BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

17
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir diantara pembaca. Oleh karena itu diperlukannya teori dalam penelitian. 2.1.1. Pengertian Belajar Menurut Teori Kontruktivisme Teori kontruktivisme dalam pembelajaran adalah dapat benar-benar memahami dan dapat menerapkan sendiri konsep matematika yang telah dipelajari peserta didik. Trianto (2007:13) mengemukakan “Teori kontruktivis ini menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai”. Menurut teori kontruktivis satu prinsip yang terpenting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada peserta didik. Guru dapat memberika kemudahan kepada peserta didik dengan memberikan kesempatan peserta didik untuk menemukan kembali atau menerapkan ide-ide mereka sendiri. Peserta didik dapat menempatkan pengalaman hidup peserta didik kedalam matematika sehingga dapat menjadi konsep matematika yang lebih bermakna bagi peserta didik. Teori konstruktivis berkembang dari kerja Piaget dan Vygotsky, menurut Piaget dan Vygotsky (Trianto 2007:13) “lebih menekankan pada aspek sistem kebermaknaan, pemahaman realitas, dan aspek sosial dalam pembelajaranya sehingga terjadi sebuah perubahan dalam pembelajaran.” Piaget menekankan bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi perubahan perkembangan dalam pembelajaran. Menurut Piaget (Sumantri dan Syaodih, 2006:52) “karakteristik anak usia sd pada tahap perkembangan kognitif, berpikir operasional, konservasi.” Trianto (2007:14) mengemukakan “Perkembangan kognitif sebagai suatu proses peserta didik secara aktif dapat membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/917/3/T1_292008183_BAB II.pdfdidapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar

didapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir diantara

pembaca. Oleh karena itu diperlukannya teori dalam penelitian.

2.1.1. Pengertian Belajar Menurut Teori Kontruktivisme

Teori kontruktivisme dalam pembelajaran adalah dapat benar-benar

memahami dan dapat menerapkan sendiri konsep matematika yang telah dipelajari

peserta didik. Trianto (2007:13) mengemukakan “Teori kontruktivis ini

menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri dan

mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan

aturan-aturan lama dan dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi

sesuai”. Menurut teori kontruktivis satu prinsip yang terpenting dalam psikologi

pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan

kepada peserta didik. Guru dapat memberika kemudahan kepada peserta didik

dengan memberikan kesempatan peserta didik untuk menemukan kembali atau

menerapkan ide-ide mereka sendiri. Peserta didik dapat menempatkan

pengalaman hidup peserta didik kedalam matematika sehingga dapat menjadi

konsep matematika yang lebih bermakna bagi peserta didik.

Teori konstruktivis berkembang dari kerja Piaget dan Vygotsky, menurut

Piaget dan Vygotsky (Trianto 2007:13) “lebih menekankan pada aspek sistem

kebermaknaan, pemahaman realitas, dan aspek sosial dalam pembelajaranya

sehingga terjadi sebuah perubahan dalam pembelajaran.” Piaget menekankan

bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi

perubahan perkembangan dalam pembelajaran. Menurut Piaget (Sumantri dan

Syaodih, 2006:52) “karakteristik anak usia sd pada tahap perkembangan kognitif,

berpikir operasional, konservasi.” Trianto (2007:14) mengemukakan

“Perkembangan kognitif sebagai suatu proses peserta didik secara aktif dapat

membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/917/3/T1_292008183_BAB II.pdfdidapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir

6

pengalaman dalam interaksi-interaksi mereka”. Proses pembelajaran

Piaget menyatakan bahwa peserta didik membangun pengetahuan sebagai hasil

dari pikiran dan kegiatan peserta didik melalui bahasa. Vygotsky menekankan

pada aspek sosial dalam pembelajaran adalah perkembangan fungsi mental yang

dapat mengembangkan konsep, penalaran logis, dan pengambilan keputusan.

Trianto (2007: 26) mengemukakan “Proses perkembangan tergantung baik pada

faktor biologis menemtukan fungsi-fungsi elementer memori, atensi, persepsi, dan

stimulus-respon, faktor sosial”. Pandangan kontruktivis teori sosial Vygotsky

adalah memunculkan adanya interaksi antar individu dan kerja sama antar

individu untuk dapat mengembangan konsep, penalaran logis, dan pengambilan

keputusan.

Pandangan kontruktivis menurut Piaget dan Vygotsky menekankan

pembelajaran kepada pembangunan suatu sistem yang bermakna dalam

pembelajaran, pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman interaksi

sosial dalam menyelesaikan suatu masalah, mengembangkan kemampuan

bernalar, bereksplorasi, dan mengkonfirmasikan hasil dari pembelajaran.

2.1.2. Matematika Sekolah Dasar

Matematika merupakan mata pelajaran yang ada di Sekolah Dasar.

Menurut Wahyudi dan Inawati (2009:5) mengemukakan bahwa “matematika

merupakan suatu ilmu yang mempelajari jumlah-jumlah yang diketahui melalui

proses perhitungan dan pengukuran yang dinyatakan dengan angka-angka atau

simbol.” Matematika SD digunakan untuk membekali peserta didik dengan

kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan efektif.

Antonius Cahya (2006: 18) mengemukakan bahwa “Matematika berfungsi

untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan,

eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir

dan model matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel,

grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan”.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/917/3/T1_292008183_BAB II.pdfdidapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir

7

Matematika Sekolah Dasar terdiri dari sistem-sistem yang terstruktur yang

masing-masing terbentuk melalui pola penalaran secara deduktif dengan logika

matematika sebagai alat penalarannya dalam mengkomunikasikan suatu proses

perhitungan dan pengukuran yang dinyatakan dengan angka-angka.

2.1.3. Pendekatan Pembelajaran

Pemilihan pendekatan dan stategi pembelajaran merupakan bagian yang

cukup terpenting dalam merencanakan proses pembelajaran matematika. Wahyudi

dan Kriswandani (2010:45) mengemukakan “Pendekatan pembelajaran dapat

diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran,

yang merajuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih

umum.” Didalam pendekatan pembelajaran mewadahi, menginspirasi,

menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu.

Menurut Wahyudi dan Kriswandani (2010:46) dari pusat pembelajarannya maka

pendekatan dibedakan atas dua jenis yaitu:

1. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada peserta

didik (student centered apporoach).

2. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru

(teacher centered approach).

Pemilihan pendekatan dalam pembelajaran sebaikanya berangkat dari

perumusan tujuan yang jelas agar pembelajaran menjadi efisien dan efektif.

Menurut Wijaya (2011:16) “Kriteria yang lain adalah memilih pendekatan

pembelajaran yang dapat melibatkan peserta didik dalam proses belajar

mengajar.” Kegiatan pembelajaran peserta didik dituntut untuk terlibat aktif dalam

proses pembelajaran. Menurut Antonius Cahya (2006: 25) berpendapat bahwa

“Pendekatan dalam pembelajaran matematika sangat dipengaruhi oleh pandangan

guru terhadap matematika dan peserta didik dalam pembelajaran.”

Pemilihan Pendekatan dalam pembelajaran matematika bukan hanya

memindahkan matematika dari guru ke peserta didik tetapi tempat untuk peserta

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/917/3/T1_292008183_BAB II.pdfdidapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir

8

didik menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi

masalah-masalah nyata, membangun suatu sistem yang bermakna dalam

pembelajaran, pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman interaksi

sosial dalam menyelesaikan suatu masalah, mengembangkan kemampuan

bernalar, bereksplorasi, dan mengkonfirmasikan hasil dari pembelajaran.

2.1.4. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

Pembelajaran matematika hakikatnya adalah suatu proses yang sengaja

dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan

peserta didik melaksanakan pembelajaran, dan proses tersebut berpusat pada guru

mengajar . Pembelajaran matematika harus memberika peluang kepada peserta

didik untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Menurut

Aisyah (Wahyudi dan Kriswandani, 2007:47) menyimpulkan bahwa

“Pembelajaran matematika adalah pembelajaran berpusat pada kegiatan peserta

didik belajar dan bukan berpusat pada kegiatan guru mengajar”. Pembelajaran

matematika sebaiknya terdapat pendekatan yang sesuai dengan pemahaman

karakteristik matematika dalam mengembangkan kemampuan berpikir matematis.

Adam dan Hamm (Wijaya, 2012: 15) berpendapat “Pembelajaran matematika

seharusnya mempunyai peranan pengajaran yang dapat membantu para guru

untuk memberikan materi pada peserta didik secara proporsional sesuai dengan

tujuan.” Pemilihan pembelajaran yang sesuai dengan fungsi yang ada pada

pelajaran matematika.

Pemilihan pembelajaran matematika yang tepat dapat membuat peserta didik

membangunan suatu sistem yang bermakna dalam pembelajaran, pemahaman

realitas melalui pengalaman-pengalaman interaksi sosial dengan teman sebaya,

berani berargumentasi melalui percakapan dalam kelompok kerja dengan adanya

suatu pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan bernalar,

bereksplorasi, dan mengkonfirmasikan hasil dari pembelajaran apabila dalam

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/917/3/T1_292008183_BAB II.pdfdidapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir

9

pembelajaran matematika guru dapat menyampaikan materi secara proposional

sesuai dengan tujuan matematika.

2.1.5. Pengertian Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)

Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada

tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Realistic Mathematic Education (RME)

merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika. Menurut

Wijaya (2011: 20) berpendapat ”Realistic Mathematic Education (RME) yang

dalam makna Indonesia berarti Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Fruedenthal yang berpendapat

matematika merupak aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan

dengan realitas”. Teori ini mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan

realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus

dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Menurut

pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari

guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep

matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata.

Matematika dilihat sebagai kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan

masalah karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus

diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di

bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali ini dikembangkan melalui

penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata. Dunia nyata diartikan sebagai segala

sesuatu yang berada di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari, lingkungan

sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia nyata. Dunia

nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk menekankan

bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan matematika realistik

digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata.

Proses ini digambarkan oleh de Lange sebagai lingkaran yang tak berujung

sebagai berikut :

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/917/3/T1_292008183_BAB II.pdfdidapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir

10

Gambar 2.1 alur pelaksanaan matematika realistic menurut oleh de Lange

Wahyudi dan Kriswandani (2007:50)

Ariyadi Wijaya (2011: 21) Matematisasi pada pendekatan Realistic

Mathematic Education (RME) dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Matematisasi horisontal

Peserta didik mencoba menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata dengan

cara mereka sendiri, menggunakan bahasa, dan simbol mereka sendiri.

2. Matematisasi vertikal

Peserta didik mencoba menyusun prosedural umum yang dapat digunakan

untuk menyelesaikan soal yang sejenis secara langsung tanpa bantuan

konteks.

Proses pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah

kontektual sabagi awal dalam belajar matematika sebagai ganti dari pengenalan

konsep benda abstrak. Dengan demikian proses pengembangan konsep-konsep

dan ide-ide dari matematika bermula dari dunia nyata. Dunia nyata ini tidak

berarti konkret secara fisik dan kasat mata, tetapi juga termasuk yang dapat

dibayangkan oleh pikiran anak.

Treffers (Ariyadi Wijaya, 2012: 21) terdapat lima karakteristik

Pembelajaran Matematika Realistik Mathematic Education (RME) sebagai

berikut:

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/917/3/T1_292008183_BAB II.pdfdidapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir

11

1. Penggunaan konteks

Konteks atau permaslahan realistik digunakan sebagai titik awal

pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia

nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau

situasi lain selama hal tersebut nermakna dan bisa dibayangkan dalam

pikiran siswa.

2. Penggunaaan model untuk matematisasi progresif

Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan

matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat

formal. Hal yang perlu dipahami dari kata model bukan merujuk pada

alat peraga tetapi merupakan suatu alat verikal dalam matematika yang

tidak dapat dipisahkan dari proses matematisasi karena model merupakan

tahap proses transisi level informal menuju matematika formal.

3. Pemanfaatan hasil kontruksi siswa

Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan

masalah sehingga diharapkan akan memperoleh strategi yang bervariasi.

Hasil kerja gan konstruksi siswa selanjutnya digunakan untuk landasan

pengembangan konsep matematika.

4. Interaktivitas

Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan

juga secara kebersamaan merupakn suatu proses sosial. Proses belajar

siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling

mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pembelajaran

matematika bermanfaat mengembangkan kemampuan kognitif dan

efektif siswa secara simultan.

5. Keterkaitan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/917/3/T1_292008183_BAB II.pdfdidapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir

12

Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak

konsep matematika memiliki keterkaitan. Oleh karena itu, konsep-konsep

matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah atau terisolasi

satu sama lain. Realistic Mathematic Education menempatkan

keterkaitan (intertwinement) antar konsep matematika sebagai hal yang

harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan

ini, satu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan

membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan.

Karakteristik yang ada dalam pendekatan Realistic Mathematic Education,

pendekatan ini sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran matematika di

Sekolah Dasar karena dalam pendekatan Relistic Mathematic Education (RME)

terdapat beberapa karakteristik yang mengarahkan siswa dalam pembelajaran

harus melalui proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi serta dalam proses

pembelajaran menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME).

Konteks yang digunakan dalam pendekatan Realistic Mathematic Education

(RME) adalah memberikan kesempatan peserta didik untuk melakukan eksplorasi

strategi penyelesaian masalah. Penggunaan konteks diawal pembelajaran bisa

meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran matematika peserta didik. Selain

itu pendekatan ini mendorong peserta didik untuk saling berinteraksi.

Ariyadi (2011:29) mengemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam

pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) adalah:

1. Hasil belajar akademik struktural. Bertujuan untuk meningkatkan kinerja

peserta didik dalam tugas-tugas akademik.

2. Kemampuan berinteraksi. Bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang

pemahaman peserta didik terhadap konsep yang dipelajari.

3. Mengembangkan kemampuan bernalar, bereksplorasi, dan

mengkonfirmasikan hasil dari pembelajaran. Bertujuan untuk membuat

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/917/3/T1_292008183_BAB II.pdfdidapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir

13

peserta didik lebih kreatif dalam menyelesaikan masalah yang

berhubungan dengan matematika.

Wahyudi dan Kriswandani (2007: 52) mengemukakan bahwa langkah-

langkah pembelajaran dalam pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)

adalah:

1. Memahami masalah/soal konteks guru memberikan masalah/persoalan

kontekstual dan meminta peserta didik untuk memahami masalah tersebut.

2. Menjelaskan masalah konstektual, langkah ini dilakukan apabila ada

peserta didik yang belum paham dengan masalah yang diberikan.

3. Menyelesaikan masalah secara kelompok atau individu.

4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban. Guru memfasilitasi diskusi

dan menyediakan waktu untuk membandingkan dan mendiskusikan

jawaban dari soal secara kelompok.

5. Menyimpulkan hasil diskusi

Pelaksanaan pembelajaran matematika yang mengunakan pendekatan

Realistic Mathematic Education (RME) terdapat diskusi kelompok dalam

menyelesaikan masalah yang akan diberikan oleh guru. Menurut Trianto

(2007:117) “diskusi mempunyai arti suatu situasi di mana guru dengan peserta

didik atau dengan peserta didik yang lain saling bertukar pendapat secara lisan,

saling berbagi gagasan dan pendapat.”

Langkah-langkah diskusi kelompok menurut Trianto (2007:124) sebagai

berikut:

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran khusus dan menyiapkan peserta

didik.

2. Guru mengarahkan fokus diskusi dengan menguraikan aturan-aturan dasar.

3. Guru memonitor antar aksi, mengajukan pertanyaan, mendengarkan

gagasan peserta didik, menanggapi gagasan, melaksanakan aturan dasar.

4. Guru menutup diskusi dengan rangkuman

5. Guru meminta peserta didik memeriksa proses diskusi dan berpikir peserta

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/917/3/T1_292008183_BAB II.pdfdidapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir

14

didik.

Pembelajaran menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education

(RME) dapat membuat peserta didik membangunan suatu sistem yang bermakna

dalam pembelajaran, pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman

interaksi sosial dengan teman sebaya, berani berargumentasi melalui percakapan

dalam kelompok kerja dengan adanya suatu pembelajaran yang mampu

mengembangkan kemampuan bernalar, bereksplorasi, dan mengkonfirmasikan

hasil dari pembelajaran.

2.1.6. Pengertian Hasil Belajar

Setelah individu mengalami proses belajar maka akan memperoleh output

atau hasil dari proses belajar yang dialaminya itulah yang biasa disebut hasil

belajar. Hasil belajar biasanya ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku.

Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan ke arah yang positif

misalnya anak yang belum bisa membaca, setelah belajar anak tersebut dapat

membaca, dari belum bisa membaca menjadi bisa membaca. inilah yang

dimaksud hasil belajar atau perubahan perilaku ke arah positif. Banyak para ahli

yang mendefinisikan tentang hasil belajar. Menurut Hamzah (2008:16)

mengemukakan bahwa “Hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan

sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran dibawah

kondisi yang berbeda”. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik

dalam mencapai tujuan pengajaran mempunyai konsep utama yang bermakna bagi

peserta didik. Sudjana (2011:22) berpendapat bahwa “Hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

belajarnya”. Secara keseluruhan hasil belajar merupakan hasil dari proses

pembelajaran yang dapat diukur melalui tes.

Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai

tujuan output (hasil belajar) memperoleh hasil yang diinginkan. Jadi faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi suatu proses belajar agar mencapai tujuan output (hasil

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/917/3/T1_292008183_BAB II.pdfdidapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir

15

belajar). Berikut dijelaskan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi

belajar menurut Hamalik (2005:32) faktor-faktor belajar itu adalah:

1. Faktor kegiatan

2. Belajar memerlukan latihan.

3. Belajar hendaknya dilakukan pada suasana yang menyenangkan.

4. Siswa yang belajar perlu mengetahui apakah ia berhasil atau gagal

dalam belajarnya.

5. Faktor asosiasi.

6. Pengalaman masa lampau.

7. Faktor kesiapan belajar.

8. Faktor minat dan usaha.

9. Faktor fisiologis.

10. Faktor intelegensi.

Beberapa faktor belajar yang mempengaruhi hasil belajar pada dasarnya

meliputi faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar dan faktor luar

individu yang sedang belajar, faktor yang berasal dari luar individu adalah faktor

kegiatan dimana peserta didik dapat menerima pengetahuan dari pembelajaran

yang telah dilakukan peserta didik sedangkan faktor luar adalah kegiatan

pembelajaran yang dilakukan oleh guru.

2.1.7. Pengertian Pendekatan Matematika Mekanistik

Pada pendekatan mekanistik baik matematisai horisontal maupun vertikal

tidak digunakan. Pembelajaran yang menggunakan pendekatan mekanistik

pembelajaran dilakukan secara formal. Menurut Streefland (Dahrmin 2011:8)

“Pandangan pendekatan mekanistik, matematika adalah suatu sistem aturan”.

Aturan ini diberikan kepada siswa, kemudian mereka memverifikasikan, dan

menerapkannya kepada masalah serupa seperti contoh sebelumnya. Tak ada

fenomenal “Real worl” sebagai sumber, sedikitnya sekali perhatian diberikan

kepada aplikasi. Perhatikan banyak memberikan kepada memorisasi (mengingat)

dan otomatisasi pada “trik” dan tentunya bukan metodologi.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/917/3/T1_292008183_BAB II.pdfdidapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir

16

Langkah-langkah pada pembelajaran menggunakan pendekatan matematika

mekanistik menurut Streefland (Dahrmin 2011:11) :

1. Pada pembelajaran yang menggunakan pendekatan matematika mekanistik

pelajaran dimulai dengan tahap aritmetika formal.

2. Proses belajar tidak mengenal tahap-tahap formalisasi karena guru

langsung menjelaskan secara simbolik seperti halnya pemakaian rumus-

rumus dalam matematika.

3. Pemberian soal oleh guru yang disajikan secara khas yaitu masih dalam

cerita murni, simbolik, dan tidak ada soal yang dapat dicari informasinya

oleh peserta didik itu sendiri.

4. Guru memberikan soal untuk dikerjakan peserta didik dengan sendiri-

sendiri tanpa ada interaksi dengan peserta didik yang lain.

5. Guru mengevaluasi perkerjaan peserta didik

6. Guru menyimpulkan pelajaran

7. Penutup

Pendekatan mekanistik merupakan salah satu pendekatan yang masih

digunakan dalam pembelajaran. Pada pembelajaran menggunakan pendekatan

matematika mekanistik merupakan pendekatan yang tidak memerlukan

matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal.

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Andriyani (2009) yang berjudul “

Penerapan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Pada Materi

Pokok Bangun Datar di Kelas V SD Negeri 104 Palembang”. Dari hasil penelitian

dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa ativitas belajar siswa paling dominan

adalah aktivitas menulis (84,7%) dan aktivitas yang paling rendah yaitu aktivitas

lisan ( 71,8%), serta dengan hasil belajar ( 81,5%) dan dikategorikan baik.

Hasil penelitian tersebut yaitu pada pelaksanaan penelitian di lapangan

dari hasil observasi dan pemantauan ditemukan hal-hal sebagai berikut: pada

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/917/3/T1_292008183_BAB II.pdfdidapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir

17

pertemuan pertama, antusias belajar peserta didik merasa merdeka, tidak harus

duduk manis mendengarkan ceramah guru yang biasanya sampai satu jam atau

lebih. Hal ini ditunjukan dengan banyaknya diskusi-diskusi kecil antar sesama

yang membahas tentang bangun datar dengan menggunakan pemahaman realitas

tentang bentuk bangun datar.

Menampakan hasil belajar yang cukup signifikan pada mata pelajaran

matematika. Evaluasi yang dilaksanakan pada tiap siklus yang dikerjakan

kelompok maupun siswa mununjukkan kenaikan nilai rata-rata. Dengan demikian

bahwa penggunaan matematika realistik Indonesia dapat membantu peserta didik

lebih bergairah dalam belajar, membangun kerjasama dengan teman-temannya

dan terjadi interaksi yang begitu demokratis yang pada akhirnya mendorong

pencapaian hasil belajar matematika yang telah ditetapkan sebelumnya.

Berdasarkan pengamatan dan observasi pada penelitian ini maka dapat

disimpulkan sebagai berikut : (1) Terjadi perubahan dalam proses pembelajaran

yaitu peningkatan aktivitas menulis peserta didik ketika menyelesaikan soal yang

diberikan oleh guru dengan cara diskusi kelompok, (2) Suasana pembelajaran

lebih rileks dan peserta didik selalu terdorong untuk bertanya baik kepada teman-

temannya maupun kepada guru. Selain itu, guru memotivasi peserta didik-peserta

didik yang belum aktif, sehingga proses pembelajaran sesuai dengan desain

pembelajaran yang telah direncanakan. (3) Adanya peningkatan hasil belajar

matematika yang dapat dilakukan dengan menerapkan salah satu pendekatan

matematika realistik Indonesia.

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik

dapat diterapkan pada mata pelajaran matematika.Diharapkan pengalaman belajar

dengan menggunakan pendekatan matematika realistik akan menciptakan suasana

belajar yang kondusif, pembelajaran menjadi lebih efektif. Dalam proses

pembelajaran akan tampak lebih interaktif karena terjadi interaksi antara guru

dengan peserta didik maupun antar kelompok peserta didik.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/917/3/T1_292008183_BAB II.pdfdidapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir

18

Hasil diatas menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan Realistic

mathematic Education (RME) baik terhadap peningkatan hasil belajar peserta

didik dan pemahaman peserta didik dibandingkan dengan pembelajaran yang

konvensional. Oleh sebab itu penulis akan menerapkan pendekatan Realistic

Mathematic Education (RME) tersebut terhadap sekolah yang ingin penulis teliti.

Sehingga pendekatan tersebut dapat memberikan kontribusi yang positif bagi

sekolah-sekolah tersebut.

Peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Keefektifan Penggunaan

Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) Dalam Pembelajaran

matematika Kelas V Sekolah Dasar Di SD Tlahap Kecamatan Kledung Kabupaten

Temanggung Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012” dengan harapan peneliti

dapat menggambarkan keefektifan penggunaan pendekatan Realistic Mathematic

Education (RME) dalam pembelajaran matematika kelas V SD.

2.3. Kerangka Berpikir

Sebagai suatu pendekatan pembelajaran “ Realistic Mathematic Education

(RME) tentu saja efektif digunakan dalam pembelajaran matematika karena

Realistic Mathematic Education (RME) berorientasi pada matematisasi

pengalaman sehari-hari peserta didik. Pendekatan Realistic Mathematic Education

(RME) memberi kesempatan peserta didik untuk melakukan eksplorasi strategi

penyelesaian masalah, meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam belajar.

Dengan demikian, Realistic Mathematic Education (RME) akan mempunyai

kontribusi yang sangat tinggi dengan pengertian peserta didik.

Realistic Mathematic Education (RME) menggajarkan masalah realistik

sebagai pangkal tolak pembelajaran dan melalui kegiatan eksplorasi yang

kemudian dikembangkan melalui proses elaborasi dalam Realistic Mathematic

Education (RME) merupakan matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.

Proses akhir pembelajaran matematika menggunakan Realistic Mathematic

Education (RME) dapat membuat peserta didik membangunan suatu sistem yang

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/917/3/T1_292008183_BAB II.pdfdidapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir

19

bermakna dalam pembelajaran, pemahaman realitas melalui pengalaman-

pengalaman interaksi sosial dengan teman sebaya, berani berargumentasi melalui

percakapan dalam kelompok kerja dengan adanya suatu pembelajaran yang

mampu mengembangkan kemampuan bernalar, bereksplorasi, dan

mengkonfirmasikan hasil dari pembelajaran.

Penulis dalam penelitian ini akan melakukan penelitian Keefektifan

Penggunaan Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) Dalam

Pembelajaran Matematika Kelas V SD Tlahap Kecamatan Kledung Kabupaten

Temanggung Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012. Penelitian akan disertai

dengan memberikan pretes terhadap kedua kelas. Penelitian dengan soal yang

sama dihari yang berbeda, untuk melihat tingkat penguasaan peserta didik

terhadap materi pelajaran matematika sebagai bahan penelitian. Setelah

didapatkan hasil pretes peneliti akan menentukan kelas eksperimen dan kelas

kontrol, dengan perbedaan bahwa pada kelas eksperimen penelitian dilakukan

dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) yang

telah dijelaskan sebelumnya, dan kelas kontrol dalam pembelajaran menggunakan

pendekatan matematika mekanistik. Hasil belajar pada penelitian ini diperoleh

dari hasil post test pada peserta didik dikurangi hasil pre test pada peserta didik

baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol. Penggunaan Pendekatan

Realistic Mathematic Education (RME) dikatakan efektif apabila hasil belajar

dalam pembelajaran matematika yang menggunakan Realistik Mathematic

Education (RME) lebih besar dari pda yang menggunakan pendekatan

matematika mekanistik.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/917/3/T1_292008183_BAB II.pdfdidapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir

20

Langkah-langkah dalam penelitian ini ditunjukan pada bagan sebagai berikut:

Gambar.2.2 Skema Kerangka Berpikir

2.4. Hipotesis

Kerangka berpikir, peneliti mengemukakan hipotesis penelitian sebagai

berikut:

1. Ada perbedaan hasil belajar matematika peserta didik yang

pembelajarannya menggunakan pendekatan Realistic Mathematic

Education (RME) dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan

matematika mekanistik.

Kelompok

Eksperimen

Pretest

Kelompok

KontrolPretest

PembelajaranmenggunakanpendekatanRealisticMathematicEducation

(RME)

PembelajaranmenggunakanPendekatanmatematikaMekanistik

Posttest

Posttest

Hasil Belajar

(Posttest – Pretest)test)

Hasil Belajar

(Post test – Pre test)

Hasil belajarkelompok

eksperimen ≠Hasil Belajar

kontrolsehingga dapatdinyatakan adaperbedaan hasilbelajar peserta

didik jadipenggunaanpendekatanRealistikMathematic

Education (RME)efektif dalampembelajaranmatematika.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/917/3/T1_292008183_BAB II.pdfdidapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir

21

2. Penggunaan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) efektif dalam

pembelajaran matematika peserta didik kelas V SD Tlahap Kecamatan

Kledung Kabupaten Temanggung Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.

Hipotesis Statistika:

H0 : μ1=μ2

Yaitu: “rata-rata hasil belajar peserta didik kelompok eksperimen

(pembelajaran menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education

(RME)) sama dengan rata-rata hasil belajar peserta didik kelompok kontrol

(pembelajaran menggunakan pendekatan matematika mekanistik)”. Tidak ada

perbedaan hasil belajar matematika peserta didik yang pembelajarannya

penggunaan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) dalam

pembelajaran matematika.

H1: μ1 ≠ μ2

Yaitu:“rata-rata hasil belajar peserta didik kelompok eksperimen

(pembelajaran menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education

(RME)) tidak sama dengan rata-rata hasil belajar peserta didik kelompok

kontrol (pembelajaran menggunakan pendekatan matematika mekanistik)”.

Ada perbedaan hasil belajar matematika peserta didik yang pembelajarannya

penggunaan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) dalam

pembelajaran matematika. Penggunaan pendekatan Realistic Mathematic

Education (RME) efektif dalam pembelajaran matematika ditunjukan dengan

adanya perbedaan hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.