BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hakekat Atleteprints.uny.ac.id/7833/3/BAB 2 -...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hakekat Atleteprints.uny.ac.id/7833/3/BAB 2 -...
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Hakekat Atlet
Atlet ( sering juga dieja sebagi atlit) dari bahasa yunani yang artinya;
athlos yang berarti kontes adalah seseorang yang ikut seta dalam suatu
kompetisi olahraga kompetitif (wikipedia: atlet)
Menurut Sukadiyanto (2002: 5) atlet atau olahragawan adalah
seseorang yang menggeluti dan aktif melakukan latihan untuk meraih prestasi
pada cabang yang dipilihnya. Atlet juga merupakan individu yang memiliki
bakat dan pola perilaku pengembanganya dalam suatu cabang olahraga.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang
berprestasi dalam cabang olahraga, dalam hal ini yaitu cabang olahraga
pencak silat. Tujuan seseorang menekuni suatu cabang olahraga yakni
berprestasi se tingi-tingginya sesuai dengan kemampuan yang dikeluarkan
secara maksimal. Prestasi yang didapat dari seorang atlet akan membawa
dirinya meraih suatu kehidupan yang disiplin, tanggung jawab dan
mempunyai daya juang yang tinggi dimasa yang akan datang. Pada dasarnya
setiap atllet yang mempunyai komitmen yang tinggi terhadap profesinya
dipastikan berkeinginan untuk bisa berprestasi di tingkat internasional.
10
2. Hakekat Pencak Silat
Pencak Silat adalah seni beladiri dan sebagai salah satu alat untuk
memperbaiki serta mempertahankan kebudayaan. Pencak Silat merupakan
salah satu hasil budaya masyarakat rumpun melayu yang tumbuh dan
berkembang dengan pesat dari jaman ke jaman. Ditinjau dari falsafah dan
nilai-nilainya, pencak silat merupakan cermin dari rumpun melayu. Pada
awalnya Pencak Silat hanya sebagai alat untuk membela diri dari serangan
dan berbagai ancaman. Seiring perkembangan jaman kini Pencak Silat
tidak hanya sebagai alat untuk membela diri namuna Pencak Silat
digunakan sebagai sarana olahraga dan sarana untuk mencurahkan
kecintaan pada aspek keindahan (estetika), dan alat pendidikan mental
serta rokhani ( Agung Nugroho, 2004: 15). Pencak silat mulai berkembang
di Indonesia sejak didirikannya organisasi Ikatan Pencak Silat seluruh
Indonesia (IPSI) pada tanggal 18 Mei 1948, dibawah pimpinan Mr.
Wongsonegoro. Terbentuknya organisasi IPSI pada awalnya memiliki
tujuan guna menggalang semangat masyarakat dalam pembangunan
bangsa Indonesia ( Agung Nugroho, 2004: 15) .
Seni Beladiri pencak silat mulai berkembang bukan hanya di
wilayah melayu, tetapi sudah berkembang di sebagian negara-negara di
dunia. PERSILAT (Persekutuan Pencak Silat Antar Bangsa) merupakan
organisasi yang berdiri pada tanggal 11 maret 1980 adalah organisasi yang
membawahi olahraga pencak silat di kancah internasional yang diprakarsai
11
oleh empat negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunai
Darusalam.
Terbentuknya PERSILAT merupakan wujud bahwa Pencak Silat
telah menunjukan eksitensinya dan memberikan harapan besar terhadap
perkembangan pencak silat tingkat Internasional. Berbagai cara upaya
dilakukan agar pencak silat dapat diterima oleh Negara-negara lain, salah
satunya diikutsertakanya cabang olahraga pencak silat pada Sea Games.
Pada penyelenggaraan Asian Games di Busan Korea selatan pada tahun
2002, pencak silat di tampilkan sebagai sport Cultural Event hal semacam
ini bertujuan mengenalkan pencak silat menuju tingkatan yang lebih
tinggi Johansah Lubis (2004: 6).
Melihat penjelasan diatas bahwa pencak silat kini telah diakui
dalam organisasi internasional. Dalam olahraga pencak silat dapat di bagi
menjadi beberapa katagori yaitu katagori tanding dan tunggal, ganda, regu
( TGR).
Katagori tunggal adalah katagori pencak silat yang menampilkan
seorang pesilat memperagakan kemahiran dalam jurus baku tunggal secara
benar , tepat, dan mantap penuh penjiwaan dengan tangan kosong dan
senjata Johansah Lubis (2004: 41).
Menurut Agung Nugroho (2004 :54) Katagori ganda adalah
pertandingan pencak silat yang menampilkan 2 pesilat dari kubu yang
sama memperagakan kemahiran dan kekayaan teknik jurus bela serang
pencak silat yang dimiliki. Gerakan bela serang ditampilkan secara
12
berencana, efektif, estetis mantap dan logis dalam sejumlah rangkaian seri
yang teratur, baik, bertenaga dan cepat maupun dalam gerakan lembut
penuh penjiwaan dengan tangan kosong maupun senjata dalam waktu 3
menit. Menurut Munas IPSI XII (2007: 2) katagori regu adalah
pertandingan pencak silat yang menampilkan 3 orang pesilat dari kubu
yang sama memperagakan kemahiran dalam jurus regu baku secara benar,
tepat, mantap, penuh penjiwaan dan kompak dengan tangan kosong serta
tunduk kepada ketentuan dan peraturan yang berlaku untuk katagori ini.
Menurut Johansah Lubis (2004: 35) Katagori tanding adalah
katagori pertandingan pencak silat yang menampilkan dua orang pesilat
dari kubu yang berbeda. Keduanya saling berhadapan menggunakan unsur
pembelaan dan serangan yaitu menangkis, mengelak, menyerang pada
sasaran dan menjatuhkan lawan menggunakan taktik dan teknik
bertanding, ketahanan stamina dan semangat juang, menggunakan kaidah
dan pola langkah yang memanfaatkan kekayaan jurus dalam mendapatkan
nilai terbaik.
Katagori tanding Menurut Agung Nugroho (2004 : 53-54) adalah
pertandingan pencak silat yang menampilkan 2 orang pesilat dari kubu
yang berbeda keduanya saling berhadapan menggunakan unsur
(menangkis, mengelak, menghindar, menangkap) menyerang pada sasaran
menjatuhkan lawan menggunakan teknik pola langkah untuk mendapat
nilai sebanyak- banyaknya dalam 3 babak. Katagori TGR merupakan
peragaan jurus-jurus yang menojolkan keindahan, kekompakan,
13
kebenaran, dan ketepatan waktu dalam peragaanya. Sedangkan katagori
tanding merupakan gabungan beberapa unsur menyerang, bertahan
menggunakan pola langkah guna mendapatkan nilai sebanyak –
banyaknya.
Menurut Munas IPSI XII (2007: 1) katagori tanding adalah
katagori pertandingan pencak silat yang menampilkan 2 dua orang pesilat
dari kubu yang berbeda keduanya saling berhadapan menggunakan unsur
pembelaan dan serangan yaitu menangkais, mengelak, mengena,
menyerang pada sasaran dan menjatuhkan lawan; menggunakan taktik dan
teknik bertanding, ketahanan stamina dan semangat juang, menggunakan
kaidah dan pola langkah yang memanfaatkan kekayaan teknik jurus
mendapat nilai terbanyak.
Pada kategori tanding, teknik pencak silat dalam upaya mencapai
hasil optimal biasa dilakukan dengan pukulan, tendangan, dan juga dengan
teknik sambut, guntingan atau jatuhan dengan tangkapan. Pembagian kelas
dalam kategori tanding menurut MUNAS IPSI XII (2007: 2), dibagi
menjadi empat golongan, yaitu golongan usia dini (9-12 th), golongan pra
remaja (12-14 th), remaja (14-17 th), dan golongan dewasa (17-35 th).
Untuk lebih jelasnya pembagian kelas dalam kategori pencak silat
berdasarkan umur dan berat badan adalah sebagai berikut:
14
1) Golongan Usia dini putra/ putri terdiri atas 8 kelas
Kelas A diatas 26 s.d 27 kg
Kelas B di atas 27 s.d 28 kg
Kels C di atas 28 s.d 29 kg
Kelas D di atas 29 s.d 30 kg
Kelas E di atas 30 s.d 31 kg
Kelas F di atas 31 s.d 32 kg
Kelas G di atas 32 s.d 33 kg
Kelas H di atas 33 s.d 34 kg
Demikian seterusnya dengan selisih satu kilogram sebanyak-
banyaknya 12 kelas untuk putera dan 8 kelas untuk puteri.
2) Golongan Pra Remaja putra dan putri terdiri atas 9 kelas
Kelas A diatas 28 s.d 30 kg
Kelas B di atas 30 s.d 32 kg
Kelas C di atas 32 s.d 34 kg
Kelas D di atas 34 s.d 36 kg
Kelas E di atas 36 s.d 38 kg
Kelas F di atas 38 s.d 40 kg
Kelas G di atas 40 s.d 42 kg
Kelas H di atas 42 s.d 44 kg
Kelas I di atas 44 s.d 46 kg
Demikian seterusnya dengan selisih satu kilogram sebanyak-
banyaknya 12 kelas untuk putera dan 8 kelas untuk puteri.
3) Golongan Remaja putra dan putri terdiri atas 9 kelas
Kelas A diatas 39 s.d 42 kg
Kelas B di atas 42 s.d 45 kg
Kels C di atas 45 s.d 48 kg
Kelas D di atas 48 s.d 51 kg
Kelas E di atas 51 s.d 54 kg
Kelas F di atas 54 s.d 57 kg
Kelas G di atas 57 s.d 60 kg
Kelas H di atas 60 s.d 63 kg
Kelas I di atas 63 s.d 66 kg
Demikian seterusnya dengan selisih tiga kilogram sebanyak-
banyaknya 12 kelas untuk putera dan 8 kelas untuk puteri.
15
4) Golongan Dewasa putra dan putri terdiri atas 10 kelas
Kelas A di atas 45 s.d 50 kg
Kelas B di atas 50 s.d 55 kg
Kelas C di atas 55 s.d 60 kg
Kelas D di atas 60 s.d 65 kg
Kelas E di atas 65 s.d 70 kg
Kelas F di atas 70 s.d 75 kg
Kelas G di atas 75 s.d 80 kg
Kelas H di atas 80 s.d 85 kg
Kelas I di atas 85 s.d 90 kg
Kelas J di atas 90 s.d 95 kg
Kelas Bebas diatas 95 s.d 110 kg
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam olahraga
pencak silat terdapat 4 katagori yaitu tanding, tunggal, ganda dan regu atau
beregu. Keempat katagori tersebut terdapat perbedaan dan kesamaanya,
perbedaan dari keempatnya yaitu masing-masing katagori berbeda dalam cara
membawakanya, jumlah orang dan cara kerjanya, namun semuanya
mempunyai tujuan yang sama yakni terdapat aspek pembelaan, serangan,
bantingan, kuncian dan juga seni dari pencak silat yang menunjukan olahraga
pencak silat merupakan warisan seni budaya bangsa.
3. Hakekat Latihan
a. Pengertian Latihan
Menurut Bompa (1994: 4) latihan adalah upaya seseorang
mempersiapkan dirinya untuk tujuan tertentu. Menurut Nossek (1982:
3) latihan adalah suatu proses atau dinyatakan dengan kata lain,
periode waktu yang berlangsung selama beberapa tahun sampai atlet
tersebut mencapai standar penampilan yang tinggi. Menurut
16
Sukadiyanto (2005: 1) menerangkan bahwa pada prinsipnya latihan
merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu
untuk meningkatkan kualitas fisik kemampuan fungsional peralatan
tubuh dan kualitas psikis anak latih. Menurut Harsono, (1988: 102)
mengatakan bahwa latihan juga bisa dikatakan sebagai sesuatu proses
berlatih yang sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang yang
kian hari jumlah beban latihannya kian bertambah.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
latihan merupakan suatu proses kegiatan olahraga yang dilakukan
secara sadar, sistematis, bertahap dan berulang-ulang, dengan waktu
yang relatif lama, untuk mencapai tujuan akhir dari suatu penampilan
yaitu peningkatan prestasi yang optimal. Agar latihan mencapai hasil
prestasi yang optimal, maka program/bentuk latihan disusun
hendaknya mempertimbangkan kemampuan dasar individu, dengan
memperhatikan dan mengikuti prinsip-prinsip atau azas-azas
pelatihan.
b. Prinsip Latihan
Untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan fisik,
serta efektifitas latihan dapat dicapai maka dalam pelaksanaanya harus
memperhatikan prinsip-prinsip latihan. Menurut Nossek (1995: 4)
prinsip latihan adalah garis pedoman atau latihan terorganisasi dengan
baik yang harus di gunakan. Prinsip-prinsip semacam ini
menunjukkan pada semua aspek dan kegiatan latihan. Untuk
17
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan fisik serta efektifitas
latihan dapat dicapai, maka dalam pelaksanaanya harus
memperhatikan prinsip-prinsip latihan.
Menurut Sukadiyanto (2005: 12-22), menjelaskan bahwa ada beberapa prinsip-prinsip latihan yang seluruhnya dapat dilaksanakan sebagai pedoman dalam satu kali tatap muka antara lain: a). Prinsip Kesiapan (readiness) b). Prisip Individual c). Prinsip Adaptasi d). Prisip Beban Lebih (Overload) e). Prinsip Progresif (peningkatan) f). Prinsip Spesifikasi (kekhususan) g). Prinsip Variasi h). Prinsip pemanasan dan pendinginan i). Prinsip Latihan Jangka Panjang (Long Term Training) j). Prinsip Berkebalikan (Reversibility) k). Prinsip Tidak Berlebihan (Moderat) l). Prinsip Sistematik Keberhasilan dalam mencapai prestasi tertinggi bagi seornaga
atlet banyak dipengaruhi oleh kesiapan program latihan, kemampuan
pelatih serta kemampuan fisik atlet. Untuk mencapai tujuan latihan
haruslah menganut prinsip-prinsip latihan. Prinsip-prinsip latihan
merupakan pedoman untuk menyusun program latihan yang
terorganisir dengan baik. Menurut Nossek (1995: 4) prinsip-prinsip
dalam latihan adalah terdiri dari:
1. Prinsip pembebanan (loading) sepanjang tahun latihan tersebut
2. Prinsip periodisasi dan penataan beban selama peredaran waktu
latihan tersebut
3. Prinsip hubungan antara persiapan yang bersifat umum dan khusus
dengan kemajuan spesialisasi
18
4. Prinsip pendekatan indivudal dan pembebanan individual
5. Prinsip hubungan terbaik antara kondisi fisik, teknik, taktik dan
intelektual (kecerdikan) termasuk kemauan.
Prinsip-prinsip tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Prinsip latihan sepanjang tahun
Karena sifat adaptasi atlet terhadap beban latihan yang
diterima adalah labil dan sementara, maka untuk mencapai suatu
prestasi maksimal, perlu ada latihan sepanjang tahun dan terus
menerus secara teratur, terarah, dan berkesinambungan. Terus
menerus dan berkesinambungan bukan berarti tidak ada istirahat
sama sekali. Agar dapat diketahui dengan jelas suatu latihan yang
sistematis, perlu ada periode-periode latihan.
2) Prinsip beban lebih
Beban latihan yang diberikan pada atlet harus cukup berat
dan diberikan berulang-ulang dengan intensitas yang cukup tinggi
sehingga merangsang adaptasi fisik terhadap beban latihan.
Kenaikan beban harus bertahap sedikit demi sedikit agar tidak
tejadi over training, dan proses adaptasi terhadap beban terjamin
keteraturannya.
3) Prinisp perkembangan menyeluruh
Prinsip perkembangan menyeluruh memberikan
kebebasan kepada atlet untuk melibatkan diri dalam berbagai aspek
kegiatan agar ia memiliki dasar yang kokohguna menunjang
19
ketrampilan khususnya kelak. Dengan melibatkan diri dalam
berbagai aktivitas, atlet mengalami perkembangan yang
komprehensif terutama dalam hal kondisi fisiknya seperti
kekuatan, daya tahan, kecepatan, kelincahan gerak dan sebagainya.
4) Prinsip individual
Setiap orang berbeda-beda baik fisik, mental, potensi,
karakteristik belajarnya, ataupun tingkat kemampuannya, karena
perbedaan-perbedaan tersebut harus diperhatikan oleh pelatih agar
di dalam memberikan beban dan dosis latihan, metode latihan,
serta cara berkomunikasi dapat sesuai dengan keadaan dan karakter
atlet sehingga tujuan prestasi dapat tercapai.
5) Prinsip interval
Prinsip interval sangat penting dalam merencanakan
latihan, karena berguna dalam pemulihan fisik dan mental atlet.
Dalam prinsip ini latihan-latihan yang dilakukan menggunakan
interval berupa waktu istirahat. Istirahat dapat dilakukan dengan
istirahat aktif maupun istirahat pasif. Perbandingan waktu kerja
atau latihan dengan waktu istirahat dapat pula menjadi beban
latihan untuk meningkatkan kemampuan fisik.
6) Prinsip tekanan
Prinsip tekanan atau stress menuntut latihan harus
menimbulkan kelelahan secara sungguh-sungguh baik kelelahan
lokal maupun kelelahan total jasmani dan rohani. Hal ini penting
20
untuk meningkatkan prestasi, beban yang berat berguna
meningkatkan kemampuan organisme, situasi dan kondisi yang
berat untuk menggembleng mental yang diperlukan dalam
menghadapi pertandingan-pertandingan, meskipun demikian
pemberian tekanan harus disesuaikan dengan kondisi atlet.
7) Prinsip kekhususan
Prinsip specifity menjelaskan bahwa substsnsi latihan
harus dipilih sesuai dengan cabang olahraganya, sehingga program
latihan harus didisain untuk menyesuaikan volume dan intensitas
latihan dengan tuntutan energi pada suatu cabang olahraga. Konsep
Prinsip Spesifity diterapkan pada latihan kecepatan secara
sederhana diartikan sebagai suatu susunan latihan dengan kualitas
yang tinggi (Payne, 1993 : 6).
Tujuan terbaik dalam penampilan akan tercapai apabila
bagian-bagian pokok latihan serupa dengan kondisi saat kompetisi.
Semakin spesifik latihan tersebut, semakin besar pengaruh yang
dicapai dalam penampilan.
Menurut Thomas dan Roger (2000:515) Prinsip terpenting
yang menjadi pertimbangan disini adalah prinsip specificity. Yang
dikenal juga sebagai Prinsip SAID (S = spesific, A = adaptation, I
= Impose, D = demands). Tuntutan program latihan harus cukup
untuk kekuatan adaptasi, dan adaptasi akan menjadi spesisifik
untuk tipe latihan yang ditampilkan. Jika atlet ingin lebih cepat,
21
maka harus bekerja lebih cepat, dimana tubuh akan beradaptasi
pada tingkat kerja yang lebih tinggi dan keluaran kekuatan yang
lebih tinggiatihan harus mempunyai bentuk dan ciri yang khusus
sesuai dengan sifat dan karakter masing-masing cabang olahraga.
4. Hakekat Sistem Energi
Menurut Sukadiyanto (2005: 33) ada dua macam sistem
metabolisme energi yang diperlukan dalam setiap aktivitas gerak manusia
yaitu: (1) sistem energi anaerob dan (2) sistem energi aerob. Kedua sistem
tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan secara mutlak selama aktivitas kerja
otot berlangsung. Karena sistem energi merupakan serangkaian proses
pemenuhan kebutuhan tenaga secara terus menerus berkesinambungan dan
saling silih berganti.
Menurut Bompa, (2000: 22-23) Adapun letak perbedaan diantara
kedua sistem energi dapat dilihat sebagai berikut:
Alaktik ATP-PC
Anaerobik
Laktik LA + O2
Sistem Energi
Aerobik O2
Gambar 1. Sistem Energi
22
a. Sistem Energi Anaerobik
Sistem energi anaerobik adalah serentetan reaksi kimiawi
yang tidak memerlukan oksigen (O2). Sistem energi anaerobik ini
dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) Sistem energi anaerobik
alaktik dan (2) Sistem energi anaerobik laktik. Sistem energi
anaerobik alaktik disediakan oleh sistem ATP-PC, sedangkan sistem
energi laktik disediakan oleh sistem asam laktat (Bompa, 2000: 22-
23). Selama dalam proses pemenuhan kebutuhan energi, sistem energi
anaerobik alaktik dan sistem energi laktik tidak memerlukan oksigen
(O2).
Pada setiap awal kerja otot kebutuhan energi dipenuhi oleh
persediaan ATP yang terdapat didalam sel otot (Fox, dkk, 1988: 14).
Artinya, semua energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi
tubuh berasal dari ATP, yang hanya mampu menopang kerja kira-kira
6 detik bila tidak ada sistem energi yang lain (Soekarman, 1991: 29).
Jumlah ATP yang disimpan di dalam sel otot sangat sedikit sehingga
olahragawan akan kehilangan energi dengan sangat cepat, apabila
melakukan latihan fisik dengan beban yang cukup berat dengan
demikian sistem energi ATP hanya dapat optimal untuk kerja jangka
pendek. Untuk itu diperlukan sistem energi yang lain agar kerja otot
mampu lebih lama lagi.
Otot dapat bekerja lebih lama lagi apabila sistem energi ATP
ditopang dengan sistem energi yang lain, yaitu pospho creatin (PC)
23
yang tersimpan di dalam sel otot. Dengan menggunakan sumber
energi pospho creatin dapat memperpanjang kerja otot lebih lama lagi,
hingga mencapai kira-kira 10 detik (Nossek, 1982: 71-72). Namun
apabila kerja otot harus berlangsung lebih lama lagi maka kebutuhan
energi yang diperlukan dipenuhi oleh sistem glikolisis anaerobik atau
asam laktat. Sistem glikolisis anaerobik mampu memperpanjang kerja
otot kira-kira 10 detik (Mc.Ardle, dkk, 1986: 348).
Proses terjadinya dari pembentukan ATP adalah dengan
pemecahan creatin dan posphat. Proses tersebut akan menghasilkan
energi yang dipakai untuk meresintesis ADP+P menjadi ATP, dan
selanjutnya akan dirubah lagi menjadi ADP+P yang menyebabkan
terjadinya pelepasan energi yang dibutuhkan untuk kontraksi otot.
Perubahan CP ke C+P tidak menghsilkan tenaga yang dapat dipakai
langsung untuk kontraksi otot, melainkan dipakai untuk meresintesis
ADP +P menjadi ATP.
b. Sistem Energi Aerobik
Sistem energi aerobik merupakan proses pemenuhan energi
yang terjadi dalam mitochondria, sehingga memiliki pengaruh lebih
lambat dan tidak dapat digunakan secara cepat Menurut Soekarman
(1991: 17) reaksi aerobik dapat dibedakan menjadi glikolisis aerobik,
siklus kreb, dan sistem transportasi elektron. Bila oksigen (O2) yang
digunakan mencukupi, maka 1 mole glycogen dapat dipecah secara
24
sempurna menjadi CO2 dan H2O serta mengeluarkan energi yang
cukup untuk meresintesa 39 mole ATP. Dengan demikian, selama
proses pemenuhan energi aerobik diperlukan oksigen (O2) sebanyak-
banyaknya untuk mempercepat terbentuknya energi kembali.
Selama berlangsungnya kerja atau kontraksi otot, asam laktat
yang terbentuk dalam sistem glikolisis anaerobik akan menurunkan
kadar pH dalam otot maupun darah. Terjadinya perubahan pH dalam
otot dan darah menyebabkan terhambatnya kerja enzim-enzirn dalam
sel tubuh (terutama dalam otot), sehingga menyebabkan kontraksi otot
bertambah lemah dan akhirnya mengalami kelelahan. Bila glikolisis
anaerobik terns berlangsung, maka otot tidak akan mampu bekerja
lagi. Untuk itu, diperlukan oksigen (O2) untuk membantu proses
regenerasi asam laktat menjadi sumber energy kembali.
Sistem energi aerobik digunakan untuk memulihkan ATP dan
menghasilkan energi selama kerja otot selanjutnya. Dalam proses
pemenuhan energi aerobik diperlukan oksigen (O2) untuk membantu
proses regenerasi asam laktat menjadi sumber energi. Oksigen (02)
yang diperoleh melalui sistem pemapasan digunakan untuk membantu
pemecahan senyawa glikogen dan karbohidrat (Fox, dkk, 1988: 22).
Adapun ciri-ciri dari sistem energi aerobik adalah: (1) intensitas kerja
sedang, (2) lama kerja lebih dari 3 menh, (3) irama kerja lancar dan
kontinyu, dan (4) selama aktivitas menghasilkan karbon dioksida dan
air (CO2 dan H2O).
25
Selama dalam pertandingan pencak silat, sistem energi
aerobik tetap diperlukan meskipun relatif kecil dibandingkan dengan
sistem energi anaerobik. Sistem energi aerobik merupakan landasan
untuk latihan sistem energi anaerobik. Selama aktivitas kerja otot
masih berlangsung, sistem energi tidak dapat dipisahkan secara
mutlak dikarenakan sistem energi merupakan serangkaian proses
pemenuhan tenaga secara terus menerus dan saling bergantian.
Adapun yang membedakan antara sistem energi anaerobik dan sistem
energi aerobik adalah tingkat ketergantungan terhadap oksigen selama
proses pemenuhan energi berlangsung.
Pesilat yang memiliki kemampuan aerobik memadai akan
mampu menerima beban latihan dengan intensitas tinggi. Kebugaran
aerobik diperlukan dalam pencak silat agar pesilat mampu merecovery
dengan cepat dan mampu menerima beban latihan lebih lama tanpa
adanya kelelahan yang berarti. Selain itu latihan aerobik akan
membantu menguatkan ligamenta, tendon, dan serabut-serabut otot
sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya cidera selama
latihan maupun pertandingan. Untuk itu, sistem energi aerobik perlu
diberikan pada pesilat sebagai landasan untuk melatih sistem energi
anaerobik.
Adapun ciri-ciri dari sistem energi aerobik menurut
Sukadiyanto (2005: 37) adalah: (1) intensitas kerja sedang (2) lama
kerja lebih dari 3 menit (3) lama kerja lancar dan kontinu (4) selama
26
aktivitas menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Pesilat
yang memiliki kemampuan aerobik memadai akan mampu menerima
beban latihan dengan intensitas tinggi. Kebugaran aerobik diperlukan
dalam pencak silat agar pesilat mampu merecofery dengan cepat dan
mampu menerima beban latihan lebih lama tanpa adanya kelelahan.
Untuk itu sistem energi aerobik perlu diberikan pada pesilat sebagai
landasan untuk melatih sistem energi anaerobic (Awan Hariono 2006:
31).
c. Sistem Energi Olahraga Pencak Silat
Pencak silat dalam kategori tanding adalah kategori
pertandingan pencak silat yang menampilkan dua orang pesilat dari
kubu yang berbeda, keduanya saling berhadapan menggunakan unsur
pembelaan dan serangan yaitu menangkis/ mengelak/ mengena/
menyerang pada sasaran dan menjatuhkan lawan; penggunaan taktik
dan teknik bertanding, ketahanan stamina dan semangat juang,
menggunakan kaidah dan pola langkah yang memanfatkan kekayaan
teknik jurus, mendapatkan nilai terbanyak. (Munas IPSI XII 2007: 1).
Menurut Awan Hariono Menurut Awan Hariono (2006: 30),
rata-rata waktu kerja pada saat melakukan fight dalam pertandingan
pencak silat diperlukan waktu kira-kira selama 3-5 detik. Bila pada
serangan terakhir (masing-masing pesilat melakukan 4 jenis serangan)
kaki dapat ditangkap oleh lawan dan tidak terjadi jatuhan, maka
akumulasi waktu yamg diperlukan selama proses tersebut menjadi 10
27
detik. Dengan demikian sistem energi yang diperlukan adalah sistem
energi anaerobik alaktik ATP-PC, sebab waktu kerja hanya
memerlukan waktu maksimal 10 detik. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri
sistem energi anaerobik alaktik yaitu: (1) intensitas kerja maksimal,
(2) lama kerja 10 detik (3) irama kerja eksplosif (4) aktivitas
menghasilkan adenosin diposphat (ADP+energi). (Sukadiyanto, 2005:
35).
Pertandingan pencak silat dilakukan dalam 3 babak dengan
waktu 2 menit bersih dalam setiap babak. Selama dalam pertandingan,
kurun waktu terjadinya fight rata-rata 14 kali dalam satu babak. Hal
ini menyebabkan kecenderungan adanya sisa pembakaran yang tidak
dapat diresintesis menjadi energi kembali untuk itu diperlukan sistem
energi anaerobik laktik agar kerja otot dapat berlangsung lebih lama
lagi. Dengan adanya bantuan dari sistem glikolisis anaerobik akan
dapat memperpanjang kerja otot kira-kira 120 detik. Adapun ciri-ciri
dari sistem energi anaerobik laktik menurut Sukadiyanto (2005: 35)
adalah sebagai berikut: (1) intensitas kerja maksimal (2) lama kerja
selama 10-120 detik (3) irama kerja eksplosif (4) aktivitas
menghasilkan asam laktat dan energi (Awan Hariono 2006: 30).
5. Hakekat Kondisi Fisik
Menurut M. Sajoto, (1988 : 57) Kondisi fisik adalah satu kesatuan
utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan begitu saja,
28
baik peningkatan maupun pemeliharaanya. Artinya bahwa di dalam usaha
peningkatan kondisi fisik, maka seluruh komponen tersebut harus
dikembangkan. Kualitas fisik sangat berpengaruh terhadap prestasi
seorang olahragawan untuk meraih prestasi sebab taknik, taktik dan mental
akan dapat dikembangkan lebih lanjut jika memiliki kualitas fisik yang
baik. Sasaran latihan fisik adalah meningkatkan meningkatkan kualitas
sistem otot dan kualitas sistem energi yakni melatih unsur gerak atau
biomotor, (Djoko Pekik I, 2002: 65).
a. Komponen Kondisi Fisik
Adapun komponen-komponen kondisi fisik dapat dikemukakan
sebagai berikut :
1) Ketahanan
Menurut Sukadiyanto (2002: 40) Ketahanan adalah
keadaan atau kondisi tubuh yang mampu untuk bekerja untuk
waktu yang lama, tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan
setelah menyelesaikan pekerjaan tersebut. Latihan daya tahan
memiliki pengaruh terhadap kualitas sistem kardiovaskuler,
pernafasan, dan sistem peredaran darah sehingga proses
pemenuhan energi selama aktivitas dapat berlangsung dengan
lancar.
Menurut Sukadiyanto (2002: 40) keuntungan bagi olahragawan yang memiliki ketahanan yang baik, di antaranya:
29
a) Menambah kemampuan untuk melakukan aktivitas gerak secara terus-menerus dengan intensitas tinggi dalam jangka waktu lama
b) Menambah kemampuan untuk memperpendek waktu pemulihan (recovery)
c) Menambah kemampuan menerima beban latihan yang lebih berat dan bervariasi.
Menurut Cooper, K H.(1983 : 98) Pada dasarnya, ada dua
macam ketahanan, yaitu :
a) Ketahanan aerobik adalah kemampuan untuk melakukan
aktivitas jangka panjang (dalam hitungan menit sampai jam)
yang bergantung pada sistem O2-ATP untuk memasok
persediaan energi yang dibutuhkan selama aktivitas. Seseorang
dengan kapasitas aerobik yang baik, memiliki jantung yang
efisien, paru-paru yang efektif, peredaran darah yang baik pula,
yang dapat mensuplai otot-otot sehingga yang bersangkutan
mampu bekerja secara terus-menerus tanpa mengalami
kelelahan yang berlebihan (Sadoso, 2002). Daya tahan jantung
paru dapat diukur melalui kadar VO2max yang dicapai,
sehingga jika kadar VO2max yang dicapai sesuai target maka
dapat memenuhi salah satu syarat kebugaran yang optimal.
Menurut Brian Makenzie (2005: 28) multistage / Bleep
test adalah suatu tes yang berfungsi untuk mengetahui
perkembangan dan besarnya VO2 Maximum pada seorang atlet.
Peserta tes melakukan lari pulang-pergi antara titik (A dan B)
yang berjarak 20 meter mengikuti aba-aba yang ada dalam
30
rekaman (tape/cd) sampai ia tidak mampu lagi mengikuti aba-
aba tersebut. Setelah tidak mampu lagi (berhenti) pada saat level
tertentu , VO2 makximum dapat diketahui dengan melihat tabel
yang menunjukan level berlari dan VO2 Maximum.
VO2max adalah derajat metabolisme aerob maksimum
dalam aktivitas fisik dinamis yang dapat dicapai seseorang.
Sedangkan menurut Thoden (dalam Sukarman, 1992), yang
dimaksud dengan VO2max adalah: “Daya tangkap aerobik
maksimal menggambarkan jumlah oksigen maksimum yang
dikonsumsi per satuan waktu oleh seseorang selama latihan atau
tes, dengan latihan yang makin lama makin berat sampai
kelelahan. Ukurannya disebut VO2max. VO2max adalah
ambilan oksigen (oxygen intake) selama upaya maksimal”; dan
menurut Costill, ( dalam Maglischo, 1982), bahwa kapasitas
kerja fisik dinamis yang dapat dilakukan dalam waktu yang
lama dapat diukur dari konsumsi oksigen maksimalnya
(VO2max atau maximal oxygen uptake)”. VO2max adalah suatu
indikator yang baik dari capaian daya tahan aerobik. Individu
yang terlatih dengan VO2max yang lebih tinggi akan cenderung
dapat melaksanakan lebih baik di dalam aktivitas daya tahan
dibanding dengan orang-orang yang mempunyai VO2max lebih
rendah untuk aktivitas daya tahan aerobik. Pengukuran
banyaknya udara atau oksigen disebut VO2 max. V berarti
31
volume, O2 berarti oksigen, Max berarti maksimum, dengan
demikian VO2max berarti volume oksigen tubuh yang dapat
digunakan saat bekerja sekeras mungkin. Hal ini memberikan
indikasi bagaimana tubuh menggunakan oksigen pada saat
melakukan pekerjaan misalnya sewaktu olahraga otot harus
menghasilkan energi satu proses dimana oksigen memegang
suatu peranan penting. Lebih banyak oksigen digunakan berarti
lebih besar kapasitas menghasilkan energi dan kerja yang berarti
daya tahan akan lebih besar. Mereka yang mempunyai VO2max
yang tinggi dapat melakukan lebih banyak pekerjaan sebelum
menjadi lelah, dibandingkan dengan mereka yang mempunyai
VO2max yang lebih rendah. (Cooper, K H.1983 : 103).
Wiesseman (dalam Kuntaraf, 1992 : 78 ) akhli Kesehatan
Masyarakat dari Universitas Loma Linda menyebutkan lima faktor
yang menentukan VO2max seseorang yaitu: jenis kelamin, usia,
keturunan, komposisi tubuh, dan latihan
1) Jenis kelamin. Setelah masa pubertas wanita dalam usianya
yang sama dengan pria umumnya mempunyai konsumsi
oksigen maksimal yang lebih rendah dari pria.
2) Usia. Setelah usia 20-an VO2 max menurun dengan
perlahan- lahan. Dalam usia 55 tahun, VO2max lebih
kurang 27 % lebih rendah dari usia 25 tahun. Dengan
32
sendirinya hal ini berbeda dari satu dengan orang yang lain.
Mereka yang mempunyai banyak kegiatan VO2 max akan
menurun secara perlahan.
3) Keturunan. Seseorang mungkin saja mempunyai potensi
yang lebih besar dari orang lain untuk mengkonsumsi
oksigen yang lebih tinggi, dan mempunyai suplai pembuluh
darah kapiler yang lebih baik terhadap otot-otot,
mempunyai kapasitas paru-paru yang lebih besar, dapat
mensuplai haemoglobin dan sel darah merah yang lebih
banyak dan jantung yang lebih kuat. Dilaporkan bahwa
konsumsi oksigen maksimum bagi mereka yang kembar
identik sangat sama.
4) Komposisi tubuh. Walaupun VO2max dinyatakan dalam
beberapa milliliter oksigen yang dikonsumsi per kg berat
badan, perbedaan komposisi tubuh seseorang menyebabkan
konsumsi yang berbeda. Misalnya tubuh mereka yang
mempunyai lemak dengan persentasi tinggi mempunyai
konsumsi oksigen maksimum yang lebih rendah. Bila tubuh
berotot kuat, VO2max akan lebih tinggi. Sebab itu, jika
dapat mengurangi lemak dalam tubuh, konsumsi oksigen
maksimal dapat bertambah tanpa tambahan latihan.
5) Latihan/olahraga. Kita dapat memperbaiki VO2max dengan
olahraga atau latihan. Dengan latihan daya tahan yang
33
sistematis, akan memperbaiki konsumsi oksigen maksimal
dari 5% sampai 25%. Penelitian menunjukan bahwa laki-
laki usia 65-74 tahun dapat meningkatkan VO2max sekitar
18 % setelah berolahraga secara teratur selama 6 bulan.
Menurut Astrand (1986 : 82), faktor fisiologis yang
mempengaruhi daya tahan jantung-paru antara lain: faktor genetik,
usia, jenis kelamin, dan aktivitas latihan. Dari penelitian didapat
kesimpulan bahwa: VO2max 93,4% ditentukan oleh factor genetik,
selebihnya adalah oleh latihan. Oleh karena itu VO2max seseorang
dapat ditingkatkan; paling tidak daya tahan aerobik dapat
meningkat antara 6-20% dengan pelatihan atletik, yaitu dengan
melakukan jalan, jogging, ataupun lari. Peningkatan VO2max yang
lebih besar pada umumnya adalah terhadap individu yang tidak
terlatih. Sedangkan pada orang yang latihannya teratur dan pada
atlet yang banyak mempergunakan daya tahan, maka peningkatan
VO2max nya kecil.
Dengan demikian daya tahan sangat diperlukan dalam
cabang olahraga pencak silat. Oleh karena pesilat yang memiliki
kemponen daya tahan yang baik, selain mampu bekerja lebih lama
dan tidak mudah mengalami kelelahan juga dapat lebih cepat dalam
merecovery dirinya. Dalam hal ini ada dua macam daya tahan
yaitu:
34
a) Daya Tahan Umum
Daya Tahan umum adalah kemampuan seseorang dalam
mempergunakan sistem jantung, paru-paru, dan peredaran
darah secara efektif dan efisien untuk menjalankan kerja otot
dengan insensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama
(M.Sajoto,1995: 8)
b) Daya Tahan Otot
Daya Tahan Otot adalah kemampuan seseorang dalam
mempergunakan ototnya berkontraksi secara terus menerus
dalam waktu yang relatif lama dengan beban tertentu (M.
Sajoto,1995: 8)
Menurut Levinsohn dan Simon yang dikutip oleh
Awan Hariono (2006: 47) berdasarkan pada predominan sistem
energi yang digunakan, ketahanan dibedakan menjadi dua,
yaitu: (1) Ketahanan aerobik, yaitu kemampuan jantung dan
sistem pernapasan dalam mencukupi oksigen pada otot untuk
membakar glycogen agar menjadi sumber energi; dan (2)
Ketahanan anaerobik (laktik dan alaktik), yaitu proses
pemenuhan kebutuhan tenaga di dalam tubuh untuk membakar
glycogen agar menjadi sumber tenaga tanpa adanya bantuan
oksigen dari luar.
35
2) Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan kondisi fisik seseorang
tentang kemampuannya dalam mempergunakan otot untuk
menerima beban sewaktu bekerja (M. Sajoto,1995 : 5). Sedangkan
menurut Harsono (1988: 176) kekuatan adalah Kemampuan otot
untuk membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan.
Menurut Awan Hariono (2006: 54) manfaat dari latihan
kekuatan, di antaranya untuk meningkatkan kemampuan otot dan
jaringan, mengurangi dan menghindari terjadinya cidera,
meningkatkan prestasi, terapi dan rehabilitasi cedera pada otot, dan
membantu dalam penguasaan teknik. Menurut Sukadiyanto (2002:
62) tingkat kekuatan di antaranya dipengaruhi oleh keadaan:
panjang pendeknya otot, besar kecilnya otot, jauh dekatnya titik
beban dengan titik tumpu, tingkat kelelahan, dominasi jenis otot
merah atau putih, potensi otot, pemanfaatan potensi otot, dan
kemampuan kontraksi otot.
Menurut Harsono (1988:177) kekuatan otot adalah
komponen yang sangat penting guna meningkatkan kondisi fisik
secara keseluruhan, hal ini disebabkan, yaitu :
1) Kekuatan merupakan daya penggerak setiap aktivitas fisik.
2) Kekuatan memegang peranan yang penting dalam melindungi
atlet/orang dari kemungkinan cedera.
36
3) Adanya kekuatan atlet akan dapat lari lebih cepat, melempar
atau menendang lebih jauh dan lebih efisien, memukul lebih
keras, demikian pula dapat membantu memperkuat stabilias
sendi-sendi.
4) Kecepatan
Kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk
mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya seperti lari cepat, pukulan
dalam tinju, balap sepeda dan lain-lain (Sajoto,1995: 9). Dengan
kata lain kecepatan merupakan kemampuan seseorang untuk
menjawab rangsang dengan bentuk gerak atau serangkaian gerak
dalam waktu secepat mungkin (Sukadiyanto, 2002: 108).
Kecepatan mengandung unsur adanya jarak tempuh dan
waktu tempuh terhadap rangsang yang muncul. Untuk itu
kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan gerak
atau serangkaian gerak secepat mungkin sebagai jawaban terhadap
rangsang. Dengan demikian, kecepatan merupakan kualitas
kondisional yang memungkinkan seseorang untuk melakukan
gerakan dan bereaksi secara cepat terhadap rangsang.
Perwujudan dari kecepatan dalam olahraga pencak silat
adalah pada saat pesilat melakukan serangkaian gerakan teknik,
baik pukulan, tendangan, hindaran, elakan, tangkisan maupun
37
jatuhan. Oleh karena itu, delapan arah penjuru mata angin dalam
berlari memiliki arti yang sama pentingnya dalam pencak silat.
Untuk itu dalam mengembangkan kecepatan pada atlet pencak
silat, arah dan jarak yang digunakan harus disesuaikan dengan
kebutuhan yang realistis selama dalam pertandingan (Awan
Hariono, 2006: 69).
Pada urnumnya pengelompokan kecepatan terbagi dalam
dua jenis, yaitu kecepatan reaksi dan kecepatan gerak. Menurut
Sukadiyanto (2002: 109) kecepatan reaksi dibedakan menjadi
kecepatan reaksi tunggal dan reaksi majemuk. Kecepatan gerak
adalah kemampuan seseorang dalam melakukan gerak atau
serangkaian gerak dalam waktu secepat mungkin. Lebih lanjut
kecepatan gerak dapat dibedakan menjadi kecepatan gerak siklus
dan kecepatan gerak non siklus. Kecepatan gerak siklus atau sprint
adalah kemampuan sistem neuromuskuler untuk melakukan
serangkaian gerak dalam waktu sesingkat mungkin. Sedangkan
kecepatan gerak non siklus adalah kemampuan sistem
neuromuskuler untuk melakukan gerak tunggal dalam waktu
sesingkat mungkin.
Dalam pertandingan pencak silat, kedua jenis kecepatan
tersebut sangat diperlukan untuk melakukan setiap gerak teknik.
Untuk itu, kedua jenis kecepatan gerak tersebut harus dilatihkan
meskipun lebih didominasi pada kecepatan gerak non siklus.
38
5) Fleksibilitas
Fleksibilitas adalah efektivitas seseorang dalam
penyesuaian diri untuk segala aktivitas pengeluaran tubuh yang
luas. Hal ini akan sangat mudah ditandai untuk memperbaiki
kelenturan dan memelihara kelenturan tubuh maka kita harus
menggerakan persendian kita pada daerah yang maksimal secara
teratur (Sadoso Sumarsono, 1992:21)
Fleksibilitas pada dasarnya mencakup dua hal yang saling
berhubungan, yaitu kelentukan dan kelenturan. Kelentukan terkait
erat dengan kcadaan tulang dan persendian. Kelenturan terkait erat
dengan tingkat elastisitas otot, tendo, dan ligamenta.
Komponen biomotor fleksibilitas merupakan unsur yang
penting dalam pembinaan olahraga prestasi, sebab sangat
berpengaruh terhadap komponen biomotor yang lain. Untuk itu,
fleksibilitas merupakan unsur dasar yang harus ditingkatkan
terutama pada atlet usia muda. Pada atlet dewasa, fleksibilitas
harus tetap dipelihara agar tetap baik melalui latihan peregangan
Menurut Awan Hariono (2006: 100) beberapa keuntungan pesilat bila memiliki kemampuan fleksibilitas yang baik, di antaranya adalah: 1) Memudahkan pesilat dalam menampilkan berbagai
kemampuan gerak dan keterampilan 2) Menghindarkan pesilat dari kemungkinan akan
terjadinya (mendapatkan) cedera saat melakukan aktivitas fisik
3) Memungkinkan pesilat untuk dapat melakukan gerak yang ekstrim
4) Memperlancar aliran darah sehingga sampai pada serabut otot.
39
Komponen fisik biasanya sering dilupakan dan diabaikan
oleh para pelatih, sehingga masih banyak para atlet yang
melakukan latihan ini tidak dengan baik karena pelatih tidak
mengingatkan atau tidak memberikan bantuan untuk melakukan
gerakan kelentukan dan kelenturan. Tugas pelatih adalah
memberikan latihan secara komprehensif, seperti latihan
fleksibilitas ini. Berikut gambaran tentang pengetahuan
fleksibilitas manfaat dan bentuk-bentuk latihanya.
a) Manfaat Latihan Kelentukan :
Latihan kelenturan otot dan kelentukan persendian
selain untuk memperluas ruang gerak persendian, kelenturan
dan kelentukan bermanfaat untuk mengurangi/menghindari
cedera, dan juga membantu gerak koordinasi teknik menjadi
lebih baik dengan tenaga yang efesien.
b) Bentuk-bentuk Latihan Kelentukan :
Secara garis besar menurut Stone dan Kroll (1991: 61) ada
tiga macam bentuk peregangan (stretching), yaitu (1) balistik, (2)
statis, dan (3) dibantu oleh pasangannya (alat). Sedangkan menurut
Hinson (1995: 8) ada empat macam peragangan, yaitu: (1) Statis, (2)
Dinamis, (3) Propioceptive Neuromuskiilar Facilitation (PNF), dan (4)
Balistik.
40
a. Peregangan Balistik
Menurut Bowers dan Fox (1992: 245) peregangan
balistik memiliki bentuk yang sama dengan senam calisthenics,
yaitu bentuk dari peregangan pasif yang dilakukan dengan
cara gerakan yang aktif. Adapun ciri dari peregangan balistik
adalah gerakan dilakukan secara aktif dengan cara dipantul-
pantulkan (Bompa, 2000: 32). Artinya, gerakan untuk otot
yang sama dan pada persendian yang sama dilakukan secara
berulang-ulang. Sebagai contoh pada gerakan mencium lutut
yang dilakufc» berulang-ulang, dengan posisi duduk kedua
tungkai lurus ke depan, saat kedua tangan berusaha meraih
kedua ujung kaki (mencium lutut tetap lurus menempel di
lantai. Gerakan mencium lutut dengan cara dipantul-pantul
dari perlahan hingga cepat, dengan luas ruang gerak
persendian punggung kira-kira hanya mencapai 80%.
b. Peregangan Statis
Hinson (1995: 8) Peregangan statis adalah gerakan
peregangan pada otot-otot yang dilakukan secara perlahan-
lahan hingga terjadi ketegangan dan mencapai rasa nyeri
atau tidak nyaman (discomfort zone) pada otot tersebut.
Untuk selanjutnya posisi pada saat rasa tidak nyaman
lersebut dipertahankan untuk beberapa saat. Adapun lama
waktu untuk menahan posisi tidak nyaman tersebut seperti
41
telah dikemukakan dalam prinsip latihan peregangan.
Sasaran pada peregangan statis adalah untuk meningkatkan
dan memelihara kelenturan (elastisitas) otot-otot yang
diregangkan. Selanjutnya nanti akan disajikan beberapa
contoh gambar peregangan yang statis.
c. Peregangan Dinamis
Hinson (1995: 8) Peregangan dinamis adalah
gerakan peregangan yang dilakukan dengan melibatkan
otot-otot dan persendian. Gerakan peregangan dinamis
dilakukan secara perlahan dan terkontrol (terkendali)
dengan pangkal gerakannya adalah pada persendian. Oleh
karena itu kunci dan penekanan pada peregangan dinamis
adalah pada cara gerakannya yang dilakukan secara
perlahan dan terkontrol tersebut. Adapun yang dimaksud
dengan gerakan perlahan, yaitu dilakukan dengan cara yang
halus dan tidak menghentak-hentak. Sedangkan gerakan
yang terkontrol, artinya gerakan yang dilakukan hingga
mencapai seluas ruang gerak dari persendian yang dikenai
latihan
Sasaran dari peregangan dinamis adalah untuk
memelihara dan meningkatkan kelentukan persendian,
tendo, ligamenta, dan otot. Adapun perbedaan yang terjadi
antara peregangan statis dan dinamis, terutama pada cara
42
melakukan gerakannya dan sasaran yang dikenai dalam
latihan. Gerakan pada peregangan statis setelah mencapai
rasa nyeri (tidak nyaman) dipertahankan dalam beberapa
waktu. Jadi peregangan yang dilakukan secara statis.
Sedangkan pada peregangan dinamis adalah sebaliknya,
yaitu diregang-regangkan secara aktif seluas ruang gerak
persendian yang dilatihkan.
Sasaran pada peregangan statis adalah kelenturan
(elastisitas) otot, sedangkan pada peregangan dinamis
adalah kelentukan persendian. Oleh karena itu kedua jenis
peregangan tersebut cocok digunakan sebagai metode
latihan fleksibilitas. Untuk selanjutnya nanti akan disajikan
beberapa contoh gambar peregangan yang dinamis.
d. Peregangan Propioceptive Neuromuscular Facilitation
(PNF).
Pada peregangan cara PNF ini diperlukan adanya
bantuan dari orang lain (pasangan) atau menggunakan
peralatan lain untuk memudahkan gerakan peregangan agar
mencapai target. Bantuan dari orang lain atau peralatan
bertujuan untuk membantu meregangkan otot hingga
mencapai posisi statis dan dapat mempertahankan posisinya
dalam beberapa waktu. Dengan demikian orang yang
melakukan peregangan. otot-ototnya akan melawan gaya
43
dari pasangan (peralatan yang dipakai) dalam bentuk
kontraksi otot secara isometrik. Untuk itu sasaran otot yang
diregangkan dengan cara PNF bersifat antagonis
(berlawanan). (Hinson , 1995: 9)
6) Power
Power merupakan perpaduan dua unsur komponen kondisi
fisik yaitu kekuatan dan kecepatan. Berkaitan dengan power,
Sajoto (1988: 17) menyatakan bahwa, “daya ledak otot atau
muscular power adalah kemampuan seseorang untuk melakukan
kekuatan maksimum dengan usaha yang dikerjakan dalam waktu
yang sependek-pendeknya, sebagai contoh vertical jump, shot put,
standing board jump, dan gerakan lainnya.
Menurut Suharno, (1985: 33) mendefinisikan power
sebagai “Kemampuan sebuah otot atau segerombolan otot untuk
mengatasi tahanan sebagai beban dengan kecepatan tinggi dalam
suatu gerakan yang utuh”. Dalam hal ini dinyatakan bahwa daya
otot adalah perkalian antara kekuatan dan kecepatan”. Menurut
Harsono (1988: 200), power adalah kemampuan otot untuk
mengerahkan kekuatan maksimum dalam waktu yang sangat cepat.
Unsur fisik power mempunyai fungsi atau kegunaan
antara lain untuk mengembangkan taktik bertanding dengan tempo
44
cepat dan dan gerak mendadak, memantapkan mental bertanding
pesilat. Lebih lanjut Harsono (1988: 200) menyatakan bahwa:
“Power itu penting terutama untuk cabang-cabang olahraga dimana atlet harus mengerahkan tenaga yang eksplosif. Seperti dalam nomor lempar dalam atletik, cabang olahraga yang ada akkselerasi (percepatan) seperti balap sepeda, renang, mendayung. Kecuali itu power juga perlu untuk memukul seperti dalam olahraga tinju, karate, bola voli, dan bulu tangkis”.
Berdasarkan batasan atau definisi di atas dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa power pada dasarnya adalah kemampuan
seseorang untuk mengerahkan kekuatan secara maksimal dalam
waktu yang sependek-pendeknya atau sesingkat-singkatnya. Dari
hal tersebut dapat dirumuskan bahwa power otot tungkai
merupakan kemampuan otot atau sekelompok otot tungkai dalam
mengatasi tahanan beban atau dengan kecepatan tinggi dalam satu
gerakan yang utuh.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa power sangat penting
dalam olahraga pencak silat yakni dalam menggunakan teknik
tendangan dan pukulan harus dilakukan dengan cepat dan kuat
(eksplosif) sehingga mempersulit lawan dalam melakukan elakan,
hindaran, tangkisan, ataupun tangkapan
7) Kelincahan
Kelincahan merupakan perpaduan dari unsure kecepatan,
fleksibilitas, dan koordinasi. Dengan demikian, jika latihan yang
45
melibatkan komponen kecepatan dan fleksibilitas tentu telah
mencakup kelincahan (Sukadiyanto, 2005: 56).
Oxendine (1968) menyatakan bahwa kelincahan adalah
kecepatan dalam mengubah arah dan posisi tubuh. Disimpulkan
bahwa atlet yang lincah adalah atlet yang mempunyai kemampuan
untuk mengubah arah dan posisi tubuh dengan cepat dan tepat pada
waktu sedang bergerak, tanpa kehilangan keseimbangan dan
kesadaran akan posisi tubuh (Harsono, 1994: 172).
Joko Subroto (1994: 36) menyatakan bahwa kualitas
kelincahan (ketangkasan) tergantung pada faktor kekuatan,
kecepatan, tenaga ledak otot, kecepatan reaksi, keseimbangan, serta
koordinasi dari faktor-faktor tersebut. Dalam olahraga perorangan
seperti pencak silat kelincahan memegang peranan yang sangat
penting
Kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk
mengubah posisi di arena tertentu. Seseorang mampu mengubah
satu posisi yng berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi
yang baik berar ti kelincahan cukup baik (Sajoto,1995:9). Dengan
demikian kelincahan dalam pencak silat merupakan kemampuan
pesilat untuk bergerak cepat dengan posisi yang tepat (benar) dan
memberikan landasan yang kokoh saat melakukan serangan
maupun belaan. Oleh karena gerak teknik lawan sulit untuk
46
diprediksi sebelumnya, yang kemungkinan melakukan serangan
dengan pukulan, tendangan, atau bahkan sapuan bawah.
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kondisi Fisik
1) Faktor Latihan
Latihan adalah proses yang sistematis dan berlatih atau
bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan penambahan
beban latihan atau pekerjaan. Untuk penambahan beban latihan
harus memenuhi prinsip-prinsip yang sesuai dengan tujuan latihan.
Prinsip-prinsip beban latihan dilakukan agar pemberian dosis
latihan dapat dilaksanakan secara tepat dan tidak merusak atlet
(Harsono, 1988: 101).
Selain penambahan beban latihan frekuensi latihan juga
harus diperhatikan untuk meningkatkan prestasi atlet. Frekuensi
latihan yang baik dilakukan empat kali dalam seminggu agar atlet
tidak mengalami kelelahan yang kronis. Dalam olahraga prestasi
latihan harus mempunyai tujuan yang pasti, mempunyai prinsip
latihan serta berpengaruh terhadap cabang olahraga yang
diikutinya, bahkan ada pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan latihan adalah peningkatan prestasi yang maksimal,
peningkatan kesehatan dan peningkatan kondisi fisik. (Harsono,
1988: 101).
47
2) Faktor Istirahat
Tubuh akan merasa lelah setelah melakukan aktivitas, hal
ini disebabkan oleh pemakaian tenaga untuk aktivitas yang
bersangkutan. Untuk mengembalikan tenaga yang dipakai,
diperlukan istirahat. Dengan istirahat tubuh akan menyusun
kembali tenaga yang hilang. Istirahat harus diatur sedemikian rupa
untuk mengatur antara istirahat dengan aktivitas yang dilakukan.
Istirahat yang paling baik adalah tidur, dengan tidur diharapkan
kondisi fisik yang lelah akan merasa bugar kembali.
3) Faktor Kebiasaan Hidup Sehat
Kondisi fisik yang baik harus didukung kesegaran jasmani
yang baik pula. Dengan kebiasaan hidup yang sehat maka
seseorang akan jauh dari segala bibit penyakit yang menyerang.
Dalam kehidupan kita sehari-hari harus memperhatikan dan
menerapkan cara hidup sehat antara lain:
a) Makanan yang dikonsumsi harus mengandung empat sehat
lima sempurna.
b) Menghindari rokok dan minuman keras dan selalu menjaga
kebersihan pribadi dan kebersihan Iingkungan.
4) Faktor Lingkungan
Lingkungan adalah tempat dimana seseorang itu tinggal
dalam waktu yang lama, dalam hal ini menyangkut lingkungan
fisik serta sosial, mulai dari lingkungan perumahan, lingkungan
48
pekerjaan daerah tempat tinggal dan sebagainya. Kualitas
kesehatan seseorang dapat dilihat dengan keadaan status kesegaran
jasmaninya, keadaan lingkungan yang bersih.
5) Faktor Makanan dan Gizi
Untuk memperbaiki makanan seseorang atau atlet sesuai
dengan tenaga yang dibutuhkan selama latihan atau melakukan
suatu aktivitas. Untuk seorang atlet membutuhkan 25-35% lemak,
15% protein , 50-60% hidrat arang dan vitamin serta mineral
lainnya. Jadi untuk pembinaan kondisi fisik dibutuhkan banyak
makanan yang mengandung gizi yang mengadung unsur-unsur:
protein, lemak, garam-garam mineral, vitamin dan air.
6. Komponen Fisik Dominan Pencak Silat
Prestasi merupakan gabungan dari kualitas fisik, teknik,
taktik dan kematangan psikis atau mental, sehingga aspek tersebut
perlu dipersiapkan secara menyeluruh, sebab satu aspek akan
menentukan aspek lainnya.
Fisik merupakan pondasi dan prestasi dari olahragawan,
karena teknik, taktik, dan mental akan dapat dikembangkan dengan
baik jika memiliki kualitas fisik yang baik. Seoarang atlet yang akan
mengembangkan ketrampilannya dari teknik dasar ke teknik yang
lebih tinggi perlu bekal fisik lebih yang cukup, contoh atlet pesilat
yang akan berlatih teknik tendangan balik ataupun counter sabit
49
memerlukan fisik yakni power yang memadai. Seperti yang
dikemukakan terdahulu bahwa sasaran latihan fisik adalah
meningkatkan kualitas sistem otot dan kualitas sistem energi yakni
dengan melatih unsur gerak atau biomotor.
Pencak silat merupakan olahraga body contact yang
kemungkinan terjadinya cedera pada saat bertanding sangat besar.
Untuk itu pesilat di harapkan memiliki kualitas fisik, teknik, taktik
dan psikis yang baik. Kualitas fisik antara lain ditentukan oleh
kebugaran otot dan kebugaran energi. Kemampuan biomotor yaitu
kekuatan, ketahanan, kecepatan, fleksibilitas, dan koordinasi.
Sedangkan kebugaran energi mencakup sistem energi aerobik dan
anaerobik, untuk kualitas psikis antara lain dipengaruhi oleh faktor
motifasi, konsentrasi, kecemasan, dan ketegangan.
Biomotor adalah kemampuan gerak manusia yang
dipengaruhi oleh kondisi sistem-sistem organ dalam, diantaranya
adalah sistem neuromuskuler, pernafasan, pencernaan, peredaran
darah, energi, tulang, dan persendian (Sukadiyanto, 2002: 35).
Menurut Bompa (1994: 7), komponen dasar biomotor olahragawan
meliputi kekuatan, kecepatan, ketahanan, koordinasi, fleksibilitas.
Adapun komponen lain yang merupakan gabungan dari beberapa
komponen sehingga membentuk satu peristilahan sendiri diantaranya
adalah power dan kelincahan. Power merupakan gabungan dari
50
kekuatan kali kecepatan, sedangkan kelincahan adalah gabungan dari
kecepatan dan koordinasi.
Secara garis besar komponen biomotor dipengaruhi oleh
kebugaran energi dan otot. Kebugaran energi adalah komponen
sumber energi yang menyebabkan terjadinya gerak, yang terdiri atas
kapasitas aerobik dan anaerobik. Sedangkan kebugaran otot adalah
keseluruhan dari komponen-komponen biomotor yang meliputi
kekuatan, ketahanan, kecepatan, power, kelentukan, keseimbangan
dan kelincahan, (Sharkey, 1986 : 74).
Komponen biomotor yang diperlukan dalam pencak silat
diantaranya adalah kekuatan, ketahanan, kecepatan, koordinasi, dan
fleksibilitas. Namun demikian bukan berarti komponen biomotor yang
lain tidak diperlukan dalam pencak silat, misalnya pada biomotor
seperti power, stamina, keseimbangan, kelincahan ini merupakan
perpaduan dari komponen-komponen dari biomotor. Dengan
demikian kemampuan komponen biomotor sangat diperlukan dalam
olahraga pencak silat agar pesilat mampu berprestasi secara optimal
(Awan Hariono, 2006 : 41).
51
B. PENELITIAN RELEVAN
Kajian hasil penelitian yang relevan tentang tingkat kebugaran
jasmani dapat disajikan dari :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Agung Nugroho dan Nur Rohmah
Muktiani (2003), dengan judul “Standarisasi Status Kondisi Pesilat
Nasional”. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dan
pengambilan data menggunakan tes dan pengukuran. Hasil peneltian ini
adalah tersusun: (1) skor baku VO2 maks pesilat putera dan puteri; (2)
skor baku push up pesilat putera dan puteri; (3) skor baku sit up pesilat
putera dan puteri ; (4) skor baku squat jump pesilat putera dan puteri; (5)
skor baku shutle run pesilat putera dan puteri; (6) skor baku lari sprint 50
meter pesilat putera dan puteri; (7) skor baku lari sprint 300 meter pesilat
putera dan puteri.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Faizun Ashar (2006), dengan judul
"Survai Kondisi Fisik Atlet Pencak silat Tapak Suci 13-18 Tahun di
Kecamatan Wanadadi Kabupaten Banjarnegara Tahun 2006”. Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif dan pengambilan data dengan cara
survai menggunakan tes dan pengukuran. Hasil penelitian serangkaian
tes menunjukan kemampuan fisik dapat diperoleh bahwa tes lari 30
meter (baik), tes sit-up (sedang), tes pull-up dan BST (sedang), tes
duduk pada tembok (kurang), tes loncat dada (sedang), tes lari bolak-
balik 4x5 meter (baik), tes duduk berlunjur dan meraih (baik), dan tes
52
lari 15 menit (sedang). Jadi sebagian besar kondisi fisik dalam kategori
sedang yaitu 76,93 %.
C. KERANGKA BERFIKIR
Kondisi fisik adalah satu kesatuan utuh dari komponen-komponen
yang tidak dapat dipisahkan begitu saja, baik peningkatan maupun
pemeliharaannya. artinya bahwa didalam usaha peningkatan kondisi fisik,
maka seluruh komponen tersebut harus dikembangkan, walaupun disana-sini
dilakukan dengan sistem prioritas sesuai keadaan atau status yang dibutuhkan
tersebut, maka perlu diketahui selanjutnya adalah bagaimana seorang atlet
dapat diketahui status dan keadaan kondisi fisiknya pada suatu saat.
Dalam cabang olahraga pencak silat sangat memerlukan unsur
kondisi fisik untuk berkompetensi secara maksimal, selain unsur itu yaitu
mental, teknik, taktik, pencak silat hendaknya dibentuk sejak dini khususnya
kondisi fisik. Oleh karena itu kondisi fisik yang prima sangat dibutuhkan
pada pertandingan untuk mendukung daya tahan (aerobik dan anaerobik),
kekuatan otot (lengan, perut, punggung), kecepatan, kelincahan, dan
koordinasi.
Mengingat pentingnya kondisi fisik yang dibutuhkan pesilat, maka
perlu diteliti tentang Status fisik pesilat masing-masing komponen kondisi
fisik pada olahraga pencak silat.