Tafsir Fiqhy

24
Tugas Makalah Mata Kuliah : Manahij at-Tafsir Dosen : Prof. Dr. H. Abd Muin Salim, MA. TAFSIR FIQHY Oleh: M. ZULKARNAIN. M NIM: 30300105019 Jurusan Tafsir Hadis Program Khusus Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2007-2008

Transcript of Tafsir Fiqhy

Page 1: Tafsir Fiqhy

Tugas Makalah

Mata Kuliah : Manahij at-Tafsir

Dosen : Prof. Dr. H. Abd Muin Salim, MA.

TAFSIR FIQHY

Oleh:

M. ZULKARNAIN. M

NIM: 30300105019

Jurusan Tafsir Hadis Program Khusus

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

2007-2008

Page 2: Tafsir Fiqhy

2

DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................ 1

Daftar Isi........................................................................................ 2

PENDAHULUAN ................................................................................. 3

A. Latar Belakang ..................................................................... 4

B. Rumusan Masalah .................................................................... 6

PEMBAHASAN............................................................................... 7

A. Sejarah Tafsir Fiqhy................................................................. 7

B. Kelebihan dan Kelemahan Tafsir Fiqhy .................................. 12

C. Jenis-jenis Tafsir Fiqhy ........................................................... 16

PENUTUP............................................................................................ 21

A. . Kesimpulan........................................................................... 21

B. . Saran-saran ............................................................................. 22

BIBLIOGRAFI

Page 3: Tafsir Fiqhy

3

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur'an merupakan asas peradaban dan sumber pengatahuan

umat Islam sekaligus sebagai sumber hukum yang paling utama

dalam setiap bentuk dan jenis kehidupan umat manusia secara

umum dan umat Islam secara khusus, ia merupakan faktor utama

bangkitnya sebuah peradaban yang membebaskan manusia dari

segala bentuk penghambaan kepada makhluk ('ibadul 'Ibad) dan

membawanya kepada penghambaan kepada sang Maha kekal lagi maha

mengetahu Dia-lah Allah ('ibad al-Khaliq), disamping itu dapat

merangsang bangkitnya sebuah peradaban yang memiliki

karakteristik hukum dengan menjunjung tinggi nilai-nilai

kesamaan derajat dihadap Allah dan nilai-nilai toleransi (at-

Tasamuh) yang dapat menghasilkan menculnya sikap persaudaraan

antar sesama muslim (al-Ukhuwah al-Islamiyah) serta penegakan

hukum secara berimbang dan adil (tahqiq al-ahkam bi al-qishth).

Al-Qur'an diturunkan kepada manusia yang diciptakan

dengan kesempurnaan akal yang dapat membedakan antara yang hak

dan bathil. Al-Qur'an diturunkan kepada Rasulullah SAW melalui

perantaraan jibril ke dalam hati beliau SAW yang bertujuan agar

Rasulullah SAW dapat menghafalkan teks-teks (baca:ayat) Allah,

memahami makna,maksud dan tujuan dari teks-teks tersebut serta

mampu mengaplikasikan dan mengejawantahkannya dalam kehidupan

Page 4: Tafsir Fiqhy

4

pribadi dan sosial. Berdasarkan konteks ini, maka kita dapat

mengetahui bahwa sesunggunya teks-teks Allah yang dibawa oleh

Jibril kepada Rasulullah SAW merupakan teks yang secara mutlak

hanya Allah yang mengetahui makna dan tujuannya. Kemudian

disampaikan kepada Rasulullah Saw melalui Jibril berdasarkan

teks serta menjelaskannya kepada beliau makna, maksud dan

tujuannya. Hal ini menunjukkan bahwa yang paling mengetahui

tafsiran suatu lafal teks dari Al-Qur'an adalah Allah secara

mutlak kemudian Jibril karena beliau harus menjelaskannya

kepada Rasulullah Saw, lalu kemudian Rasulullah Saw.

Semasa Rasulullah Saw menjalankan segala bentuk perintah

Allah dan mensosialisasikan seluruh risalah Allah yang

diwahyukan kepada seluruh manusia yang hidup pada masa itu,

muncullah dua kelompok manusia yang mulia lagi diridhai setelah

Rasulullah Saw, mereka adalah kaum muhajirin dan anshar dimana

mereka adalah sosok manusia yang menerima pemahaman pertama

kali dari Rasulullah Saw tentang sebahagian besar dari makna,

maksud dan tujuan ayat-ayat Allah yang terdapat dalam al-

Qur'an. Diantara para sahabat yang dikenal sebagai ahli

dibidang penafsiran Al-Qur'an adalah Abdullah bin Abbas, Ali

bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas'ud, dan Ubai bin Ka'ab.1

1 Muahmmad Husain Adz-Dzahaby, at-Tafsir wa al-Mufassirun, (Cet. I;

Beirut: Maktabah Mus'ab bi Umair al-Islamiyyah, 1424H/2004M), Jld. I, Hal. 62-93

Page 5: Tafsir Fiqhy

5

Pasca meninggalnya Rasulullah Saw dan tergantingannya

beliau sebagai pemimpin kaum muslimin oleh Abu Bakar Ash-

Shiddiq, mulailah para sahabat bertebaran di muka bumi diantara

mereka ada yang hijrah ke Baghdad (baca:'Iraq), Mesir, Yaman,

dan mayoritas diantar mereka memilih untuk tetap berdomisili di

Makkah dan Madinah.

Masa-masa ini disebut dengan masa Sahabat dan masa

munculnya generasi Islam ketiga yaitu para Tabi'in, adapun para

ahli tafsir yang terkenal pada masa ini adalah Sa'id bin

Jubair, Mujahid, Ikrimah, Thawus dan 'Atha bi Abi Rabah

semuanya merupakan hasil didikan Abdullah bin Abbas di Makkah.

Kemudian di Madinah terdapat Madrasah Ubai Bin Ka'ab yang

kemudian menghasilkan Zaid bi Aslam, Abu al-'Aliyah, dan

Muhammad bin Ka'ab al-Qurazhy. Lalu di 'Iraq terdapat madrasah

Ibnu Mas'ud dan menghasilkan para mufassir handal seperti;

'Alqmah, Masruq, al-Aswad bin Yazid, Murrah al-Hamadny, 'Amir

asy-Sya'by, al-Hasan, dan Qatadah. Demikianlah silsilah para

mufassirin dari tiga generasi utama dalam sejarah Islam.

Setelah mereka bermunculanlah para penulis-penulis tafsir

dengan menggunakan manhaj dan corak yang berbeda-beda tepatnya

Page 6: Tafsir Fiqhy

6

pada akhir masa dinasti bani Umayyah dan awal masa dinasti bani

Abbasiyah.2

Dalam memahami al-Qur'an dibutuhkan pengetahuan terhadap

metodologi dan keragaman tipologi penafsiran al-Qur'an sebab ia

merupakan sebuah keniscayaan dalam membumikan maksud-maksud

wahyu Ilahi kepada manusia. Diantara corak dan tipologi

penafsiran adalah penafsiran ayat-ayat yang bernuansa hukum

atau disebut dengan iastilah Tafsîr ayãt al-ahkãm yang

diatasnya dibangun pemahaman terhadap kandungan hukum al-

Qur'an, corak penafsiran al-Qur'an dalam bentuk ini lebih

banyak diperankan oleh para fuqaha' (ahli fiqhi) seperti Imam

Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Ahmad bin Hanbal

dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah munculnya tafsir fiqhy?

2. Apa saja kelebihan dan kekurang dalam penafsiran al-Qur'an

dengan menggunakan pendekatan fiqhi?

3. Apa saja jenid-jenis tafsir yang ditulis melalui

pendekatan fiqhi?

2 Manna' bin Khalil al-Qaththan, Mabahits fi Ululmal-Qur'an, (Cet.I; Mesir:

Mansyurat al-'ashru al-Hadits), hal. 338-340

Page 7: Tafsir Fiqhy

7

PEMBAHASAN

A. Sejarah Tafsir Fiqhy

Penafsiran al-Qur'an dengan menggunakan pendekatan fiqhi

atau hukum sebenarya telah dimulai sejak masa turunnya wahyu

Allah kepada Rasulullah Saw, sebab secara umum ayat-ayat dalam

al-Qur'an mengandung hukum-hukum yang berkenaan dengan

kemaslahatan umat baik di dunia maupun di akhirat, oleh karena

itu para sahabat dimasa kehidupan Rasulullah Saw dapat memahami

ayat-ayat yang bernuansa hukum tersebut berdasarkan pemahaman

mereka terhadap bahasa Arab, adapun ayat-ayat yang menyulitkan

mereka dalam memahami maksud dan tujuannya, maka dengan segera

mereka menanyakannya kepada Rasulullah Saw. Diantara contoh

kasus tentang ayat-ayat hukum adalah sebab turunnya (sabab

nuzul) ayat tentang pengharaman khamar dimana Imam asy-Syaukany

–rahimahullah- menyebutkan dalam tafsirnya Fath al-Qadir:

Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, 'Abd bin

Humaid, Abu Daud, at-Tirmidzy, an-Nas'i, Ibnu Jarir,

Ibnu al-Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan al-Hakim, dari

Hadis Umar bin al-Khaththab beliau berkata: "Demi Allah

! jelaskanlah kemada kami perihal hukum khamar, kerena

benda tersebut dapat menyia-nyiakan harta dan

menghilangkan akal?, maka turunlah firman Allah dalam

Q.S al-Baqarah : 219".

Dalam riwayat lain dari hadis Anas beliau berkata :

"Dahulu kami meminum khamar, kemudian turunlah pada saat

itu QS. Al-Baqarah : 219, lalu kami berkata : 'kami

hanya meminum khamar yang memberikan manfaat kepada

Page 8: Tafsir Fiqhy

8

kami', maka turunlah QS. Al-Maidah: 90, lalu kami

berkata: "Ya Allah sesungguhnya kami telah berhenti dari

meminum khamar tersebut"3

Dari contoh kasus di atas dapat dipahami bahwa Rasulullah

dan para sahabat memahami maksud dan tujuan teks-teks

Qur'aniyyah –utamanya yang mengandung pemahaman hukum

kausalitas dan kemanusiaan- melalui wahyu baik wahyu tersebut

adalah wahyu yang bersifat lafzhan wa ma'nan min Allah (al-

Qur'an) atau wahyu yang bersifat Ma'anan min Allah wa lafzdhan

min ar-Rasul (as-Sunnah).

Meskipun demikian perbedaan para sahabat dalam memahami

dan menyimpulkan sebuah bentuk hukum yang dimaksudkan oleh

teks-teks al-Qur'an dalam suatu permasalahan tidak dapat

terelakkan, hal ini lebih disebabkan karena muatan hukum dan

konteks sosial dimana hukum tersebut akan ditegakkan, sebagai

sebuah contoh kasus adalah ketika Rasulullah Saw memerintahkan

sekolompok sahabat untuk berangkat menuju Bani Quraidhah,

sebelum berangkat Rasulullah berpesan agar tidak shalat kecuali

setela sampai di tempat tujuan, namun dalam perjalanan telah

masuk waktu shalat ashar, maka terjadilah perbedaan diantara

mereka, ada yang berpendapat bahwa mereka harus melakukan

shalat di Bani Quraidhah berdasarkan pesan Rasulullah Saw,

sebahagian lainya berpendapat bahwa kita harus shalat tepat

3 Muhammad bin Ali asy-Syukany, Fath al-Qadir, (Cet. I; Beirut: Muassah

ar-Risalah, 1412H), Jld. I, hal. 335

Page 9: Tafsir Fiqhy

9

waktu berdasarkan Firman Allah QS. An-Nisa' : 103 dan karena

dalam keadaan safar, maka shalat harus dilakukan dalam bentuk

qashar berdasarkan firman Allah QS. An-Nisa': 101. setelah

berita ini sampai ke telinga Rasulullah Saw, beliau pun

tersenyum tanda persetujuan (taqrir).

Contoh kasusu yang lainnya tentang; berapakah harta waris

yang didapatkan oleh suami, ayah, dan ibu yang ditinggalkan?

Ibnu Abbas menfatwakan bahwa suami mendapat 1/2, Ibu mendapat

1/3, dan ayah mendapat 'Ashabah (sisa harta yang telah terbagi

sebelumnya) berdasarkan QS. An-Nisa': 11. Disisi lain Zaid bin

Tsabit dan sahabat lainnya memandang bahwa Istri yang

ditinggalkan mendapat 1/3 dari sisa harta milik suami, hal ini

dipandang karena ayah dan ibu keduanya adalah lelaki dan wanita

dan keduanya mendaptkan harta waris dalam satu bentuk yaitu 1:2

(1 untuk wanita dan 2 untuk lelaki).4 Namun dengan demikian

masing-masing berusaha untuk tetap pada kebenaran tanpa harus

memaksakan sebuah ayat untuk dijadikan sebagai dalil dalam

pendapatnya, dan jika salah satu diantar dua orang sahabat

menemukan bahwa hasil kesimpulan hukum yang difahami oleh

sahabat lainnya lebih baik dan lebih mendekati kebenaran, maka

mereka tidak segan-segan dan tanpa rasa gengsi untuk menerima

pendapat sahabat yang berbeda dengannya.

4 Adz-Dzahaby, Op.cit, hal. 151

Page 10: Tafsir Fiqhy

10

Terjadinya perbedaan pendapat dalam menetapkan hukum

suatu permasalahan terus berlangsung hingga masa generasi

fuqaha' al-mazahib (ahli fiqhi mazhab), namun perbedaan yang

terjadi dikalangan para fuqha' tersebut disebabkan karena

munculnya berbagai macam persoalan hidup baik individu maupun

sosial dikalangan kaum muslimin, dimana persoalan-persoalan

tersebut belum terjadi sebelumnya dan bahkan belum ditemukan

garis hukum yang berkenaan dengan beberapa masalah, oleh karena

itu para fuqaha' seperti Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi'i, Ahmad

Bin Hanbal dan selain mereka5 berusaha semaksimal mungkin

untuk menggali seluruh kandungan hukum yang terdapat dalam al-

Qur'an, as-Sunnah dan landasan-landasan syari'at lainnya

kemudian menterjemahkannya dan mentafsirkannya sesuai dengan

konteks sosial yang mereka hadapi pada masa itu, sehingga

terkadang kita menemukan kesepatan tentang hukum suatu

permasalahan dan terkadang pula kita temukan terjadinya

perbedaan. Namun perbedaan ini terjadi lebih disebabkan karena

perbedaan pandangan masing-masing Imam dalam memahami sutu

dalil, meskipun demikian tidak tampak dari mereka terjdinya

sikap ta'ashub al-madzhaby akan tetapi mereka berusaha untuk

mencari kebenaran hukum dari suatu permasalahan dengan

berlandas pada kebenaran dalil, dan bahkan jika salah seorang

5 Selain keempat Imam tersebut terdapat fuqaha' lainnya seperti; Abu Daud

Adh-Dhahiry, al-'Auza'i, ats-Tsury, Ath-Thabary, al-Zaidiyyah, dan al-Ja'fary.

Page 11: Tafsir Fiqhy

11

diantara mereka mendaptkan bahwa pendapat saudaranya lebih

tepat dan lebih sesuai dengan al-Qur'an dari pendapatnya, maka

dia tidak sungkan untuk menerima dan mengamalkan pendapat

saudaranya dan meninggalkan pendapatnya hal ini tergambarkan

dalam perkataan mereka masing-masing seperti perkataan Imam

Malik : "Seluruh perkataan manusia dapat diterima dan ditolak

kecuali perkataan Rasulullah Saw", Imam Asy-Syafi'i pernah

berkata: "Jika sebuah hadis itu shahih, maka itulah mazhabku",

dalam perkataan beliau yang lain : "Jika kalian menemukan dalam

pendapatku terdapat pendapat yang menyalahi al-Qur'an dan as-

Sunnah, maka buanglah pendapatku dan ambillah al-Qur'an dan as-

Sunnah", beliau juga pernah berkata kepada muridnya Ahmad bin

Hanbal semasa di Baghdad : "Jika sebuah hadis shahih dalam

pandanganmu, maka ajarkanlah aku", demikianlah sikap para

fuqaha terhadap perbedaan pemahaman dan persepsi dalam

mengambil dan mengistinbath sutu hukum dari al-Qur'an.

Setelah terputusnya masa para aimmah al-madzahib, dan

munculnya masa taqlid dimana hukum yang diperpegangi pada masa

ini merupakan produk hukum hasil olah fikir para fuqaha'

terdahulu, maka nampaklah perbedaan tata cara ibadah dan

muamalah pada masing-masing muqallid bahkan tidak sedikit

diantara mereka menjadi kelompok yang fanatik terhadap satu

madzhab tertentu sehingga mereka menafsirkan al-Qur'an

Page 12: Tafsir Fiqhy

12

berdasarkan pemahaman madzhab yang mereka yakini kebenarannya

dan bahkan cenderung berusaha untuk membenarkan bentuk

penafsiran imam madzhab yang menjadi panutan dan anutan mereka

dalam menjalankan hukum syari'at serta menjatuhkan dan

menafikan pemahaman madzhab yang tidak sejalan dengan madzhab

mereka.

Sikap seperti ini pun terjadi dalam melakukan penafsiran

terhadap al-Qur'an utamanya yang berhubungan dengan ayat-ayat

hukum. Dapat kita temukan bahwa penafsir dari kalangan al-

muqallid al-madzhaby berusaha untuk menafsirkan al-Qur'an dan

memahaminya dengan berusaha untuk tidak menyalahi pendapat imam

madzhab panutannya, atau jika harus berseberangan, maka ia

berusaha untuk tidak membela madzhab yang tidak sejalan dengan

panutannya, atau berusaha untuk masuk dalam wilayah at-Tansikh

dan at-Takhshish.

Dari sinilah muncul kebinekaan dan keragaman tafsir fiqhi

sehingga kita dapat menemukan tafsir-tafsir al-Qur'an yang

sesuai dengan madzhab Hanafy, Maliky, Syafi'y, dan sebagainya.

B. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Fiqhy

1. Kelebihan Tafsir Fiqhy

Kendatipun peluang terjadinya perbedaan pendapat dalam

melakukan penafsiran al-Qur'an lewat pendekatan fiqhi sangatlah

Page 13: Tafsir Fiqhy

13

besar, namun penafsiran lewat pendekatan ini memiliki bebarapa

kelebihan, diantaranya :

a. Memberikan kejelasan terhadap umat Islam akan kandungan

hukum syari'at yang terdapat dalam al-Qur'an, hal ini

menjadi titik tolak pemahaman umat bahwa sesungguhnya al-

Qur'an tidak hanya menjelaskan tentang aspek yang bersifat

transenden dan metafisik (aqidah), akan tetapi ia juga

menjelaskan tentang aspek-aspek syri'ah, disisi lain juga

memberitahukan bahwa syri'ah atau hukum bukan semata-mata

merupakan produk fuqaha' akan tetapi telah menjadi bagian

dari nash-nash al-Qur'an bahkan lebih dominan yang mampu

mengatur tatanan hidup manusia baik individu maupun

sosial.

b. Upaya untuk memberikan kesepakatan praktis yang bertujuan

untuk mempermudah manusia dalam mengaplikasikan seluruh

bentuk hukum-hukum Allah yang termaktub di dalam al-Qur'an

setelah terjebak ke dalam perbedaan mazhabi dogmatis

serius yang bersifat teoritis.

c. Tafsir al-Qur'an dengan pendekatan fiqhi meskipun

memberikan peluang terjadinya perbedaan pemahaman terhadap

teks-teks Quraniyyah tetap memberikan sumbangsih pemikiran

bahwa sesungguhnya seluruh bentuk aturan dan hukum dalam

kehidupan baik individu maupun sosial tetap harus tunduk

Page 14: Tafsir Fiqhy

14

kepada al-Musyarri' al-Awwal (Allah) melalui kalam-Nya

yang mulia kemudia kepada pembawa wahyu dan risalah yang

kemudian dikenal sebagai al-musyarri' ats-Tsany ba'da

Allah (Rasulullah Saw) melalui Sunnah beliau demi

kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat.

d. Tafsir fiqhy berusaha untuk membumikan al-Qur'an lewat

pemahaman lewat ayat-ayat qauliyah kepada ayat-ayat

kauniyyah guna meberikan penyadaran, pemberdayaan dan

advokasi terhadap permasalahan kehidupan manusia.

e. Tafsir fiqhy kendatipun bergam tetap memberikan kekayaan

bagi khazanah intelektual muslim dunia, sebab tanpa adanya

penafsiran al-Qur'an dalam bentuk ini, maka umat Islam

secara khusus dan manusia secara umum akan kehilangan akar

hukum dan perundang-undangan yang sesungguhnya.

2. Kelemahan Tafsir Fiqhy

Hasil olah fikir manusia biasa tidak akan pernah lepas

dari berbagai macam bentuk kekurangan dan kelemahan, sebab

sudah menjadi bagian dari suratan takdir bahwa manusia adalah

makhluk yang lemah bisa benar dan biasa salah. Demikian juga

adanya dengan penafsiran al-Qur'an yang meskipun landasan

penafsirannya adalah untuk menemukan saripatih dari perkataan

Yang Maha Benar secara mutlak namun dilakukan oleh manusia,

Page 15: Tafsir Fiqhy

15

maka pasti akan terdapat kelemahan. Dan diantara kelemahan

penafsiran al-Qur'an melalui pendekatan fiqhi adalah :

a. Tafsir fiqhi cenderung terjebak pada fanatik mazhaby

sehingga memunculkan sikap ortodoksi, pembelaan dan

pembenaran terhadap madzhab tertentu dan menafikan

keabsahan mazhab-mazhab lainnya. Sikap ini terwariskan

kepada berpulu-puluh generasi hingga saat ini.

b. Tafsir fiqhi melakukan reduksi pada satu aspek tertentu

dari al-Qur'an (penafsiran parsial) padahal al-Qur'an

meliputi akidah dan syariah, konsep dan sistem, teori dan

praktek yang membutuhkan pemhaman dan penafsiran secara

universal.

c. Tafsir fiqhi lebih mengedepankan penafsiran al-Qur'an

dengan menghubungkannya pada konteks sosial tertentu dan

cenderung mengabaikan nilai-nilai universal hukum-hukum

yang terdapat di dalam al-Qur'an (rahmatan li al-

'alamin). Sebab tidak semua bentuk permasalahan yang

telah terjawab pada masa lampau masih berlaku pada masa

sekarang, sehingga dibutuhkan penafsiran terhadap ayat-

ayat hukum al-Qur'an yang sesuai dengan kebutuhan zaman

saat ini tanpa menafikan kerja-kerja yang bersifat

Page 16: Tafsir Fiqhy

16

analogi terhadap masa lampau dan berusaha untuk tidak

terjebak pada perbedaan teoritis mazhaby.6

C. Jenis-Jenis Tafsir Al-Qur'an Lewat Pendekatan Fiqhi

Tafsir fiqhy merupakan salah satu corak penafsiran yang

sangat dikenal dikalangan umat Islam baik salaf maupun khalaf,

perkembangan penafsiran dengan menggunakan pendekatan fiqhi

telah ada sejak masa Rasulullah Saw hingga masa perkembangan

madzahib al-fiqhiyyah bahkan hingga saat ini sebagaiman yang

telah kami uraikan sebelumnya pada poin A dalam bab ini.

Kendatipun keberadaan corak penafsiran al-Qur'an dalam

bentuk ini telah ada sejak masa wahyu di turunkan akan tetapi

pada perkembangannya telah melalui beberapa tahap dalam beragam

bentuk metode penyajiannya. Adapun metode penyajian yang kita

kenal saat ini ada empat yaitu; metode tahlily, ijmaly,

muqaran, dan maudhu'i.

Penafsiran al-Qur'an lewat pendekatan fiqhi juga

menggunakan salah satu metode dari empat metode penyajian di

atas, diantaranya adalah :

1. Tafsir Fiqhy Tahlily : Penafsiran al-Qur'an lewat

pendekatan fiqhi dengan menggunakan metode penyajian

tahlily diwakili oleh kitab Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-

6 Dr. Hasan Hanafi, Manahij at-Tafsir wa Mashalih al-Ummah, diterjemahkan

oleh: Yudian Wahyudi dengan judul, Metode Tafsir dan Kemaslahatan Umat, (Cet. I;

Yogyakarta: Nawesea, 2007), h. 27-28

Page 17: Tafsir Fiqhy

17

Qur'an karya Muhammad bin Jarir ath-thabary yang

selanjutnya dikenal dengan Tafsir ath-Thabary, kitab ini

merupakan presentasi dari fiqhi asy-Syafi'iyyah meskipun

dalam pembahasannya Imam ath-Thabary lebih banyak

menggunakan mazhab sendiri ketimbang terkontaminasi

dengan madzhab yang sudah ada pada masa itu, kemudian

kitab al-Jami' li ahkam al-Qur'an karya Abu Bakar al-

Qurthuby, kemudian kitab Ahkam al-Qur'an karya Abu Bakar

Ibnu al-'Araby yang keduanya merupakan presentasi dari

kitab tafsir fiqhy madzhab al-Malikiyyah, kemudian kitab

Ahkam al-Qur'an karya Imam Abu Bakar Ahmad bin ar-Razy

al-Jashshash yang kemudian dikenal dengan nama Ahkam al-

Qur'an li al-Jashshash yang merupakan presentasi dari

kitab fiqhi madzhab al-Hanafiyyah, kemudian kitab fath

al-Qadir karya Muhammad bin 'Ali Asy-Syaukany dan

kemudian kitab Tafsir ayat al-Ahkam karya Ali Ash-

Shabuny.

2. Tafsir Fiqhy Ijamly : Penafsiran al-Qur'an lewat

pendekatan fiqhi dengan menggunakan metode penyajian

ijmaly diwakili oleh kitab Ahkam al-Qur'an li Asy-

Syafi'i yang dikumpulkan oleh Imam al-Baihaqy.

3. Tafsir Fiqhy Muqaran : Penafsiran al-Qur'an lewat

pendekatan fiqhi dengan menggunakan metode penyajian

Page 18: Tafsir Fiqhy

18

Muqaran diwakili oleh kitab Tafsir ath-Thabary, Al-

Qurthuby , dan Tafsir Ibnu Katsir. Kitab-kitab tafsir

tersebut melakukan pendekatan muqaran dalam menguraikan

ayat-ayat yang menimbulkan beberapa perselisihan utamnya

ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.

4. Tafsir Fiqhy Maudhu'i : Penafsiran al-Qur'an lewat

pendekatan fiqhi dengan menggunakan metode penyajian

Mudhu'i diwakili oleh kitab Ahkam al-Qur'an li al-

Jashshash, kemudian kitab Tafsir ayat al-Ahkam karya Ali

Ash-Shabuny.

5. Tafsir Fiqhy Tahlily Maudhu'i : Penafsiran al-Qur'an

lewat pendekatan fiqhi dengan menggunakan metode

penyajian Tahlily Mudhu'i diwakili oleh kitab Ahkam al-

Qur'an karya al-Jashshash dan kitab Tafsir al-Munir

karya Dr. Wahbah al-Zuhaily. Kitab tersebut menguraikan

ayat-ayat secara tahlily dengan memberikan tema pada

setiap kelompok ayat yang akan ditafsirkan.

6. Tafsir Fiqhy Tahlily Muqaran : Penafsiran al-Qur'an

lewat pendekatan fiqhi dengan menggunakan metode

penyajian Tahlily Muqaran diwakili oleh kitab Tafsir

ath-Thabary, Al-Qurthuby , dan Tafsir Ibnu Katsir.

Kitab-kitab tersebut menguraikan ayat secara tahlily

dengan menguraikan perbandingan-perbandingan antara

Page 19: Tafsir Fiqhy

19

pendapat para fuqaha' lalu berusaha mentarjihkan dan

atau menkompromikan antara satu pendapat dengan pendapat

lainnya dengan mengacu pada dalil-dalil yang shahih.

7. Tafsir Fiqhy Tahlily Ijmali : Penafsiran al-Qur'an lewat

pendekatan fiqhi dengan menggunakan metode penyajian

Tahlily Ijmaly diwakili oleh kitab Ahkam al-Qur'an karya

Abu Bakar Ibnu al-'Araby.

Seluruh kitab tafsir yang kami sebutkan di atas hanyalah

sebahagian kecil dari kitab-kitab tafsir fiqhy yang menurut

kami dapat mewakili seluruh bentuk ragam metode penyajian mulai

dari metode tahlily, ijmaly, muqaran, dan maudhu'i, atau

penggambungkan dua metode penyajian dalam satu bagian kerangka

metodologi penulisan tafsir yang dimaksudkan untuk dapat

memudahkan para mujtahid dan umat Islam secara keseluruhan

dalam memahami al-Qur'an secara utuh.

Selain dari jenis dan corak tafsir fiqhy di atas terdapat

pula corak tafsir fiqhy yang lain yang disebut dengan istilah

Tafsir al-Fqhy al-Haditsiyyah; yaitu penafsiran ayat-ayat ahkam

lewat riwayat hadis-hadis Rasulullah Saw atau atsar dari

sahabat beliau, corak ini diwakili oleh kitab-kitab hadis

seperti Shahih al-Bukhary, Shahih Muslim, Jami' at-Tirmidzy,

Sunan Abi Daud, Sunan An-Nasi'i, Sunan Ibnu Majah, al-Mustadrak

yang didalamnya terdapat satu kitab khusus yaitu kitab at-

Page 20: Tafsir Fiqhy

20

Tafsir, serta kitab ad-Durru al-Manstur fi at-Tafsir bi al-

Ma'tsur karya Imam As-Suyuthy. Tentunya diantara ayat-ayat

hukum yang ditafsirkan lewat periwayatan ini jumlahnya lebih

sedikit bahkan mayoritasnya lebih kepada penguraian secara

khusus tentang sebab turunnya (asbab an-Nuzul) suatu ayat yang

berkenaan dengan hukum.

Page 21: Tafsir Fiqhy

21

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis menguraikan beberapa hal yang berhubungan

dengan tafsir al-Qur'an lewat pendekatan fiqhi atau disebut

dengan istilah "tafsir fiqhy" atau "tafsir fuqha'", maka

tibalah pada beberapa kesimpulan diantaranya;

1. Tafsir al-Qur'an dengan menggunakan pendekatan fiqhiyyah

atau hukum telah ada sejak masa Rasulullah Saw dan

berlanjut ke masa sahabat yang kemudian terjadi perbedaan

pemahaman diantara mereka, lalu perbedaan ini terus

berlanjut hingga masa tabi'in dan bahkan lebih serius lagi

pada masa munculnya madzhab-madzhab fiqhi dan berjubelnya

para muqalidin wa al-muntashibin 'ala al-madzahib al-

fiqhiyyah al-mu'ayyanah (para pengikut setia madzhab-

madzhab fiqhi tertentu).

2. Bahwa tafsir fiqhy memilik kelebihan dan kekurangan,

diantara kelebihannya adalah; a) Memberikan kejelasan

terhadap umat Islam akan kandungan hukum syari'at yang

terdapat dalam al-Qur'an, b) mempermudah manusia dalam

mengaplikasikan seluruh bentuk hukum-hukum Allah yang

termaktub di dalam al-Qur'an, c) memberikan sumbangsih

pemikiran bahwa sesungguhnya seluruh bentuk aturan dan

hukum dalam kehidupan baik individu maupun sosial tetap

Page 22: Tafsir Fiqhy

22

harus tunduk kepada al-Qur'an dan As-Sunnah, d) berusaha

untuk membumikan al-Qur'an lewat pemahaman lewat ayat-ayat

qauliyah kepada ayat-ayat kauniyyah, e) memberikan kekayaan

khazanah intelektual muslim dunia.

Adapun kelemahannya adalah : a) Tafsir fiqhi cenderung

terjebak pada fanatik mazhaby sehingga memunculkan sikap

ortodoksi, pembelaan dan pembenaran terhadap madzhab

tertentu dan menafikan keabsahan mazhab-mazhab lainnya, b)

Tafsir fiqhi hanya melakukan reduksi pada satu aspek

tertentu dari al-Qur'an yaitu aspek hukum, c) Tafsir fiqhi

lebih mengedepankan penafsiran al-Qur'an dengan

menghubungkannya pada konteks sosial tertentu dan cenderung

mengabaikan sifat universal hukum-hukum yang terdapat di

dalam al-Qur'an.

3. Tafsir fiqhy memiliki berbagai macam metode penyajian

diantaranya menggunakan metode tahlily, ijmaly, muqaran,

mudhu'i, tahlyly maudhu'i dan tahlily muqaran serta tahlily

Ijamly.

B. Saran-saran

1. Hendaknya seluruh kaum muslimin yang ingin mengetahui suatu

hukum dari al-Qur'an terlebih dahulu melakukan pendekatan

muqaranah antar ayat hukum yang satu dengan ayat hukum

lainnya, kemudian mencari hadis-hadis Rasulullah Saw yang

Page 23: Tafsir Fiqhy

23

merupakan representasi dari penafsiran ayat tersebut, lalu

menilik kepada pemahaman dan praktek para sahabat dan

tabi'in yang kemudian mengambil sebuah istinbath hukum

tanpa harus terjebak ke dalam perbedaan yang bersifat

mazhaby.

2. Kepada seluruh mahasiswa yang mengambil konsentrasi pada

bidang tafsir hendaknya untuk dapat memahami metodologi

tarjih utamaya yang berhubungan dengan penafsiran ayat-ayat

ahkam sehingga tidak terjebak pada sikap ortodoksi dan

justifikasi madzhaby.

Page 24: Tafsir Fiqhy

24

BIBLIOGRAFI

Adz-Dzahaby, Muahmmad Husain, at-Tafsir wa al-Mufassirun. Cet. I;

Beirut: Maktabah Mus'ab bi Umair al-Islamiyyah, 1424 H /

2004 M. Jld. I & II.

Hanafi, Hassan, Manahij at-Tafsir wa Mashalih al-Ummah.

diterjemahkan oleh Yudian Wahyudi dengan judul; Metode Tafsir dan Kemaslahatan Umat. Cet.I; Yogyakarta: Nawesea

Press, 2007.

Al-Juwainy, Mustafa ash-Shawy, Manahij fi at-Tafsir. Cet.I;

Iskandariyah: Mansya' al-Ma'arif, T.Th.

Al-Jashshah, Ahamd ar-Razy, Abu Bakar, Ahkam al-Qur'an. Cet.I;

Beirut: Dar al-Fikr, 1414 H / 1993 M.

Rusmana, Dadan, Al-Qur'an dan Hegemoni Wacana Islamologi Barat. Cet.I; Bandung: Pustaka Setia, 2006.

Al-Qaththan, Manna' bin Khalil, Mabahits fi Ulum al-Qur'an. Cet.I;

Mesir: Mansyurat al-Ashri al-Hadits, T.Th.

Asy-Syukany, Muhammad bin Ali, Fath al-Qadir. Cet. I; Beirut:

Muassah ar-Risalah, 1412H. Jld. I.