digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Konsep Pendidik Menurut Pandangan Islam dan Barat
Konsep pendidik dalam pandangan Islam dan barat sesungguhnya tidak
ada perbedaan. Siapa saja yang berupaya mengembangkan serta mengasah
potensi murid, itu dinamakan sebagai pendidik. Pendidik ialah seseorang yang
memfasilitasi murid untuk menemukan jati dirinya sehingga pada akhirnya ia
menjadi manusia yang bermanfaat. Beberapa tokoh pendidikan mengatakan
ada sebuah diskursus tentang konsep pendidik antara Islam dan Barat. Hal itu
disebabkan cara pandang tokoh islam dan barat yang berbeda.
Filsafat Islam yang digunakan tokoh Islam sebagai sumber dasar
keilmuan. Semua ilmu dibangun atas dasar ketuhanan (ilahiyah). Yaitu
bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Tokoh barat membangun keilmuan atas
dasar rasionalitas dan logika. Kebenaran ialah apa yang mereka alami dan
sesuai rasio mereka. Dari sudut pandang inilah maka akan mempengaruhi juga
perbedaan dalam memahami konsep pendidik.
Sedangkan Paradigma pendidikan Barat ialah ilmu tidak lahir dari
pandangan hidup agama tertentu dan bebas dari nilai-nilai keagamaan dan
ketuhanan. Artinya kebenaran ilmu pengetahuan diukur dengan rasionalitas
dan logika. Karakteristik Pendidikan Barat Menurut Naquib al-Attas, ilmu
dalam peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama
namun dibangun atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
yang terkait dengan kehidupan sekuler yang memusatkan manusia sebagai
makhluk rasional.
Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral, yang
diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah. Sehingga dari cara pandang
yang seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu sekuler. sehingga
melahirkan berbagai macam faham dan pemikiran seperti empirisme,
humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, relatifisme, atheisme, dan lainnya,
yang ikut mempengaruhi berbagai disiplin keilmuan, seperti dalam filsafat,
sains, sosiologi, psikologi, politik, dan ekonomi. Lalu bagaimana kalau dilihat
dari konsep pendidik menurut pandangan Barat. Dengan latar belakang filsafat
pendidikan yang berbeda tentu akan mempengaruhi konsep pendidik itu
sendiri.
Di Barat juga dikembangkan filsafat pendidikan pragmatisme.
Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa
yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya
yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima sesuatu, asal saja
hanya membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi kebenaran
mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan
membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian patokan
pragmatisme adalah “ manfaat bagi hidup praktis “.
Dalam pandangan barat menghendaki dalam sebuah proses pembelajaran
dilakukan secara humanizing. Artinya pembelajaran harus dilaksanakan secara
menyenangkan dan bermakna. guru hendaknya dapat mengeksplor
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
kemampuan berpikir siswa. Salah satu caranya ialah guru harus memahami
karakteristik setiap murid. Siapa sesungguhnya guru itu? Hal ini mungkin suatu
pertanyaan yang membutuhkan penelaahan lebih dalam, karena tidaklah
sederhana untuk merumuskannya. Apakah ada keterkaitan konsep guru dalam
pandangan Islam dan Barat. Menurut Tafsir, ada kesamaan antara teori Barat
dengan Islam yang memandang bahwa guru adalah pendidik, yaitu siapa saja
yang mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi
psikomotorik, kognitif, maupun potensi afektif.1
Konsep pendidik menurut pandangan Ahmad Tafsir diatas memberikan
pemahaman secara luas. Siapa saja yang mengusahakan untuk
mengembangkan potensi peserta didik maka dinamakan guru. Kalau merujuk
pandangan di atas maka ada kesesuaian antara Barat dan Islam dalam
memahami konsep pendidik. Arti guru sebagai seorang pendidik juga tersirat
pada kata-kata ustadz, mudarris, mu’allim, dan mu’addib yang menunjukkan
kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberi pengetahuan,
keterampilan, pendidikan pengalaman dan sebagainya kepada orang lain.2
Terlepas dari beberapa istilah yang mewakili arti guru diatas, dalam
pandangan Islam sendiri guru tetap memegang peranan penting dalam
pendidikan. Kunci keberhasilan sebuah pendidikan salah satunya adalah dari
guru. Akhir-akhir ini banyak bermunculan pandangan yang mengatakan bahwa
guru hanyalah salah satu dari sumber belajar. Dalam Islam tidak demikian
melainkan guru merupakan ruh dari proses belajar. Tanpa kehadiran seorang
1 Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. (Bandung: Rosdakarya, 2004), 74. 2 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Logos, 1997), 61-62
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
guru maka kegiatan pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik. Selain itu
yang jauh lebih penting adalah peran guru sebagai penanaman nilai. Seperti
yang diungkapkan Chomaidi sebagaimana berikut;
“peranan guru bukan sekedar komunikator nilai, melainkan sekaligus
sebagai pelaku dan sumber nilai yang menuntut tanggung jawab dan
kemampuan dalam upaya meningkatkan kualitas pembangunan manusia
seutuhnya, baik yang bersifat lahiriyah maupun yang bersifat batiniah (fisik
dan non fisik). Artinya yang dibangun adalah karakter, watak, pribadi manusia
yang memiliki kualitas iman, kualitas kerja, kualitas hidup, kualitas pikiran,
perasaan, dan kemauan.3
Berdasarkan pandangan Chomaidi diatas maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa kehadiran guru betul-betul dibutuhkan dalam proses
pembelajaran. Peran guru tidak bisa digantikan dengan sumber belajar yang
lain. Kehadiran guru jauh lebih penting dari sumber belajar apapun. Dalam hal
ini guru sebagai penanggung jawab atas keberhasilan proses belajar. Guru
sebagai contoh sekaligus suri tauladan dalam penanaman nilai dan akhlak pada
murid. Guru yang sabar dan bijaksana tentu dapat memfasilitasi murid untuk
mencapai keberhasilan dalam belajar.
Dr. Yusuf Qardhawi memberikan pengertian pendidikan islam sebagai
pendidikan manusia seutuhnya (whole human education); akal dan hatinya;
rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Hasan Langgulung
merumuskan pendidikan Islam sebagai proses penyiapan generasi muda untuk
mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang
diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik
hasilnya di akhirat.
3Chomaidi. “Peranan Pendidikan dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia”.
Disampaikan di depan Rapat Senat Terbuka UNY, 15 Oktober 2005.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
Dalam kitab Mizanul Amal juga telah dijelaskan bahwa yang terpenting
dari proses pembelajaran adalah penanaman akhlak atau etika kepada murid.
Jadi tidak semata-mata pembinaan intelektual saja, akan tetapi dibarengi
dengan pembinaan akhlak. Imam al-Ghazali menerangkan "Dan tujuan akhir
dari akhlak yaitu memutuskan diri kita dari cinta kepada dunia, dan
menancapkan dalam diri kita cinta kepada Allah SWT. Maka tidak ada lagi
sesuatu yang dicintai selain berjumpa dengan dzat ilahi rabbi, dan tidak
menggunakan semua hartanya kecuali karenanya. Rasa bencinya, syahwatnya
yang sudah menetap dalam dirinya tidak semena-mena digunakan kecuali
karena untuk menuju kepada-Nya. Itulah apabila akhlak ditimbang melalui
timbangan syara' dan akal".
Maka kesenangan dan kebahagian jiwa dan kenikmatan ruh adalah tujuan
tertinggi dari akhlak menurut Imam Ghazali. Yaitu cinta kepada Allah dan
tidak mencintai dunia, dan tidak ada sesuatu yang dicintai kecuali bertemu
dengan-Nya. Dan bertemu dengan dzat ilahirabbi adalah kebahagian jiwa. Ini
semua berdasarkan penilaian syara' dan akal. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa Imam Ghazali merupakan seorang filosof dalam penuturannya
mengenai etika secara ijmal (umum). Karena beliau mencoba menempatkan
kebahagian jiwa manusia seperti tujuan akhir dan kesempurnaan dari akhlak.4
Jika guru adalah sumber nilai, tentu ia adalah orang yang harus selalu
ditaati dan diikuti.5 Sehingga guru dituntut bagaimana untuk selalu berusaha
membekali dirinya agar dapat menjadi tauladan. Untuk menjadi orang yang
4 Al-Ghazali, Mizanul Amal 2. (Kairo; 1432), 56 5 Mochtar Buchori, Sepektrum Problematika Pendidikan di Indonesia. (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1994), 105.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
pantas ditaati dan diikuti. Secara garis besar dalam agama Islam kita dituntut
untuk memilih guru yang lebih tua usianya, dia yang lebih pandai, dan yang
lebih dapat menjaga diri dari perbuatan dosa.
Kalau dalam Pandangan Barat Pendidikan dibangun atas dasar
Humanisme dan rekonstruksionisme. Oleh karena itu pendidik dalam
pandangan Barat harus dapat memfasilitasi siswa dalam menggapai dua prinsip
pembelajaran tersebut. Ada beberapa paradigma pendidikan yang humanis,
diantaranya adalah :
1. Pendidikan yang mempertegas dan memperjelas arah pendidikan yang
membebaskan dan memerdekakan, yaitu sebuah upaya pemberdayaan
masyarakat tertindas menuju sebuah paradigma kritis dan transformatif
dalam mewujudkan sebuah kebebasan sebagai hak asasi setiap manusia.
2. Pendidikan yang selalu menjadi pendamping dan pengawal segala dinamika
kehidupan. Dari definisi ini kemudian Freire menfokuskan kajiannya pada
sebuah keadaan dalam kebudayaan, pengetahuan dan kondisi suatu
kelompok masyarakat.
3. Pendidikan emansipatoris yaitu pendidikan yang tidak saja menjalankan
peranannya sebagai proses pengalihan pengetahuan. Atau hanya sekedar
proses pengumpulan data dan informasi yang disebut juga penyimpanan
(banking), melainkan harus menjadikan peserta didik sebagai makhluk yang
“menjadi” subjek dan hidup secara aktif merasakan persoalan dan ikut
terlibat dalam lika-liku kehidupan. Itu berarti mengetahui juga harus
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
melakukan analisis dan kritis terhadap konstruksi masyarakat yang sedang
terbentuk maupun dibentuk oleh lingkungan.6
Dari prinsip pendidikan humanizing diatas bahwa pendidik harus
membebaskan murid dari penindasan. Hendaknya proses pendidikan berjalan
dengan terbuka, demokratis dan menyenangkan. Selain itu pendidik humanis
harus dapat mengembangkan potensi murid, menggali kemampuan murid.
Pendidik humanis berprinsip setiap murid mempunyai potensi, sehingga
potensi tersebut harus dioptimalkan. Bukan lantas peserta didik dijejali
informasi yang seakan-akan menganggap peserta didik benda mati.
B. Kedudukan Guru Menurut Pandangan Islam dan Barat
Dalam pandangan Islam guru adalah sebagai sumber nilai tentu ia adalah
orang yang harus selalu ditaati dan diikuti.7 Sehingga guru dituntut bagaimana
untuk selalu berusaha membekali dirinya agar dapat menjadi tauladan. Untuk
menjadi orang yang pantas ditaati dan diikuti. Secara garis besar dalam agama
Islam kita dituntut untuk memilih guru yang lebih tua usianya, dia yang lebih
pandai, dan yang lebih dapat menjaga diri dari perbuatan dosa. Ketika kita
memilih guru dengan beberapa persyaratan diatas, maka keberhasilan proses
belajar akan tercapai.
Dalam Islam penting kiranya sebagai guru memegang teguh ayat al-
Qur’an yaitu surat As-saff ayat 2-3 yang artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu buat. Amat besar
6 Moh. Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia: Belajar dari Paulo Freire dan Kihajar
Dewantara, hlm.145 7 Mochtar Buchori, Sepektrum Problematika Pendidikan di Indonesia. (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1994), 105.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
kebencian di sisi Allah ketika kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan”. (Q.S As-Saff : 2-3)
Ayat diatas menjelaskan bahwa sebagai seorang pendidik hendaknya bisa
menjadi tauladan bagi murid. Guru dipandang sebagai figur yang dapat
dicontoh baik dari perkataan maupun tingkah lakunya. Sebagai seorang guru ia
harus lebih dulu mempraktikkan apa yang akan dia perintahkan kepada
muridnya. Dalam Islam tidak dibenarkan seorang guru hanya menyuruh murid
untuk melakukan suatu kebaikan atau meninggalkan hal-hal yang buruk, akan
tetapi guru sendiri tidak melakukannya. Dalam hal ini, guru sebagaimana orang
tua, dia adalah ibarat cermin bagi anak. Oleh karena itu, apabila orang tua atau
guru berbuat baik, anak pun akan menjadi baik, dan sebaliknya bila orang tua
atau guru berbuat jelek, anak pun cenderung bertindak dan berperilaku jelek.8
Penulis menyimpulkan bahwa kedudukan guru dalam Islam ialah guru
adalah sosok tauladan dan sumber nilai bagi murid. Guru adalah sebagai
contoh yang baik bagi murid baik dalam ucapan dan perbuatan. Pendidik
dituntut dapat membina akhlaq murid guna mencapai akhlak yang baik. Pada
dasarnya tujuan dari pendidikan Islam adalah untuk mengantarkan peserta
didik agar memiliki akhlaqul karimah. Dalam pembelajaran pembinaan
intelektual dalam Islam sangat ditekankan akan tetapi jauh lebih penting ialah
pembinaan akhlaq murid. Selain pendidik sebagai sumber nilai bagi murid
dalam Islam pendidik dianjurkan orang yang luas ilmunya dan yang paling tua.
8 Imam Musbikin, Mendidik Anak Ala Shinchan. (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2013), 57
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
Tujuannya ialah agar pendidik benar-benar dapat memfasilitasi sekaligus
membimbing murid dalam kegiatan pembelajaran.
Sedangkan dalam pandangan Barat, kalau kita telaah dari prinsip
pendidikan yang berbasis humanisme, maka guru dalam hal ini adalah sebagai
rekan peserta didik dalam proses pembelajaran, guru sebagai fasilitator dalam
pembelajaran. Pendidikan berlangsung atas dasar keterbukaan, demokratis dan
menyenangkan. Selain itu pendidik harus dapat mengembangkan potensi
murid, menggali kemampuan murid. Pendidik berprinsip setiap murid
mempunyai potensi, sehingga potensi tersebut harus dioptimalkan. Bukan
lantas peserta didik dijejali informasi yang seakan-akan menganggap peserta
didik benda mati.
Prinsip pendidikan humanis ialah dimana di dalam prosesnya selalu
mengedepankan peserta didik sebagai subjek pembelajaran. Pendidik yang baik
dalam pandangan humanis adalah dia yang dapat mempertegas dan
memperjelas arah pendidikan yang membebaskan dan memerdekakan, yaitu
sebuah upaya pemberdayaan masyarakat tertindas menuju sebuah paradigma
kritis dan trasformatif dalam mewujudkan sebuah kebebasan sebagai hak asasi
setiap manusia. Selain itu pendidik humanis harus selalu menjadi pendamping
dan pengawal segala dinamika kehidupan.
Dalam pandangan humanis pendidik tidak sekedar menjalankan
peranannya sebagai proses pengalihan pengetahuan. atau hanya sekedar proses
pengumpulan data dan informasi yang disebut juga sebagai penyimpanan
(banking), melainkan dia harus menjadikan peserta didik sebagai makhluk
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
yang “menjadi” subjek dan hidup secara aktif merasakan persoalan dan ikut
terlibat dalam lika-liku kehidupan. Itu berarti mengetahui juga harus
melakukan, menganalisis dan kritis terhadap konstruksi masyarakat yang
sedang terbentuk maupun dibentuk oleh lingkungan.9
Dalam pandangan Barat jika ingin mewujudkan kebebasan dalam
pendidikan maka sudah seharusnya menjadi syarat muthlak bahwa pengajar itu
harus seorang pemimpin atau guru yang revolusioner yang mampu menerapkan
pendidikan ko-intensional, yaitu guru dan murid (pemimpin dan rakyat)
bersama-sama mengamati realitas, sebab keduanya adalah subjek tidak saja
dalam tugas menyingkap realitas itu untuk dapat mengetahui secara kritis tetapi
juga dalam tugas menciptakan kembali pengetahuan itu. Ketika mereka
memperoleh pengetahuan tentang realitas ini melalui pemikiran dan kegiatan
bersama dalam kegiatan pembelajaran. Keterlibatan secara bersama ini
merupakan pra syarat menuju keberhasilan pendidikan transformatif,
Dalam pandangan humanis, guru dan murid harus belajar bersama dan
sejalan dalam sebuah proses yang dialogis serta tidak memaksakan satu pihak
untuk menerima deposito pengetahuan. Keduanya (guru dan murid) saling
belajar untuk saling memanusiakan antara satu sama lain. Pendapat ini
didasarkan atas asumsi bahwa ketika seseorang menjadi subjek yang aktif
dalam eksistensinya, kehidupan sehari-harinya berorientasi pada realitas, maka
atas dasar ini seseorang akan membentuk semacam intuisi praktis dalam
kehidupan mereka.
9 Moh. Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia: Belajar dari Paulo Freire dan Kihajar
Dewantara, (Jogjakarta: Ar-ruz Media, 2009), 145.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
C. Kompetensi Guru Menurut Pandangan Islam dan Barat
Sebelum kita membicarakan terkait kualifikasi yang harus dimiliki
sebagai seorang pendidik baik dari pandangan Islam dan barat, kita telaah
terlebih dulu tentang tujuan pendidikan baik dalam Islam atau barat. Tujuan
pendidikan Islam yaitu berusaha menjadikan individu mukmin agar tunduk,
bertaqwa, dan beribadah dengan baik kepada Allah, sehingga memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tujuan pendidikan Islam menurut Al Attas
adalah menolong pelajar untuk menjadi manusia utuh yaitu manusia yang
memiliki kesadaran jati diri dan nasib spiritualnya, melalui ilmu pengetahuan
yang benar dan tingkah laku yang baik, maka seseorang akan terbebas dari
kebodohan.10
Lebih jauh menurut Iqbal dalam bukunya Tajdid fikr Ad Din fi al Islam
mengatakan hal senada, bahwa tujuan pendidikan adalah mencetak manusia.
Bagi Islam, manusia adalah makhluk yang terdiri dari jasad dan ruh. Artinya,
makhluk jasadiyah dan ruhaniyah sekaligus. Keduanya harus dikelola dari
manusia secara seimbang agar kelak lahir manusia yang utuh ruhiyyah dan
jasadiyyah. Manusia yang utuh akan bisa menyeimbangkan permasalahan
antara urusan duniawi dan urusan ukhrawi. Ketika ini sudah berjalan beriringan
manusia tersebut akan menjadi baik.
Singkat kata bahwa dalam pandangan Islam, pendidikan yang ideal
adalah yang memerhatikan dimensi realitas, kapasitas, potensi fisik, intelektual
dan spiritual dari peserta didik yang seimbang. Untuk itu diperlukan sebuah
10 Jurnal Al Banjari, Wacana Dikotomi Ilmu Dalam Pendidikan Islam Dan Pengaruhnya, Vol. 5,
No 9, Januari-Juni 2006, 35
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
perangkat pendidikan yang memenuhi unsur-unsur tersebut. Mulai dari guru,
lingkungan sekolah dan kesiapan mental peserta didik sehingga terwujud
tujuan pendidikan yang diinginkan.
Sedangkan Ilmu yang dikembangkan dalam pandangan Barat, dibentuk
dari acuan pemikiran falsafah mereka yang dituangkan dalam pemikiran berciri
materialisme, idealisme, sekularisme, dan rasionalisme. Pemikiran ini
mempengaruhi konsep, penafsiran, dan makna ilmu itu sendiri. Rene Descartes
misalnya, tokoh filsafat Barat asal Perancis ini menjadikan rasio lainnya seperti
John Locke, Immanuel Kant, Martin Heidegger, Emillio Betti, Hans-Georg
Gadammer, dan lainnya juga menekankan rasio dan panca indera sebagai
sumber ilmu mereka, sehingga melahirkan berbagai macam faham dan
pemikiran seperti empirisme, humanisme, kapitalisme, eksistensialisme,
relatifisme, atheisme, dan lainnya, yang ikut mempengaruhi berbagai disiplin
keilmuan, seperti dalam filsafat, sains, sosiologi, psikologi, politik, ekonomi,
dan lainnya.
Berbicara tentang kualifikasi guru, maka Islam memberikan suatu
pedoman untuk memilih guru yang baik. Yaitu guru harus memiliki akhlak
yang baik. Karena guru merupakan tauladan bagi murid-muridnya. Bagaimana
jadinya kalau guru berakhlak yang kurang terpuji, tentu hal tersebut akan
berdampak pada murid. Guru harus selalu memberikan perhatian kepada murid
terutama terkait penanaman moral dan perilaku yang baik. Zakiah mengatakan
bahwa kepribadian adalah penting bagi guru. Menurutnya bagi anak didik yang
masih kecil, guru adalah teladan yang sangat penting dalam pertumbuhannya,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
dan guru adalah orang yang pertama sesudah orang tua yang mempengaruhi
pembinaan kepribadian anak didik.
Oleh karena itu, wajar apabila tingkah laku atau akhlak guru kurang baik,
maka akhlak anak didik pun akan menjadi rusak, karena diketahui bahwa anak
mudah terpengaruh orang yang dikaguminya.11 Dalam Islam dikatakan bahwa
guru adalah orang tua kedua setelah orang tua kandung. Maka dengan amanah
ini maka guru harus sepenuh hati untuk menanamkan moral yang baik kepada
murid. Guru hendaknya menerima dengan sepenuh hati muridnya seperti anak
kandungnya sendiri.
Adapun kualifikasi seorang pendidik menurut pandangan barat ialah
pendidikan di Barat dibangun atas dasar humanisme. Oleh karena itu pendidik
harus dapat menerapkan asas humanis dalam pelaksanaan pembelajaran. Kalau
kita kaitkan dengan metode pembelajaran maka semua metode yang dapat
menjadikan siswa aktif (active learning) maka itu dapat dikatakan
pembelajaran humanis.
Adapun kriteria pendidik humanis antara lain adalah :
1. Pendidik harus dapat merangsang kemampuan berfikir dan bernalar peserta
didik. Metode pembelajaran yang digunakan harus memberikan peluang
bagi kegiatan berfikir siswa
2. Pendidik harus dapat memilih metode yang tepat, yang disesuaikan dengan
kemajuan peserta didik dalam hal ketrampilan, kebiasaan, pengetahuan,
gagasan, dan sikap peserta didik
11 Zakiah Darajat, kepribadian Guru, (Jakarta : Bulan Bintang, 1982), 18
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
3. Metode pembelajaran yang digunakan harus menyediakan bagi peserta
didik pengalaman-pengalaman belajar melalui kegiatan belajar yang
banyak dan bervariasi. Kegiatan-kegiatan yang banyak dan bervariasi
tersebut diberikan untuk memastikan pemahaman.
4. Pendidik harus dapat melaksanakan pembelajaran yang memberikan
peluang bagi peserta didik untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Dan
memberi peluang pada guru untuk menemukan kekurangan-kekurangan
agar dapat dilakukan perbaikan dan pengayaan(remedial dan
anrichmeint).12
Pada intinya pendidik humanis harus benar-benar mengeksplor serta
dapat mengembangkan potensi murid. Guru bukan sebagai penabung informasi
kepada murid karena murid bukan benda mati. Murid mempunyai segudang
potensi yang harus dikembangkan. Murid bukan bank yang mana harus dijejali
terus pengetahuan dan informasi. Tugas pokok guru dalam pandangan ini ialah
guru harus dapat menggali serta mengembangkan seluruh bakat dan potensi
siswa sehingga pada akhirnya menjadi manusia yang berguna bagi
masyarakatnya.
D. Proses Instruksional Pembelajaran Dalam Pandangan Islam dan Barat
Dalam pandangan Islam dan Barat masing-masing memiliki suatu
pedoman atau paradigma dalam pelaksanaan pembelajaran. Masing-masing
keduanya mempunyai cara sendiri untuk menggapai suatu tujuan pembelajaran.
Membahas tentang proses pembelajaran berarti berkaitan dengan metode
12 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), 11
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
pembelajaran yang digunakan dalam pandangan Islam dan Barat. Dalam Islam
yaitu khususnya pada awal perkembangan Islam, proses pembelajaran masih
bersifat strukturalis, yaitu guru sebagai sumber ilmu, guru sebagai sumber
pengetahuan, sehingga pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered),
sedangkan dalam pandangan barat pembelajaran dilaksanakan dengan azaz
humanisme, guru sebagai fasilitator, guru sebagai rekan siswa dalam proses
pembelajaran. Oleh karenanya pembelajaran bersifat siswa aktif (Student
Centered). Dalam hal ini peran guru hanya membantu siswa dalam mencapai
suatu tujuan pembelajaran. Pada tulisan ini akan penulis paparkan proses
instruksional pembelajaran dari pandangan keduanya yaitu Islam dan Barat.
1. Proses Instruksional Pembelajaran Dalam Pandangan Islam
Suatu aktifitas pembelajaran dalam pandangan Islam terdapat suatu
pedoman yang harus dipegang oleh guru maupun murid. Pedoman tersebut
ialah etika. Etika dalam pembelajaran adalah hal yang paling penting dalam
proses pembelajaran. Utamanya adalah murid yang harus memegang teguh
etika tersebut yaitu dengan maksud agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Murid harus mensucikan hati dan jiwanya sebelum pembelajaran
berlangsung agar cahaya ilmu dapat masuk dan menjadi ilmu yang
bermanfaat. Murid tidak boleh meremehkan ilmu serta tidak boleh
meremehkan guru karena keduanya adalah menjadi penghalang masuknya
ilmu.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
Menurut Al-Ghazali, dalam proses belajar mengajar sebenarnya
terjadi aktifitas ekplorasi pengetahuan sehingga menghasilkan perubahan-
perubahan perilaku. Seorang guru mengeksplorasi ilmu yang dimilikinya
untuk diberikan kepada muridnya, sedangkan murid menggali ilmu dari
gurunya agar ia mendapatkan ilmu. Al-Ghazali menganalogikan menuntut
ilmu dengan menggunakan proses belajar mengajar ini seperti seorang
petani (guru) yang menanam benih (ilmu yang dimiliki oleh guru) diatas
tanah (murid) sampai ia menjadi pohon (perilaku). Kematangan dan
kesempurnaan jiwa sebagai hasil belajar oleh Al-Ghazali diibaratkan
sebagai pohon yang telah berbuah.13
Al-Ghazali memberikan beberapa syarat yang harus diperhatikan oleh
seorang murid agar proses belajar yang sedang dijalani berjalan secara
efektif dan mendapatkan hasil yang optimal yaitu diantaranya: hendaknya
pelajar mendahulukan kebersihan jiwa ini berdasarkan sabda Rasulullah, “
Agama didirikan di atas kebersihan”. Kebersihan yang dimaksud di sini
bukan kebersihan baju, tetapi hati. Karena hati merupakan satu benda
sebagai sentral dari anggota badan lainnya. Untuk itu, selama batin tidak
bersih dari hal-hal yang keji, ia pun tidak akan menerima ilmu yang
bermanfaat dari agama dan tidak diterangi dengan cahaya ilmu.14
Hati sebagai sentral dalam jasad manusia, mendominasi dan sangat
berpengaruh terhadap segala aktifitas dan perkembangannya. Jadi bila hati
sakit atau kotor, tentu ia akan memiliki pengaruh yang sangat besar. Bila
13 Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran. (Jogjakarta: AR-RUZZ
MEDIA, 2010), 44 14 Ibid., 45
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
manusia sudah dipenuhi dengan penyakit atau dosa dan kesalahan maka
dada yang bersangkutan akan terasa sempit dan penuh dengan kesusahan.
Oleh sebab itu jika orang ingin berhasil dalam belajar, menurut Al-Ghazali,
orang tersebut harus terhindar dari sifat-sifat tercela, seperti riya, sombong,
hasud, dengki dan lain sebagainya. Selain itu murid harus bersikap rendah
hati dan tidak boleh meremehkan pada orang lain, terutama terhadap guru
yang telah mengajarinya. Meskipun pada dasarnya seorang murid sudah
mengerti dan memahami tentang materi yang disampaikan.
Hal-hal di atas adalah gambaran secara umum tentang hal-hal yang
harus diperhatikan oleh murid dalam proses pembelajaran. Sedangkan untuk
proses instruksional pembelajaran dalam pandangan Islam secara umum
adalah pembelajaran diterapkan dengan cara uswatun hasanah (teladan yang
baik) yang dicontohkan guru kepada murid. Karena kita mungkin saja dapat
menemukan suatu sistem pendidikan yang sempurna, menggariskan
tahapan-tahapan yang serasi bagi perkembangan manusia, menata
kecenderungan dan kehidupan psikis, emosional maupun cara-cara
penuangannya dalam bentuk perilaku, serta strategi pemanfaatan potensi
murid sesempurna mungkin. Akan tetapi semua ini masih memerlukan
realisasi edukatif yang dilakukan oleh seorang pendidik. Pelaksanaannya itu
memerlukan seperangkap metode dan tindakan nyata dalam pendidikan.
Terkait metode pembelajaran Uswatun Hasanah (teladan baik) ini
penulis merujuk pada sabda Nabi yang berbunyi “Salatlah kamu
sebagaimana salat yang aku kerjakan”. Hadits berikut adalah sebagai
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
rujukan umat Islam dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis
teladan yang dicontohkan oleh guru kepada murid. Dengan kepribadian,
sifat tingkah laku dan pergaulannya bersama sesama manusia, Rasulullah
SAW, benar-benar merupakan interpretasi praktis yang manusiawi dalam
menghidupkan hakikat, ajaran, adab dan tasyri’ Al-Qur’an, yang melandasi
perbuatan pendidikan Islam serta penerapan metode pendidikan Qur’ani
yang terdapat di dalam ajaran tersebut. Mengapa dalam Islam menganjurkan
untuk menerapkan metode Uswatun Hasanah dalam pembelajaran tidak lain
karena pada hakikatnya murid cenderung meneladani gurunya dan
menjadikannya sebagai tokoh identifikasi dalam segala hal, sebab secara
psikologis anak adalah seorang peniru yang ulung.15
2. Proses Instruksional Pembelajaran Dalam Pandangan Barat
Proses pembelajaran dalam pandangan barat berdasarkan asas
humanisme. Pembelajaran dilaksanakan secara menyenangkan dan tujuan
pembelajaran adalah untuk mengeksplorasi kemampuan murid. Dari
pandangan ini maka yang dituntut aktif adalah murid, sedangkan guru hanya
sebagai perantara dan fasilitator untuk membantu siswa dalam
pembelajaran. Guru dan siswa bersama-sama membangun sebuah keilmuan
dan memecahkan bersama kesulitan yang dihadapi dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaran menghendaki siswa aktif
(student centered). Lalu apa saja metode pembelajaran yang menuntut siswa
belajar aktif, tentu semua metode yang disitu menekankan siswa bekerja
15 Ramayulis, Metode Pendidikan Agama Islam, 261-262
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
aktif maka metode itulah yang dimaksud metode pembelajaran aktif (active
learning). diantaranya adalah :
a. Metode Kerja Kelompok
Metode kerja kelompok adalah salah satu metode pembelajaran
aktif, karena siswa dituntut aktif memecahkan suatu permasalahan
dalam kelompok tersebut. Penerapannya yaitu dengan cara memberikan
tugas-tugas untuk mempelajari sesuatu kepada kelompok-kelompok
belajar yang sudah ditentukan dalam rangka mencapai tujuan.16 Tugas-
tugas tersebut dikerjakan dalam kelompok secara bergotong royong.
Metode kerja kelompok wajar digunakan dalam rangka mencapai
tujuan-tujuan sebagai berikut:
1) Memupuk dan memelihara rasa persatuan dan kesatuan kelompok,
melatih kepemimpinan, mengembangkan rasa setia kawan dan sikap
tolong-menolong.
2) Memberi peluang untuk berinisiatif dan “mewujudkan diri”, secara
positif dengan membuat perencanaan dan kegiatan-kegiatan untuk
kepentingan bersama
3) Mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian peserta
didik dalam hidup kebersamaan dalam masyarakat.
Selain hal-hal di atas metode kerja kelompok memiliki beberapa
keuntungan antara lain yaitu:
16 Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 1990), 179
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
1). Ditinjau dari segi paedagogis : kegiatan belajar kelompok akan
mendapatkan kualitas kepribadian peserta didik, seperti: adanya
kerjasama, toleransi, berpikir kritis, disiplin dan sebagainya
2). Ditinjau dari segi psikologi: timbul persaingan yang positif antar
kelompok karena mereka bekerja pada masing-masing kelompok
3). Ditinjau dari segi sosial: anak yang pandai dalam kelompok tersebut
dapat membantu anak yang kurang pandai dalam menyelesaikan
tugas
Metode kerja kelompok adalah untuk melatih kepekaan sosial
terhadap sesama. Yaitu melatih gotong royong, saling membantu antar
siswa dan melatih kemandirian murid. Sehingga dengan sifat-sifat yang
demikian itu murid menjadi anak yang aktif dan peka terhadap
lingkungan sosialnya. Selain metode kerja kelompok pembelajaran aktif
lainnya yaitu tanya jawab. Metode tanya jawab yaitu cara mengajar
dimana seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada peserta
didik tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang
telah mereka baca sambil memperhatikan proses berfikir diantara
peserta didik.
Dalam metode tanya jawab ini guru mengharapkan dari peserta
didik jawaban yang tepat dan berdasarkan fakta. Dalam tanya jawab,
pertanyaan adakalanya dari pihak murid lalu kemudian guru atau
murid lain dapat memberikan jawaban. Apabila murid tidak dapat
menjawab barulah guru memberikan jawabannya. Metode ini sudah
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
lama dipakai dan dipakai orang semenjak zaman Yunani. Ahli
pendidikan telah mengenal metode ini yang dianggap berasal dari
Socrates (469-399 SM) seorang filosof bangsa Yunani. Ia memakai
metode ini untuk mengajar muridnya supaya sampai ketaraf kebenaran
sesudah tanya jawab dan bertukar pikiran.17
Adapun manfaat metode pembelajaran dengan cara tanya
jawab antara lain yaitu:
1). Menyimpulkan pelajaran yang telah lalu. setelah guru menguraikan
suatu persoalan, kemudian guru mengajukan beberapa pertanyaan.
Pertanyaan-pertanyaan itu dijawab oleh peserta didik sedangkan
hasil jawaban peserta didik yang betul/benar disusun dengan baik
sehingga merupakan ikhtisar pelajaran yang akan menjadi milik
peserta didik.
2). Melanjutkan pelajaran yang sudah lalu. Dengan mengulang
pelajaran yang sudah diberikan dalam bentuk pertanyaan, guru
akan dapat menarik perhatian peserta didik kepada pelajaran baru
3). Menarik perhatian peserta didik untuk menggunakan pengetahuan
dan pengalaman
4). Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk dapat menerima
penjelasan lebih lanjut
5). Guru dengan segera mengetahui kemajuan peserta didiknya dari
bahan yang telah diberikan
17 John I. Bolla, dkk.. Keterampilan Mengelola kelas (Jakarta : Diktat Depdikbud, 1985) 28
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
6). Pertanyaan-pertanyaan yang sulit dan agak baik dari peserta didik
dapat mendorong guru untuk memahami lebih mendalam dan
mencari sumber-sumber lebih lanjut.18
Dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa dalam pandangan Barat
menghendaki proses pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran yang
berlangsung dengan cara saling memberi (take and give) antara guru dan
murid. Pembelajaran berlangsung secara menyenangkan karena antara guru
dan murid sama-sama mengeksplor pengetahuan yang dimilikinya. Dalam
pandangan barat tidak menghendaki pembelajaran yang berlangsung secara
searah. Guru bukan satu-satunya sumber belajar, guru dan murid sama-sama
dapat memberikan pengetahuan dan informasi. Kalau sudah demikian maka
pembelajaran akan bermakna dan penuh arti bagi murid.
18 Ibid., 277-280
Top Related