BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas,...

21
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Peningkatan Keterampilan Kerajinan Tangan Siswa Kelas V SD a. Karakteristik Siswa Kelas V SD Pada umumnya siswa kelas V SD rata-rata berusia sekitar 10-12 tahun. Anak kelas kelas V yakni yang berusia 10-12 tahun termasuk dalam tahap operasi konkret. Selama tahap ini anak mengemban konsep dengan menggunakan benda-benda konkret untuk menyelidiki hubungan model- model abstrak. Bahasa merupakan sarana yang sangat penting untuk menyatakan dan mengingat konsep-konsep Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sumiati dan Asra (mengutip simpulan Piaget) membagi tahapan perkembangan kecerdasan ke dalam empat tahapan, yaitu: (1) sensorimotor (0-1,5 tahun); (2) pre operational atau pre konseptual (1,5-6 tahun); (3) operasional konkret (6-12 tahun), (4) Operasional formal (12 keatas) (2009: 88). Mengenai Fase operasional konkret Sumantri & Syaodih membatasi anak aktif bergerak dan mempunyai perhatian yang besar pada lingkungannya. Pada usia ini, rasa ingin tahu berkembang sangat pesat. Anak selalu ingin mengetahui segala sesuatu yang dijumpainya dan apa yang terjadi disekitarnya. Siswa kelas V juga mengalami perkembangan fisik dan intelektual, perkembangan fisik dan intelektual anak usia 6-12 tahun nampaknya cenderung lamban. Pertumbuhan fisik anak menurun terus, kecuali pada akhir periode tersebut, sedangkan kecakapan motorik terus membaik. Perubahan terlihat kurang menonjol jika dibandingkan dengan usia permulaan. Akan tetapi perkembangan pada usia ini masih signifikan. Perkembangan intelektual sangat subtansial, karena sifat egosentrik, anak menjadi lebih bersifat logis (2011). 8

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas,...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Peningkatan Keterampilan Kerajinan Tangan Siswa Kelas V SD

a. Karakteristik Siswa Kelas V SD

Pada umumnya siswa kelas V SD rata-rata berusia sekitar 10-12

tahun. Anak kelas kelas V yakni yang berusia 10-12 tahun termasuk dalam

tahap operasi konkret. Selama tahap ini anak mengemban konsep dengan

menggunakan benda-benda konkret untuk menyelidiki hubungan model-

model abstrak. Bahasa merupakan sarana yang sangat penting untuk

menyatakan dan mengingat konsep-konsep Hal tersebut sesuai dengan

pernyataan Sumiati dan Asra (mengutip simpulan Piaget) membagi

tahapan perkembangan kecerdasan ke dalam empat tahapan, yaitu: (1)

sensorimotor (0-1,5 tahun); (2) pre operational atau pre konseptual (1,5-6

tahun); (3) operasional konkret (6-12 tahun), (4) Operasional formal (12

keatas) (2009: 88).

Mengenai Fase operasional konkret Sumantri & Syaodih

membatasi anak aktif bergerak dan mempunyai perhatian yang besar pada

lingkungannya. Pada usia ini, rasa ingin tahu berkembang sangat pesat.

Anak selalu ingin mengetahui segala sesuatu yang dijumpainya dan apa

yang terjadi disekitarnya. Siswa kelas V juga mengalami perkembangan

fisik dan intelektual, perkembangan fisik dan intelektual anak usia 6-12

tahun nampaknya cenderung lamban. Pertumbuhan fisik anak menurun

terus, kecuali pada akhir periode tersebut, sedangkan kecakapan motorik

terus membaik. Perubahan terlihat kurang menonjol jika dibandingkan

dengan usia permulaan. Akan tetapi perkembangan pada usia ini masih

signifikan. Perkembangan intelektual sangat subtansial, karena sifat

egosentrik, anak menjadi lebih bersifat logis (2011).

8

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

9

Arasteh mengatakan bahwa anak usia 8-10 tahun merupakan

masa dimana mereka ingin dapat diterima sebagai anggota dalam

kelompok dan teman sebayanya, sehingga mereka akan menerima pola-

pola yang ditetapkan kelompoknya, mereka akan merasa senang bila

dihargai sebagai anggota kelompok (Mikarsa, Taufik, dan Prianto 2008:

3.35).

Dari pendapat beberapa ahli yang dikemukakan di atas dapat

disimpulkan mengenai karakteristik siswa kelas V SD yaitu: (1) anak

berada pada tahap operasional konkret; (2) memiliki rasa ingin tahu yang

tinggi terutama dengan sesuatu yang dijumpai di lingkungan sekitar; (3)

ingin diterima dalam kelompok terutama teman sebaya dengan mengikuti

pola yang ditetapkan oleh kelompok.

b. Kerajinan Tangan

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia kata "kriya" berarti

pekerjaan kerajinan tangan (2000). Sementara menurut Rasjoyo (dalam

Mamen, 2012), berpendapat bahwa seni kriya merupakan suatu karya seni

dimana penekanan pengerjaanya terletak pada keterampilan tangan yang

menghasilkan sebuah bentuk kerajinan siap pakai.

Sementara Mamen berpendapat bahwa seni kriya (handycraft)

yang berarti kerajinan tangan, dimana seni kriya ini dapat dikatagorikan

sebagai seni terapan (applied art) yang meinitikberatkan pada aspek

keindahan dan kegunaaanya (2012: 15). Seni kriya merupakan seni yang

digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang menonjolkan aspek

estetika atau keindahan untuk kebutuhan sehari-hari.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

kerajinan tangan merupakan suatu karya seni yang dikatagorikan sebagai

seni terapan (applied art), dimana penekanan pengerjaanya terletak pada

keterampilan tangan yang menghasilkan sebuah bentuk kerajinan siap

pakai dan meinitikberatkan pada aspek keindahan. Salah satu hasil

kerajinan tangan adalah kerajinan meronce.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

10

c. Keterampilan

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata terampil

memiliki arti cakap dan cekatan. Keterampilan merupakan kecakapan

untuk menyelesaikan tugas (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1180).

Pendapat serupa dikemukakan oleh Soemarjadi, dkk (2007: 2) bahwa

keterampilan sama dengan cekatan. Terampil atau cekatan adalah

melakukan sesuatu pekerjaan dengan cepat dan benar.

Pendapat yang hampir sama diungkapkan oleh Munzayanah, dkk.,

keterampilan dapat disebut dengan kecekatan, kecakapan atau kemampuan

untuk melakukan sesuatu dengan baik dan cermat.

Hamzah (2006: 130) berpendapat keterampilan merupakan

kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan fisik dan

mental. Contoh keterampilan fisik adalah keterampilan membuat kerajinan

tangan.

Sementara Cronbach (dalam Hurlock, 2010: 154) memaparkan:

Keterampilan dapat diuraikan dengan kata seperti otomatik, cepat, dan

akurat. Meskipun demikian adalah keliru menganggap keterampilan

sebagai tindakan tunggal yang sempurna. Setiap pelaksanaan sesuatu

yang terlatih, walaupun hanya menulis huruf a, merupakan satu

rangkaian koordinasi beratus-ratus otot yang rumit yang melibatkan

perbedaan isyarat dan koreksi kesalahan yang berkesinambungan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa

keterampilan merupakan kemampuan melakukan tugas atau pekerjaan

tertentu yang berkaitan dengan fisik dan mental secara cakap, cermat,

cepat, cekatan, dan akurat.

d. Peningkatan

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1198)

peningkatan merupakan proses, cara, perbuatan meningkatkan. Pendapat

yang hampir sama diungkapkan Sugono (2010) peningkatan merupakan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

11

suatu usaha untuk melaksanakan kegiatan yang lebih baik dari yang telah

dilaksanakan.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas, dapat

disimpulkan bahwa peningkatan keterampilan kerajinan tangan siswa

kelas V SD merupakan suatu proses atau cara meningkatkan kemampuan

melakukan keterampilan dengan cara atau teknik menyusun bahan-bahan

untuk dijadikan satu rumpun yang kuat sehingga dapat digunakan.

2. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Seni budaya dan keterampilan

Mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan meliputi aspek-aspek

sebagai berikut:

1. Seni rupa, mencakup pengetahuan, keterampilan, dan nilai dalam

menghasilkan karya seni berupa lukisan, patung, ukiran, cetak-mencetak,

dan sebagainya.

2. Seni musik, mencakup kemampuan untuk menguasai olah vokal,

memainkan alat musik, apresiasi karya musik.

3. Seni tari, mencakup keterampilan gerak berdasarkan olah tubuh dengan dan

tanpa rangsangan bunyi, apresiasi terhadap gerak tari.

4. Seni drama, mencakup keterampilan pementasan dengan memadukan seni

musik, seni tari dan peran.

Seni Budaya dan Keterampilan kelas V semester satu. Standar

Kompetensinya (8) yaitu membuat karya kerajinan dan benda permainan.

Sedangkan kompetensi dasarnya (8.1) yaitu merancang karya kerajinan

meronce.

a. Kerajinan Meronce

Merangkai sama dengan menyusun, yaitu menata, menumpuk,

menyejajarkan, menyusun benda-benda atau pernik menggunakan teknik

ikatan (Rikabwahyu, 2012).

Sementara Ariefoer berpendapat bahwa Meronce adalah menata

dengan bantuan mengikat komponen tadi dengan utas atau tali. Dengan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

12

teknik ikatan seseorang akan memanfaatkan bentuk ikatan menjadi lebih

lama di bandingkan dengan benda yang ditata tanpa ikatan. Meronce

haruslah dengan memperhatikan bentuk, warna, dan ukuran (2012).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce

adalah merangkai benda dengan memanfaatkan bentuk ikatan.

Materi mengenai keterampilan meronce mencakup pengenalan

macam-macam roncean. Contoh macam-macam roncean :

1. Meronce dari bahan manik-manik

Alat dan Bahan:

1. Manik-manik warna warni

2. Benang wool

3. Gunting

4. Jarum

Cara membuat :

1. Pilihkan warna-warna yang berbeda.

2. Ambil benang, lalu rangkai manic-manik selang seling dengan warna

yang berbeda

3. Jadilah roncean sederhana.

2. Gelang dari sedotan

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

13

Alat :

1. Gunting

2. Jarum untuk meronce

3. Tang Penjepit

4. Pemanas/Api (Lilin atau Kompor)

Bahan :

1. Sedotan sisa

2. Benang elastis/karet atau benang senar

Cara Membuat :

1. Gunting sedotan kurang lebih 2 cm

2. Bakar atau panaskan kedua ujung masing2 potongan dengan api

(dari lilin atau kompor, kebetulan saya memakai kompor listrik)

3. masukkan ke dalam air supaya tidak saling menempel

4. keringkan potongan2 sedotan yang sudah dibakar ujungnya

5. ronce dengan menggunakan benang elastis yang dilengkapi jarum

diujungnya untuk menusuk

6. sesuaikan dengan ukuran tangan (untuk gelang) atau ukuran leher

(untuk kalung)

3. Membuat gorden dari sedotan

Alat dan bahan:

1. Sedotan aneka warna (sesuai selera)

2. Manik-manik (sesuai selera)

3. Benang wol

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

14

4. Gunting

5. Penggaris

6. Bambu (seukuran lebar pintu)

7. Paku

8. Palu

Cara membuat gorden dari sedotan:

1. Potong benang wol dengan ukuran setinggi pintu.

2. Kemudian potong sedotan aneka warna dengan ukuran yang sama

sekitar 5 cm (bisa dibantu dengan penggaris)

3. Mulailah meronce sedotan tersebut ke benang wol membentuk

warna pelangi (sesuai selera).

4. Jangan lupa untuk menambahkan manik-manik di sela-sela sedotan

sebagai pemanis dan juga sekat.

5. Ikat tali di bagian kedua ujungnya agar susunan tidak lepas.

6. Buat rangkaian sedotan bekas yang banyak, sekitar 10 atau lebih.

7. Kemudian satukan roncean dengan cara ikatkan ke bambu, dan beri

jarak diantara setiap roncean sedotan.

8. Paku bambu ke tembok di atas jendela.

Setelah pengenalan macam roncean kemudian siswa diajak untuk

membuat berbagai roncean. (Silabus terlampir pada lampiran 2

halaman 104).

3. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

a. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran

1) Model

Model adalah suatu objek atau konsep yang digunakan untuk

mempresentasikan sesuatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk

sebuah bentuk yang lebih komprehensif. Meyer (dalam Trianto : 21)

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (2010: 266), model

adalah suatu ragam, cara yang terbaik. Model adalah pola (contoh, acuan,

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

15

ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan (Departemen P dan

K, 1984: 75). Definisi lain dari model adalah abstraksi dari sistem

sebenarnya dalam gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai

tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah abstraksi

dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari

kehidupan sebenarnya, Simamarta (dalam http://pendidikan.infogue.-

com).

Berdasarkan uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

model adalah suatu objek, konsep, pola (contoh, acuan, ragam), cara

terbaik dalam gambaran yang sederhana untuk mernpresentasikan

sesuatu hal yang memusatkan perhatian pada kehidupan sebenamya.

2) Pembelajaran

a) Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses, cara menjadikan makhluk hidup

belajar. Sependapat dengan pernyataan tersebut, Sutomo (2008: 68)

mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan

lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga

memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau untuk

mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Undang-undang No. 20

tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, dalam pasal 1 menyebutkan

bahwa “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Jadi

pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa

belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada

situasi tertentu (Kerangka teori, 2002).

Menurut Nurhadi (2011: 3) "pembelajaran adalah proses

interaksi antara kegiatan belajar siswa dengan kegiatan mengajar guru

serta dengan lingkungannya (learning environment)". Pembelajaran

merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang (oleh guru) agar

terjadi proses belajar (pada siswa). Pembelajaran adalah kegiatan yang

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

16

dilakukan oleh seorang guru untuk menyediakan suatu kondisi agar

siswa melakukan proses belajar (Suherli, 2010: 15).

"Pembelajaran dikondisikan agar mampu mendorong

kreativitas anak secara keseluruhan, membuat siswa aktif, mencapai

tujuan pembelajaran secara efektif dan berlangsung dalam kondisi

menyenangkan" Suyono, (2011. 207).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disirnpulkan

bahwa pembelajaran adalah interaksi antara kegiatan siswa dengan

guru dan lingkungan, yang tersusun atas manusia, material, fasilitas,

perlengkapan yang dikreasikan urrtuk membentuk tingkah laku

(perubahan) pada siswa dan mampu mendorong kreativitas dan

keaktifan siswa untuk rnencapai tujuan. Pembelajaran merupakan

seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar

peserta didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal

yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang

berlangsung di dalam peserta didik untuk mencapai tujuan.

Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru mulai

dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program

tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif sehingga

tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik untuk mencapai

tujuan tertentu.

b) Komponen Pembelajaran

Pembelajaran adalah interaksi antara kegiatan siswa dengan

guru dan lingkungan, yang tersusun atas manusia, material, fasilitas,

perlengkapan yang dikreasikan untuk membentuk tingkah laku

(perubahan) pada siswa sehingga mampu mendorong kreativitas dan

keaktifan siswa untuk rnencapai tujuan. Dengan demikian, dapat

diketahui bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang

melibatkan beberapa komponen.

(1) Siswa

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

17

Seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan

penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.

(2) Guru

Seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisatar, dan

peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan

belajar mengajar yang efektif.

(3) Tujuan

Pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik,

afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti

kegiatan pembelajaran.

(4) Isi Pelajaran

Segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang

diperlukan untuk mencapai tujuan.

(5) Model

Cara yang teratur untuk memberikain kesempatan kepada siswa

untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk

mencapai tujuan.

(6) Media

Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan

untuk menyajikan informasi kepada siswa.

(7) Evaluasi

Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan

hasilnya.

3) Pengertian Model Pembelajaran

Ada beberapa pendapat yang mendefinisikan model

pembelajaran. Menurut Winataputra (dalam Sugiyanto 2009: 3), “model

pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur

yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk

mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

18

para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan

aktivitas pembelajaran”.

Eggen dan Kauchak menyatakan bahwa model pembelajaran

merupakan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar. Model

pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi

sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam

merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar. Udin,

(dalam http//pendidikan.infogue.com) .

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan

atau menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi

sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar

dalam merencanakan aktivitas pernbelajaran.

b. Definisi Model Contextual Teaching and Learning

CTL adalah sebuah sistem yang menyeluruh. CTL terdiri dari

bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu

sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang

diberikan bagian-bagianya secara terpisah. Elaine (2009: 65)

Contextual Teaching and Learning (model kontekstual) menurut

Nurhadi (dalam Sugiyanto, 2008) adalah “konsep belajar yang mendorong

guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi

dunia nyata siswa.” Mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka

sendiri-sendiri. Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh dari usaha

siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia

belajar.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

19

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa

pembelajaran contextual teaching and learning adalah pembelajaran yang

menitik beratkan kepada pembelajaran yang mengaitkan materi

pembelajaran dengan konteks kehidupan siswa yang menitik beratkan

kepada pembelajaran yang bermakna, dan berpusat kepada siswa (student

center).

1) Prinsip-prinsip Contextual Teaching and Learning

Elaine (2009: 68) mengemukakan tiga prinsip ilmiah dalam

pembelajaran CTL, yang dapat kita uraikan sebagai berikut:

a) Prinsip Saling Ketergantungan

Ketergantungan yang dimaksud disini adalah ketergantungan

antara materi yang diajarkan dengan konteks, “ada berarti

berhubungan, karena hubungan adalah inti dari keberadaan......tidak

ada sesuatu tanpa adanya yang lain” Swime & Berry dalam Elaine

(2009: 72)

b) Prinsip Differensiasi

“Jika para pendidik percaya dengan para ilmuwan modern

bahwa prinsip diferensiasi yang dinamis ini meliputi dan

mempengaruhi bumi dan semua sistem kehidupan, maka mereka pasti

ingin mengajar sesuai dengan prinsip itu” Elaine (2009: 77).

Secara garis besar prinsip diferensiasi dalam CTL adalah

bagaimana guru mampu mengkoordinasi siswa untuk mampu

menyatukan keragaman diantara mereka dan menumbuhkan

nkreatifitas yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

c) Prinsip Pengaturan Diri

Prinsip pengaturan diri dalam CTL adalah bagaimana

pendidik mampu mendorong siswa untuk mengeluarkan seluruh

potensinya, sasaran utama CTL adalah menolong para sisiwa untuk

mencapai keunggulan akademik, memperoleh keterampilan karir dan

mengembangkan karakter dengan cara menghubungkan tugas sekolah

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

20

dengan pegalaman serta pengerahuan pribadinya. Ketika sisiwa

menghubungkan materi akademik dengan konteks kehidupan pribadi,

mereka terlibat dalam prinsip pengatura diri dalam CTL.

Mereka menerima tanggung jawab atas keputusa dan perilaku

sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana,

menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai

bukti.

c. Komponen dalam Pendekatan Contextual Teaching and Learning

Elaine (2009: 65-66) mengemukakan bahwa sistem dalam CTL

mempunyai delapan komponen yaitu: 1) Membuat keterkaitan-keterkaitan

yang bermakna, 2) melakukan pekerjaan yang berarti, 3) melakukan

pembelajaran yang diatur sendiri, 4) bekerjasama, 5) berpikir kritis dan

kreatif,6) membantu individu untuk tumbuh berkembang, 7) mencapai

standar yang tinggi, 8) menggunakan penilaian yang autentik. Selain

delapan komponen atau pilar yang ada didalam model kontekstual yang

dipaparkan oleh Elaine diatas, Depdiknas dalam Dedy (2008) menjelaskan

pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen utama, yaitu

konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya

(questioning), masyarakat-belajar (learning community), pemodelan

(modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic).

Adapun tujuh komponen tersebut sebagai berikut:

1) Konstruktivisme (constructivisme)

Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang

menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat

pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana

siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya, yang

dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.

2) Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran

berbasis kontekstual Karena pengetahuan dan keterampilan yang

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

21

diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-

fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan

(inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi

(observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis),

pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).

3) Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari

bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis

kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : a) menggali informasi, b)

menggali pemahaman siswa, c) membangkitkan respon kepada siswa, d)

mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, e) mengetahui hal-hal

yang sudah diketahui siswa, f) memfokuskan perhatian pada sesuatu

yang dikehendaki guru, g) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan

dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran

diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari

„sharing‟ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum

tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua

kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling

belajar.

5) Pemodelan (Modeling)

Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan,

mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar

dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam

pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat

dirancang dengan ,melibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.

6) Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang

baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

22

dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu

sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung

tentang apa yang diperoleh hari itu.

7) Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)

Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa

memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam

pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu

diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami

pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian

tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap

proses maupun hasil.

d. Langkah-Langkah Pembelajaran Kontekstual/CTL

Secara sederhana langkah penerapan CTL dalam kelas secara garis

besar adalah sebagai berikut:

1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna

dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi

sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri.

3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

4) Ciptakan “masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok-kelompok).

5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

6) Lakukan refleksi diakhir pertemuan.

7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

e. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual Dengan Pembelajaran

Tradisional

Terlihat jelas perbedaan proses pembelajaran kontekstual yang

berpijak pada pandangan kontrukstivisme dengan pembelajaran tradisional

yang berpijak padangan behaviorisme-objektivis. Menurut Sanjaya (2007:

256) ada beberapa perbedaan yang dapat diuraikan sebagai berikut:

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

23

1) Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran, sedangkan dalam

pembelajaran tradisional siswa adalah penerima informasi yang pasif.

2) Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling

mengoreksi, sedangkan dalam pembelajaran tradisional siswa belajar

secara individual.

3) Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang

disimulasikan, sedangkan dalam pemebelajaran tradisional

pembelajaran sangat abstrak.

4) Perilaku dibangun atas kesadaran sendiri sedangkan dalam

pembelajaran tradisional perilaku dibangun atas kebiasaan.

5) Keterampilan dibangun atas kesadaran diri, sedangkan dalam

pembelajaran tradisional ketrampilan dikembangkan atas dasar latihan.

6) Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri, sedangkan dalam

pembelajaran tradisional hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau

nilai (angka) rapor.

7) Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru

dan merugikan., sedangkan dalam pembelajaran tradisional seseorang

tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman.

8) Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak

menggunakan bahasa dalam konteks nyata, sedangkan dalam

pembelajaran tradisional, bahasa diajarkan dengan pendekatan

struktural: rumus diterapkan sampai hafal, kemudian dilatihkan (drill).

9) Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada

dalam diri siswa, sedangkan dalam pembelajaran tradisional rumus itu

ada di luar diri siswa, yang harus dikembangkan, diterima dan

dilafalkan, dan dilatihkan.

10) Siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam

pengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut

bertanggungjawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan

membawa skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

24

sedangkan dalam pembelajaran tradisional siswa secara pasif menrima

rumus atau kaidah (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal),

tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran.

11) Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia dikembangkan oleh manusia

itu sendiri. Manusia menciptakan atau membangun pengetahuan dengan

cara memberi arti dan memahami pengalamannya sedangkan dalam

pembelajaran tradisional pengetahuan adalah penangkapan terhadap

serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang brada di luar diri manusia.

f. Kelebihan dan Kekurangan CTL

1) Kelebihan model kontekstual

Anisah (2009) menyebutkan beberapa kelebihan pendekatan

kontekstual, antara lain: (1) pembelajaran menjadi lebih bermakna dan

riil, karena peserta didik dapat menangkap hubungan antara pengalaman

belajar di sekolah dengan kehidupan nyata, (2) pembelajaran lebih

produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa, (3)

guru lebih intensif dalam membimbing siswa, karena guru tidak lagi

berperan sebagai pusat informasi melainkan pengelola kelas sebagai

sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan

keterampilan yang baru bagi siswa, (4) guru memberikan kesempatan

kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan

mengajak siswa menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.

2) Kelemahan Model Kontekstual

Adapun kelemahan model kontekstual seperti yang ditulis oleh

Agus Badrudin (2009) menyebutkan antara lain: (a) ketidaksiapan

peserta didik untuk berbaur, (b) kondisi kelas atau sekolah yang tidak

menunjang pembelajaran.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

25

B. Penelitian yang Relevan

Dalam upaya menghindari adanya duplikasi penelitian, dan untuk

memberikan gambaran, serta penyempurnaan penelitian tindakan kelas ini,

peneliti berupaya untuk menyajikan beberapa contoh atau hasil penelitian yang

telah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain yaitu tentang penerapan model

kontekstual.

Hasil penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh Farida pada tahun

2011. Judul yang diteliti adalah “Penerapan Model CTL untuk Meningkatkan

keterampilan Membuat Relief Siswa Kelas IV SDN Kauman 2 Kecamatan Klojen

Kota Malang” yang di dalamnya memuat tujuan penelitian yaitu meningkatkan

kreatifitas membuat relief pada siswa kelas V SD Negeri Kauman 2 Kecamatan

Klojen Kota Malang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas

dengan menggunakan model CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam

pembelajaran SBK tentang membuat relief. Kesimpulan dari hasil penelitian ini

adalah model CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat meningkatkan

keterampilan kerajinan tangan siswa. Hal tersebut ditandai dengan peningkatan

nilai rata-rata siswa di setiap siklusnya, yaitu pada siklus I 84,82, kemudian pada

siklus kedua menjadi 92,50.

Penelitian relevan kedua yang peneliti pilih sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Laraswati pada tahun 2011. Judul yang diteliti adalah Penerapan

Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kretifitas dan Hasil Belajar SBK

Siswa Kelas IV SDN Ketawanggede 2 Malang. Penelitian ini merupakan jenis

penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model CTL (Contextual Teaching

and Learning) dalam pembelajaran SBK. Kesimpulan dari penelitian ini adalah

model CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat meningkatkan hasil belajar

siswa. Hal tersebut ditandai dengan peningkatan nilai rata-rata siswa, yaitu dari

siklus I niali rata-ratanya 56,81 (masih kurang dari KKM, 65), pada siklus II

menjadi 62,04 (belum memenuhi KKM), dan di siklus III menjadi 75,22 sehingga

terjadi peningkatan disetiap siklusnya.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

26

Berdasarkan uraian singkat tentang isi penelitian di atas, terdapat

beberapa kesamaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan, yaitu pada variabel

terikatnya yang menggunakan pendekatan CTL. Tujuan dari kedua penelitian

tersebut pada dasarnya sama yaitu meningkatkan kreatifitas dalam pembelajaran

dan hasil belajar SBK, yang tentunya tidak jauh berbeda dari tujuan penelitian

yang akan peneliti laksanakan. Adapun perbedaannya terletak pada hal yang akan

dinilai keberhasilannya. Pada penelitian I membahas tentang materi SBK yang

dibelajarkan, yaitu tentang relief. Sedangkan pada penelitian II membahas tentang

karya kerajinan nusantara.

.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah dalam penelitian ini,

peneliti tertarik untuk menggunakan pembelajaran kontekstual dikarenakan guru

masih menggunakan pembelajaran konvensional dimana siswa kurang aktif dan

pembelajaran masih otoritas guru, sehingga siswa kurang tertarik pada kegiatan

pembelajaran, yang berimplikasi pada hasil belajar mereka, terutama tentang

keterampilan, masih tergolong rendah. Untuk itu peneliti berupaya untuk

melakukan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

kontekstual. Pendekatan kontekstual merupakan suatu pendekatan dalam

pembelajaran yang mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia

nyata siswa antara pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari

dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran sehingga benar-benar

menghasilkan kualitas pembelajaran yang efektif dan efisien. Langkah awal dalam

penelitian ini adalah menentukan subjek yang akan diteliti. Subjek penelitian

tersebut berkaitan dengan pokok bahasan, dan strategi pembelajaran yang

dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Permasalahan-permasalahan

dalam keterampilan seringkali muncul, dikarenakan keterampilan mempunyai

keunikan tersendiri dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain.

Untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan keterampilan meronce

siswa diajak untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari mereka,

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

27

sehingga dengan pengalaman belajar ini diharapkan pemahaman siswa akan

keterampilan tertanam dan tidak mudah dilupakan siswa jika suatu saat ada

permasalahan yang berhubungan dengan materi ini.

Untuk merealisasikan gagasan tersebut, peneliti menerapkan pembelajaran

SBK dengan pendekatan kontekstual. Dalam pembelajaran kontekstual ini

dilaksanakan pendalaman materi dan beberapa evaluasi dengan mengutamakan

proses pembelajaran, agar mendapatkan hasil yang lebih optimal. Peneliti

berharap bahwa implementasi pembelajaran kontekstual efektif untuk

meningkatkan kualitas proses, motivasi belajar, dan hasil belajar siswa. Diduga

melalui pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar SBK tentang

meronce siswa kelas V SDN 3 Waluyo Tahun 2013/2014.

Gambar 2.4 Alur Kerangka Berpikir

D. Hipotesa Tindakan

Berdasarkan uraian pada latar belakang, kajian pustaka, dan kerangka

berpikir maka dapat diambil hipotesis:

Siklus

III

Hasil Belajar

Rendah

Pembelajaran Seni

Budaya dan

Keterampilan Monoton

Kondisi

Awal

Siklus

I

Tindakan

(Pembelajaran dengan

Menggunakan Metode

Kontekstual)

Siklus

II

Keterampilan meronce siswa meningkat

Kondisi

Akhir

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. a. Karakteristik Siswa Kelas V SD · Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meronce ... Meronce dari bahan manik-manik Alat dan Bahan:

28

“Jika penggunaan model pembelajaran kontekstual dilaksanakan dengan

tepat, maka keterampilan meronce pada pembelajaran Seni Budaya dan

Keterampilan siswa kelas V SDN 3 Waluyo Tahun Ajaran 2013/2014 dapat

meningkat.”