BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Pendidik Menurut Pandangan ...digilib.uinsby.ac.id/6314/5/Bab 2.pdfA....

23
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Pendidik Menurut Pandangan Islam dan Barat Konsep pendidik dalam pandangan Islam dan barat sesungguhnya tidak ada perbedaan. Siapa saja yang berupaya mengembangkan serta mengasah potensi murid, itu dinamakan sebagai pendidik. Pendidik ialah seseorang yang memfasilitasi murid untuk menemukan jati dirinya sehingga pada akhirnya ia menjadi manusia yang bermanfaat. Beberapa tokoh pendidikan mengatakan ada sebuah diskursus tentang konsep pendidik antara Islam dan Barat. Hal itu disebabkan cara pandang tokoh islam dan barat yang berbeda. Filsafat Islam yang digunakan tokoh Islam sebagai sumber dasar keilmuan. Semua ilmu dibangun atas dasar ketuhanan (ilahiyah). Yaitu bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Tokoh barat membangun keilmuan atas dasar rasionalitas dan logika. Kebenaran ialah apa yang mereka alami dan sesuai rasio mereka. Dari sudut pandang inilah maka akan mempengaruhi juga perbedaan dalam memahami konsep pendidik. Sedangkan Paradigma pendidikan Barat ialah ilmu tidak lahir dari pandangan hidup agama tertentu dan bebas dari nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan. Artinya kebenaran ilmu pengetahuan diukur dengan rasionalitas dan logika. Karakteristik Pendidikan Barat Menurut Naquib al-Attas, ilmu dalam peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis

Transcript of BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Pendidik Menurut Pandangan ...digilib.uinsby.ac.id/6314/5/Bab 2.pdfA....

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep Pendidik Menurut Pandangan Islam dan Barat

Konsep pendidik dalam pandangan Islam dan barat sesungguhnya tidak

ada perbedaan. Siapa saja yang berupaya mengembangkan serta mengasah

potensi murid, itu dinamakan sebagai pendidik. Pendidik ialah seseorang yang

memfasilitasi murid untuk menemukan jati dirinya sehingga pada akhirnya ia

menjadi manusia yang bermanfaat. Beberapa tokoh pendidikan mengatakan

ada sebuah diskursus tentang konsep pendidik antara Islam dan Barat. Hal itu

disebabkan cara pandang tokoh islam dan barat yang berbeda.

Filsafat Islam yang digunakan tokoh Islam sebagai sumber dasar

keilmuan. Semua ilmu dibangun atas dasar ketuhanan (ilahiyah). Yaitu

bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Tokoh barat membangun keilmuan atas

dasar rasionalitas dan logika. Kebenaran ialah apa yang mereka alami dan

sesuai rasio mereka. Dari sudut pandang inilah maka akan mempengaruhi juga

perbedaan dalam memahami konsep pendidik.

Sedangkan Paradigma pendidikan Barat ialah ilmu tidak lahir dari

pandangan hidup agama tertentu dan bebas dari nilai-nilai keagamaan dan

ketuhanan. Artinya kebenaran ilmu pengetahuan diukur dengan rasionalitas

dan logika. Karakteristik Pendidikan Barat Menurut Naquib al-Attas, ilmu

dalam peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama

namun dibangun atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

yang terkait dengan kehidupan sekuler yang memusatkan manusia sebagai

makhluk rasional.

Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral, yang

diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah. Sehingga dari cara pandang

yang seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu sekuler. sehingga

melahirkan berbagai macam faham dan pemikiran seperti empirisme,

humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, relatifisme, atheisme, dan lainnya,

yang ikut mempengaruhi berbagai disiplin keilmuan, seperti dalam filsafat,

sains, sosiologi, psikologi, politik, dan ekonomi. Lalu bagaimana kalau dilihat

dari konsep pendidik menurut pandangan Barat. Dengan latar belakang filsafat

pendidikan yang berbeda tentu akan mempengaruhi konsep pendidik itu

sendiri.

Di Barat juga dikembangkan filsafat pendidikan pragmatisme.

Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa

yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya

yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima sesuatu, asal saja

hanya membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi kebenaran

mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan

membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian patokan

pragmatisme adalah “ manfaat bagi hidup praktis “.

Dalam pandangan barat menghendaki dalam sebuah proses pembelajaran

dilakukan secara humanizing. Artinya pembelajaran harus dilaksanakan secara

menyenangkan dan bermakna. guru hendaknya dapat mengeksplor

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

kemampuan berpikir siswa. Salah satu caranya ialah guru harus memahami

karakteristik setiap murid. Siapa sesungguhnya guru itu? Hal ini mungkin suatu

pertanyaan yang membutuhkan penelaahan lebih dalam, karena tidaklah

sederhana untuk merumuskannya. Apakah ada keterkaitan konsep guru dalam

pandangan Islam dan Barat. Menurut Tafsir, ada kesamaan antara teori Barat

dengan Islam yang memandang bahwa guru adalah pendidik, yaitu siapa saja

yang mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi

psikomotorik, kognitif, maupun potensi afektif.1

Konsep pendidik menurut pandangan Ahmad Tafsir diatas memberikan

pemahaman secara luas. Siapa saja yang mengusahakan untuk

mengembangkan potensi peserta didik maka dinamakan guru. Kalau merujuk

pandangan di atas maka ada kesesuaian antara Barat dan Islam dalam

memahami konsep pendidik. Arti guru sebagai seorang pendidik juga tersirat

pada kata-kata ustadz, mudarris, mu’allim, dan mu’addib yang menunjukkan

kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberi pengetahuan,

keterampilan, pendidikan pengalaman dan sebagainya kepada orang lain.2

Terlepas dari beberapa istilah yang mewakili arti guru diatas, dalam

pandangan Islam sendiri guru tetap memegang peranan penting dalam

pendidikan. Kunci keberhasilan sebuah pendidikan salah satunya adalah dari

guru. Akhir-akhir ini banyak bermunculan pandangan yang mengatakan bahwa

guru hanyalah salah satu dari sumber belajar. Dalam Islam tidak demikian

melainkan guru merupakan ruh dari proses belajar. Tanpa kehadiran seorang

1 Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. (Bandung: Rosdakarya, 2004), 74. 2 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Logos, 1997), 61-62

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

guru maka kegiatan pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik. Selain itu

yang jauh lebih penting adalah peran guru sebagai penanaman nilai. Seperti

yang diungkapkan Chomaidi sebagaimana berikut;

“peranan guru bukan sekedar komunikator nilai, melainkan sekaligus

sebagai pelaku dan sumber nilai yang menuntut tanggung jawab dan

kemampuan dalam upaya meningkatkan kualitas pembangunan manusia

seutuhnya, baik yang bersifat lahiriyah maupun yang bersifat batiniah (fisik

dan non fisik). Artinya yang dibangun adalah karakter, watak, pribadi manusia

yang memiliki kualitas iman, kualitas kerja, kualitas hidup, kualitas pikiran,

perasaan, dan kemauan.3

Berdasarkan pandangan Chomaidi diatas maka penulis dapat

menyimpulkan bahwa kehadiran guru betul-betul dibutuhkan dalam proses

pembelajaran. Peran guru tidak bisa digantikan dengan sumber belajar yang

lain. Kehadiran guru jauh lebih penting dari sumber belajar apapun. Dalam hal

ini guru sebagai penanggung jawab atas keberhasilan proses belajar. Guru

sebagai contoh sekaligus suri tauladan dalam penanaman nilai dan akhlak pada

murid. Guru yang sabar dan bijaksana tentu dapat memfasilitasi murid untuk

mencapai keberhasilan dalam belajar.

Dr. Yusuf Qardhawi memberikan pengertian pendidikan islam sebagai

pendidikan manusia seutuhnya (whole human education); akal dan hatinya;

rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Hasan Langgulung

merumuskan pendidikan Islam sebagai proses penyiapan generasi muda untuk

mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang

diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik

hasilnya di akhirat.

3Chomaidi. “Peranan Pendidikan dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia”.

Disampaikan di depan Rapat Senat Terbuka UNY, 15 Oktober 2005.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

Dalam kitab Mizanul Amal juga telah dijelaskan bahwa yang terpenting

dari proses pembelajaran adalah penanaman akhlak atau etika kepada murid.

Jadi tidak semata-mata pembinaan intelektual saja, akan tetapi dibarengi

dengan pembinaan akhlak. Imam al-Ghazali menerangkan "Dan tujuan akhir

dari akhlak yaitu memutuskan diri kita dari cinta kepada dunia, dan

menancapkan dalam diri kita cinta kepada Allah SWT. Maka tidak ada lagi

sesuatu yang dicintai selain berjumpa dengan dzat ilahi rabbi, dan tidak

menggunakan semua hartanya kecuali karenanya. Rasa bencinya, syahwatnya

yang sudah menetap dalam dirinya tidak semena-mena digunakan kecuali

karena untuk menuju kepada-Nya. Itulah apabila akhlak ditimbang melalui

timbangan syara' dan akal".

Maka kesenangan dan kebahagian jiwa dan kenikmatan ruh adalah tujuan

tertinggi dari akhlak menurut Imam Ghazali. Yaitu cinta kepada Allah dan

tidak mencintai dunia, dan tidak ada sesuatu yang dicintai kecuali bertemu

dengan-Nya. Dan bertemu dengan dzat ilahirabbi adalah kebahagian jiwa. Ini

semua berdasarkan penilaian syara' dan akal. Oleh karena itu dapat dikatakan

bahwa Imam Ghazali merupakan seorang filosof dalam penuturannya

mengenai etika secara ijmal (umum). Karena beliau mencoba menempatkan

kebahagian jiwa manusia seperti tujuan akhir dan kesempurnaan dari akhlak.4

Jika guru adalah sumber nilai, tentu ia adalah orang yang harus selalu

ditaati dan diikuti.5 Sehingga guru dituntut bagaimana untuk selalu berusaha

membekali dirinya agar dapat menjadi tauladan. Untuk menjadi orang yang

4 Al-Ghazali, Mizanul Amal 2. (Kairo; 1432), 56 5 Mochtar Buchori, Sepektrum Problematika Pendidikan di Indonesia. (Yogyakarta: Tiara

Wacana, 1994), 105.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

pantas ditaati dan diikuti. Secara garis besar dalam agama Islam kita dituntut

untuk memilih guru yang lebih tua usianya, dia yang lebih pandai, dan yang

lebih dapat menjaga diri dari perbuatan dosa.

Kalau dalam Pandangan Barat Pendidikan dibangun atas dasar

Humanisme dan rekonstruksionisme. Oleh karena itu pendidik dalam

pandangan Barat harus dapat memfasilitasi siswa dalam menggapai dua prinsip

pembelajaran tersebut. Ada beberapa paradigma pendidikan yang humanis,

diantaranya adalah :

1. Pendidikan yang mempertegas dan memperjelas arah pendidikan yang

membebaskan dan memerdekakan, yaitu sebuah upaya pemberdayaan

masyarakat tertindas menuju sebuah paradigma kritis dan transformatif

dalam mewujudkan sebuah kebebasan sebagai hak asasi setiap manusia.

2. Pendidikan yang selalu menjadi pendamping dan pengawal segala dinamika

kehidupan. Dari definisi ini kemudian Freire menfokuskan kajiannya pada

sebuah keadaan dalam kebudayaan, pengetahuan dan kondisi suatu

kelompok masyarakat.

3. Pendidikan emansipatoris yaitu pendidikan yang tidak saja menjalankan

peranannya sebagai proses pengalihan pengetahuan. Atau hanya sekedar

proses pengumpulan data dan informasi yang disebut juga penyimpanan

(banking), melainkan harus menjadikan peserta didik sebagai makhluk yang

“menjadi” subjek dan hidup secara aktif merasakan persoalan dan ikut

terlibat dalam lika-liku kehidupan. Itu berarti mengetahui juga harus

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

melakukan analisis dan kritis terhadap konstruksi masyarakat yang sedang

terbentuk maupun dibentuk oleh lingkungan.6

Dari prinsip pendidikan humanizing diatas bahwa pendidik harus

membebaskan murid dari penindasan. Hendaknya proses pendidikan berjalan

dengan terbuka, demokratis dan menyenangkan. Selain itu pendidik humanis

harus dapat mengembangkan potensi murid, menggali kemampuan murid.

Pendidik humanis berprinsip setiap murid mempunyai potensi, sehingga

potensi tersebut harus dioptimalkan. Bukan lantas peserta didik dijejali

informasi yang seakan-akan menganggap peserta didik benda mati.

B. Kedudukan Guru Menurut Pandangan Islam dan Barat

Dalam pandangan Islam guru adalah sebagai sumber nilai tentu ia adalah

orang yang harus selalu ditaati dan diikuti.7 Sehingga guru dituntut bagaimana

untuk selalu berusaha membekali dirinya agar dapat menjadi tauladan. Untuk

menjadi orang yang pantas ditaati dan diikuti. Secara garis besar dalam agama

Islam kita dituntut untuk memilih guru yang lebih tua usianya, dia yang lebih

pandai, dan yang lebih dapat menjaga diri dari perbuatan dosa. Ketika kita

memilih guru dengan beberapa persyaratan diatas, maka keberhasilan proses

belajar akan tercapai.

Dalam Islam penting kiranya sebagai guru memegang teguh ayat al-

Qur’an yaitu surat As-saff ayat 2-3 yang artinya : “Hai orang-orang yang

beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu buat. Amat besar

6 Moh. Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia: Belajar dari Paulo Freire dan Kihajar

Dewantara, hlm.145 7 Mochtar Buchori, Sepektrum Problematika Pendidikan di Indonesia. (Yogyakarta: Tiara

Wacana, 1994), 105.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

33

kebencian di sisi Allah ketika kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu

kerjakan”. (Q.S As-Saff : 2-3)

Ayat diatas menjelaskan bahwa sebagai seorang pendidik hendaknya bisa

menjadi tauladan bagi murid. Guru dipandang sebagai figur yang dapat

dicontoh baik dari perkataan maupun tingkah lakunya. Sebagai seorang guru ia

harus lebih dulu mempraktikkan apa yang akan dia perintahkan kepada

muridnya. Dalam Islam tidak dibenarkan seorang guru hanya menyuruh murid

untuk melakukan suatu kebaikan atau meninggalkan hal-hal yang buruk, akan

tetapi guru sendiri tidak melakukannya. Dalam hal ini, guru sebagaimana orang

tua, dia adalah ibarat cermin bagi anak. Oleh karena itu, apabila orang tua atau

guru berbuat baik, anak pun akan menjadi baik, dan sebaliknya bila orang tua

atau guru berbuat jelek, anak pun cenderung bertindak dan berperilaku jelek.8

Penulis menyimpulkan bahwa kedudukan guru dalam Islam ialah guru

adalah sosok tauladan dan sumber nilai bagi murid. Guru adalah sebagai

contoh yang baik bagi murid baik dalam ucapan dan perbuatan. Pendidik

dituntut dapat membina akhlaq murid guna mencapai akhlak yang baik. Pada

dasarnya tujuan dari pendidikan Islam adalah untuk mengantarkan peserta

didik agar memiliki akhlaqul karimah. Dalam pembelajaran pembinaan

intelektual dalam Islam sangat ditekankan akan tetapi jauh lebih penting ialah

pembinaan akhlaq murid. Selain pendidik sebagai sumber nilai bagi murid

dalam Islam pendidik dianjurkan orang yang luas ilmunya dan yang paling tua.

8 Imam Musbikin, Mendidik Anak Ala Shinchan. (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2013), 57

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

34

Tujuannya ialah agar pendidik benar-benar dapat memfasilitasi sekaligus

membimbing murid dalam kegiatan pembelajaran.

Sedangkan dalam pandangan Barat, kalau kita telaah dari prinsip

pendidikan yang berbasis humanisme, maka guru dalam hal ini adalah sebagai

rekan peserta didik dalam proses pembelajaran, guru sebagai fasilitator dalam

pembelajaran. Pendidikan berlangsung atas dasar keterbukaan, demokratis dan

menyenangkan. Selain itu pendidik harus dapat mengembangkan potensi

murid, menggali kemampuan murid. Pendidik berprinsip setiap murid

mempunyai potensi, sehingga potensi tersebut harus dioptimalkan. Bukan

lantas peserta didik dijejali informasi yang seakan-akan menganggap peserta

didik benda mati.

Prinsip pendidikan humanis ialah dimana di dalam prosesnya selalu

mengedepankan peserta didik sebagai subjek pembelajaran. Pendidik yang baik

dalam pandangan humanis adalah dia yang dapat mempertegas dan

memperjelas arah pendidikan yang membebaskan dan memerdekakan, yaitu

sebuah upaya pemberdayaan masyarakat tertindas menuju sebuah paradigma

kritis dan trasformatif dalam mewujudkan sebuah kebebasan sebagai hak asasi

setiap manusia. Selain itu pendidik humanis harus selalu menjadi pendamping

dan pengawal segala dinamika kehidupan.

Dalam pandangan humanis pendidik tidak sekedar menjalankan

peranannya sebagai proses pengalihan pengetahuan. atau hanya sekedar proses

pengumpulan data dan informasi yang disebut juga sebagai penyimpanan

(banking), melainkan dia harus menjadikan peserta didik sebagai makhluk

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

35

yang “menjadi” subjek dan hidup secara aktif merasakan persoalan dan ikut

terlibat dalam lika-liku kehidupan. Itu berarti mengetahui juga harus

melakukan, menganalisis dan kritis terhadap konstruksi masyarakat yang

sedang terbentuk maupun dibentuk oleh lingkungan.9

Dalam pandangan Barat jika ingin mewujudkan kebebasan dalam

pendidikan maka sudah seharusnya menjadi syarat muthlak bahwa pengajar itu

harus seorang pemimpin atau guru yang revolusioner yang mampu menerapkan

pendidikan ko-intensional, yaitu guru dan murid (pemimpin dan rakyat)

bersama-sama mengamati realitas, sebab keduanya adalah subjek tidak saja

dalam tugas menyingkap realitas itu untuk dapat mengetahui secara kritis tetapi

juga dalam tugas menciptakan kembali pengetahuan itu. Ketika mereka

memperoleh pengetahuan tentang realitas ini melalui pemikiran dan kegiatan

bersama dalam kegiatan pembelajaran. Keterlibatan secara bersama ini

merupakan pra syarat menuju keberhasilan pendidikan transformatif,

Dalam pandangan humanis, guru dan murid harus belajar bersama dan

sejalan dalam sebuah proses yang dialogis serta tidak memaksakan satu pihak

untuk menerima deposito pengetahuan. Keduanya (guru dan murid) saling

belajar untuk saling memanusiakan antara satu sama lain. Pendapat ini

didasarkan atas asumsi bahwa ketika seseorang menjadi subjek yang aktif

dalam eksistensinya, kehidupan sehari-harinya berorientasi pada realitas, maka

atas dasar ini seseorang akan membentuk semacam intuisi praktis dalam

kehidupan mereka.

9 Moh. Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia: Belajar dari Paulo Freire dan Kihajar

Dewantara, (Jogjakarta: Ar-ruz Media, 2009), 145.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

36

C. Kompetensi Guru Menurut Pandangan Islam dan Barat

Sebelum kita membicarakan terkait kualifikasi yang harus dimiliki

sebagai seorang pendidik baik dari pandangan Islam dan barat, kita telaah

terlebih dulu tentang tujuan pendidikan baik dalam Islam atau barat. Tujuan

pendidikan Islam yaitu berusaha menjadikan individu mukmin agar tunduk,

bertaqwa, dan beribadah dengan baik kepada Allah, sehingga memperoleh

kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tujuan pendidikan Islam menurut Al Attas

adalah menolong pelajar untuk menjadi manusia utuh yaitu manusia yang

memiliki kesadaran jati diri dan nasib spiritualnya, melalui ilmu pengetahuan

yang benar dan tingkah laku yang baik, maka seseorang akan terbebas dari

kebodohan.10

Lebih jauh menurut Iqbal dalam bukunya Tajdid fikr Ad Din fi al Islam

mengatakan hal senada, bahwa tujuan pendidikan adalah mencetak manusia.

Bagi Islam, manusia adalah makhluk yang terdiri dari jasad dan ruh. Artinya,

makhluk jasadiyah dan ruhaniyah sekaligus. Keduanya harus dikelola dari

manusia secara seimbang agar kelak lahir manusia yang utuh ruhiyyah dan

jasadiyyah. Manusia yang utuh akan bisa menyeimbangkan permasalahan

antara urusan duniawi dan urusan ukhrawi. Ketika ini sudah berjalan beriringan

manusia tersebut akan menjadi baik.

Singkat kata bahwa dalam pandangan Islam, pendidikan yang ideal

adalah yang memerhatikan dimensi realitas, kapasitas, potensi fisik, intelektual

dan spiritual dari peserta didik yang seimbang. Untuk itu diperlukan sebuah

10 Jurnal Al Banjari, Wacana Dikotomi Ilmu Dalam Pendidikan Islam Dan Pengaruhnya, Vol. 5,

No 9, Januari-Juni 2006, 35

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

37

perangkat pendidikan yang memenuhi unsur-unsur tersebut. Mulai dari guru,

lingkungan sekolah dan kesiapan mental peserta didik sehingga terwujud

tujuan pendidikan yang diinginkan.

Sedangkan Ilmu yang dikembangkan dalam pandangan Barat, dibentuk

dari acuan pemikiran falsafah mereka yang dituangkan dalam pemikiran berciri

materialisme, idealisme, sekularisme, dan rasionalisme. Pemikiran ini

mempengaruhi konsep, penafsiran, dan makna ilmu itu sendiri. Rene Descartes

misalnya, tokoh filsafat Barat asal Perancis ini menjadikan rasio lainnya seperti

John Locke, Immanuel Kant, Martin Heidegger, Emillio Betti, Hans-Georg

Gadammer, dan lainnya juga menekankan rasio dan panca indera sebagai

sumber ilmu mereka, sehingga melahirkan berbagai macam faham dan

pemikiran seperti empirisme, humanisme, kapitalisme, eksistensialisme,

relatifisme, atheisme, dan lainnya, yang ikut mempengaruhi berbagai disiplin

keilmuan, seperti dalam filsafat, sains, sosiologi, psikologi, politik, ekonomi,

dan lainnya.

Berbicara tentang kualifikasi guru, maka Islam memberikan suatu

pedoman untuk memilih guru yang baik. Yaitu guru harus memiliki akhlak

yang baik. Karena guru merupakan tauladan bagi murid-muridnya. Bagaimana

jadinya kalau guru berakhlak yang kurang terpuji, tentu hal tersebut akan

berdampak pada murid. Guru harus selalu memberikan perhatian kepada murid

terutama terkait penanaman moral dan perilaku yang baik. Zakiah mengatakan

bahwa kepribadian adalah penting bagi guru. Menurutnya bagi anak didik yang

masih kecil, guru adalah teladan yang sangat penting dalam pertumbuhannya,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

38

dan guru adalah orang yang pertama sesudah orang tua yang mempengaruhi

pembinaan kepribadian anak didik.

Oleh karena itu, wajar apabila tingkah laku atau akhlak guru kurang baik,

maka akhlak anak didik pun akan menjadi rusak, karena diketahui bahwa anak

mudah terpengaruh orang yang dikaguminya.11 Dalam Islam dikatakan bahwa

guru adalah orang tua kedua setelah orang tua kandung. Maka dengan amanah

ini maka guru harus sepenuh hati untuk menanamkan moral yang baik kepada

murid. Guru hendaknya menerima dengan sepenuh hati muridnya seperti anak

kandungnya sendiri.

Adapun kualifikasi seorang pendidik menurut pandangan barat ialah

pendidikan di Barat dibangun atas dasar humanisme. Oleh karena itu pendidik

harus dapat menerapkan asas humanis dalam pelaksanaan pembelajaran. Kalau

kita kaitkan dengan metode pembelajaran maka semua metode yang dapat

menjadikan siswa aktif (active learning) maka itu dapat dikatakan

pembelajaran humanis.

Adapun kriteria pendidik humanis antara lain adalah :

1. Pendidik harus dapat merangsang kemampuan berfikir dan bernalar peserta

didik. Metode pembelajaran yang digunakan harus memberikan peluang

bagi kegiatan berfikir siswa

2. Pendidik harus dapat memilih metode yang tepat, yang disesuaikan dengan

kemajuan peserta didik dalam hal ketrampilan, kebiasaan, pengetahuan,

gagasan, dan sikap peserta didik

11 Zakiah Darajat, kepribadian Guru, (Jakarta : Bulan Bintang, 1982), 18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

39

3. Metode pembelajaran yang digunakan harus menyediakan bagi peserta

didik pengalaman-pengalaman belajar melalui kegiatan belajar yang

banyak dan bervariasi. Kegiatan-kegiatan yang banyak dan bervariasi

tersebut diberikan untuk memastikan pemahaman.

4. Pendidik harus dapat melaksanakan pembelajaran yang memberikan

peluang bagi peserta didik untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Dan

memberi peluang pada guru untuk menemukan kekurangan-kekurangan

agar dapat dilakukan perbaikan dan pengayaan(remedial dan

anrichmeint).12

Pada intinya pendidik humanis harus benar-benar mengeksplor serta

dapat mengembangkan potensi murid. Guru bukan sebagai penabung informasi

kepada murid karena murid bukan benda mati. Murid mempunyai segudang

potensi yang harus dikembangkan. Murid bukan bank yang mana harus dijejali

terus pengetahuan dan informasi. Tugas pokok guru dalam pandangan ini ialah

guru harus dapat menggali serta mengembangkan seluruh bakat dan potensi

siswa sehingga pada akhirnya menjadi manusia yang berguna bagi

masyarakatnya.

D. Proses Instruksional Pembelajaran Dalam Pandangan Islam dan Barat

Dalam pandangan Islam dan Barat masing-masing memiliki suatu

pedoman atau paradigma dalam pelaksanaan pembelajaran. Masing-masing

keduanya mempunyai cara sendiri untuk menggapai suatu tujuan pembelajaran.

Membahas tentang proses pembelajaran berarti berkaitan dengan metode

12 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), 11

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

40

pembelajaran yang digunakan dalam pandangan Islam dan Barat. Dalam Islam

yaitu khususnya pada awal perkembangan Islam, proses pembelajaran masih

bersifat strukturalis, yaitu guru sebagai sumber ilmu, guru sebagai sumber

pengetahuan, sehingga pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered),

sedangkan dalam pandangan barat pembelajaran dilaksanakan dengan azaz

humanisme, guru sebagai fasilitator, guru sebagai rekan siswa dalam proses

pembelajaran. Oleh karenanya pembelajaran bersifat siswa aktif (Student

Centered). Dalam hal ini peran guru hanya membantu siswa dalam mencapai

suatu tujuan pembelajaran. Pada tulisan ini akan penulis paparkan proses

instruksional pembelajaran dari pandangan keduanya yaitu Islam dan Barat.

1. Proses Instruksional Pembelajaran Dalam Pandangan Islam

Suatu aktifitas pembelajaran dalam pandangan Islam terdapat suatu

pedoman yang harus dipegang oleh guru maupun murid. Pedoman tersebut

ialah etika. Etika dalam pembelajaran adalah hal yang paling penting dalam

proses pembelajaran. Utamanya adalah murid yang harus memegang teguh

etika tersebut yaitu dengan maksud agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Murid harus mensucikan hati dan jiwanya sebelum pembelajaran

berlangsung agar cahaya ilmu dapat masuk dan menjadi ilmu yang

bermanfaat. Murid tidak boleh meremehkan ilmu serta tidak boleh

meremehkan guru karena keduanya adalah menjadi penghalang masuknya

ilmu.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

41

Menurut Al-Ghazali, dalam proses belajar mengajar sebenarnya

terjadi aktifitas ekplorasi pengetahuan sehingga menghasilkan perubahan-

perubahan perilaku. Seorang guru mengeksplorasi ilmu yang dimilikinya

untuk diberikan kepada muridnya, sedangkan murid menggali ilmu dari

gurunya agar ia mendapatkan ilmu. Al-Ghazali menganalogikan menuntut

ilmu dengan menggunakan proses belajar mengajar ini seperti seorang

petani (guru) yang menanam benih (ilmu yang dimiliki oleh guru) diatas

tanah (murid) sampai ia menjadi pohon (perilaku). Kematangan dan

kesempurnaan jiwa sebagai hasil belajar oleh Al-Ghazali diibaratkan

sebagai pohon yang telah berbuah.13

Al-Ghazali memberikan beberapa syarat yang harus diperhatikan oleh

seorang murid agar proses belajar yang sedang dijalani berjalan secara

efektif dan mendapatkan hasil yang optimal yaitu diantaranya: hendaknya

pelajar mendahulukan kebersihan jiwa ini berdasarkan sabda Rasulullah, “

Agama didirikan di atas kebersihan”. Kebersihan yang dimaksud di sini

bukan kebersihan baju, tetapi hati. Karena hati merupakan satu benda

sebagai sentral dari anggota badan lainnya. Untuk itu, selama batin tidak

bersih dari hal-hal yang keji, ia pun tidak akan menerima ilmu yang

bermanfaat dari agama dan tidak diterangi dengan cahaya ilmu.14

Hati sebagai sentral dalam jasad manusia, mendominasi dan sangat

berpengaruh terhadap segala aktifitas dan perkembangannya. Jadi bila hati

sakit atau kotor, tentu ia akan memiliki pengaruh yang sangat besar. Bila

13 Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran. (Jogjakarta: AR-RUZZ

MEDIA, 2010), 44 14 Ibid., 45

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

42

manusia sudah dipenuhi dengan penyakit atau dosa dan kesalahan maka

dada yang bersangkutan akan terasa sempit dan penuh dengan kesusahan.

Oleh sebab itu jika orang ingin berhasil dalam belajar, menurut Al-Ghazali,

orang tersebut harus terhindar dari sifat-sifat tercela, seperti riya, sombong,

hasud, dengki dan lain sebagainya. Selain itu murid harus bersikap rendah

hati dan tidak boleh meremehkan pada orang lain, terutama terhadap guru

yang telah mengajarinya. Meskipun pada dasarnya seorang murid sudah

mengerti dan memahami tentang materi yang disampaikan.

Hal-hal di atas adalah gambaran secara umum tentang hal-hal yang

harus diperhatikan oleh murid dalam proses pembelajaran. Sedangkan untuk

proses instruksional pembelajaran dalam pandangan Islam secara umum

adalah pembelajaran diterapkan dengan cara uswatun hasanah (teladan yang

baik) yang dicontohkan guru kepada murid. Karena kita mungkin saja dapat

menemukan suatu sistem pendidikan yang sempurna, menggariskan

tahapan-tahapan yang serasi bagi perkembangan manusia, menata

kecenderungan dan kehidupan psikis, emosional maupun cara-cara

penuangannya dalam bentuk perilaku, serta strategi pemanfaatan potensi

murid sesempurna mungkin. Akan tetapi semua ini masih memerlukan

realisasi edukatif yang dilakukan oleh seorang pendidik. Pelaksanaannya itu

memerlukan seperangkap metode dan tindakan nyata dalam pendidikan.

Terkait metode pembelajaran Uswatun Hasanah (teladan baik) ini

penulis merujuk pada sabda Nabi yang berbunyi “Salatlah kamu

sebagaimana salat yang aku kerjakan”. Hadits berikut adalah sebagai

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

43

rujukan umat Islam dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis

teladan yang dicontohkan oleh guru kepada murid. Dengan kepribadian,

sifat tingkah laku dan pergaulannya bersama sesama manusia, Rasulullah

SAW, benar-benar merupakan interpretasi praktis yang manusiawi dalam

menghidupkan hakikat, ajaran, adab dan tasyri’ Al-Qur’an, yang melandasi

perbuatan pendidikan Islam serta penerapan metode pendidikan Qur’ani

yang terdapat di dalam ajaran tersebut. Mengapa dalam Islam menganjurkan

untuk menerapkan metode Uswatun Hasanah dalam pembelajaran tidak lain

karena pada hakikatnya murid cenderung meneladani gurunya dan

menjadikannya sebagai tokoh identifikasi dalam segala hal, sebab secara

psikologis anak adalah seorang peniru yang ulung.15

2. Proses Instruksional Pembelajaran Dalam Pandangan Barat

Proses pembelajaran dalam pandangan barat berdasarkan asas

humanisme. Pembelajaran dilaksanakan secara menyenangkan dan tujuan

pembelajaran adalah untuk mengeksplorasi kemampuan murid. Dari

pandangan ini maka yang dituntut aktif adalah murid, sedangkan guru hanya

sebagai perantara dan fasilitator untuk membantu siswa dalam

pembelajaran. Guru dan siswa bersama-sama membangun sebuah keilmuan

dan memecahkan bersama kesulitan yang dihadapi dalam proses

pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaran menghendaki siswa aktif

(student centered). Lalu apa saja metode pembelajaran yang menuntut siswa

belajar aktif, tentu semua metode yang disitu menekankan siswa bekerja

15 Ramayulis, Metode Pendidikan Agama Islam, 261-262

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

44

aktif maka metode itulah yang dimaksud metode pembelajaran aktif (active

learning). diantaranya adalah :

a. Metode Kerja Kelompok

Metode kerja kelompok adalah salah satu metode pembelajaran

aktif, karena siswa dituntut aktif memecahkan suatu permasalahan

dalam kelompok tersebut. Penerapannya yaitu dengan cara memberikan

tugas-tugas untuk mempelajari sesuatu kepada kelompok-kelompok

belajar yang sudah ditentukan dalam rangka mencapai tujuan.16 Tugas-

tugas tersebut dikerjakan dalam kelompok secara bergotong royong.

Metode kerja kelompok wajar digunakan dalam rangka mencapai

tujuan-tujuan sebagai berikut:

1) Memupuk dan memelihara rasa persatuan dan kesatuan kelompok,

melatih kepemimpinan, mengembangkan rasa setia kawan dan sikap

tolong-menolong.

2) Memberi peluang untuk berinisiatif dan “mewujudkan diri”, secara

positif dengan membuat perencanaan dan kegiatan-kegiatan untuk

kepentingan bersama

3) Mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian peserta

didik dalam hidup kebersamaan dalam masyarakat.

Selain hal-hal di atas metode kerja kelompok memiliki beberapa

keuntungan antara lain yaitu:

16 Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 1990), 179

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

45

1). Ditinjau dari segi paedagogis : kegiatan belajar kelompok akan

mendapatkan kualitas kepribadian peserta didik, seperti: adanya

kerjasama, toleransi, berpikir kritis, disiplin dan sebagainya

2). Ditinjau dari segi psikologi: timbul persaingan yang positif antar

kelompok karena mereka bekerja pada masing-masing kelompok

3). Ditinjau dari segi sosial: anak yang pandai dalam kelompok tersebut

dapat membantu anak yang kurang pandai dalam menyelesaikan

tugas

Metode kerja kelompok adalah untuk melatih kepekaan sosial

terhadap sesama. Yaitu melatih gotong royong, saling membantu antar

siswa dan melatih kemandirian murid. Sehingga dengan sifat-sifat yang

demikian itu murid menjadi anak yang aktif dan peka terhadap

lingkungan sosialnya. Selain metode kerja kelompok pembelajaran aktif

lainnya yaitu tanya jawab. Metode tanya jawab yaitu cara mengajar

dimana seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada peserta

didik tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang

telah mereka baca sambil memperhatikan proses berfikir diantara

peserta didik.

Dalam metode tanya jawab ini guru mengharapkan dari peserta

didik jawaban yang tepat dan berdasarkan fakta. Dalam tanya jawab,

pertanyaan adakalanya dari pihak murid lalu kemudian guru atau

murid lain dapat memberikan jawaban. Apabila murid tidak dapat

menjawab barulah guru memberikan jawabannya. Metode ini sudah

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

46

lama dipakai dan dipakai orang semenjak zaman Yunani. Ahli

pendidikan telah mengenal metode ini yang dianggap berasal dari

Socrates (469-399 SM) seorang filosof bangsa Yunani. Ia memakai

metode ini untuk mengajar muridnya supaya sampai ketaraf kebenaran

sesudah tanya jawab dan bertukar pikiran.17

Adapun manfaat metode pembelajaran dengan cara tanya

jawab antara lain yaitu:

1). Menyimpulkan pelajaran yang telah lalu. setelah guru menguraikan

suatu persoalan, kemudian guru mengajukan beberapa pertanyaan.

Pertanyaan-pertanyaan itu dijawab oleh peserta didik sedangkan

hasil jawaban peserta didik yang betul/benar disusun dengan baik

sehingga merupakan ikhtisar pelajaran yang akan menjadi milik

peserta didik.

2). Melanjutkan pelajaran yang sudah lalu. Dengan mengulang

pelajaran yang sudah diberikan dalam bentuk pertanyaan, guru

akan dapat menarik perhatian peserta didik kepada pelajaran baru

3). Menarik perhatian peserta didik untuk menggunakan pengetahuan

dan pengalaman

4). Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk dapat menerima

penjelasan lebih lanjut

5). Guru dengan segera mengetahui kemajuan peserta didiknya dari

bahan yang telah diberikan

17 John I. Bolla, dkk.. Keterampilan Mengelola kelas (Jakarta : Diktat Depdikbud, 1985) 28

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

47

6). Pertanyaan-pertanyaan yang sulit dan agak baik dari peserta didik

dapat mendorong guru untuk memahami lebih mendalam dan

mencari sumber-sumber lebih lanjut.18

Dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa dalam pandangan Barat

menghendaki proses pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran yang

berlangsung dengan cara saling memberi (take and give) antara guru dan

murid. Pembelajaran berlangsung secara menyenangkan karena antara guru

dan murid sama-sama mengeksplor pengetahuan yang dimilikinya. Dalam

pandangan barat tidak menghendaki pembelajaran yang berlangsung secara

searah. Guru bukan satu-satunya sumber belajar, guru dan murid sama-sama

dapat memberikan pengetahuan dan informasi. Kalau sudah demikian maka

pembelajaran akan bermakna dan penuh arti bagi murid.

18 Ibid., 277-280

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

48