BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN II.pdf · Kontrak kerja merupakan seperangkat aturan...

22
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori agensi Jensen dan Meckling (1976) yang dikutip oleh Messier, dkk. (2006:7) menjelaskan hubungan keagenan di dalam agency theory (teori agensi) bahwa perusahaan merupakan nexus of contract (kumpulan kontrak) antara principal (antara pemilik sumber daya ekonomis) dan agent (manajer) yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan yaitu: terjadinya information asymmetry (informasi asimetris), dimana manajemen secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarya dan posisi operasi entitas dari pemilik; dan terjadinya conflict of interest (konflik kepentingan) akibat ketidak samaan tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik. Menurut Messier, dkk. (2006:11) dalam upaya mengatasi atau mengurangi masalah keagenan ini menimbulkan agency cost (biaya keagenan) yang akan ditanggung baik oleh principal maupun agent. Biaya keagenan ini menjadi monitoring cost, bonding cost dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Bonding cost merupakan biaya yang ditangung oleh agent untuk menetapkan dan mematuhi

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN II.pdf · Kontrak kerja merupakan seperangkat aturan...

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori dan Konsep

2.1.1 Teori agensi

Jensen dan Meckling (1976) yang dikutip oleh Messier, dkk. (2006:7)

menjelaskan hubungan keagenan di dalam agency theory (teori agensi) bahwa

perusahaan merupakan nexus of contract (kumpulan kontrak) antara principal

(antara pemilik sumber daya ekonomis) dan agent (manajer) yang mengurus

penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Hubungan keagenan ini

mengakibatkan dua permasalahan yaitu: terjadinya information asymmetry

(informasi asimetris), dimana manajemen secara umum memiliki lebih banyak

informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarya dan posisi operasi

entitas dari pemilik; dan terjadinya conflict of interest (konflik kepentingan)

akibat ketidak samaan tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai

dengan kepentingan pemilik.

Menurut Messier, dkk. (2006:11) dalam upaya mengatasi atau mengurangi

masalah keagenan ini menimbulkan agency cost (biaya keagenan) yang akan

ditanggung baik oleh principal maupun agent. Biaya keagenan ini menjadi

monitoring cost, bonding cost dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya

yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agen, yaitu

untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Bonding cost

merupakan biaya yang ditangung oleh agent untuk menetapkan dan mematuhi

mekanisme yang menjamin bahwa agent akan bertindak untuk kepentingan

principal. Selanjutnya residual loss merupakan pengorbanan yang berupa

berkurangnya kemakmuran principal sebagai akibat dari perbedaan keputusan

agent dan keputusan principal.

Menurut Woods, dkk. (2008:81) penerapan manajemen risiko dapat

menurunkan biaya keagenan dan meningkatkan nilai perusahaan. Manajemen

risiko perusahaan juga dapat dijadikan mekanisme pengawasan dalam

menurunkan informasi asimetris dan berkontribusi untuk menghindari perilaku

oportunis dari manajer. Dalam kaitannya dengan masalah keagenan ini, positif

accounting theory mengajukan tiga hipotesis, yaitu bonus plan hypothesis,

debt/equity hypothesis dan political cost hypothesis, yang secara implisit

mengakui tiga bentuk keagenan, yaitu antara pemilik dengan manajemen, antara

kreditor dengan manajemen, dan antara pemerintah dengan manajemen. Sehingga

secara luas, principal bukan hanya pemilik perusahaan, tetapi juga bisa berupa

pemegang saham, kreditur, maupun pemerintah.

Menurut Woods, dkk. (2008:85) pemilik atau pemegang saham sebagai

prinsipal, sedangkan manajemen sebagai agen. Agency theory mendasarkan

hubungan kontrak antar anggota-anggota dalam perusahaan, dimana prinsipal dan

agen sebagai pelaku utama. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat

kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan

pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Agen

berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan oleh

prinsipal kepadanya.

Menurut Kaeown, dkk. (2006:72) aplikasi agency theory dapat terwujud

dalam kontrak kerja yang akan mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-

masing pihak dengan tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan.

Kontrak kerja merupakan seperangkat aturan yang mengatur mengenai

mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return maupun risiko-risiko

yang disetujui oleh prinsipal dan agen. Kontrak kerja akan menjadi optimal bila

kontrak dapat fairness yaitu mampu menyeimbangkan antara prinsipal dan agen

yang secara matematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh

agen dan pemberian insentif/imbalan khusus yang memuaskan dari prinsipal

ke agen. Inti dari agency theory atau teori keagenan adalah pendesainan kontrak

yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi

konflik kepentingan.

Menurut Kaeown, dkk. (2006:75), teori keagenan dilandasi oleh 3 (tiga)

buah asumsi yaitu:

1) Asumsi tentang sifat manusia, menekankan bahwa manusia memiliki sifat self

interest (mementingkan diri sendiri), bounded rationality (memiliki

keterbatasan rasionalitas) dan risk aversion (tidak menyukai risiko)

2) Asumsi tentang keorganisasian, adalah adanya konflik antar anggota

organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric

Information (AI) antara prinsipal dan agen.

3) Asumsi tentang informasi, adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang

komoditi yang bisa diperjual beli.

2.1.2 Pasar modal

1) Pengertian pasar modal

Menurut Sunariyah (2010:5) pasar modal dapat dibagi menjadi 2 (dua)

bagian yaitu: dalam artian sempit pasar modal adalah suatu pasar (tempat

berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham, obligasi dan

jenis surat berharga lainnya dengan pemakai jasa para perantara perdagangan

efek. Pasar modal dalam artian luas adalah suatu sistem keuangan yang

terorganisasi termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua

lembaga perantara dibidang keuangan serta keseluruhan surat-surat berharga

yang beredar.

Menurut Anoraga dan Pakarti (2008:5) pasar modal adalah jaringan

tatanan yang memungkinkan pertukaran klaim jangka panjang, penambahan

financial assets dan hutang pada saat yang sama, memungkinkan investor

untuk mengubah dan menyesuaikan portofolio investasi. Menurut Alwi

(2007:14) secara formal pasar modal didefinisikan sebagai pasar untuk

berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang diperjualbelikan, baik

dalam bentuk hutang ataupun model sendiri, yang diterbitkan oleh pemerintah

maupun perusahaan swasta.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat dikatakan bahwa

pasar modal adalah suatu pasar untuk berbagai instrumen keuangan

(sekuritas) jangka panjang yang diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang

ataupun modal sendiri yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak

yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang membutuhkan dana

jangka menengah atau jangka panjang (emiten) dengan memakai perantara

perdagangan efek.

2) Alasan dibentuknya pasar modal

Pasar modal banyak dijumpai di berbagai negara karena pasar modal

menjalankan fungsi ekonomis keuangan. Dalam menjalankan fungsinya pasar

modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana. Menurut Husnan

(2008:4) alasan dibentuknya pasar modal adalah:

(1) Pasar modal bisa menjadi alternatif penghimpunan dana selain

perbankan.

(2) Pasar modal memungkinkan para pemodal mempunyai berbagai pilihan

investasi yang sesuai dengan preferensi risiko.

(3) Pasar modal memberikan manfaat ekonomis bagi Negara yang

menyelenggarakan dalam rangka meningkatkan pemerataan,

pertumbuhan dan stabilitas ekonomi kearah peningkatan kesejahteraan

rakyat.

3) Peranan pasar modal

Menurut Sunariyah (2010:7) peranan pasar modal suatu negara dilihat

dari 5 (lima) aspek, sebagai berikut:

(1) Sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dengan penjual

untuk menentukan harga saham atau surat berharga lainnya yang

diperjualbelikan.

(2) Memberikan kesempatan kepada para investor untuk menjual kembali

saham yang dimiliki atau surat berharga lainnya.

(3) Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam

perekonomian.

(4) Memberikan kesempatan kepada investor untuk memperoleh hasil yang

digunakan.

(5) Mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga.

4) Manfaat pasar modal

Menurut Anoraga dan Pakarti (2008:12-13) manfaat pasar modal

adalah sebagai berikut:

(1) Manfaat pasar modal bagi emiten, yaitu:

a) Jumlah dana yang dapat dihimpun bisa berjumlah besar.

b) Dana tersebut dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana

selesai.

c) Solvabilitas perusahaan tinggi sehingga memperbaiki citra

perusahaan.

d) Ketergantungan emiten terhadap bank menjadi kecil.

e) Cash flow hasil penjualan saham biasanya lebih besar dari harga

nominal perusahaan.

(2) Manfaat pasar modal bagi investor, yaitu:

a) Nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi,

peningkatan tersebut tercermin pada meningkatkan harga saham

yang mencapai capital gain.

b) Pemegang saham investor memperoleh deviden dan pemegang

obligasi investor memperoleh bunga tetap tiap bulan.

c) Bagi pemegang saham mempunyai hak suara dalam RUPS, hak

suara dalam RUPO bagi pemegang obligasi.

d) Dapat dengan mudah mengganti instrument investasi.

e) Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrument

untuk memperkecil risiko secara keseluruhan dan memaksimumkan

keuntungan.

(3) Manfaat pasar modal bagi lembaga penunjang, yaitu:

a) Menuju ke arah profesional di dalam memberikan pelayanan sesuai

dengan bidang tugas masing-masing.

b) Sebagai pembentuk harga dalam bursa paralel.

c) Semakin memberi variasi pada jenis lembaga penunjang.

d) Likuiditas efek semakin tinggi.

(4) Manfaat pasar modal bagi pemerintah, yaitu:

a) Mendorong laju pembangunan.

b) Mendorong investasi.

c) Penciptaan lapangan kerja.

d) Memperkecil debt service ratio.

e) Mengurangi beban anggran bagi BUMN (Badan Usaha Milik

Negara).

5) Instrumen pasar modal

Instrumen pasar modal adalah semua securities (surat-surat

berharga) yang diperdagangkan di bursa. Instrumen pasar modal ini pada

umumnya bersifat jangka panjang diantaranya:

(1) Saham

Saham adalah surat-surat berharga sebagai bukti penyertaan atau

pemilikan individu maupun institusi dalam suatu perusahaan (Anoraga

dan Pakarti, 2008:58).

(2) Obligasi

Obligasi adalah surat tanda pinjaman uang yang mempunyai jangka

waktu tertentu, biasanya lebih dari satu tahun. Dengan demikian pada

hakikatnya obligasi adalah surat tagihan uang atau beban pihak yang

menerbitkan atau mengeluarkan obligasi tersebut. Pemegang obligasi

memperoleh keuntungan berupa tingkat bunga tertentu yang dibayar oleh

perusahaan yang mengeluarkan obligasi tersebut (Anoraga dan Pakarti,

2008:57).

(3) Waran

Waran merupakan opsi jangka panjang yang memberikan hak kepada

pemegang saham untuk membeli saham atas nama dengan harga tertentu.

Masa hidup waran dimulai dari tanggal waran tersebut dicatat di bursa

efek, sampai dengan tanggal terakhir pelaksanaan penebusan waran

(Anoraga dan Pakarti, 2008:74).

(4) Right issue

Right issue merupakan pengeluaran saham baru dalam rangka

penambahan modal perusahaan, namun terlebih dahulu ditawarkan

kepada pemegang saham saat ini. Dengan kata lain, pemegang saham

memiliki hak memesan efek terdahulu atas saham-saham baru tersebut.

Right sifatnya hak, bukan merupakan kewajiban. Maka jika pemegang

saham tidak ingin melaksanakan haknya maka ia dapat menjual haknya

tersebut. Dengan demikian terjadilah perdagangan atas rights (Alwi,

2007:123).

(5) Reksadana

Reksadana merupakan wadah yang dipergunakan untuk menghimpun

dana dari masyarakat pemodal untuk diinvestasikan dalam portofolio

efek oleh manajer investasi (Alwi, 2007:143).

2.1.3 Kebjakan dividen

Menurut Sartono (2010:125) dividend policy (kebijakan deviden) adalah

keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada

pemegang saham sebagai deviden atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan

guna pembiayaan investasi dimasa datang. Apabila perusahaan memilih untuk

membagikan laba sebagai deviden, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan

selanjutnya akan mengurangi total sumber dana intern atau internal financing.

Menurut Riyanto (2008:160) laba ditahan merupakan salah satu dari

sumber dana yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan,

sedangkan deviden merupakan aliran kas yang dibayar kepada para pemegang

saham. Deviden merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak

dikurangi dengan laba ditahan. Deviden ini untuk dibagikan kepada para

pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Dividend Payout

Ratio (Rasio pembayaran deviden) yaitu perbandingan antara Dividend Per Share

(DPS) dengan Earning Per Share (EPS). Keputusan mengenai jumlah laba yang

ditahan dan deviden yang dibagikan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang

Saham (RUPS).

2.1.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi kebjakan dividen

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen dibedakan menjadi 2

(dua) yaitu faktor eksternal dan faktor internal atau mikro.

1) Faktor eksternal

Menurut Anoraga dan Pakarti (2008 : 61-63), faktor eksternal yang

mempengaruhi harga saham adalah :

(1) Kondisi fundamental emiten

Faktor funademntal adalah faktor yang berkaitan langsung dengan

kinerja emiten itu sendiri. Semakin baik kinerja emiten maka semakin

besar pengaruhnya terhadap kenaikan harga saham begitu juga

sebaliknya.

(2) Hukum permintaan dan penawaran

Faktor hukum permintaan dan penawaran berada diurutan yang kedua

setelah faktor fundamental karena begitu investor tahu kondisi

fundamental perusahaan tentunya mereka akan melakukan transaksi baik

jual maupun beli. Transaksi-transaksi inilah yang akan mempengaruhi

fluktuasi harga saham.

(3) Tingkat suku bunga (SBI)

Faktor suku bunga ini penting untuk diperhitungkan karena rata-rata

semua orang, termasuk investor saham, selalu mengharapkan hasil

investasi yang lebih besar. Perubahan tingkat suku bunga akan

mempengaruhi kondisi fundamental perusahaan, karena hampir semua

perusahaan yang mencatatkan sahamnya di bursa menikmati pinjaman

bank.

(4) Valuta asing

Dalam perekonomian global dewasa ini hampir tidak satupun negara di

dunia yang bisa menghindari perekonomiannya dari pengaruh pergerakan

valuta asing khususnya terhadap pengaruh US$. Ketika Dolar baik para

investor akan berbondong-bondong menjual sahamnya untuk

ditempatkan di bank dalam bentuk Dolar, otomatis harga saham akan

menjadi turun.

(5) Dana asing di bursa

Jika sebuah bursa dikuasai oleh investor asing maka ada kecenderungan

transaksi saham sedikit banyak tergantung pada investor asing tersebut.

(6) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Sebenarnya IHSG lebih mencerminkan kondisi keseluruhan transaksi

bursa saham terjadi jika dibandingkan menjadi ukuran kenaikan maupun

penurunan harga saham.

(7) News dan rumors

News dan rumors yang dimaksud disini adalah semua berita yang beredar

di tengah masyarakat.

2) Faktor internal atau mikro

Faktor internal merupakan faktor fundamental keuangan yang

mempengaruhi kebijakan dividen terdiri dari :

(1) Free Cash Flow

Free Cash Flow didefinisikan sebagai jumlah arus kas diskresioner suatu

perusahaan yang dapat digunakan untuk tambahan investasi, melunasi

hutang, treasury stock (kembali saham perusahaan sendiri), atau

menambah likuiditas perusahaan. Free Cash Flow adalah kas dari

aktivitas operasi dikurangi perubahan modal bersih dan perubahan modal

kerja. Free Cash Flow pada perusahaan menunjukkan efek tambahan

pada investasi atau disinvestment pada aset operasi. Penampakan free

cash flow pada perusahaan menunjukkan kas yang bebas untuk

digunakan sebagai pelunasan hutang atau imbal hasil ke pemegang

saham. Free Cash Flow diukur dengan membagi Free Cash Flow dengan

total assets pada periode yang sama dengan tujuan agar lebih comparable

bagi perusahaan-perusahaan yang dijadikan sampel, sehingga

penghitungan Free Cash Flow menjadi relatif terhadap size perusahaan,

dalam hal ini diukur dengan total assets. Ukuran free cash flow adalah:

Free cash flow = Cash flow from operations – (Net capital

expenditure + Changes in working capital)

Keterangan:

Cash flow from operations (aliran kas operasi) = nilai bersih

kenaikan/penurunan arus kas dari aktivitas operasi perusahaan.

Net capital expenditure (pengeluaran modal bersih) = nilai perolehan

aktiva tetap akhir – nilai perolehan aktiva tetap awal.

Modal kerja adalah investasi perusahaan dalam aktiva jangka pendek

seperti kas, sekuritas, piutang dagang dan persediaan. Changes in

working capital (perubahan modal kerja) = modal kerja akhir tahun –

modal kerja awal tahun (Weygandt dan Warfield, 2007:128).

(2) Return on Equity (ROE)

Setiap investasi baik jangka pendek maupun jangka penajang mempunyai

tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan yang disebut return, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Return (kembalian)

didefinisikan yaitu tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas

suatu investasi yang dilakukannya.

Return saham merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return

terdiri dari capital gain (loss) dan yield. Capital gain (loss) merupakan

selisih untung atau rugi dari harga investasi sekarang relatif dengan harga

periode yang lalu. Sedangkan yield merupakan presentasi penerimaan kas

periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari suatu investasi.

Hanya dengan menghitung return saja untuk suatu investasi tidaklah

cukup, risiko dari investasi juga perlu diperhitungkan. Return dan risiko

mempunyai hubungan yang positif, semakin besar return yang

diharapkan maka semakin besar pula risiko yang ditanggung oleh

investor.

Selain melakukan penilaian saham, seorang investor sebaiknya

mengetahui Return on Equity (ROE). Return on Equity adalah

perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan jumlah modal.

Return on Equity penting bagi investor sebab merupakan satu indikator

penting untuk menilai prospek perusahaan di masa yang akan datang

yaitu dengan cara melihat sejauh mana pertumbuhan profitabilitas

perusahaan. Perusahaan mampu meningkatkan labanya maka setiap

hutang akan mengakibatkan naiknya Return on Equity yang tentu saja

menguntungkan para pemegang saham biasa.

Return on Equity (ROE) dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :

Laba bersih setelah pajak

Return on Equity = x 100%

Jumlah modal sendiri

Besarnya hasil perhitungan rasio pengembangan atas ekuitas

menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan menghasilkan laba

yang tersedia dengan modal yang ada (Anoraga dan Pakarti, 2008:63).

(3) Debt to Equity Ratio (DER)

Debt to Equity Ratio menunjukkan bagian dari setiap Rupiah modal

sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang perusahaan.

Debt to Equity Ratio adalah perbandingan antara total utang dengan

ekuitas. Rasio ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa modal sendiri

yang digunakan untuk membayar hutang. Pada umumnya semakin tinggi

Debt to Equity Ratio maka volume perdagangan cenderung naik. Hal ini

mengindikasikan suatu perusahaan yang prospeknya kuat (posisi pasar

produk yang unggul, permintaan pasar terhadap produknya tinggi) dapat

menjadi salah satu kriteria yang dapat memberi kepercayaan kepada

debitur untuk meminjamkan sejumlah dana.

Secara matematis Debt to Equity Ratio (DER) dapat dihitung dengan

formula sebagai berikut :

Total hutang

Debt to Equity Ratio = x 100%

Ekuitas

(Anoraga dan Pakarti, 2008:64).

(4) Net Profit Margin (NPM)

Net Profit Margin merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak

(Net Income After Tax) terhadap total penjualan (sales) menunjukkan

kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih atas total

penjualan bersih yang dicapai oleh perusahaan. Jadi kinerja keuangan

perusahaan dalam menghasilkan laba bersih atas penjualan bersihnya

semakin meningkat maka hal ini akan berdampak pada meningkatnya

pendapatan yang akan diterima oleh para pemegang saham. NPM

yang semakin meningkat menggambarkan kinerja perusahaan yang

semakin baik dan keuntungan yang diperoleh pemegang saham akan

meningkat pula.

Secara matematis Debt to Equity Ratio (DER) dapat dihitung dengan

formula sebagai berikut :

Laba bersih setelah pajak

Net Profit Margin = x 100%

Total penjualan

(Anoraga dan Pakarti, 2008:65).

2.1.5 Go public

1) Pengertian go public

Go public merupakan penawaran saham atau obligasi kepada

masyarakat umum untuk pertama kalinya. Pertama kali disini berarti bahwa

pihak penerbit pertama kalinya melakukan penjualan saham atau obligasi.

Kegiatan ini disebut sebagai pasar perdana. Selanjutnya, pemegang saham ini

dapat mentransaksikannya di pasar sekunder. Pasar sekunder dilakukan di

bursa efek. Jadi saham yang telah dijual ke masyarakat umum, selanjutnya

akan dicatat di bursa efek (Anoraga dan Pakarti, 2008:46).

Sesuai dengan Undang-undang Perseroan Terbatas (UUPT)

No.1/1995, semua perusahaan publik harus menambahkan kata “Tbk” di

belakang nama lama. Hal ini sangat penting bagi masyarakat karena dengan

nama tersebut dapat diketahui perusahaan publik atau bukan. Istilah go public

hanya digunakan untuk penawaran umum saham saja tidak termasuk obligasi

(Sunariyah, 2010:20).

2) Alasan go public

Menurut Hin (2006:60) ada beberapa alasan mengapa perusahaan

ingin go public dan menjual sahamnya kepada masyarakat, antara lain:

(1) Meningkatkan modal dasar perusahaan.

(2) Mencari tahu berapa nilai perusahaan.

(3) Menilai kemungkinan-kemungkinan lain.

(4) Nilai saham cenderung naik.

(5) Mempermudah menarik modal tambahan.

(6) Mempemudah usaha pembelian perusahaan lain.

(7) Meningkatkan kredibilitas.

3) Syarat-syarat go public

Menurut Anoraga dan Pakarti (2008:46) syarat-syarat bagi perusahaan

yang akan melakukan go public yaitu:

(1) Emiten berkedudukan di Indonesia.

(2) Pemegang saham minimal 300 orang.

(3) Modal disetor penuh sekurang-kurangnya tiga milyar rupiah.

(4) Setelah diaudit, selama dua tahun buku terakhir berturut-turut

memperoleh laba.

(5) Laporan keuangan telah diperiksa oleh akuntan publik untuk dua tahun

terakhir berturut-turut dengan persyaratan wajar tanpa pengecualian

untuk tahun terakhir.

(6) Untuk perbankan harus memenuhi criteria sebagai bank sehat dan

memenuhi kecukupan modal sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia

2.1.6 Bursa efek

1) Pengertian Bursa Efek

Bursa efek adalah sebuah pasar yang terorganisir tempat broker (para

pedagang) melakukan transaksi jual beli surat berharga dengan berbagai

perangkat aturan yang ditetapkan (Sunariyah, 2010:25). Bursa efek juga

merupakan suatu sistem yang terorganisir dengan mekanisme resmi untuk

mempertemukan penjual efek (pihak yang defisit dana) dengan pembeli efek

(pihak yang surplus dana) secara langsung atau melalui wakil-wakilnya

(Sartono, 2010:27).

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat dikatakan bursa

efek adalah sebuah pasar yang merupakan suatu sistem terorganisir dengan

mekanisme resmi untuk mempertemukan penjual efek dengan pembeli efek

baik secara langsung atau melalui wakil-wakilnya untuk melakukan transaksi

jual beli surat berharga.

2) Pembagian pasar di Bursa Efek Jakarta

Berdasarkan Peraturan Nomor II tentang Perdagangan Saham di

Bursa Efek Indonesia disebutkan perdagangan saham hanya dapat dilakukan

oleh anggota bursa melalui firm manager yang ditunjuk oleh anggota bursa.

Pelaksanaan perdagangan oleh firm manager bersama-sama dengan wakil

perantara pedagang efek lain yang ditunjuk oleh anggota bursa. Halim

(2009:8) menyebutkan dalam perdagangan saham di BEJ, transaksi bursa

dapat dilakukan melalui salah satu dari tiga pasar berikut:

(1) Pasar reguler

Pasar reguler adalah pasar dimana perdagangan dilaksanakan melalui

Jakarta Automated Trading System (JATS) dan penyelesaiannya

dilakukan pada Hari Bursa ke-3 setelah terjadinya Transaksi Bursa

(T+3). Pasar reguler merupakan segmen pasar utama BEJ dan harga yang

terbentuk di pasar inilah yang diumumkan dan digunakan oleh BEJ untuk

menghitung indeks harga saham.

(2) Pasar reguler tunai

Pasar reguler tunai merupakan pasar dimana perdagangan dilaksanakan

melalui Jakarta Automated Trading System (JATS) dan penyelesaiannya

dilakukan pada Hari Bursa yang sama dengan terjadinya Transaksi Bursa

(T+0).

(3) Pasar negosiasi

Pasar dimana perdagangan dilaksanakan berdasarkan tawar-menawar

langsung secara individual dan non-continuous auction market (tidak

secara lelang yang berkesinambungan) dan penyelesaiannya dapat

dilakukan berdasarkan kesepakatan penjual dan pembeli. Selanjutnya

hasil kesepakatan tersebut diproses melalui Jakarta Automated Trading

System (JATS).

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Free Cash Flow pada kebijakan dividen

Penelitian oleh Lucyanda (2012) menemukan bahwa variabel Free Cash

Flow mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pembagian

dividen pada perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Pouraghajan (2013) dalam penelitianya menemukan bahwa Free Cash Flow

menjadi faktor penentu keputusan kebijakan dividen pada industri baja di Iran.

Penelitian Darabi (2014) menemukan bahwa Cash Flow mempengaruhi secara

signifikan dividend payout policy perusahaan farmasi di Teheran. Hasil penelitian

Thanatawee (2011) diperoleh hasil pengujian dari variabel bebas Free Cash Flow

secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen

pada perusahaan farmasi di Thailand.

Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis

dalam penelitian ini ditentukan sebagai berikut :

H1 : Free Cash Flow berpengaruh positif pada kebijakan dividen.

2.2.2 Pengaruh Return on Equity pada kebijakan dividen

Penelitian Mistry (2011) menunjukkan bahwa keputusan dividen

merupakan salah satu fungsi yang paling penting dari manajer keuangan.

Perubahan Return on Equity mempengaruhi keputusan dividen secara positif.

Hasil penelitian Wibowo (2012) diketahui Return on Equity mempunyai pengaruh

positif dan signifikan terhadap dividen pada perusahaan manufaktur yang tercatat

di Bursa Efek Indonesia. Penelitian Gupta (2010) menemukan bahwa Return on

Equity merupakan faktor penting untuk menentukan kebijakan dividen kas

perusahaan. Penelitian Franklin (2010) menemukan bahwa Return on Equity

adalah faktor penentu kebijakan dividen pada industri kertas di India.

Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis

dalam penelitian ini ditentukan sebagai berikut :

H2 : Return on Equity berpengaruh positif pada kebijakan dividen.

2.2.3 Pengaruh Debt to Equity Ratio pada kebijakan dividen

Penelitian oleh Kania (2008) menemukan bahwa Debt to Equity Ratio

adalah variabel keuangan yang dapat menjelaskan keputusan dividen. Asif (2011)

dalam penelitiannya menemukan bahwa perubahan Debt to Equity Ratio

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Penelitian Gill

(2010) menunjukkan bahwa Debt to Equity Ratio adalah faktor penting sebagai

penentu kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur di Amerika. Manjunatha

(2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa Debt to Equity Ratio adalah salah

satu variabel yang dipertimbangkan perusahaan dalam menentukan keputusan

dividen. Hasil penelitian oleh Gustian dan Bidayati (2010) diketahui ada pengaruh

positif dan signifikan antara Debt to Equity Ratio terhadap Dividend Payout Ratio

pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis

dalam penelitian ini ditentukan sebagai berikut :

H3 : Debt to Equity Ratio berpengaruh positif pada kebijakan dividen.

2.2.4 Pengaruh Net Profit Margin pada kebijakan dividen

Penelitian Mehta memberikan bukti bahwa Net Profit Margin adalah

pertimbangan penting dari keputusan pembayaran dividen oleh perusahaan.

Temuan ini dipertegas hasil penelitian Essa (2012) menunjukkan bahwa Net Profit

Margin memiliki efek tertinggi atas kebijakan dividen. Hasil penelitian oleh

Utami (2009) diketahui Net Profit Margin mempunyai pengaruh positif dan

signifikan terhadap dividen pada industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia. Hasil penelitian Rejeki (2011) menunjukkan bahwa Net Profit Margin

memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Dividend Payout Ratio

pada perusahaan non finansial yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis

dalam penelitian ini ditentukan sebagai berikut :

H4 : Net Profit Margin berpengaruh positif pada kebijakan dividen.