BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana...

27
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Sebagai perbandingan dan pertimbangan, ada beberapa penelitian sebelumnya yang mengkaji tentang teori analisis wacana model Teun A. van Dijk. Tinjauan penelitian terdahulu tersebut dapat dijadikan penulis untuk menjadi bahan pertimbangan serta sebagai bukti bahwa penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan bentuk asli. Sebelumnya, ada beberapa penelitian sejenis tentang analisis wacana maupun penelitian yang mengambil objek harian Kompas. Penulis hanya akan mengambil beberapa penelitian yang telah diteliti oleh peneliti lain. Penelitian pertama adalah hasil skripsi karya Anung Nugroho, Mahasiswa Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, pada tahun 2008. Penelitian ini berjudul Keterpaduan Wacana Politik pada “Rubrik Opini” Surat Kabar Kompas. Dalam penelitian ini, penulis membahas tentang aspek-aspek gramatikal dalam surat kabar Kompas, di antaranya adalah pengacuan (referensi), penyulihan (subtitusi), pelesapan (elipsis), dan perangkaian (konjungsi). Selain aspek gramatikal, penulis juga menjelaskan aspek-aspek leksikal, di antaranya repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), sinonimi (lawan kata), kolokasi (sanding kata), dan hiponimi (hubungan atas-bawah). Tia Agnes Astuti (Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011) dengan judul skripsi Analisis Wacana van Dijk terhadap Berita “Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft” di Majalah Pantau meneliti sebuah naskah berita berjudul Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft. Penelian tersebut menggunakan teori analisis wacana Teun A. van Dijk. Berita tersebut dianalisis menggunakan struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro, serta analisis sosial dan kognisi sosial.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

Sebagai perbandingan dan pertimbangan, ada beberapa penelitian sebelumnya yang

mengkaji tentang teori analisis wacana model Teun A. van Dijk. Tinjauan penelitian terdahulu

tersebut dapat dijadikan penulis untuk menjadi bahan pertimbangan serta sebagai bukti bahwa

penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan bentuk asli.

Sebelumnya, ada beberapa penelitian sejenis tentang analisis wacana maupun penelitian

yang mengambil objek harian Kompas. Penulis hanya akan mengambil beberapa penelitian yang

telah diteliti oleh peneliti lain. Penelitian pertama adalah hasil skripsi karya Anung Nugroho,

Mahasiswa Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta,

pada tahun 2008. Penelitian ini berjudul Keterpaduan Wacana Politik pada “Rubrik Opini”

Surat Kabar Kompas. Dalam penelitian ini, penulis membahas tentang aspek-aspek gramatikal

dalam surat kabar Kompas, di antaranya adalah pengacuan (referensi), penyulihan (subtitusi),

pelesapan (elipsis), dan perangkaian (konjungsi). Selain aspek gramatikal, penulis juga

menjelaskan aspek-aspek leksikal, di antaranya repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata),

sinonimi (lawan kata), kolokasi (sanding kata), dan hiponimi (hubungan atas-bawah).

Tia Agnes Astuti (Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah, 2011) dengan judul skripsi Analisis Wacana van Dijk terhadap Berita

“Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft” di Majalah Pantau meneliti sebuah naskah berita berjudul

Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft. Penelian tersebut menggunakan teori analisis wacana Teun

A. van Dijk. Berita tersebut dianalisis menggunakan struktur makro, superstruktur, dan struktur

mikro, serta analisis sosial dan kognisi sosial.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Mulyawan (Universitas

Udayana) berjudul Struktur Wacana Iklan Media Cetak: Kajian Struktur Van Dijk. Dalam

penelitiannya, I Wayan Mulyawan mengunakan kajian teori Teun A. van Dijk untuk

menganalisis iklan media cetakan. Hasil penelitiannya adalah ditemukan kaidah gramatikal

seperti referensi, subtitusi, elipsis, dan perangkaian. Selain itu, penulis menemukan bentuk-

bentuk persuasif melalui maksud dan pesan iklan media cetak tersebut.

Dari beberapa tinjauan penelitian-penelitian tersebut, ada beberapa kesamaan, baik itu

teori maupun sumber data penelitian (harian Kompas). Dalam penelitian ini, menggunakan teori

analisis wacana Teun A. van Dijk dengan objek penelitian opini “Revolusi Mental” yang ditulis

Joko Widodo. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya dan belum pernah

dilakukan oleh peneliti lain.

B. Landasan Teori

1. Pendahuluan

Istilah wacana berasal dari bahasa Inggris yang disebut discourse. Istilah ini muncul di

Indonesia sekitar tahun 1970-an. Djajasudarma menjelaskan dalam bukunya yang berjudul

Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur (2006) bahwa Wacana memuat rentetan

kalimat yang berhubungan, menghubungkan preposisi yang satu dengan preposisi lainnya,

membentuk satu kesatuan informasi. Preposisi adalah konfigurasi makna yang menjelaskan isi

komunikasi (dari pembicaraan); atau preposisi adalah isi konsep yang masih kasar yang akan

melahirkan statement (pernyataan kalimat).

Wacana memiliki satuan minimum yang disebut dengan klausa. Klausa adalah satuan

gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat, dan

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

mempunyai potensi menjadi kalimat (Kridalaksana, 2008:124). Klausa disusun berdasarkan

kaidah tata bahasa, sehingga efektif sebagai penyampai pesan.

Analisis wacana dapat dikatakan sebuah penelitian yang baru dalam lingkup penelitian

linguistik di Indonesia. Secara teoretis, menurut Sobur (2012:5), pendekatan analisis wacana

kontemporer terhadap representasi media, lebih canggih dibandingkan pendekatan isi. Tidak

hanya kata-kata dan aspek-aspek lainnya yang dapat dikodekan dan dihitung, tetapi struktur

wacana yang kompleks pun dapat dianalisis pada berbagai tataran deskripsi (van Dijk dalam

Sobur 2012:5).

2. Pengertian Wacana

Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

perbedaan sudut pandang antara ahli bahasa yang satu dengan yang lain dalam memberi

pengertian wacana. Meski demikian, terdapat sebuah persamaan inti atas perbedaan-perbedaan

definisi tersebut.

Edmonson (dalam Djajasudarma, 2006:2) berpendapat bahwa wacana adalah satu

peristiwa yang terstruktur diwujudkan di dalam perilaku linguistik (bahasa) atau yang lainnya.

Jadi, wacana terikat dengan peristiwa yang terstruktur membentuk keseluruhan yang padu.

Dalam buku yang ditulisnya, Djajasudarma juga memberikan pendapat Moeliono.

Wacana, menurut Moeliono, adalah apa yang disebut rentetan kalimat yang berkaitan sehingga

terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu; atau wacana adalah rentetan

kalimat-kalimat yang menghubungkan preposisi yang satu dengan preposisi yang lainnya.

Sementara itu, Samsuri (1988:1) menyebut wacana sebagai rekaman kebahasaan yang

utuh tentang peristiwa komunikasi. Selanjutnya, komunikasi dapat dibedakan menjadi

komunikasi lisan dan komunikasi tulisan. Berdasarkan sifatnya, wacana dibedakan menjadi

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

wacana transaksional dan wacana interaksional. Wacana bersifat transaksional jika yang

dipentingkan adalah isi komunikasi yang terjadi, dan bersifat interaksional apabila yang

dipentingkan adalah terciptanya komunikasi timbal-balik. Wacana lisan yang bersifat

transaksional dapat dicontohkan seperti pidato, ceramah, dakwah, dan lain sebagainya. Wacana

lisan yang bersifat interaksional berupa debat, tanya-jawab (di dalam persidangan), dan dengar

pendapat. Sementara itu, wacana tulisan yang bersifat transaksional yakni berupa iklan, surat,

makalah, novel, dan sebagainya. Wacana tulisan yang bersifat interaksional, contohnya surat-

menyurat, email, dan percakapan dalam media sosial Facebook atau Twitter.

Apapun bentuk sebuah wacana, setidaknya harus ada penyapa (addressor) dan pesapa

(addressee). Dalam wacana lisan, yang berperan sebagai penyapa adalah pembicara, sedangkan

yang berperan sebagai pesapa ialah pendengar. Dalam wacana tulis, penyapa adalah penulis, dan

pembaca berperan sebagai pesapanya.

Mills (dalam Sobur, 2012:11) yang mengacu pendapat Foucault, membedakan pengertian

wacana menjadi tiga macam, yakni wacana dari segi konseptual teoretis, konteks penggunaan,

dan metode penjelasan.

Berdasarkan konseptual teoretis, Mills mengartikan wacana sebagai bentuk umum dari

semua pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai makna dan efek dalam dunia

nyata. Berdasarkan konteks penggunaannya, wacana merupakan sekumpulan pernyataan yang

dapat dikelompokkan dalam kategori konseptual tertentu. Artinya, struktur wacana diidentifikasi

dengan suatu cara tertentu, seperti wacana kapitalisme, wacana feminisme, dan lain-lain.

Sementara berdasarkan metode penjelasannya, wacana ialah suatu praktik yang diatur untuk

menjelaskan sejumlah pernyataan.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

Norman Fairclough sendiri berpendapat bahwa wacana adalah pemakaian bahasa tampak

sebagai sebuah bentuk praktik sosial, dan analisis wacana adalah analisis mengenai bagaimana

teks bekerja atau berfungsi dalam praktik sosial budaya (Sumarlam, 2010:12). Analisis tersebut,

menurut Fairclough, memperhatikan pada bentuk, struktur, dan organisasi tekstual pada semua

tataran: fonologis, gramatikal, leksikal (kosa kata), dan tataran-tataran yang lebih tinggi dari

organisasi tekstual yang berkenaan dengan sistem perubahan, struktur argumentasi, dan struktur

umum.

Dalam hal tersebut, Fairclough memandang wacana sebagai bentuk praktik sosial yang

terungkap melalui pemakaian bahasa. Dengan demikian, analisis wacana berusaha menjelaskan

bagaimana bahasa (teks) berfungsi mengungkapkan realitas sosial budaya (Sumarlam, 2010:12).

Teori wacana yang lebih ringkas dipaparkan oleh Heryanto (dalam Sobur, 2012:12).

Secara ringkas, Heryanto menjelaskan bahwa teori wacana menjelaskan sebuah peristiwa terjadi

seperti terbentuknya sebuah kalimat pernyataan. Oleh sebab itu, ia dinamakan analisis wacana.

Menurutnya, aturan-aturan kebahasaan tidak dibentuk secara individual oleh penutur yang

bagaimanapun pintarnya. Bahasa selalu menjadi milik bersama di ruang publik.

Mills juga berpandangan bahwa munculnya analisis wacana dibebabkan oleh sebuah

reaksi terhadap bentuk linguistik tradisional yang bersifat formal (linguistik struktural).

Linguistik struktural lebih memfokuskan pada kajian-kajian internal, yakni unsur-unsur yang

berada pada level kalimat tanpa mempertimbangkan analisis bahasa dalam penggunaannya.

Berbeda dengan linguistik struktural tersebut, analisis wacana justru lebih memperhatikan hal-

hal yang berkaitan dengan struktur kalimat hingga struktur yang lebih luas. Analisis wacana

bertujuan untuk mengeksplisitkan norma-norma dan aturan-aturan bahasa yang implisit.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

Deborah Schiffrin dalam bukunya Ancangan Kajian Wacana mendefinisikan wacana

dengan dua cara, yakni sebuah unit bahasa khusus (di atas kalimat), dan sebuah fokus khusus.

Dua definisi tersebut mencerminkan perbedaan antara paradigma wacana formalis dan

fungsionalis. Leech kemudian memberikan perbedaan kedua paradigma tersebut: (1) para

formalis cenderung menganggap bahasa sebagai sebuah fenomena mental, para fungsionalis

cenderung menganggap bahasa sebagai fenomena sosial; (2) para formalis menjelaskan

kesemestaan bahasa sebagai sesuatu yang diwariskan linguistik genetis yang sama dari spesies

manusia, para fungsionalis cenderung menjelaskan kesemestaan bahasa berasal dari kesemestaan

yang ada dalam penggunaan bahasa oleh masyarakat; (3) para formalis menjelaskan bahwa

bahasa anak didasarkan pada kemampuan alamiah manusia belajar bahasa, para fungsionalis

menjelaskan pemerolehan bahasa didasarkan pada kebutuhan dan kemampuan komunikatif anak

dalam masyarakat; (4) para formalis mengkaji bahasa sebagai sebuah otonom, para formalis

mengkaji bahasa sebagai sebuah sistem yang berhubungan dengan fungsi sosial (Schiffrin

2007:26).

Secara sederhana, Schiffrin menyebut bahwa paradigma fungsionalis didasarkan pada

dua asumsi umum, yaitu (1) bahasa memiliki fungsi-fungsi eksternal dari sistem linguistik dan

(2) fungsi eksternal mempengaruhi organisasi dari sistem linguistik internal. Asumsi tersebut

membedakan paham fungsionalis dengan formalis yang tidak memperhatikan faktor eksternal

yang mempengaruhi bahasa.

Lebih lanjut, Shiffrin menjelaskan kedua definisi wacana sebagai berikut, Wacana

formalis sebagai bahasa di atas kalimat dan wacana fungsionalis sebagai fungsi penggunaan

bahasa.

1. Bahasa di atas Kalimat

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

Definisi klasik wacana berasal dari asumsi-asumsi formalis (struktural) yang berpendapat

bahwa wacana adalah “bahasa di atas kalimat atau di atas klausa” (Stubb dalam Schiffrin,

2007:28). Di dalam buku yang sama, van Dijk memberikan pendapat umum: analisis

struktural berfokus pada cara unit-unit berbeda berfungsi dalam hubungan antara yang satu

dengan yang lain, tetapi analisis-analisis tersebut mengabaikan “hubungan-hubungan

fungsional dengan konteks yang merupakan bagian dari wacana”. Oleh sebab alasan inilah,

wacana formal berbeda dari wacana fungsional.

Sebagian besar formalis melihat bahwa wacana dilihat sebagai sebuah tingakatan struktur

yang lebih tinggi daripada kalimat. Ahli bahasa pertama yang menyebut analisis wacana

(discourse analysis), Z. Harris, menyatakan bahwa wacana adalah tingkat selanjutnya dalam

sebuah hirarki morfem, klausa, dan kalimat. Ia melihat wacana sebagai sebuah metodologi

formal yang berasal dari metode struktural analisis linguistik: sebuah metodologi semacam

ini dapat membahas sebuah teks menjadi satu kesatuan di antara konstituen-konstituennya

yang berada pada tingkatan yang lebih rendah (Schiffrin, 2007:29).

Wacana struktural menggunakan unit-unit yang lebih kecil dari kalimat dalam analisis.

Wacana didefinisikan sebagai struktur yang mengarah pada analisis-analisis konstituen yang

memiliki hubungan tertentu satu sama lain dalam sebuah teks. Namun dalam prakteknya,

memberikan identifikasi konstituen struktural tersebut tidaklah sesuatu yang mudah.

2. Penggunaan Bahasa

Analisis wacana sudah pasti adalah analisis penggunaan bahasa. Dengan demikian,

analisis wacana tidak dapat dibatasi pada penggambaran bentuk-bentuk linguistik yang terlepas

dari tujuan-tujuan atau fungsi-fungsi yang dipenuhi dari perancangan fungsi-fungsi ini dalam

urusan sehari-hari manusia (Brown dan Yule dalam Schiffrin, 2007:40). Dengan kata lain,

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

wacana tidak bisa dilepaskan dari tujuan-tujuan penggunaan bahasa dalam kehidupan manusia.

Pandangan tersebut kemudia berkembang dalam khazanah keilmuan bahasa

Menurut Fairclough, bahasa adalah sebuah bagian dari masyarakat; fenomena-fenomena

linguistik adalah fenomena-fenomena sosial khusus, dan fenomena-fenomena sosial adalah

fenomena-fenomena linguistik (Schiffrin, 2007:41). Bahasa memiliki hubungan timbal balik

dengan masyarakat. Dalam analisisnya, wacana kerap berhubungan dengan aktivitas dan makna

sosial serta sistem-sistem di luar bahasa.

Pandangan fungsionalis secara umum menyebut bahwa wacana merupakan sebuah sistem

(sebuah cara berbicara yang diatur oleh sosial dan budaya) melalui fungsi-fungsi tertentu yang

diwujudkan. Ancangan fungsionalis cenderung menggunakan berbagai metode dalam

analisisnya. Metode analisis fungsionalis tidak hanya meliputi metode kuantitatif yang diambil

dari ancangan-ancangan ilmiah sosial, tetapi juga usaha-usaha interpretatif yang didasarkan pada

humanistik (Schiffrin, 2007:41).

3. Pendekatan Analisis Wacana

Analisis wacana tidak dapat dibatasi pada penggambaran bentuk-bentuk linguistik yang

terlepas dari tujuan-tujuan atau fungsi-fungsi yang dipenuhi dari perancangan fungsi-fungsi ini

dalam urusan sehari-hari (Brown dan Yule dalam Schiffrin, 2007:40). Analisis wacana

merupakan salah satu bidang kajian baru dalam ilmu linguistik yang baru berkembang beberapa

puluh tahun belakangan ini. Aliran-aliran linguistik selama ini membatasi penganalisisannya

hanya dalam soal kalimat dan barulah belakangan ini sebagian ahli bahasa memalingkan

perhatiannya kepada penganalisisan wacana (Lubis dalam Sobur, 2012:47).

Menurut van Dijk, wacana merupakan kajian tentang proses kognitif yang aktual (mental)

dan pembentukan serta pemahamannya oleh pengguna bahasa. Dari sudut pandang lain, kajian

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

kognitif mengkaji tentang pengetahuan, sikap, dan representasi mental yang lain yang

memainkan peran pada pembentukan serta pemahaman pada sebuah tuturan, dan bagaimana

tuturan tersebut mempengaruhi opini publik (van Dijk 1997: 2)

Kajian analisis wacana tidak hanya berfokus pada rincian teks, tetapi juga menggunakan

sudut pandang yang lebih luas, serta menunjukkan fungsi wacana secara sosial, politik, atau

kebudayaan dalam institusi, kelompok, atau masyarakat dan kebudayaan secara luas (van Dijk,

1997:5). Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya,

analisis wacana adalah telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik). Analisis wacana erat

kaitannya dengan konteks luar bahasa. Konteks tersebut berpengaruh dalam proses pemaknaan

suatu wacana. Konteks inilah yang tidak diperhatikan dalam linguistik struktural.

Tarigan (dalam Sobur, 2012:48) mengatakan bahwa tanpa konteks, tanpa hubungan-

hubungan wacana yang bersifat antarkalimat dan suprakalimat maka kita sukar berkomunikasi

satu sama lain. Dalam buku yang sama, Littlejohn menjelaskan bahwa analisis wacana lahir dari

kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan

kalimat atau bagian kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih

kompleks dan inheren yang disebut wacana.

Deborah Schiffrin dalam bukunya Ancangan Kajian Wacana (diterjemahkan oleh Abd.

Syukur Ibrahim) mendeskripsikan enam pendekatan (ancangan) pada analisis linguistik wacana,

yakni teori tindak tutur, interaksi sosiolinguistik, etnografi komunikasi, pragmatik, analisis

percakapan, dan analisis variasi. Setiap ancangan tersebut bisa digunakan untuk masalah-

masalah umum analisis wacana.

Tindak tutur mendeskripsikan bahasa tidak hanya sebagai alat untuk komunikasi secara

universal, tetapi juga untuk menggambarkan suatu tindakan, tepatnya menekankan pada tindak

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

komunikasi yang digambarkan melalui tuturan. Teori tindak tutur menawarkan seperangkat

aturan dengan tanda-tanda khusus untuk menentukan tindak tutur. Aturan tersebut memberikan

dugaan pada tindakan selanjutnya. Dengan demikian, muncullah koherensi wacana pada suatu

tempat, berdasarkan tindakan demi tindakan, rangkaian hubungan antara tindakan dengan

pengetahuan yang digunakan untuk menghubungkan suatu tuturan pada suatu tindakan.

Tindak tutur tidak hanya meninjau struktur dan hubungan teks atau konteks, tetapi juga

meninjau adanya koherensi dan proses koherensi yang ditemukan. Koherensi adalah hasil yang

mendasari pemetaan aturannya (hubungan suatu tuturan pada penentuan aturannya sebagai suatu

tindak lanjut) dan rangkaian aturan itu tidak menghubungkan unsur-unsur surface linguistik (apa

yang diucapkan), tetapi tindakan yang telah dihasilkan dari pemetaan aturan. Dengan demikian,

koherensi merupakan kreativitas pelaksanaan tuturan (Schiffrin, 2007:613).

Interaksi sosiolinguistik lebih luas tinjauannya daripada tindak tutur. Teori tindak tutur

kajiaannya berhenti pada kerangka tindakan, sedangkan interaksi sosial mengkaji analisis ujaran

sebagai petunjuk sosial, budaya, dan makna perorangan. Tuturan ditafsirkan berdasarkan situasi

konteks lokal dan konteks secara umum. Dalam ancangan ini, wacana dilihat sebagai saran

kontekstual untuk memahami konstruksi pada level yang berbeda (Schiffrin, 2007:614).

Etnografi komunikasi fokus pada perilaku budaya: bahasa merupakan suatu matrik

makna, keyakinan, dan nilai-nilai yang luas dari pengetahuan tata bahasa. Dengan konsep

kompetensi komunikatif, etnografi komunikasi memasukkan kompetensi linguistik ke dalam

pengetahuan budaya. Kompetensi komunikatif merupakan pengetahuan budaya termasuk

prinsip-prinsip sosial dan psikologi yang menguasai penggunaan bahasa, seperti ringkasan aturan

gramatikal mengenai kode linguistik. Jadi, wacana merupakan bagian dari kebudayaan: karena

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

kebudayaan merupakan suatu kerangka tindakan, keyakinan, dan pemahaman. Kebudayaan

merupakan kerangka di mana komunikasi menjadi bermakna (Schiffrin, 2007:614-615).

Pragmatik menekankan pada perbedaan jenis makna, bukan makna sosial dan budaya,

melainkan makna individual. Maksud utama makna bisa ditambahkan dari logika, proporsional

dan makna-makna konvensional dapat dinyatakan melalui kode linguistik. Penekanan

kontekstual pragmatik terletak pada asumsi yang sangat umum bahwa penutur dan mitra tutur

saling memberi kesempatan bertutur. Dari situ terdapat kesimpulan yang sangat khusus tentang

makna penutur. Karena apa yang dikatakan dalam tuturan seseorang bisa memberikan

konstribusi pada makna penutur dalam tuturan yang lain, wacana bisa memperlihatkan suatu

rangkaian kesimpulan berdasarkan pada hubungan yang timbul dari pelaksanaan beberapa

maksim (misalnya kuantitas, relevansi dan lain-lain), seperti mereka menerapkan ujaran lintas

(across utterance) (Schiffrin, 2007:615).

Perhatian utama dalam anvangan analisis percakapan adalah cara bahasa yang dibentuk

oleh konteks, dan pada gilirannya cara bahasa membentuk konteks. Konteks tersebut secara

empiris hanya bisa dibuktikan melalui tindak tutur atau perilaku. Jadi, analisis percakapan

akhirnya menawarkan objek unsur-unsur analisis yang sangat tertutup dari piranti khusus atau

struktur dalam konstruksi percakapan (Schiffrin, 2007:616).

Sementara itu, analisis variasi berupaya untuk menemukan struktur bahasa dan perilaku

yang pola-polanya tampak bertentangan dengan makna tradisional yang ditemukan. Analisis

variasi menganalisis bagaimana unit-unit kecil dihubungkan secara sistematis pada unit yang

lain. Jadi, wacana merupakan suatu unit analisis linguistik yang koherensinya ditimbulkan

karena hubungan yang sistematis antara unit-unit (kata, makna, klausa, atau tindakan) sehingga

ada perbandingan dalam suatu teks (Schiffrin, 2007:616).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

Schiffrin menyatakan bahwa seluruh ancangan di atas melihat bahasa sebagai interaksi

sosial. Dengan kata lain, ancangan tersebut sesuai dengan pemahaman kaum fungsionalis.

4. Analisis Wacana Kritis

Studi AWK dimulai pada akhir 1970 ketika Linguistik Kritis dibentuk oleh kelompok

ahli bahasa dan pemikir kesusastraan di University of East Anglia (Fowler et. Al., 1979; Kress &

Hodge, 1979 dalam Sheyholislami). Setelah beberapa tahun dan belakangan ini, AWK semakin

berkembang dan meluas.

Dalam analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis/CDA) bahasa selalu dilihat

berhubungan dengan konteks. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam

membentuk subjek, tema, dan wacana tertentu. Analisis Wacana Kritis (AWK) adalah sesuatu

yang berkaitan dengan penelitian analisis teks penulisan dan percakapan untuk mengungkapkan

hubungan tidak langsung dari kekuasaan, dominasi, dan ketidakadilan yang tampak tak

berhubungan satu sama lain (Sheyholislami, Critical Discourse Analisys:1).

Hal yang kurang lebih sama juga disampaikan Fairclough. Analisis wacana, menurut

Fairclough, secara sistematis bertujuan meneliti hubungan yang tidak jelas dalam sebab-akibat

dan menentukan (a) hubungan tidak langsung, peristiwa dan teks, dan (b) struktur sosial dan

budaya yang lebih luas, hubungan dan proses. Singkatnya, Analisis Wacana Kritis bertujuan

untuk menjelaskan hubungan antara praktek wacana, sosial, dan struktur. Hubungan tersebut

tidak mudah dipahami oleh orang awam (Fairclough dalam Sheyholislami:1).

Menurut van Dijk, tujuan utama AWK tidak untuk menambah kajian khusus, paradigma,

dan teori wacana. Tujuan utama AWK adalah menekankan isu sosial yang harapannya dapat

memberikan pemahaman yang lebih baik daripada analisis wacana. Tidak seperti analisis

wacana, AWK dengan tegas menggunakan prinsip sosiopolitik: keduanya berbeda sudut

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

pandang, perspektif, prinsip dan tujuan (van Dijk dalam makalah Principle of Critical Discourse

Analisys hal. 252-253)

Van Dijk memaparkan hubungan antara teks produksi teks berita dengan konteks sosial

di dalamnya. Dalam menjelaskan hubungan tersebut, van Dijk menggunakan dua tingkatan, yaitu

struktur mikro dan struktur makro. Dalam struktur mikro, fokus analisis terletak pada hubungan

semantik, sintaksis, leksikal dan elemen retoris lainnya yang berhubungan di dalam teks.

Sementara struktur mikro mengkaji pada tema atau topik dan skema penulisan (Sheyholislami:3).

5. Teks

Pendapat Barthes tentang definisi teks sangat menarik. “The text is an object of pleasure.

(Teks adalah objek kenikmatan)”. Teks menjadi sebuah objek kenikmatan karena teks dapat

dinikmati dalam sebuah naskah dengan membacanya dari satu halaman ke halaman yang lain.

Kegiatan ini menimbulkan kenikmatan tersendiri bagi pembaca teks tersebut. Kenikmatan

tersebut hanya dirasakannya tanpa bisa dinikmati orang lain. Artinya, kenikmatan itu bersifat

individual. Kenikmatan yang individual itu seakan-akan membangun sebuah dunia pembaca itu

sendiri, yang dia secara bebas mengimajinasikannya (Kurniawan dalam Sobur, 2012:52).

Sebuah teks tidak dapat dipisahkan dengan teks lainnya. Sebuah teks memiliki banyak

makna tak hanya karena memiliki struktur tertentu, melainkan juga karena teks tersebut

berhubungan dengan teks yang lain. Menurut Partini (dalam Sobur, 2012:53), teks memiliki

kesatuan karena sebuah teks lahir dari teks yang lain dan harus dipandang sesuai tempatnya

dalam kawasan kontekstual.

Teks adalah makna yang proporsional yang secara linguistik direalisasikan (misalnya,

berupa “semantik” dari sebuah tanda bahasa) yang secara gramatikal berupa unit-unit terbatas,

misalnya klausa melalui hubungan yang diungkapkan antara unit-unit tersebut (Schiffrin,

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

2007:547). Menurut van Dijk (dalam Eriyanto, 2012:226), makna global dari suatu teks

didukung oleh kerangka teks dan pada akhirnya pilihan kata dan kalimat yang dipakai.

6. Konteks

Istilah konteks seringkali digunakan. Menurut Schiffrin, konteks lebih sulit dipahami

dibanding teks. Informasi tekstual adalah informasi yang selalu diidentifikasi dalam

hubungannya satu sama lain. Konteks adalah hal yang perlu kita ketahui untuk pemahaman yang

lebih baik tentang kejadian, aksi, dan wacana. Sesuatu yang berfungsi sebagai latar belakang,

setting, lingkup, kondisi atau akibat. Dalam analisis wacana konteks sangatlah penting. Konteks

merupakan parameter antara partisipan, peran, serta tujuan mereka, dan juga latar seperti tempat

dan waktu (van Dijk, 1997:11)

Konteks merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam analisis wacana kritis. Tidak

hanya struktur bahasa yang dikaji, luar struktur bahasa seperti latar, situasi, peristiwa, dan

kondisi juga turut mempengaruhi analisis wacana. Hal yang perlu dicatat dalam analisis wacana

di sini adalah bahasa tidak dipahami sebagai mekanisme internal dalam ilmu bahasa saja, tetapi

bahasa dipahami dalam konteks secara keseluruhan. Analisis wacana memeriksa konteks dari

komunikasi: siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak

dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi;

dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak (Guy Cook dalam Eriyanto, 2012:8).

Selanjutnya, Cook menjelaskan tiga hal pokok dalam pengertian wacana, yakni teks,

konteks, dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di

lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara,

citra, dan sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi dan hal di luar definisi teks di atas

dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi teks diproduksi,

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

tujuan yang dimaksudkan, dan sebagainya. Sementara itu, wacana diartikan sebagai teks dan

konteks secara bersamaan. Fokus dalam analisis wacana adalah menggambarkan teks dan

konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi.

Meskipun konteks sangat penting dalam analisis wacana, tidak semua konteks

dimasukkan dalam analisis. Hanya konteks yang memiliki relevansi yang digunakan. Ada

beberapa konteks yang penting yang relevan dan memiliki pengaruh dalam produksi wacana.

Pertama, partisipan, yakni orang yang memproduksi wacana atau yang berhubungan langsung

dengan produksi wacana. Latar belakang partisipan seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, kelas

sosial, agama, etnis, pendidikan, dan lain-lain memiliki relevansi dalam analisis wacana. Kedua

adalah latar/setting, yaitu tempat di mana suatu peristiwa terjadi dan kapan waktunya. Hal ini

sangat berguna untuk mengerti sebuah wacana.

Van Dijk (1997:16) berpendapat bahwa terdapat dua aspek analisis konteks yang harus

ditelaah. Pertama, wacana itu sendiri. Konteks bisa saja fleksibel dan berubah, dan tentu saja

perlu dipertimbangkan, khususnya dalam interaksi percakapan. Wacana bisa dikondisikan oleh

konteks, akan tetapi konteks juga mempengaruhi dan membangun wacana. Wacana adalah

bagian struktural dari konteks, dan masing-masing struktur saling mempengaruhi satu sama lain

dan berkelanjutan.

Kedua, konteks seperti halnya wacana, terdiri dari fakta sosial yang dimengerti dan

memiliki hubungan yang relevan. Dari sudut pandang yang lebih kognitif, bisa dikatakan bahwa

konteks adalah secara sosial, merupakan sebuah konstruksi mental, atau sebuah model dalam

ingatan. Makna dan pemahaman wacana tersusun secara mental, hal ini juga menjelaskan

hubungan erat antara wacana dengan konteks.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

Pembahasan teks dan konteks diperlukan dalam analisis wacana. Satu alasannya yang

jelas, menurut Schiffrin, adalah bahwa konteks dapat sangat luas dan didefinisikan dengan cara-

cara berbeda, misalnya pengetahuna bersama, situasi-situasi sosial, identitas-identitas pembicara

dan mitra tutur, dan konsep budaya. Alasan lainnya adalah hubungan antara teks dan konteks

tidak bisa dilepaskan dari hubungan-hubungan lain yang sering dianggap berada antara bahasa

dan konteks (konteks sebagai „budaya‟, „masyarakat‟, atau „interaksi‟) (2007:58).

7. Analisis Wacana Model Teun A. van Dijk

Dari beberapa model analisis wacana yang berkembang, model analisis wacana Teun A.

van Dijk merupakan model yang paling banyak dijadikan kajian. Model analisis wacana van Dijk

juga dikembangkan oleh para ahli. Menurut Eriyanto, hal ini kemungkinan karena van Dijk

mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga bisa didayagunakan dan dipakai secara praktis

(Eriyanto, 2012:221).

Penelitian suatu wacana, lanjut van Dijk, tidak cukup bila hanya didasarkan pada teks

semata karena pada kenyataannya teks hanyalah hasil dari suatu praktik produksi yang juga

harus diamati. Jadi, harus dilihat pula bagaimana suatu teks diproduksi. Proses produksi itu

melibatkan suatu proses yang disebut sebagai kognisi sosial. Atas dasar inilah model analisis

wacana yang dipakai van Dijk sering disebut dengan “kognisi sosial” (Eriyanto, 2012:221).

Istilah tersebut diadopsi dari pendekatan lapangan psikologi sosial yang menjelaskan struktur

dan proses terbentuknya suatu teks.

Analisis wacana van Dijk digambarkan dalam tiga dimensi, yakni teks, kognisi sosial,

dan konteks sosial. Dalam dimensi teks diteliti bagaimana struktur sebuah teks dan strategi

wacana dipakai untuk memunculkan sebuah tema tertentu. Dalam dimensi kognisi sosial dapat

dipelajari proses bagaimana teks diproduksi dengan melibatkan kognisi individu penulis.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

Sementara dimensi konteks sosial mempelajari struktur wacana yang berkembang dalam

masyarakat akan suatu masalah.

Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan yang masing-

masing bagian saling mendukung. Ia membaginya ke dalam tiga tingkatan. Pertama, struktur

makro. Struktur makro ini merupakan makna global atau makna umum dari suatu teks yang

dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua,

superstruktur. Superstruktur yang dimaksud adalah struktur wacana yang berhubungan dengan

kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian kecil dari suatu teks tersusun ke dalam berita

secara utuh. Dan yang ketiga adalah struktur mikro, yakni makna wacana yang dapat diamati dari

bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar

(Eriyanto, 2012:226).

Menurut van Dijk, segala bentuk teks dapat dianalisis menggunakan struktur tersebut.

Meski terdiri dari beberapa unsur, semua unsur tersebut bersifat satu kesatuan yang saling

mempengaruhi dan mendukung unsur satu dengan yang lain.

Struktur makro mengamati tematik, yakni tema atau topik yang dimunculkan dalam

sebuah wacana. Superstruktur berhubungan dengan skema atau alur sebuah wacana, bagaimana

sebuah wacana disusun dan diurutkan sesuai dengan kehendak penulis. Sementara itu, struktur

mikro membahas masalah hierarki kebahasaan, yakni semantik, sintaksis, stilistika, dan retoris.

Kesemua elemen ini akan dijabarkan di bawah ini.

a. Struktur Makro (Tematik)

Kata tema secara harafiah berarti “sesuatu yang telah ditempatkan”. Kata ini berasal

dari bahasa Latin tithenai yang berarti „menempatkan‟ atau „meletakkan‟. Menurut Gorys Keraf

(dalam Sobur, 2012:75) tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

tulisannya . Menurut Sobur, sebuah tema bukan merupakan hasil dari seperangkat elemen yang

spesifik, melainkan wujud-wujud kesatuan yang dapat kita lihat di dalam teks atau bagi cara-cara

yang kita lalui agar beraneka kode dapat terkumpul dan koheren.

Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut

sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari teks (Eriyanto, 2012:229). Tema memiliki

kedekatan makna dengan topik. Kata tema dan topik memiliki makna yang sama dalam bahasa

Yunani yang berarti „tempat‟.

Topik merupakan sebuah bagian penting dalam suatu informasi. Topik menunjukkan

informasi yang sangat penting untuk yang hendak disampaikan penulis kepada pembaca. Topik

menggambarkan tema umum suatu teks dan didukung oleh subtopik-subtopik yang membangun

satu kesatuan hingga menjadi topik umum.

Van Dijk mendefinisikan topik sebagai struktur makro dari suatu wacana. Dari topik

inilah bisa diketahui gambaran masalah dan tindakan yang disampaikan komunikator dalam

mengatasi sebuah masalah. Tindakan, keputusan, atau pendapat dapat diamati pada struktur

makro dari suatu wacana (Sobur, 2012:75).

b. Superstruktur (Skematik)

Pada dasarnya, teks sebuah wacana memiliki alur atau skema yang membangun teks

wacana tersebut. Skema itu tersusun dari awal sampai akhir teks. Skema tersebut menunjukkan

bahwa suatu teks terdiri dari bagian-bagian yang disusun dan diurutkan sedemikian rupa

sehingga menjadi satu kesatuan arti.

Skematik mungkin merupakan strategi penulis untuk mendukung makna umum

dengan memberikan sejumlah alasan pendukung. Struktur skematik memberikan sebuah tekanan:

bagian mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa ditempatkan belakangan sebagai

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

sebuah strategi untuk menyembunyikan informasi penting. Upaya tersebut dilakukan dengan

menempatkan unsur penting di bagian akhir agar terkesan kurang menonjol (Sobur, 2012:76).

Arti penting dari skematik, menurut van Dijk, adalah strategi penulis untuk

mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun bagian-bagian dengan

urutan-urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan bagian mana yang didahulukan, dan

bagian mana yang bisa dikemudiankan sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi

penting.

c. Struktur Mikro

1. Semantik

Sesuatu yang paling penting dalam analisis wacana adalah makna yang ada dalam

suatu teks, baik makna yang eksplisit maupun makna yang implisit. Semantik adalah sistem dan

penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya (Kridalaksana,

2008:216). Dalam pengertian umum, semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah

makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal (Sobur, 2012:78).

Dalam skema van Dijk, semantik dikategorikan sebagai makna lokal (local meaning).

Artinya, makna tersebut muncul dari hubungan antarkalimat, hubungan antarproposisi yang

membangun makna tertentu dalam suatu bangunan teks. Seperti yang telah diketahui, analisis

wacana memusatkan kajiannya pada dimensi teks yang membangun makna eksplisit maupun

makna implisit, yakni makna yang sengaja disembunyikan dan bagaimana orang menulis atau

berbicara mengenai hal itu. Dengan kata lain, semantik tidak hanya mendefinisikan bagian mana

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

yang penting dari struktur wacana, tetapi juga menggiring ke arah sisi tertentu dari suatu

peristiwa.

Makna semantik memiliki elemen-elemen yang bisa diamati, yaitu latar, detail,

maksud, dan praanggapan (Eriyanto, 2012:235). Berikut elemen tersebut:

Strategi semantik latar merupakan elemen wacana yang dapat menjadi alasan

pembenaran gagasan yang diajukan dalam suatu teks. Latar yang dipilih menentukan ke arah

mana pandangan pembaca hendak dibawa ke mana. Latar merupakan bagian berita yang bisa

mempengaruhi arti kata yang ingin ditampilkan. Oleh karena itu, latar teks merupakan elemen

yang berguna karena dapat membongkar apa maksud yang ingin disampaikan oleh penulis.

Dengan menganalisis elemen maksud, kita bisa mengetahui maksud tersembunyi yang ingin

dikemukakan penulis.

Elemen detail berhubungan dengan kontrol sebuah informasi yang ditampilkan dalam

teks. Penulis atau komunikator bisa mengatur tampilan lebih sebuah informasi yang

menguntungkan dirinya dan menampilkan sedikit informasi yang merugikan dirinya sendiri.

Elemen maksud melihat sebuah informasi disampaikan secara eksplisit atau implisit.

Apakah sebuah informasi tertentu dijelaskan secara gamblang atau ditutup-tutupi. Elemen

maksud hampir sama dengan elemen detail. Bila elemen detail menguraikan informasi yang

menguntungkan penulis secara panjang, maka elemen maksud melihat informasi yang

menguntungkan penulis secara jelas atau eksplisit. Sebaliknya, informasi yang merugikan

penulis akan ditampilkan secara implisit atau samar-samar.

Praanggapan digunakan untuk mendukung pendapat yang ditampilkan penulis.

Praanggapan merupakan fakta yang belum terbukti kebenarannya. Praanggapan memberikan

premis-premis yang dipercaya kebenarannya sebagai upaya meyakinkan pembaca untuk percaya

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

pada pendapat penulis. Meskipun berupa anggapan, praanggapan umumnya didasarkan pada ide

common sense, yaitu praanggapan yang masuk akal atau logis sehingga meskipun kenyataannya

tidak ada (belum terjadi), tidak dipertanyakan kebenarannya.

2. Sintaksis

Pada dasarnya, sintaksis berurusan dengan hubungan antar-kata di dalam kalimat.

Hubungan antar-kalimat termasuk analisis wacana dan hubungan antara tatabahasa kalimat

dengan wadahnya di dalam wacana perlu diperhatikan (Verhaar, 1999:161). Sintaksis kerap

dimanfaatkan dalam analisis wacana sebagai strategi untuk menampilkan diri sendiri secara

positif dan menampilkan lawan secara negatif. Hal tersebut merupakan manipulasi politik

menggunakan sintaksis (kalimat) seperti pada pemakaian kata ganti, misal: “Rakyat sudah lelah

dengan kemiskinan yang semakin menjadi-jadi. Kami ingin pemerintah segera berbenah.”

Dalam kalimat tersebut, penulis menggunakan kata ganti kami, yang menunjukkan bahwa

penulis berada di pihak rakyat, bersama rakyat. Hal tersebut memberi kesan positif kepada

penulis.

Kata sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata

menjadi kelompok kata atau kalimat (Pateda dalam Sobur, 2012:80). Sintaksis memiliki strategi

untuk menganalisis teks, yakni dengan elemen bentuk kalimat, koherensi, dan kata ganti.

Pertama adalah bentuk kalimat dan paragraf. Bentuk kalimat ini berhubungan dengan cara

berpikir logis atau sesuai dengan prinsip kausalitas. Logika kausalitas ini bila diterjemahkan ke

dalam bahasa menjadi susunan subjek dan predikat. Bentuk kalimat ini tidak hanya persoalan

teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

Dalam kalimat dengan struktur aktif, seseorang menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan

dalam struktur pasif, seseorang menjadi objek dari pernyataannya. Hal ini berpengaruh pada

penekanan subjek yang dapat mempengaruhi pembaca.

Begitu juga dengan bentuk paragraf deduktif dan induktif. Paragraf deduktif

menampilkan inti kalimat pada bagian awal, sedangkan paragraf induktif menempatkan inti

kalimat pada bagian akhir paragraf. Pernyataan yang dipandang penting dan menguntungkan

penulis diletakkan pada awal bagian.

Dalam bukunya yang berjudul ”Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media”

Eriyanto menggunakan istilah koherensi sebagai bentuk pertalian atau jalinan antarkata

(2012:242). Namun dalam analisisnya, istilah koherensi tersebut bisa diartikan sebagai kohesi.

Hal ini dikarenakan dalam analisisnya menggunakan hubungan bentuk.

Sumarlam menjelaskan bahwa hubungan antarbagian wacana dapat dibedakan

menjadi dua jenis, yaitu hubungan bentuk (kohesi) dan hubungan makna (koherensi). Bentuk

kohesi yang digunakan dalam analisis ini adalah perangkai atau konjungsi. Kohesi dapat

dijumpai dengan kata hubung (konjungsi) yang dipakai untuk menghubungkan fakta/proposisi.

Konjungsi menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Unsur yang

dirangkai berupa kata, frasa, klausa, kalimat, dan unsur yang lebih besar dari itu, misalnya alinea

dengan pemarkah lanjutan, dan topik pembicaraan dengan pemarkah alih topik (Sumarlam,

2010:32). Konjungsi tersebut antara lain berupa akibat, tetapi, lalu, karena, meskipun, walaupun,

dan lain sebagainya. Selain elemen kohesi tersebut, van Dijk menjelaskan dua jenis kohesi

lainnya, yaitu kohesi kondisional dan kohesi pembeda.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

Kohesi kondisional ditandai dengan kata hubung “yang” atau “di mana”. Kedua kata

hubung tersebut berfungsi sebagai anak kalimat atau kalimat penjelas. Anak kalimat tersebut

menjadi fasilitas penulis untuk memberi keterangan positif atau negatif, sesuai kehendak penulis.

Kohesi pembeda berhubungan dengan bagaimana dua peristiwa dibedakan. Dua

peristiwa tersebut dibuat berseberangan atau bertentangan. Biasanya kata hubung yang

digunakan dalam koherensi pembeda ini adalah “dibandingkan”.

Kata ganti dimanfaatkan penulis sebagai alat untuk menunjukkan posisi penulis di

dalam wacana. Kata ganti ini merupakan elemen yang digunakan untuk memanipulasi bahasa

dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif (Sobur, 2012:81). Kata ganti di sini bisa

disamakan dengan pengacuan persona.

Pengacuan persona bisa direalisasikan melalui pronomina personal (kata ganti orang)

yang meliputi persona pertama (persona I), kedua (persona II), dan ketiga (persona III), baik

tunggal maupun jamak (Sumarlam, 2010: 24). Penulis bisa memilih untuk memasukkan dirinya

ke dalam sebuah wacana atau keluar dari wacana yang dibahas sesuai dengan kata ganti yang

digunakan. Kata ganti “saya” menjelaskan bagaimana penulis bersikap secara pribadi.

Penggunaan kata ganti “kami” dan “kita” juga memiliki perbedaan. Kata ganti “kami”

merupakan bentuk kata ganti orang pertama jamak eksklusif, posisi pembaca ada di luar wacana.

Sementara kata ganti “kita” adalah bentuk kata ganti orang pertama jamak iklusif, posisi penulis

dan pembaca ada dalam satu wacana. Kata ganti lain adalah “mereka”. Kata ganti “mereka”

menjelaskan penulis berada di luar wacana.

3. Stilistika

Istilah stilistika berasal dari kata “style”. Istilah style sendiri diturunkan dari kata

Latin stilus, yaitu alat untuk menulis pada lempengan lilin (Keraf, 2010:112). Style atau gaya

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

bahasa kemudian berkembang menjadi bagian dari diksi atau pilihan kata yang berhubungan

dengan cocok-tidaknya pemakaian bahasa. Ragam gaya bahasa pun bermacam-macam: ragam

lisan dan ragam tulis; ragam sastra dan ragam non-sastra; ragam formal dan informal.

Kajian gaya bahasa meliputi semua hierarki kebahasaan: pilihan kata secara

individual, frasa, klausa, dan kalimat. Bahkan mencakup pula sebuah wacana secara keseluruhan

(Keraf, 2010:112).

Keraf menyimpulkan bahwa gaya bahasa atau style dapat dibatasi sebagai cara

mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian

penulis atau pemakai bahasa. Dalam stilistika analisis wacana van Dijk, yang dianalisis adalah

elemen leksikon. Elemen ini berhubungan dengan bagaiamana penulis memilih kata yang sesuai

dengan apa yang ingin ditampilkan. Kata atau serangkaian kata yang ditulis penulis bukan

semata kebetulan, tetapi juga secara ideologis menunjukkan sikap penulis akan sebuah wacana.

4. Retoris

Retoris di sini dapat dijelaskan dengan pemakain kata secara berlebihan atau

hiperbolik atau bertele-tele. Retoris mempunyai fungsi persuasif, dan berhubungan erat dengan

bagaimana pesan itu disampaikan kepada khalayak. Dalam konteks wacana van Dijk, retoris

menganalisis aspek grafis dan metafora.

Elemen grafis merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau

ditonjolkan (secara visual) oleh penulis. Penonjolan tersebut dapat berupa huruf tebal, garis

bawah, huruf miring, tanda kutip, atau ukuran font. Bagian yang ditonjolkan adalah bagian yang

dianggap penting oleh penulis. Sementara elemen metafora dimaksudkan sebagai ornamen atau

bumbu dari sebuah tulisan. Metafora dipakai penulis sebagai strategi untuk memperkuat pesan

utama.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

d. Analisis Sosial

Dimensi analisis sosial berhubungan dengan konteks sosial masyarakat ketika tulisan

dibuat. Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat sehingga untuk

meneliti teks, perlu dilakukan analisis intertekstual (Eriyanto, 2012:271). Wacana di dalam

masyarakat menjadi objek penelitian dalam dimensi ini. Konteks sosial ketika tulisan dibuat

berpengaruh pada wacana.

Menurut van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat ini, ada dua poin yang penting,

yaitu kekuasaan (power) dan akses (acces). Kekuasaan didefinisikan van Dijk sebagai

kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya). Dengan kekuasaan tersebut,

satu kelompok dapat mengontrol atau mengendalikan kelompok lain. Selain bersifat kontrol

langsung, kekuasaan yang dipahami van Dijk juga dapat berbentuk persuasif: tidakan seseorang

untuk secara tidak langsung mengontrol dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti

kepercayaan, sikap, dan pengetahuan.

Akses suatu kelompok menjadi perhatian dalam analisis wacana van Dijk. Pada

umumnya, kelompok yang memiliki kekuasaan mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan

dengan kelompok yang tidak berkuasa. Dengan demikian, kelompok yang berkuasa mempunyai

kesempatan lebih besar untuk mempunyai akses pada media sekaligus berpeluang mempengaruhi

kesadaran masyarakat. Akses yang lebih besar selain dapat mempengaruhi kesadaran khalayak,

akses juga dapat menentukan topik dan isi wacana yang disebarkan atau didiskusikan khalayak.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

C. Kerangka Pikir

Bagan di atas menggambarkan bahwa penelitian menggunakan teori analisis wacana

model Teun A. van Dijk. Sumber data penelitian ini, yaitu wacana “Revolusi Mental” yang

ditulis oleh Joko Widodo pada tanggal 10 Mei 2014 di Harian Kompas. Dari wacana “Revolusi

Mental” tersebut, akan diuraikan struktur teks yang membangun wacana “Revolusi Mental”,

serta mendeskripsikan konteks sosial yang membangun wacana “Revolusi Mental. Dari analisis

Wacana “Revolusi Mental”

Analisis Wacana Kritis Teun A. van Dijk

Mendeskripsikan struktur teks yang

membangun wacana dalam “Revolusi

Mental”

Mendeskripsikan konteks sosial yang

membangun wacana dalam “Revolusi

Mental”

Hasil analisis:

Bentuk struktur teks yang membangun wacana “Revolusi Mental”

Bentuk konteks sosial yang membangun wacana “Revolusi Mental”

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat

yang telah dilakukan maka akan ditemukan bentuk struktur teks dan konteks sosial yang

membangun wacana dalam “Revolusi Mental”.