BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran IPA
Belajar merupakan aktivitas penting dalam kehidupan manusia,
karena dengan belajar manusia akan menjadi makhluk yang lebih baik, dan
berguna. Tanpa disadari dari sejak manusia dilahirkan di dunia sudah
mengalami proses belajar, misalnya saat balita mulai belajar membuka
mata, melihat objek-objek disekitarnya dan hal kecil lainnya yang bisa
disebut dengan belajar. Proses belajar itu sendiri timbul akibat adanya
interaksi seseorang dengan lingkungan sehingga dari hasil belajar tersebut
akan menghasilkan perubahan perilaku pada si pembelajar. Ruminiati
(2007) mengungkapkan “pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang
dirancang oleh guru untuk membantu, membimbing, dan memotivasi
siswa mempelajari suatu informasi tertentu dalam suatu proses yang telah
dirancang secara masak mencakup segala kemungkinan yang terjadi”.
Hampir sama dengan pendapat di atas, Hamdani (2010) mengatakan
“pembelajaran adalah upaya guru menciptakan iklim dan pelayanan
terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa yang
amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa serta
antar siswa”. Dari kedua pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran merupakan suatu daya upaya guru yang dirancang dengan
menciptakan iklim dan suasana belajar yang optimal.
Dalam pembelajaran IPA banyak membahas tentang ilmu-ilmu
alam yang merupakan hal baru bagi siswa usia Sekolah Dasar, maka dari
itu peran guru dalam membimbing dan memfasilitatori kegiatan
pembelajaran sangat membantu pemahaman siswa tentang alam sekitar.
Pada hakekatnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan perpaduan
dari beberapa bidang ilmu diantaranya adalah ilmu-ilmu biologi, fisika,
9
kimia, ilmu bumi dan astronomi. Semua benda yang ada di alam, baik
peristiwa maupun gejala-gejala yang muncul di dalamnya dipelajari dalam
mata pelajaran IPA. Ada tiga istilah dalam IPA yaitu “ilmu”,
“pengetahuan”, dan “alam”. Istilah lainnya yang juga sering dikenal yaitu
“sains” yang berasal dari kata “natural science”. Natural artinya alamiah
berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan.
Jadi Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari tentang
gejala-gejala atau peristiwa alam.
Wisudawati & Sulistyowati (2015) menggambarkan
“Pembelajaran IPA sebagai suatu sistem yang terdiri atas komponen
masukan pembelajaran, proses pembelajaran, dan keluaran pembelajaran”.
Dalam bukunya yang berjudul Metodologi Pembelajaran IPA, ia juga
mengungkapkan tentang pengertian pembelajaran IPA pada hakekatnya
adalah “interaksi antara komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk
proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang berbentuk kompetensi
yang telah ditetapkan”. Komponen-komponen pembelajaran merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam pelaksanaan
pembelajaran. misalnya seperti guru tidak akan dapat melaksanakan
pembelajaran tanpa adanya siswa begitu halnya siswa tidak hanya cukup
jika mengadakan interaksi dengan guru saja, tetapi membutuhkan
komponen-komponen yang lainnya untuk mendukung proses pembelajaran
seperti, kurikulum, model pembelajaran, metode, materi, media, dan
evaluasi. Dari semua komponen pembelajaran tersebut antara satu dengan
yang lain memiliki hubungan saling keterkaitan. Disinilah guru berperan
sebagai ujung tombak pembelajaran dalam menyusun seluruh komponen
pembelajaran supaya hasil belajar siswa memuaskan.
2.1.2 Hasil Belajar pada Ranah Kognitif
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh
seseorang setelah mengalami proses belajar, untuk mengetahui hasil
belajar siswa tersebut maka diperlukan adanya pengukuran. Pengukuran
10
hasil belajar dilakukan oleh seorang guru dalam rangka mengetahui tingkat
pemahaman siswa tentang materi yang telah diajarkan sebelumnya, maka
dengan demikian guru dapat mengetahui apakah tujuan pembelajaran
sudah tercapai atau belum. Dalam Sistem Pendidikan Nasional rumusan
tujuan pendidikan menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin
Bloom yang secara garis besar membaginya ke dalam 3 ranah yaitu ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Pengukuran pada ranah kognitif lebih sering digunakan guru dalam
proses pembelajaran, dengan melaksanakan pengukuran hasil belajar pada
ranah kognitif tersebut maka guru dapat mengetahui sejauhmana
pemahaman materi yang telah diserap oleh siswa setelah melaksanakan
proses belajar. Bloom pada tahun 1956, dalam bukunya Taxonomy of
Educational Objectives. Handbook 1: Cognitive Domain membagi tujuan
pembelajaran ranah kognitif atau intelektual dibagi menjadi 6 tingkatan
yang dilambangkan dengan huruf C (cognitif) yaitu:
(a) C1 (Pengetahuan/knowledge) menekankan pada kemampuan
dalam mengingat kembali materi yang telah dipelajari, kata kerja
operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah mengutip,
menyebutkan, menjelaskan, menggambarkan, membilang,
mengidentifikasi, mendaftar, menunjukkan, memberi label, memberi
indeks, memasangkan, menamai, menandai, membaca, menyadari,
menghafal, meniru, mencatat, mengulang, mereproduksi, meninjau,
memilih, menyatakan, mempelajari, mentabulasi, memberi kode,
menelusuri, dam menulis. (b) C2 (pemahaman/comprehension) diartikan
sebagai kemempuan memahami materi. Kata kerja operasional yang dapat
dipakai dalam jenjang ini adalah memperkirakan, menjelaskan,
mengkategorikan, mencirikan, merinci, mengasosiasikan,
membandingkan, menghitung, mengkontraskan, mengubah,
mempertahankan, menguraikan, menjalin, membedakan, mendiskusikan,
menggali, mencontohkan, menerangkan, mengemukakan, mempolakan,
memperluas, menyimpulkan, meramalkan, merangkum, dan menjabarkan.
11
(c) C3 (Penerapan application) yaitu dimana peserta didik menggunakan/
menerapkan pemahamannya pada situasi nyata. Kata kerja operasional
yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah: menugaskan, mengurutkan,
menentukan, menerapakan, menyesuaikan, mengkalkulasi, memodifikasi,
mengklasifikasi, menghitung, membangun, membiasakan, mencegah,
menggunakan, menilai, melatih, menggali, mengemukakan, mengadaptasi,
menyelidiki, mengoperasikan, mempersoalkan, mengkonsepkan,
melaksanakan, meramalkan, memproduksi, memproses, mengaitkan,
menyusun, mensimulasikan, memecahkan, melakukan, dan mentabulasi.
(d) C4 (Analisis/analysis) diartikan dengan kemampuan menguraikan
suatu materi menjadi komponen yang lebih jelas. Kata kerja operasional
yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah: menganalisis, mengaudit,
memecahkan, menegaskan, mendeteksi, mendiagnosis, menyeleksi,
memerinci, menominasikan, mendiagramkan, mengkorelasikan,
merasionalkan, menguji, mencerahkan, menjelajah, membagankan,
menyimpulkan, menemukan, menelaah, memaksimalkan, memerintahkan,
mengedit, mengaitkan, memilih, mengukur, melatih, dan mentransfer. (e)
C5 (Sintesis/synthesis) dimaknai sebagai kemampuan memproduksi dan
mengkombinasikan elemen-elemen untuk membentuk struktur yang unik.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah:
mengabstraksi, mengatur, menganimasi, mengumpulkan,
mengkategorikan, mengkode, mengkombinasikan, menyusun, mengarang,
membangun, menanggulangi, menghubungkan, menciptakan,
mengkreasikan, mengoreksi, merancang, merencanakan, mendikte,
meningkatkan, memperjelas, memfasilitasi, membentuk, merumuskan,
menggeneralisasi, menggabungkan, memadukan, membatas, mereparasi,
menampilkan, menyiapkan, memproduksi, merangkum, dan
merekonstruksi. Dan yang terakhir (f) C6 (Evaluasi/evalution) yang
diartikan sebagai kemampuan menilai manfaat suatu hal untuk tujuan
tertentu berdasarkan kriteria yang jelas. Kata kerja operasional yang dapat
dipakai dalam jenjang ini adalah: membandingkan, menyimpulkan,
12
menilai, mengarahkan, mengkritik, menimbang, memutuskan,
memisahkan, memprediksi, memperjelas, menugaskan, menafsirkan,
mempertahankan, memerinci, mengukur, merangkum, membuktikan,
memvalidasi, mengetes, mendukung, memilih, dan memproyeksikan.
Keenam tingkatan diatas seluruhnya merupakan segala aktivitas
yang melibatkan otak atau berkaitan dengan intelegensi seorang siswa.
Dalam rangka mengetahui sejauhmana tingkat berpikir siswa tersebut
maka diperlukan adanya alat/instrumen yang digunakan oleh peneliti. Ada
berbagai macam instrumen dalam pengukuran hasil belajar siswa. Dalam
dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa adalah instrumen tes, lembar observasi, panduan
wawancara, skala sikap dan angket. Sementara itu instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen tes.
Pengukuran instrumen tes dapat diartikan sebagai kegiatan atau
upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala
atau peristiwa tertentu, sehingga terlihatlah pencapaian kognitif dari
masing-masing siswa yang telah mengalami proses belajar tersebut.
Pencapaian kognitif oleh siswa tidak lepas dari peran guru sebagai tombak
dalam pembelajaran karena bukan hanya dari dalam diri siswa tetapi faktor
lain juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Menurut Dimyati &
Mudjiono (2009) ada 2 faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Pada kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru di kelas dalam membina kegiatan belajar siswa,
sarana prasarana, dan kebijakan penilaian adalah beberapa faktor eksternal
yang mempengaruhi hasil belajar siswa.
Menurut Slavin dalam Suriansyah & Sulaiman (2009) secara lebih
spesifik mengutarakan, dari beberapa hasil penelitian telah membuktikan
bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi
dan hasil belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan
bersosial antar siswa.
13
2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran banyak digunakan dalam dunia pendidikan,
hal ini terjadi karena model pembelajaran memiliki fungsi yang penting
yaitu sebagai pencapaian tujuan dan hasil belajar oleh siswa. Model
pembelajaran ini sendiri dapat diartikan sebagai prosedur yang sistematis
yang dilakukan oleh guru dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar yang maksimal.
Suprijono (2014) mendefinisikan “model pembelajaran sebagai
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar”.
Sementara itu menurut Arends “model pembelajaran mengacu pada
pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan
pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas”. Model pembelajaran terdiri dari
beberapa macam. Suprijono (2014) membaginya ke dalam tiga model
pembelajaran yaitu model pembelajaran langsung, pembelajaran
kooperatif dan model pembelajaran berbasis masalah.
Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan
bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari
empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat
heterogen. Pada hakekatnya cooperative learning sama dengan kerja
kelompok. Sanjaya (2008) mengatakan bahwa “model pembelajaran
kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa
dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang telah dirumuskan”. Tetapi Suprijono (2014) mengatakan bahwa
“dalam pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok, ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-
asalan”.
14
Menurut Hamdani (2010) terdapat enam tahap pembelajaran
kooperatif yang disajikan dalam tabel 2.1 di bawah ini:
Tabel 2.1
Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Fase-fase Perilaku Guru
Fase 1:
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa.
Guru menyampaikan semua tujuan
yang ingin dicapai selama
pembelajaran dan memotivasi siswa
untuk belajar.
Fase 2:
Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi kepada
siswa dengan jalan demonstrasi
atau melalui bahan bacaan.
Fase 3:
Mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar.
Guru menjelaskan kepada siswa
cara membentuk kelompok belajar
dan membantu setiap kelompok
agar melakukan transisi secara
efisien.
Fase 4:
Membimbing kelompok bekerja dan
belajar.
Guru membimbing kelompok
belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka.
Fase 5:
Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah
dipelajari/meminta presentasi hasil
kerja kepada kelompok.
Fase 6:
Memberikan penghargaan
Guru menghargai upaya dan hasil
belajar individu dan kelompok.
Pembelajaran kooperatif dimulai dengan pemberian informasi oleh
guru tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai selama proses
pembelajaran. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi melalui bahan
bacaan dan kemudian dibawah bimbingan guru, siswa bekerjasama secara
kelompok untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Fase
terakhir pada pembelajaran kooperatif meliputi penyajian produk akhir
oleh kelompok sehingga dapat di evaluasi oleh guru bersama dengan
seluruh siswa.
15
2.1.4 Model Pembelajaran Talking Stick
Model pembelajaran talking stick adalah bagian dari pembelajaran
kooperatif yang menggunakan tongkat sebagai alat berbicara oleh siswa.
Pembelajaran talking stick ini mendorong siswa untuk berani
mengemukakan pendapat didepan kelas. Secara tidak langsung guru
mempersiapkan seluruh siswa untuk berani mengutarakan pendapatnya
tentang materi pembelajaran, walaupun pada awalnya terkesan memaksa
siswa untuk berbicara tetapi hal ini justru dapat meningkatkan keberanian
siswa dalam berbicara di depan banyak orang. Talking Stick (tongkat
berbicara) adalah metode yang pada mulanya digunakan oleh penduduk
asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan
pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku). Sebagaimana
dikemukakan oleh Carol Locust berikut ini:
The talking stick has been used for centuries by many Indian
tribes as a means of just and impartial hearing. The talking
stick was commonly used in council circles to decide who had
the right to speak. When matters of great concern would
come before the council, the leading elder would hold the
talking stick, and begin the discussion. When he would finish
what he had to say, he would hold out the talking stick, and
whoever would speak after him would take it. In this manner,
the stick would be passed from one individual to another until
all who wanted to speak had done so. The stick was then
passed back to the elder for safe keeping.
Menurut uraian diatas dari penemuan metode yang digunakan oleh
penduduk asli Amerika untuk mengajak orang berbicara, kini metode itu
sudah digunakan sebagai metode pembelajaran di kelas. Dalam penerapan
metode Talking Stick ini guru membagi kelas menjadi kelompok-
kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Kelompok
dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban, kecerdasan,
persahabatan, atau minat yang berbeda.
Adapun sintak model pembelajaran kooperatif tipe
talking stick dalam Huda (2015) adalah sebagai berikut.
16
1. Guru menyiapkan tongkat yang panjangnya kurang
lebih 20 cm.
2. Guru menyampaikan materi pokok yang akan
dipelajari, kemudian memberikan kesempatan para
kelompok untuk membaca dan mempelajari materi
pelajaran.
3. Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di
dalam wacana.
4. Setelah siswa selesai membaca materi pelajaran dan
mempelajari isinya, guru mempersilahkan siswa
untuk menutup bacaan.
5. Guru mengambil tongkat dan memberikannya kepada
salah satu siswa, setelah itu guru memberi pertanyaan
dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus
menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian
besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap
pertanyaan dari guru.
6. Guru memberi kesimpulan.
7. Guru melakukan evaluasi/penilaian.
8. Guru menutup pembelajaran.
2.2 Media Pembelajaran Lagu
Media pembelajaran dapat diterapkan dalam proses belajar
mengajar, tetapi sebaiknya dalam penerapan media pembelajaran tidak
berdiri sendiri karena pada dasarnya fungsi dari media merupakan alat
bantu dalam pembelajaran di kelas. Secara lebih jelasnya definisi media
media diungkapkan Indriana (2011) “Media adalah alat saluran
komunikasi”. Kata media berasal dari bahasa Latin yang merupakan
bentuk jamak dari kata medium. Secara harfiah, media berarti perantara,
yaitu perantara antara sumber pesan (a source) dengan penerima pesan (a
receiver).
Arief (2008) juga mengemukakan makna arti kata media.
Menurutnya media dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang
digunakan untuk membawa suatu informasi dari sumber kepada penerima.
Sejumlah pakar membuat membuat batasan tentang media, diantaranya
yang dikemukakan oleh Association of Education and Comunication
Technology (AECT) Amerika. Menurut AECT, media adalah segala bentuk
dan saluran yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi.
17
Uno (2008). Maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah
alat bantu yang digunakan oleh guru untuk membawa informasi kepada
penerima (siswa) pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Dalam proses belajar mengajar, media merupakan salah satu unsur
yang sangat penting sebagai pendukung proses pembelajaran. Pemilihan
media pembelajaran juga harus dilakukan dengan cermat dan teliti.
Berbagai aspek harus diperhatikan misalnya seperti menyesuaikan
pemilihan media dengan tujuan pembelajaran, materi dan termasuk juga
karakteristik siswa.
Media lagu dipilih karena cocok jika diterapkan pada anak usia SD
yang masih senang bermain, bernyanyi, dan melakukan hal-hal baru yang
gembira. Media lagu ini termasuk dalam jenis media audio yang
memanfaatkan indra pendengaran sebagai alat bantu dalam belajar, media
lagu merupakan rangkaian syair yang diiringi nada atau suara. Dalam
penerapannya media lagu diterapkan sebagai pengiring pelaksanaan model
talking stick, ketika tongkat/stick mulai digulirkan siswa mengiringinya
dengan bernyanyi bergembira lagu yang sudah disiapkan oleh guru. Maka
ketika lagu sudah selesai dan berhenti dinyanyikan, siswa terakhir yang
memegang tongkat tersebut akan berbicara di depan kelas dengan
menjawab pertanyaan yang diutarakan oleh guru.
Media lagu yang digunakan dalam pembelajaran IPA materi tata
surya diambil dari lagu anak-anak kemudian syairnya diganti dengan
materi pelajaran guna memudahkan siswa dalam belajar dirumah, sekolah
maupun tempat yang lainnya. Dengan pemanfaatan media lagu ini
diharapkan siswa lebih gemar belajar dengan menggunakan lagu materi.
2.3 Hubungan Model Talking Stick berbantuan Media Lagu dengan Hasil
Belajar pada Ranah Kognitif
Model pembelajaran talking stick adalah model pembelajaran
berbantuan tongkat. Penerapan talking stick diiringi dengan lagu yang
berisi materi pembelajaran tata surya, tongkat digulirkan kepada siswa
18
dengan diiringi menyanyikan lagu tata surya. Ketika lagu berhenti, maka
siswa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru.
Model pembelajaran ini mengandung unsur bermain sesuai dengan
karakter siswa Sekolah Dasar, pembelajaran yang awalnya tegang dengan
menggunakan metode konvensional maka dengan penerapan model talking
stick akan membawa suasana kelas yang berbeda menjadi lebih cair,
menyenangkan dan tidak membosankan. Keuntungan lainnya dalam model
talking stick ini mempersiapkan siswa untuk menjadi berani berbicara/
aktif di depan kelas ditambah lagi dengan bantuan media lagu, siswa akan
lebih senang untuk belajar karena lebih menyenangkan. Ketika
sebelumnya dalam kegiatan belajar mereka harus membuka buku,
menyiapkan waktu dan tempat tersendiri dalam belajar tetapi dengan
media lagu aktivitas belajar bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja.
Mereka hanya perlu bernyanyi maka sekaligus mereka melakukan
kegiatan belajar yang menyenangkan. Kegiatan belajar yang
menyenangkan akan mampu meningkatkan motivasi dan intensitas belajar
siswa maka peningkatan hasil belajar pada ranah kognitif akan tercapai
dengan menerapkan model kooperatif tipe talking stick berbantuan media
lagu.
2.4 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Untuk menguatkan penelitian ini maka penulis memaparkan hasil
penelitian terdahulu sebagai penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
Penelitian berikut ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Martiani
(2014) dengan judul “Pengaruh Metode Talking Stick Berbantuan Peta
Konsep terhadap Pemahaman Konsep IPA siswa kelas V SD” penelitian
ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan pemahaman
konsep IPA antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
metode talking stick berbantuan peta konsep dengan kelompok siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan metode pembelajaran konvensional pada
siswa kelas V SD di Gugus Ubud Kabupaten Gianyar. Hasil penelitian
19
tentang pemahaman konsep siswa diperoleh rata-rata skor pemahaman
konsep IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode talking
stick berbantuan peta konsep adalah 30,08 yang tergolong kriteria sangat
tinggi dan rata-rata skor pemahaman konsep IPA siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan metode pembelajaran konvensional adalah 21,83
yang tergolong kriteria sedang. Hal ini menunjukkan bahwa, kelompok
siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode talking stick
berbantuan peta konsep memiliki pemahaman konsep yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran
dengan metode pembelajaran konvensional.
Hasil penelitian Wahyuni (2013) yang berjudul “Penerapan Metode
Talking Stick untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA kelas IV di SDN 2
Posona” menunjukkan bahwa penerapan metode talking stick dapat
meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV di SDN 2 Posona. Hal ini
dibuktikan pada siklus I siswa yang tuntas 12 dari 22 siswa, presentase
ketuntasan hasil belajar klasikal 54,55% kategori kurang, sehingga perlu
dilakukan siklus II dengan hasil penelitian siswa yang tuntas 18 dari 22
siswa, presentase ketuntasan hasil belajar klasikal 81,82% kategori sangat
baik.
Penelitian lain yang berkaitan dengan media lagu dilakukan oleh
Ulfa (2011) yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Rangkuman Materi
sebagai Lirik Lagu Pada Pembelajaran Biologi terhadap Motivasi dan
Hasil Belajar Siswa di SMA Negeri 1 Cluring Banyuwangi” penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan rangkuman materi
sebagai lirik lagu pada pembelajaran biologi terhadap motivasi dan hasil
belajar siswa di SMA Negeri 1 Cluring Banyuwangi. Hasil analisis data
menunjukkan bahwa penggunaan rangkuman materi sebagai lirik lagu
berpengaruh signifikan terhadap motivasi belajar aspek Attention (p =
0,005), aspek Relevance (p = 0,001), aspek Convidance (p = 0,005), aspek
Satisfaction (p = 0,018). Dengan selisih rerata nilai motivasi kelas
eksperimen : kelas kontrol. Perbandingan selisih rerata nilai motivasi kelas
20
eksperimen : kelas control adalah 1,07 : -0,36 (untuk Attention Awal dan
Attention Akhir) 1,31 : 0,23 (untuk Relevance Awal dan Relevance Akhir),
1,07 : -0,3 (untuk Convidance Awal dan Convidance Akhir) 1,24 : 0,-21
(untuk Satisfaction Awal dan Satisfaction Akhir).
Penggunaan rangkuman materi sebagai lirik lagu berpengaruh
signifikan terhadap nilai kognitif siswa dengan selisih rerata kelas
eksperimen : kontrol = 8,5 : 6,94 dan signifikasi 0,033, nilai psikomotor
siswa dengan selisih rerata kelas eksperimen : kontrol = 10,13 : 2,56 dan
signifikasi > 0,063, pada nilai psikomotor tidak terjadi pengaruh yang
signifikan hal ini disebabkan karena kurang aktifnya siswa pada
pembelajaran sehingga menyebabkan nilai psikomotor menjadi rendah,
selain peneliti kurang bisa memotivasi siswa untuk lebih aktif lagi, nilai
afektif siswa dengan selisih rerata kelas eksperimen : kontrol = 11,34 :
12,09.
Di dalam penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan metode
kooperatif tipe talking stick berbantuan media lagu terhadap hasil belajar
IPA pada materi tata surya kelas VI SD terdapat persamaan dan perbedaan
dengan penelitian sebelumnya. Persamaannya pada penelitian Martiani
(2014) dan Wahyuni (2013) yaitu terletak pada variabel bebas penggunaan
model kooperatif tipe talking stick. Namun talking stick dalam penelitian
ini berfungsi sebagai model pembelajaran, sedangkan pada penelitian
sebelumnya talking stick digunakan sebagai metode pembelajaran.
Persamaan pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ulfa (2011) adalah
penggunaan media lagu yang berisi rangkuman materi pembelajaran. Pada
variabel terikat ketiga penelitian sebelumnya sama yaitu menggunakan
hasil belajar IPA tetapi pada penelitian Ulfa ditambahkan dengan motivasi
siswa
2.5 Kerangka Berpikir
Adapun alur kerangka pemikiran yang ditujukan untuk
mengarahkan jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-
21
pokok permasalahan, maka kerangka pemikiran dilukiskan dalam sebuah
gambar skema agar penelitian mempunyai gambaran yang jelas dalam
melakukan penelitian. Adapun skema tersebut adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2 Skema Kerangka Pikir
Keterangan:
= Variabel yang di teliti
= Hubungan yang mempengaruhi
2.6 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, kajian pustaka dan
kerangka berpikir yang telah diuraikan sebelumnya, maka didapatkan
dapat dirumuskan hipotesis:
H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar pada ranah kognitif mata
pelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe talking stick berbantuan media lagu pada materi tata
surya bagi siswa kelas VI SD Panunggalan 5 Semester II Tahun
2015/2016 Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan.
H1 : Terdapat perbedaan hasil belajar pada ranah kognitif mata pelajaran
IPA dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
talking stick berbantuan media lagu pada materi tata surya bagi
siswa kelas VI SD Panunggalan 5 Semester II Tahun 2015/2016
Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan.
X1
(Pretest)
X2
(posttest)
Perlakuan model
talking stick
berbantuan media
lagu