BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran...

23
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada murid. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta dalam Majid, 2014: 80). Pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individu maupun kelompok aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik. Menurut Trianto (2011: 147) Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada siswa untuk memunculkan dinamika dalam pendidikan. Kurikulum 2013 SD/ MI menggunakan pendekatan pembelajaran tematik integratif dari kelas I sampai kelas VI. Pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Tema merupakan alat atau wadah untuk mengenal berbagai konsep kepada anak didik secara utuh. Dalam pembelajaran, tema diberikan dengan maksud menyatukan isi kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh, memperkaya perbendaharaan bahasa anak didik dan membuat pembelajaran lebih

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran...

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan

tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan

pengalaman bermakna kepada murid. Tema adalah pokok pikiran atau

gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta dalam

Majid, 2014: 80). Pembelajaran tematik merupakan salah satu model

pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang merupakan suatu sistem

pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individu maupun

kelompok aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip

keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik. Menurut Trianto (2011: 147)

Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi

kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada siswa untuk

memunculkan dinamika dalam pendidikan.

Kurikulum 2013 SD/ MI menggunakan pendekatan pembelajaran tematik

integratif dari kelas I sampai kelas VI. Pembelajaran tematik integratif

merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai

kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Tema

merupakan alat atau wadah untuk mengenal berbagai konsep kepada anak

didik secara utuh. Dalam pembelajaran, tema diberikan dengan maksud

menyatukan isi kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh, memperkaya

perbendaharaan bahasa anak didik dan membuat pembelajaran lebih

11

bermakna. Penggunaan tema dimaksudkan agar anak mampu mengenal

berbagai konsep secara mudah dan jelas.

Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar

sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu

mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi

kebermaknaan belajar peserta didik. Pengalaman belajar yang menunjukkan

kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif.

Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk

skema, sehingga peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan

pengetahuan.

1. Karakteristik Pembelajaran Tematik

Adapun karakteristik dari pembelajaran tematik ini menurut TIM

Pengembang PGSD, 1997 (Majid, 2014: 90) adalah:

a. Holistik

Suatu gejala atau peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam

pembelajaran tematik diamati dan dikaji dan beberapa bidang studi

sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak.

b. Bermakna

Pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek, memungkinkan

terbentuknya semacam jalinan antar-skemata yang dimiliki oleh siswa,

yang pada gilirannya akan memberikan dampak kebermaknaan dari

materi yang dipelajari.

12

c. Otentik

Pembelajaran tematik memungkinkan siswa memahami secara langsung

konsep dan prinsip yang ingin dipelajari.

d. Aktif

Pembelajaran tematik dikembangkan dengan berdasar pada pendekatan

inquiry discovery dimana siswa terlibat secara aktif dalam proses

pembelajaran, mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga proses evaluasi.

Dari karakteristik pembelajaran tematik diatas, dapat dikatakan bahwa

pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa

karena dalam hal ini siswa dituntut untuk aktif dalam mempelajari konsep-

konsep dari materi yang diajarkan. Dalam Permendikbud no 57 tahun 2014,

Pembelajaran tematik memiliki ciri khas, antara lain:

a. Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan

dan kebutuhan anak usia sekolah dasar;

b. Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik

bertolak dari minat dan kebutuhan peserta didik;

c. Kegiatan belajar dipilih yang bermakna dan berkesan bagi peserta didik

sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama;

d. Memberi penekanan pada keterampilan berpikir peserta didik;

e. Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan

permasalahan yang sering ditemui peserta didik dalam lingkungannya;

dan

f. Mengembangkan keterampilan sosial peserta didik, seperti kerjasama,

toleransi, komunikasi, dan tanggap gagasan orang lain.

13

2. Tujuan dan Ruang Lingkup Pembelajaran Tematik

Dalam Kemendikbud no. 57 Tahun 2014 menyebutkan tujuan dari

pembelajaran tematik adalah:

a. Menghilangkan atau mengurangi terjadinya tumpang tindih materi.

b. Memudahkan peserta didik untuk melihat hubungan- hubungan yang

bermakna.

c. Memudahkan peserta didik untuk memahami materi atau konsep secara

utuh sehingga penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat.

Sedangkan ruang lingkup pembelajaran tematik meliputi semua KD dari

semua mata pelajara, kecuali agama. Mata pelajaran yang dimaksud adalah

Bahasa Indonesia, PPKn, Matematika, IPA, IPS, Penjasorkes, dan Seni

Budaya Prakarya.

3. Keuntungan Pembelajaran Tematik

Beberapa keuntungan pembelajaran tematik yaitu:

a. Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu.

b. Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai

kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama.

c. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan.

d. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan

mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa.

e. Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi

disajikan dalam konteks tema yang jelas.

f. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi

nyata.

14

g. Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan

dapat dipersiapkan sekaligus.

B. Keterampilan Berbahasa (Menyimak)

Pembelajaran bahasa Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dengan baik, baik secara

lisan maupun tulisan. Kurikulum 2013 menguraikan tujuan pembelajaran

yang sejalan dengan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia, yakni agar siswa

terampil berbahasa. Keterampilan berbahasa dibedakan dari empat macam,

yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan

berbahasa tersebut berkaitan antara satu dan yang lain. Beberapa praktisi

masih berpendapat sampai sekarang bahwa pembelajaran bahasa adalah

sebuah proses yang berjalan linera/ lurus, yaitu diawali dengan menguasai

bahasa lisan (menyimak dan berbicara) dan baru kemudian beralih ke bahasa

tulis (membaca dan menulis). Menyimak adalah sebuah sarana untuk

memulai produksi bahasa lisan (atau berbicara), dimana yang dimaksud

dengan berbicara disini adalah meniru teks-teks yang diajarkan secara lisan.

Kegiatan menyimak merupakan kemampuan tahap awal yang harus

dikuasai dalam keterampilan berbahasa, dikatakan demikian karena

menyimak merupakan suatu cara yang dilakukan untuk memeroleh informasi

yang disampaiakn orang lain sehingga dapat diimplementasikan pada tahap

berikutnya yaitu berbicara, membaca, dan menuliskannya kembali untuk

disampaikan kepada orang lain. Menyimak adalah suatu proses kegiatan

mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman,

15

apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau

pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang

pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan (Tarigan, 1994: 28).

Berdasarkan berbagai pengertian diatas, dapat dijelaskan bahwa

menyimak merupakan syarat mutlak untuk memahami dan menguasai

informasi baik berupa ilmu pengetahuan secara bersungguh-sunggh dengan

penuh pemahaman dalam proses mendengarkan untuk memperoleh informasi.

Selanjutnya, Tarigan (2008: 61) dalam Susanto (2015) menyatakan tujuan

orang menyimak sesuatu itu beraneka ragam antara lain:

a. Memperoleh pengetahuan dan bahan ujaran pembicara, dengan kata lain

dia menyimak untuk belajar.

b. Menyimak untuk menikmati keindahan audial.

c. Menyimak untuk mengevaluasi.

d. Menyimak untuk mengapresiasi materi singkatan.

e. Menyimak dengan tujuan mengkomunikasikan ide-ide, gagasan-gagasan,

ataupun perasaan-perasaannya kepada orang lain dengan lancar dan tepat.

f. Menyimak dengan maksud dan tujuan agar dapat membedakan bunyi-

bunyi dengan tepat.

g. Menyimak dengan maksud dan tujuan agar dapat memecahkan masalah

secara kreatif dan analisis.

Berdasarkan penjabaran tujuan menyimak diatas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa seseorang menyimak tidak hanya untuk mendapatkan

informasi, tetapi juga untuk menikmati keindahan, menganalisis suatu hal,

dan lain-lain. Menyimak dengan baik akan dapat dilakukan apabila mengerti

16

tahapan-tahapan menyimak. Ruth G. Strick dalam (Tarigan, 1994: 29)

menyimpulkan ada sembilan tahap menyimak, mulai dari yang tidak

berketentuan sampai pada yang amat bersungguh-sungguh. Kesembilan tahap

itu dapat dilukiskan sebagai berikut:

a) menyimak berkala,yang terjadi pada saat-saat sang anak merasakan keterlibatan langsung dalam pembicaraan mengenai dirinya; b) menyimak dengan perhatian dangkal karena sering mendapat gangguan dengan adanya selingan-selingan perhatian kepada hal-hal di luar pembicaraan; c) setengah menyimak karena terganggu oleh kegiatan menunggu kesempatan untuk mengekspresikan isi hati, engutarakan apa yang terpendam dalam hati sang anak; d) menyimak dengan serapan karena sang anak keasyikan menyerap atau mengabsorpsi hal-hal yang kurang penting, jadi merupakan penjaringan pasif yang sesungguhnya; d) menyimak sekali-kali, menyimpan sebentar-sebentar apa yang disimak; perhatian karena saksama berganti dengan keasyikan lain; hanya memperhatikan kata-kata sang pembicara yang menarik hatinya saja; e) menyimak asosiatif, hanya mengingat pengalaman-pengalaman pribadi secara konstan, yang mengakibatkan sang penyimak benar-benar tidak memberikan reaksi terhadap pesan yang disampaikan sang pembicara; f) menyimak dengan reaksi berkala Iterhadap pembicara dengan membuat komentar ataupun mengajukan pertanyaan; g) menyimak dengan saksama, dengan sungguh-sungguh mengikuti jalan pikiran sang pembicara; dan h) menyimak secara aktif untuk mendapatkan serta menemukan pikiran, pendapat, dan gagasan sang pembicara.

C. Model Pembelajaran Artikulasi

Model Pembelajaran merupakan suatu kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur secara sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman

belalajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu an berfungsi sebagai

pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam

merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran (Kemendikbud no.

57 tahun 2014). Oleh karena itu beberapa ahli membuat berbagai

pengembangan model pembelajaran termasuk model pembelajaran artikulasi.

Model pembelajaran artikulasi adalah pembelajaran dengan sistem pesan

berantai (Kurniasih, 2015). Pesan yang akan disampaikan. Pesan yang akan

dibawa merupakan materi pelajaran yang sedang dipelajari ketika itu. Secara

17

teknis, setiap siswa wajib meneruskan pesan dan menjelaskannya pada siswa

lain (pasangan kelompoknya). Model pembelajaran ini terbilang unik karena

siswa akan berperan sebagai “penerima pesan” sekaligus berperan sebagai

“penyampai pesan”. Disamping itu, model pembelajaran ini dengan

sendirinya akan menuntut siswa aktif karena siswa dibentuk menjadi

kelompok kecil yang masing-masing siswa dalam kelompok tersebut

mempunyai tugas mewawancarai teman kelompoknya tentang materi yang

baru dibahas.

1. Kelebihan Model Pembelajaran Artikulasi

Model pembelajaran artikulasi ini baik digunakan dalam rangka

meningkatkan daya ingat dan daya serap siswa dalam memahami materi

yang diajarkan kepadanya (Widhiastanto, 2016: 114). Sedangkan kelebihan

dari model pembelajaran artikulasi menurut Kurniasih (2015) adalah:

a. Semua siswa terlibat (mendapat peran)

b. Melatih kesiapan siswa

c. Melatih daya serap pemahaman dari orang lain

d. Cocok untuk tugas sederhana

e. Interaksi lebih mudah

f. Lebih mudah dan cepat membentuknya

g. Meningkatkan partisipasi anak

2. Kelemahan Model Pembelajaran Artikulasi

Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran artikulasi juga memiliki

kelemahan, sebagai berikut (Kurniasih, 2015):

18

a. Model pembelajaran ini terlihat sangat sederhana dan sangat mudah

dalam teknis pelaksanaannya, akan tetapi akan terasa sangat sulit ketika

siswa tidak bisa memahami materi pelajaran, sehingga pesan tidak akan

tersampaikan dengan baik.

b. Jika ada satu siswa yang tidak mengerti atau tidak paham materi

pelajaran, maka siswa yang lainpun akan mendapatkan informasi yang

sama.

c. Rentan akan kegaduhan jika guru secara teknik kurang bisa menguasai

kelas

d. Hanya bisa dilaksanakan pada mata pelajaran tertentu saja

e. Waktu yang dibutuhkan banyak agar materi tersampaikan semuanya

f. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor

g. Lebih sedikit ide yang muncul

h. Jika ada perselisihan tidak ada penengah

3. Langkah-langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Artikulasi

Adapun teknis pelaksanaan model pembelajaran artikulasi adalah

(Kurniasih, 2015):

a. Pertama kali guru menerangkan pelajaran apa yang hendak dibahas serta

menjelaskan model pembelajaran yang hendak digunakan

b. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai

c. Guru menyajikan materi sebagaimana biasanya hingga siswa paham

d. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan

19

e. Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang

baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat

catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran, begitu juga kelompok

lainnya.

f. Menugaskan siswa secara bergiliran atau bisa juga dengan cara diundi

atau diacak menyampaikan hasil wawancara dengan teman pasangannya

sampai sebagian siswa sudah mnyampaikan hasil wawancaranya

g. Guru mengulang kembali materi yang sekiranya belum dipahami

h. Kemudian menyimpulkan materi dan menutup pembelajaran.

Dari langkah-langkah model pembelajaran diatas dapat disimpulkan

bahwa dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi, guru

menyampaikan terlebih dahulu materi yang akan disampaikan. Dan untuk

mengetahui tingkat pemahaman siswa, guru meminta siswa untuk saling

berpasangan untuk saling bertukar informasi. Hal ini efektif karena dapat

melatih daya tangkap dan daya ingat siswa.

D. Media Boneka Tangan

Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata

“medium”. Secara harfiah, artinya adalah “perantara” atau “pengantar”. Oleh

karenanya, media dipahami sebagai perantara atau pengantar sumber pesan

dengan penerima pesan. Media pembelajaran bisa dikatakan sebagai alat yang

bisa merangsang siswa shingga terjadi proses belajar. Sanjaya (2008) dalam

Haryono (2014: 47) menyatakan bahwa media pembelajaran meliputi

20

perangkat keras yang dapat mengantarkan pesan dan perangkat lunak yang

mengandung pesan.

Media berdasarkan jenis dan cara penyajiannya ada dua yaitu alat peraga

dan media TIK (teknologi, informasi, dan komunikasi).

a. Alat peraga

Alat peraga adalah seperangkat benda kongkret yang dirancang, dibuat,

atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu

menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip.

Alat peraga merupakan bagian dari media pembelajaran yang dapat

diklasifikasikan sebgai berikut :

1) Benda sebenarnya (manusia, tumbuhan, hewan, alam, lingkungan, dan

berbagai benda buatan manusia).

2) Presentasi, yaitu media yang disajikan dalam bentuk tulisan dan verbal.

Misalnya bahan ajar cetak, catatan di papan tulis, mading.

3) Presentasi grafis, yaitu media yang disajikan dalam bentuk grafis. Misal,

peta, diagram, lukisan, chart, grafik.

4) Gambar diam, yaitu gambar yang menyerupai aslinya atau sketsa. Misal

hasil foto, kaligrafi, gambar.

5) Model, yaitu benda tiruan tentang suatu objek alam, benda budaya, dan

manusia. Jenis alat peraga model yaitu model irisan, model yang

disederhanakan, model perbandingan, model susunan, dan model

lapangan.

21

6) Alat tiruan, yaitu benda yang dibuat menyerupai aslinya. Misalnya, peta

timbul, globe, boneka, doirama tertutup, diorama lipat, rotaton, dan lain-

lain.

b. Media TIK

Media TIK adalah media pembelajaran yang menggunakan dan

memanfaatkan perkembangan teknologi. Adapun media TIK berfungsi

sebagai gudang ilmu pengetahuan, dapat berupa referensi berbagai ilmu

pengetahuan yang tersedia dan dapat diakses melalui fasilitas TIK,

pengelolaan pengetahuan, jaringan pakar, jaringan antar institusi

pendidikan dan sebagainya. Media TIK dikategorikan menjadi tiga,

yaitu:

1) Media Auditif

Media ini hanya mengandalkan suara ssajaseperti radio, cassette

recorder, piringan audio, dan sebagainya.

2) Media Visual

Pada media ini mengandalkan indera penglihatan. Media visual ada yang

menampilkan gambar diam seperti strip (film rangkai), slide (film

bingkai), foto, gambar/ lukisan, dan cetakan. Tapi ada pula yang

menamilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu dan film

kartun.

3) Media Audio Visual

Pada media ini telah mempunyai unsur suara dan unsur gambar.

22

Media Pembelajaran segala sesuatu yang dapat digunakan untuk

menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang

pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa

sehingga proses belajar terjadi (Sadiman, 2006: 7).

Berdasarkan pengertian media di atas, media boneka tangan merupakan

alat peraga yang dapat membantu dalam penyampaian materi dalam proses

pembelajaran. Menurut Daryanto (2011: 31) dalam Annisa (2015: 1705),

boneka tangan adalah benda tiruan dari bentuk manusia, binatang, atau

tumbuhan yang dimainkan dengan satu tangan. Boneka tangan dapat

dijadikan media pendidikan, boneka dapat dimainkan dalam bentuk

sandiwara boneka. Boneka tangan adalah boneka yang digerakkan dari bawah

oleh seseorang yang tangannya di masukkan ke bawah pakaian boneka.

Disebut boneka tangan karena yang menggerakkan adalah tangan manusia.

Dalam penggunaan media boneka tangan perlu memperhatikan beberapa

hal agar menjadi media pendidikan yang efektif, seperti yang disampaikan

oleh Sumanto (2010: 141) dalam Mulyasari (2015: 30), antara lain:

a. Merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelas agar dapat diketahui

apakah penggunaan media boneka tangan sudah tepat atau belum.

b. Membuat naskah cerita secara rinci.

c. Pembicaraan hendaknya tidak terlalu panjang, karena permainan boneka

lebih mementingkan gerak daripada kata.

d. Kegiatan bercerita berkisar 10-15 menit.

e. Selingi kegiatan dengan bernyanyi.

f. Isi cerita hendaknya sesuai dengan umur dan kemampuan anak.

23

g. Selesai kegiatan bercerita, adakan kegiatan lanjutan seperti tanya jawab,

diskusi atau menceritakan kembali isi cerita yang disajikan.

h. Memberikan kesempatan untuk memainkan boneka tangan.

Dari beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan media

boneka tangan tersebut, peneliti membuat langkah-langkah penggunaan

media boneka tangan sebagai berikut:

a. Menyiapkan boneka tangan yang sesuai dengan tema yaitu boneka

berbentuk hewan dan tumbuhan.

b. Menggunakan media boneka tangan untuk menjelaskan materi pelajaran

dengan cara sebgai berikut:

1) Memasukkan tangan pada boneka tangan dalam memainkannya

2) Menjelaskan materi menggunakan boneka, misalnya tentang benda

hidup berarti menjelaskan menggunakan hewan dan tumbuhan.

c. Merapikan kembali boneka yang selesai digunakan.

Media boneka tangan memiliki berbagai manfaat seperti yang

disampaikan Annisa (2015: 1705) sebagai berikut:

a. Mengembangkan imajinasi dan daya berpikir anak; ketika seorang anak

memainkan sebuah boneka tangan akan dilatih untuk mengembangkan

daya imajinasi dan daya berpikirnya terhadap sesuat yang ingin

diceritakan atau diungkapkan. Ketika anak telah memasukkan tangannya

ke dalam badan boneka tangan, maka anak tersebut akan mencoba untuk

membuat boneka tersebut bergerak dan mengeluarkan suara.

b. Meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri anak dalam berbicara;

biasanya anak akan lebih berani dan percaya diri mengungkapkan ide, isi

24

hati, atau cerita pengalamannya di depan orang lain khususnya bagi anak

usia SD.

c. Sebagai sarana hiburan; boneka tangan yang dimainkan secara individu

maupun kelompok akan membuat orang yang memainkannya merasa

senang dan terhibur.

Kelebihan dari media boneka tangan adalah mudah cara

mendapatkannya, murah, tidak memerlukan keterampilan yang rumit dalam

menggunakannya, dan dapat mengembangkan imajinasi dan aktivitas anak

dalam suasana yang gembira. Selain itu, mudah juga ketika ingin membuat

sendiri sesuai dengan karakter yang diinginkan. Sedangkan kelemahannya

adalah mudah kotor karena dimasukkan ke dalam tangan jadi mudah terkena

keringat.

E. Sintaks Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Artikulasi dan

Media Boneka Tangan Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran

Langkah-langkah Pembelajaran Model Pembelajran Artikulasi

Media Boneka Tangan

Siswa diajak untuk mengelompokkan benda hidup dan tak hidup. V

Guru menjelaskan materi tentang benda hidup dan benda tak hidup. (guru menggunakan media boneka tangan).

V V

Siswa diminta untuk saling berpasangan V

Siswa menceritakan materi yang mereka pahami kepada pasangannya, dan pasangannya mencatat pada catatan kecil.

V

Hal tersebut dilakukan dilakukan secara bergantian, jadi siswa yang bercerita juga akan berganti peran menjadi siswa yang mencatat

V

Siswa membacakan hasil catatannya di depan kelas secara bergantian. V V

Guru menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami oleh siswa. V

25

Langkah-langkah Pembelajaran Model Pembelajran Artikulasi

Media Boneka Tangan

Siswa diminta untuk menghitung jumlah gambar yang telah ditunjukkan oleh guru

V V

Siswa menuliskan lambang bilangan dengan ejaan V

Guru memberikan soal evaluasi dari pembelajaran pada hari itu untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa tentang materi

V V

sumber: Kurniasih, 2015 dengan modifikasi peneliti

F. Materi Tema 7 (Benda, Hewan, dan Tanaman di Sekitarku)

Pada tema 7 terdiri dari 3 subtema, dan peneliti mengambil subtema 1

(Benda Hidup dan Benda Tak Hidup di Sekitarku). Setiap subtema terdiri atas

6 pembelajaran, namun peneliti menggunakan pembelajaran 1 yang terdiri

atas 3 mata pelajaran yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, PPKn, dengan

kompetensi dasar dan indikator sebagai berikut:

3.1. Mengenal teks deskriptif tentang anggota tubuh dan pancaindra, wujud

dan sifat benda, serta peristiwa siang dan malam dengan bantuan guru

atau teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi

dengan kosakata bahasa daerah untuk membantu pemahaman.

4.1. Mengamati dan menirukan teks deskriptif tentang anggota tubuh dan

pancaindra, wujud dan sifat benda, serta peristiwa siang dan malam

secara mandiri dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi

dengan kosakata bahasa daerah untuk membantu penyajian.

3.2. Mengenal bilangan asli sampai 99 dengan menggunakan bendabenda

yang ada di sekitar rumah, sekolah, atau tempat bermain

Indikator :

1. Menceritakan kembali isi teks deskriptif yang dibaca tentang benda hidup

dan benda tak hidup

26

2. Memberikan tanggapan tentang pengelompokkan benda hidup dan benda

tak hidup

3. Menjawab soal dari teks bacaan tentang pentingnya makanan dan air

untuk benda hidup

4. Membilang dan menuliskan lambang bilanganyang menunjukkan

banyaknya anggota benda dalam satu kelompok.

Materi :

1. Teks Deskriptif (Benda hidup dan benda tak hidup dan ciri-cirinya)

Benda hidup mempunuyai ciri-ciri yaitu bernapas, tumbuh, mempunyai

keturunan, bergerak. Contoh benda hidup : tumbuh tumbuhan, binatang,

manusia. Sedangkan Benda mati mempunyai ciri-ciri seperti tidak dapat

meperbaharuinya sendiri, tidak dapat bergerak, tidak bernafas, tidak

tumbuh, tidak mempunyai keturunan, tidak mengadakan metabolisme.

Contohnya air, batu, tanah, baja, oksigen dll.

Contoh teks deskriptif yang mudah dipahami oleh siswa kelas 1:

Benda hidup dapat bergerak dan tumbuh menjadi besar. Benda hidup memerlukan makanan.

Benda hidup juga tumbuh menjadi besar.

Benda tak hidup tidak membutuhkan makanan untuk tumbuh.

Benda hidup dapat berkembang biak.

Berkembang biak untuk mendapatkan keturunan.

Juga untuk memperbanyak jumlahnya.

Tujuannya agar terjaga kelestariannya.

27

Mengamati benda disekitar dan menggolongkannya pada benda hidup atau

benda tak hidup.

(sumber: buku siswa tema 7 (Benda, Hewan, dan Tanaman di Sekitarku) 2014: 2-3).

2. Bilangan (membilang benda)

Menuliskan lambang bilangan 21 sampai 99.

a. Membilang urut 21 sampai 50

ayo membilang urut

mulai dari dua puluh

28

b. Menuliskan lambang bilangan

perhatikan gambar

banyak telur dua puluh satu

ditulis 21

mari kita tulis

21

ayo coba tulis

dua puluh dua

dua puluh tiga

teruskan sampai dua puluh sembilan

Berikut ini adalah gambar kelompok benda.

Berapa banyak anggota masing-masing kelompok?

Jawablah sesuai contoh.

29

Banyaknya kambing adalah 63

Ditulis enam puluh tiga

Banyaknya tanaman adalah ....

Ditulis____________________

(sumber: buku siswa tema 7(Benda, Hewan, dan Tanaman di Sekitarku) 2014: 8. Dan Matematika untuk Kelas 1 SD/MI BSE (2009: 93)).

G. Kajian Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yustika Permata Putri dkk (2014)

yang berjudul “Penggunaan Model Pembelajaran Artikulasi Untuk

Meningkatkan Keterampilan Menyimak”. Hasil penelitian menunjukkan

adanya peningkatan nilai keterampilan menyimak siswa pada setiap

siklusnya, sebelum tindakan (kondisi awal) nilai rata-rata yaitu 64,00, siklus I

nilai rata-rata meningkat menjadi 71,10, dan siklus II nilai rata-rata

meningkat menjadi 76,75. Sebelum dilaksanakan tindakan, siswa yang

memperoleh nilai di atas KKM (≥70) sebanyak 11 siswa (36,67%), siklus I

30

siswa yang nilainya mencapai KKM yaitu 18 siswa (60,00%), dan siklus II,

banyaknya siswa yang nilainya mencapai KKM meningkat menjadi 26 siswa

(86,67%).

Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan,

yaitu penelitian tentang peningkatan keterampilan menyimak dengan

menggunakan model pembelajaran artikulasi. Tetapi ada perbedaan juga

dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada penelitian yang akan

dilakukan, dalam meningkatkan keterampilan menyimak pada siswa, pada

penelitian ini peneliti mengkolaborasi antara model pembelajaran artikulasi

dengan media boneka tangan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irine Yousika (2012) dalam

penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh Penggunaan Media Boneka Tangan

Terhadap Hasil Belajar Keterampilan Menyimak Dongeng Siswa Kelas II

SDN Tanjungrejo 5 Kota Malang”. Pada penelitiannya, peneliti ingin

meningkatkan keterampilan menyimak dongeng. Dari hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa keterampilan menyimak dongeng pada siswa kelas II

SDN Tanjungrejo 5 Malang meningkat. Hal itu dapat dilihat dari hasil belajar

menyimak dongeng pada kelas kontrol dengan menggunakan cerita guru

masih banyak siswa yang belum dapat memahami dongeng dan unsur

dongeng yang meliputi tema, tokoh, latar, dan pesan yang didapat dari

dongeng dan hasil belajar siswa kelas eksperimen (menggunakan media

boneka tangan) lebih baik daripada kelas kontrol (menggunakan

pembelajaran cerita guru). Rata-rata hasil belajar kognitif siswa kelas

eksperimen adalah sebesar 87,42 dengan persen ketuntasan 83,33%,

31

sedangkan kelas kontrol sebesar 70,06 dengan persen ketuntasan 58,62%.

Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan hasil belajar

keterampilan menyimak siswa kelas II SDN. Tanjungrejo 5 Kota

Malang yang dibelajarkan menggunakan media boneka tangan dengan yang

dibelajarkan menggunakan pembelajaran cerita guru pada materi

pokok dongeng.

Kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah baik penelitian

terdahulu maupun penelitian yang akan dilakukan menggunakan media

boneka tangan untuk meningkatkan keterampilan menyimak siswa. Bedanya

pada penelitian yang akan dilakukan, media boneka tangan dipadukan dengan

model pembelajaran artikulasi, selain itu jenis penelitiannya juga berbeda.

32

H. Kerangka Pikir

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir

Ideal Condition Proses pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien, yaitu: 1. Pembelajaran menggunakan

model pembelajaran yang variatif

2. Menggunakan media untuk mendukung proses pembelajaran

3. Siswa tertib pada saat proses pembelajaran

Fact Condition 1. Model pembelajaran yang

digunakan kurang variatif. 2. Tidak menggunakan media

pembelajaran yang mendukung.

3. Karakteristik siswa kelas rendah masih suka bermain- main dan bergembira sendiri

Ada Perbedaan

Output

Problem 1. Keterampilan menyimak siswa

kelas 1 tergolong rendah 2. Penyampaian materi kurang

variatif

Solution 1. Menggunakan model

pembelajaran artikulasi 2. Menggunakan media boneka

tangan

Penerapan model pembelajaran artikulasi dan media boneka tangan dapat meningkatkan kemampuan menyimak pada

pembelajaran tematik kelas 1 di SDN Pejok II Kedungadem Bojonegoro.