BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori -...

30
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pada bab II ini penelitian ini, secara berturut-turut akan dibahas mengenai belajar, hasil belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, keaktifan belajar, urgensi keaktifan belajar, jenis-jenis keaktifan belajar, kegiatan-kegiatan dalam meningkatkan keaktifan belajar, indikator keaktifan belajar, pembelajaran kooperatif tipe time token, konsep dan prinsip pembelajaran kooperatif, tujuan pembelajaran kooperatif, tipe-tipe pembelajaran kooperatif, pengertian model pembelajaran kooperatif tipe time token, langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe time token, pengertian IPA, fungsi dan tujuan pembelajaran IPA di SD, kajian penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis tindakan. 2.1.1 Belajar Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses yan dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003: 2). Belajar juga dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Hilgard (Sanjaya, 2007: 112), mengemukakan bahwa: Learning is process by which an activity originates or changed through training procedures (weather in the laboratory or in the natural environment) as distinguished from change by factor not atributable to training. Terjemahannya adalah sebagai berikut: belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik di dalam laboratorium maupun dilingkungan alamiah. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belaja adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori -...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Pada bab II ini penelitian ini, secara berturut-turut akan dibahas mengenai

belajar, hasil belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, keaktifan belajar,

urgensi keaktifan belajar, jenis-jenis keaktifan belajar, kegiatan-kegiatan dalam

meningkatkan keaktifan belajar, indikator keaktifan belajar, pembelajaran

kooperatif tipe time token, konsep dan prinsip pembelajaran kooperatif, tujuan

pembelajaran kooperatif, tipe-tipe pembelajaran kooperatif, pengertian model

pembelajaran kooperatif tipe time token, langkah-langkah pembelajaran kooperatif

tipe time token, pengertian IPA, fungsi dan tujuan pembelajaran IPA di SD, kajian

penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis tindakan.

2.1.1 Belajar

Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses yan dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya

(Slameto, 2003: 2). Belajar juga dianggap sebagai proses perubahan perilaku

sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Hilgard (Sanjaya, 2007: 112),

mengemukakan bahwa:

“Learning is process by which an activity originates or changed through

training procedures (weather in the laboratory or in the natural environment) as

distinguished from change by factor not atributable to training.

Terjemahannya adalah sebagai berikut: belajar itu adalah proses perubahan

melalui kegiatan atau prosedur latihan baik di dalam laboratorium maupun

dilingkungan alamiah. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan.

Belaja adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga

menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena

adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

9

Belajar juga bisa dikatakan sebagai suatu proses perubahan dari tidak

mengerti atau tidak memahami sampai menjadi mengerti dan paham akan materi

yang telah disampaikan. Sebagaimana pendapat Nasution (2000: 68), bahwa

seseorang dapat dikatakan belajar apabila pada dirinya terjadi perubahan tingkah

laku yang disebabkan oleh hasil interaksi antara dirinya dengan lingkungannya,

dihasilkan oleh pengalaman tersebut dapat dijadikan sebagai bahan untuk

memperoleh pengalaman baru.

Proses perubahan tingkah laku diri siswa adalah akibat dari interaksi siswa

dengan lingkungannya. Interaksi ini biasansya berlangsung secara disengaja dan

tidak berubah dengan sendirinya. Perubahan perilaku ini disebabkan oleh guru

yang mengajar dalam memberikan dan menyampaikan materi pembelajaran, serta

mengatur dan mengelola lingkungan belajar yang baik. Sebagaimana pendapat

Nasution (2000: 4) bahwa mengajar adalah aktivitas mengorganisasi lingkungan

sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses

belajar mengajar.

2.1.2 Hasil Belajar

Perubahan perilaku hasil kegiatan belajar mengakibatkan siswa memiliki

penguasaan terhadap materi pengajaran yang disampaikan dalam kegiatan belajar

mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran. Pemberian tekanan penguasaan

materi, mengakibatkan perubahan dalam diri siswa setelah belajar. Soedjiarto

(1993: 49) mendefinisikan hasil belajar sebagai tingkat penguasaan yang dicapai

oleh pelajar dalam mengikuti proses belajar mengajar, sesuai dengan tujuan

pendidikan yang telah ditetapkan. Sedangkan Winkel (1999: 51) mengemukakan

bahwa hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah

dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan ini mengacu kepada

taksonomi tujuan pengajaran yang dikemukakan oleh Bloom, et.al (Winkel, 1999:

244) mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

10

Pada aspek kognitif terdiri dari enam jenis perilaku, diantaranya:

a) Pengetahuan, mencakup kemampuan ingatan tentang hal yang telah

dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Pengetahuan ini berkenaan dengan

fakta, persitiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip atau metode.

b) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal

yang dipelajari.

c) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk

menghadapi masalah yang nyata dan baru.

d) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-

bagian, sehingga sturktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

e) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.

f) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal

berdasarkan kriteria tertentu.

Aspek afektif terdiri dari lima perilaku, antara lain:

a) Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan

memperhatikan hal tersebut.Misalnya, kemampuan mengakui adanya

perbedaan.

b) Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan dan

berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Misalnya, mematuhi aturan.

c) Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup meneriman suatu nilai,

menghargai, mengakui dan menentukan sikap. Misalnya menerima suatu

pendapat orang lain.

d) Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk sistem nilai sebagai

pedoman dan pegangan hidup. Misalnya menempatkan nilai dalam suatu

skala nilai.

e) Pembentukan pola hidup, yaitu mencakup kemampuan menghayati dan

membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi. Misalnya kemampuan

berdisiplin.

Aspek psikomotor terdiri dari tujuh jenis perilaku, yaitu:

a) Persepsi, mencakup kemampuan memilah-milah hal yang khas dan

menyadari adanya perbedaan tersebut.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

11

b) Kesiapan, mencakup kemampuan menempatkan diri dalam keadaan

dimana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan

ini mencakup jasmani dan rohani.

c) Gerakan terbimbing, mencakup kegiatan gerakan sesuai contoh atau

gerakan peniruan.

d) Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan melakukan ketrampilan

melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh.

e) Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan ketrampilan

yang terdiri dari banyak tahap secara lancar efisien dan tepat.

f) Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan

perubahan dan penyesuaian pola gerak dengan persyaratan khusus yang

berlaku.

g) Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak yang baru atas

dasar prakarsa sendiri.

Meskipun begitu, dalam penelitian ini aspek-aspek yang akan diukur yaitu

aspek kognitif saja yang meliputi aspek pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan

penerapan (C3). Hasil dari proses belajar di sekolah berupa tingkat penguasaan

terhadap materi pelajaran sebagai akibat dari perubahan tingkah laku berdasarkan

tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Kemudian hasil belajar tersebut

dievaluasi untuk mengukur taraf keberhasilan siswa dalam proses belajar

mengajar dan juga untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran yang

direncakan telah tercapai atau tidak. Pengukuran hasil belajar dapat dilakukan

melalui tes maupun non tes. Dalam penelitian ini, pengukuran/evaluasi dilakukan

dengan menggunakan teknik tes. Tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

tes tertulis, dan secara khusus dalam penelitian ini akan digunakan tes tertulis

berbentuk pilihan ganda.

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Syah (2006: 144, 150-152); Slameto (2003: 54-60) faktor yang

mempengaruhi belajar digolongkan menjadi tiga, yaitu faktor internal, eksternal

dan faktor pendekatan belajar.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

12

a) Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam siswa sendiri baik fisik

maupun mental. Faktor tersebut dibagi menjadi dua yaitu aspe fisiologis (yang

bersifat jasmaniah) dan aspek psikologis (yang bersifat rohaniah). Aspek fisiologi

(jasmani) yaitu semua keadaan yang berhubungan dengan keadaan tubuh meliputi

kesehatan seluruh badan, faktor cacat tubuh. Sedangkan aspek psikologis yaitu

keadaan yang berhubungan dengan kejiwaan seseorang, seperti intelegensi,

perhatian, minat, bakat dan motivasi.

b) Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor

tersebut terdiri dari tiga yaitu:

1) Faktor dari lingkungan keluarga, meliputi cara orang tua mendidik,

hubungan antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi,

keluarga, dan perhatian orang tua.

2) Faktor sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru

dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat

pengajaran, keadaan gedung waktu sekolah dan standar pelajaran di atas

ukuran.

3) Faktor yang berasal dari masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam

masyarakat, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.

c) Faktor pendekatan belajar

Faktor pendekatan belajar adalah segala cara atau strategi yang digunakan

siswa, dalam menunjang keektifan dan efisiensi proses mempelajari materi

tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah untuk mencapai tujuan

belajar tertentu. Faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf

keberhasilan proses belajar siswa tersebut.

2.1.4 Keaktifan Belajar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2002: 3), kata

keaktifan berasal dari kata aktif, artinya giat atau sibuk, dan mendapatkan awalan

ke- akhiran-an. Kata keaktifan sama artinya dengan kegiatan dan kesibukan.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

13

Sedangkan dalam penelitian ini, yang dimaksudkan dengan keaktifan adalah

segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan siswa dalam mengikuti proses

belajar mengajar di sekolah.

2.1.5 Urgensi Keaktifan Belajar

Desain kurikulum yang berpusat pada siswa, siswa mempunyai peran

penting dalam menentukan bahan pelajaran. Dengan demikian, aktivitas siswa

merupakan faktor dominan dalam pengajaran. Karena, seharusnya siswa itu

sendiri membuat perencanaan, menentukan bahan ajar dan corak proses belajar

mengajar, sedangkan guru, hanya bertindak sebagai koordinator saja.

Belajar tidak hanya semata-mata sebagai suatu upaya merespon stimulus,

tetapi lebih dari itu, belajar dilakukan melalui kegiatan seperti mengalami,

mengerjakan dan memahami belajar melalui proses belajar itu sendiri. Jadi, Hasil

belajar dapat diperoleh bila siswa aktif dan tidak pasif.

Dalam konsep tersebut, sesunggunya hasil belajar itu dapat dicapai bila

melalui proses yang bersifat aktif. Dalam melakukan proses ini, siswa

menggunakan seluruh kemampuan dasar yang dimiliki, seabgai dasar untuk

melakukan berbagai kegiatan agar memperoleh hasil belajar. Sedangkan fungsi

guru adalah:

a) Memberi perangsang atau motivasi agar siswa mau melakukan kegiatan

belajar.

b) Mengarahkan seluruh kegiatan belajar kepada suatu tujuan tertentu.

c) Memberi dorongan agar siswa mau melakukan seluruh kegiatan yang

mampu dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Atas dasar semua itu, menurut Muhammad Ali (2007: 68-69), selanjutnya

dikembangkan suatu upaya, yaitu bagaimana menciptakan suatu bentuk

pengajaran yang dapat mengaktifkan kegiatan baik oleh guru maupun siswa dalam

proses belajar mengajar.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

14

2.1.6 Jenis-Jenis Keaktifan Belajar

Ada beberapa aktivitas belajar dalam beberapa situasi antara lain

(Supriyopono, 1991: 125-130):

a) Mendengarkan

Dalam kehidupan sehari-hari, kita bergaul dengan orang lain. Dalam

pergaulan itu terjadi komunikasi verbal berupa percakapan. Percakapan

memberikan situasi tersendiri bagi orang-orang yang terlibat ataupun yang tidak

terilbat, tetapi secara tidak langsung seseorang dapat mendengar informasi. Situasi

ini memberikan kepada seseorang untuk belajar. Seseorang menjadi belajar atau

tidak dalam situasi ini tergantung ada tidaknya kebutuhan dan motivasi. Dengan

adanya keadaan dan kondisi pribadi seperti itu, memungkinkan seseorang tidak

hanya sekedar mendengar, melainkan mendengar secara aktif dan bertujuan.

Dalam proses belajar mengajar di sekolah, sering ada ceramah dari guru.

Tugas siswa adalah mendengarkan. Tidak setiap orang dapat memanfaatkan

situasi belajar ini untuk belajar, apabila tidak didorong oleh kebutuhan, motivasi

dan tujuan tertentu. Seperti yang terjadi dalam situasi diskusi, seminar, lokakarya,

demonstrasi ataupun resitasi, jika dalam situasi-situasi ini, orang mendengarkan

dengan set tertentu untuk mencapai tujuan belajar, karena melalui

pendengarannya, seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungannya sehingga

dirinya berkembang.

b) Memandang

Setiap stimuli visual memberi kesempatan seseorang untuk belajar. Dalam

kehidupan sehari-hari, banyak hal yang dapat kita pandang, akan tetapi, tidak

semua pandangan atau penglihatan kita adalah belajar. Meskipun pandangan kita

tertuju kepada suatu objek visual, apabila dalam diri kita tidak terdapat kebutuhan,

motivasi serta set tertentu untuk mencapai suatu tujuan, maka pandangan

demikian tidak termasuk dalam belajar. Alam sekita kita, termasuk sekolah

dengan segala aktifitasnya, merupakan objek-objek yang memberi kesempatan

untuk belajar. Apabila kita memandang segala sesuatu dengan set tertentu yaitu

untuk mencapai tujuan yang mengakibatkan perkembangan pada diri kita, maka

dalam hal ini kita sudah disebut belajar.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

15

c) Meraba, Membau, dan Mencicipi atau Mencecap

Meraba, membau, mencicipi atau mencecap adalah aktivitas sensoris seperti

halnya dengan mendengarkan dan memandang. Segenap stimuli yang dapat

diraba, dicium, dicecap merupakan situasi yang memberi kesempatan bagi

seseorang untuk belajar. Aktivitas meraba, membau, maupun aktivitas mencecap

dapat dikatakan belajar, apabila aktivitas-aktivitas itu didorong oleh kebutuhan,

motivasi untuk mencapai suatu tujuan dengan menggunakan set tertentu, untuk

memperoleh perubahan tingkah laku.

d) Menulis atau Mencatat

Setiap aktivitas pendengaran kita yang bertujuan, akan memberikan kesan-

kesan yang berguna bagi belajar kita selanjutnya. Kesan-kesan itu merupakan

material untuk maksud-maksud belajar tertentu. Material atau obyek yang ingin

kita pelajari harus memberi kemungkinan untuk dipraktekan. Beberapa material

diantaranya terdapat di dalam buku-buku di kelas, ataupun catatan-catatan kita

sendiri. Kita dapat mempelajari isi buku catatan dalam setiap kesempatan. Dari

sumber manapun, kita dapat membuat fotocopy isi pelajaran dan membuat catatan

dari setiap buku yang kita pelajari. Bahkan dalam dari setiap situasi seperti

ceramah, diskusi, demonstrasi dan sebagainya, dapat kita catat untuk keperluan

belajar dimasa-masa selanjutnya.

e) Membaca

Membaca termasuk aktivitas belajar. Membaca untk keperluan belajar harus

menggunakan set tertentu, seperti dengan memulai memperhatikan judul-judul

bab, topik-topik utama dengan orientasi kepadad kebutuhan dan tujuan yang

dilanjutkan dengan memilih topik yang relevan dengan kebutuhan tujuan itu.

Materi-materi bacaan yang bersifat teknis dan mendetail memerlukan kecepatan

membaca lambat agar dapat memahami isi bacaan, sedangkan untuk materi

bacaan yang bersifat populer dan impresif, memerlukan kecepatan membaca yang

tinggi, karena dengan membaca cepat lebih membantu dalam menyerap materi

lebih komprehensif.

Pada kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai seseorang yang membaca

buku pelajaran sambil berbaring santai ditempat tidurnya, hanya dengan maksud

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

16

agar dia bisa tidur, atau ada pula yang membaca sambil berbaring untuk keperluan

belajar. Maka membaca semacam itu belum dikatakan aktivitas belajar. Menurut

ilmu jiwa, membaca seperti itu belum dikatakan sebagai belajar, karena belajar

aktif dan membaca untuk keperluan belajar hendaknya dilakukan ditempat belajar,

bukan ditempat tidur; karena membaca sambil tiduran, perhatian dapat terbagi dan

tujuan belajar tidak akan tercapai.

f) Membuat Ikhitisar atau Ringkasan dan Mengggaris bawahi

Banyak orang merasa terbantu dalam belajarnya, karena menggunakan

ikhtisar-ikhtisar materi yang dibuatnya. Ikhtisar atau ringkasan dapat membantu

dalam hal mengingat atau mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa

yang akan datang. Untuk keperluan belajar yang intensif, membuat ikhtisar saja

belum cukup. Untuk itu, pada saat membaca, jika kita menemukan hal-hal yang

penting, kita beri garis bawah (underlining), karena dapat membantu kita dalam

usaha untuk menemukan kembali materi itu dikemudian hari.

g) Mengamati Tabel-Tabel, Diagram-Diagram dan Bagan-Bagan

Dalam buku ataupun di lingkungan lain, sering kita jumpai tabel, diagram

atau bagan-bagan. Materi non-verbal semacam ini sangat berguna bagi kita dalam

mempelajari materi yang relevan itu. Demikian pula gambar-gambar, peta-peta

dan lain-lain, dapat menjadi bahan ilustratif yang membantu pemahaman kita

tentang sesuatu hal.

h) Menyusun Paper atau Kertas Kerja

Dalam membuat paper, pertama yang perlu mendapat perhatian ialah

rumusan topik paper itu. Dari rumusan topik-topik itu, kita akan dapat

menentukan materi yang relevan. Kemudian kita perlu mengumpulkan materi

yang akan ditulis kedalam paper dengan mencatatkan pada buku notes atau kartu-

kartu catatan. Paper yang baik memerlukan perencanaan yang masak, dengan

terlebih dahulu mengumpulkan ide-ide yang menunjang, serta penyediaan

sumber-sumber yang relevan. Dalam hal ini aktivitas menyusun paper adalah

termasuk aktivitas belajar.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

17

i) Mengingat

Mengingat dengan maksud agar ingatan kita tentang sesuatu belum

termasuk aktivitas belajar. Mengingat yang didasari atas kebutuhan serta

kesadaran untuk mencapai tujuan belajar lebih lanjut adalah termasuk aktivitas

belajar, apalagi jika mengingat itu berhubungan dengan aktivitas-aktivitas belajar

lainnya.

j) Berpikir

Berpikir termasuk aktivitas belajar, karena dengan berpikiri orang

memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya seseorang menjadi tahu tentangn

hubungan antar sesuatu.

k) Latihan/Praktek

Latihan atau praktek adalah termasuk aktivitas belajar. Orang yang

memerlukan kegiatan berlatih, tentunya sudah mempunyai dorongan untuk

mencapai tujuan tertentu, yang dapat mengembangkan sesuatu aspek pada dirinya.

Dalam berlatih atau berpraktek terjadi interaksi yang interaktif antara

subyek dengan lingkungannya. Dalam kegiatan berlatih atau praktek, segenap

tindakan subyek terjadi secara integratif dan terarah ke suatu tujuan. Hasi dari

latihan atau praktek itu sendiri akan berupa pengalaman yang dapat mengubah diri

serta lingkungannya. Sehingga, lingkungan dapat berubah dalam diri anak

tersebut.

Sementara Paul D. Dierich (dalam Hamalik: 2001: 172-173), membagi

kegiatan belajar menjadi delapan kelompok, yaitu:

1) Kegiatan-kegiatan visual, terdiri dari: membaca, melihat gambar-gambar,

mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran dan mengamati orang lain

bekerja atau bermain.

2) Kegiatan-kegiatan lisan, terdiri dari mengemukakan fakta atau prinsip,

menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran,

mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi.

3) Kegiatan-kegiatan mendengarkan, yaitu: mendengarkan penyajian bahan,

mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu

permainan, mendengarkan radio.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

18

4) Kegiatan-kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa

karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.

5) Kegiatan-kegiatan menggambar: menggambar, membuat grafik, chart,

diagram peta dan pola.

6) Kegiatan-kegiatan metrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat,

melaksanankan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan,

menari dan berkebun.

7) Kegiatan-kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah,

menganalisis, dan membuat keputusan.

8) Kegiatan-kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-

lain.

2.1.7 Kegiatan-Kegiatan Dalam Meningkatkan Keaktifan Belajar

Aktivitas guru mengajar mencerminkan strategi pembelajaran, sedangkan

aktivitas siswa tercermin dalam menggunakan isi khazanah pengetahuan dalam

memecahkan masalah, menyatakan gagasan dalam bahasa sendiri, menyusun

rencana satuan pelajaran atau eksperimen.

Menurut Ali (2007: 68-69), ciri-ciri keaktifan belajar siswa dalam

pengajaran, dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

a) Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun atau membuat perencanaan,

proses belajar mengajar dan evaluasi.

b) Adanya keterlibatan intelektual-emosional siswa baik mengalami,

menganalisa, berbuat dan pembentukan sikap.

c) Adanya keikutsertaan siswa secara kreatif dalam menciptakan situasi belajar

yang cocok untuk berlangsungnya proses belajar mengajar.

d) Guru bertindak sebagai fasilitator dan koordinator kegiatan belajar siswa,

bukan sebagai pengajar (instruktur) yang mendominasi kegiatan di kelas.

e) Biasanya menggunakan berbagai metode secara bervariasi, alat dan media

pengajaran. Semakin banyak ciri yang dimiliki dalam suatu proses

pengajaran, semakin tinggi pula kadar keaktifan belajar siswa.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

19

Menurut Sriyono (2000: 15-18), ada beberapa kegiatan yang dapat

menunjang dan meningkatkan keaktifan belajar siswa diantaranya: adanya

stimulus belajar, perhatian dan motivasi, respons yang dipelajari, penguatan dan

umpan balik, serta pemakaian dan pemindahan.

a) Stimulus belajar

Pesan yang diterima siswa dari guru melalui informasi biasanya dalam

bentuk stimulus. Stimulus tersebut dapat berbentuk verbal, atau bahasa, visual,

auditif, taktik-taktik dan lain-lain. Stimulus hendaknya mengkomunikasikan

infromasi atau pesan yang hendak disampaikan oleh guru kepada siswa. Ada dua

cara yang dapat membantu para siswa agar pesan tersebut mudah diterima.

Pertama, perlu adanya pengulangan, sehingga membantu siswa dalam

memperkuat pemahamannya. Kedua, siswa menyebutkan kembali pesan yang

disampaikan oleh guru kepadanya.

b) Perhatian dan Motivasi

Perhatian dan motivasi merupakan prasyarat utama dalam proses belajar

mengajar. Tanpa adanya perhatian dan motivasi, hasil belajar yang dicapai siswa

tidak akan optimal. Stimulus belajar yang diberikan oleh guru tidak akan berarti

tanpa adanya perhatian dan motivasi dari siswa. Perhatian dan motivasi belajar

siswa tidak akan bertahan lama selama proses belajar mengajar berlangsung;

maka perlu diusahakan oleh guru. Ada beberapa cara untuk menumbuhkan

perhatian dan motivasi antara lain melalui cara mengajar yang bervariasi

mengadakan pengulangan informasi, memberikan stimulus baru misalnya melalui

pertanyaan-pertanyaan kepada siswa, memberi kesempatan kepada siswa untuk

menyalurkan keinginan belajarnya, menggunakan media dan alat bantu yang

menarik perhatian siswa seperti gambar, foto, diagram dan lain-lain. Secara

umum, siswa akan terangsang untuk belajar, apabila melihat bahwa situasi belajar

mengajar cenderung memuaskan dirinya sesuai dengan kebutuhannya. Motivasi

belajar bisa tumbuh dari luar dirinya. Kebutuhan akan belajar pada siswa akan

mendorong motivasi dari dalam dirinya, sedangkan stimulus mendorong motivasi

dari luar.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

20

c) Respons yang dipelajari

Belajar adalah proses aktif, sehingga apabila tidak dilibatkan dalam

berbagai kegiatan belajar, sebagai respons siswa terhadap stimulus guru, tidak

mungkin siswa dapat mencapai hasil belajar yang dikehendaki.

Keterlibatan atau respons siswa terhadap stimulus guru bisa meliputi

berbagai bentuk perhatian, proses internal terhadap kegiatan belajar seperti

kegiatan memecahkan masalah, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh

guru, menilai kemampuan dirinya dalam menguasai informasi, melatih diri dalam

menguasai informasi yang diberikan oleh guru dan lain-lain.

d) Penguatan

Setiap tingkah laku yang diikuti oleh kepuasan terhadap kebutuhan siswa,

akan mempunyai kecenderungan untuk diulang kembali apabila diperlukan. Ini

berarti bahwa apabila respons siswa terhadap stimulus guru memuaskan

kebutuhannya, maka siswa cenderung untuk mempelajari tingkah laku tersebut.

Sumber penguat belajar untuk pemuasan kebutuhan berasal dari luar dan dari

dalam dirinya. Penguat belajar yang berasal dari luar dirinya seperti nilai,

pengakuan prestasi siswa, persetujuan pendapat siswa, ganjaran, hadiah dan lain-

lain – merupakan cara memperkuat respons siswa. Sedangkan penguat dari dalam

dirinya bisa terjadi apabila respons yang dilakukan siswa benar-benar memuaskan

dirinya sesuai dengan kebutuhannya.

e) Pemakaian dan Pemindahan

Pikiran manusia mempunyai kesanggupan menyimpan informasi yang tidak

terbatas jumlahnya. Dalam hal penyimpanan informasi yang tak terbatas ini,

penting sekali pengaturan dan penempatan informasi, sehingga dapat digunakan

kembali apabila diperlukan. Pengingatan kembali informasi yang diperoleh,

terjadi apabila digunakan dalam situasi yang serupa. Dengan kata lain, perlu

adanya asosiasi. Belajar dengan memperluas pembentukan asosiasi, dapat

meningkatkan kemampuan siswa untuk memindahkan apa yang telah dipelajari

kepada situasi lain yang serupa dimasa mendatang. Asosiasi dapat dibentuk

melalui pemberian bahan yang bermakna berorientasi pada pengetahuan yang

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

21

dimiliki siswa, pemberian contoh yang jelas, pemberian latihan yang teratur,

pemecahan masalah yang serupa, dilakukan dalam situasi yang menyenangkan.

2.1.8 Indikator Keaktifan Belajar

Menurut Tafsir (1995: 146), untuk mengukur terwujudnya keaktifan siswa dalam

belajar, dapat diukur melalui beberapa indikator, yakni:

a) Segi siswa

1) Dapat dilihat dari adanya keinginan, keberanian menampilkan minat,

kebutuhan dan permasalahan yang dihadapinya.

2) Keingian dan keberanian siswa serta kesempatan untuk berpartisipasi

dalam kegiatan persiapan, proses dan kelanjutan belajar.

3) Siswa dapat menampilkan berbagai usaha atau kekreatifan belajar

dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar, sampai

mencapai keberhasilannya.

4) Kemandirian belajar.

b) Segi guru

1) Usaha mendorong, membina gairah belajar dan berpartisipasi dalam

proses pengajaran secara aktif.

2) Peranan guru tidak mendominasi kegiatan belajar siswa.

3) Memberi kesempatan siswa untuk belajar menurut cara dan keadaan

masing-masing.

4) Menggunakan berbagai metode mengajar dan pendekatan multi

media.

c) Segi program

1) Tujuan pengajaran sesuai dengan minat, kebutuhan serta

kemampuan siswa.

2) Program cukup jelas bagi siswa dan menantang siswa untuk

melakukan kegiatan belajar.

d) Segi situasi

Adanya hubungan erat antara guru dan siswa, siswa dengan siswa, guru

dengan guru, serta dengan unsur pimpinan sekolah.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

22

e) Segi sarana belajar

1) Sumber belajar yang cukup

2) Fleksibilitas waktu bagi kegiatan belajar

3) Dukungan bagi media pengajaran

4) Kegiatan belajar di dalam maupun di luar kelas.

2.1.9 Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

berdasarkan paham konstruktivis. Model pembelajaran ini merupakan strategi

belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat

kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa

anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk

memahami materi pelajaran. Amalya Nattiv dkk (dalam Lie, 2005: 20). Dalam

kelompok pembelajaran ini, belajar dikatakan belum selesai, jika salah satu teman

dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Pembelajaran kooperatif adalah sebuah strategi pengajaran yang melibatkan

partisipasi siswa dalam kelompok belajar dan menekankan pada interaksi positif

diantara mereka. Strategi ini dilakukan dengan membentuk sebuah kelompok

kecil yang terdiri dari beberapa orang dengan perbedaan kemampuan (diferent

levels of ability). Anggota kelompok tersebut bekerja sama dalam aktivitas

pembelajran untuk memperbaiki pemahaman mereka terhadap materi pelajaran

tertentu. Howard Margolis (1990:2). Partisispasi keaktifan setiap anak dalam

kelompok kooperatif merupakan hal yang paling penting dan harus menjadi

pertimbangan utama, mengingat pembelajaran kooperatif termasuk model

pembelajaran yang berorientasi pada keatifan siswa. Mel (1996:111). Dalam

pelaksanaannya, para siswa dihargai atas usahanya baik secara individu maupun

kelompok.

Native Amalya dkk (dalam Lie, 2005: 24), mendefenisikan pembelajaran

kooperatif sebagai sebuah metode pengajaran dimana para siswa bekerja sama

dalam kelompok kecil untuk melakukan penilitian dengan tujuan umum. Bentuk

kerja sama ini telah terjadi sejak awal tahun 1970, ketika para peneliti dan guru-

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

23

guru kelas menemukan bahwa kerja kelompok lebih efektif jika berbagai

komponen yang diperlukan oleh sebuah kelompok terpenuhi . komponen yang

dimaksud adalah: a). Adanya tangggungjawab individu (individual

accountability); b). Tujuan kelompok (group goal); c). dukungan tugas (task

support); dan d). Sosial atau Pengembangan ketrampilan tugas (social task skill

development). Oleh karena itu, kerja kelompok yang didalamnya terdapat berbagai

komponen dianggap sebagai pembelajaran kooperatif. Sebuah tim atau kelompok

pada biasanya terdiri dari empat sampai dengan enam anggota kelompok pada

umumnya bersifat heterogen dalam hal tingkat kemampuan, jenis kelamin, suku.

Setiap anggota dalam tim memiliki tugas yang berbeda agar kerja kelompok dapat

berjalan untuk mencapai tujuan yang akan dicapai.

Hasan Solihatin dan Raharjo (2007:4) mengemukakan bahwa kooperatif

mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama.

Sehubungan dengan pengertian tersebut. Slavin (dalam Sanjaya, 2006:241)

mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran

dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara

kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang, dengan

struktur kelompok yang bersifat heterogen untuk mencapai tujuan tertentu.

Berdasarkan pengetian diatas, maka pembelajaran kooperatif menurut Wina

Sanjaya (2006:241) minimal memiliki empat unsur penting yaitu: a). Adanya

peserta dalam kelompok: b). Adanya aturan dalam kelompok: c). Adanya upaya

setiap anggota kelompok dan: d). Adanya tujuan yang harus dicapai.

2.1.10 Konsep dan Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh

guru dalam pembelajaran kooperatif menurut Robert J. Stahl adala meliputi

sebagai berikut: a). perumusan tujuan belajar siswa harus jelas: b). penerimaan

yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar: c). ketergantungan yang

bersifat positif: d). interaksi yang bersifat terbuka: e). tanggungjawab individu: f).

kelompok bersifat heterogen: g). interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif:

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

24

h) tindak lanjut (follow up) dengan melakukan analisis bagaimana penampilan dan

hasil kerja siswa dalam kelompok belajarnya.

Beberapa hal lain yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kooperatif

adalah: a). bagaimana hasil kerja yang dihasilkan: b). bagaimana mereka

membantu anggota kelompoknya dalam mengerti dan memahami materi dan

masalah yang dibahas: c). bagaiman sikap dan perilaku mereka dalam interaksi

kelompok belajar bagi keberhasilan kelompoknya: dan d). apa yang mereka

butuhkan untuk menigkatkan keberhasilan kelompok belajarnya di kemudian hari:

serta e). kepuasan dalam belajar. Setiap siswa dan kelompok harus memperoleh

waktu yang cukup untuk belajar dalam mengembangkan pengetahuan,

kemampuan, dan ketrampilannya. Apabila siswa tidak memperoleh waktu yang

cukup dalam belajar, maka keuntunmgan akademis dari penggunaan pembelajaran

kooperatif akan sangat terbatas. Perolehan belajar siswa pun sangat terbatas

sehingga guru hendaknya mampu merancang dan mengalokasikan waktu yang

memadai dalam menggunakan model ini dalam pembelajarannya.

2.1.11 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Setiap model pembelajaran ditandai dengan struktur tugas, struktur tujuan

dan struktur reward. Struktur tugas menunjujan cara pelajaran diorganisasikan dan

jenis pekerjaan yang diperintahkah kepada siswa. Struktur tugas pembelajaran

kooperatif adalah menuntut kerja sama dan interpendensi di antara siswa untuk

menyelesaikan tugas secara bertanggungjawab. Sementara struktur tujuan

menunjukan pada tujuan yang bersifat individualistik, tujuan yang bersifat

kompetitif dan struktur tujuan kooperatif. Pembelajaran kooperatif lebih menekan

pada struktur tujuan kooperatif yang melahirkan interdepensi sosial dan kegiatan

bersama membuat usaha siswa dianggap sebagai faktor primer kesuksesan belajar.

Selanjutnya struktur reward juga terbagi ke dalam tiga jenis yaitu struktur reward

individualis yang diperoleh siswa apabila berhasil melakukan sesuatu tanpa

bantuan orang lain, struktur reward kompetitif diakui usaha individu apabila

dibandingkan dengan usaha orang lain dan struktur reward kooperatif diperoleh

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

25

apabila usaha individu dalam membantu orang lain mendapat struktur rewardnya.

Arends (2008:165).

Berdasarkan penjelasan diatas, maka diketahui bahwa tujuan pembelajaran

kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem

kompetisi, dimana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang

lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi

dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan

kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai

setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran. Ketiga pembelajaran yang dimaksud

yaitu:

Pertama, hasil belajar akademik. Beberapa ahli mengemukakan bahwa

model ini unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang

cukup sulit. Model struktur penghargaan kooperatif telah dapat menigkatkan nilai

siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan

hasil belajar. Selain mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar,

pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok

bawah maupun kelompok atas yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas

akademik yang diberikan guru.

Kedua, penerimaan terhadap perbedaan individu. Tujuan lain dari model

pembelajaran kooperatif ini adalah penerimaan secara luas dari individu-individu

yang berbeda berdasarkan kemampuan akademik, ras, budaya. Kelas dan tingkat

sosial. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar

belakang dan kondisi untuk bekerja sama dengan saling bergantung pada tugas-

tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling

menghargai satu individu yang satu dengan yang lain.

Ketiga, pengembangan ketrampilan sosial. Tujuan penting lainnya dari

pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan siswa ketrampilan bekerja sama dan

kolaborasi. Ketrampilan sosial ini penting dimilik oleh siswa karena saat ini

banyak siswa yang kurang ketrampilan sosialnya. Ketrampilan sosial dikemban

gkan antara lain adalh beberapa tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang

lain, bekerja dalam kelompok. Kompromi dan sebagainya.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

26

Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok pembelajaran

tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, dimana keberhasilan individu

diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sejak awal terbentuknya pendidikan

formal, siswa dipicu agar menjadi lebih baik dari teman-teman sekelasnya dan

sistem kompetisi ini nampaknyan sangat mendominasi dunia pendidikan,

sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana

keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan

kelompoknya. Untuk lebih jelasnya perbedaan kelompok belajar kooperatif

dengan kelompok belajar konvensional dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.1.

Perbedaan kelompok Belajar Kooperatif Dengan Kelompok Belajar Konvensional

KELOMPOK BELAJAR KOOPERATIF KELOMPOK BELAJAR

KONVENSIONAL

a) Adanya saling ketergantungan positif, saling

membantu dan saling memberikan motivasi

sehingga ada interaksi promotif

a) Guru sering membiarklan adanya

siswa yang mendominasi kelompok atau

menggantungkan diri pada kelompok

b) Adanya akuntabilitas individual yang mengukur

penguasaan materi pelajaran tiap anggota

kelompok, dan kelompok diberi umpan balik

tentang hasil belajar para anggotanya sehingga

dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan

bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan

b) Akuntabilitas individual sering

diabaikan sehingga tugas-tugas sering

diborong oleh salah seorang anggota

kelompok sedangkan anggota kelompok

lainnya ganya “mendompleng”

keberhasilan “pemborong”

c) Kelompok belajar heterogen, baik dalam

kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik

dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui

siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang

memberikan bantuan

c) Kelompok belajar biasanya

homogeny

d) Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis

atau bergulir untuk memberikan pengalaman

memimpin bagi para anggota kelompoknya

d) Pemimpin kelompok sering

ditentukan oleh guru atau kelompok

untuk memilih pemimpinnya dengan

cara masing-masing

e) Ketrampilan sosial diperlukan dalam kerja

gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan

berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan

mengola konflik secara langsung diajarkan

e) Ketrampilan sosial sering tidak

secara langsung secara diajarkan

f) Pada saat belajar kooperatif sedang

berlangsung, guru terus melakukan pemantauan

melalui observasi dan melakukan intervensi jika

terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota

kelompok

f) Pemantauan melalui observasi dan

intervensi sering tidak dilakukan oleh

guru pada saat belajar kelompok sedang

berlangsung

g) Guru memperhatikan secara proses kelompok

yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar

g) Guru sering tidak memperhatkan

proses kelompok yang terjadi dalam

kelompok-kelompok belajar

h) Penekanan tidak hanya pada penyelesian tugas

tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar

pribadi yang saling menghargai)

h) Penekanan sering hanya pada

penyelesian tugas

(Killen. 1996:12)

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

27

2.1.12 Tipe-Tipe Pembelajaran Kooperatif

Arends dalam Lie, (2005:40-43), membagi pembelajaran kooperatif menjadi

empat pendekatan yaitu:

a) Pendekatan Student Team Achievment Divisions (STAD). Pendekatan STAD

ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas

John Hopkins dan dipandang sebagai pendekatan pembelajaran kooperatif

yang paling sederhana dari pembelajaran kooperatif. Guru yang

menggunakan STAD juga memacu kepada kelompok belajar siswa,

menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu

menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu

dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim dengan masing-masing

kelompok terdiri dari empat atau lima orang, setiap kelompok haruslah

heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan,berasal dari berbagai suku

dan etnik, memiliki kemampuan campuran (tinggi.sedang, dan rendah). Tiap

anggota tim menggunakan lembar akademik, saling membantu satu sama

lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tanya jawab atau diskusi.

Secara individual atau tim tiap minggu atau dua minggu siswa dilakukan

evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan

akademik yang telah dipelajari. Tiap individu dan tim diberi skor atas

penguasaannya terhadap bahan ajar kepada individu atau tim yang

berprestasi tinggi diberi penghargaan. Kadang-kadang beberapa atau seluruh

tim diberikan penghargaan apabila mampu mencapai kriteria atau standar

tertentu itu.

b) Pendekatan Jigsaw. Pendekatan Jigsaw ini pertama kali dikembangkan dan

di uji coba oleh Elliot Aronson dan teman-temannya dari Universitas Texas

dan kemudian diadaptasikan oleh Slavin dkk. Dengan pendekatan ini siswa

di bagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terjadi dari lima sampai

enam orang dengan karakteristik heterogen. Bahan akademik disajikan

dalam bentuk teks dan tiap siswa bertanggung jawab mempelajari suatu

bagian dari bahan akademik tersebut. Kelompok siswa seperti ini disebut

“kelompok ekspert” (expert group). Para siswa dari tim yang berkumpul

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

28

dengan siswa lain yang memiliki tanggung jawab yang sama dari kelompok

lain, selanjutnya mereka bekerja sama mempelajari atau mengerjakan

bagian tersebut. Kemudian masing-masing siswa kembali ke kelompoknya

sendiri dan membagikan apa yang telah dipelajarinya dalam kelompok pakat

kepada anggota kelompoknya. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi

dalam kelompoknya setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam

kelompok para siswa dievaluasi secara individu atas bahan yang telah

dipelajari. Dalam pendekatan Jigsaw versi Slavin, penskoran dilakukan

sama seperti dalam pendekatan Student Achievement Devison (STAD).

Indvidu atau tim yang memperoleh skor tinggi diberi penghargaan oleh

guru.

c) Pendekatan GI (Group Ivestigation). Dasar-dasar pendekatan grup

investigasi (GI) dirancang oleh Herbert Thelen dan slelanjutnya

diadaptasikan oleh Sharan dkk dari Universitas Tel Aviv. Pendekatan Grup

Investgiasi (GI) sering dipandang sebagai pendekatan pembelajaran

kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Berbeda

dengan Student Team Achievmen Devision (STAD) dan Jigsaw, dalam

pendekatan GI siswa dilibatkan dalam perencanaan baik dalam menentukan

topik maupun cara mempelajari melalui investigasi. Pendekatan ini

menuntut siswa untuk memiliki kemampuan komunikasi maupun dalam

ketrampilan proses kelompok (group process skill). Dalam penerapan

investigasi kelompok ini, guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok

dengan anggota limma atau enam siswa dengan karakteristik yang

heterogen. Dalam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan

mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam

topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk yang ingin dipelajari,

mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai sub topik yang telah

dipilih kemudian menyiapkan dan menyajikan laporannya kepada

keseluruhan kelas.

d) Pendekatan struktural. Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagan

dkk. Meskipun memiliki kesamaan dengan pendekatan lainnya, tetapi

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

29

pendekatan ini memberi penekananan pada penggunaan struktur tertentu

yang dirancan untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Berbagai sturktur

tersebut dikembangkan oleh Kagan dengan maksud agar menjadi alternatif

dari berbagai struktur kelas tradisional , seperti metode resistas, yang

ditandai dengan pengajuan pertnyaan oleh guru kepada seluruh siswa dalam

kelas dan siswa memberikan jawaban setelah mengangkat tangan dan

ditunjuk oleh guru. Struktur yang dikembangkan oleh Kagan menghendaki

agar siswa bekerja saling bargantung dalam kelompok kecil secara

kooperatif. Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan

penguasaan isi akademik dan pula struktur yang di rancang untu

mengajarkan ketrampilan sosial think-pair-share dan numberedhead-togther

adalah struktur yang dapat digunakan untuk meningkatkan penguasaan isi

akademik, sedangkan active listening dan time tokens adalah struktur yang

dikembangkan utnuk mengajarkan ketrampilan sosial.

e) Time token. Pembelajaran kooperatif tipe time token merupakan salah satu

varian dari pendekatan struktural yang dikembangkan oleh Spencer Kagan

dkk. Pembelajaran kooperatif tipe time token merupakan varian dari model

pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural yang menekankan

pada kemampuan ketrampilan sosial.

Lie (2005:55-73) mengemukakakn beberapa metode pembelajaran lain yang

termasuk pembelajaran kooperatif untuk mengembangkan nilai-nilai sosial,

diantaranya: a). mencari pasangan (make to match), dikembangkan oleh Lorna

Curran tahun 1994: b). bertukar pasangan dan berpikir berpasangan berempat

yang dikembangkan dari teknik think-pair-share dari Frank Lyman dan think-

pair-square dari Spencer Kagan tahun 1992: e). dua tinggal dua tamu (two stay to

stary) yang dikembangakan oleh Spencer Kagan: f). keliling kelompok: h)

kancing gemerincing yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992): dan i)

lingkaran kecil lingkaran besar yang di kembangkan oleh Spencer Kagan 1992):

j). Jigsaw yang dikembangkan oleh Aronson.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

30

Tabel 2.2

Perbandingan Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif

Variabel Tipe STAD Tipe Jigsaw Tipe

Investigasi

Pendekatan

Struktural

Tujuan

Kognitif

Informasi

akademik

sederhana

Informasi

akademik

sederhana

Informasi

akademik

tingkat tinggi

Informasi

akademik

sederhana

Tujuan

Sosial

Kerja kelompok

dan kerja sama

Kerja kelompok

dan kerja sama

Kerja sama

kelompok

kompleks

Ketrampilan

kelompok

dan

ketrampilan

social

Struktur Tim Kelompok

belajar heterogen

dengan 4-5

orang anggota

Kelompok belajar

heterogen

dengan5-6

anggota

menggunakan pola

kelompok “asal”

dan kelompok

“ahli”

Kelompok

belajar

heterogen

dengan 5-6

orang anggota

kelompok

Bervariasi

berdua,

bertiga

kelompok

dengan 4-5

orang

anggota

Pemilihan

topik

Biasanya guru Biasanya guru Biasanya siswa Biasanya

guru

Tugas utama Siswa dapat

menggunakan

lembar kegiatan

dan saling

membantu untuk

menuntuskan

materi belajarnya

Siswa

mempelajari

materi dalam

kelompok “ahli”

kemudian

membantu

anggota kelompok

“asal” mengkaji

materi

Siswa

menyelesaikan

inkuiri komleks

Siswa

mengerjakan

tugas-tugas

yang

diberikan

secara sosial

dan kognitif

Penilaian Tes mingguan Bervariasi dapat

berupa tes

mingguan

Proyek menulis

laporan dapay

menggukana

tes essay

Bervariasi

Pengakuan Lembar

pengakuan dan

publikasi lain

Publikasi lain Lembar

pengakuan dan

publikasikan

lain

Bervariasi

2.1.13 Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token

Salah satu pendekatan struktural dalam pembelajaran kooperatif yang

dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan meningkatkan perolehan

hasil belajar adalah pembelajaran kooperatif tipe time token. Menurut Suprijono

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

31

(2009: 133), tipe pembelajaran time token dimaksudkan sebagai alternatif untuk

mengajarkan ketrampilan sosial, yang bertujuan untuk menghindari siswa

mendominasi atau siswa diam sama sekali, dan menghendaki siswa saling

membantu dalam kelompok kecil, dan lebih dicirikan pada penghargaan

kooperatif daripada individu.

Menurut Yatim Riyanto (2002: 270), Time Token merupakan tipe dari

pendekatan struktural dari beberapa model pembelajaran kooperatif, untuk

melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu

pelajaran, dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Time

Token pada dasarnya merupakan sebuah varian diskusi kelompok, dimana ciri

khasnya adalah setiap siswa diberi kupon bicara ±10 atau 15 detik waktu

berbicara. Apabila siswa telah menghabiskan kuponnya, siswa itu tidak dapat

berbicara lagi. Sudah barang tentu, ini menghendaki agar siswa yang masih

pegang kupon untuk ikut berbicara dalam diskusi itu. Cara ini menjamin

keterlibatan semua siswa. Cara ini juga merupakan upaya yang sangat baik untuk

meningkatkan tanggungjawab individual dalam diskusi kelompok.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

kooperatif tipe Time Token adalah suatu model pengajaran guru dengan

menggunakan pembelajaran kooperatif, yang secara tekniknya dapat membantu

siswanya belajar di setiap mata pelajaran, dimana siswa bekerja dalam kelompok-

kelompok kecil, saling membanu belajar satu sama lainnya, dengan

beranggotakan 2-6 siswa atau lebih, dengan memberikan kupon bicara pada siswa

masing-masing kelompok. Patokan bicara disini adalah bicara sesuai dengan

materi yang dibahas atau materi yang dipresentasikan, bukan bicara yang asal-

asalan yang tidak ada hubungannya dengan materi. Kemudian secara acak guru

menunjuk salah satu kelompok untuk menjawab atau mempresentasikan di depan

kelas, dengan menggunakan kupon bicara tersebut.

2.1.14 Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token

Menurut Yatim Riyanto (2002: 270), pembelajaran yang menggunakan

model kooperatif tipe Time Token memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

32

a) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi

belajarnya.

b) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang

dan rendah.

c) Membagi tugas dan tanggungjawab bersama.

d) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.

e) Pemberian kupon bicara.

2.1.15 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token

Setiap model pembelajaran memiliki langkah-langkah yang khas, begitupun

model pembelajaran kooperatif tipe Time Token. Langkah-langkah pembelajaran

tersebut dirumuskan secara terstruktur, sehingga penerapannya tetap dalam jalur

yang benar. Menurut Suyatno (2009: 51) langkah-langkah pembelajaran

kooperatif tipe Time Token adalah sebagai berikut:

a) Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang beranggotakan 2-6 orang

dan kepada setiap anggota diberikan kupon bicara ±10 atau 15 detik.

b) Guru memberi pertanyaan atau penugasan kepada siswa.

c) Setiap siswa berpikir bersama dan siswa menyatukan pendapatnya terhadap

jawaban pertanyaan itu, dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya

mengetahui jawaban itu.

d) Guru menunjuk salah satu anggota kelompok untuk menjawab pertanyaan

atau memberi pendapat kepada kelompok lain.

e) Bila telah selesai bicara, kupon yang dipegang siswa diserahkan dan setiap

berbicara satu kupon.

f) Siswa yang telah habis kuponnya tidak boleh bicara lagi, yang masih

pegang kupon harus bicara sampai kuponnya habis.

2.1.16 Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari tentang alam

semesta, dengan menggunakan metode-metode sains. IPA membahas tentang

gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis, yang didasarkan pada hasil

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

33

percobaan dan pengamatan, yang dilakukan oleh manusia. Powler (dalam

Winataputra, 1999: 122) mengatakan bahwa IPA merupakan ilmu yang

berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan sistematis, yang tersusun

secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan

eksperimen.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 untuk SD/MI

dijelaskan mengenai pembelajaran IPA, yaitu (BNSP: 13):

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan

yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga

merupakan proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi

peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekita, serta prospek

pembangunan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.

Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung

untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar

secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat, sehingga

dapat membantu peserta didik memperoleh pemahaman yang lebih mendalam

tentang alam sekitar.

2.1.17 Fungsi dan Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Menurut Depdiknas (2003: 3), pada prinsipnya, pembelajaran IPA harus

dirancang dan dilaksanakan sebagai cara “mencari tahu dan cara

mengerjakan/melakukan yang dapat membantu siswa memahami fenomena alam

secara mendalam. Pada tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran

Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat) yang diarahkan pada

pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan

konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Berdasarkan fungsi yang demikian, maka menurut Depdiknas (2006: 27)

tujuan pembelajaran IPA di SD/MI adalah sebagai berikut:

1) Menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dalam

kehidpuan sehari-hari;

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

34

2) Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap IPA dan teknologi;

3) mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah, dan membuat keputusan;

4) Ikut serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam;

5) Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi

antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat; dan

6) Menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan

Tuhan.

Selanjutnya menurut BNSP (2007: 13), mata pelajaran IPA di SD/MI

bertujuan agar peserta didik memiliki kompetensi dasar, yaitu:

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang

adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi,

dan masyarakat.

4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar

memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam memelihara, menjaga dan

melestarikan lingkungan alam.

6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam semesta dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai

dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.2 Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Ana Ivar Irianti. 2012, dengan judul

penelitian “Penerapan Metode Pembelajaran Time Token Arend Pada Siswa

VIII A SMPN 1 Prambanan Dalam Upaya Meningkatkan Keaktifan dan

Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan”. Penelitian ini bertujuan untuk

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

35

mengetahui upaya peningkatan keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas VIII A

di SMP N 1 Prambanan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Time Token Arend dalam pembelajaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan

penelitian tindakan kelas (PTK). Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe Time Token Arend pada mata pelajaran PKn

dapat meningkatkan keaktifan siswa dan prestasi belajar siswa. Hal ini terbukti

dari hasil observasi peningkatan keaktifan siswa pada siklus II. Pada siklus I,

siswa yang melakukan keaktifan mencapai kriteria cukup, yaitu sebanyak 20

siswa, dimana skor yang diperoleh masih di bawah 70. Sedangkan yang mencapai

kriteria baik 16 siswa, dengan mendapatkan skor minimal 70. Pada siklus II yang

mencapai kriteria cukup sebanyk 8 siswa, dan mendapat kriteria baik 27 siswa.

Dari data tersebut dapat diliha adanya peningkatan, dimana pada siklus I yang

mendapat kriteria cukup dari 20 menurun menjadi 9 siswa pada siklus II;

sedangkan yang mendapatkan kriteria baik dari siklus I sebanyak 16 siswa, naik

menjadi 28 siswa. Dari hasil tersebut dapat dikatakan keaktifan siswa meningkat,

karena telah memenuhi kriteria minimal 25 siswa dengan memperoleh skor

minimal 70. Peningkatan hasl belajar siswa pada mata pelajaran PKn dari tahap

siklus I, rata-rata yang diperoleh 72,08 naik menjadi rata-rata 81,94 pada tahap

siklus II.

Penelitian yang dilakukan oleh Yeni Sendiko. 2012, dengan judul penelitian

“Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Time Token Pada Mata

Pelajaran PKn Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Mangunsari 03

Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012”. Tujuan penelitian ini adalah

mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran Time Token pada Mata

Pelajaran PKn Terhadap hasil belajar siswa kelas IV SDN Mangunsari 03 Salatiga

Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil uji hipotesis penelitian menunjukan

bahwa hasil belajar siswa kelas eksperimen yang menggunakan penerapan

pembelajaran Time Token hasilnya lebih baik dari pada kelas kontrol yang

menggunakan model pembelajaran konvesional dala pembelajaran. Hasil ini dapat

menunjukan bahwa penggunaan model pembelajaran Time Token berpengaruh

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

36

terhadap hasil belajar siswa kelas IV SDN Telogo (kelas eksperimen) pada mata

pelajaran PKN dengan materi pokok bahasan Globalisasi.

Meskipun sama-sama melakukan penelitian dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe time token, namun demikian ada beberapa perbedaan

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan penelitian yang akan

dilaksanakan pertama subjek penelitian. Penelitian pertama menggunakan subjek

penelitian yaitu siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dengan menggunakan

subjek siswa SMP tentu akan memberikan perbedaan pada hasil penelitian.

Logikanya adalah siswa SMP telah memiliki pengetahuan yang lebih banyak baik

tentang pelajaran maupun tentang ketrampilan sosial. Kedua, mata pelajaran.

Penelitian-penelitian terdahulu tidak menggunakan mata pelajaran IPA sebagai

mata pelajaran yang akan diajarkan dengan menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe time token. Ketiga, lokasi penelitian. Meskipun penelitian kedua

menggunakan subjek yang sama yaitu siswa kelas 4 SD, namun perbedaan lokasi

penelitian membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.

Pemikirannya adalah mesikpun penelitian dilaksanakan sama-sama pada siswa

kelas 4 SD, namun dengan perbedaan lokasi tentu juga berimplikasi pada

perbedaan sumber daya dari kedua subyek tersebut, baik itu sumber daya sekolah

(guru dan fasilitas) maupun sumber daya peserta didiknya itu sendiri.

2.3 Kerangka Berpikir

Model pembelajaran kooperatif sesungguhnya merupakan model

pembelajaran dengan menekankan pada kerjasama dan keberhasilan kelompok,

namun di dalamnya, keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh

tanggungjawab individu sebagai anggota dalam kelompok bersangkutan. Karena

itu model pembelajaran ini tepat diterapkan pada situasi belajar yang menuntut

keaktifan belajar siswa. Hal ini didukung oleh kajian teoretis bahwa model

pembelajaran ini sangat menekankan kerjasama antar anggota kelompok, tetapi

juga keaktifan anggota kelompok sebagai bentuk tanggungjawab, demi

keberhasilan kelompok tersebut. Selain pembuktian teoritis, dua penelitian

terdahulu juga membuktikan bahwa model pembelajaran ini ternyata mampu

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3904/3/T1_292009365_BAB II.pdf · segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

37

meningkatkan keaktifan belajar dan juga hasil belajar siswa. Dengan demikian

penelitian kali ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token

dengan pemikiran yang sama dengan kajian teoretis maupun dengan hasil

penelitian sebelumnya, yakni bahwa model pembelajaran ini dapat meningkatkan

keaktifan maupun hasil belajar siswa.

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian

ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token dapat

meningkatkan keaktifan belajar dan hasil belajar IPA materi perubahan

kenampakan bumi siswa kelas 4 SDN Salatiga 09 Semester II Tahun Ajaran

2012/2013.