dengan orang lain

3.2.2. Beri kesempatan kepada

klien untuk

mengungkapkan perasa-

an tentang kerugian bila

tidak berinteraksi

dengan orang lain

3.2.3. Diskusikan bersama

klien tentang kerugian

tidak berinteraksi

dengan orang lain

3.2.4. Beri penguatan positif

terhadap kemampuan

mengungkapkan

perasaan tentang

kerugian tidak

17

berinteraksi dengan

orang lain

4. Klien dapat

melaksana-kan

interaksi sosial secara

bertahap

4.1.Klien dapat

mendemonstrasi-kan

interaksi sosial secara

bertahap antara:

Klien-Perawat

Klien-Perawat-

Perawat lain

Klien-Perawat-

Perawat lain-Klien lain

Klien-

Keluarga/Kelompok/

Masyarakat

4.1.1. Kaji kemampuan klien

membi-na hubungan

dengan orang lain

4.1.2. Bermain peran tentang

cara

berhubungan/berinterak

si dengan orang lain

4.1.3. Dorong dan bantu klien

untuk berinteraksi

dengan orang lain

melalui tahap:

Klien-Perawat

Klien-Perawat-

Perawat lain

18

Klien-Perawat-

Perawat lain-Klien

lain

Klien-

Keluarga/Kelompok/

Masyarakat

4.1.4. Beri penguatan positif

terhadap keberhasilan

yang telah dicapai

4.1.5. Bantu klien untuk

mengeva-luasi

keuntungan menjalin

hubungan sosial

4.1.6. Diskusikan jadwal

harian yang dapat

dilakukan bersama klien

dalam mengisi waktu

yaitu berinteraksi

dengan orang lain

19

4.1.7. Motivasi klien untuk

mengikuti kegiatan

ruangan

4.1.8. Beri penguatan positif

atas ke-giatan klien

dalam kegiatan ruangan

5. Klien dapat mengung-

kapkan perasaannya

setelah berinteraksi

dengan orang lain

5.1.Klien dapat

mengungkapkan

perasaannya setelah

berinte-raksi dengan

orang lain untuk :

Diri sendiri

Orang lain

5.1.1. Dorong klien untuk

mengung-kapkan

perasaannya bila

berinteraksi dengan

orang lain

5.1.2. Diskusikan dengan

klien ten-tang perasaan

keuntungan berinteraksi

dengan orang lain

5.1.3. Beri penguatan positif

atas ke-mampuan klien

mengungkap-kan

20

perasaan keuntungan

ber-hubungan dengan

orang lain

6. Klien dapat

memberda-yakan

sistem pendu-kung

atau keluarga

6.1.Keluarga dapat:

Menjelaskan

perasaannya

Menjelaskan cara

merawat klien menarik

diri

Mendemonstrasikan

cara perawatan klien

menarik diri

Berpartisipasi dalam

pera-watan klien

menarik diri

6.1.1. Bina hubungan saling

percaya dengan

keluarga:

a. Salam, perkenalan

diri

b. Jelaskan tujuan

c. Buat kontak

d. Eksplorasi perasaan

klien

6.1.2. Diskusikan dengan

anggota keluarga

tentang:

a. Perilaku menarik diri

b. Penyebab perilaku

menarik diri

21

c. Akibat yang akan

terjadi jika perilaku

menarik diri tidak

ditanggapi

d. Cara keluarga

menghadapi klien

menarik diri

6.1.3. Dorong anggota

keluarga untuk memberi

dukungan kepada klien

dalam berkomu-nikasi

dengan orang lain

6.1.4. Anjurkan anggota

keluarga untuk secara

rutin bergantian

menjenguk klien

minimal satu kali

seminggu

6.1.5. Beri penguatan positif

22

atas hal-hal yang telah

dicapai oleh keluarga

23

Risiko Perilaku

Mencederai

Diri

berhubungan

dengan

halusinasi

pendengaran

TUM:

Klien tidak

mencederai diri,

orang lain, dan

lingkungan

TUK:

1. Klien dapat

membina

hubungan saling

percaya

1.1. Ekspresi wajah

bersahabat,

menunjukkan rasa

senang, ada kontak

mata, mau ber-jabat

tangan, mau menye-

butkan nama, mau

menja-wab salam,

kein mau duduk

berdampingan

dengan perawat,

mau mengutarakan

1.1.1. Bina hubungan saling percaya

dengan mengungkapkan

prinsip komunikasi terapeutik

Sapa klien dengan ramah

baik verbal maupun non-

verbal

Perkenalkan diri dengan

sopan

Tanyakan nama lengkap

klien dan nama panggilan

yang disukai klien

Jelaskan tujuan pertemuan

24

masalah yang

dihadapinya

Tunjukkan sikap empati

dan menerima klien apa

adanya

Beri perhatian kepada klien

dan perhatikan kebutuhan

dasar klien

2. Klien dapat

mengenal

halusinasinya

2.1. Klien dapat

menyebutkan

waktu, isi dan

frekuensi timbulnya

halusinasi

2.1.1. Adakan kontak sering dan

singkat secara bertahap

2.1.2. Observasi tingkat laku klien

yang terkait dengan

halusinasi-nya: bicara dan

tertawa tanpa stimulus dan

memandang ke kiri/kanan/ke

depan seolah-olah ada tempat

bicara

2.1.3. Bantu klien mengenal halusi-

25

nasinya:

Jika menemukan klien

sedang berhalusinasi:

tanyakan apakah ada suara

yang didengarnya

Jika klien menjawab ada,

lanjutkan: apa yang

dikatakan suara itu

Katakan bahwa perawat

percaya klien mendengar

suara itu, namun perawat

sendiri tidak mendengarnya

(dengan nada bersahabat

tanpa menuduh atau meng-

hakimi)

Katakan bahwa klien lain

juga ada yang seperti klien

Katakan bahwa perawat

akan membantu klien

26

2.1.4. Diskusikan dengan klien

Situasi yang menimbulkan/

tidak menimbulkan

halusinasi (jika sendiri,

jengkel, atau sedih)

Waktu dan frekuensi terja-

dinya halusinasi (pagi,

siang, sore, dan malam;

terus-me-nerus atau

sewaktu-waktu)

2.2. Klien dapat

mengungkapkan

bagaimana

perasaannya

terhadap halusinasi

tersebut

2.2.1. Diskusikan dengan klien

tentang apa yang

dirasakannya jika terjadi

halusinasi (marah/ takut,

sedih, dan senang), beri

kesempatan kepada klien

untuk mengungkapkan

27

perasaannya

3. Klien dapat

mengontrol

halusinasinya

3.1. Klien dapat

menyebutkan

tindakan yang

biasanya dila-kukan

untuk

mengendalikan

halusinasinya

3.2. Klien dapat

menyimpulkan

tanda dan gejala

jengkel/ kesal yang

dialaminya

3.1.1. Identifikasi bersama klien

tindakan yang dilakukan jika

terjadi halusinasi (tidur,

marah, menyibukkan diri, dll.)

3.1.2. Diskusikan manfaat dan cara

yang digunakan klien, jika

ber-manfaat beri pujian

kepada klien

3.2.1. Diskusikan dengan klien ten-

tang cara baru mengontrol

halusinasinya

Menghardik/mengusir /

tidak memedulikan halusi-

nasinya

Bercakap-cakap dengan

28

orang lain jika

halusinasinya muncul

Melakukan kegiatan sehari-

hari

3.3. Klien dapat

mendemonstra-

sikan cara

menghardik/

mengusir/tidak

memeduli-kan

halusinasinya

3.3.1. Beri contoh cara menghardik

halusinasi: "Pergi! Saya tidak

mau mendengar kamu, saya

mau mencuci piring/bercakap-

cakap dengan suster"

3.3.2. Minta klien mengikuti contoh

yang diberikan dan minta

klien mengulanginya

3.3.3. Beri pujian atas keberhasilan

klien

3.3.4. Susun jadwal latihan klien dan

minta klien untuk mengisi jad-

wal kegiatan (self-evaluation)

29

3.3.5. Tanyakan kepada klien:

"Bagaimana perasaan Tini

setelah menghardik? Apakah

halusinasinya berkurang?"

Berikan pujian

3.4. Klien dapat

mendemonstra-

sikan bercakap-

cakap dengan oran

glain

3.4.1. Beri contoh percakapan

dengan orang lain: "Suster,

saya dengar suara-suara,

temani saya bercakap-cakap"

3.4.2. Minta klien mengikuti contoh

percakapan dan mengulangi-

nya

3.4.3. Beri pujian atas keberhasilan

klien

3.4.4. Susun jadwal untuk melatih

diri, mengisi kegiatan dengan

bercakap-cakap, dan mengisi

jadwal kegiatan (self-

30

evaluation)

3.4.5. Tanyakan kepada klien:

"Bagaimana perasaan Tini

setelah bercakap-cakap?

Apakah halusinasinya

berkurang?" Berikan pujian

3.5. Klien dapat

mendemonstra-

sikan pelaksanaan

kegiatan sehari-hari

3.5.1. Diskusikan dengan klien ten-

tang kegiatan harian yang

dapat dilakukan di rumah dan

di rumah sakit (untuk klien

halusinasi dengan perilaku

kekerasan, sesuaikan dengan

kontrol perilaku)

3.5.2. Latih klien untuk melakukan

kegiatan yang disepakati dan

masukkan ke dalam jadwal

31

kegiatan. Minta klien mengisi

jadwal kegiatan (self-

evaluation)

3.5.3. Tanyakan kepada klien:

"Bagaimana perasaan Tini

setelah melakukan kegiatan

harian? Apakah halusinasinya

berkurang?" Berikan pujian

3.6. Klien dapat

mengikuti terapi

aktivitas kelompok

3.6.1. Anjurkan klien untuk

mengikuti terapi aktivitas

kelompok, orientasi realita,

stimulasi persepsi (pedoman

tersendiri)

3.7. Klien dapat

mendemonstra-

sikan kepatuhan

minum obat untuk

3.7.1. Klien dapat menyebutkan

jenis, dosis, dan waktu minum

obat serta manfaat obat

tersebut (prinsip 5 benar:

32

mencegah

halusinasi

benar orang, obat, dosis,

waktu, dan cara)

3.7.1.1. Diskusikan dengan klien ten-

tang jenis obat yang dimi-

numnya (nama, warna, be-

sarnya ); waktu minum obat

(jika 3 kali: pkl. 07.00,

13.00, 19.00); cara minum

obat

3.7.1.2. Diskusikan dengan klien ten-

tang manfaat minum obat

secara teratur:

Beda perasaan sebelum

dan sesudah minum obat

Jelaskan bahwa dosis

hanya boleh diubah oleh

dokter

Jelaskan mengenai akibat

minum obat yang tidak

33

teratur, misalnya: penya-

kitnya kambuh

3.7.2. Klien mendemonstrasikan

kepatuhan minum obat sesuai

jadwal yang ditetapkan

3.7.2.1. Diskusikan proses minum

obat:

Klien meminta obat

kepada perawat (jika di

rumah sakit), kepada

keluarga (jika di rumah)

Klien memeriksa obat

sesuai dosisnya

Klien meminum obat pada

waktu yang tepat

3.7.2.2. Susun jadwal minum obat

bersama klien

3.7.3. Klien mengevaluasi

kemampu-annya dalam

34

mematuhi minum obat

3.7.3.1. Klien mengevaluasi pelaksa-

naan minum obat dengan

mengisi jadwal kegiatan

harian (self-evaluation)

3.7.3.2. Validasi pelaksanaan minum

obat klien

3.7.3.3. Beri pujian atas keberhasilan

klien

3.7.3.4. Tanyakan kepada klien:

"Bagaimana perasaan Budi

dengan minum obat secara

teratur? Apakah keinginan

marahnya berkurang?"

35

4. Klien mendapat

du-kungan dari

keluarga dalam

mengontrol

halusinasinya

4.1. Keluarga dapat

menyebut-kan

pengertian, tanda,

dan tindakan untuk

mengendali-kan

halusinasi

4.1.1. Diskusikan dengan keluarga

(pada saat keluarga berkun-

jung/pada saat kungjungan

rumah)

Gejala halusinasi yang

dialami klien

Cara yang dapat dilakukan

klien dan keluarga untuk

memutuskan halusinasi

(sama seperti yang diajar-

kan kepada klien)

Cara merawat anggota

keluarga yang halusinasi di

rumah beri kegiatan jangan

biarkan sendiri, makan ber-

sama, bepergian bersama,

jika klien sedang sendirian

di rumah, lakukan kontak

36

dengan sering via telapon

Beri informasi tentang

waktu tidak lanjut (follow

up) atau kapan perlu men-

dapat bantuan: halusinasi

tidak terkontrol, dan risiko

mencederai orang lain

4.2. Keluarga dapat

menyebut-kan jenis,

dosis, dan waktu

pemberian, manfaat

serta efek samping

obat

4.2.1. Diskusikan dengan keluarga

tentang jenis, dosis, dan waktu

pemberian, manfaat serta efek

samping obat

4.2.2. Anjurkan keluarga untuk ber-

diskusi dengan dokter tentang

manfaat dan efek samping

obat

4.2.3. Diskusikan akibat dari

berhenti minum obat tanpa

37

berkonsultasi terlebih dahulu

38

J. STRATEGI PELAKSANAAN

Risiko

Perilak

u

Kekera

san

Pasien

SP Ip

1. Mengidentifikasi

penyebab PK

2. Mengidentifikasi tanda

dan gejala PK

3. Mengidentifikasi PK

yang dilakukan

4. Mengidentifikasi akibat

PK

5. Mengajarkan cara

mengontrol PK

6. Melatih pasien cara

kontrol PK fisik I (nafas

dalam).

7. Membimbing pasien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian.

SP IIp

1. Memvalidasi masalah

dan latihan sebelumnya.

2. Melatih pasien cara

kontrol PK fisik II

(memukul bantal / kasur

/ konversi energi).

3. Membimbing pasien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian.

Keluarga

SP I k

1. Mendiskusikan masalah

yang dirasakan keluarga

dalam merawat pasien.

2. Menjelaskan pengertian PK,

tanda dan gejala, serta

proses terjadinya PK.

3. Menjelaskan cara merawat

pasien dengan PK.

SP II k

1. Melatih keluarga

mempraktekkan cara

merawat pasien dengan PK.

2. Melatih keluarga melakukan

cara merawat langsung

kepada pasien PK.

SP III k

1. Membantu keluarga

membuat jadual aktivitas di

rumah termasuk minum

obat (discharge planning).

2. Menjelaskan follow up

pasien setelah pulang.

39

SP IIIp

1. Memvalidasi masalah

dan latihan sebelumnya.

2. Melatih pasien cara

kontrol PK secara verbal

(meminta, menolak dan

mengungkapkan marah

secara baik).

3. Membimbing pasien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian.

SP IVp

1. Memvalidasi masalah

dan latihan sebelumnya.

2. Melatih pasien cara

kontrol PK secara

spiritual (berdoa,

berwudhu, sholat).

3. Membimbing pasien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian.

SP Vp

1. Memvalidasi masalah

dan latihan sebelumnya.

2. Menjelaskan cara

kontrol PK dengan

minum obat (prinsip 5

40

benar minum obat).

3. Membimbing pasien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian.

Isolasi

Sosial

Pasien

SP I p

1. Mengidentifikasi

penyebab isolasi sosial

pasien

2. Mengidentifikasi

keuntungan berinteraksi

dengan orang lain.

3. Mengidentifikasi

kerugian tidak

berinteraksi dengan

orang lain.

4. Melatih pasien

berkenalan dengan satu

orang.

5. Membimbing pasien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian.

SP II p

1. Memvalidasi masalah

dan latihan sebelumnya.

2. Melatih pasien

berkenalan dengan dua

Keluarga

SP I k

1. Mendiskusikan masalah

yang dirasakan

keluarga dalam

merawat pasien

2. Menjelaskan

pengertian, tanda dan

gejala isolasi sosial

yang dialami pasien

beserta proses

terjadinya

3. Menjelaskan cara-cara

merawat pasien isolasi

sosial

SP II k

1. Melatih keluarga

mempraktekkan cara

merawat pasien dengan

isolasi sosial

2. Melatih keluarga

melakukan cara

merawat langsung

41

orang atau lebih.

3. Membimbing pasien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian.

SP III p

1. Memvalidasi masalah

dan latihan sebelumnya.

2. Melatih pasien

berinteraksi dalam

kelompok.

3. Membimbing pasien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian.

kepada pasien isolasi

sosial

SP III

1. Membantu keluarga

membuat jadual

aktivitas di rumah

termasuk minum obat

(discharge planning)

2. Menjelaskan follow up

pasien setelah pulang

Harga

Diri

Renda

h

Pasien

SP I p

1. Mengidenfikasi

kemampuan dan aspek

positif yang dimiliki

pasien

2. Membantu pasien

menilai kemampuan

pasien yang masih dapat

digunakan

3. Membantu pasien

memilih kegiatan yang

akan dilatih sesuai

dengan kemampuan

Keluarga

SP I k

1. Mendiskusikan masalah

yang dirasakan

keluarga dalam

merawat pasien

2. Menjelaskan

pengertian, tanda dan

gejala harga diri rendah

yang dialami pasien

beserta proses

terjadinya

3. Menjelaskan cara-cara

merawat pasien harga

42

pasien

4. Melatih pasien kegiatan

yang dipilih sesuai

kemampuan

5. Membimbing pasien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian.

SP II p

1. Memvalidasi masalah

dan latihan sebelumnya.

2. Melatih kegiatan kedua

(atau selanjutnya) yang

dipilih sesuai

kemampuan

3. Membimbing pasien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian.

diri rendah

SP II k

1. Melatih keluarga

mempraktekkan cara

merawat pasien dengan

harga diri rendah

2. Melatih keluarga

melakukan cara

merawat langsung

kepada pasien harga

diri rendah

SP III k

1. Membantu keluarga

membuat jadual

aktivitas di rumah

termasuk minum obat

(discharge planning)

2. Menjelaskan follow up

pasien setelah pulang

Halusi

nasi

Pasien

SP I p

1. Mengidentifikasi jenis

halusinasi pasien

2. Mengidentifikasi isi

halusinasi pasien

3. Mengidentifikasi waktu

Keluarga

SP I k

1. Mendiskusikan masalah

yang dirasakan keluarga

dalam merawat pasien

2. Menjelaskan pengertian,

tanda dan gejala

43

halusinasi pasien

4. Mengidentifikasi

frekuensi halusinasi

pasien

5. Mengidentifikasi situasi

yang menimbulkan

halusinasi

6. Mengidentifikasi

respons pasien terhadap

halusinasi

7. Melatih pasien cara

kontrol halusinasi

dengan menghardik

8. Membimbing pasien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian.

SP II p

1. Memvalidasi masalah

dan latihan sebelumnya.

2. Melatih pasien cara

kontrol halusinasi

dengan berbincang

dengan orang lain

3. Membimbing pasien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian.

SP III p

1. Memvalidasi masalah

dan latihan sebelumnya.

halusinasi, dan jenis

halusinasi yang dialami

pasien beserta proses

terjadinya

3. Menjelaskan cara-cara

merawat pasien

halusinasi

SP II k

1. Melatih keluarga

mempraktekkan cara

merawat pasien dengan

halusinasi

2. Melatih keluarga

melakukan cara merawat

langsung kepada pasien

halusinasi

SP III k

1. Membantu keluarga

membuat jadual aktivitas

di rumah termasuk

minum obat (discharge

planning)

2. Menjelaskan follow up

pasien setelah pulang

44

2. Melatih pasien cara

kontrol halusinasi

dengan kegiatan (yang

biasa dilakukan pasien).

3. Membimbing pasien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian.

SP IV p

1. Memvalidasi masalah

dan latihan sebelumnya.

2. Menjelaskan cara kontrol

halusinasi dengan teratur

minum obat (prinsip 5

benar minum obat).

4. Membimbing pasien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian.

Resiko

Bunuh

Diri

SP I p

1. Mengidentifikasi benda-

benda yang dapat

membahayakan pasien

2. Mengamankan benda-

benda yang dapat

membahayakan pasien

3. Melatih cara

mengendalikan dorongan

bunuh diri

4. Membimbing

SP I k

1. Mendiskusikan masalah

yang dirasakan

keluarga dalam

merawat pasien

2. Menjelaskan

pengertian, tanda dan

gejala risiko bunuh diri,

dan jenis perilaku

bunuh diri yang dialami

pasien beserta proses

45

memasukkan dalam

jadwal kegiatan

SP II p

1. Validasi masalah dan

latihan sebelumnya

2. Mengidentifikasi aspek

positif pasien

3. Melatih aspek positif

4. Membimbing

memasukkan ke dalam

jadwal kegiatan

SP III p

1. Validasi masalah dan

latihan sebelumnya

2. Mengidentifikasi pola

koping yang biasa

diterapkan pasien

3. Mengidentifikasi pola

koping yang konstruktif

4. Melatih pasien teknik

koping konstruktif

5. Membimbing pasien

memasukkan dalam

jadwal kegiatan

terjadinya

3. Menjelaskan cara-cara

merawat pasien risiko

bunuh diri

SP II k

1. Melatih keluarga

mempraktekkan cara

merawat pasien dengan

risiko bunuh diri

2. Melatih keluarga

melakukan cara

merawat langsung

kepada pasien risko

bunuh diri

SP III k

1. Membantu keluarga

membuat jadual

aktivitas di rumah

termasuk minum obat

2. Mendiskusikan sumber

rujukan yang bisa

dijangkau oleh keluarga

Koping

Individ

u

Inefekt

SP I p

1. Identifikasi koping yang

selama ini digunakan.

2. Membantu menilai

SP I k

1. Mendiskusikan masalah

yang dirasakan

keluarga dalam

46

if koping yang biasa

digunakan.

3. Mengidentifikasi cita-

cita atau tujuan yang

realistis.

4. Melatih koping:

berbincang / assertif

technics (meminta,

menolak, dan

mengungkapkan /

membicarakan masalah

secara baik).

5. Membimbing

memasukkan dalam

jadwal kegiatan.

SP II p

1. Validasi masalah dan

latihan sebelumnya.

2. Melatih koping:

beraktivitas.

3. Membimbing

memasukkan dalam

jadwal kegiatan.

SP III p

1. Validasi masalah dan

latihan sebelumnya.

2. Melatih koping: olah

raga.

3. Membimbing

merawat pasien

2. Menjelaskan

pengertian, tanda dan

gejala koping individu

inefektif yang dialami

pasien beserta proses

terjadinya

3. Menjelaskan cara-cara

merawat pasien koping

individu inefektif

SP II k

1. Melatih keluarga

mempraktekkan cara

merawat pasien koping

individu inefektif

2. Melatih keluarga

melakukan cara

merawat langsung

pasien koping individu

inefektif

SP III k

1. Membantu keluarga

membuat jadual

aktivitas di rumah

termasuk minum obat

2. Mendiskusikan sumber

rujukan yang bisa

dijangkau oleh keluarga

47

memasukkan dalam

jadwal kegiatan.

SP IV p

1. Validasi masalah dan

latihan sebelumnya.

2. Melatih koping:

relaksasi.

3. Membimbing

memasukkan dalam

jadwal kegiatan.