BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

12
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakekat Pembelajaran IPS Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang mengintegrasikan materi-materi terpilih dari ilmu-ilmu sosial untuk kepentingan pengajaran siswa. Melalui pengajaran IPS diharapkan siswa dapat memiliki wawasan sederhana tentang konsep-konsep dasar ilmu sosial. Pemahaman tersebut sangat diperlukan dalam pembentukan kepribadian yang utuh bagi anak. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (KTSP Standar Isi 2006). Pentingnya Pembelajaran IPS, IPS merupakan mata pelajaran di lembaga pendidikan yang mempunyai peran yang sangat penting. Barth dan Shermis 1980 (dalam buku Soewarso 2010) menyimpulkan “secara ringkas ada hal-hal yang dikaji dalam IPS menurut adalah (a) pengetahuan, (b) pengolahan informasi, (c) telaah nilai dan keyakinan, dan (d) peran serta dalam kehidupan. Keempat butir bahan belajar itulah yang menjadi jalan bagi pencapaian tujuan IPS. Preston (1974 dalam buku Soewarso 2010) mengemukakan “tujuan pembelajaran IPS, untuk mengkonkretkan tujuan pengajaran IPS harus mengikuti tujuan pendidikan yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam ranah kognitif dapatlah dikatakan bahwa hal-hal tentang manusia dan dunianya dapat dinalar supaya dapat dijadikan sebagai alat pengambilan keputusan yang rasional dan tepat. IPS bukanlah hal yang bersifat hafalan belaka, melainkan yang mendorong daya nalar yang kreatif. Yang dikehendaki oleh IPS bukan hanya fakta tentang manusia dan dunia sekelilingnya, melainkan konsep dan generalisasi yang diambil dari analisis tentang manusia dan lingkungannya. Pengetahuan yang diperoleh melalui haalan kurang dapat menyatu dengan kebutuhan. Akan tetapi pengetahuan yang diperoleh dengan pengertian dan pemahaman akan lebih fungsional. Apabila perolehan pengetahuan dan pemahaman dapat mendorong tindakan yang berdasarkan nalar, sehingga dapat dijadikan alat berkiprah dengan tepat dalam hidup, maka semangat ilmiah dan imajinasi tak kurang pentingnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006, tujuan pembelajaran IPS di tingkat Sekolah Dasar adalah sebagai berikut, (1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, (2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, (3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai- nilai sosial dan kemanusiaan, dan (4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3762/3/T1_292009001_BAB II.pdf · dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakekat Pembelajaran IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang

mengintegrasikan materi-materi terpilih dari ilmu-ilmu sosial untuk kepentingan

pengajaran siswa. Melalui pengajaran IPS diharapkan siswa dapat memiliki

wawasan sederhana tentang konsep-konsep dasar ilmu sosial. Pemahaman

tersebut sangat diperlukan dalam pembentukan kepribadian yang utuh bagi anak.

IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang

berkaitan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi

Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, siswa

diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan

bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (KTSP Standar Isi 2006).

Pentingnya Pembelajaran IPS, IPS merupakan mata pelajaran di lembaga

pendidikan yang mempunyai peran yang sangat penting. Barth dan Shermis 1980

(dalam buku Soewarso 2010) menyimpulkan “secara ringkas ada hal-hal yang

dikaji dalam IPS menurut adalah (a) pengetahuan, (b) pengolahan informasi, (c)

telaah nilai dan keyakinan, dan (d) peran serta dalam kehidupan. Keempat butir

bahan belajar itulah yang menjadi jalan bagi pencapaian tujuan IPS”.

Preston (1974 dalam buku Soewarso 2010) mengemukakan “tujuan

pembelajaran IPS, untuk mengkonkretkan tujuan pengajaran IPS harus mengikuti

tujuan pendidikan yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam

ranah kognitif dapatlah dikatakan bahwa hal-hal tentang manusia dan dunianya

dapat dinalar supaya dapat dijadikan sebagai alat pengambilan keputusan yang

rasional dan tepat. IPS bukanlah hal yang bersifat hafalan belaka, melainkan yang

mendorong daya nalar yang kreatif. Yang dikehendaki oleh IPS bukan hanya fakta

tentang manusia dan dunia sekelilingnya, melainkan konsep dan generalisasi yang

diambil dari analisis tentang manusia dan lingkungannya. Pengetahuan yang

diperoleh melalui haalan kurang dapat menyatu dengan kebutuhan. Akan tetapi

pengetahuan yang diperoleh dengan pengertian dan pemahaman akan lebih

fungsional. Apabila perolehan pengetahuan dan pemahaman dapat mendorong

tindakan yang berdasarkan nalar, sehingga dapat dijadikan alat berkiprah dengan

tepat dalam hidup, maka semangat ilmiah dan imajinasi tak kurang pentingnya”.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)

Nomor 22 Tahun 2006, “tujuan pembelajaran IPS di tingkat Sekolah Dasar adalah

sebagai berikut, (1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan

masyarakat dan lingkungannya, (2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir

logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan

dalam kehidupan sosial, (3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-

nilai sosial dan kemanusiaan, dan (4) Memiliki kemampuan berkomunikasi,

bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal,

nasional, dan global.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3762/3/T1_292009001_BAB II.pdf · dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah

7

“Ruang lingkup IPS, pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup

pengajaran IPS dibatasi sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat

dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial

kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar siswa di SD. Ruang lingkup

mata pelajaran IPS di SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut, (1) Manusia,

Tempat dan Lingkungan, (2) Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan, (3) Sistem

Sosial dan Budaya, dan (4) Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan” (KTSP Standar

Isi 2006).

Besarnya tujuan pembelajaran itu dapat dicapai melalui Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS. Standar Kompetensi dan Kompetensi

Dasar mata pelajaran IPS kelas 4 semester 2 di sekolah dasar adalah sebagai

berikut (KTSP, 2006).

Tabel 1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Kelas 4 Sekolah Dasar

Semester 2 Tahun Ajaran 2012/2013

Standar kompetensi Kompetensi dasar

2. Mengenal sumber daya

alam, kegiatan ekonomi dan

kemajuan teknologi di

lingkungan kabupaten / kota

dan provinsi

2.1. Mengenal aktivitas ekonomi yang

berkaitan dengan sumber daya

alam dan potensi lain di

daerahnya

2.2. Mengenal pentingnya koperasi

dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat

2.3. Mengenal perkembangan

teknologi produksi komunikasi

dan transportasi serta pengalaman

menggunakannya

2.4. Mengenal permasalahan sosial di

daerahnya

Kompetensi dasar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

kompetensi dasar yang ke empat yaitu mengenal permasalahan sosial di

daerahnya.

2.1.2 Hakekat Keaktifan Belajar

Sardiman (2001 dalam http://www.buatskripsi.com/2011/01/pengertian-

keaktifan-belajar-siswa.html) menyimpulkan “aktivitas belajar adalah kegiatan

yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berpikir sebagai suatu

rangkaian yang tidak dapat dipisahkan”. Rohani (2004 dalam http://www.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3762/3/T1_292009001_BAB II.pdf · dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah

8

buatskripsi.com/2011/01/pengertian-keaktifan-belajar-siswa.html) menyimpulkan

“belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik

maupun psikis. Aktivitas fisik ialah siswa giat-aktif dengan anggota badan,

membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan

mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Siswa yang memiliki aktivitas psikis

(kejiwaan) adalah, jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak

berfungsi dalam rangka pembelajaran. Saat siswa aktif jasmaninya dengan

sendirinya ia juga aktif jiwanya, begitu juga sebaliknya”.

Hermawan (2007 dalam http://www.buatskripsi.com/2011/01/pengertian-

keaktifan-belajar-siswa.html) menyimpulkan “keaktifan siswa dalam kegiatan

belajar tidak lain adalah untuk mengkontruksi pengetahuan mereka sendiri.

Mereka aktif membagun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang

mereka hadapi dalam kegiatan pembelajaran”. Rochman natawijaya dalam

depdiknas (2005:31) mengemukakan “belajar aktif adalah suatu sistem belajar

mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan

emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif,

afektif dan psikomotor”.

Nana Sudjana (2004: 61) menyatakan “keaktifan siswa dapat dilihat

dalam hal: (1) turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya; (2) terlibat dalam

pemecahan masalah; (3) Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak

memahami persoalan yang dihadapinya; (4) Berusaha mencari berbagai informasi

yang diperlukan untuk pemecahan masalah;(5) Melaksanakan diskusi kelompok

sesuai dengan petunjuk guru;(6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil– hasil

yang diperolehnya; (7) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang

sejenis; (8) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang diperoleh dalam

menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya”.

Dari beberapa pendapat ahli mengenai pengertian keaktifan belajar di

atas dapat disimpulkan bahwa, keaktifan belajar adalah kegiatan belajar yang

melibatkan berbagai macam aktivitas, baik fisik maupun mental untuk

mengkontruksi pengetahuan mereka berupa perpaduan antara aspek kognitif,

afektif, dan psikomotor.

Erna (2009 dalam http://ardhana12.wordpress.com/2009/01/20/indikator-

keaktifan-siswa-yang-dapat-dijadikan-penilaian-dalam-ptk-2/) menyatakan bahwa

“keaktifan belajar siswa dapat dilihat dari: (1) Perhatian siswa terhadap penjelasan

guru; (2) Kerjasamanya dalam kelompok; (3) Kemampuan siswa mengemukakan

pendapat dalam kelompok; (4) Memberi kesempatan berpendapat kepada teman

dalam kelompok; (5)Mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat; (6)

Memberi gagasan yang cemerlang; (7) Saling membantu dan menyelesaikan

masalah.

2.1.3 Hakekat Hasil Belajar

Sudjana (2004: 14) mengemukakan “hasil belajar adalah suatu akibat dari

proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3762/3/T1_292009001_BAB II.pdf · dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah

9

disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan”.

Horward Kingsley (dalam Sudjana, 2010: 22) membagi “tiga macam hasil belajar

yaitu : (a) Keterampilan dan kebiasaan; (b) Pengetahuan dan pengertian; (c) Sikap

dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada

pada kurikulum sekolah”.

Bloom (dalam Agus Suprijono, 2010:6-7) menyimpulkan “hasil belajar

mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif

adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman,

menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis

(menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan,

merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain

afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons),

valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi).

Domain psikomotor meliputi nitiatory, pre-routine,dan rountinized. Psikomotor

juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan

intelektual. Sementara, menurut Lindgren hasil pembelajaran meliputi kecakapan,

informasi, pengertian, dan sikap”.

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-

pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne

(dalam Agus Suprijono, 2010:6) hasil belajar berupa:

1) Informasi Verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam

bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara

spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak

memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan

aturan.

2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan

lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi,

kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-

prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan

melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.

3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas

kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah

dalam memecahkan masalah.

4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak

jasmani.

5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan

menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan

menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Agus Suprijono (2010:7) mengemukakan hasil belajar adalah perubahan

perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan

saja. Hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan

sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah,

melainkan komprehensif.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3762/3/T1_292009001_BAB II.pdf · dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah

10

Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya

salah satu aspek potensi kemanusiaan saja, yang mencakup perbuatan, nilai-nilai,

pengertian-pengertian, apresiasi, sikap-sikap dan keterampilan.

2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing

Anita Lie (2002:63) mengemukakan “model kancing gemerincing

merupakan salah tipe model pembelajaran kooperatif yang masing-masing

anggota kelompoknya mendapat kesempatan yang sama untuk memberikan

kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan serta pemikiran anggota

kelompok lain”.

Spencer Kagan (dalam Miftahul, 2011:142) berpendapat bahwa “model

pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing adalah jenis metode struktural

yang mengembangkan hubungan timbal balik antar anggota kelompok dengan

didasari adanya kepentingan yang sama. Setiap anggota mendapatkan chips yang

berbeda yang harus digunakan setiap kali mereka ingin berbicara mengenai:

menyatakan keraguan, menjawab pertanyaan, bertanya, mengungkapkan ide,

mengklarifikasi pertanyaan, mengklarifikasi ide, merangkum, mendorong

partisipasi anggota lainnya, memberikan penghargaan untuk ide yang

dikemukakan anggota lainnya dengan mengatakan hal yang positif”.

Millis & Cottel (http://www.buatskripsi.com/2010/11/pengertian-kancing

-gemerincing-talking.html) mengemukakan “model pembelajaran kancing

gemerincing adalah jenis model pembelajaran kooperatif dengan cara siswa

diberikan chips yang berfungsi sebagai tiket yang memberikan izin pemegangnya

untuk berbagi informasi, berkontribusi pada diskusi, atau membuat titik debat”.

Berdasarkan beberapa pengertian ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran kooperatif kancing gemerincing adalah model pembelajaran

yang mengembangkan model diskusi kelompok, dimana setiap kelompok

diberikan kesempatan mengutarakan pendapatnya dalam mengerjakan tugas yang

diberikan guru. Dengan didasari adanya kepentingan bersama masing-masing

anggota kelompok secara bergiliran mengutarakan pendapatnya dengan

mengembalikan chips yang sudah dibagikan oleh guru setiap kali mengeluarkan

pendapatnya.

2.1.5 Kelebihan dan Kelemahan dari Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Kancing Gemerincing

Miftahul (2012:143) mengemukakan “kelebihan model pembelajaran

kooperatif tipe kancing gemerincing adalah model ini dapat diterapkan untuk

semua mata pelajaran dan tingkatan kelas dan masing-masing kelompok memiliki

kesempatan yang sama untuk memamerkan hasil kerjanya masing-masing dan

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3762/3/T1_292009001_BAB II.pdf · dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah

11

melihat hasil kerja kelompok-kelompok lain. Sedangkan kelemahan model

pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing adalah persiapannya

memerlukan lebih banyak tenaga, pikiran dan waktu Jika teknik ini diterapkan

untuk siswa-siswa tingkat dasar, maka perlu disertai manajemen kelas yang baik

agar tidak terjadi kegaduhan”.

2.1.6 Prosedur Penerapan

Adapun prosedur dalam pembelajaran kooperatif tipe kancing

gemerincing menurut Miftahul (2011: 142) yaitu:

1) Guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing-kancing atau benda-

benda kecil lainnya.

2) Sebelum memulai tugasnya, masing-masing anggota dari setiap kelompok

mendapatkan 2 atau 3 buah kancing (jumlah kancing tergantung pada sukar

tidaknya tugas yang diberikan).

3) Setiap kali anggota selesai berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia harus

menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkannya di tengah-tengah

meja kelompok.

4) Jika kancing yang dimiliki salah seorang siswa habis, dia tidak boleh

berbicara lagi sampai semua rekannya menghabiskan kancingnya masing-

masing.

5) Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok

boleh mengambil kesepakatan untuk membagi-bagi kancing lagi dan

mengulangi prosedurnya kembali.

Menurut Lie (2002) langkah-langkah penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe kancing gemerincing adalah:

1) Guru menyiapkan kotak kecil yang berisi kancing-kancing atau bisa juga

benda-benda kecil lainnya seperti kacang merah, biji kenari, potongan

sedotan, batang-batang lidi, sendok eskrim dan sebagainya.

2) Sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa dalam masing-masing

kelompok mendapat dua atau tiga buah kancing (jumlah kancing bergantung

pada sukar tidaknya tugas yang diberikan).

3) Setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia harus

menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakannya di tengah-tengah

kelompoknya.

4) Jika kancing yang dimiliki seorang siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi

sampai semua rekannya juga menghabiskan kancing mereka.

5) Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok

boleh mengambil kesepakatan untuk membagikan kancing lagi dan

mengulangi prosedurnya kembali.

Berdasarkan beberapa prosedur di atas, yang akan diterapkan dalam

penelitian ini adalah prosedur yang dikemukakan oleh Anita, Lie yaitu:

1) Guru menyiapkan kotak kecil yang berisi kancing-kancing atau bisa juga

benda-benda kecil lainnya seperti kacang merah, biji kenari, potongan

sedotan, batang-batang lidi, sendok eskrim dan sebagainya.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3762/3/T1_292009001_BAB II.pdf · dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah

12

2) Sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa dalam masing-masing

kelompok mendapat dua atau tiga buah kancing (jumlah kancing bergantung

pada sukar tidaknya tugas yang diberikan).

3) Setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia harus

menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakannya di tengah-tengah

kelompoknya.

4) Jika kancing yang dimiliki seorang siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi

sampai semua rekannya juga menghabiskan kancing mereka.

5) Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok

boleh mengambil kesepakatan untuk membagikan kancing lagi dan

mengulangi prosedurnya kembali.

2.1.7 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing

Pada penelitian ini, sintaks model pembelajaran kooperatif tipe kancing

gemerincing yang digunakan adalah sintaks model pembelajaran kooperatif tipe

kancing gemerincing menurut Spencer Kagan (dalam Miftahul, 2011:142)

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3762/3/T1_292009001_BAB II.pdf · dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah

13

Tabel 2

Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

(atau indikator hasil belajar), guru

memotivasi siswa, guru mengaitkan

pelajaran sekarang dengan yang terdahulu.

Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa

dengan jalan demonstrasi atau lewat bacaan.

Fase-3

Mengorganisasikan siswa ke

dalam kelompok-kelompok

belajar

Guru menjelaskan kepada siswa cara

membentuk kelompok belajar, guru

mengorganisasikan siswa ke dalam

kelompok-kelompok belajar(setiap kelompok

beranggotakan 4-5 orang dan harus

heterogen terutama jenis kelamin dan

kemampuan siswa, dan setiap anggota diberi

tanggung jawab untuk mempelajari atau

mengerjakan tugas), guru menjelaskan

tentang penggunaan media kancing sebagai

salah satu tiket untuk berpendapat di dalam

kelompoknya masing-masing.

Fase-4

Membimbing kelompok

bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok

belajar pada saat siswa mengerjakan tugas.

Fase-5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang

materi yang telah dipelajari atau meminta

siswa mempresentasikan hasil kerjanya,

kemudian dilanjutkan dengan diskusi.

Fase-6

Memberikan penghargaan

Guru memberikan penghargaan kepada siswa

yang berprestasi untuk menghargai upaya

dan hasil belajar siswa baik secara individu

maupun kelompok.

Sumber: Spencer Kagan (dalam Miftahul, 2011:142)

2.1.8 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing

Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS

Model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing adalah model

pembelajaran yang mengembangkan model diskusi kelompok, dimana setiap

kelompok diberikan kesempatan mengutarakan pendapatnya dalam mengerjakan

tugas yang diberikan guru. Dengan didasari adanya kepentingan bersama masing-

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3762/3/T1_292009001_BAB II.pdf · dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah

14

masing anggota kelompok secara bergiliran mengutarakan pendapatnya dengan

mengembalikan chips yang sudah dibagikan oleh guru setiap kali mengeluarkan

pendapatnya. Penggunaan model ini dapat menghilangkan rasa bosan siswa

terhadap pembelajaran yang selama ini dilakukan oleh guru karena siswa

diberikan kesempatan yang cukup banyak untuk mengungkapkan pendapat,

pertanyaan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. Model

ini cocok dengan karakter siswa kelas 4 SD yang cenderung masih takut untuk

berbicara dan mengungkapkan pendapatnya. Selama ini pembelajaran IPS di SD

masih menggunakan sistem menghafal sehingga siswa kurang memahami betul

materi yang dipelajarinya dengan model ini selain siswa dituntut untuk lebih aktif,

siswa juga dapat meningkatkan hasil belajarnya karena siswa lebih memahami

materi yang dipelajarinya.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing

dapat meningkatkan keaktifan siswa selama proses pembelajaran karena siswa

terlibat penuh selama proses pembelajaran sedangkan guru hanya mengawasi

proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh siswa dalam kelompoknya. Dengan

keterlibatan siswa sebagai subjek belajar maka selain keaktifan belajar siswa yang

meningkat, hasil belajar siswa juga akan meningkat karena siswa akan benar-

benar memahami setiap materi yang dipelajarinya.

2.2 Kajian Hasil Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Muna Dwi Pangestu, 2010 tentang

“Peningkatan Kemampuan Menulis Pantun Melalui Model Kooperatif Tipe

Kancing Gemerincing Pada Siswa Kelas IV SDN Sondakan Surakarta.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan

kemampuan menulis pantun setelah diadakan tindakan kelas dengan

menggunakan model kooperatif tipe Kancing Gemerincing. Hal itu dapat

ditunjukkan dengan meningkatnya kemampuan siswa dari sebelum dan sesudah

tindakan. Pada siklus I menunjukkan peningkatan kemampuan menulis pantun

untuk tema persahabatan dengan nilai rata-rata nilai 67,96 dan prosentase siswa

yang mencapai KKM sebanyak 66,79% (25 siswa). Pada siklus II menunjukkan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3762/3/T1_292009001_BAB II.pdf · dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah

15

peningkatan kemampuan menulis pantun untuk tema kebersihan dengan nilai rata-

rata nilai 79,28 dan prosentase siswa yang mencapai KKM sebanyak 86,84% (33

siswa).

Penelitian yang dilakukan oleh Susi Widiawati, 2012 tentang

“Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif

Teknik Kancing Gemerincing pada Siswa Kelas IV SDN Pakintelan 03

Gunungpati Semarang”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Keterampilan

guru pada siklus I memperoleh skor 19 dengan kategori cukup, siklus II

memperoleh skor 27 dengan kategori sangat baik dan pada siklus III memperoleh

skor 30 dengan kategori sangat baik. (2) Aktivitas siswa pada siklus I memperoleh

rata-rata skor 2,39 kategori cukup, pada siklus II memperoleh rata-rata skor 2,95

kategori baik dan pada siklus III memperoleh rata-rata skor 3,27 kategori baik. (3)

Persentase ketuntasan klasikal pada siklus I 64,5% , meningkat pada siklus II

menjadi 77,4%, dan meningkat pada siklus III menjadi 86,6%. Ini menunjukkan

bahwa persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus III >80% sehingga

dinyatakan berhasil.

Penelitian yang dilakukan oleh Mila Kartika Sari, 2010 tentanf

“Peningkatan Ketrampilan Menulis Narasi Melalui Media Gambar Seri Pada

Siswa Kelas V SD Negeri Dawung 2 Jenar Kabupaten Sragen Tahun Ajaran

2009/2010”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan keterampilan

menulis narasi pada siswa kelas V SD Negeri Dawung 2 Jenar Sragen setelah

mengikuti pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan media gambar seri.

Peningkatan menulis narasi tersebut diketahui dari tes kondisi awal, siklus I, dan

siklus II. Nilai rata-rata pada kondisi awal sebesar 63,27 dan termasuk dalam

kategori cukup baik. Sedangkan nilai rata-rata pada siklus I mencapai 73,36 dan

termasuk dalam kategori cukup baik. Dengan demikian, ada peningkatan dari

kondisi awal sebesar 10,09. Pada siklus II nilai rata-rata yang dicapai adalah

sebesar 82,73 dan termasuk dalam kategori baik. Dengan demikian, terjadi

peningkatan yaitu sebesar 9,36 dari hasil siklus I dan 19,45 dari hasil kondisi

awal; Ada perubahan sikap atau perilaku siswa dari perilaku negatif berubah

menjadi positif. Simpulan dari penelitian ini adalah adanya peningkatan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3762/3/T1_292009001_BAB II.pdf · dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah

16

keterampialn menulis narasi pada siswa kelas V SD Negeri Dawung 2 Jenar

Sragen melalui media gambar seri.

2.3 Kerangka Berpikir

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang

mengintegrasikan materi-materi terpilih dari ilmu-ilmu sosial untuk kepentingan

pengajaran siswa. Melalui pengajaran IPS diharapkan siswa dapat memiliki

wawasan sederhana tentang konsep-konsep dasar ilmu sosial. Pemahaman

tersebut sangat diperlukan dalam pembentukan kepribadian yang utuh bagi anak.

IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang

berkaitan isu sosial.

Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara

keseluruhan dengan guru dan siswa sebagai pemeran utama. Dalam pembelajaran

IPS diperlukan peran yang lebih dari seorang guru agar dapat mengembangkan

pengetahuan siswanya sehingga siswa tidak hanya aktif menghafal maupun

mencatat saja. Diharapkan siswa dapat berpartisipasi lebih dalam proses

pembelajaran untuk terciptanya suasana belajar yang lebih aktif. Keaktifan siswa

dalam mengungkapkan pendapat maupun menjawab pertanyaan dari guru akan

mengganggu jalannya proses pembelajaran. Maka dari itu dalam penelitian ini

dipilihlah model pembelajaran kooperatif tipe kacing gemerincing.

Model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing diawali dengan

pembentukan kelompok siswa menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah

siswa di dalam kelas. Guru menyiapkan kotak kecil yang berisi kancing-kancing

atau bisa juga benda-benda kecil lainnya seperti kacang merah, biji kenari,

potongan sedotan, batang-batang lidi, sendok eskrim dan sebagainya. Sebelum

kelompok memulai tugasnya, setiap siswa dalam masing-masing kelompok

mendapat dua atau tiga buah kancing (jumlah kancing bergantung pada sukar

tidaknya tugas yang diberikan). Setiap kali seorang siswa berbicara atau

mengeluarkan pendapat, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya dan

meletakannya di tengah-tengah kelompoknya. Jika kancing yang dimiliki seorang

siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya juga

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3762/3/T1_292009001_BAB II.pdf · dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah

17

menghabiskan kancing mereka. Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas

belum selesai, kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagikan

kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali.

Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe kancing

gemerincing ini setiap siswa diberikan kesempatan untuk mengungkapkan

pendapatnya mengenai masalah yang diberikan dalam bentuk kelompok. Setiap

anggota kelompok memiliki peran yang sama dalam kelompoknya sehingga tidak

ada anggota kelompok yang dominan maupun yang pasif lagi. Dengan meratanya

kesempatan bagi setiap siswa mengemukakan pendapatnya, diharapkan dapat

menjadi jembatan bagi siswa mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Model

pembelajaran ini akan membuat suasana belajar menjadi lebih hidup dan

menyenangkan yang pada akhirnya dapat meningkatkan keaktifan serta hasil

belajar siswa.

2.4 Hipotesis

Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah penerapan model

pembelajaran Kancing Gemerincing dapat meningkatkan keaktifan dan hasil

belajar IPS pada siswa kelas 4 SD Negeri Ngipik semester 2 tahun pelajaran

2012/2013.