BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hakekat Atleteprints.uny.ac.id/7833/3/BAB 2 -...

44
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hakekat Atlet Atlet ( sering juga dieja sebagi atlit) dari bahasa yunani yang artinya; athlos yang berarti kontes adalah seseorang yang ikut seta dalam suatu kompetisi olahraga kompetitif (wikipedia: atlet) Menurut Sukadiyanto (2002: 5) atlet atau olahragawan adalah seseorang yang menggeluti dan aktif melakukan latihan untuk meraih prestasi pada cabang yang dipilihnya. Atlet juga merupakan individu yang memiliki bakat dan pola perilaku pengembanganya dalam suatu cabang olahraga. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang berprestasi dalam cabang olahraga, dalam hal ini yaitu cabang olahraga pencak silat. Tujuan seseorang menekuni suatu cabang olahraga yakni berprestasi se tingi-tingginya sesuai dengan kemampuan yang dikeluarkan secara maksimal. Prestasi yang didapat dari seorang atlet akan membawa dirinya meraih suatu kehidupan yang disiplin, tanggung jawab dan mempunyai daya juang yang tinggi dimasa yang akan datang. Pada dasarnya setiap atllet yang mempunyai komitmen yang tinggi terhadap profesinya dipastikan berkeinginan untuk bisa berprestasi di tingkat internasional.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hakekat Atleteprints.uny.ac.id/7833/3/BAB 2 -...

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Hakekat Atlet

Atlet ( sering juga dieja sebagi atlit) dari bahasa yunani yang artinya;

athlos yang berarti kontes adalah seseorang yang ikut seta dalam suatu

kompetisi olahraga kompetitif (wikipedia: atlet)

Menurut Sukadiyanto (2002: 5) atlet atau olahragawan adalah

seseorang yang menggeluti dan aktif melakukan latihan untuk meraih prestasi

pada cabang yang dipilihnya. Atlet juga merupakan individu yang memiliki

bakat dan pola perilaku pengembanganya dalam suatu cabang olahraga.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang

berprestasi dalam cabang olahraga, dalam hal ini yaitu cabang olahraga

pencak silat. Tujuan seseorang menekuni suatu cabang olahraga yakni

berprestasi se tingi-tingginya sesuai dengan kemampuan yang dikeluarkan

secara maksimal. Prestasi yang didapat dari seorang atlet akan membawa

dirinya meraih suatu kehidupan yang disiplin, tanggung jawab dan

mempunyai daya juang yang tinggi dimasa yang akan datang. Pada dasarnya

setiap atllet yang mempunyai komitmen yang tinggi terhadap profesinya

dipastikan berkeinginan untuk bisa berprestasi di tingkat internasional.

10

2. Hakekat Pencak Silat

Pencak Silat adalah seni beladiri dan sebagai salah satu alat untuk

memperbaiki serta mempertahankan kebudayaan. Pencak Silat merupakan

salah satu hasil budaya masyarakat rumpun melayu yang tumbuh dan

berkembang dengan pesat dari jaman ke jaman. Ditinjau dari falsafah dan

nilai-nilainya, pencak silat merupakan cermin dari rumpun melayu. Pada

awalnya Pencak Silat hanya sebagai alat untuk membela diri dari serangan

dan berbagai ancaman. Seiring perkembangan jaman kini Pencak Silat

tidak hanya sebagai alat untuk membela diri namuna Pencak Silat

digunakan sebagai sarana olahraga dan sarana untuk mencurahkan

kecintaan pada aspek keindahan (estetika), dan alat pendidikan mental

serta rokhani ( Agung Nugroho, 2004: 15). Pencak silat mulai berkembang

di Indonesia sejak didirikannya organisasi Ikatan Pencak Silat seluruh

Indonesia (IPSI) pada tanggal 18 Mei 1948, dibawah pimpinan Mr.

Wongsonegoro. Terbentuknya organisasi IPSI pada awalnya memiliki

tujuan guna menggalang semangat masyarakat dalam pembangunan

bangsa Indonesia ( Agung Nugroho, 2004: 15) .

Seni Beladiri pencak silat mulai berkembang bukan hanya di

wilayah melayu, tetapi sudah berkembang di sebagian negara-negara di

dunia. PERSILAT (Persekutuan Pencak Silat Antar Bangsa) merupakan

organisasi yang berdiri pada tanggal 11 maret 1980 adalah organisasi yang

membawahi olahraga pencak silat di kancah internasional yang diprakarsai

11

oleh empat negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunai

Darusalam.

Terbentuknya PERSILAT merupakan wujud bahwa Pencak Silat

telah menunjukan eksitensinya dan memberikan harapan besar terhadap

perkembangan pencak silat tingkat Internasional. Berbagai cara upaya

dilakukan agar pencak silat dapat diterima oleh Negara-negara lain, salah

satunya diikutsertakanya cabang olahraga pencak silat pada Sea Games.

Pada penyelenggaraan Asian Games di Busan Korea selatan pada tahun

2002, pencak silat di tampilkan sebagai sport Cultural Event hal semacam

ini bertujuan mengenalkan pencak silat menuju tingkatan yang lebih

tinggi Johansah Lubis (2004: 6).

Melihat penjelasan diatas bahwa pencak silat kini telah diakui

dalam organisasi internasional. Dalam olahraga pencak silat dapat di bagi

menjadi beberapa katagori yaitu katagori tanding dan tunggal, ganda, regu

( TGR).

Katagori tunggal adalah katagori pencak silat yang menampilkan

seorang pesilat memperagakan kemahiran dalam jurus baku tunggal secara

benar , tepat, dan mantap penuh penjiwaan dengan tangan kosong dan

senjata Johansah Lubis (2004: 41).

Menurut Agung Nugroho (2004 :54) Katagori ganda adalah

pertandingan pencak silat yang menampilkan 2 pesilat dari kubu yang

sama memperagakan kemahiran dan kekayaan teknik jurus bela serang

pencak silat yang dimiliki. Gerakan bela serang ditampilkan secara

12

berencana, efektif, estetis mantap dan logis dalam sejumlah rangkaian seri

yang teratur, baik, bertenaga dan cepat maupun dalam gerakan lembut

penuh penjiwaan dengan tangan kosong maupun senjata dalam waktu 3

menit. Menurut Munas IPSI XII (2007: 2) katagori regu adalah

pertandingan pencak silat yang menampilkan 3 orang pesilat dari kubu

yang sama memperagakan kemahiran dalam jurus regu baku secara benar,

tepat, mantap, penuh penjiwaan dan kompak dengan tangan kosong serta

tunduk kepada ketentuan dan peraturan yang berlaku untuk katagori ini.

Menurut Johansah Lubis (2004: 35) Katagori tanding adalah

katagori pertandingan pencak silat yang menampilkan dua orang pesilat

dari kubu yang berbeda. Keduanya saling berhadapan menggunakan unsur

pembelaan dan serangan yaitu menangkis, mengelak, menyerang pada

sasaran dan menjatuhkan lawan menggunakan taktik dan teknik

bertanding, ketahanan stamina dan semangat juang, menggunakan kaidah

dan pola langkah yang memanfaatkan kekayaan jurus dalam mendapatkan

nilai terbaik.

Katagori tanding Menurut Agung Nugroho (2004 : 53-54) adalah

pertandingan pencak silat yang menampilkan 2 orang pesilat dari kubu

yang berbeda keduanya saling berhadapan menggunakan unsur

(menangkis, mengelak, menghindar, menangkap) menyerang pada sasaran

menjatuhkan lawan menggunakan teknik pola langkah untuk mendapat

nilai sebanyak- banyaknya dalam 3 babak. Katagori TGR merupakan

peragaan jurus-jurus yang menojolkan keindahan, kekompakan,

13

kebenaran, dan ketepatan waktu dalam peragaanya. Sedangkan katagori

tanding merupakan gabungan beberapa unsur menyerang, bertahan

menggunakan pola langkah guna mendapatkan nilai sebanyak –

banyaknya.

Menurut Munas IPSI XII (2007: 1) katagori tanding adalah

katagori pertandingan pencak silat yang menampilkan 2 dua orang pesilat

dari kubu yang berbeda keduanya saling berhadapan menggunakan unsur

pembelaan dan serangan yaitu menangkais, mengelak, mengena,

menyerang pada sasaran dan menjatuhkan lawan; menggunakan taktik dan

teknik bertanding, ketahanan stamina dan semangat juang, menggunakan

kaidah dan pola langkah yang memanfaatkan kekayaan teknik jurus

mendapat nilai terbanyak.

Pada kategori tanding, teknik pencak silat dalam upaya mencapai

hasil optimal biasa dilakukan dengan pukulan, tendangan, dan juga dengan

teknik sambut, guntingan atau jatuhan dengan tangkapan. Pembagian kelas

dalam kategori tanding menurut MUNAS IPSI XII (2007: 2), dibagi

menjadi empat golongan, yaitu golongan usia dini (9-12 th), golongan pra

remaja (12-14 th), remaja (14-17 th), dan golongan dewasa (17-35 th).

Untuk lebih jelasnya pembagian kelas dalam kategori pencak silat

berdasarkan umur dan berat badan adalah sebagai berikut:

14

1) Golongan Usia dini putra/ putri terdiri atas 8 kelas

Kelas A diatas 26 s.d 27 kg

Kelas B di atas 27 s.d 28 kg

Kels C di atas 28 s.d 29 kg

Kelas D di atas 29 s.d 30 kg

Kelas E di atas 30 s.d 31 kg

Kelas F di atas 31 s.d 32 kg

Kelas G di atas 32 s.d 33 kg

Kelas H di atas 33 s.d 34 kg

Demikian seterusnya dengan selisih satu kilogram sebanyak-

banyaknya 12 kelas untuk putera dan 8 kelas untuk puteri.

2) Golongan Pra Remaja putra dan putri terdiri atas 9 kelas

Kelas A diatas 28 s.d 30 kg

Kelas B di atas 30 s.d 32 kg

Kelas C di atas 32 s.d 34 kg

Kelas D di atas 34 s.d 36 kg

Kelas E di atas 36 s.d 38 kg

Kelas F di atas 38 s.d 40 kg

Kelas G di atas 40 s.d 42 kg

Kelas H di atas 42 s.d 44 kg

Kelas I di atas 44 s.d 46 kg

Demikian seterusnya dengan selisih satu kilogram sebanyak-

banyaknya 12 kelas untuk putera dan 8 kelas untuk puteri.

3) Golongan Remaja putra dan putri terdiri atas 9 kelas

Kelas A diatas 39 s.d 42 kg

Kelas B di atas 42 s.d 45 kg

Kels C di atas 45 s.d 48 kg

Kelas D di atas 48 s.d 51 kg

Kelas E di atas 51 s.d 54 kg

Kelas F di atas 54 s.d 57 kg

Kelas G di atas 57 s.d 60 kg

Kelas H di atas 60 s.d 63 kg

Kelas I di atas 63 s.d 66 kg

Demikian seterusnya dengan selisih tiga kilogram sebanyak-

banyaknya 12 kelas untuk putera dan 8 kelas untuk puteri.

15

4) Golongan Dewasa putra dan putri terdiri atas 10 kelas

Kelas A di atas 45 s.d 50 kg

Kelas B di atas 50 s.d 55 kg

Kelas C di atas 55 s.d 60 kg

Kelas D di atas 60 s.d 65 kg

Kelas E di atas 65 s.d 70 kg

Kelas F di atas 70 s.d 75 kg

Kelas G di atas 75 s.d 80 kg

Kelas H di atas 80 s.d 85 kg

Kelas I di atas 85 s.d 90 kg

Kelas J di atas 90 s.d 95 kg

Kelas Bebas diatas 95 s.d 110 kg

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam olahraga

pencak silat terdapat 4 katagori yaitu tanding, tunggal, ganda dan regu atau

beregu. Keempat katagori tersebut terdapat perbedaan dan kesamaanya,

perbedaan dari keempatnya yaitu masing-masing katagori berbeda dalam cara

membawakanya, jumlah orang dan cara kerjanya, namun semuanya

mempunyai tujuan yang sama yakni terdapat aspek pembelaan, serangan,

bantingan, kuncian dan juga seni dari pencak silat yang menunjukan olahraga

pencak silat merupakan warisan seni budaya bangsa.

3. Hakekat Latihan

a. Pengertian Latihan

Menurut Bompa (1994: 4) latihan adalah upaya seseorang

mempersiapkan dirinya untuk tujuan tertentu. Menurut Nossek (1982:

3) latihan adalah suatu proses atau dinyatakan dengan kata lain,

periode waktu yang berlangsung selama beberapa tahun sampai atlet

tersebut mencapai standar penampilan yang tinggi. Menurut

16

Sukadiyanto (2005: 1) menerangkan bahwa pada prinsipnya latihan

merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu

untuk meningkatkan kualitas fisik kemampuan fungsional peralatan

tubuh dan kualitas psikis anak latih. Menurut Harsono, (1988: 102)

mengatakan bahwa latihan juga bisa dikatakan sebagai sesuatu proses

berlatih yang sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang yang

kian hari jumlah beban latihannya kian bertambah.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

latihan merupakan suatu proses kegiatan olahraga yang dilakukan

secara sadar, sistematis, bertahap dan berulang-ulang, dengan waktu

yang relatif lama, untuk mencapai tujuan akhir dari suatu penampilan

yaitu peningkatan prestasi yang optimal. Agar latihan mencapai hasil

prestasi yang optimal, maka program/bentuk latihan disusun

hendaknya mempertimbangkan kemampuan dasar individu, dengan

memperhatikan dan mengikuti prinsip-prinsip atau azas-azas

pelatihan.

b. Prinsip Latihan

Untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan fisik,

serta efektifitas latihan dapat dicapai maka dalam pelaksanaanya harus

memperhatikan prinsip-prinsip latihan. Menurut Nossek (1995: 4)

prinsip latihan adalah garis pedoman atau latihan terorganisasi dengan

baik yang harus di gunakan. Prinsip-prinsip semacam ini

menunjukkan pada semua aspek dan kegiatan latihan. Untuk

17

mengembangkan dan meningkatkan kemampuan fisik serta efektifitas

latihan dapat dicapai, maka dalam pelaksanaanya harus

memperhatikan prinsip-prinsip latihan.

Menurut Sukadiyanto (2005: 12-22), menjelaskan bahwa ada beberapa prinsip-prinsip latihan yang seluruhnya dapat dilaksanakan sebagai pedoman dalam satu kali tatap muka antara lain: a). Prinsip Kesiapan (readiness) b). Prisip Individual c). Prinsip Adaptasi d). Prisip Beban Lebih (Overload) e). Prinsip Progresif (peningkatan) f). Prinsip Spesifikasi (kekhususan) g). Prinsip Variasi h). Prinsip pemanasan dan pendinginan i). Prinsip Latihan Jangka Panjang (Long Term Training) j). Prinsip Berkebalikan (Reversibility) k). Prinsip Tidak Berlebihan (Moderat) l). Prinsip Sistematik Keberhasilan dalam mencapai prestasi tertinggi bagi seornaga

atlet banyak dipengaruhi oleh kesiapan program latihan, kemampuan

pelatih serta kemampuan fisik atlet. Untuk mencapai tujuan latihan

haruslah menganut prinsip-prinsip latihan. Prinsip-prinsip latihan

merupakan pedoman untuk menyusun program latihan yang

terorganisir dengan baik. Menurut Nossek (1995: 4) prinsip-prinsip

dalam latihan adalah terdiri dari:

1. Prinsip pembebanan (loading) sepanjang tahun latihan tersebut

2. Prinsip periodisasi dan penataan beban selama peredaran waktu

latihan tersebut

3. Prinsip hubungan antara persiapan yang bersifat umum dan khusus

dengan kemajuan spesialisasi

18

4. Prinsip pendekatan indivudal dan pembebanan individual

5. Prinsip hubungan terbaik antara kondisi fisik, teknik, taktik dan

intelektual (kecerdikan) termasuk kemauan.

Prinsip-prinsip tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Prinsip latihan sepanjang tahun

Karena sifat adaptasi atlet terhadap beban latihan yang

diterima adalah labil dan sementara, maka untuk mencapai suatu

prestasi maksimal, perlu ada latihan sepanjang tahun dan terus

menerus secara teratur, terarah, dan berkesinambungan. Terus

menerus dan berkesinambungan bukan berarti tidak ada istirahat

sama sekali. Agar dapat diketahui dengan jelas suatu latihan yang

sistematis, perlu ada periode-periode latihan.

2) Prinsip beban lebih

Beban latihan yang diberikan pada atlet harus cukup berat

dan diberikan berulang-ulang dengan intensitas yang cukup tinggi

sehingga merangsang adaptasi fisik terhadap beban latihan.

Kenaikan beban harus bertahap sedikit demi sedikit agar tidak

tejadi over training, dan proses adaptasi terhadap beban terjamin

keteraturannya.

3) Prinisp perkembangan menyeluruh

Prinsip perkembangan menyeluruh memberikan

kebebasan kepada atlet untuk melibatkan diri dalam berbagai aspek

kegiatan agar ia memiliki dasar yang kokohguna menunjang

19

ketrampilan khususnya kelak. Dengan melibatkan diri dalam

berbagai aktivitas, atlet mengalami perkembangan yang

komprehensif terutama dalam hal kondisi fisiknya seperti

kekuatan, daya tahan, kecepatan, kelincahan gerak dan sebagainya.

4) Prinsip individual

Setiap orang berbeda-beda baik fisik, mental, potensi,

karakteristik belajarnya, ataupun tingkat kemampuannya, karena

perbedaan-perbedaan tersebut harus diperhatikan oleh pelatih agar

di dalam memberikan beban dan dosis latihan, metode latihan,

serta cara berkomunikasi dapat sesuai dengan keadaan dan karakter

atlet sehingga tujuan prestasi dapat tercapai.

5) Prinsip interval

Prinsip interval sangat penting dalam merencanakan

latihan, karena berguna dalam pemulihan fisik dan mental atlet.

Dalam prinsip ini latihan-latihan yang dilakukan menggunakan

interval berupa waktu istirahat. Istirahat dapat dilakukan dengan

istirahat aktif maupun istirahat pasif. Perbandingan waktu kerja

atau latihan dengan waktu istirahat dapat pula menjadi beban

latihan untuk meningkatkan kemampuan fisik.

6) Prinsip tekanan

Prinsip tekanan atau stress menuntut latihan harus

menimbulkan kelelahan secara sungguh-sungguh baik kelelahan

lokal maupun kelelahan total jasmani dan rohani. Hal ini penting

20

untuk meningkatkan prestasi, beban yang berat berguna

meningkatkan kemampuan organisme, situasi dan kondisi yang

berat untuk menggembleng mental yang diperlukan dalam

menghadapi pertandingan-pertandingan, meskipun demikian

pemberian tekanan harus disesuaikan dengan kondisi atlet.

7) Prinsip kekhususan

Prinsip specifity menjelaskan bahwa substsnsi latihan

harus dipilih sesuai dengan cabang olahraganya, sehingga program

latihan harus didisain untuk menyesuaikan volume dan intensitas

latihan dengan tuntutan energi pada suatu cabang olahraga. Konsep

Prinsip Spesifity diterapkan pada latihan kecepatan secara

sederhana diartikan sebagai suatu susunan latihan dengan kualitas

yang tinggi (Payne, 1993 : 6).

Tujuan terbaik dalam penampilan akan tercapai apabila

bagian-bagian pokok latihan serupa dengan kondisi saat kompetisi.

Semakin spesifik latihan tersebut, semakin besar pengaruh yang

dicapai dalam penampilan.

Menurut Thomas dan Roger (2000:515) Prinsip terpenting

yang menjadi pertimbangan disini adalah prinsip specificity. Yang

dikenal juga sebagai Prinsip SAID (S = spesific, A = adaptation, I

= Impose, D = demands). Tuntutan program latihan harus cukup

untuk kekuatan adaptasi, dan adaptasi akan menjadi spesisifik

untuk tipe latihan yang ditampilkan. Jika atlet ingin lebih cepat,

21

maka harus bekerja lebih cepat, dimana tubuh akan beradaptasi

pada tingkat kerja yang lebih tinggi dan keluaran kekuatan yang

lebih tinggiatihan harus mempunyai bentuk dan ciri yang khusus

sesuai dengan sifat dan karakter masing-masing cabang olahraga.

4. Hakekat Sistem Energi

Menurut Sukadiyanto (2005: 33) ada dua macam sistem

metabolisme energi yang diperlukan dalam setiap aktivitas gerak manusia

yaitu: (1) sistem energi anaerob dan (2) sistem energi aerob. Kedua sistem

tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan secara mutlak selama aktivitas kerja

otot berlangsung. Karena sistem energi merupakan serangkaian proses

pemenuhan kebutuhan tenaga secara terus menerus berkesinambungan dan

saling silih berganti.

Menurut Bompa, (2000: 22-23) Adapun letak perbedaan diantara

kedua sistem energi dapat dilihat sebagai berikut:

Alaktik ATP-PC

Anaerobik

Laktik LA + O2

Sistem Energi

Aerobik O2

Gambar 1. Sistem Energi

22

a. Sistem Energi Anaerobik

Sistem energi anaerobik adalah serentetan reaksi kimiawi

yang tidak memerlukan oksigen (O2). Sistem energi anaerobik ini

dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) Sistem energi anaerobik

alaktik dan (2) Sistem energi anaerobik laktik. Sistem energi

anaerobik alaktik disediakan oleh sistem ATP-PC, sedangkan sistem

energi laktik disediakan oleh sistem asam laktat (Bompa, 2000: 22-

23). Selama dalam proses pemenuhan kebutuhan energi, sistem energi

anaerobik alaktik dan sistem energi laktik tidak memerlukan oksigen

(O2).

Pada setiap awal kerja otot kebutuhan energi dipenuhi oleh

persediaan ATP yang terdapat didalam sel otot (Fox, dkk, 1988: 14).

Artinya, semua energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi

tubuh berasal dari ATP, yang hanya mampu menopang kerja kira-kira

6 detik bila tidak ada sistem energi yang lain (Soekarman, 1991: 29).

Jumlah ATP yang disimpan di dalam sel otot sangat sedikit sehingga

olahragawan akan kehilangan energi dengan sangat cepat, apabila

melakukan latihan fisik dengan beban yang cukup berat dengan

demikian sistem energi ATP hanya dapat optimal untuk kerja jangka

pendek. Untuk itu diperlukan sistem energi yang lain agar kerja otot

mampu lebih lama lagi.

Otot dapat bekerja lebih lama lagi apabila sistem energi ATP

ditopang dengan sistem energi yang lain, yaitu pospho creatin (PC)

23

yang tersimpan di dalam sel otot. Dengan menggunakan sumber

energi pospho creatin dapat memperpanjang kerja otot lebih lama lagi,

hingga mencapai kira-kira 10 detik (Nossek, 1982: 71-72). Namun

apabila kerja otot harus berlangsung lebih lama lagi maka kebutuhan

energi yang diperlukan dipenuhi oleh sistem glikolisis anaerobik atau

asam laktat. Sistem glikolisis anaerobik mampu memperpanjang kerja

otot kira-kira 10 detik (Mc.Ardle, dkk, 1986: 348).

Proses terjadinya dari pembentukan ATP adalah dengan

pemecahan creatin dan posphat. Proses tersebut akan menghasilkan

energi yang dipakai untuk meresintesis ADP+P menjadi ATP, dan

selanjutnya akan dirubah lagi menjadi ADP+P yang menyebabkan

terjadinya pelepasan energi yang dibutuhkan untuk kontraksi otot.

Perubahan CP ke C+P tidak menghsilkan tenaga yang dapat dipakai

langsung untuk kontraksi otot, melainkan dipakai untuk meresintesis

ADP +P menjadi ATP.

b. Sistem Energi Aerobik

Sistem energi aerobik merupakan proses pemenuhan energi

yang terjadi dalam mitochondria, sehingga memiliki pengaruh lebih

lambat dan tidak dapat digunakan secara cepat Menurut Soekarman

(1991: 17) reaksi aerobik dapat dibedakan menjadi glikolisis aerobik,

siklus kreb, dan sistem transportasi elektron. Bila oksigen (O2) yang

digunakan mencukupi, maka 1 mole glycogen dapat dipecah secara

24

sempurna menjadi CO2 dan H2O serta mengeluarkan energi yang

cukup untuk meresintesa 39 mole ATP. Dengan demikian, selama

proses pemenuhan energi aerobik diperlukan oksigen (O2) sebanyak-

banyaknya untuk mempercepat terbentuknya energi kembali.

Selama berlangsungnya kerja atau kontraksi otot, asam laktat

yang terbentuk dalam sistem glikolisis anaerobik akan menurunkan

kadar pH dalam otot maupun darah. Terjadinya perubahan pH dalam

otot dan darah menyebabkan terhambatnya kerja enzim-enzirn dalam

sel tubuh (terutama dalam otot), sehingga menyebabkan kontraksi otot

bertambah lemah dan akhirnya mengalami kelelahan. Bila glikolisis

anaerobik terns berlangsung, maka otot tidak akan mampu bekerja

lagi. Untuk itu, diperlukan oksigen (O2) untuk membantu proses

regenerasi asam laktat menjadi sumber energy kembali.

Sistem energi aerobik digunakan untuk memulihkan ATP dan

menghasilkan energi selama kerja otot selanjutnya. Dalam proses

pemenuhan energi aerobik diperlukan oksigen (O2) untuk membantu

proses regenerasi asam laktat menjadi sumber energi. Oksigen (02)

yang diperoleh melalui sistem pemapasan digunakan untuk membantu

pemecahan senyawa glikogen dan karbohidrat (Fox, dkk, 1988: 22).

Adapun ciri-ciri dari sistem energi aerobik adalah: (1) intensitas kerja

sedang, (2) lama kerja lebih dari 3 menh, (3) irama kerja lancar dan

kontinyu, dan (4) selama aktivitas menghasilkan karbon dioksida dan

air (CO2 dan H2O).

25

Selama dalam pertandingan pencak silat, sistem energi

aerobik tetap diperlukan meskipun relatif kecil dibandingkan dengan

sistem energi anaerobik. Sistem energi aerobik merupakan landasan

untuk latihan sistem energi anaerobik. Selama aktivitas kerja otot

masih berlangsung, sistem energi tidak dapat dipisahkan secara

mutlak dikarenakan sistem energi merupakan serangkaian proses

pemenuhan tenaga secara terus menerus dan saling bergantian.

Adapun yang membedakan antara sistem energi anaerobik dan sistem

energi aerobik adalah tingkat ketergantungan terhadap oksigen selama

proses pemenuhan energi berlangsung.

Pesilat yang memiliki kemampuan aerobik memadai akan

mampu menerima beban latihan dengan intensitas tinggi. Kebugaran

aerobik diperlukan dalam pencak silat agar pesilat mampu merecovery

dengan cepat dan mampu menerima beban latihan lebih lama tanpa

adanya kelelahan yang berarti. Selain itu latihan aerobik akan

membantu menguatkan ligamenta, tendon, dan serabut-serabut otot

sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya cidera selama

latihan maupun pertandingan. Untuk itu, sistem energi aerobik perlu

diberikan pada pesilat sebagai landasan untuk melatih sistem energi

anaerobik.

Adapun ciri-ciri dari sistem energi aerobik menurut

Sukadiyanto (2005: 37) adalah: (1) intensitas kerja sedang (2) lama

kerja lebih dari 3 menit (3) lama kerja lancar dan kontinu (4) selama

26

aktivitas menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Pesilat

yang memiliki kemampuan aerobik memadai akan mampu menerima

beban latihan dengan intensitas tinggi. Kebugaran aerobik diperlukan

dalam pencak silat agar pesilat mampu merecofery dengan cepat dan

mampu menerima beban latihan lebih lama tanpa adanya kelelahan.

Untuk itu sistem energi aerobik perlu diberikan pada pesilat sebagai

landasan untuk melatih sistem energi anaerobic (Awan Hariono 2006:

31).

c. Sistem Energi Olahraga Pencak Silat

Pencak silat dalam kategori tanding adalah kategori

pertandingan pencak silat yang menampilkan dua orang pesilat dari

kubu yang berbeda, keduanya saling berhadapan menggunakan unsur

pembelaan dan serangan yaitu menangkis/ mengelak/ mengena/

menyerang pada sasaran dan menjatuhkan lawan; penggunaan taktik

dan teknik bertanding, ketahanan stamina dan semangat juang,

menggunakan kaidah dan pola langkah yang memanfatkan kekayaan

teknik jurus, mendapatkan nilai terbanyak. (Munas IPSI XII 2007: 1).

Menurut Awan Hariono Menurut Awan Hariono (2006: 30),

rata-rata waktu kerja pada saat melakukan fight dalam pertandingan

pencak silat diperlukan waktu kira-kira selama 3-5 detik. Bila pada

serangan terakhir (masing-masing pesilat melakukan 4 jenis serangan)

kaki dapat ditangkap oleh lawan dan tidak terjadi jatuhan, maka

akumulasi waktu yamg diperlukan selama proses tersebut menjadi 10

27

detik. Dengan demikian sistem energi yang diperlukan adalah sistem

energi anaerobik alaktik ATP-PC, sebab waktu kerja hanya

memerlukan waktu maksimal 10 detik. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri

sistem energi anaerobik alaktik yaitu: (1) intensitas kerja maksimal,

(2) lama kerja 10 detik (3) irama kerja eksplosif (4) aktivitas

menghasilkan adenosin diposphat (ADP+energi). (Sukadiyanto, 2005:

35).

Pertandingan pencak silat dilakukan dalam 3 babak dengan

waktu 2 menit bersih dalam setiap babak. Selama dalam pertandingan,

kurun waktu terjadinya fight rata-rata 14 kali dalam satu babak. Hal

ini menyebabkan kecenderungan adanya sisa pembakaran yang tidak

dapat diresintesis menjadi energi kembali untuk itu diperlukan sistem

energi anaerobik laktik agar kerja otot dapat berlangsung lebih lama

lagi. Dengan adanya bantuan dari sistem glikolisis anaerobik akan

dapat memperpanjang kerja otot kira-kira 120 detik. Adapun ciri-ciri

dari sistem energi anaerobik laktik menurut Sukadiyanto (2005: 35)

adalah sebagai berikut: (1) intensitas kerja maksimal (2) lama kerja

selama 10-120 detik (3) irama kerja eksplosif (4) aktivitas

menghasilkan asam laktat dan energi (Awan Hariono 2006: 30).

5. Hakekat Kondisi Fisik

Menurut M. Sajoto, (1988 : 57) Kondisi fisik adalah satu kesatuan

utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan begitu saja,

28

baik peningkatan maupun pemeliharaanya. Artinya bahwa di dalam usaha

peningkatan kondisi fisik, maka seluruh komponen tersebut harus

dikembangkan. Kualitas fisik sangat berpengaruh terhadap prestasi

seorang olahragawan untuk meraih prestasi sebab taknik, taktik dan mental

akan dapat dikembangkan lebih lanjut jika memiliki kualitas fisik yang

baik. Sasaran latihan fisik adalah meningkatkan meningkatkan kualitas

sistem otot dan kualitas sistem energi yakni melatih unsur gerak atau

biomotor, (Djoko Pekik I, 2002: 65).

a. Komponen Kondisi Fisik

Adapun komponen-komponen kondisi fisik dapat dikemukakan

sebagai berikut :

1) Ketahanan

Menurut Sukadiyanto (2002: 40) Ketahanan adalah

keadaan atau kondisi tubuh yang mampu untuk bekerja untuk

waktu yang lama, tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan

setelah menyelesaikan pekerjaan tersebut. Latihan daya tahan

memiliki pengaruh terhadap kualitas sistem kardiovaskuler,

pernafasan, dan sistem peredaran darah sehingga proses

pemenuhan energi selama aktivitas dapat berlangsung dengan

lancar.

Menurut Sukadiyanto (2002: 40) keuntungan bagi olahragawan yang memiliki ketahanan yang baik, di antaranya:

29

a) Menambah kemampuan untuk melakukan aktivitas gerak secara terus-menerus dengan intensitas tinggi dalam jangka waktu lama

b) Menambah kemampuan untuk memperpendek waktu pemulihan (recovery)

c) Menambah kemampuan menerima beban latihan yang lebih berat dan bervariasi.

Menurut Cooper, K H.(1983 : 98) Pada dasarnya, ada dua

macam ketahanan, yaitu :

a) Ketahanan aerobik adalah kemampuan untuk melakukan

aktivitas jangka panjang (dalam hitungan menit sampai jam)

yang bergantung pada sistem O2-ATP untuk memasok

persediaan energi yang dibutuhkan selama aktivitas. Seseorang

dengan kapasitas aerobik yang baik, memiliki jantung yang

efisien, paru-paru yang efektif, peredaran darah yang baik pula,

yang dapat mensuplai otot-otot sehingga yang bersangkutan

mampu bekerja secara terus-menerus tanpa mengalami

kelelahan yang berlebihan (Sadoso, 2002). Daya tahan jantung

paru dapat diukur melalui kadar VO2max yang dicapai,

sehingga jika kadar VO2max yang dicapai sesuai target maka

dapat memenuhi salah satu syarat kebugaran yang optimal.

Menurut Brian Makenzie (2005: 28) multistage / Bleep

test adalah suatu tes yang berfungsi untuk mengetahui

perkembangan dan besarnya VO2 Maximum pada seorang atlet.

Peserta tes melakukan lari pulang-pergi antara titik (A dan B)

yang berjarak 20 meter mengikuti aba-aba yang ada dalam

30

rekaman (tape/cd) sampai ia tidak mampu lagi mengikuti aba-

aba tersebut. Setelah tidak mampu lagi (berhenti) pada saat level

tertentu , VO2 makximum dapat diketahui dengan melihat tabel

yang menunjukan level berlari dan VO2 Maximum.

VO2max adalah derajat metabolisme aerob maksimum

dalam aktivitas fisik dinamis yang dapat dicapai seseorang.

Sedangkan menurut Thoden (dalam Sukarman, 1992), yang

dimaksud dengan VO2max adalah: “Daya tangkap aerobik

maksimal menggambarkan jumlah oksigen maksimum yang

dikonsumsi per satuan waktu oleh seseorang selama latihan atau

tes, dengan latihan yang makin lama makin berat sampai

kelelahan. Ukurannya disebut VO2max. VO2max adalah

ambilan oksigen (oxygen intake) selama upaya maksimal”; dan

menurut Costill, ( dalam Maglischo, 1982), bahwa kapasitas

kerja fisik dinamis yang dapat dilakukan dalam waktu yang

lama dapat diukur dari konsumsi oksigen maksimalnya

(VO2max atau maximal oxygen uptake)”. VO2max adalah suatu

indikator yang baik dari capaian daya tahan aerobik. Individu

yang terlatih dengan VO2max yang lebih tinggi akan cenderung

dapat melaksanakan lebih baik di dalam aktivitas daya tahan

dibanding dengan orang-orang yang mempunyai VO2max lebih

rendah untuk aktivitas daya tahan aerobik. Pengukuran

banyaknya udara atau oksigen disebut VO2 max. V berarti

31

volume, O2 berarti oksigen, Max berarti maksimum, dengan

demikian VO2max berarti volume oksigen tubuh yang dapat

digunakan saat bekerja sekeras mungkin. Hal ini memberikan

indikasi bagaimana tubuh menggunakan oksigen pada saat

melakukan pekerjaan misalnya sewaktu olahraga otot harus

menghasilkan energi satu proses dimana oksigen memegang

suatu peranan penting. Lebih banyak oksigen digunakan berarti

lebih besar kapasitas menghasilkan energi dan kerja yang berarti

daya tahan akan lebih besar. Mereka yang mempunyai VO2max

yang tinggi dapat melakukan lebih banyak pekerjaan sebelum

menjadi lelah, dibandingkan dengan mereka yang mempunyai

VO2max yang lebih rendah. (Cooper, K H.1983 : 103).

Wiesseman (dalam Kuntaraf, 1992 : 78 ) akhli Kesehatan

Masyarakat dari Universitas Loma Linda menyebutkan lima faktor

yang menentukan VO2max seseorang yaitu: jenis kelamin, usia,

keturunan, komposisi tubuh, dan latihan

1) Jenis kelamin. Setelah masa pubertas wanita dalam usianya

yang sama dengan pria umumnya mempunyai konsumsi

oksigen maksimal yang lebih rendah dari pria.

2) Usia. Setelah usia 20-an VO2 max menurun dengan

perlahan- lahan. Dalam usia 55 tahun, VO2max lebih

kurang 27 % lebih rendah dari usia 25 tahun. Dengan

32

sendirinya hal ini berbeda dari satu dengan orang yang lain.

Mereka yang mempunyai banyak kegiatan VO2 max akan

menurun secara perlahan.

3) Keturunan. Seseorang mungkin saja mempunyai potensi

yang lebih besar dari orang lain untuk mengkonsumsi

oksigen yang lebih tinggi, dan mempunyai suplai pembuluh

darah kapiler yang lebih baik terhadap otot-otot,

mempunyai kapasitas paru-paru yang lebih besar, dapat

mensuplai haemoglobin dan sel darah merah yang lebih

banyak dan jantung yang lebih kuat. Dilaporkan bahwa

konsumsi oksigen maksimum bagi mereka yang kembar

identik sangat sama.

4) Komposisi tubuh. Walaupun VO2max dinyatakan dalam

beberapa milliliter oksigen yang dikonsumsi per kg berat

badan, perbedaan komposisi tubuh seseorang menyebabkan

konsumsi yang berbeda. Misalnya tubuh mereka yang

mempunyai lemak dengan persentasi tinggi mempunyai

konsumsi oksigen maksimum yang lebih rendah. Bila tubuh

berotot kuat, VO2max akan lebih tinggi. Sebab itu, jika

dapat mengurangi lemak dalam tubuh, konsumsi oksigen

maksimal dapat bertambah tanpa tambahan latihan.

5) Latihan/olahraga. Kita dapat memperbaiki VO2max dengan

olahraga atau latihan. Dengan latihan daya tahan yang

33

sistematis, akan memperbaiki konsumsi oksigen maksimal

dari 5% sampai 25%. Penelitian menunjukan bahwa laki-

laki usia 65-74 tahun dapat meningkatkan VO2max sekitar

18 % setelah berolahraga secara teratur selama 6 bulan.

Menurut Astrand (1986 : 82), faktor fisiologis yang

mempengaruhi daya tahan jantung-paru antara lain: faktor genetik,

usia, jenis kelamin, dan aktivitas latihan. Dari penelitian didapat

kesimpulan bahwa: VO2max 93,4% ditentukan oleh factor genetik,

selebihnya adalah oleh latihan. Oleh karena itu VO2max seseorang

dapat ditingkatkan; paling tidak daya tahan aerobik dapat

meningkat antara 6-20% dengan pelatihan atletik, yaitu dengan

melakukan jalan, jogging, ataupun lari. Peningkatan VO2max yang

lebih besar pada umumnya adalah terhadap individu yang tidak

terlatih. Sedangkan pada orang yang latihannya teratur dan pada

atlet yang banyak mempergunakan daya tahan, maka peningkatan

VO2max nya kecil.

Dengan demikian daya tahan sangat diperlukan dalam

cabang olahraga pencak silat. Oleh karena pesilat yang memiliki

kemponen daya tahan yang baik, selain mampu bekerja lebih lama

dan tidak mudah mengalami kelelahan juga dapat lebih cepat dalam

merecovery dirinya. Dalam hal ini ada dua macam daya tahan

yaitu:

34

a) Daya Tahan Umum

Daya Tahan umum adalah kemampuan seseorang dalam

mempergunakan sistem jantung, paru-paru, dan peredaran

darah secara efektif dan efisien untuk menjalankan kerja otot

dengan insensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama

(M.Sajoto,1995: 8)

b) Daya Tahan Otot

Daya Tahan Otot adalah kemampuan seseorang dalam

mempergunakan ototnya berkontraksi secara terus menerus

dalam waktu yang relatif lama dengan beban tertentu (M.

Sajoto,1995: 8)

Menurut Levinsohn dan Simon yang dikutip oleh

Awan Hariono (2006: 47) berdasarkan pada predominan sistem

energi yang digunakan, ketahanan dibedakan menjadi dua,

yaitu: (1) Ketahanan aerobik, yaitu kemampuan jantung dan

sistem pernapasan dalam mencukupi oksigen pada otot untuk

membakar glycogen agar menjadi sumber energi; dan (2)

Ketahanan anaerobik (laktik dan alaktik), yaitu proses

pemenuhan kebutuhan tenaga di dalam tubuh untuk membakar

glycogen agar menjadi sumber tenaga tanpa adanya bantuan

oksigen dari luar.

35

2) Kekuatan

Kekuatan adalah kemampuan kondisi fisik seseorang

tentang kemampuannya dalam mempergunakan otot untuk

menerima beban sewaktu bekerja (M. Sajoto,1995 : 5). Sedangkan

menurut Harsono (1988: 176) kekuatan adalah Kemampuan otot

untuk membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan.

Menurut Awan Hariono (2006: 54) manfaat dari latihan

kekuatan, di antaranya untuk meningkatkan kemampuan otot dan

jaringan, mengurangi dan menghindari terjadinya cidera,

meningkatkan prestasi, terapi dan rehabilitasi cedera pada otot, dan

membantu dalam penguasaan teknik. Menurut Sukadiyanto (2002:

62) tingkat kekuatan di antaranya dipengaruhi oleh keadaan:

panjang pendeknya otot, besar kecilnya otot, jauh dekatnya titik

beban dengan titik tumpu, tingkat kelelahan, dominasi jenis otot

merah atau putih, potensi otot, pemanfaatan potensi otot, dan

kemampuan kontraksi otot.

Menurut Harsono (1988:177) kekuatan otot adalah

komponen yang sangat penting guna meningkatkan kondisi fisik

secara keseluruhan, hal ini disebabkan, yaitu :

1) Kekuatan merupakan daya penggerak setiap aktivitas fisik.

2) Kekuatan memegang peranan yang penting dalam melindungi

atlet/orang dari kemungkinan cedera.

36

3) Adanya kekuatan atlet akan dapat lari lebih cepat, melempar

atau menendang lebih jauh dan lebih efisien, memukul lebih

keras, demikian pula dapat membantu memperkuat stabilias

sendi-sendi.

4) Kecepatan

Kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk

mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama

dalam waktu yang sesingkat-singkatnya seperti lari cepat, pukulan

dalam tinju, balap sepeda dan lain-lain (Sajoto,1995: 9). Dengan

kata lain kecepatan merupakan kemampuan seseorang untuk

menjawab rangsang dengan bentuk gerak atau serangkaian gerak

dalam waktu secepat mungkin (Sukadiyanto, 2002: 108).

Kecepatan mengandung unsur adanya jarak tempuh dan

waktu tempuh terhadap rangsang yang muncul. Untuk itu

kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan gerak

atau serangkaian gerak secepat mungkin sebagai jawaban terhadap

rangsang. Dengan demikian, kecepatan merupakan kualitas

kondisional yang memungkinkan seseorang untuk melakukan

gerakan dan bereaksi secara cepat terhadap rangsang.

Perwujudan dari kecepatan dalam olahraga pencak silat

adalah pada saat pesilat melakukan serangkaian gerakan teknik,

baik pukulan, tendangan, hindaran, elakan, tangkisan maupun

37

jatuhan. Oleh karena itu, delapan arah penjuru mata angin dalam

berlari memiliki arti yang sama pentingnya dalam pencak silat.

Untuk itu dalam mengembangkan kecepatan pada atlet pencak

silat, arah dan jarak yang digunakan harus disesuaikan dengan

kebutuhan yang realistis selama dalam pertandingan (Awan

Hariono, 2006: 69).

Pada urnumnya pengelompokan kecepatan terbagi dalam

dua jenis, yaitu kecepatan reaksi dan kecepatan gerak. Menurut

Sukadiyanto (2002: 109) kecepatan reaksi dibedakan menjadi

kecepatan reaksi tunggal dan reaksi majemuk. Kecepatan gerak

adalah kemampuan seseorang dalam melakukan gerak atau

serangkaian gerak dalam waktu secepat mungkin. Lebih lanjut

kecepatan gerak dapat dibedakan menjadi kecepatan gerak siklus

dan kecepatan gerak non siklus. Kecepatan gerak siklus atau sprint

adalah kemampuan sistem neuromuskuler untuk melakukan

serangkaian gerak dalam waktu sesingkat mungkin. Sedangkan

kecepatan gerak non siklus adalah kemampuan sistem

neuromuskuler untuk melakukan gerak tunggal dalam waktu

sesingkat mungkin.

Dalam pertandingan pencak silat, kedua jenis kecepatan

tersebut sangat diperlukan untuk melakukan setiap gerak teknik.

Untuk itu, kedua jenis kecepatan gerak tersebut harus dilatihkan

meskipun lebih didominasi pada kecepatan gerak non siklus.

38

5) Fleksibilitas

Fleksibilitas adalah efektivitas seseorang dalam

penyesuaian diri untuk segala aktivitas pengeluaran tubuh yang

luas. Hal ini akan sangat mudah ditandai untuk memperbaiki

kelenturan dan memelihara kelenturan tubuh maka kita harus

menggerakan persendian kita pada daerah yang maksimal secara

teratur (Sadoso Sumarsono, 1992:21)

Fleksibilitas pada dasarnya mencakup dua hal yang saling

berhubungan, yaitu kelentukan dan kelenturan. Kelentukan terkait

erat dengan kcadaan tulang dan persendian. Kelenturan terkait erat

dengan tingkat elastisitas otot, tendo, dan ligamenta.

Komponen biomotor fleksibilitas merupakan unsur yang

penting dalam pembinaan olahraga prestasi, sebab sangat

berpengaruh terhadap komponen biomotor yang lain. Untuk itu,

fleksibilitas merupakan unsur dasar yang harus ditingkatkan

terutama pada atlet usia muda. Pada atlet dewasa, fleksibilitas

harus tetap dipelihara agar tetap baik melalui latihan peregangan

Menurut Awan Hariono (2006: 100) beberapa keuntungan pesilat bila memiliki kemampuan fleksibilitas yang baik, di antaranya adalah: 1) Memudahkan pesilat dalam menampilkan berbagai

kemampuan gerak dan keterampilan 2) Menghindarkan pesilat dari kemungkinan akan

terjadinya (mendapatkan) cedera saat melakukan aktivitas fisik

3) Memungkinkan pesilat untuk dapat melakukan gerak yang ekstrim

4) Memperlancar aliran darah sehingga sampai pada serabut otot.

39

Komponen fisik biasanya sering dilupakan dan diabaikan

oleh para pelatih, sehingga masih banyak para atlet yang

melakukan latihan ini tidak dengan baik karena pelatih tidak

mengingatkan atau tidak memberikan bantuan untuk melakukan

gerakan kelentukan dan kelenturan. Tugas pelatih adalah

memberikan latihan secara komprehensif, seperti latihan

fleksibilitas ini. Berikut gambaran tentang pengetahuan

fleksibilitas manfaat dan bentuk-bentuk latihanya.

a) Manfaat Latihan Kelentukan :

Latihan kelenturan otot dan kelentukan persendian

selain untuk memperluas ruang gerak persendian, kelenturan

dan kelentukan bermanfaat untuk mengurangi/menghindari

cedera, dan juga membantu gerak koordinasi teknik menjadi

lebih baik dengan tenaga yang efesien.

b) Bentuk-bentuk Latihan Kelentukan :

Secara garis besar menurut Stone dan Kroll (1991: 61) ada

tiga macam bentuk peregangan (stretching), yaitu (1) balistik, (2)

statis, dan (3) dibantu oleh pasangannya (alat). Sedangkan menurut

Hinson (1995: 8) ada empat macam peragangan, yaitu: (1) Statis, (2)

Dinamis, (3) Propioceptive Neuromuskiilar Facilitation (PNF), dan (4)

Balistik.

40

a. Peregangan Balistik

Menurut Bowers dan Fox (1992: 245) peregangan

balistik memiliki bentuk yang sama dengan senam calisthenics,

yaitu bentuk dari peregangan pasif yang dilakukan dengan

cara gerakan yang aktif. Adapun ciri dari peregangan balistik

adalah gerakan dilakukan secara aktif dengan cara dipantul-

pantulkan (Bompa, 2000: 32). Artinya, gerakan untuk otot

yang sama dan pada persendian yang sama dilakukan secara

berulang-ulang. Sebagai contoh pada gerakan mencium lutut

yang dilakufc» berulang-ulang, dengan posisi duduk kedua

tungkai lurus ke depan, saat kedua tangan berusaha meraih

kedua ujung kaki (mencium lutut tetap lurus menempel di

lantai. Gerakan mencium lutut dengan cara dipantul-pantul

dari perlahan hingga cepat, dengan luas ruang gerak

persendian punggung kira-kira hanya mencapai 80%.

b. Peregangan Statis

Hinson (1995: 8) Peregangan statis adalah gerakan

peregangan pada otot-otot yang dilakukan secara perlahan-

lahan hingga terjadi ketegangan dan mencapai rasa nyeri

atau tidak nyaman (discomfort zone) pada otot tersebut.

Untuk selanjutnya posisi pada saat rasa tidak nyaman

lersebut dipertahankan untuk beberapa saat. Adapun lama

waktu untuk menahan posisi tidak nyaman tersebut seperti

41

telah dikemukakan dalam prinsip latihan peregangan.

Sasaran pada peregangan statis adalah untuk meningkatkan

dan memelihara kelenturan (elastisitas) otot-otot yang

diregangkan. Selanjutnya nanti akan disajikan beberapa

contoh gambar peregangan yang statis.

c. Peregangan Dinamis

Hinson (1995: 8) Peregangan dinamis adalah

gerakan peregangan yang dilakukan dengan melibatkan

otot-otot dan persendian. Gerakan peregangan dinamis

dilakukan secara perlahan dan terkontrol (terkendali)

dengan pangkal gerakannya adalah pada persendian. Oleh

karena itu kunci dan penekanan pada peregangan dinamis

adalah pada cara gerakannya yang dilakukan secara

perlahan dan terkontrol tersebut. Adapun yang dimaksud

dengan gerakan perlahan, yaitu dilakukan dengan cara yang

halus dan tidak menghentak-hentak. Sedangkan gerakan

yang terkontrol, artinya gerakan yang dilakukan hingga

mencapai seluas ruang gerak dari persendian yang dikenai

latihan

Sasaran dari peregangan dinamis adalah untuk

memelihara dan meningkatkan kelentukan persendian,

tendo, ligamenta, dan otot. Adapun perbedaan yang terjadi

antara peregangan statis dan dinamis, terutama pada cara

42

melakukan gerakannya dan sasaran yang dikenai dalam

latihan. Gerakan pada peregangan statis setelah mencapai

rasa nyeri (tidak nyaman) dipertahankan dalam beberapa

waktu. Jadi peregangan yang dilakukan secara statis.

Sedangkan pada peregangan dinamis adalah sebaliknya,

yaitu diregang-regangkan secara aktif seluas ruang gerak

persendian yang dilatihkan.

Sasaran pada peregangan statis adalah kelenturan

(elastisitas) otot, sedangkan pada peregangan dinamis

adalah kelentukan persendian. Oleh karena itu kedua jenis

peregangan tersebut cocok digunakan sebagai metode

latihan fleksibilitas. Untuk selanjutnya nanti akan disajikan

beberapa contoh gambar peregangan yang dinamis.

d. Peregangan Propioceptive Neuromuscular Facilitation

(PNF).

Pada peregangan cara PNF ini diperlukan adanya

bantuan dari orang lain (pasangan) atau menggunakan

peralatan lain untuk memudahkan gerakan peregangan agar

mencapai target. Bantuan dari orang lain atau peralatan

bertujuan untuk membantu meregangkan otot hingga

mencapai posisi statis dan dapat mempertahankan posisinya

dalam beberapa waktu. Dengan demikian orang yang

melakukan peregangan. otot-ototnya akan melawan gaya

43

dari pasangan (peralatan yang dipakai) dalam bentuk

kontraksi otot secara isometrik. Untuk itu sasaran otot yang

diregangkan dengan cara PNF bersifat antagonis

(berlawanan). (Hinson , 1995: 9)

6) Power

Power merupakan perpaduan dua unsur komponen kondisi

fisik yaitu kekuatan dan kecepatan. Berkaitan dengan power,

Sajoto (1988: 17) menyatakan bahwa, “daya ledak otot atau

muscular power adalah kemampuan seseorang untuk melakukan

kekuatan maksimum dengan usaha yang dikerjakan dalam waktu

yang sependek-pendeknya, sebagai contoh vertical jump, shot put,

standing board jump, dan gerakan lainnya.

Menurut Suharno, (1985: 33) mendefinisikan power

sebagai “Kemampuan sebuah otot atau segerombolan otot untuk

mengatasi tahanan sebagai beban dengan kecepatan tinggi dalam

suatu gerakan yang utuh”. Dalam hal ini dinyatakan bahwa daya

otot adalah perkalian antara kekuatan dan kecepatan”. Menurut

Harsono (1988: 200), power adalah kemampuan otot untuk

mengerahkan kekuatan maksimum dalam waktu yang sangat cepat.

Unsur fisik power mempunyai fungsi atau kegunaan

antara lain untuk mengembangkan taktik bertanding dengan tempo

44

cepat dan dan gerak mendadak, memantapkan mental bertanding

pesilat. Lebih lanjut Harsono (1988: 200) menyatakan bahwa:

“Power itu penting terutama untuk cabang-cabang olahraga dimana atlet harus mengerahkan tenaga yang eksplosif. Seperti dalam nomor lempar dalam atletik, cabang olahraga yang ada akkselerasi (percepatan) seperti balap sepeda, renang, mendayung. Kecuali itu power juga perlu untuk memukul seperti dalam olahraga tinju, karate, bola voli, dan bulu tangkis”.

Berdasarkan batasan atau definisi di atas dapat ditarik

suatu kesimpulan bahwa power pada dasarnya adalah kemampuan

seseorang untuk mengerahkan kekuatan secara maksimal dalam

waktu yang sependek-pendeknya atau sesingkat-singkatnya. Dari

hal tersebut dapat dirumuskan bahwa power otot tungkai

merupakan kemampuan otot atau sekelompok otot tungkai dalam

mengatasi tahanan beban atau dengan kecepatan tinggi dalam satu

gerakan yang utuh.

Berdasarkan pendapat di atas bahwa power sangat penting

dalam olahraga pencak silat yakni dalam menggunakan teknik

tendangan dan pukulan harus dilakukan dengan cepat dan kuat

(eksplosif) sehingga mempersulit lawan dalam melakukan elakan,

hindaran, tangkisan, ataupun tangkapan

7) Kelincahan

Kelincahan merupakan perpaduan dari unsure kecepatan,

fleksibilitas, dan koordinasi. Dengan demikian, jika latihan yang

45

melibatkan komponen kecepatan dan fleksibilitas tentu telah

mencakup kelincahan (Sukadiyanto, 2005: 56).

Oxendine (1968) menyatakan bahwa kelincahan adalah

kecepatan dalam mengubah arah dan posisi tubuh. Disimpulkan

bahwa atlet yang lincah adalah atlet yang mempunyai kemampuan

untuk mengubah arah dan posisi tubuh dengan cepat dan tepat pada

waktu sedang bergerak, tanpa kehilangan keseimbangan dan

kesadaran akan posisi tubuh (Harsono, 1994: 172).

Joko Subroto (1994: 36) menyatakan bahwa kualitas

kelincahan (ketangkasan) tergantung pada faktor kekuatan,

kecepatan, tenaga ledak otot, kecepatan reaksi, keseimbangan, serta

koordinasi dari faktor-faktor tersebut. Dalam olahraga perorangan

seperti pencak silat kelincahan memegang peranan yang sangat

penting

Kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk

mengubah posisi di arena tertentu. Seseorang mampu mengubah

satu posisi yng berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi

yang baik berar ti kelincahan cukup baik (Sajoto,1995:9). Dengan

demikian kelincahan dalam pencak silat merupakan kemampuan

pesilat untuk bergerak cepat dengan posisi yang tepat (benar) dan

memberikan landasan yang kokoh saat melakukan serangan

maupun belaan. Oleh karena gerak teknik lawan sulit untuk

46

diprediksi sebelumnya, yang kemungkinan melakukan serangan

dengan pukulan, tendangan, atau bahkan sapuan bawah.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kondisi Fisik

1) Faktor Latihan

Latihan adalah proses yang sistematis dan berlatih atau

bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan penambahan

beban latihan atau pekerjaan. Untuk penambahan beban latihan

harus memenuhi prinsip-prinsip yang sesuai dengan tujuan latihan.

Prinsip-prinsip beban latihan dilakukan agar pemberian dosis

latihan dapat dilaksanakan secara tepat dan tidak merusak atlet

(Harsono, 1988: 101).

Selain penambahan beban latihan frekuensi latihan juga

harus diperhatikan untuk meningkatkan prestasi atlet. Frekuensi

latihan yang baik dilakukan empat kali dalam seminggu agar atlet

tidak mengalami kelelahan yang kronis. Dalam olahraga prestasi

latihan harus mempunyai tujuan yang pasti, mempunyai prinsip

latihan serta berpengaruh terhadap cabang olahraga yang

diikutinya, bahkan ada pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan latihan adalah peningkatan prestasi yang maksimal,

peningkatan kesehatan dan peningkatan kondisi fisik. (Harsono,

1988: 101).

47

2) Faktor Istirahat

Tubuh akan merasa lelah setelah melakukan aktivitas, hal

ini disebabkan oleh pemakaian tenaga untuk aktivitas yang

bersangkutan. Untuk mengembalikan tenaga yang dipakai,

diperlukan istirahat. Dengan istirahat tubuh akan menyusun

kembali tenaga yang hilang. Istirahat harus diatur sedemikian rupa

untuk mengatur antara istirahat dengan aktivitas yang dilakukan.

Istirahat yang paling baik adalah tidur, dengan tidur diharapkan

kondisi fisik yang lelah akan merasa bugar kembali.

3) Faktor Kebiasaan Hidup Sehat

Kondisi fisik yang baik harus didukung kesegaran jasmani

yang baik pula. Dengan kebiasaan hidup yang sehat maka

seseorang akan jauh dari segala bibit penyakit yang menyerang.

Dalam kehidupan kita sehari-hari harus memperhatikan dan

menerapkan cara hidup sehat antara lain:

a) Makanan yang dikonsumsi harus mengandung empat sehat

lima sempurna.

b) Menghindari rokok dan minuman keras dan selalu menjaga

kebersihan pribadi dan kebersihan Iingkungan.

4) Faktor Lingkungan

Lingkungan adalah tempat dimana seseorang itu tinggal

dalam waktu yang lama, dalam hal ini menyangkut lingkungan

fisik serta sosial, mulai dari lingkungan perumahan, lingkungan

48

pekerjaan daerah tempat tinggal dan sebagainya. Kualitas

kesehatan seseorang dapat dilihat dengan keadaan status kesegaran

jasmaninya, keadaan lingkungan yang bersih.

5) Faktor Makanan dan Gizi

Untuk memperbaiki makanan seseorang atau atlet sesuai

dengan tenaga yang dibutuhkan selama latihan atau melakukan

suatu aktivitas. Untuk seorang atlet membutuhkan 25-35% lemak,

15% protein , 50-60% hidrat arang dan vitamin serta mineral

lainnya. Jadi untuk pembinaan kondisi fisik dibutuhkan banyak

makanan yang mengandung gizi yang mengadung unsur-unsur:

protein, lemak, garam-garam mineral, vitamin dan air.

6. Komponen Fisik Dominan Pencak Silat

Prestasi merupakan gabungan dari kualitas fisik, teknik,

taktik dan kematangan psikis atau mental, sehingga aspek tersebut

perlu dipersiapkan secara menyeluruh, sebab satu aspek akan

menentukan aspek lainnya.

Fisik merupakan pondasi dan prestasi dari olahragawan,

karena teknik, taktik, dan mental akan dapat dikembangkan dengan

baik jika memiliki kualitas fisik yang baik. Seoarang atlet yang akan

mengembangkan ketrampilannya dari teknik dasar ke teknik yang

lebih tinggi perlu bekal fisik lebih yang cukup, contoh atlet pesilat

yang akan berlatih teknik tendangan balik ataupun counter sabit

49

memerlukan fisik yakni power yang memadai. Seperti yang

dikemukakan terdahulu bahwa sasaran latihan fisik adalah

meningkatkan kualitas sistem otot dan kualitas sistem energi yakni

dengan melatih unsur gerak atau biomotor.

Pencak silat merupakan olahraga body contact yang

kemungkinan terjadinya cedera pada saat bertanding sangat besar.

Untuk itu pesilat di harapkan memiliki kualitas fisik, teknik, taktik

dan psikis yang baik. Kualitas fisik antara lain ditentukan oleh

kebugaran otot dan kebugaran energi. Kemampuan biomotor yaitu

kekuatan, ketahanan, kecepatan, fleksibilitas, dan koordinasi.

Sedangkan kebugaran energi mencakup sistem energi aerobik dan

anaerobik, untuk kualitas psikis antara lain dipengaruhi oleh faktor

motifasi, konsentrasi, kecemasan, dan ketegangan.

Biomotor adalah kemampuan gerak manusia yang

dipengaruhi oleh kondisi sistem-sistem organ dalam, diantaranya

adalah sistem neuromuskuler, pernafasan, pencernaan, peredaran

darah, energi, tulang, dan persendian (Sukadiyanto, 2002: 35).

Menurut Bompa (1994: 7), komponen dasar biomotor olahragawan

meliputi kekuatan, kecepatan, ketahanan, koordinasi, fleksibilitas.

Adapun komponen lain yang merupakan gabungan dari beberapa

komponen sehingga membentuk satu peristilahan sendiri diantaranya

adalah power dan kelincahan. Power merupakan gabungan dari

50

kekuatan kali kecepatan, sedangkan kelincahan adalah gabungan dari

kecepatan dan koordinasi.

Secara garis besar komponen biomotor dipengaruhi oleh

kebugaran energi dan otot. Kebugaran energi adalah komponen

sumber energi yang menyebabkan terjadinya gerak, yang terdiri atas

kapasitas aerobik dan anaerobik. Sedangkan kebugaran otot adalah

keseluruhan dari komponen-komponen biomotor yang meliputi

kekuatan, ketahanan, kecepatan, power, kelentukan, keseimbangan

dan kelincahan, (Sharkey, 1986 : 74).

Komponen biomotor yang diperlukan dalam pencak silat

diantaranya adalah kekuatan, ketahanan, kecepatan, koordinasi, dan

fleksibilitas. Namun demikian bukan berarti komponen biomotor yang

lain tidak diperlukan dalam pencak silat, misalnya pada biomotor

seperti power, stamina, keseimbangan, kelincahan ini merupakan

perpaduan dari komponen-komponen dari biomotor. Dengan

demikian kemampuan komponen biomotor sangat diperlukan dalam

olahraga pencak silat agar pesilat mampu berprestasi secara optimal

(Awan Hariono, 2006 : 41).

51

B. PENELITIAN RELEVAN

Kajian hasil penelitian yang relevan tentang tingkat kebugaran

jasmani dapat disajikan dari :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Agung Nugroho dan Nur Rohmah

Muktiani (2003), dengan judul “Standarisasi Status Kondisi Pesilat

Nasional”. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dan

pengambilan data menggunakan tes dan pengukuran. Hasil peneltian ini

adalah tersusun: (1) skor baku VO2 maks pesilat putera dan puteri; (2)

skor baku push up pesilat putera dan puteri; (3) skor baku sit up pesilat

putera dan puteri ; (4) skor baku squat jump pesilat putera dan puteri; (5)

skor baku shutle run pesilat putera dan puteri; (6) skor baku lari sprint 50

meter pesilat putera dan puteri; (7) skor baku lari sprint 300 meter pesilat

putera dan puteri.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Faizun Ashar (2006), dengan judul

"Survai Kondisi Fisik Atlet Pencak silat Tapak Suci 13-18 Tahun di

Kecamatan Wanadadi Kabupaten Banjarnegara Tahun 2006”. Penelitian

ini merupakan penelitian deskriptif dan pengambilan data dengan cara

survai menggunakan tes dan pengukuran. Hasil penelitian serangkaian

tes menunjukan kemampuan fisik dapat diperoleh bahwa tes lari 30

meter (baik), tes sit-up (sedang), tes pull-up dan BST (sedang), tes

duduk pada tembok (kurang), tes loncat dada (sedang), tes lari bolak-

balik 4x5 meter (baik), tes duduk berlunjur dan meraih (baik), dan tes

52

lari 15 menit (sedang). Jadi sebagian besar kondisi fisik dalam kategori

sedang yaitu 76,93 %.

C. KERANGKA BERFIKIR

Kondisi fisik adalah satu kesatuan utuh dari komponen-komponen

yang tidak dapat dipisahkan begitu saja, baik peningkatan maupun

pemeliharaannya. artinya bahwa didalam usaha peningkatan kondisi fisik,

maka seluruh komponen tersebut harus dikembangkan, walaupun disana-sini

dilakukan dengan sistem prioritas sesuai keadaan atau status yang dibutuhkan

tersebut, maka perlu diketahui selanjutnya adalah bagaimana seorang atlet

dapat diketahui status dan keadaan kondisi fisiknya pada suatu saat.

Dalam cabang olahraga pencak silat sangat memerlukan unsur

kondisi fisik untuk berkompetensi secara maksimal, selain unsur itu yaitu

mental, teknik, taktik, pencak silat hendaknya dibentuk sejak dini khususnya

kondisi fisik. Oleh karena itu kondisi fisik yang prima sangat dibutuhkan

pada pertandingan untuk mendukung daya tahan (aerobik dan anaerobik),

kekuatan otot (lengan, perut, punggung), kecepatan, kelincahan, dan

koordinasi.

Mengingat pentingnya kondisi fisik yang dibutuhkan pesilat, maka

perlu diteliti tentang Status fisik pesilat masing-masing komponen kondisi

fisik pada olahraga pencak silat.