BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan)...

22
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib pajak orang pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara demi tujuan membangun Negara yang makmur dan sejahtera. Menurut Mardiasmo (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedangkan menurut Rochmat Soemitro (2006:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan)...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Pajak

Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib

pajak orang pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasarkan

undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan Negara demi tujuan membangun Negara yang

makmur dan sejahtera. Menurut Mardiasmo (2011:1) Pajak adalah iuran

rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar

pengeluaran umum. Sedangkan menurut Rochmat Soemitro (2006:1)

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang

(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal

(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan

untuk membayar pengeluaran umum.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

7

2.1.2 Macam – macam Pajak

Terdapat bermacam-macam jenis pajak yang berlaku di seluruh dunia

termasuk di Indonesia. Menurut Waluyo (2011:12), pajak yang berlaku di

Indonesia adalah pajak menurut golongan atau pembebanan, sifat, dan

pemungut atau pengelolanya. Pajak-pajak tersebut yaitu :

1) Menurut Golongan atau Pembebanan

Pajak menurut golongan atau pembebanan dibagi menjadi 2 (dua)

yaitu :

(1) Pajak Langsung adalah pajak yang pembebanannnya tidak dapat

dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban

langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak

Penghasilan

(2) Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat

dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai

2) Menurut Sifat

Pajak menurut sifat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

(1) Pajak Subyektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan

pada subyeknya yang selanjutnya dicari syarat obyektifnya, dalam

arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak

Penghasilan.

(2) Pajak Obyektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan

pada obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

8

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah

3) Menurut Pemungut atau Pengelolanya

Pajak menurut pemungut atau pengelolanya dibagi menjadi 2 (dua)

yaitu :

(1) Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh : Pajak

Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas

Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Materai.

(2) Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh :

Pajak Reklame, Pajak Hiburan, Bea Perolehan atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkotaan

dan pedesaan.

2.1.3 Fungsi Pajak

Menurut Waluyo (2011:6), fungsi pajak dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

1) Fungsi Penerimaan (Budgeter)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang di peruntukkan bagi

pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contoh :

penerimaan dalam negeri bersumber dari APBN

2) Fungsi Mengatur (Regulerent)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan

kebijaksanaan dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh : pajak yang

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

9

tinggi dikenakan terhadap minuman keras dengan tujuan untuk

mengurangi konsumsi minuman keras. Pajak yang tinggi juga

dikenakan atas barang-barang mewah dengan tujuan untuk

mengurangi gaya hidup konsumtif.

2.1.4 Tata Cara Pemungutan Pajak

Tata cara pemungutan pajak ada 3 (tiga) yaitu :

1) Stelsel Nyata/Riil

Stelsel Nyata/Riil adalah pengenaan pajak didasarkan pada objek

penghasilan nyata sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan

pada akhir tahun pajak yaitu setelah penghasilan sesungguhnya

diketahui. Stelsel Nyata/Riil ini mempunyai kelebihan yaitu bagi

Wajib Pajak maupun fiskus (pemerintah) tidak akan merasa dirugikan

apabila terjadi perubahan terhadap objek pajak tersebut karena semua

perubahan itu akan diperttimbangkan kembali dalam penentuan

jumlah pajak sedangkan kekurangannya yaitu Pajak yang masuk

dalam kas Negara akan terlambat sebab uang pajak yang akan masuk

ke kas Negara baru akan masuk setelah tahun pajak itu berakhir

2) Stelsel Anggapan

Stelsel Anggapan adalah pengenaan pajak didasarkan pada suatu

anggapan yang diatur oleh undang-undang. Kelebihan dari Stelsel

Anggapan yaitu Uang Pajak akan langsung masuk ke Kas Negara dan

kekurangannya yaitu Bagi Wajib Pajak akan merasa rugi apabila

ternyata wajib pajak selama masa atau tahun pajak berjalan terjadi

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

10

penurunan penghasilan dari wajib pajak dan sebaliknya juga akan

merugikan Negara apabila selama masa atau tahun pajak berjalan

terjadi kenaikan penghasilan dari wajib pajak

3) Stelsel Campuran

Stelsel Campuran adalah kombinasi antara stelsel Nyata/Riil dengan

stelsel Anggapan. Kelebihannya yaitu pada awal masa atau tahun

pajak, uang hasil pajak sudah dapat masuk dalam kas Negara

sehingga kas tersebut dapat digunakan. Bagi pemerintah dan wajib

pajak tidak ada yang dirugikan apabila terjadi perubahan pada

besarnya penghasilan. Karena bila terjadi perubahan maka pajak

didasarkan pada stelsel fictie masih dapat dikoreksi dan kelemahannya

yaitu pekerjaan, biaya dan tenaga menjadi tidak efisien karena adanya

ketetapan yang dilakukan 2 (dua) kali selama masa atau tahun pajak

yang bersangkutan.

2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak

Menurut (Mardiasmo, 2011:7), sistem pemungutan pajak ada 3 (tiga)

sistem yaitu :

1) Official Assessment System

Sistem tersebut adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan

wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang wajib pajak. Sistem ini sudah tidak berlaku lagi setelah

reformasi perpajakan pada tahun 1984. Adapun ciri-ciri sistem ini

yaitu :

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

11

(1) Pajak Terutang dihitung oleh pemerintah/petugas pajak

(2) Wajib Pajak bersifat Pasif

(3) Hutang pajak timbul setelah petugas pajak menghitung pajak yang

terhutang dengan cara diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak

2) Self Assessment System

Sistem tersebut adalah sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya

pajak terhutang. Adapun ciri-ciri sistem ini yaitu :

(1) Wajib Pajak berhak untuk menentukan besarnya pajak terutang

(2) Wajib Pajak bersifat Aktif. Mulai dari menghitung, menyetor dan

melapor pajak terhutang Wajib Pajak itu sendiri

(3) Pemerintah/petugas pajak tidak dapat ikut campur dalam

mengetahui pajak terutang Wajib Pajak tersebut dan hanya bisa

mengawasi

3) With Holding System

Sistem tersebut adalah sistem pemungutan pajak yang memberi

kewenangan pada pihak ketiga untuk menentukan besarnya pajak

terutang. Adapun ciri-ciri sistem ini adalah wewenang menentukan

besarnya pajak terutang ada pada pihak ketiga. Pihak selain Fiskus

dan Wajib Pajak.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

12

2.2 Pajak Penghasilan

Undang-undang tentang Pajak Penghasilan telah beberapa kali mengalami

perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang-undang No. 36 Tahun

2008. Dalam buku Mardiasmo (2011), Pajak Penghasilan mengatur

tentang pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan

dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam

tahun pajak. Apabila subjek pajak dikenai pajak maka subjek pajak

tersebut menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek Pajak inilah

yang disebut Wajib Pajak. Menurut Mardiasmo (2011), Wajib Pajak

dikenai Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama

satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam

bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau

berakhir dalam tahun pajak.

2.2.1 Dasar Hukum Pajak Penghasilan

Dasar hukum Pajak Penghasilan dimulai pada tahun 1984. Pemerintah

telah mereformasi undang-undang dibidang perpajakan sehingga

menghasilkan beberapa undang-undang perpajakan. Undang-undang

tersebut telah mengalami perubahan sebanyak 4 (empat) kali. Undang-

undang tersebut yaitu :

1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1991 tentang perubahan atas Undang-

undang No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

2) Undang-undang Nomor 10 tahun 1994 tentang perubahan kedua atas

Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

13

3) Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 tentang peeubahan ketiga atas

Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

4) hingga Undang-undang yang terakhir dibuat yaittu Undang-undang

Nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang-

undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

2.2.2 Pajak Penghasilan Pasal 23

Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dipotong atas

penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam Negeri dan

Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang berasal dari modal, penyerahan jasa,

atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong Pajak Penghasilan

Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau

subjek pajak dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, Bentuk Usaha

Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

2.2.3 Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 23

Dasar Hukum Pajak Pengasilan Pasal 23 yaitu :

1) Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

Pasal 23

2) PMK No.244/PMK.03/2008 tentang jenis jasa lain yang tercantum

dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c UU PPh

3) PMK No.251/PMK.03/2008 tentang Pajak Penghasilan atas Jasa

Keuangan yang dilakukan oleh Badan Usaha yang berfungsi sebagai

Penyalur Pinjaman dan/atau Pembiayaan yang tidak dilakukan

Pemotong PPh Pasal 23

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

14

4) SE-53/PJ/2009 tentang penjelasan PPh Pasal 23

5) SE-35/PJ/2010 tentang Pengertian Jasa Teknik dan Jasa Manajemen

6) Dan dasar hukum PPh Pasal 23 yang terbaru adalah PMK No.

141/PMK.03/2015 tentang Perubahan Jenis Jasa Lainnya

2.3 Pemotongan dan Penyetoran Pajak

2.3.1 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23

Menurut (Mardiasmo, 2011:255) tentang Pajak Penghasilan Pasal 23,

pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah

1) Badan Pemerintah

Pemotong PPh Pasal 23 oleh instansi pemerintah biasanya dilakukan

oleh bendaharawan pemerintah

2) Subjek Pajak Badan Dalam Negeri

Subjek Pajak Badan yang didirikan dan bertempat kedudukan di

Indonesia

3) Penyelenggara Kegiatan

Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan sebagai

penyelenggara kegiatan tertentu yang melakukan suatu event atau

kegiatan

4) Bentuk Usaha Tetap

Menurut pasal 2 ayat (5) Undang-undang Pajak Penghasilan yaitu,

bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak

bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di

Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

15

jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan badan yang tidak didirikan dan

tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha

atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat

kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan,

gedung kantor, bengkel dan lain-lain.

5) Perwakilan Perusahaaan Luar Negeri Lainnya

Perwakilan Perusahaaan Luar Negeri Lainnya selain BUT yang ada di

Indonesia juga merupakan pemotong PPh Pasal 23 seperti

Representative Office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing.

6) Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam Negeri yang telah mendapat

penunjukkan dari Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak PPh

Pasal 23, meliputi :

(1) Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, Pengacara, dan

Konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas.

(2) Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan

pembukuan.

2.3.2 Pihak yang Dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23

Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan,

penerimaan penghasilan yang dapat dipotong PPh Pasal 23 adalah Wajib

Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Dengan demikian,

pihak yang dipotong PPh Pasal 23 bisa Wajib Pajak Badan Dalam Negeri.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

16

Jika penerimaan penghasilan adalah Wajib Pajak Luar Negeri kecuali

BUT, maka PPh Pasal 23 tidak bisa dikenakan.

2.3.3 Tarif dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23

Tarif dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 menurut Undang-undang no

36 tahun 2008 pasal 23 dan PMK No. 141/PMK.03/2015 yaitu :

1) 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas :

(1) Dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi yang

dikenakan pajak final, royalti dan bunga.

(2) Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

2) 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas :

(1) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.

(2) Imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa

konsultan.

(3) Imbalan jasa lainnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Jasa- jasa Lainnya.

Untuk Wajib Pajak yang tidak mempunyai NPWP akan dipotong 100%

(seratus persen) lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.

2.3.4 Pengecualian Objek Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23

Penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal

23 adalah :

1) Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada Bank

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

17

2) Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha

dengan hak opsi

3) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan

terbatas sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri , Koperasi,

BUMN/BUMD, dan penyertaan modal badan usaha yang didirikan

dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :

(1) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan

(2) Bagi perseroan terbatas (PT), BUMN/BUMD, kepemilikan saham

pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua

puluh lima) persen dari jumlah modal yang disetor.

4) Dividen yang diterima oleh orang pribadi

5) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,

persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang

saham unit penyertaan kontrak investasi kolektif.

6) SHU / Koperasi yang dibayarkan oleh Koperasi kepada anggotanya

7) Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa

keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau

pembiayaan.

2.4 Tata Cara Penyetoran PPh Pasal 23

Berdasarkan UU KUP Nomor 28 tahun 2007 dan PMK Nomor

242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak, PPh

Pasal 23 dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

18

(sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Penerima penghasilan

yang dipotong PPh Pasal 23, akan diberikan bukti pemotongan PPh Pasal 23.

Atas pemotongan yang telah dilakukan dalam suatu masa pajak, Wajib Pajak

sebagai pemotong pajak wajib melakukan pelaporan pemotongan PPh Pasal 23

yang telah dilakukannya. Pembayaran dan Penyetoran pajak harus dilakukan

dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain

yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak (SSP). Umumnya penyetoran PPh

Pasal 23 atas Jasa Lain-lain menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) namun

menurut Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-26/PJ/2014 tentang E-billing maka

mulai tahun 2016, penyetoran pajak bisa menggunakan E-billing. E-billing yaitu

sistem pembayaran pajak secara elektronik. Billing tersebut harus diisi data dari

tanggal dan bulan sesuai dengan masa pajak dan jumlah yang harus disetor.

Setelah mengisi data dengan benar dan lengkap maka Wajib Pajak akan

menerima kode billing pajak yang disebut bukti E-billing. Bukti E-billing

tersebut harus disetorkan kepada Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh

pemerintah sebagai tempat pembayaran pajak. Apabila Wajib Pajak terlambat

menyetor atau tidak membayar pajak maka sanksi yang dikenakan dapat berupa

sanksi administrasi, tetapi juga dapat berupa sanksi pidana apabila Wajib Pajak

terlambat atau tidak menyetor SPT. Menurut pasal 9 ayat 2 huruf a UU KUP, bila

pembayaran atau penyetoran pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo

pembayaran atau penyetoran yaitu tanggal 10 (sepuluh), maka akan dikenai

sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

19

dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal

pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.

Sementara sanksi pidana akan dikenakan kepada Wajib Pajak yang tidak

menyetorkan pajak yang telah dipungut atau dipotong sehingga dapat

menimbulkan kerugian Negara maka dikenakan sanksi pidana paling singkat 6

(enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan juga denda paling sedikit 2

(dua) kali dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau

kurang bayar sesuai pasal 39 ayat 1 huruf i UU KUP.

2.5 Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 23

Pemotong PPh Pasal 23 wajib memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 23

kepada orang pribadi atau badan yang dipotong setiap melakukan pemotongan

atau pemungutan. Bagi penerima penghasilan, bukti potong PPh Pasal 23 adalah

bukti pelunasan PPh terutang dalam tahun tersebut dan akan dikreditkan dalam

SPT Tahunan. Apabila masa pajak telah berakhir, pemotongan PPh Pasal 23

Wajib Pajak harus melaporkan pemotongan yang telah dilakukan dalam masa

pajak tersebut. Sarana Pelaporan ini mengunakan SPT Masa PPh Pasal 23/26.

Dan menyampaikannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak

tersebut terdaftar. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23/26 harus

disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak Berakhir.

2.6 PPh Pasal 23 atas Jasa Lainnya

PPh Pasal 23 atas Jasa Lainnya merupakan objek dari Pajak Penghasilan Pasal

23. Dalam hal ini, akan dibahas mengenai pengertian jasa, macam-macam jasa

lainnya, objek, tarif dan DPP (Dasar Pengenaan Pajak) dari PPh Pasal 23.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

20

2.6.1 Pengertian Jasa Lainnya

Jasa Lainnya merupakan imbalan atas jasa lainnya selain yang telah

dipotong PPh Pasal 21.

2.6.2 Objek, Tarif dan DPP PPh Pasal 23 atas Jasa Lainnya

1) Objek PPh Pasal 23 atas jasa lainnya yaitu :

Menurut peraturan terbaru PMK No. 141/PMK.03/2015 tentang

Perubahan Jenis Jasa Lainnya, Jasa-jasa lainnya yaitu

(1) Jasa Penilai (Apprisal);

(2) Jasa Aktuaris;

(3) Jasa Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;

(4) Jasa Hukum;

(5) Jasa Arsitektur;

(6) Jasa Perencanaan Kota dan Arsitektur Landscape;

(7) Jasa Perancang (Design);

(8) Jasa Pengeboran (Drilling) di bidang penambangan minyak

dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh Bentuk

Usaha Tetap (BUT);

(9) Jasa Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan

minyak dan gas (migas);

(10) Jasa Penambangan dan jasa penunjang selain di bidang

usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi

(migas);

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

21

(11) Jasa Penunjangan di bidang penerbangan dan Bandar

udara;

(12) Jasa Penebangan Hutan;

(13) Jasa Pengolahan Limbah;

(14) Jasa Penyedia Tenaga Kerja dan/atau tenaga ahli

(outsourcing service);

(15) Jasa Perantara dan/atau keagenan;

(16) Jasa di bidang perdagangan suraat-surat berharga,

kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, Kustodian Sentral

Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia

(KPEI);

(17) Jasa Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang

dilakukan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI);

(18) Jasa Pengisian Suara (Dubbing) dan/atau sulih suara;

(19) Jasa Mixing Film;

(20) Jasa pembuatan sarana promosi film, iklan, poster,

photo, slide, klise, banner, pamphlet, baliho, dan folder;

(21) Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau

sistem computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan

perbaikan;

(22) Jasa pembuatan dan/atau pengelolaan website;

(23) Jasa internet termasuk sambungannya;

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

22

(24) Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran

data, informasi, dan/atau program;

(25) Jasa Instalansi / pemasangan mesin, peralatan, listrik,

telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan

oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi,

dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha

konstruksi;

(26) Jasa perawatan / perbaikan / pemeliharaan mesin,

peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel,

selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya

di bidang konstruksi, dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi

sebagai pengusaha konstruksi;

(27) Jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi

darat, laut dan udara;

(28) Jasa Maklon;

(29) Jasa Penyelidikan dan Keamanan;

(30) Jasa Penyelenggaraan Kegiatan atau event organizer;

(31) Jasa Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media

massa, media luar negeri atau media lainnya untuk

penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;

(32) Jasa Pembasmian Hama;

(33) Jasa Kebersihan atau cleaning service;

(34) Jasa sedot septic tank;

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

23

(35) Jasa pemeliharaan kolam;

(36) Jasa Katering atau tata boga;

(37) Jasa freight forwarding;

(38) Jasa logistik;

(39) Jasa pengurusan dokumen;

(40) Jasa pengepakan;

(41) Jasa loading dan unloading;

(42) Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang

dilakukan oleh lembaga atau insitusi pendidikan dalam rangka

penelitian akademis;

(43) Jasa pengelolaan parker;

(44) Jasa penyondiran tanah;

(45) Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan;

(46) Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit;

(47) Jasa pemeliharaan tanaman;

(48) Jasa pemanenan;

(49) Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan,

perikanan, peternakan dan/atau kehutanan;

(50) Jasa Dekorasi;

(51) Jasa pencetakan/penerbitan;

(52) Jasa penerjemahan;

(53) Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur

dalam Pasal 15 Undang-undang Pajak Penghasilan;

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

24

(54) Jasa pelayanan kepelabuhanan;

(55) Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;

(56) Jasa pengelolaan penitipan anak;

(57) Jasa pelatihan dan/atau kursus;

(58) Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;

(59) Jasa sertifikasi;

(60) Jasa survey;

(61) Jasa tester;

(62) Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang

pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah.

Sehubungan dengan pengenaan PPh Pasal 4 ayat 2 (Final)

terhadap semua jenis jasa konstruksi berdasarkan ketentuan pasal

4 ayat 2 UU PPh dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008

dan perubahan terbatu yaitu pp no 79 tahun 2015, maka imbalan

jasa konstruksi tidak lagi menjadi objek pemotongan PPh Pasal

23.

2) Tarif dan DPP PPh Pasal 23 atas jasa lainnya yaitu sebesar 2% (dua

persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai

(PPN). Jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib

Pajak) maka akan dipotong 100% (seratus persen) lebih tinggi dari

tarif PPh Pasal 23 menjadi sebesar 4% (empat persen). Sedangkan

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

25

yang menjadi DPP adalah jumlah bruto atas jasa lainnya. Jumlah

bruto yang dimaksud sebagai dasar pemotongan Pajak Penghasilan

Pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran kepada penyedia

jasa, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Untuk jumlah

bruto Jasa Katering atau Tata Boga sesuai PMK No.

141/PMK.03/2015 yaitu seluruh jumlah dengan nama dan dalam

bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau

telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek

pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap

(BUT) kepada Wajib Pajak Dalam Negeri. Sedangkan untuk jumlah

bruto selain Jasa Katering atau Tata Boga yaitu seluruh jumlah

dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan

untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan

pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara

kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT) kepada Wajib Pajak Dalam

Negeri, tidak termasuk :

(1) Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran

lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang

dibayarkan oleh Wajib Pajak sebagai penyedia tenaga kerja

kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan

kontrak dengan pengguna jasa

(2) Pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian

barang atau material yang terkait dengan jasa yang diberikan

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

26

(3) Pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui

penyedia jasa, terkait jasa yang diberikan oleh penyedia jasa

dan/atau

(4) Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan penggantian

(reimburst) atas biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada

pihak ketiga dalam rangka pemberian jasa bersangutan

Pembayaran tersebut tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar

pemotongan PPh Pasal 23 jika dapat dibuktikan dengan :

a. Kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium,

tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan

dengan pekerjaan

b. Faktur pembelian atas pengadaan/pembelian barang atau

material

c. Faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian

tertulis dan

d. Faktur tagihan dan/atau bukti pembayaran yang telah

dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga

Apabila tidak dapat dibuktikan maka jumlah bruto adalah sebesar

keseluruhan pembayaran kepada penyedia jasa dan tidak termasuk

Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2.6.3 Pengecualian Pasal 23 atas Jasa Lainnya

Pengecualian Pasal 23 atas Jasa Lainnya yaitu

1) Semua jasa-jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian ... II (DONE).pdf(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan

27

2) Imbalan sehubungan dengan jasa lain tersebut dikenai Pajak

Penghasilan yang bersifat FINAL