Kaidah & penerapan ejaan

22

Click here to load reader

Transcript of Kaidah & penerapan ejaan

Page 1: Kaidah & penerapan ejaan

BAB I

PENDAHULUAN

I.1.LATAR BELAKANG

Dalam pemahaman umum, bahasa Indonesia sudah diketahui sebagai alat berkomunikasi.

Setiap situasi memungkinkan seseorang memilih variasi bahasa yang akan digunakannya.

Berbagai faktor turut menentukan pemilihan tersebut, seperti penulis, pembaca, pokok

pembicaraan, dan sarana.

Dalam situasi resmi, misalnya dalam kegiatan ilmiah, sudah sepantasnya digunakan bahasa

Indonesia ragam baku. Salah satu ciri ragam bahasa ilmiah ialah benar (Nazar, 2004: 101;

bandingkan pula Djajasudarma, 1999: 128). Pemahaman benar yaitu menyangkut kesesuaian

dengan kaidah bahasa Indonesia baku. Ragam bahasa baku dipahami sebagai ragam bahasa yang

dipandang sebagai ukuran yang pantas dijadikan standar dan memenuhi syarat sebagai ragam

bahasa orang yang berpendidikan. Kaidah yang menyertai ragam baku mantap, tetapi tidak kaku,

cukup luwes sehingga memungkinkan perubahan yang bersistem dan teratur di berbagai bidang.

Hal ini tentu saja dalam kerangka bahasa Indonesia yang baik dan benar. Baik dalam

pemahaman sesuai dengan situasi dan benar dalam pemahaman sesuai dengan kaidah tata bahasa

(Sugihastuti, 2003: 9).

Bahasa dalam laporan penelitian, sebagaimana telah dijelaskan, memilih ragam baku sebagai

sarananya, benar kaidahnya, dan memenuhi ciri sebagai ragam standar orang berpendidikan.

Namun, pada kenyataannya masih banyak ditemukan kesalahan dalam berbagai tataran bahasa,

termasuk dalam penggunaan Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Ejaan

sebagaimana telah dipahami bersama adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan

bunyi-bunyi ujaran dan bagaimana antarhubungan antara lambang itu. Secara teknis yang

dimaksud ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca (Arifin &

Tasai, 2004: 170; baca pula Mustakim, 1996; Rahardi, 2003). Oleh karena itu, penguasaan ejaan

mutlak diperlukan bagi seseorang yang berkecimpung dalam kegiatan ilmiah. Berikut ini

disajikan kaidah ejaan yang sering dilanggar berikut pembetulannya (contoh-contoh diambil dari

Nazar, 2004).

Penerapan Kaidah Ejaan 1

Page 2: Kaidah & penerapan ejaan

I.2.RUMUSAN MASALAH

1. Apakah problematika pengucapan & Pengejaan?

2. Apakah yang dimaksud dengan ejaan ?

3.  Bagaimana tahapan-tahapan ejaan bahasa Indonesia mulai dari Ejaan van

Ophuysen hingga Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)?

I.3.TUJUAN

1. Untuk mengetahui problematika pengucapan & pengejaan

2. Untuk mengetahui pengertian ejaan

3. Dapat menjelaskan tahapan-tahapan ejaan bahasa Indonesia mulai dari Ejaan van

Ophuysen hingga Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

4. Dapat menjelaskan tentang ejaan suwandi

5. Dapat menjelaskan tentang ejaan Melindo ( Melayu – Indonesia )

6. Dapat menjelaskan tentang ejaan suwandi

7. Dapat menjelaskan tentang Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

  

Penerapan Kaidah Ejaan 2

Page 3: Kaidah & penerapan ejaan

BAB II

PEMBAHASAN

II.1.PROBLEMATIKA PENGUCAPAN & PENGEJAAN

Usaha pembakuan bahasa Indonesia yang telah dirintis sejak tahun 1901 ternyata belum

menunjukkan hasil yang paripurna hingga saat ini.Dalam pemakaian bahasa Indonesia,masih

sering dijumpai kata-kata yang dieja atau diucapkan dengan tidak tepat.Umumnya kesalahan itu

perpangkal pada kesalahan ejaan sehingga sekaligus juga terjadi kesalahan pengucapan.Selain

itu,pembacaaan kata-kata yang sudah betul ejaannya terkadang masih dibaca dengan lafal yang

salah padahal dalam situasi resmi,seharusnya kesalahan seperti itu tidak terjadi.

Salah eja dan salah ucap itu biasanya terjadi karena pengaruh bahasa daerah.Kata-kata

nomor,besok,Rabu,Kamis biasanya dieja dan diucapkan nomer,besuk,dan Rebo, oleh orang-

orang yang bahasa pertamanya ( mother tongue ) bahasa Jawa.Kadang ejaannya sudah benar

tetapi diucapkan dengan tidak benar,misalnya: fakultas,ke mana,dan jalan diucapkan

pakultas,komana dan jalang oleh orang Bugis-Makassar.Selain itu,kesalahan ucapan dapat

disebabkan adanya bunyi yang berbeda tetapi dalam ejaan tidak dibedakan.Contohnya kata

‘peka’(sensitif) sering dilafalkan pepet padahal seharusnya dilafalkan seperti kata

teras(serambi).Kata ‘teras’ yang dilfalkan menggunakan ‘e’,pepet akan memiliki arti lain yaitu

inti kayu.

Kesalahan ucapan juga sering kali disebabkan penggunaan ejaan bahasa daerah Jawa

seperti huruf a yang harus dibaca seperti o dalam bahasa Indonesia.Misalnya,nama

‘Poerwadarminta’ yang seharusnya dibaca Purwodarminto dan ‘Poejasemedi’ yang seharusnya

dibaca Pujosemedi.

Salah eja juga sering terjadi pada penulisan kata-kata yang berasal dari bahasa asing

seperti sistim,kongkrit,tehnik,extra thesis,kwitansi, dan resiko,yang seharusnya ejaannya adalah

system,konkret,teknik,ekstra,tesis,kuitansi, dan risiko.

Kesalahan pengucapan yang sudah menjadi kebiasaan dan akan sulit dibetulkan seperti

yang dialami kalangan generasi tua.Untuk itu,hendaknya kesalahan yang demikian dihindari dan

Penerapan Kaidah Ejaan 3

Page 4: Kaidah & penerapan ejaan

tidak menular pada generasi muda.Salah satu cara menghindarinya adalah mempelajari dan

memahami sedini mungkin tentang seluk-beluk ejaan.

II.2.PENGERTIAN EJAAN

Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang

distandardisasikan. Lazimnya, ejaan mempunyai tiga aspek, yakni :

Aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan

penyusunan abjad .

Aspek morfologi yang menyangkut penggambaran

satuan-satuan morfemis

Aspek sintaksis yang menyangkut penanda

ujaran tanda baca (Badudu, 1984:7).

Keraf (1988:51) mengatakan bahwa

ejaan ialah keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan

lambang-lambang bunyi ujaran dan bagaimana interrelasi antara

lambang-lambang itu (pemisahannya, penggabungannya) dalam suatu

bahasa. Adapun menurut KBBI (1993:250) ejaan ialah kaidah-kaidah cara

menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk

tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Dengan demikian,

secara sederhana dapat dikatakan bahwa ejaan adalah seperangkat kaidah

tulis-menulis yang meliputi kaidah penulisan huruf, kata, dan tanda

baca.

Walaupun sistem ejaan sekarang didasarkan atas sistem fonemis, yaitu satu tanda untuk satu

bunyi, namun masih terdapat kepincangan-kepincangan. Ada fonem yang masih dilambangkan

dengan dua tanda (diagraf), misalnya ng, ny, kh, dan sy. Jika kita menghendaki kekonsekuenan

terhadap prinsip yang dianut, maka diagraf-diagraf tersebut harus dirubah menjadi monograf

(satu fonem satu tanda). Di samping itu masih terdapat kekurangan lain yang sangat mengganggu

terutama dalam mengucapkan kata-kata yang bersangkutan, yaitu ada dua fonem yang

dilambangkan dengan satu tanda saja yakni e (pepet) dan e (taling). Ini menimbulkan dualisme

dalam pengucapan.

Penerapan Kaidah Ejaan 4

Page 5: Kaidah & penerapan ejaan

Ejaan suatu bahasa tidak saja berkisar pada persoalan bagaimana melambangkan bunyi-

bunyi ujaran serta bagaimana menempatkan tanda-tanda baca dan sebagainya, tetapi juga

meliputi hal-hal seperti: bagaimana menggabungkan kata-kata, baik dengan imbuhan-imbuhan

maupun antara kata dengan kata. Pemotongan itu berguna terutama bagaimana kita harus

memisahkan huruf-huruf itu pada akhir suatu baris, bila baris itu tidak memungkinkan kita

menulils seluruh kata di sana. Apakah kita harus memisahkan kata bunga menjadi bu – nga atau

b – unga . Semuanya ini memerlukan suatu peraturan umum, agar jangan timbul kesewenangan.

II.3.PEMBINAAN EJAAN BAHASA INDONESIA

Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai

berikut :

a.      Ejaan van Ophuysen(1901-1947)

Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk

membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para

pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena

telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi

bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan

penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio" bahasa

Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.

Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat.

Di tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada

tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris

mengadopsi ejaan Wilkinson. Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu

(dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad

Taib Soetan Ibrahim.

Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur

("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini menjadi Balai Poestaka.

Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A. Rinkes, melancarkan program Taman

Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa

instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah

terbentuk sekitar 700 perpustakaan. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa

Penerapan Kaidah Ejaan 5

Page 6: Kaidah & penerapan ejaan

persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa

Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan,

dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,

"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya,

hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan

Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa

pergaulan atau bahasa persatuan."

Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh

sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir

Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak

mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.

Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang

dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan

baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van

Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:

1.      Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan

tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y

seperti dalam Soerabaïa.

2.      Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.

3.      Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.

4.      Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer,

’akal, ta’, pa’, dsb.

b.      Ejaan Suwandi(1947-1972)

Selama Kongres Bahasa Indonesia tahun 1938 telah disarankan agar ejaan itu lebih banyak

diinternasionalisasikan. Dan memang dalam perkembangan selanjutnya terutama sesudah

Indonesia merdeka dirasakan bahwa ada beberapa hal yang kurang praktis yang harus

disempurnakan. Sebenarnya perubahan ejaan itu telah dirancangkan waktu pendudukan Jepang.

Pada tanggal 19 Maret 1947 dikeluarkan penetapan baru oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan

dan Kebudayaan Suwandi (SK No. 264/Bag.A/47) tentang perubahan ejaan bahasa Indonesia;

sebab itu ejaan ini kemudian terkenal dengan nama Ejaan Suwandi.

Penerapan Kaidah Ejaan 6

Page 7: Kaidah & penerapan ejaan

Sebagai dampak dalam keputusan di atas, bunyi oe tidak semuanya diganti dengan u. Baru

pada tahun 1949, menurut surat edaran Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tanda oe mulai

1 Januari 1949 diganti dengan u.

Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini

juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:

1.      Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.

2.      Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.

3.      Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.

4.      Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang

mendampinginya.

c.      Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia) 1966

Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 kembali mempersoalkan masalah ejaan. Sesuai

dengan usul Kongres, kemudian dibentuk sebuah panitian dengan SK No. 44876 tanggal 19 Juli

1956. Panitia ini berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957. namun keputusan

ini tidak dapat dilaksanakan karena ada usaha untuk mempersamakan ejaan Indonesia dan

Melayu. Sebab itu pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu berhasil

merumuskan suatu konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo

(Melayu – Indonesia). Tetapi konsep ejaan ini juga tidak jadi diumumkan karena perkembangan

politik kemudian.

d.      Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)1972

Karena laju perkembangan pembangunan, maka dirasakan bahwa ejaan perlu

disempurnakan. Sebab itu, di tahun 1966 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Sarino

Mangunpranoto dibentuk lagi sebuah Panitia Ejaan Bahasa Indonesia, yang bertugas menyusun

konsep baru, yang merangkum segala usaha penyempurnaan yang terdahulu. Sesudah berkali-

kali diadakan penyempurnaan, maka berdasarkan Kepurusan Presiden No. 57 tahun 1972

diresmikan ejaan baru yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1972, yang dinamakan Ejaan

Yang Disempurnakan (EYD).

Penerapan Kaidah Ejaan 7

Page 8: Kaidah & penerapan ejaan

Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik

Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan

dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.

Perubahan yang paling penting dalam EYD adalah:

No. Ejaan lama EYD

Indonesia

(pra-1972)

Malaysia

(pra-1972)

ContohSejak 1972

Contoh

1. Tj Ch Tjakap C Cakap

2. Dj J Djalan J Jalan

3. Ch Kh tarich Kh Tarikh

4. Nj Ny njonja Ny nyonya

5. Sj Sh sjarat Sy Syarat

6. J Y Pajung Y Payung

Catatan: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u".

* Kedua gabungan huruf ini sebenarnya tidak terdapat dalam ejaan lama. Di samping itu

diresmikan pula huruf-huruf berikut di dalam pemakaian:

f maaf, fakir

v valuta, universitas

z zeni, lezat

q, x huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai.

Penerapan Kaidah Ejaan 8

Page 9: Kaidah & penerapan ejaan

Motif lahirnya Ejaan yang Disempurnakan ialah sebagai berikut :

1. Menyesuaikan ejaan bahasa Indonesia dengan perkembangan bahasa.

2. Membina ketertiban dalam penulisan huruf dan tanda baca.

3. Mulai usaha pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh.

4. Mendorong pengembangan bahasa Indonesia (Ambo Enre, 1984:38)

 

Adapun hal-hal yang diatur penggunaannya dalam EYD,yaitu sebagai berikut:

1.Penulisan Huruf

Dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan,penulisan huruf menyangkut dua

masalah,yaitu (1) penulisan huruf besar atau huruf kapital dan (2) penulisan huruf miring.

a.Penulisan huruf besar atau huruf kapital

Dalam kaidah penulisan huruf besar dan huruf kecil,terdapat aturan yang dinamis sesuai

dengan ketetapan dalam EYD. Berikut ini dipaparkan kaidah penulisan huruf kapital.

1) Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal

kalimat.Misalnya:Dia mengantuk..

2) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.

Misalnya: Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”

“Besok pagi,” kata Ibu, “Dia berangkat.”

3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan

nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.

Misalnya: Allah Alkitab Islam

Yang Mahakuasa Quran Kristen

4) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,keturunan, dan

keagamaan yang diikuti nama orang.

Misalnya: Sultan Hasanuddin

Nabi Ibrahim

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,keturunan, dan

keagamaan yang tidak diikuti nama orang.

Misalnya: Tahun ini ia pergi naik haji.

Penerapan Kaidah Ejaan 9

Page 10: Kaidah & penerapan ejaan

5) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti

nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang terentu,nama instansi, atau

nama tempat.

Misalnya: Wakil Presiden Jusuf Kalla

Profesor Supomo

Gubernur Sulawesi Selatan

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang

tidak diikuti nama orang atau nama tempat.

Misalnya: Siapa gubernur yang baru dilantik itu?

Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.

6) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.

Misalnya: Amir Hamzah

7) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa,suku,dan bahasa.

Misalnya: bangsa Indonesia

suku Sunda

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa,suku,dan bahasa yang

dipakai sebagai benttuk dasar kata turunan.

Misalnya: mengindonesiakan kata asing

8) Huruf kapital dipakai ssebagai huruf pertama nama tahun,bulan,hari,hari raya, dan

peristiwa sejarah.

Misalnya: bulan Agustus hari Natal

hari Jumat perang Diponegoro

tahun Hijriah

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai

sebagai nama.

Misalnya: Soekarno dan Hatta memprolamasikan kemerdekaan bangsanya.

Penerapan Kaidah Ejaan 10

Page 11: Kaidah & penerapan ejaan

9) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.

Misalnya: Asia Tenggara,Danau Toba,Pegunungan Jayawijaya

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi

unsur nama diri.

Misalnya: berlayar ke teluk

Pergi ke arah tenggara

10) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama Negara,lembaga

pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.

Misalnya: Republik Indonesia

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 57,Tahun 1972.

11) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang

terdapat pada nama badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta dokumen

asli.

Misalnya: Perserikatan Bangsa-Bangsa

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

12) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata

ulang sempurna) di dalam nama buku,majalah,surat kabar, dan judul karangan kecuali

kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.

Misalnya: Bacalah majalah Bahasa dan Sastra

Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.

13) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan ,nama gelar, pangkat, dan

sapaan.

Misalnya: Dr. doktor Prof. profesor

S.H. sarjana hukum Tn. tuan

14) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti

bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan

pengacuan.

Misalnya: Surat Saudara sudah saya terima.

Mereka pergi ke rumah Pak Camat.

Penerapan Kaidah Ejaan 11

Page 12: Kaidah & penerapan ejaan

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan

yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.

Misalnya: Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.

15) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.

Misalnya: Surat Anda telah kami terima.

b.Huruf Miring

Berbeda dengan penulisan huruf kapital,penulisan huruf miring tidak memiliki

kondisi dinamis yang rumit.Kekeliruan penulisan huruf miring umumnya terjadi hanya

pada penggunaan variasi tulisan dalam pengetikan menggunakan komputer.Berikut

kaidah penulisan dan penggunaan huruf miring:

1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku,majalah, dan surat

kabar yang dikutip dalam tulisan.

Misalnya: Majalah Bahasa dan Kesusastraan.

Surat kabar Tribun Timur.

2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,

bagian kata, kata, kelompok kata.

Misalnya: Huruf pertama kata abad ialah a.

Dia bukan menipu,tetapi ditipu.

3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau

ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaanya.

Misalnya: Nama ilmiah buah manggis adalah Carcinia mangostana.

Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.

2. Penulisan Kata

Penulisan kata adalah salah satu aspek bahasa yang sering diabaikan kaidah baku dalam

pemakainnya.Kadang dijumapai kata-kata yang bentuknya tidak lengkap awalan dan

akhirannya,seperti pada kalimat Dilarang jualan di tepi jalan dan Saya keberatan terhadap usul

itu.Seharusnya ‘jualan’ ditulis dengan ditambahkan awalan ber- sehingga menjadi Dilarang

berjualan di tepi jalan dan ‘keberatan’ ditulis dengan menambahkan awalan ber- sehingga

menjadi Saya berkeberatan terhadap usul itu.

Penerapan Kaidah Ejaan 12

Page 13: Kaidah & penerapan ejaan

Kesalahan juga terjadi pada pemenggalan akhiran kata dalam kalimat misalnya, Saya

sudah katakan; Saudara sudah ketahui; dan Tuan telah ambil; Jika yang dimaksud adalah

bentuk pasif maka seharusnya ditulis sudah saya katakan, telah Tuan ambil, dan sudah saudara

ketahui.Apabila yang dimaksud bentuk aktif maka seharusnya ditulis Saya sudah

mengatakan,Tuan telah mengambil, dan Saudara telah mengetahui.

Selain bentuk-bentuk awalan yang tidak tepat,kadang juga ditemui penggunaan kata yang

tidak tepat misalnya pada kalimat Saya berangkat duluan, Sepeda yang hilang itu telah

diketemukan, dan Cita-citanya tidak kesampaian.Harusnya ditulis dalam bentuk kalimat: Saya

berangkat lebih dulu, Sepeda yang hilang itu telah ditemukan kembali, dan Cita-citanya tidak

tercapai.

Sekilas,biang kesalahan pada bentuk di atas hanya terletak pada persoalan diksi,imbuhan,

dan awalannya saja. Akan tetapi bagaimana dengan kata pengrajin dan perajin. Bisakah

keduanya saling menggantikan atau tidak ada kata pengrajin berdasarkan prinsip persengauan

dan yang ada hanya kata perajin.

Dalam bahasa Indonesia,awalan peN- menyatakan ‘pelaku dari suatu perbuatan,’

misalnya penulis berarti ‘orang yang menulis,’ tetapi peN- yang dirangkaikan dengan kata sifat

menyatakan ‘orang yang mempunyai sifat’ misalnya pemalas (dari kata malas).Dalam hal

ini,perajin berarti orang yang memiliki sifat rajin bukan orang yang membuat barang-barang

kerajinan.Di sisi lain, perajin dalam arti ‘pembuat kerajinan’ tidak selamanya memiliki sifat

rajin.Dengan demikian, kata perajin dan pengrajin tidak boleh saling menggantikan dan

memiliki makna sendiri-sendiri.

Penerapan Kaidah Ejaan 13

Page 14: Kaidah & penerapan ejaan

BAB III

PENUTUP

III.1.KESIMPULAN

a. )      Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang

distandardisasikan. Ejaan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam hal (1) landasan

pembakuan tata bahasa, (2) landasan pembakuan kosakata dan peristrilahan, dan (3) alat

penyaring masuknya unsur-unsur bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, ejaan

mempunyai fungsi praktis yaitu membantu pemahaman pembaca di dalam mencerna informasi

yang disampaikan secara tertulis.

b. )     Pada tahun 1900, Ch. van Ophuysen mendapat perintah untuk menyusun ejaan

Melayu dengan mempergunakan aksara Latin. Ejaan tersebut tidak sekali jadi tapi tatap

mengalami perbaikan dari tahun ke tahun dan baru pada tahun 1926 mendapat bentuk yang tetap.

Dalam perkembangan selanjutnya terutama sesudah Indonesia merdeka dirasakan bahwa ada

beberapa hal yang kurang praktis yang harus disempurnakan. Pada tanggal 19 Maret 1947

dikeluarkan penetapan baru oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan Suwandi (SK

No. 264/Bag.A/47) tentang perubahan ejaan bahasa Indonesia; sebab itu ejaan ini kemudian

terkenal dengan nama Ejaan Suwandi. Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 kembali

mempersoalkan masalah ejaan pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu

berhasil merumuskan suatu konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan

Melindo (Melayu – Indonesia). Karena laju perkembangan pembangunan, maka dirasakan bahwa

ejaan perlu disempurnakan. Sesudah berkali-kali diadakan penyempurnaan, maka berdasarkan

Kepurusan Presiden No. 57 tahun 1972 diresmikan ejaan baru yang mulai berlaku pada tanggal

17 Agustus 1972, yang dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

III.2.SARAN

Pemahaman pada ejaan yang benar kiranya dapat mendorong kita pengguna bahasa

Indonesia harus terus meningkatkan kualitas bahasa Indonesia. Dengan demikian, bahasa

Indonesia dapat menjadi bahasa modern yang dapat mengaktualisasikan konsep-konsep ipteks.

Penerapan Kaidah Ejaan 14

Page 15: Kaidah & penerapan ejaan

DAFTAR PUSTAKA

Nazar, Noerzisri. 2004. Bahasa Indonesia dalam Karangan Ilmiah. Bandung: Huma-

niora.

Sugono, Dendy (Penyunting). 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia 1 & 2. Jakarta:

Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.

Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia. 2004. Pedoman Umum Ejaan Bahasa

Indonesia yang Disempurnan. Jakarta: Pusat Bahasa.

Mustakim. 1996. Tanya Jawab Ejaan Bahasa Indonesia untuk Umum. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Syahruddin,Ga’ga Mansur,dkk.2011.Mari Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar. Makassar:Permata

Ilmu.

Penerapan Kaidah Ejaan 15