BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata....

24
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Menulis Menulis merupakan keterampilan berbahasa tulis yang menjadi salah satu faktor dalam kegiatan berbahasa. Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang paling akhir dikuasai dalam mempelajari bahasa setelah kemampuan berbicara, menbaca, dan menyimak. Nursisto (1999: 5) menjelaskan keterampilan menulis ialah kemampuan berkomunikasi melalui bahasa yang memiliki tingkatan paling tinggi, yaitu menulis dalam bentuk bahasa tulis. Dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan menulis dapat membantu seseorang dalam mengemukakan pendapat atau ide yang ada dalam pikiran seseorang, sehingga dapat dipahami orang lain. Kegiatan menulis dapat menghasilkan tulisan berupa karangan, hal tersebut dikarenakan adanya proses mengarang. Menurut Karsana (1986) mengarang mengandung arti tindakan menyusun, mengatur, dan mengikat kata untuk disusun menjadi kalimat. Mengarang berarti kegiatan memilih dan menyusun kata yang mengandung kesimpulan menata atau mengatur kata untuk dijadikan sebuah kalimat, sehingga dari kalimat tersebut disusun menjadi paragraf. Paragraf-paragraf tersebut selanjutnya disusun menjadi kesatuan yang lebih besar. Sesuai pembahasan, mengarang dapat disimpulkan sebagai kegiatan yang berproses, berupa susunan yang berlapis-lapis dengan teratur, sejak susunan kata dalam kalimat hingga susunan paragraf dalam karangan itu seluruhnya. Arti karangan juga dapat disimpulkan sebagai rangkaian kata atau kalimat dan juga suatu kegiatan berbahasa yang masuk dalam kategori keterampilan menulis.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata....

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Menulis

Menulis merupakan keterampilan berbahasa tulis yang menjadi salah satu

faktor dalam kegiatan berbahasa. Keterampilan menulis merupakan keterampilan

yang paling akhir dikuasai dalam mempelajari bahasa setelah kemampuan

berbicara, menbaca, dan menyimak. Nursisto (1999: 5) menjelaskan keterampilan

menulis ialah kemampuan berkomunikasi melalui bahasa yang memiliki tingkatan

paling tinggi, yaitu menulis dalam bentuk bahasa tulis. Dapat disimpulkan bahwa

dalam kegiatan menulis dapat membantu seseorang dalam mengemukakan

pendapat atau ide yang ada dalam pikiran seseorang, sehingga dapat dipahami

orang lain. Kegiatan menulis dapat menghasilkan tulisan berupa karangan, hal

tersebut dikarenakan adanya proses mengarang.

Menurut Karsana (1986) mengarang mengandung arti tindakan menyusun,

mengatur, dan mengikat kata untuk disusun menjadi kalimat. Mengarang berarti

kegiatan memilih dan menyusun kata yang mengandung kesimpulan menata atau

mengatur kata untuk dijadikan sebuah kalimat, sehingga dari kalimat tersebut disusun

menjadi paragraf. Paragraf-paragraf tersebut selanjutnya disusun menjadi kesatuan

yang lebih besar. Sesuai pembahasan, mengarang dapat disimpulkan sebagai kegiatan

yang berproses, berupa susunan yang berlapis-lapis dengan teratur, sejak susunan kata

dalam kalimat hingga susunan paragraf dalam karangan itu seluruhnya. Arti karangan

juga dapat disimpulkan sebagai rangkaian kata atau kalimat dan juga suatu kegiatan

berbahasa yang masuk dalam kategori keterampilan menulis.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

10

Kegiatan mengarang bukan hanya menuangkan pikiran ke dalam tulisan,

tetapi sebagai penulis juga harus memperhatikan susunan dalam penulisan,

sehingga menjadi teratur dan sistematis, baik dalam susunan kata, kalimat maupun

bahasa yang digunakan. Seperti yang dijelaskan Karsana (1986: 4) jika kata kata

dalam kalimat itu tidak teratur, begitu pula jika kalimat-kalimat itu tidak berurutan

dengan baik, maka wujud penggunaan bahasa demikian itu tidak memenuhi untuk

disebut karangan dalam arti kata sesungguhnya. Karangan yang baik

menghendaki penggunaan bahasa dan susunan kata maupun kalimat yang teratur,

terpilih dan tersusun. Hal tersebut bertujuan agar sebuah karangan dapat tersusun

menjadi satu kesatuan yang utuh dan sistematis, sehingga dapat mempermudah

pembaca dalam memahami isi yang diutarakan penulis.

Kegiatan mengarang bukan hanya menghenndaki penggunaan bahasa yang

teratur, tetapi mengarang juga mengutarakan sesutu dengan menggunakan bahasa

tulis. Seperti pendapat Gie (2002: 3) mengarang adalah proses kegiatan seseorang

dalam mengungkapkan gagasan/ide dan menyanpaikannya melalui bahasa tulis

kepada masyarakat pembaca untuk dipahami. Hal tersebut, dimaksudkan untuk

menyampaikan atau memberitahukan gagasan, pikiran ataupun pendapat kepada

orang lain, karena pengutaraan itu mempunyai sasaran yaitu pembaca. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa kegiatan mengarang bukan hanya kata, kalimat, dan paragraf

yang disusun, tetapi juga gagasan, pikiran, perasaan atapun pendapat.

Pembelajaran menulis bukan sebagai hal baru bagi peserta didik, sehingga

memudahkan peneliti dalam memberikan penugasan bagi siswa berupa karangan.

Tulisan siswa sebagai bentuk penugasan menjadikan acuan dalam penelitian, yang

berkaitan dengan kesalahan berbahasa. Dari penugasan yang berupa tulisan dapat

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

11

dilihat bagaimana kesalahan-kesalahan yang ada pada hasil karangan siswa,

khususnya dalam penggunaan bahasa.

2.1.1 Bahasa dalam Karangan

Bahasa dalam sebuah karangan harus memakai aturan kaidah bahasa yang

menyangkut tatabahasa, tata bentuk, dan tata kalimat dalam bahasa Indonesia.

Kaidah bahasa Indonesia sangat penting untuk dikuasai agar pemakaian bahasa

dalam penulisan baik dan benar. Bahasa mempunyai fungsi yang sangat penting.

Hal itu dikarenakan bahasa merupakan suatu media pengungkapan gagasan/ide

penulis. Sebagai pengungkap gagasan/ide bahasa, dalam proses mengarang

dituntut untuk mampu mengungkapkan gagasan/ide secara tepat, sehingga

gagasan penulis dapat ditangkap pembaca secara baik.

Kesalahan penggunaan bahasa menyebabkan dampak bagi pembaca yaitu ide

yang disampaikan penulis tidak dapat diterima pembaca dengan baik. Hal tersebut

bisa terjadi karena penggunaan bahasa yang tidak terpilih dan tidak tersusun.

Penggunaan bahasa dalam proses mengarang harus diperhatikan. Hal tersebut

merupakan permasalahan yang sering dihadapi para penulis dalam proses kegiatan

mengarang, sehingga diperlukan pemeriksaan terhadap penggunaan bahasa dalam

karangan. Ruspitayanti, dkk (2015) menjelaskan betapa pentingnya seseorang untuk

menguasai kosa kata dan struktur kalimat, karena apabila seseorang kurang mengusai

kosa kata dan struktur kalimat, mereka akan kurang mampu dalam mengungkapkan

gagasan atau perasaannya kepada orang lain lewat bahasa tulis. Dengan menguasai

struktur kalimat yang memadai akan sangat memungkinkan seseorang terampil dalam

berbahasa dengam baik dan benar.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

12

Dalam karangan diperlukan pemakaian bahasa yang baik dan benar.

Banyak kesalahan berbahasa yang sering dijumpai dalam karangan para pelajar.

Tarigan dan Djago Tarigan (1988: 190) menjelasan pemakaian bahasa yang salah

dalam penulisan adalah banyakya pemakaian kosa kata yang tidak tepat

pemakaiannya, mengurangi atau menghilangkan kata-kata dalam kalimat, adanya

pemilihan frasa atau struktur yang membingungkan dan adanya pengguaan ejaan

yang salah. Kesalahan penulisan dalam sebuah karangan harus mendapatkan

perhatian yang khusus sehingga harus adanya perbaikan dalam penulisan. Hal

tersebut dapat memberikan kesempatan kepada para pelajar membuat

penyelesaian perbaikan terhadap kesalahan-kesalahan dalam penulisan, sehingga

mendorong para pelajar untuk meningkatkat hipotesis-hipotesis antarbahasa yang

mereka pelajari.

Pemakaian bahasa dalam penulisan karangan atau sebuah karya tulis harus

memperhatikan penggunaan bahasa yang baik dan benar. Penulisan yang benar

yaitu harus menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan norma dalam

masyarakat dan sesuai dengan struktur tata bahasa Indonesia. Arifin dan Farid

Hadi (2001: 15) menjelaskan kaidah bahasa Indonesia dalam pemakaian bahasa

ialah meliputi kaidah pemilihan kata, pembentukan kata, pembentukan paragraf,

penyusunan kalimat, penerapan ejaan (EYD) dan penataan penalaran.

Dalam hal karang-mengarang memerlukan modal untuk mencapai sesuatu

tujuan yang akan dilaksanakan. Artinya sesuatu yang harus lebih dahulu ada

sebelum upaya ke arah pencapaian yang akan dilaksanakan. Nursisto (1999: 9)

menjelaskan lima modal utama dalam hal karang-mengarang. Pertama, menguasai

struktur kalimat. Kalimat harus memenuhi persyaratan utama sebuah kalimat,

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

13

sehingga harus dilengkapi dengan unsur pembentukan kalimat. Kedua, mampu

menciptakan perluasan kalimat. Kalimat perlu diperluas agar membentuk kalimat

yang lebih lengkap sehingga informasi tercakup di dalamnya lebih luas. Sehingga

makna yang terkandung di dalamnya juga semakin luas pula. Ketiga, mampu

menetukan pilihan kata. Pilihan kata memegang peranan penting dalam

mengarang. Hal tersebut dikarenakan agar seorang pengarang dapat

mengungkapkan makna yang dimaksudnya secara tepat. Modal perbendaharaan

kata atau kosakata perlu diperkaya. Hal tersebut dikarenakan apabila kosakata

seorang penulis sangat terbatas, takutnya akan banyak mengulangi kata atau

kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik,

maksudnya seorang penulis dapat menyampaikan dengan tepat dan jelas. Kelima,

menguasai pungtuasi. Pungtuasi adalah tanda baca. Semua tanda baca dalam

karangan harus dikuasai secara baik dan benar, agar karangan yang kita tulis

merupakan sebuah karya tulis yang baik dan memadai.

2.1.2 Kesalahan Berbahasa

Kesalahan berbahasa dapat disebabkan karena kurangnya pemahaman

siswa dalam pembelajaran bahasa. Kurangnya kemampuan berbahasa

mengakibatkan siswa melakukan penyimpangan atau melanggar sistem bahasa.

Penyimpangan terjadi karena adanya pengaruh antarbahasa. Penggunaan sistem

bahasa tertentu pada bahasa lainnya disebut transfer. Jika penggunaan sistem

bahasa bertentangan maka disebut transfer negatif. Transfer negatif

mengakibatkan munculnya kesulitan pada pembelajaran bahasa Indonesia sebagai

bahasa kedua (B2), karena penutur lebih menguasai atau terbawa bahasa

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

14

pertamanya (B1). Hal tersebut merupakan salah satu penyebab kesalahan

berbahasa. Transfer negatif pada umumnya dikenal dengan istilah interferensi.

Tarigan dan Djago Tarigan (1988: 15) berpendapat bahwa transfer negatif tersebut

lebih dikenal dengan interferensi, dalam pemerolehan B2 istilah interferensi

mengacu kepada dua fenomena linguistik yang berbeda, yakni interferensi

psikologi dan interferensi sosiolinguistik. Interferensi sosiolinguistik mengacu

kepada interaksi bahasa, misaalnya peminjaman atau alih sandi.

Kesalahan berbahasa mengacu kepada penggunaan sistem bahasa yang

berbeda antara B1 dan B2. Sistem bahasa yang digunakan dapat berupa sistem

fonologi, sintaksis, morfologi, semantik, dan leksikal. Berdasarkan kesalahan

berbahasa Tarigan dan Djago Tarigan (1988: 145) menjelaskan taksonomi

kesalahan berbahasa dipengaruhi oleh kesalahan, yang didasari dalam butir

linguistik. Taksonomi kategori linguistik mengelompokkan kesalahan berbahasa

berdasarkan komponen unsur linguistik. Komponen bahasa mencangkup fonologi

(ucapan), morfologi dan sintaksis (gramatikal), semantik dan leksikon (makna),

dan wacana. Dapat disimpulkan kesalahan berbahasa dapat dilihat dari kesalahan

pembentukan kata, pola dan struktur kalimat.

2.2 Interferensi

Menurut Chaer dan Agustina (2010: 120) interferensi sebagai

penyimpangan bahasa yang terjadi karena adanya penggunaan dua bahasa atau

lebih dalam masyarakat tutur yang bersifat multilingual. Alwasilah (1993: 114)

berpendapat bahwa interferensi berarti adanya saling mempengaruhi antar bahasa.

Pengaruh tersebut biasanya terlihat dalam peminjaman kosakata pada bahasa lain.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

15

Pendapat tersebut didukung oleh Aslinda dan Syafyahya (2010: 66) yang

berpendapat bahwa pengaruh tersebut dapat dilihat dalam bentuk yang paling

sederhana, berupa pengambilan satu unsur dari satu bahasa dan digunakan dalam

hubungannya dengan bahasa lain. Dari beberapa pendapat di atas, dapat

disimpulkan bahawa interferensi yaitu gejala bahasa yang timbul akibat adanya

kontak bahasa. Interferensi dianggap sebagai penyimpangan bahasa yang

mengakibatkan saling terpengaruhnya antar bahasa sehingga mengacu pada

rusaknya sistem bahasa.

Martinet (1987: 170) menjelaskan interferensi terjadi pada segala tataran

bahasa yang bersentuhan dan dalam segala bidang, seperti pada tataran kosa kata,

gejala ini terungkap antara lain dengan perluasan makna dan penggunaan.

Pendapat di atas didukung oleh Alwasilah (1993: 114) yang berpendapat bahwa

interferensi dapat terjadi dalam bentuk pengucapan, kosakata, tata bahasa dan

makna budaya, baik dalam lisan maupun tulisan, khususnya jika seseorang sedang

mempelajari bahasa kedua. Dapat disimpulkan bahwa interferensi adalah

pengaruh bahasa satu terhadap bahasa lain, dapat saja berlaku dalam tataran

bunyi, tata kata, tata makna, serta dalam tata kalimat.

Interferensi terjadi pada semua tuturan bahasa dan disebabkan karena

adanya kontak bahasa. Menurut Weinreich (dalam Aslinda dan Syafyahya, 2010:

66) mengidentifikasikan empat bentuk ciri-ciri interferensi, yang dapat dilihat

berdasarkan, yakni (1) Pemindahan unsur dari satu bahasa ke bahasa yang lain.

Pemindahan unsur suatu bahasa ke dalam tuturan bahasa lain terdapat aspek

tententu yang di transfer. Aspek yang di transfer dari bahasa sumber ke dalam

bahasa penerima disebut unsur serapan (inportasi). (2) Perubahan unsur fungsi

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

16

dan kategori dikarenkn adanya proses pemindahan. Perubahan ini akan

menimbulkan perluasan maupun pengurangan. (3) Penerapan unsur bahasa kedua

yang tidak berlaku ke dalam bahasa pertama. Dalam hal ini terjadi pengingkaran

hubungan ketatabahasaan bahasa B yang tidak ada modelnya dalam bahasa A. (4)

Pengabaian struktur bahasa kedua akibat tidak adanya padananya dalam bahasa

pertama. Dalam hal ini terdapat pergantian unsur bahasa dengan padanannya ke

dalam suatu tuturan bahasa lain. Di dalam pergantian ada yang dinamakan istilah

substitusi, yaitu aspek dari suatu bahasa yang di salin ke bahasa lain.

Interferensi disebabkan karena adanya kontak bahasa pada seseorang yang

bersifat dwibahasawan. Hal ini, menyebabkan adanya saling pengaruh antara

bahasa pertama dan bahasa kedua. Kedua bahasa yang saling mempengaruhi

dapat terjadi pada setiap unsur bahasa, seperti unsur morfologi dan sintaksis.

Penggunaan sistem bahasa pertama pada bahasa kedua dikenal dengan istilah

transfer. Apabila sistem transfer yang dihasilkan tidak mempengaruhi kaidah

bahasa target atau bahasa kedua maka tidak menimbulkan keanehan pada bahasa

itu (positive transfer). Namun, apabila sistem yang digunakan itu bertentangan

dengan bahasa kedua akan menghasilkan kejanggalan makna (negative transfer)

atau dikenal dengan interferensi. Artinya, intereferensi dapat didefinisikan sebagai

penggunaan sistem bahasa pertama dalam menggunakan atau mengaplikasikan

bahasa kedua bahasa itu.

Berkenaan dengan proses interferensi, Chare dan Agustina (2010: 126)

berpendapat bahwa sebuah bahasa yang memiliki latar belakang sosial budaya dan

pemakaian yang luas, memberikan dampak akan banyaknya kontribusi kosakata

kepada bahasa-bahasa yang berkembang dan yang mempunyai kontak dengan

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

17

bahasa tersebut. Oleh karena itu, Chare dan Agustina (2010: 126) menjelaskan

ada tiga unsur pokok bahasa yaitu bahasa sumber, bahasa penyerap, dan unsur

serapan. Dalam peristiwa kontak bahasa pada saat tententu bahasa yang menjadi

sumber serapan dapat beralih peran menjadi bahasa penerima, dan demikian pula

sebaliknya. Akibatnya interferensi dapat terjadi secara timbal balik. Interferensi

BM dengan BI terjadi secara timbal balik.

Nababan (1986: 35) mengemukakan beberapa istilah mengenai

interferensi. la menyebut adanya interferensi perlakuan (performance

interference) dan interferensi sistemik (systemic interference). Interferensi

perlakuan sering terjadi pada seorang dwibahasawan yang sedang belajar bahasa

kedua. Interferensi sistemik akan terlihat dalam bentuk perubahan satu bahasa

dengan unsur-unsur atau struktur bahasa yang lain. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa interferensi sistemik menunjukkan gejala perubahan sistem

sebuah bahasa akibat pengaruh bahasa lain.

2.2.1 Faktor Penyebab Timbulnya Interferensi

Menurut Ohoiwutun (2002: 72) fenomena interferensi dapat dilihat dalam

tiga dimensi kejadian, yaitu (1) dimensi tingkah laku berbahasa dari indivudu-

individu di tengah masyarakat, (2) dimensi sistem bahasa dari kedua bahasa atau

lebih yang berbaur, (3) dimensi pembelajaran bahasa.

Dari dimensi tingkah laku individu penutur dengan mudah dapat disimak dari

berbagai prektek campur kode yang dilakukan penutur yang bersangkutan. Kosakata

yang dimiliki oleh suatu bahasa umumnya hanya terbatas pada pengungkapan di dalam

masyarakat yang bersangkutan. Faktor keterbatasan kosakata yang dimiliki oleh suatu

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

18

bahasa dapat menimbulkan interferensi. Hal ini merupakan salah satu sebab umum

yang sering menimbulkan banyaknya penyimpangan bahasa.

Terbawanya kebiasaan dalam bahasa pertama pada bahasa penerima yang

sedang dipergunakan, terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan karena

kurangnya penguasaan terhadap bahasa penerima. Hal tersebut biasa terjadi

karena disebabkan oleh interferensi bahasa pertama (B1) terhadap bahasa kedua

(B2) yang sedang dipelajari oleh penutur (siswa). Terbawanya kebiasan B1 dalam

pelaksanaan pelajaran, menimbulkan kurangnya keaktifan siswa dalam

menggunakan B2. Kurangnya bahasa yang diajarkan dan dilatihkan

mengakibatkan terjadinya interferensi. Oleh karena itu, dalam proses pengajaran

bahasa harus menggunakan bahasa yang tepat dan sempurna, tanpa mencampur

adukkan B1 dan B2.

2.2.2 Sistem Bahasa Madura dan Sistem Bahasa Indonesia

Interferensi dipengaruhi oleh dua sistem bahasa yang berbeda, sehingga

terjadi sebuah penyimpangan atau melanggar sistem kebahasaan. Hal tersebut

diakibatkan karena adanya kontak bahasa. Dari adanya dua sistem bahasa yang

berbeda, maka di bawah ini akan dijelaskan sistem bahasa Madura dan sistem

bahasa Indonesia, yaitu sebagai berikut:

1) Sistem Bahasa Madura

Bahasa Madura adalah bahasa daerah suku Madura yang digunakan di

dalam Pulau Madura maupun yang ada di luar pulau Madura. Sampai saat ini

bahasa Madura masih dipakai sebagai alat komunikasi antaranggota masyarakat

Madura dalam kehidupan sehari-hari. Disamping dipergunakan sebagai sarana

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

19

komunikasi, bahasa Madura dipergunakan juga dalam kesusastraan dan kesenian

Madura. Bahasa Madura merupakan salah satu bahasa daerah yang terhitung

sangat besar. Oleh karena itu, bahasa Madura perlu dikembangkan, dan

dipertahankan khususnya dalam peranannya sebagai sarana pengembangan

kelestarian kebudayaan daerah.

Bahasa Madura memiliki ciri yang berbeda dari bahasa-bahasa lainnya,

sehingga bahasa Madura penting untuk dikaji lebih mendalam. Bahasa Madura

memiliki ciri yang mudah untuk lebih dikenali dan bahkan beberapa di antaranya

tidak terdapat pada bahasa daerah lainnya maupun bahasa Indonesia. Sebagai

sebuah bahasa, bahasa Madura memiliki ciri khas baik dalam bidang morfologi,

sintaksis, maupun fonologi. Kekhasan bahasa Madura menyadarkan kita bahwa

bahasa Madura merupakan bahasa yang tinggi, memiliki keunikan sehingga layak

untuk diteliti. Namun, untuk membatasi kajian akan ciri dan kekhasan Bahasa

Madura, bagian ini akan memfokuskan kajiannya pada aspek morfologis

utamanya pada aspek verba. Sofyan (2012) membagi tiga bentuk verba bahasa

Madura, meliputi (a) bentuk dasar terikat (verba pangkal), (b) verba dasar bebas

(verba asal), (c) verba turunan.

Bentuk dasar terikat (verba pangkal) merupakan satuan gramatikal yang

belum masuk dalam kategori kata, tetapi dapat dijadikan sebagai bentuk kata dasar.

Verba pangkal tidak dapat berdiri sendiri, harus dilekati oleh afiks terlebih dahulu

sehingga dapat berdiri sendiri (Sofyan, 2012: 336). Contoh verba pangkal bahasa

Madura (BM) yaitu kakan, tompa’, dan pele. Verba dasar bebas (verba asal)

merupakan verba yang tanpa digabungkan dengan gramatik lain sudah

mempunyai makna leksikal tersendiri. Verba asal dapat berdiri sendiri tanpa

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

20

dilekati oleh afiks ataupun gramatikal lainnya dan verba asal berbentuk kata

tunggal (Azhar, 2013). Contoh verba asal BM yaitu elang, entar, dan berka’.

Verba turunan merupakan verba yang dibentuk melalui proses morfologis

yang dapat terdiri dari dua morfem atau lebih (Sofyan, 2012: 336). Proses

morfologis dalam verba turunan dapat digolongkan menjadi empat jenis, meliputi

(a) verba berafiks, (b) verba reduplikasi, (c) verba komposisi, dan (d) verba

berproses gabung. Verba berafiks merupakan verba yang dibentuk dengan

menambahkan afiksasi dalam bentuk dasar. Verba reduplikasi yaitu bentuk verba

yang berupa bentuk ulang. Verba Komposisi yaitu verba yang dibentuk dengan

cara menggabungkan dua buah verba. Verba berproses gabung yaitu verba yang

dibentuk melalui gabungan proses afiksasi dan reduplikasi.

Afiks bahasa Madura (BM) yang berfungsi sebagai pembentuk verba

adalah prefiks, sufiks, dan konfiks. Perfiks yaitu awalan yang terdiri atas prefiks

e-, eka-, ka-, ta-, epa-, a-, N-, dan pa-. Contoh perfiks BM yaitu ta- + kata dasar

(KD). Proses pembentukan kata prefiks dijelaskan pada kata dasar “tedung” (BM)

mendapatkan prefiks ta- akan mengalami proses pembentukan kata yaitu kata

dasar “tedung” mendapatkan awalan ta- akan menjadi “tatedung”, dalam bahasa

Indonesia memiliki arti “tertidur”.

Sufiks bahasa Madura (BM) adalah akhiran yang terdiri atas sufiks -e dan

-aghi. Contoh sufiks BM yaitu KD + aghi. Proses pembentukan kata sufiks

dijelaskan pada kata dasar “ghiba” (BM) mendapatkan sufiks -aghi akan

mengalami proses pembentukan kata yaitu kata “ghiba” mendapatkan akhiran

-aghi akan menjadi “ghibaaghi”, dalam bahasa Indonesia memiliki arti

“bawakanlah”.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

21

Konfiks yaitu proses pembentukan kata yang menggabungkan afiks

awalan dan akhiran. Konfiks bahasa Madura (BM) terdiri atas konfiks N-ana, N-e,

N-aghi, a-aghi, ma-e, ma-ana, ma-an, ma-aghi, a-e, e-e, e-na, e-ma, dan e-aghi.

Contoh konfiks BM yaitu ma- + KD + -e. Proses pembentukan kata konfiks

dijelaskan pada kata dasar “bine” (BM) mendapatkan konfiks ma-e akan

mengalami proses pembentukan kata yaitu kata dasar “bine” mendapatkan konfiks

ma-e akan menjadi “mabine’e”, dalam bahasa Indonesia memiliki arti

“menikahkan”.

Reduplikasi yaitu bentuk verba yang berupa bentuk ulang. Huda dkk

(dalam Marzuqi, 2001) menjelaskan reduplikasi bahasa Madura (BM) diambil

dari pengulangan suku akhir dari bentuk kata dasar. Contok reduplikasi BM yaitu

enga’ > nga’-enga’. Proses pembentukan kata reduplikasi dijelaskan pada kata

dasar “enga’” (BM) mendapatkan proses pengulangan suku akhir. Suku akhir

“nga’” diambil dari suku akhir kata dasar BM “enga’”, sehingga betuk

pengulangannya menjadi “nga’-enga’”. Jadi, “nga’-enga’” dalam bahasa

Indonesia memiliki arti “mengingat”.

Komposisi (pemajemukan) yaitu verba yang dibentuk dengan cara

menggabungkan dua buah verba. Verba komposisi dalam bahasa Madura (BM)

dibentuk dengan cara menggabungkan dua buah verba yang berbentuk sama.

Contoh komposisi BM yaitu nyorot-nyander. Proses pembentukan kata komposisi

dijelaskan pada kata dasar BM “nyorot” dan “nyander” mengalami proses

pemajemukan. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya proses penggabungan

kata yang berbentuk sama, sehinnga dari penggabungan dua kata tersebut

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

22

menimbulkan satu makna baru yang khusus yaitu “nyorot-nyander” yang dalam

bahasa Indonesia memiliki arti “maju-mundur”.

Berproses gabung yaitu verba berproses gabung yaitu verba yang dibentuk

melalui gabungan proses afiksasi dan reduplikasi. Jadi, dapat diartikan juga sebagai

bentuk verba yang mendapatkan dua proses gabungan. Contoh perfiks yang dapat

berkombinasi dengan reduplikasi dalam pembentukan kata yaitu aru-gharu. Proses

pembentukan verba berproses gabung dijelaskan pada kata dasar bahasa Madura

“gharu”, mengalami proses reduplikasi bahasa Madura yaitu pengambilan suku akhir

“ru” dari kata dasar “gharu” dan juga mengalami proses afiksasi yaitu mendapatkan

perfiks a-. Oleh karena itu, “aru-gharu” mengalami proses gabungan pembentukan

kata perfiks dan reduplikasi yaitu “aru-gharu” yang dalam bahasa Indonesia memiliki

arti “menggaruk-garuk”.

Tabel 2.1 Bentuk Verba Bahasa Madura

Pangkal Asal Turunan

Afiksasi Reduplikasi Komposisi Berproses

Gabung

Tidak

dapat

berdiri

sendiri

Dapat

berdiri

sendiri

Kata

berimbuhan

Kata

perulangan

Kata

gabungan

Kata gabungan

dari campuran

bentukan kata.

- Prefiks

- Sufiks

- Konfiks

Pengulangan

suku akhir

dari bentuk

dasar.

Menggabu-

ngkan dua

buah verba

yang ber-

bentuk

sama.

Verba yang

dibentuk

melalu proses

afiksasi dan

reduplikasi.

2) Sistem Bahasa Indonesia

Menurut Keraf (1991: 28) menjelaskan tatabahasa adalah suatu himpunan

dari patokan-patokan umum berdasarkan struktur bahasa. Struktur bahasa meliputi

bidang-bidang tata bentuk, tata kalimat dan tata bunyi. Dalam suatu bahasa sistem

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

23

ejaan mempunyai tiga aspek bahasa, yaitu aspek morfologis, yang menyangkut

pelambangan satuan-satuan morfemis, aspek sintaksis menyangkut pelambangan

ujaran dengan tanda baca dan aspek fonologis, yang menyangkut pelambangan

fonem dan penyusunan abjad. Mustakim (1992: 1) juga berpendapat bahwa aspek

morfologis mengatur pembentukan kata dengan pengimbuhan, penggabungan kata,

pemenggalan kata, penulisan kata, dan penyesuaian kosa kata asing ke dalam bahasa

Indonesia. Aspek sintaksis mengatur tentang penulisan dan pelafalan frasa, klausa,

serta kalimat. Aspek fonologi mengatur pelambangan fonem dengan huruf,

penyesuaian huruf-huruf asing dengan huruf yang ada dalam bahasa Indonesia, serta

pelafalan, pengakroniman, dan penyusunan abjad.

Aspek morfologis dalam tatabahasa membicarakan bentuk kata yang disebut

dengan morfem. Menurut Keraf (1991:51) morfem adalah kesatuan yang ikut serta

dalam pembentukan kata dan dapat membedakat arti. Sedangkan menurut Soedjito

(1995: 3) morfem adalah satuan bahasa terkecil yang memiliki makna. Keraf

(1991:51) membagi morfem menjadi dua, yaitu morfem dasar (bebas) dan morfem

terikat. Morfem dasar disebut dengan kata dasar, sedangkan morfem terikat disebut

dengan imbuhan. Contohnya yaitu pekerjaan dan memuaskan.

Berdasarkan contoh di atas, unsur “pekerjaan” dan “memuaskan” dapat

dipecahkan lagi menjadi “kerja” dan “pe-an”, serta “puas” dan “me-kan”. Unsur-

unsur “kerja” dan “puas” dapat pula langsung membina kalimat, sebaliknya unsur-

unsur “pe-an” dan “ke-an” tidak bisa langsung membina sebuah kalimat. Dari kedua

macam unsur tersebut mempunyai fungsi yang sama yaitu membentuk kalimat.

Unsur pembentuk itu baik yang bebas (kerja dan puas) maupun yang terikat (pe-an

dan ke-an).

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

24

Aspek morfologis dalam tatabahasa juga membicarakan tentang alomorf.

Alomorf merupakan bagian dari morfem. Menurut Keraf (1991:52) alomorf

merupakan variasi bentuk morfem yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang

dimasukinya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa morfem dapat juga mengalami

perubahan bentuk. Misalnya morfem ber- dan me- dalam bahasa Indonesia dalam

realisasinya dapat mengambil bermacam-macam bentuk, yaitu sebagai berikut:

(1) Perubahan awalan ber- bisa menjadi be- dan bel-.

(2) Perubahan awalan me- bisa menjadi mem-, men-, meny-, meng-, dan menge-.

Perubahan bentuk ber- dan me- disebabkan oleh lingkungan yang

dimasukinya. Misalnya bila me- memasuki suatu lingkungan kata yang mengandung

fonem /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /k/, /h/, /g/ dalam suku kata pertama, maka awalam me- akan

merubah menjadi meng-, misalnya ngambil jika mendapat awalam me- menjadi

mengambil. Bentuk-bentuk variasi dari pada morfem itu disebut alomorf.

Ada banyak ragam pembentukan dalam bahasa Indonesia. Sebagaian besar

kata dibentuk dengan cara menggabungankan beberapa komponen yang berbeda.

Faktor afiksasi memegang peranan penting dalan segi pembentukan kata. Menurut

Supriyadi (1986: 1) afiks atau imbuhan bahasa Indonesia dibagi menjadi tiga macam,

meliputi (a) prefiks, (b) sufiks, dan (c) konfiks. Prefiks (awalan) yaitu imbuhan yang

melekat di depan kata dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.

Ada berbagai awalan dalam bahasa Indonesia, di antaranya me-, di-, pe-, per-, ter-,

ke-, se-. Contoh perfiks yaitu menilai, bertani, dan terasa.

Sufiks (akhiran) yaitu imbuhan yang melekat di belakang kata dasar untuk

membentuk kata baru dengan arti yang berbeda. Ada tiga macam akhiran bahasa

Indonesia, di antaranya -an, -kan, dan -i. Contoh sufiks yaitu ukuran, ambilkan, dan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

25

ulangi. Konfiks (sirkumfiks/simulfiks) yaitu secara simultan (bersamaan), satu afiks

melekat di depan kata dasar dan satu afiks melekat di belakang kata dasar yang

bersama-sama mendukung satu fungsi. Ada berbagai konfiks dalam bahasa

Indonesia, di antaranya per- + -an, pe- + -an, ber- + -an dan ke- + -an. Contoh konfiks

yaitu persatuan dan kedaulataan.

Proses morfologis bukan hanya membicarakan mengenai kata-kata

berimbuhan. Namun, dalam proses morfologis juga membicarakan mengenai kata

ulang (reduplikasi). Keraf (1991: 120) menggolongkan bentuk kata ulang menjadi

empat, meliputi (a) ulangan atas suku awal, (b) ulangan utuh, (c) ulangan seluruh

suku kata, dan (d) ulangan berimbuhan.

Ulangan atas suku awal, yaitu vokal dari suku kata awal mengalami

pelemahan dan bergeser ke posisi tengah menjadi e (pepet). Contohnya yaitu

tatangga >< tetangga. Ulangan utuh, yaitu ulangan atas seluruh bentuk dasar

(diulang secara utuh). Contohnya yaitu anak >< anak-anak. Ulangan seluruh suku

kata, yaitu mengalami pengulangan suku kata, tetapi pada salah satu lingganya

mengalami perubahan suara pada satu fonem atau lebih. Contohnya yaitu sayur-

sayur >< sayur mayur. Ulangan berimbuhan, yaitu ulangan yang mendapatkan

imbuhan baik awalan maupun akhiran (kombinasi). Contohnya yaitu bermain-main

dan kuda-kudaan.

Proses morfologis selain membicarakan tentang afiksasi dan reduplikasi juga

membicarakan mengenai kata majemuk (komposisi). Jadi, proses morfologis dibagi

menjadi tiga macam yaitu afiksasi, reduplikasi dan pemajemukan. Menurut Soedjito

(1995: 121) pemajemukan adalah proses penggabungan dua kata atau lebih yang

menimbulkan satu makna baru yang khusus, yang membentuk suatu kesatuan arti.

Jadi, dapat disimpulkan sebagai pembentukan kata baru yang memiliki arti yang baru

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

26

karena mengalami proses penggabungan. Keraf (1991:127) menggolongkan tiga kata

majemuk berdsarkan ahli tatabahasa Sansekerta, meliputi (a) dwandwa, tatpurusa,

dan (c) karmadharaya.

Dwandwa yaitu penggabungan yang bersifat kopulatif, artinya gabungan

tersebut memilki derajat yang sama. Contohnya yaitu laki-bini, besar-kecil, dan

sanak-saudara. Tatpurusa yaitu kata majemuk yang kata bagian kedua

menjelaskan kata bagian pertama. Kata majemuk yang termasuk golongan ini

hanyalah kata-kata majemuk yang bagian keduanya terdiri dari kata benda, kata

kerja, atau kata tugas. Contohnya yaitu matahari, rumah sakit dan saputangan.

Karmadharaya yaitu kata majemuk yang kata bagian kedua menjelaskan kata

bagian pertama, tetapi bagian yang menjelaskan itu terdiri dari kata-kata sifat.

Misalnya orang tua dan rumah besar.

Tabel 2.2 Bentuk Proses Morfologis Bahasa Indonesia

Morfem

Dasar

Morfem

Terikat

Proses Morfologis

Afiksasi Reduplikasi Komposisi

Kata dasar Kata

imbuhan

Kata

berinbuhan

Kata

perulangan

Kata gabungan

- Prefiks

- Sufiks

- Konfiks

- ulangan suku

awal

- ulangan utuh

- ulangan

seluruh suku

kata

- ulangan

berimbuhan

Menimbulkan

makna baru

2.2.3 Jenis-jenis Interferensi

Weinreich (dalam Aslinda dan Syafyahya, 2010: 67) menjelaskan bentuk-

bentuk interferensi dalam tiga bagian yaitu (1) interferensi dalam bidang fonologi.

(2) interferensi dalam bidang leksikal, dan (3) interferensi dalam bidang gramatikal.

Interferensi gramatikal dibagi menjadi dua macam yaitu morfologis dan sintaksis.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

27

Interferensi dapat terjadi pada semua komponen kebahasaan, yaitu dalam bidang

tata kata, tata kalimat, tata bunyi, dan tata makna. Macam-macam interferensi yang

akan dibahas dalam penelitian ini adalah interferensi morfologis yang termasuk ke

dalam salah satu interferensi bidang gramatikal.

a. Interferensi Morfologis

Masukkanya pengaruh bahasa daerah ke bahasa Indonesia sekaligus

membawa interferensi, salah satu sasarannya adalah morfologis. Menurut Soedjito

(1995: 1) morfologi adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-seluk

morfem dan kata. Jadi, dapat disimpulkan kata morfologi berarti ilmu yang

mempelajari bentuk-bentuk dan semua masalah pembentukan kata-kata, yakni

morfem dan sejenisnya. Interferensi di bidang tatabahasa terjadi karena seorang

dwibahasawan mengidentifikasi morfem, kelas morfem, atau hubungan

ketatabahasaan pada sistem bahasa pertama dan mempraktekannya dalam tuturannya

pada bahasa kedua atau sebaliknya.

Interferensi morfologis terjadi apabila seorang penutur mengidentifikasi

morfem atau tatabahasa bahasa Madura dan kemudian menggunakannya dalam

bahasa Indonesia. Interferensi tata bentuk kata atau morfologis terjadi bila dalam

pembentukan kata-kata bahasa pertama penutur menggunakan atau menyerap awalan

atau akhiran bahasa kedua. Interferensi di bidang morfologis dari bahasa Madura ke

bahasa Indonesia terjadi apabila morfologi bahasa Madura mempengaruhi morfologi

bahasa Indonesia dan menyebabkan penyimpangan. Bisa berupa penyerapan afiks,

bisa penghilangan afiks, dan bisa bersaing pemakaiannya. Interferensi morfologis

terjadi karena adanya pembentukan kata dengan menggunakan afiks bahasa pertama

ke dalam bahasa kedua (bahasa target) atau sebaliknya. Chaer dan Agustina (2010:

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

28

123) juga berpendapat bahwa interferensi dalam bidang morfologi, antara lain

terdapat dalam pembentukan kata dengan afiks. Afiks-fiks suatu bahasa digunakan

untuk membentuk kata dalam bahasa lain. Dalam hal ini sistem pembentukan kata

bahasa Madura berpengaruh terhadap pembentukan kata bahasa Indonesia. Dengan

demikian, bentuk kata bahasa Indonesia menjadi bentuk kata yang tidak baku. Dalam

bahasa Belanda dan Inggris ada sunfiks -isasi, maka banyak penutur bahasa Indonesia

menggunakannya dalam pembentukan kata bahasa Indonesia seperti neonisasi,

aktualisasi, dan globalisasi. Aslinda dan Leni Syafyahya (2010: 75) membagi bentuk

interferensi morfologis menjadi tiga: (a) afiksasi, (b) pengulangan, dan (c) kata

majemuk.

Interferensi morfologis terjadi penyerapan unsur bahasa daerah ke dalam

pembentukan kata bahasa Indonesia. Misalnya kata bahasa jawa dan bentuk dasar

bahasa Indonesia atau sebaliknya. Bentuk-bentuk interferensi morfologis yang

akan dibahas dalam penelitian ini meliputi afiksasi dan pengulangan.

a) Afiksasi

Menurut Prawirasumarti (1986: 3) afiksasi adalah proses pembentukan kata

yang dilakukan dengan jalan penggabungan kata (akar) atau pokok kata dengan afiks

atau imbuhan. Afiks dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu prefiks (awalan),

infiks (akhiran), sunfiks (sisipan) dan konfiks (imbuhan gabungan). Dapat dilihat contoh

interferensi berdasarkan keempat jenis afiks tersebut, yaitu sebagai berikut:

(1) Di desaku setiap panen tiba kelihatan ramai, sampai aku dan adikku

ketiduran.

(2) Aku solat bersama-sama di Masjid ketemu kawan-kawanku.

Kata kelihatan dan ketiduran pada contoh pertama terpengaruh bahasa

Jawa. Bentukan kata kelihatan dan ketiduran berasal dari kata dasar lihat dan

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

29

tidur dan mendapat imbuhan {ke-an}. Sedangkan bentukan kata ketemu pada

contoh kedua berstruktur bahasa Jawa afiks {ke-}. Bentukan kata yang baku

adalah terlihat, tertidur dan bertemu.

Interferensi morfologis juga terjadi dalam pembentukan kata yang

unsurnya berupa gabungan unsur bahasa Jawa (BJ) dan bahasa Indonesia (BI).

Kata yang dimaksud terbentuk dari penggabungan kata dasar yang berasal dari

bahasa Jawa dan afiks dari bahasa Indonesia. Bentukan kata dengan sufiks -an

(BJ) mempengaruhi pembentukan kata dalam bahasa Indonesia. Contoh: kaum

“kantoran” di kota menjadi lebih konsumtif. Dalam bahasa Indonesia kata

benda yang digunakan untuk menyatakan tempat tidak perlu lagi ditambah

dengan dengan sufiks -an. Jadi, bentukan dalam Bahasa Indonesia bukan

“kantoran”, melainkan “kantor”.

b) Pengulangan

Menurut Soedjito (1995: 109) pengulangan (reduplikasi) merupakan

proses pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar baik secara utuh

maupun sebagian, baik dengan bervariasi fonem maupun tidak. Jadi

pengulangan dapat diartikan proses pengulangan bentuk kata dasar yang

berwujud kata ulang. Contoh interferensi pengulangan yaitu sebagai berikut:

(3) Terus gue harus bagaimana? Apa perlu gue harus nungging-nungging

buat bilang wow gitu?

Dilihat dari data “nungging-nungging” dan “ngumpul-ngumpul”. Kata

“nungging-nungging” tersebut berasal dari kata dasar “nungging” diulang secara

penuh menjadi kata “nungging-nungging”. Dalam hal ini, penutur jelas terlihat

kekurangan kosakata, seperti kata “nungging” yang diadopsi dari bahasa Melayu

Betawi. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya interferensi. Pada dasarnya,

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

30

remaja sudah dapat menggunakan bahasa dengan baik dan benar, baik itu bahasa

Indonesia maupun bahasa daerah. Namun, penutur cenderung mencampuradukkan

suatu bahasa tersebut, yang mengakibatkan munculnya interferensi bahasa.

Berdasarkan pandangan ahli linguistik, interferensi morfologis dapat

diartikan sebagai penyimpangan berbahasa, dengan adanya penyusupan unsur dari

bahasa lain dalam pembentukan kata. Pembentukan kata yang tidak sesuai dengan

kombinasinya dianggap sebagi suatu penyimpang yang disebut interferensi

morfologis. Interferensi morfologis dapat terjadi pada bentuk terikat seperti perfiks,

sufiks, dan konfiks.

2.3 Gejala Tutur

Gejala tutur disebabkan karena adanya penyimpangan berbahasa yang

terjadi pada ujaran dwibahasawan. Sebab yang melatarbelakangi terjadinya

kedwibahasaan (bilingualisme) adalah dikarenakan akibat adanya kontak bahasa.

Kontak bahasa dapat terjadi karena perpindahan penduduk dengan alasan

ekonomi, pendidikan, dan bencana alam sehingga terjadi kontak dengan bahasa

penutur lain.

Chaer dan Agustina (2010: 84) berpendapat bahwa bilingualisme dan

multilingualisme sebagai dampak adanya kontak bahasa, dapat dilihat dalam kasus

yang muncul dalam penggunaan bahasa seperti interferensi, alih kode, campur

kode dan integrasi. Kedwibahasaan merupakan salah satu permasalaha bahasa,

sedangkan bahasa itu sendiri tidak terbatas sebagai alat penghubung antarindividu

melainkan sebagai alat penghubung antarkelompok. Oleh karena itu, masalah

kedwibahasaan bukan masalah perseorangan tetapi masalah yang ada dalam suatu

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

31

kelompok pemakai bahasa. Untuk dapat memakai dua bahasa diperlukan

penguasaan kedua bahasa dengan kemampuan yang sama, artinya kemampuan

penutur dalam penguasaan bahasa keduanya. Pendapat di atas juga didukung oleh

Aslinda dan Syafyahya (2010: 25) menjelaskan bahwa kontak bahasa meliputi

segala peristiwa persentuhan antara dua bahasa atau lebih yang mengakibatkan

adanya perubahan unsur bahasa oleh penutur dalam konteks sosial. Masyarakat

dwibahasawan cenderung memiliki kemungkinan situasi interferensi bahasa yang

lebih besar. Masyarakat di Madura cenderung mendengar satu bahasa dari orang

tententu, dan bahasa kedua mereka dapatkan dari pendidikan di luar lingkungan

rumah.

Menurut Wijana dan Rohmadi (2013: 46) masyarakat tutur adalah

sekelompok orang dalam lingkup sempit maupun luas yang berinteraksi dengan

bahasa tertentu sehingga dapat dibedakan dengan kelompok masyarakat tutur

yang lain atas dasar perbedaan bahasa yang bersifat signifikan. Hal tersebut

menjelaskan bahawa penggunaan bahasa dapat digunakan secara luas, artinya

penggunaan bahasa yang relatif sama dan mempunyai penilaian yang sama

terhadap norma dalam pemakaian bahasa.

Masyarakat tutur tidak akan berjauhan dengan pembahasan bahasa. Hal ini

disebabkan karena manusia pada dasarnya bertindak tutur dengan bahasa. Bahasa

dipergunkan untuk mengekspresikan keinginannya dalam bentuk kontak bahasa.

Masyarakat dari berbagai daerah hendaknya mampu menggunakan lebih dari satu

bahasa, baik bahasa daerah maupun bahasa kedua. Namun, dituntutnya mengusai

beberapa bahasa mengakibatkan timbulnya penyimpangana atau kekacauan dalam

berbahasa. Wijana dan Rohmadi (2013: 50) mengemukakan ciri-ciri penutur yang

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Menuliseprints.umm.ac.id/40144/3/BAB II.pdf · kelompok kata. Keempat, menguasai ejaan. Penguasaan ejaan yang baik, maksudnya seorang penulis dapat

32

berkompeten, yakni (1) mempunyai pengetahuan mengenai gramatikal, dan kosa kata

suatu bahasa, (2) pengetahuan mengenai kaidah-kaidah berbahasa yang baik dan

benar,(3) pengetahuan tentang bagaimana menggunakan dan merenspon tipe-tipe

tindak tutur yang berbeda-beda, dan (4) pengetahuan tentang bagaimana berbicara

secara wajar.

Pengacaukan bahasa akan menimbulkan sebuah gejala tutur. Hal ini akan

menyebabkan sulitnya memperbaiki bahasa Indonesia yang mengalami

penyimpangan. Seperti yang diungkapkan Aslinda dan Syafyahyah (2010: 65)

bahwa interferensi dianggap sebagai gejala tutur, terjadi pada dwibahasawan dan

peristiwanya dianggap sebagai penyimpangan. Wijana dan Rohmadi (2013: 49)

mengemukakan dalam sebuah masyarakat tutur sekurang-kurangnya dapat

dibedakan menjadi dua jenis penutur, yakni penutur yang partisipatif dan yang

berkompeten. Penutur berkompeten merupakan penutur yang benar-benar mampu

menggunakan bahasa dalam berbagai tindak komunikasi, baik dari segi kosa kata

dan struktur bahasa yang bersangkutan.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan gejala tutur terjadi karena

dwibahasawan. Gejala tutur disebabkan karena adanya penyimpangan dalam

bentuk kebahasaan yang terjadi pada ujaran dwibahasawan yang disebabkan

oleh penutur memakai lebih dari satu bahasa dan juga akibat dari adanya kontak

bahasa. Dari adanya gejala tutur inilah yang menyebabkan adanya interferensi

bahasa.