BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian De Quervain’s...

34
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian De Quervain’s Syndrome De Quervain’s syndrome merupakan penyakit dengan nyeri pada daerah prosesus stiloideus akibat inflamasi pembungkus tendon otot abductor pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis dengan jepitan pada kedua tendon tersebut serta pergesekan yang terlalu banyak atau lama sehingga sarung tendon menjadi radang dan menebal tetapi tendon normal (Richardson & Iglarsh, 2009). De Quervain’s Syndrome adalah suatu bentuk peradangan yang disertai rasa nyeri dari selaput tendon yang berada di sarung synovial, yang menyelubungi extensor pollicis brevis dan abductor pollicis longus (Appley, 2008). Berikut gambar tentang De Quervain’s Syndrome: Gambar 2.1 De Quervain’s Syndrome Sumber: Adam, 2014 Inflamasi tendon abductor pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian De Quervain’s...

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian De Quervain’s Syndrome

De Quervain’s syndrome merupakan penyakit dengan nyeri pada daerah

prosesus stiloideus akibat inflamasi pembungkus tendon otot abductor pollicis

longus dan ekstensor pollicis brevis dengan jepitan pada kedua tendon tersebut

serta pergesekan yang terlalu banyak atau lama sehingga sarung tendon menjadi

radang dan menebal tetapi tendon normal (Richardson & Iglarsh, 2009). De

Quervain’s Syndrome adalah suatu bentuk peradangan yang disertai rasa nyeri

dari selaput tendon yang berada di sarung synovial, yang menyelubungi extensor

pollicis brevis dan abductor pollicis longus (Appley, 2008). Berikut gambar

tentang De Quervain’s Syndrome:

Gambar 2.1 De Quervain’s Syndrome

Sumber: Adam, 2014

Inflamasi tendon abductor pollicis longus dan

ekstensor pollicis brevis

7

2.2 Etiologi

Penyebab dari De Quervain’s syndrome belum diketahui secara pasti.

Tetapi ada beberapa faktor yang dianggap menjadi penyebab dari sindrom ini

yaitu:

a. Overuse

Gerakan yang berlebihan dan terlalu dibebani pada sendi carpometacarpal

I dapat menyebabkan ruptur dan peradangan pada daerah tersebut sebagai akibat

dari pergesekan, tekanan, dan iskemia daerah persendian.

b. Trauma Langsung

Trauma langsung yang menyerang pada tendo m. abductor pollicis

longus dan m. extensor pollicis brevis dapat menyebabkan kerusakan jaringan

serta peradangan yang bisa menimbulkan reaksi nyeri.

c. Peradangan Sendi

Kerusakan persendian akibat radang dapat mengakibatkan terjadinya

erosi tulang yang terjadi pada bagian tepi sendi akibat invasi jaringan granulasi

dan akibat resorbsi osteoclast. Dan pada tendon terjadi tenosinovitis yang disertai

invasi kolagen yang dapat menyebabkan rupture tendon baik total maupun parsial

(Parry, 2004).

2.3. Patofisiologi

Gerakan dan pembebanan yang berlebihan menimbulkan adanya

pergesekan, tekanan, dan iskemia pada sekitar sendi carpometacarpal I, serta nyeri

pada pergelangan tangan tepatnya pada m. abductor pollicis longus dan m.

ekstensor pollicis brevis. Proses peradangan ini juga bisa mengakibatkan

8

timbulnya bengkak dan nyeri (Clarke, 2007). Kompartemen dorsal pertama pada

pergelangan tangan termasuk pembungkus tendon yang menutupi tendon otot

abduktor pollicis longus dan tendon otot ekstensor pollicis brevis pada tepi lateral.

Inflamasi pada daerah ini umumnya terlihat pada pasien yang menggunakan

tangan dan ibu jarinya untuk kegiatan-kegiatan yang repetitif. Karena itu, de

Quervain’s syndrome dapat terjadi sebagai hasil dari mikrotrauma kumulatif

(repetitif).

Pada trauma minor yang bersifat repetitif atau penggunaan berlebih pada

jari-jari tangan (overuse) menyebabkan malfungsi dari tendon sheath. Tendon

sheath yang memproduksi cairan sinovial mulai menurun produksi dan kualitas

cairannya. Akibatnya, pada penggunaan jari-jari selanjutnya terjadi pergesekan

otot dengan tendon sheath karena cairan sinovial yang berkurang tadi berfungsi

sebagai lubrikasi. Sehingga terjadi proliferasi jaringan ikat fibrosa yang tampak

sebagai inflamasi dari tendon sheath. Proliferasi ini menyebabkan pergerakan

tendon menjadi terbatas karena jaringan ikat ini memenuhi hampir seluruh tendon

sheath. Terjadilah stenosis atau penyempitan pada tendon sheath tersebut dan hal

ini akan mempengaruhi pergerakan dari kedua otot tadi. Pada kasus-kasus lanjut

akan terjadi perlengketan tendon dengan tendon sheath. Pergesekan otot-otot ini

merangsang nervus yang ada pada kedua otot tadi sehingga terjadi perangsangan

nyeri pada ibu jari bila digerakkan yang sering merupakan keluhan utama pada

penderita penyakit ini. Pembungkus fibrosa dari tendon abduktor polisis longus

dan ekstensor polisis brevis menebal dan melewati puncak dari prosesus stiloideus

radius (Apley, 2008).

9

2.4. Tanda dan Gejala Klinis

Ada beberapa tanda dan gejala klinis yang dapat kita amati dari penderita

De Quervain syndrome, antara lain:

a. Nyeri pada sekitar ibu jari

b. Bengkak pada pergelangan tangan sisi ibu jari

c. Rasa tebal-tebal pada sekitar pergelangan tangan sisi ibu jari karena syaraf

yang menempel pada selubung tendon ikut teriritasi maupun karena

penjepitan syaraf dari tendon yang membengkak

d. Adanya penumpukan cairan pada daerah yang mengalami bengkak

e. Krepitasi saat menggerakkan ibu jari

f. Persendian ibu jari terasa kaku saat bergerak

g. Adanya penurunan lingkup gerak sendi carpometacarpal (Salter, 2008).

2.5. Komplikasi

Rasa nyeri pada gerakan ibu jari sebagai akibat dari peradangan

m.abductor pollicis longus dan m.extensor pollicis brevis dapat menimbulkan

komplikasi berupa kelemahan otot, ruptur otot serta disuse atrofi (Clarke,2008).

2.6. Prognosis

Prognosis dari De Quervain’s syndrome adalah baik jika penderita

sindrom ini menjalani perawatan dengan baik dan teratur. Tetapi jika terapi

konservatif gagal dilakukan, maka pasien memerlukan tindakan operasi. Operasi

dapat menunjukkan hasil yang baik tetapi ada sekitar satu dari lima penderita yang

dioperasi menemukan masalah baru yang dapat berupa penurunan sensoris pada

10

daerah punggung tangan serta tenderness pada jaringan parut(Richardson &

Iglarsh, 2009).

2.7 Anatomi Tangan

2.2.1 Tulang-tulang tangan

Tulang atau rangka terdiri dari tulang-tulang pergelangan tangan (ossa

carpi), tulang-tulang telapak tangan (ossa metacarpi) dan ruas-ruas jari tangan

(phalanges digitorum manus).

1) Ossa Carpi

Ossa carpi terdiri dari delapan buah tulang-tulang kecil yang letaknya

teratur.

a) Os Scapoideum

Os scapoideum berbentuk seperti perahu dengan dataran

proksimal yang konvek dan bersendi dengan radius.

b) Os Lunatum

Os lunatum berbentuk seperti bulan sabit, dengan dataran

proksimal yang konvek untuk bersendi dengan radius.

c) Os Triquetum

Os triquetum mempunyai tiga sisi, bagian proksimal berhubungan

dengan bagian distal.

d) Os Pisiforme

Os pisiforme tulang kecil seperti biji kacang yang melekat di

dataran volair os triquetum.

e) Os Trapezium

11

Os trapezium mempunyai hubungan dengan os naviculare, os

trapezoideum dan dengan metacarpus I dan II.

f) Os Capitatum

Os capitatum berbentuk bulat dan panjang sehimgga disebut caput.

g) Os Hamatum

Os hamatum mempunyai bentuk seperti lidah, tulang ini

berhubungan dengan os triquetum, os capitulum dan os metacarpus II.

h) Os Trapezoideum

Os trapezoideum, os capitulum, dan os scapoideum pada os

metacarpus II.

2) Ossa metacarpi

Ossa metacarpi terdiri dari tiga bagian yaitu basis, corpus dan capitulum.

a) Basis

Pada metacarpi nomor 1 dataran seperti pelana, basis metacarpi

nomor 2 dataran sendi menghadap ke arah ulnar, basis nomor 3 dataran

sendi bersendi dengan nomor 4 dan nomor 2. Basis nomor 4, facit

menghadap ke ulnar serta basis nomor 5 hasilnya tidak bersudut tetapi

membulat dengan dataran sendi ke arah radial.

b) Corpus

Corpus berbentuk langsing dengan fasies dorsalis yang konvex

dan facies volaris yang konkaf.

c) Capitulum

Capitulum ini berbentuk membulat dan bersendi dengan

phalanges.

12

3) Phalanges digitorum manus

Phalangis digitorum terdiri dari tiga buah phalang kecuali ibu jari terdiri dari

dua buah phalang.

a) Phalanges I

Basisnya konkaf, ujung distalnya disebut trochlia dan di tengah-

tengahnya ada sulcus sehingga terbagi menjadi dua buah condyli.

b) Phalanges II

Basisnya di tengah-tengah mempunyai crista.

c) Phalanges III

Merupakan phalang terkecil pada ujung distalnya disebut

tuberositas unguicularis.

Berikut gambar di bawah ini menjelaskn tentang tulang-tulang tangan:

Gambar 2.2 Tulang-tulang tangan

Sumber : Putz and Pabst, 2008

13

2.2.2 Otot-0tot Tangan

Gerakan jari tangan terdiri dari gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi,

dan oposisi. Gerakan-gerakan tersebut dilakukan oleh otot-otot tangan.

1) Musculus flexor pollicis longus

Origo pada pertengahan facies anterior corpus radii dan membrana introssea

yang berdekatan. Tendon berjalan di belakang retinaculum flexorum dan

berinsersio ke basis phalang distal ibu jari. Berfungsi melakukan gerakan fleksi

phalang distal ibu jari.

2) Muskulus flexor pollicis brevis

Origo berada pada permukaan anterior retinaculum flexorum, insersio pada

sisi lateral basis phalanx proximalis ibu jari dengan fungsi melakukan gerakan

fleksi sendi metacarpophalangeal ibu jari.

3) Musculus opponens pollicis

Origo pada permukaan anterior retinaculum flexorum. Insertio pada

sepanjang pinggir lateral corpus os metacarpal I. Berfungsi untuk menarik ibu jari

ke medial dan depan melintasi tapak tangan.

4) Musculus extensor pollicis longus

Origo pada facies posterior ulna dan bagian introssea yang berdekatan.

Berinsertio ke facies posterior basis phalanx distalis ibu jari. Berfungsi untuk

melaukan gerakan extensi phalang distalis I.

5) Musculus extensor pollicis brevis

Origo pada permukaan posterior radialis dan bagian membrana introssea

yang berdekatan dan berinsersio pada facies posterior basis phalanx proximalis

ibu jari fungsi melakukan gerakan ekstensi sendi metacarpophalangeal I.

14

6) Musculus abductor pollicis longus

Origo di permukaan posterior corpus radii dan ulna. Insersio di basis os

metacarpal I. Fungsi untuk melakukan melakukan gerakan abduksi dan ekstensi

ibu jari.

7) Musculus adductor pollicis brevis

Origo pada os scapoideum, trapezium dan fleksor retinaculum. Insersio pada

basis phalang proximal ibu jari. Fungsi untuk melakukan gerakan adduksi ibu jari.

8) Musculus abductor digiti minimi

Origo pada os pisiforme, insersio pada aponeurois dorsalis jari ke lima. Otot

ini berfungsi untuk abduksi jari kelingking.

9) Musculus digiti minimi brevis

Origo pada retinaculum flexorum dan hamulus ossis hamati, sedangkan

insertion pada phalang proximal jari ke lima. Berfungsi untuk memfleksikan jari

kelingking.

10) Musculus opponens digiti minimi

Origo pada os pisiforme, insersio pada os metacarpal (V). Berfungsi untuk

oposisi jari kelingking.

11) Musculus interossei

a) Musculus interossei dorsales

Origo bercaput dua dari ossa metacarpi (metacarpalia) I-V, insersi

pada aponeurosis dorsalis jari I-V. Berfungsi untuk mengaduksi Mm.

interossei dorsalis, mengaduksi jari ke arah palmar. Semua Mm. interossei

menekuk sendi dasar jari ke II-V dan mengektensi sendi interphalanx jari

yang bersangkutan

15

b) Musculus interossei palmares

Origo pada ossa metacarpi (metacarpalia) II-V, insertio pada

aponeurosis jari II-V. fungsinya sama dengan Mm. interossei dorsales.

12) Musculus lumbricales

Origo pada tendon musculus digitorum profundus. Mm. lumbricales I dan

II, caput tunggal, Mm. lumbricales III dan IV caput ganda. Insersio pada

aponeurosis dorsalis jari jari ke 2 sampai ke 5. Fungsinya untuk menekuk sendi

dasar jari, mengekstensi sendi tengah dan ujung (Putz and Pabs, 2008). Gambar

di bawah ini menjelaskan tentang otot tangan bagian dorsal :

Gambar 2.3 Otot-otot tangan bagian dorsal

Sumber : Putz and Pabs, 2008

16

Gambar di bawah ini menjelaskan tentang otot-otot tangn bagian

palmar, berikut :

Gambar 2.4 Otot-otot tangan bagian palmar

Sumber : Putz and Pabst, 2008

2.2.3 Pembuluh darah pada tangan

1) Vena

Jalinan vena superfisialis dapat ditemukan pada dorsum manus. Jalinan vena

ini mengalirkan darahnya ke atas, di lateral masuk ke vena cephalica dan di

medial ke vena basilica. Vena cephalica menyilang dan memutar menuju

permukaan anterior lengan bawah. Sedangkan vena basilica dapat diikuti dari

dorsum manus sekitar sisi medial lengan bawah (Snell, 2004).

17

2) Arteri

a) Arteri Radialis

Arteri radialis adalah cabang terminal yang lebih kecil dari arteri

brachialis yang berjalan di bawah tendon extensor pollicis longus memasuki

telapak tangan, kemudian bercabang menjadi arteri radialis indicis yang

mensuplai sisi lateral jari telunjuk. Sewaktu memasuki telapak tangan arteri

radialis membelok ke medial berlanjut sebagai arcus palmaris superficial

b) Arteri Ulnaris

Arteri ulnaris juga merupakan cabang terminal yang lebih kecil dari

arteri brachialis, memasuki telapak tangan anterior memberi cabang profunda

dan berlanjut sebagai arcus palmaris superficialis yang bercabang menjadi

empat arteriole digitalis yang mensuplai sisi medial jari kelingking, jari

manis, jari tengah dan jari telunjuk (Snell, 2004).

2.2.4 Persarafan pada tangan

1) Nervus radialis

Nervus radialis berasal dari fasiculus posterior plexus brachialis. Pada

fossa cubiti nervus radialis bercabang menjadi radialis profundus dan radialis

superficialis yang mensarafi kulit bagian ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah

(Snell, 2004)

2) Nervus medianus

Nervus medianus timbul dari plexus brachialis yang berjalan sebagian

besar ke otot-otot flexor pronator dari lengan bawah sampai tangan, kemudian

cabang motorik mensarafi otot lumbricalis pertama dan otot thenar yang terletak

18

superficial terhadap tendon m. flexor pollicis longus. Cabang sensorik mensuplai

kulit palmar ibu jari sampai setengah jari tengah (Snell, 2004)

3) Nervus ulnaris

Nervus ulnaris merupakan cabang yang terbasar dari fasciculus medialis

plexus brachialis. Nervus ulnaris berjalan turun pada sisi medial lengan sampai di

belakang epicondylus medialis humeri dan ke bawah menelusuri sisi ulnar lengan

bawah untuk masuk ke dalam tangan. Cabang-cabang motoriknya mempersarafi

seluruh otot profunda yang kecil yang berada di sebelah medial tendo m. flexor

longus ibu jari tangan kecuali dua buah otot lumbricalis yang pertama. Cabang

sensorik mensuplai kulit jari kelingking, bagian medial tangan serta jari manis

(Snell, 2004). Gambar di bawah ini menjelaskan tentang persarafan pada tangan :

Gambar 2.5 Vena dan N. Radialis

Sumber : Putz and Pabst, 2008

19

2.8 Pemeriksaan penunjang

2.8.1 Tes Finkelstein

Tes finkelstein adalah salah satu cara untuk menentukan apakah ada

tenosinovitis dalam tendon abductor polisis longus dan ekstensor pollicis brevis.

Tesfinkelstein yang dirancang oleh Harry Finkelstein (1865-1939) , seorang ahli

bedah Amerika pada tahun 1930. Cara melakukan tes ini ialah ibu jari fleksi

sampai menempel pada telapak tangan kemudian diikuti fleksi ke empat jari

dalam posisi mengepal, ibu jari berada di dalam kepalan. Pemeriksa menggerakan

tangan pasien kearah gerakan ulna deviasi. Bila positif De Quervain syndrom

maka akan terasa nyeri yg hebat di sepanjang radius distal (Wikipedia, 2013).

Berikut ini aplikasi tes finkelstein, dapat dilihat pada gambar 2.5 di bawah ini:

Gambar 2.6 Tes Finkelstein

Sumber : Medicastore.com

2.9 Diagnosis banding

Diagnosis banding dari De Quervain syndrom ini antara lain (1) Cervical

radikulopati yang biasanya keluhan berkurang bila diistirahatkan dan bertambah

20

bila leher digerakan. Distribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya, (2)

Carpal Tunnel Syndrom dimana nyeri pada tahap awal dirasakan pada

pergelangan tangan hingga menjalar sampai ke jari 1,2,3 dan setengah jari ke 4

(Brotzman dan Wilk, 2003).

2.10 Pengertian Nyeri

Nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan yang menyadarkan

seseorang untuk membuat tanggap rangsang yang memadai guna mencegah

kerusakan lebih lanjut dari jaringan yang bersangkutan. Ada beberapa teori

tentang nyeri, modulasi dan reseptor nyeri, yang banyak ditemukan oleh beberapa

ahli, antara lain :

2.10.1 Teori nyeri

Teori yang menjelaskan tentang timbulnya nyeri dan rasa nyeri.

a. Teori spesifik

Teori ini mengemukakan bahwa reseptor dikhususkan untuk menerima

suatu stimulus yang spesifik, yang selanjutnya dihantarkan melalui serabut A

– delta dan serabut C di perifer dan traktus spinothalamikus di medulla

spinalis menuju ke pusat nyeri di thalamus, lalu diteruskan ke sensoris

cortek.

b. Teori pola ( pattern )

Teori ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola

sensoris. Pola aksi potensial yang timbul oleh adanya suatu stimulus timbul

pada tingkat saraf perifer dan stimulus tertentu menimbulkan pola aksi

21

potensial tertentu. Pola aksi potensial untuk nyeri berbeda dengan pola untuk

rasa sentuhan.

c. Gate control mechanism dari Melzack dan Wall

Melzak dan Wall mengemukakan Teori Gerbang Kontrol (gate control

theory) yang banyak diterima banyak ahli. Menurut teori ini, afferen terdiri

dari dua kelompok serabut yaitu serabut berukuran besar (A-beta dan C).

Kedua kelompok aferen ini berinteraksi dengan substansia gelatinosa yang

berasal pada lamina II dan III tanduk belakang medula spinalis substansia

gelatinosa ini berfungsi sebagai modulator (gerbang kontrol) terhadap A-beta,

A-delta dan C. Apabila subtansia gelatinosa (SG) aktif, gerbang akan

menutup. Sebaliknya apabila SG menurun aktivitasnya, gerbang membuka.

Aktif tidaknya SG tergantung pada kelompok aferen mana yang terangsang.

Apabila serabut berukuran besar terangsang, SG menjadi aktif dan gerbang

menutup. Ini berarti bahwa rangsang yang menuju ke pusat melalui Transiting

Cell (T-Cell) terhenti atau menurun. Serabut A-beta adalah penghantar

rangsang nociceptif, misalnya sentuhan, propioseptif. Apabila kelompok

berdiameter kecil (A-delta dan C) terangsang, SG menurun aktivitasnya

sehingga gerbang membuka. A-delta dan C serabut pembawa rasa

nociceptive, sehingga kalau serabut ini terangsang, gerbang akan membuka

dan rangsang nyeri diteruskan ke pusat.

2.10.2 Modulasi nyeri

Ada beberapa tingkat dalam susunan aferen dimana nyeri dapat dikelola

antara lain :

22

a. Tingkat reseptor

Pada tingkat ini sasaran modulasi pada reseptor di perifer. Modulasi

diperoleh dengan cara menurunkan ekstabilitas reseptor, menghilangkan

faktor perangsang reseptor misal dengan memperlancar proses pembuangan

iritan melalui peredaran darah, serta menurunkan aktivitas nosisensorik misal

dengan pemanasan. Contohnya micro wave diathermy adanya pengaruh

peningkatan sirkulasi darah setempat.

b. Tingkat spinal

Pada tingkat ini sasaran modulasi pada substansia gelatinosa dengan

tujuan memberikan inhibisi terhadap transmisi impuls nyeri. Berdasarkan

teori gerbang kontrol nyeri oleh Malzack dan Wall maka untuk dapat

menghilangkan atau mengurangi nyeri substansia gelatinosa harus diaktifkan

sehingga gerbang menutup. Sebagai contoh penggunaan micro wave

diathermy yakni dengan pengaruh sedatifnya.

c. Tingkat supraspinal

Pada tingkat ini kontrol nyeri dilakukan oleh periaquaductal gray

matter (PAG) di midbrain. PAG mengirim stimulus ke nucleus rache magnus

(NRM) yang selanjutnya ke tanduk belakang medulla spinalis (PHC). NRM

akan menghambat aferen A delta. Selain itu NRM juga memacu timbulnya

serotonin. PAG juga memodulasi nyeri melalui produksi endorfin di PHC

dengan perantaraan NRM. Dengan uraian tersebut maka modulasi nyeri pada

tingkat supraspinal ada dua kemungkinan mekanisme yang terlibat yaitu jalur

endorphin dan jalur serotonin.

23

d. Tingkat sentral

Pada tingkat sentral ini komponen kognitif dan psikologis berperan di

dalam memodulasi nyeri dan emosi yang mengendalikan. Misal seorang

tentara yang sedang berperang tidak merasa nyeri yang hebat meskipun

menderita luka berat. Hal ini menunjukkan bahwa nyeri meliputi dua aspek

sensoris dan aspek psikologis. Dengan demikian susunan saraf pusat juga

berperan dalam memodulasi nyeri( Parjoto, 2006).

2.10.3 Reseptor

Proses perjalanan nyeri itu perlu reseptor dan serabut aferen yang akan

membawanya ke pusat karena setiap informasi yang datang akan diterima oleh

reseptor dan diteruskan oleh serabut saraf aferent yang berbeda dengan jenis dan

sifat reseptor. Sedangkan aferent stimulus dapat berasal dari proprioseptor,

exteroseptor, dan interoseptor. Sherington memperkenalkan bahwa berasarkan

lokalisasi, maka reseptor terdiri dari : eksteroseptor, interoseptor, dan

propioseptor.

Rasa nyeri ditangkap oleh indra-indra yang spesifik misalnya badan ruffini

yang menangkap rangsang panas badan. Krause menangkap rangsang dingin,

corpus Vater Pacini merupakan alat penerima rangsang raba. Indera yang tidak

spesifik adalah ujung bebas saraf (nosiseptor) sensoris yang tersebar luas lapisan

superfisial kulit dan juga dalam jaringan tertentu, seperti periosteum, dinding

arteri, akpsul sendi, ligamen dan lain-lain. Mekanisme yang tepat kenapa

kerusakan jaringan merangsang ujung saraf sensoris (nosiseptor) tidak diketahui,

tetapi diperkirakan karena adanya zat kimia seperti bradikinine Polipeptida yang

dilepaskan dari jaringan yang rusak dan selanjutnya merangsang ujung saraf

24

bradikinine dari jaringan rusak dan selanjutnya merangsang ujung saraf sensoris

saraf nyeri atau nosiseptor. Sinyal nyeri dihantarkan oleh serabut aferent kecil

jenis A delta (III b) dan serabut jenis C (IV) (Sujatno dkk, 2006).

2.10.4 Pengukuran Nyeri

Penilaian nyeri pada hakekatnya sama dengan kegiatan mengukur yaitu

suatu proses kuantifikasi untuk menetapkan suatu besaran atau dimensi dari

sesuatu yang diukur. Instrumen pengukuran nyeri yang lasim digunakan yakni:

a. Visual Analoque Scale ( VAS )

Visual Analog Scale (VAS) berupa sebuah garis kosong yang

horizontal, lurus sepanjang 10 cm (100mm). Cara pengukuran derajat nyeri

dengan menunjukan satu titik pada garis skala nyeri ( 0 ---- 10 ). Awal garis

menunjukan tidak adanya rasa nyeri, sedangkan ujung garis menunjukan

nyeri yang tidak tertahan.

Prosedur pengukuran tingkat nyeri dengan VAS, adalah sebagai berikut :

a) Menyediakan sebuah garis kosong sepanjang 10 cm.

b) Pada ujung kiri diberi tanda “tidak ada nyeri” sedangkan pada ujung paling

kanan diberi tanda “nyeri tidak tertahan”.

c) Sampel diberi penjelasan untuk memberikan tanda titik di sepanjang garis

tersebut daerah mana yang menggambarkan rasa nyeri yang dirasakan.

d) Setiap penambahan atau pengurangan diukur dalam mili meter 0 – 100

mm (Wikipedia.com).

2.10.5 Mekanisme Nyeri Penderita De Quervain’s syndrome

Trauma kecil yang berulang mengakibatkan gesekan, tekanan dan iskemia

pada sekitar sendi carpometacarpal I tepatnya pada m. abductor pollicis longus

25

dan m. ekstensor pollicis brevis. Hal ini dapat mengakibatkan perdangan dan

bengkak sehinga menyebabkan malfungsi dari tendon sheath yang berfungsi

memproduksi cairan sinovial, pada penggunaan jari-jari selanjutnya terjadilah

gesekan antara tendon dan tendon sheath kemudian terjadi proliferasi jaringan

ikat fibrosa yang tampak sebagai inflamasi dari tendon sheath dan mengakibatkan

pergerakan tendon menjadi terbatas karena jaringan ikat memenuhi seluruh tendon

sheath. Terjadilah stenosis pada tendon sheath, pada kondisi lanjut terjadilah

perlengketan antara tendon dan tendon sheath. Gesekan pada otot-otot ini

merangsang nervus yang ada pada kedua otot tadi sehingga terjadi perangsangan

nyeri pada ibu jari dan pergelangan tangan sisi lateral pada saat digerakan (Apley,

2008).

Dengan demikian penanganan nyeri pada De Quervain’s syndrom

berhubungan dengan wound healing process, antara lain : Tahap Inflamasi ini

adalah reaksi tubuh terhadap cedera dan persiapan untuk fase perbaikan. Tahap

inflamasi adalah ketika sistem kekebalan tubuh meningkatkan sirkulasi ke daerah

cedera, dengan tujuan menghasilkan edema (pembengkakan). Peradangan juga

menyebabkan panas dan kemerahan terjadi di daerah karena pelebaran pembuluh

darah kecil, periode ini biasanya berlangsung 3 sampai 5 hari dalam hal ini baik

dilakukan tindakan RICE. Tahap Proliferasi: terjadi pembentukan faktor

pembekuan fibrin dan proliferasi fibroblast, sel sinovial, dan kapiler. Sel-sel

inflamasi menghilangkan jaringan yang rusak dengan fagositosis, dan fibroblast

secara ekstensif memproduksi kolagen ini. Tahap ini mulai setelah 5 hari dan

berlangsung selama 4- 6 minggu, ditandai dengan peningkatan aktivitas fibroblast

yang berkembang dan menghasilkan serat kecil kolagen dan pembentukan adhesi,

26

pada tahap ni masas membantu meminimalkan pembentukan jaringan ikat. Tahap

remodeling adalah pematangan bekas luka yang berlangsung 6 bulan setelah

cidera serabut kolagen baru dapat menahan tekanan yang mendekati normal

(Wordpress.com 2014).

2.11 Teknologi Intervensi

2.11.1 Micro Wave Diathermy (MWD)

MWD merupakan suatu alat terapi yang memancarkan gelombang

elektromagnetik, dengan panjang gelombang 12,25 cm dan frekuensi 2450 MHz

atau 69 cm dengan frekuensi 433,92 MHz.

Produksi dari MWD menggunakan tabung magnetron, dimana tabung ini

memerlukan waktu untuk pemanasan, biasanya dengan tombol stand by switel.

Arus dari mesin mengalir ke elektroda melalui coascial cable yaitu diselubungi

oleh logam dengan di antarai suatu bahan isolator. Arus dari mesin melalui

coascial cable menuju sebuah areal dapat meneruskan gelombang yang disebut

emitter director atau applicator. Dalam hal ini penderita tidak ikut termasuk

dalam sirkuit sehingga tidak memerlukan tuning.

Aplikasi MWD yaitu menggunakan emmiter. Emmiter ada beberapa

macam bentuk yaitu ada yang berbentuk segi empat dan bulat. Pada bentuk bulat

gelombang yang dipancarkan sirkuler dan paling padat di daerah tepi. Sedangkan

pada emmiter segi empat gelombang yang dipancarkan oval dan paling padat di

daerah tengah. Gelombang yang dipancarkan oleh elektroda akan menyebar,

sehingga secara langsung kepadatan gelombang akan semakin berkurang bila

27

jaraknya semakin jauh. Berkurangnya intensitas gelombang juga disebabkan oleh

penyerapan jaringan, jarak antara kulit dan emmiter.

Indikasi MWD antara lain ganguan muskuloskeletal seperti sprain, strain,

penyakit sendi degeneratif dan kaku sendi yang letaknya superfisial. Sedangkan

kontra indikasinya antara lain gangguan sensibilitas, mata, kanker, peradangan

akut, adanya logam dalam tubuh, kehamilan, thrombosis dan phlebitis.

MWD dapat mengurangi spasme otot dengan menghasilkan gelombang

elektromagnetik yang mempunyai efek terapeutik dan fisiologis terhadap jaringan

yaitu adanya panas dalam jaringan. Dengan panas maka jaringan akan teregang

dan akan membuat vasodilatasi dan sirkulasi darah menjadi lancar. Dengan

adanya sirkulasi darah yang lancar maka diharapkan substansi “P” (histamine,

prostaglandin, bradikinin) yang merupakan stimulus nyeri akan lebih cepat

terbawa oleh aliran darah. Dengan demikian maka nyeri dapat dikurangi.

Efek fisiologis dari MWD antara lain meningkatkan metabolisme sel-sel

lokal kurang dari 13% setiap kenaikan temperatur 1 derajat celcius, meningkatkan

elastisitas jaringan 5 sampai 20 kali lebih baik, menurunkan tonus lewat

normalisasi nosisensorik, meningkatkan sirkulasi darah perifer, meningkatkan

ambang rangsang dan konduktivitas saraf.

Efek terapeutik dari MWD antara lain mengurangi nyeri, spasme,

normalisasi tonus otot lewat efek sedatif, memperbaiki metabolisme,

meningkatkan aliran darah (Sujatno, 2006).

28

2.11.2 Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)

1) Definisi

TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untuk merangsang

sistem saraf melalui permukaan kulit dalam hubungannya dengan modulasi nyeri.

2) Mekanisme TENS

Mekanisme TENS dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Mekanisme periferal

Stimulasi listrik yang diaplikasikan pada serabut saraf akan

menghasilkan impuls saraf yang berjalan dengan dua arah di sepanjang akson

yang bersangkutan. Peristiwa ini dikenal sebagai aktivasi antidromik. Adanya

impuls antidromik mengakibatkan terlepasnya materi P dari neuron sensoris

yang berujung terjadinya vasodilatasi arteriole dan ini merupakan dasar bagi

proses triple responses. Adanya triple responses dan penekanan aktivasi

simpatis akan meningkatkan aliran darah sehingga pengangkutan materi yang

berpengaruh terhadap nyeri seperti bradikinin, histamin atau materi P juga

akan meningkat (Gersh RM, 1992 dikutip oleh Parjoto, 2006).

b. Mekanisme segmental

Adanya aktivasi serabut A Beta yang selanjutnya akan menginhibisi

neuron nosiseptif di cornu dorsalis medulla spinalis. Ini mengacu pada teori

gerbang kontrol (Gate Control Theory) yang dikemukakan oleh Melzack dan

Wall (1965) dimana TENS akan menghasilkan efek analgesia dengan jalan

mengaktifasi serabut A beta yang akan menginhibisi neuron nosiseptif di

cornu dorsalis medulla spinalis. Gerbang kontrol terdiri dari sel internunsia

yang bersifat inhibisi, dikenal sebagai substansia gelatinosa dan terletak di

29

cornu posterior dan sel T yang merelai informasi dari pusat yang lebih tinggi.

Tingkat aktivitas sel T ditentukan oleh keseimbangan asupan dari serabut

berdiameter besar A beta dan A alfa serta serabut berdiameter kecil A delta

dan serabut C. Asupan dari saraf berdiameter kecil akan mengaktifasi sel T

yang kemudian dirasakan sebagai keluhan nyeri.

Pada saat yang bersamaan impuls juga dapat memicu sel substansia

gelatinosa yang berdampak pada penurunan asupan terhadap sel T baik yang

berasal dari serabut berdiameter besar maupun serabut berdiameter kecil

dengan kata lain asupan impuls dari serabut aferen berdiameter besar akan

menutup gerbang dan membloking transmisi impuls dari serabut aferen

nosiseptor sehingga nyeri berkurang.

c. Mekanisme ekstrasegmental

TENS yang menginduksi aktivitas aferen yang berdiameter kecil juga

menghasilkan analgesia tingkat extrasegmental melalui aktivitas struktur

yang membentuk jalur inhibisi desenden seperti Periaqueductal Grey

(PAG).

3) Spesifikasi TENS

a. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) konvensional

Target arus adalah mengaktivasi saraf berdiameter besar, yaitu A-Beta

dan mekanoreseptor. Sensasi yang ditimbulkan dari arus ini berupa

paraestesia yang kuat dan disertai sedikit kontraksi. Karakteristik fisika dari

arus ini adalah frekuensi yang tinggi namun intensitas yang rendah dengan

pola kontinue, dimana durasi: 100-200 µs dan frekuensi: 10-200 pps. Posisi

elektroda adalah pada titik nyeri dermatom, sedangkan profil analgetiknya

30

terasa < 30 menit setelah dinyalakan dan menghilang < 30 menit setelah alat

dipadamkan. Durasi terapi secara terus menerus saat nyeri terjadi dimana

mekanisme analgetik pada tingkat segmental.

b. Al-TENS (Acupuncture like-TENS)

Target arus adalah mengaktivasi motorik untuk menimbulkan

kontraksi otot-otot fasik yang berakhir pada aktivasi saraf berdiameter kecil

non noksius. Serabut saraf yang teraktivasi adalah G III dan A-delta

ergoseptor. Sensasi yang diinginkan dari arus ini adalah kontraksi otot fasik

yang kuat tetapi nyaman dengan karakteristik fisika yaitu frekuensi rendah

dan intensitas tinggi, dimana durasi: 100-200 µs dan frekuensi hingga 100

pps. Penempatan elektroda adalah pada motor point atau nyeri myotom. Profil

analgetik dari arus ini adalah terjadi > 30 menit setelah dinyalakan dan baru

hilang > 1 jam setelah mesin dimatikan. Durasi terapi 30 menit setiap kali

terapi dimana mekanisme analgetik adalah tingkat extrasegmental ataupun

segmental.

c. Intens TENS

Target arus adalah mengaktivasi serabut saraf berdiameter kecil

dimana jaringan yang teraktivasi adalah nosiseptor. Sensasi yang diinginkan

adalah intensitas tertinggi yang masih tertolerir pasien dengan sedikit

kontraksi otot. Fisika dasar dari arus ini yaitu frekuensi hingga 200 pps,

durasi > 1000 µs, intensitas tertinggi yang masih bisa ditolerir pasien dengan

pola continue. Penempatan elektroda yaitu pada daerah nyeri atau di sebelah

proksimal titik nyeri pada cabang utama saraf yang bersangkutan. Profil

analgetik < 30 menit setelah terapi dimulai, pengaruh analgetik bisa bertahan

31

> 1 jam, bisa terjadi hipoestesia (rasa berkurang). Durasi terapi berkisar 15

menit setiap terapi. Mekanisme analgetik adalah tingkat peripheral,

segmental, dan ekstrasegmental.

4) Prosedur penggunaan

a. Intensitas

Intensitas berpengaruh dalam menentukan besarnya muatan listrik yang

berhubungan langsung dengan penetrasi dalam jaringan. Semakin tinggi

puncak arus listrik semakin dalam penetrasinya. Intensitas arus diatur

sehingga pasien merasakan arus masuk.

b. Frekuensi pulsa

Frekuensi pulsa merupakan kecepatan atau pulse rate yang terjadi pada

setiap detik sepanjang arus listrik yang mengalir. Frekuensi pulsa dapat

berkisar 1-200 pulsa/detik

c. Pemasangan elektroda

Prosedur pemasangan elektroda meliputi:

a) Titik akupuntur, motor atau trigger, dimana elektroda dipasang pada

titik nyeri.

b) Pleksus salah satu elektroda diletakkan di pleksus sedangkan elektroda

di distalnya atau di daerah perifer.

c) Segmental yaitu satu elektroda dipasang pada level spinal sedangkan

yang lainnya diletakkan di area dermatom yang berhubungan trigger

point.

d) Dermatom dasar pemikiran metoda ini adalah daerah kulit tertentu

mempunyai persarafan yang sama dengan struktur yang ada di

32

bawahnya. Elektrode dipasang pada area dermatom yang sama (Parjoto,

2006).

5) Indikasi dan Kontra Indikasi TENS (Sujatno, 2006).

Indikasi dari TENS meliputi:

a. Nyeri muskuloskeletal baik akut maupun kronik.

b. Nyeri kepala

c. Nyeri paska operasi

d. Nyeri paska melahirkan

e. Nyeri miofasial maupun viseral

f. Nyeri yang berhubungan dengan sindroma deprivasi sensorik seperti

neuralgia, kausalgia, dan phantom pain.

g. Sindroma kompresi neurovaskular

Kontra indikasi penggunaan arus TENS:

a. Penyakit vaskuler (arteri maupun vena)

b. Adanya kecenderungan terjadi perdarahan

c. Pasien dengan alat pacu jantung (penggunaan di TENS di dada)

d. Luka terbuka

e. Kondisi infeksi

f. Hilangnya sensasi sentuh dan tusuk

g. Daerah sinus karotif

h. Mata

i. CVA (untuk aplikasi di kepala)

j. Thrombosis (bisa terjadi emboli)

33

2.11.3 Transverse Friction

1) Definisi

Friction adalah tehnik massage dengan menggerus jaringan dapat terputus-

putus atau terus menerus tanpa mengangkat tangan dan gesekan. Dapat

menggunakan ibu jari, pangkal tangan, siku atau alat bantu (Dorland, 2008).

Pada massage terdapat indikasi dan kontraindikasi:

Indikasi Tranverse Friction

a. Kekakuan, ketegangan dan pengerasan otot

b. Nyeri berhubungan dengan kondisi muskuloskeletal, fibromyalgia, dan

sindrom myofasial

c. Edema karena peradangan traumatis

d. Kondisi penekanan saraf yang terjadi ketika jaringan lunak menekan

saraf, seperti sindrom carpal tunnel, thoracic outlet syndrom dan skiatika

dan lain-lain.

e. Relaksasi otot

Kontraindikasi Transverse Friction

a. Keadaan patologis yang dapat menyebar lewat aliran darah atau limfe

b. Melanoma maligna

c. Area yang mengalami pendarahan

d. Acut injury (24-28 jam)

e. Radang acut

f. Rematoid Artitis kondisi akut

g. Demam akut

h. Gangguan sensibilitas

34

i. Kanker, inflamasi akut

2) Efek Transverse Friction

Efek mekanik sebagai berikut:

a. Gosokan yang dalam pada vena akan mengakibatkan tekanan vena

menurun sehingga berakibat sirkulasi tekanan arteri naik yang

mengakibatkan sirkulasi menjadi lancar.

b. Stretching jaringan akan memelihara fisiologis jaringan dan menjadi

fleksibel. Jika dilakukan penekanan akan mengulur.

c. Mencegah terjadinya jaringan kontraktur.

d. Memelihara kekuatan, ukuran dan kemampuan gerak otot.

e. Menceraiberaikan perlengketan jaringan.

Efek fisiologi sebagai berikut:

a. Membantu sirkulasi darah balik

b. Menaikkan metabolisme

c. Kontraksi otot akan dapat menaikkan metabolisme sehingga pembuangan sisa

metabolisme toksin (asam laktat) menjadi lancar.

d. Self Milking of Pumping Action (pemompaan oleh kontraksi otot). Kontraksi

menimbulkan penekanan pembuluh darah dalam otot, tekanan lebih rendah

sehingga darah dipompa menuju superficial. Pada pembuluh darah yang

tertekan akan terjadi ke kosongan, kemudian darah akan di isi kembali dari

pembuluh darah yang tidak tertekan.

Macam-macam manipulasi friction yakni:

a) Superfisial friction yaitu tehnik gerusan melingkar kecil-kecil dipakai pada

grup otot kecil dan relatif superficial.

35

b) Longitudinal friction yaitu tehnik gerusan searah atau sepanjang serabut

jaringan dan tekanan searah tanpa disertai gesekan antara kulit dan

tangan.

c) Transverse friction yaitu teknik gerusan menyilang serabut jaringan

dengan tekanan searah disertai gesekan antara kulit dan tangan. Friction

berasal dari kata latin frictio yang berarti jari siku dan tumit. Efeknya

terjadi pada perbaikan jaringan ikat.

d) Regenerasi terdiri dari tiga fase utama : Peradangan , proliferasi

(granulasi) dan renovasi . Peristiwa ini tidak terjadi secara terpisah tetapi

membentuk urutan yang kontinu ( sel , matriks dan pembuluh darah

berubah) yang diawali dengan pelepasan mediator inflamasi dan diakhiri

dengan renovasi jaringan .friction mungkin memiliki efek

menguntungkan pada ketiga fase tersebut. Friction merangsang

fagositosis dan mencegah pembentukan fibrous, pada hari pertama atau

kedua setelah cedera friction diberikan dengan tekanan sedikit saja dan

dengan durasi yang pendek yaitu satu menit(Astika, 2013).

2.11.4 Kinesiotapping

1. Definisi

Kinesiotapping merupakan dasar terapi dengan menggunakan pendekatan

proses penyembuhan secara alami dengan pemberian elastis taping yang

dikembangkan oleh Kenzo Kase dengan istilah kinesiotaping pada tahun 1973.

Kinesiotapping adalah pita terapi yang terbuat dari bahan baku khusus yang

sangat elastis yakni katun dan perekat akrilik (acrylicadhesive).

36

2. Fungsi utama kinesiotapping

a. Support muscle

Kinesiotapping meningkatkan kontraksi otot pada kondisi otot yang

lemah, mengurangi kelelahan otot, mengurangi over-extension dan over-

contraction otot, mengurangi kram dan cidera otot, serta mengurangi nyeri.

b. Removes congestion aliran cairan tubuh

Kinesiotapping meningkatkan sirkulasi darah dan limfe, sehingga

dapat menurunkan peradangan dan mengurangi nyeri di kulit dan otot.

c. Mengaktifkan endogenousanalgesic system

Kinesiotapping memungkinkan aktivasi spinal inhibitory system dan

descending inhibitory system.

d. Koreksi sendi

Kinesiotapping mengkoreksi aligment yang disebabkan oleh spasme

dan pemendekan otot, menormalkan tonus dan fasia pada sendi,

meningkatkan ROM dan menurunkan nyeri.

Pada kondisi kelemahan otot yang akut atau kronis harus disangga full

ROM, aplikasinya dari origo ke insersio, sebelumnya otot diposisikan

memanjang dengan tekanan ringan, setelah itu diberikan tambahan stimulasi

untuk menjaga kontraksi selama otot bekerja. Pada kasus cidera sendi atau

ligamen aplikasi tapping dari medium ke full stretch untuk menjaga posisi

fungsional sendi selama aplikasi tapping. Untuk kelemahan otot, aplikasinya

dari origo ke insertio, sedangkan untuk mencegah kram atau over kontraksi

otot aplikasinya dari insertio ke origo.

37

Di sisi lain, pola gelombang tapping memiliki efek mengangkat kulit

sehingga membebaskan daerah sub cutan untuk mengurangi pembengkakan

dan inflamasi dengan meningkatkan sirkulasi dan mengurangi sakit dengan

mengambil tekanan dari reseptor rasa sakit (mengurangi iritasi nosiseptor)

sehingga aliran darah kaya oksigen meningkat, terjadi regenerasi area yang

diterapi, perlengketan berkurang, terjadi peningkatan fleksibilitas kolagen

yang secara mekanis menyebabkan gerakan menjadi lebih leluasa (Kaze,

2005).

Kinesiotapping mempengaruhi aktivasi sistem saraf dan sistem

peredaran darah. Otot tidak hanya dikaitkan dengan gerakan tubuh, tetapi

juga mengontrol peredaran darah vena, suhu tubuh. Oleh karena itu,

kegagalan otot untuk berfungsi dengan baik menyebabkan berbagai macam

gejala. Akibatnya, lebih banyak perhatian diberikan kepada pentingnya fungsi

otot untuk mengaktifkan proses penyembuhan tubuh sendiri. Kinesiotapping

adalah sebuah pendekatan inovatif untuk mengobati saraf, otot dan organ.

Enam konsep dasar dari aplikasi Kinesiotapping meliputi: mekanik,

fasia, penambahan ruang, dukungan ligamen/tendon, fungsional, dan sistem

peredaran darah. Koreksi mekanik yang digunakan untuk meningkatkan

stabilitas dan biomekanik. Fasia koreksi membuat atau mengarahkan gerakan

fasia. Koreksi ruang yang digunakan untuk mengurangi tekanan atas jaringan

target. Koreksi tendon/ligamen menurunkan stres pada struktur tersebut.

Koreksi fungsional memberikan stimulasi sensorik baik untuk membantu atau

membatasi gerak. Pada koreksi sistem peredaran darah membantu cairan

limfatik bergerak dari lebih padat ke daerah kurang padat (Kaze, 2005).

38

3. Kinesiotapping pada Dequervain’s syndrome

Kinesiotapping yang direkatkan pada De Quervain’s syndrome terutama

bertujuan untuk mengihibisi aktivasi otot yang mengalami gangguan nyeri dan

memfasilitasi fungsi otot yang mengalami kelemahan. Adapun prosedur

pemasangan tapping pada De Quervain syndrom yaitu: daerah atau kulit yang

akan dipasang taping harus bersih, kering dan bebas dari minyak, ukur tapping

sesuai area yang dibutuhkan, diukur dari ibu jari sampai tengah antara medial

radius dan elbow dengan bentuk taping “I”. Posisi pasien adalah siku semi fleksi

IP 1 fleksi, pergelangan ulnar deviasi (posisi terulur). Tapping dipasang dari distal

ke proksimal dengan tarikan kurang lebih 15 %. Untuk aplikasi kedua, bentuk

taping “I” dipasangkan pada medial pergelangan tangan dengan posisi melingkar

kearah ulnar dengan tarikan 35 %. Tapping diganti setelah 2 hari atau lebih (Kaze,

2005). Apliksi pemasangan taping dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini:

39

Gambar 2.7 Aplikasi kinesiotapping pada De Quervain’s syndrome

Sumber : Medicastore.com, 2014

Ket : Tahap 1 adalah pemasangan tapping dari distal ke proksimal dengan tarikan

kurang lebih 15 %.

Tahap 2 adalah pemasangan tapping pada medial pergelangan tangan

dengan posisi melingkar kearah ulnar dengan tarikan 35 %.

Tahap 1

Tahap 2