BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana...

40
19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social Exchange Teori Social Exchange digagas oleh Blau pada tahun 1964. Teori ini menyatakan bahwa karyawan cenderung mengembangkan hubungan berkualitas tinggi berdasarkan pada siapa mereka berinteraksi, bagaimana mereka berinteraksi, dan bagaimana pengalaman mereka (Blau, 1964; Cropanzano & Mitchell, 2005). Ketika karyawan diperlakukan dengan cara yang adil dan hormat oleh pimpinan, mereka cenderung memikirkan hubungan dengan pimpinan dalam hal pertukaran sosial daripada pertukaran ekonomi (Blau, 1964). Selanjutnya, mereka cenderung melakukan tindakan balasan dengan memberikan usaha ekstra ke dalam pekerjaan atau dedikasi terhadap pekerjaan yang lebih banyak (Brown et al., 2005) dan bersedia untuk menjadi lebih banyak terlibat dalam pekerjaan (Macey et al., 2009). Semakin sering karyawan berinteraksi dengan atasan mereka, semakin besar kemungkinan hubungan mereka akan semakin kuat (Dienesch & Liden, 1986, seperti dikutip dalam Walumbwa et al., 2011). Hal ini menjadikan kepemimpinan sebagai nilai yang penting dalam pertukaran sosial (Wayne et al., 2002; Cropanzano & Mitchell, 2005; Erdogan et al., 2006). Para pengikut lebih cenderung menganggap diri mereka berada dalam hubungan pertukaran sosial dengan para pemimpin mereka karena perlakuan etis yang mereka terima dan

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

19

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Teori Social Exchange

Teori Social Exchange digagas oleh Blau pada tahun 1964. Teori ini

menyatakan bahwa karyawan cenderung mengembangkan hubungan berkualitas

tinggi berdasarkan pada siapa mereka berinteraksi, bagaimana mereka

berinteraksi, dan bagaimana pengalaman mereka (Blau, 1964; Cropanzano &

Mitchell, 2005). Ketika karyawan diperlakukan dengan cara yang adil dan hormat

oleh pimpinan, mereka cenderung memikirkan hubungan dengan pimpinan dalam

hal pertukaran sosial daripada pertukaran ekonomi (Blau, 1964). Selanjutnya,

mereka cenderung melakukan tindakan balasan dengan memberikan usaha ekstra

ke dalam pekerjaan atau dedikasi terhadap pekerjaan yang lebih banyak (Brown

et al., 2005) dan bersedia untuk menjadi lebih banyak terlibat dalam pekerjaan

(Macey et al., 2009).

Semakin sering karyawan berinteraksi dengan atasan mereka, semakin

besar kemungkinan hubungan mereka akan semakin kuat (Dienesch & Liden,

1986, seperti dikutip dalam Walumbwa et al., 2011). Hal ini menjadikan

kepemimpinan sebagai nilai yang penting dalam pertukaran sosial (Wayne et al.,

2002; Cropanzano & Mitchell, 2005; Erdogan et al., 2006). Para pengikut lebih

cenderung menganggap diri mereka berada dalam hubungan pertukaran sosial

dengan para pemimpin mereka karena perlakuan etis yang mereka terima dan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

20

kepercayaan yang mereka rasakan. Ketika karyawan merasa bahwa pemimpin

mereka memiliki minat terbaik di hati dan peduli, mereka cenderung untuk

membalas dengan meningkatkan kinerja tugas.

Bellingham (2003) menyatakan bahwa pemimpin etis ingin

memberdayakan karyawan melalui pelatihan dan dukungan, mereka ingin

memberikan kebebasan kepada karyawan mereka untuk menunjukkan inisiatif

melalui tanggung jawab dan wewenang. Pemimpin etis mengajak pengikut

mereka untuk bertimbang rasa melalui komunikasi terbuka (Brown & Trevino,

2006) memperjelas apa tujuan organisasi dan apa yang diharapkan dari bawahan,

sehingga menumbuhkan keterikatan karyawan dalam pekerjaan mereka (Macey et

al., 2009).

Brown et al. (2005) telah menunjukkan hubungan antara kepemimpinan

etis dan teori pertukaran sosial. Dari sudut pandang karyawan, pemimpin etis

adalah orang yang benar-benar dapat dipercaya. Pemimpin ini melalui

pengambilan keputusan yang adil dan seimbang lebih jauh membentuk persepsi

karyawan akan adanya hubungan pertukaran sosial (Mayer et al., 2009). Menurut

Gouldner (1960) hubungan pertukaran sosial bergantung pada norma timbal balik.

Misalnya, rasa kewajiban karyawan di tempat kerja sangat penting karena

memaksa mereka untuk membayar imbalan bermanfaat yang diterima dari

pimpinan mereka.

Secara empiris, peneliti yang berbeda telah menemukan bukti pengaruh

kepemimpinan etis terhadap perilaku OCB (Mayer et al., 2009) dan kinerja

karyawan (Walumbwa et al., 2011). Selanjutnya menggunakan konsep

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

21

pertukaran, disarankan agar perilaku OCB terjadi sebagai respon karyawan untuk

merasakan kewajiban terhadap organisasi (Organ, 1990). Demikian pula,

Konovsky & Pugh (1994) menunjukkan bahwa perilaku OCB terjadi dalam

konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan.

Dalam penelitian lain, Deckop et al. (2003) mengemukakan bahwa OCB dalam

organisasi lebih teliti dijelaskan oleh pengertian pertukaran sosial dan norma

timbal balik.

2.1.2 Teori Social Learning

Sebagai mahluk sosial, manusia dalam hal ini karyawan banyak belajar

satu sama lain mengenai bagaimana memikirkan, merasakan, dan berperilaku

tentang segala hal di sekitar mereka (Srivastava, 2016). Pendapat ini sejalan

dengan apa yang dikemukakan oleh Bandura (1977), yang menyatakan bahwa

orang banyak belajar sesuatu dengan melihat dan meniru perilaku orang lain.

Individu yang belajar dengan memperhatikan dan meniru sikap, nilai-nilai dan

perilaku dari model yang menarik dan kredibel, yang dikenal dengan teori

pembelajaran sosial (social learning theory). Individu sebagian besar melihat di

luar diri individu lain untuk bimbingan etis. Pemimpin etis akan menjadi sumber

bimbingan karena daya tarik dan kredibilitas yang mereka miliki sebagai peran

model yang menarik perhatian.

Teori Social Learning yang dikemukakan oleh Bandura pada tahun 1977,

mengemukakan bahwa individu belajar standar perilaku; (a) vicariously (yaitu,

dengan menonton orang lain); (b) melalui pemodelan langsung; dan (c) dengan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

22

persuasi verbal. Dari perspektif kepemimpinan etis, para pemimpin etis

mempengaruhi karyawan karena: (1) karyawan belajar cara terbaik melakukan

pekerjaan mereka dengan melihat manajer mereka (Mitchell & Palmer, 2010); (2)

manajer etis adalah model peran yang menarik dan sah, sehingga mereka

memberikan pengaruh yang besar melalui pemodelan, yang digunakan dalam

proses mendidik (Bandura, 1986); dan (3) para pemimpin etis menunjukkan

kepedulian tentang kepentingan terbaik karyawan dan oleh karena itu ingin

melihat mereka bekerja dengan baik dan mencapai potensi mereka (Brown et al.,

2005). Pemimpin etis membantu karyawan untuk menjadi lebih percaya diri

tentang kemampuan mereka, memperkuat pola perilaku dan motivasi mereka, dan

memperjelas kepada karyawan bagaimana tugas dan upaya mereka akan

berkontribusi pada pencapaian tujuan unit kerja yang penting (De Hoogh & Den

Hartog, 2008; Walumbwa et al., 2011).

Teori pembelajaran sosial (social learning theory) menurut Brown &

Trevino et al. (2006) yaitu para pemimpin sebagai salah satu role model sudah

seharusnya dilihat sebagai pemimpin etis oleh pengikut dan mereka harus

berperan menarik serta menjadi model yang kredibel. Selain itu, teori

pembelajaran sosial membantu menjelaskan mengapa dan bagaimana pemimpin

etis mempengaruhi pengikut mereka. Pemimpin etis dihargai oleh karyawan

mereka, karena perilaku etika yang mereka miliki. Karyawan akan menunjukkan

rasa segan jika tidak bekerja dengan baik dan biasanya karyawan seperti ini mau

melakukan pekerjaaan yang bukan menjadi tanggung jawabnya serta tidak

menuntut imbalan atas pekerjaan tersebut. Perilaku seperti ini dikenal dengan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

23

istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB). Selanjutnya, pembelajaran

sosial memiliki kekuatan dalam menumbuhkan keterikatan karyawan yang lebih

kuat terhadap perusahaan karena peran kuat dari kepemimpinan etis mampu

mendorong tumbuhnya keterikatan karyawan tersebut.

Sesuai pemaparan teori tersebut, dapat dikatakan bahwa teori Social

Exchange dan teori Social Learning kiranya relevan digunakan sebagai grand

theory dalam membahas keterkaitan antara kepemimpinan etis, OCB dan

employee engagement serta pengaruhnya terhadap kinerja karyawan.

2.1.3 Teori Reasoned Action

Teori Reasoned Action, merupakan teori psikologi sosial yang

menjelaskan bagaimana dan mengapa sikap dapat mempengaruhi perilaku. Teori

ini fokus pada niat (intention) yang ditentukan oleh sikap dan norma. Niat

seseorang untuk melakukan suatu perilaku tertentu merupakan faktor penentu

akan dilakukan atau tidaknya perilaku tersebut (Ajzen & Fishbein, 1975). Teori

Reasoned Action, menjelaskan bahwa keyakinan dapat mempengaruhi sikap dan

norma sosial yang mana akan merubah bentuk keinginan berperilaku baik dipandu

ataupun terjadi begitu saja dalam sebuah perilaku individu. Niat adalah sebagai

motivasi seseorang secara sadar dalam rencana atau keputusannya untuk

menggunakan suatu usaha dalam melaksanakan suatu perilaku yang spesifik.

Secara sederhana didefinisikan sebagai keinginan untuk melakukan sesuatu

tindakan. Sebagian besar perilaku manusia mampu diprediksi berdasarkan niat,

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

24

karena perilaku-perilaku tersebut adalah kehendak atau kemauan di bawah kendali

niat (Ajzen & Fishbein, 1980).

Menurut Zhang (2007), teori Reasoned Action menjelaskan bahwa

perilaku manusia secara langsung dimotivasi oleh niat untuk berperilaku, sikap

berperilaku merujuk kepada penilaian menyeluruh seseorang terhadap dampak

dari sebuah tindakan yang akan dilakukan. Sikap berperilaku dapat juga

didefinisikan sebagai perasaan (feelings) positif atau negatif seseorang terkait

suatu perilaku. Natan et al. (2009) juga berargumen, bahwa perilaku seseorang

ditentukan oleh niat orang tersebut untuk melakukan (atau menghindari untuk

melakukan) suatu perilaku tertentu. Sikap berperilaku merefleksikan pendirian

(keyakinan) dan perasaan terhadap sebuah tindakan tertentu, seseorang yang yakin

bahwa melakukan suatu tindakan akan berdampak positif padanya, maka ia akan

kukuh pada sikap yang disukainya tersebut, demikian juga sebaliknya (Ramayah

& Aafaqi, 2005). Cammock et al. (2009) berpandangan bahwa sikap berperilaku

adalah fungsi dari keyakinan berperilaku yang kuat, atau sebagai persepsi dari

hasil sebuah tindakan yang akan dilakukan.

Teori Reasoned Action memiliki dua konstruk utama dari intention : (1)

sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior) dan (2) subjective norm

berasosiasi dengan perilaku tersebut. The attitude toward behavior adalah

seseorang akan berpikir tentang keputusan mereka dan kemungkinan hasilnya dari

aksi yang dilakukan sebelum membuat keputusan untuk terlibat atau tidak terlibat

dalam perilaku tersebut. Teori ini menunjukkan bahwa keinginan seseorang untuk

berperilaku atau tidak dalam suatu aksi adalah didasari oleh keyakinan orang

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

25

tersebut dan evaluasi dari hasil yang ditimbulkan atas perilakunya. Jadi, seseorang

yang memiliki keyakinan bahwa hasil yang didapat adalah positif, maka akan

nampak positif terhadap perilaku itu, begitupun sebaliknya. Berikut gambaran dari

Teori Reasoned Action.

Gambar 2.1 Teori Reasoned Action

Sumber: Fishbein & Ajzen (1975)

Teori Reasoned Action dikembangkan untuk menguji hubungan antara

sikap dan perilaku (Fishbein & Ajzen 1975; Ajzen 1988; Werner 2004). Konsep

utama dalam teori ini adalah prinsip-prinsip kompatibilitas dan konsep intensi

perilaku. Prinsip kompatibilitas menetapkan dalam rangka untuk memprediksi

satu perilaku tertentu diarahkan ke target tertentu dalam konteks dan waktu

tertentu, sikap khusus yang sesuai dengan waktu, target dan konteks yang harus

dinilai. Konsep yang menyatakan keinginan perilaku yang memotivasi individu

untuk terlibat dalam perilaku yang didefinisikan oleh sikap yang mempengaruhi

perilaku. Keinginan berperilaku menunjukkan berapa banyak usaha individu ingin

berkomitmen untuk melakukan perilaku dengan komitmen yang lebih tinggi

Beliefs and

Evaluations

Normative

Beliefs and

Motivation

to copy

Attitude

toward

Behavior

Subjective

Norm

Behavior

Intention

Actual

Behavior

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

26

dengan kecenderungan perilaku itu akan dilakukan. Keinginan untuk berperilaku

ditentukan oleh sikap dan norma subyektif (Fishbein & Ajzen 1975; Ajzen 1988).

Sikap mengacu pada persepsi individu (baik menguntungkan atau tidak

menguntungkan) terhadap perilaku tertentu. Norma subjektif mengacu pada

penilaian subjektif individu tentang preferensi lain dan dukungan untuk

berperilaku (Werner, 2004). Teori Reasoned Action dikritik karena mengabaikan

pentingnya faktor-faktor sosial yang dalam kehidupan nyata bisa menjadi penentu

untuk perilaku individu (Grandon & Mykytyn. 2004; Werner, 2004). Faktor sosial

berarti semua pengaruh lingkungan sekitarnya (seperti norma individu) yang dapat

mempengaruhi perilaku individu (Ajzen, 1991).

Penelitian ini menggunakan Teori Reasoned Action sebagai teori

pendukung (supporting theory). Teori Reasoned Action dapat diaplikasikan pada

berbagai niat keperilakuan, dan hanya bisa digunakan apabila memenuhi asumsi

dasarnya, yakni, perilaku-perilaku yang dijalankan secara sukarela. Jika sebuah

perilaku didasarkan bukan atas dasar sukarela, maka Teori Reasoned Action tidak

relevan untuk digunakan. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku engangement

dan OCB dari karyawan yang merupakan perilaku sukarela karyawan kiranya

sangat relevan mengacu kepada Teori Reasoned Action.

2.2 Kepemimpinan Etis

2.2.1 Konsep Kepemimpinan Etis

Pickett (2001) memulai langkah awal dalam pengenalan model dalam

kepemimpinan etis dengan meneliti hubungan antara keyakinan karyawan dan

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

27

pengamatan atas perilaku mereka selanjutnya. Perilaku etis dan karakter yang kuat

menjadi hal yang sangat penting bagi kredibilitas seorang pemimpin dalam

memberikan pengaruh yang sangat berarti (Piccolo et al., 2010). Moreno (2010)

mencatat bahwa seorang pemimpin etis adalah orang yang selaras antara tindakan

dan kata-kata. Dalam hal ini, kepemimpinan etis dapat mempengaruhi

pengikutnya dengan perilaku yang konsisten, tindakan dan moral yang tepat, dan

melakukan apa yang dikatakan.

Setiap jenis kepemimpinan memiliki nilai sendiri tergantung pada

karakteristiknya yang berbeda (Avolio & Gardner, 2005; Brown & Trevin‘o,

2006; Luthans & Avolio, 2003; Walumbwa et al., 2008). Karakteristik utama

yang menonjol dari kepemimpinan etis adalah kepemimpinan yang ditandai

dengan pertimbangan moral, manajemen moral, dan kesan moral (Brown &

Trevin‘o, 2006; Walumbwa et al., 2008). Kepemimpinan etis sebagian besar

terkait dengan aktualisasi diri, hubungan moral, persepsi moral, dan dealing

(Gardner et al., 2005; Walumbwa et al., 2008).

Kepemimpinan etis didefinisikan sebagai demonstrasi perilaku normatif

yang tepat melalui tindakan pribadi dan hubungan interpersonal, dan promosi

perilaku tersebut untuk pengikut melalui komunikasi dua arah, penguatan, dan

pengambilan keputusan (Brown et al., 2005). Dalam mengusulkan teori

kepemimpinan etis, Brown et al. (2005) menyarankan bahwa perilaku

kepemimpinan etis memainkan peran penting dalam mempromosikan sikap

karyawan pada tingkatan dan perilaku karena karyawan ingin berhubungan

dengan manajer yang jujur, kredibel, dan adil (Kouzes & Posner, 2007).

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

28

Buble (2012) menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan berbasis

etika dan moral dinyatakan sebagai kepemimpinan etis, yaitu peran pemimpin

sebagai faktor yang menggerakkan karyawan dalam mewujudkan nilai-nilai,

prinsip etika dan moral, yang merupakan cara pandang yang diterima sebagai

aturan nilai organisasi perusahaan. Kepemimpinan etis dapat disimpulkan sebagai

sikap perilaku jujur yang menjadi dasar pijakan dalam berproses membangun

organisasi (Kalshoven et al., 2011). Kepemimpinan etis juga dinyatakan sebagai

gaya kepemimpinan yang diposisikan sebagai penggerak organisasi perusahaan

berbasis kepada nilai-nilai etika, dimana peran strategis yang ditampilkan dapat

berfungsi mengurangi sejumlah perilaku negatif karyawan sebagai perpanjangan

tangan manajerial (Brown et al., 2005). Peneliti lainnya, Bello (2012)

menyimpulkan adanya ruang yang lebih besar bagi setiap karyawan untuk

menampilkan kemampuan terbaiknya melalui kepemimpinan berbasis

kepemimpinan etis.

Kepemimpinan etis dapat memberikan pendekatan yang efektif untuk

membina pandangan positif dan tindakan karyawan. Kepemimpinan etis mengacu

pada jenis gaya kepemimpinan dimana pemimpin menunjukkan dan

mempromosikan kode etik kepada bawahannya (Brown et al., 2005). Beberapa

penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Kepemimpinan etis membantu

mengurangi penyimpangan kerja karena bawahan belajar dari para pemimpin etis

(Brown & Trevin’o, 2006; Detert et al., 2007; Mayer et al ., 2009). Penelitian

telah menunjukkan bahwa kinerja karyawan dapat ditingkatkan jika mereka

dipimpin oleh pemimpin etis (Bello, 2012). Para pemimpin akan mampu

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

29

menekankan nilai-nilai moral dan tujuan dalam pembuatan keputusan mereka,

mereka juga akan dapat menjelaskan kepada pengikut bagaimana tugas dan upaya

masing-masing anggota memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan penting

(De Hoogh & Den Hartog, 2008).

Menurut De Hoogh & Den Hartog (2008), karakteristik pribadi yang

terkait dengan kepemimpinan etis, adalah seperti kepribadian pemimpin dan

pendidikannya. Sifat-sifat pribadi yang digolongkan ke dalam lima kelompok

pemimpin yaitu: tanggung jawab sosial, standar moral hukum perilaku, kewajiban

internal kepedulian terhadap orang lain, perhatian terhadap konsekuensi, dan

penilaian diri. Kanungo (2001) mengemukakan bahwa kepemimpinan etis

diharapkan memiliki kewajiban internal serta standar moral yang tinggi, mereka

seharusnya berperilaku dalam cara yang nyaman dalam kasus yang menyangkut

orang lain (Brown et al., 2005). Selanjutnya Brown et al. (2005) juga menjelaskan

kepemimpinan etis sebagai orang yang jujur, dapat dipercaya, adil, dan peduli

dalam kasus moralitas dan keadilan komponen; sedangkan dalam hal komponen

peran klarifikasi, De Hoogh & Den Hartog (2008) menyebutkan kepemimpinan

etis berada pada komunikasi yang terbuka, yang berarti menjelaskan apa yang

diharapkan dari karyawan langsung. Selain itu, pembagian kekuasaan adalah

komponen terakhir dari kepemimpinan etis yang merujuk pengikut untuk

memiliki hak untuk berbicara (De Hoogh & Den Hartog, 2008).

Kepemimpinan yang efektif dan efisien dapat menjadi senjata yang kuat

hanya jika pada pondasi etis. Ini merupakan tanggung jawab para pemimpin untuk

mengekspresikan perilaku moral dan etika tertinggi dalam percakapan sehari-hari,

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

30

hubungan, penilaian, dan pertemuan mereka agar menjadi cermin bagi pengikut.

Para spiritual, sarjana dan ahli teori dari masa lalu telah menekankan pada efek

substansial etika untuk para pengikut dan para pemimpin untuk mengontrol

supremasi dalam organisasi. Meskipun etika telah menjadi perdebatan bagi dunia

untuk dieksplorasi kembali oleh peneliti dan masyarakat bisnis. Salah satu sebab

pentingnya peningkatan kesadaran beretika adalah pertentangan etika yang telah

ditemukan dalam beberapa perusahaan (Revell, 2003; Mehta, 2003; Trevin’o &

Brown, 2004; Manz et al., 2013).

Kepemimpinan etis harus berfokus pada nilai-nilai moral dan keadilan

dalam pengambilan keputusan, mempertimbangkan dampak keputusan organisasi

pada dunia luar, dan jelas menyampaikan kepada karyawan bagaimana tindakan

mereka di tempat kerja berkontribusi pada tujuan organisasi. Kepemimpinan etis

membantu memberi makna kepada karyawan dalam bekerja dan memastikan

bahwa keputusan organisasi didasarkan pada nilai-nilai ucapan yang beretika

(Piccolo et al., 2010). Kepemimpinan etis selalu berusaha untuk memasukkan

prinsip-prinsip moral dalam keyakinan mereka, nilai-nilai dan perilaku; mereka

berkomitmen untuk tujuan yang lebih tinggi, kehati-hatian, kebanggaan,

kesabaran, dan ketekunan (Khuntia & Suar, 2004).

Berdasarkan sejumlah pengertian kepemimpinan etis, maka dapat

didefinisikan bahwa kepemimpinan etis merupakan perilaku kepemimpinan yang

mencerminkan kejujuran, transparan, terbuka, berorientasi pada karyawan,

berintegritas, menjadi panutan yang beretika dan bermoral, serta senantiasa fokus

pada keberlangsungan perusahaan.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

31

2.2.2. Dimensi Kepemimpinan Etis

Lima prinsip yang diyakini mengarah pada pengembangan kepemimpinan

etis adalah menghormati orang lain, pelayanan kepada orang lain, keadilan bagi

orang lain, kejujuran terhadap orang lain, dan membangun komunitas dengan

orang lain (DuBrin, 2010; Northouse, 2013). Adapun penjabarannya sebagai

berikut:

1) Menghormati orang lain

Kepemimpinan etis memperlakukan orang lain dengan martabat dan rasa

hormat. Ini berarti bahwa mereka memperlakukan orang bukan demi tujuan

mereka sendiri. Selain itu juga mengarah kepada empati, mendengarkan

aktif, dan toleransi untuk sudut pandang yang bertentangan.

2) Pelayanan kepada orang lain

Kepemimpinan etis melayani orang lain. Mereka berperilaku dengan cara

yang sukarela sebagai lawan yang didasarkan pada egoisme etis. Para

pemimpin ini menempatkan pengikut mereka sebagai alasan utama bagi

kehidupan untuk mendukung dan memelihara mereka. Pelayanan kepada

orang lain dicontohkan melalui perilaku seperti mentoring, membangun tim,

dan pemberdayaan (Kanungo & Mendonca, 1996).

3) Keadilan bagi orang lain

Kepemimpinan etis memastikan bahwa keadilan dan kejujuran adalah

bagian utama dari pengambilan keputusan mereka. Ini berarti

memperlakukan semua bawahan dengan cara yang sama, kecuali bila ada

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

32

kebutuhan yang sangat jelas untuk perlakuan yang berbeda dan ada

transparansi tentang mengapa kebutuhan ini ada. Selain menjadi transparan,

logika untuk perlakuan yang berbeda harus sesuai dengan suara secara moral

dan akal.

4) Kejujuran

Kepemimpinan etis membutuhkan kejujuran. Ketidakjujuran

menghancurkan karakteristik penting dari kepercayaan kepemimpinan setiap

hubungan pengikut. Di sisi lain, kejujuran meningkatkan kepercayaan dan

membangun hubungan pemimpin dengan pengikut. Kejujuran berarti

terbuka dengan orang lain dengan mengekspresikan pemikiran kita dan

realitas kita sepenuhnya seperti yang kita bisa. Costa (1998) mengatakan

bahwa kejujuran bagi para pemimpin berarti bahwa jangan menjanjikan apa

yang tidak bisa diberikan, pemimpin perlu memastikan bahwa apa yang

mereka yakini, apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka katakan, dan apa

yang mereka lakukan secara internal konsisten. Konsistensi internal ini,

bersama dengan keterbukaan akan membangun kepercayaan.

5) Membangun komunitas dengan lainnya

Kepemimpinan etis membangun komunitas dengan orang lain. Hal ini

sangat penting karena kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain untuk

mencapai suatu tujuan bersama. Ini berarti bahwa para pemimpin

mengembangkan tujuan organisasi atau tim yang sesuai untuk pemimpin dan

pengikutnya. Tujuan ini perlu membangkitkan orang sebanyak mungkin,

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

33

dan pemimpin etis mencapai ini dengan memperhatikan tujuan semua orang

dalam tim atau organisasi.

Ladkin (2008) menegaskan bahwa kepemimpinan etis memiliki tiga atribut

utama, yaitu:

1) Visioner dalam mengenali dirinya sendiri dan situasi.

2) Konsistensi kesamaan antara dirinya dan orang lain yang ideal dan

komunikasi.

3) Rasionalitas pencapaian tujuan.

Sandel (2009) mencatat tiga pendekatan sejarah umum untuk

kepemimpinan etis. Pendekatan pertama adalah pemimpin memaksimalkan

kesejahteraan pengikut seperti yang didefinisikan oleh Teori Utilitarianisme.

Kedua adalah pemimpin melindungi kebebasan individu, yang dicatat dalam Teori

Libertarianisme. Ketiga, seorang pemimpin difokuskan hanya pada

mempromosikan hal yang tepat untuk dilakukan, terlepas dari konsekuensi, seperti

yang terlihat dalam Teori Etika Kant.

Hendler (2011) dan Kalshoven et al. (2011) dalam penelitiannya

mengungkapkan kepemimpinan etis sebagai multi dimensi yang memiliki tujuh

dimensi yang berbeda, yaitu:

1) Fairness (keadilan) yaitu keadilan dipandang sebagai bentuk penting dari

perilaku pemimpin yang etis. Pemimpin etis bertindak dengan integritas dan

memperlakukan orang lain secara adil.

2) Power sharing (pembagian kekuasaan), pembagian kekuasaan juga dilihat

sebagai perilaku pemimpin yang etis. Pemimpin etis memungkinkan suara

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

34

bawahan dalam pengambilan keputusan dan mendengarkan ide-ide dan

keprihatinan mereka.

3) Role clarification (klarifikasi peran), pemimpin etis yang transparan dan

terlibat dalam komunikasi yang terbuka (Brown et al., 2005). Sejalan

dengan ini, De Hoogh & Den Hartog (2008) menunjukkan pentingnya

transparansi dalam menjelaskan tujuan kinerja dan harapan dan

membedakan peran klarifikasi sebagai komponen dari kepemimpinan etis.

4) People oriented behavior (orientasi perilaku orang). Ini adalah salah satu

komponen orientasi orang dalam kepemimpinan etis yang mencerminkan

kepedulian, menghormati, dan mendukung bawahan dan memastikan bahwa

kebutuhan mereka terpenuhi (Kanungo & Conger, 1993; Trevino et al.,

2003).

5) Integrity (integritas), perilaku integritas digambarkan sebagai keselarasan

kata dan perbuatan atau sejauh mana apa yang mengatakan ini sejalan

dengan apa yang dilakukan seseorang (Dineen et al., 2006; Palanski &

Yammarino, 2009).

6) Ethical guidance (bimbingan etika), mengacu pada bagaimana pemimpin

mengkomunikasikan etika, menjelaskan peraturan etis, mempromosikan dan

menghargai perilaku etis di kalangan karyawan.

7) Concern for sustainability (orientasi keberlanjutan), meliputi orientasi

lingkungan. Ini melihat bagaimana para pemimpin memperhatikan masalah

keberlanjutan, mempertimbangkan dampak tindakan mereka di luar

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

35

kepentingan diri mereka sendiri dan lingkup kelompok kerja mereka sendiri,

dan peduli terhadap kesejahteraan masyarakat.

Penelitian ini mengacu pada dimensi yang diungkapkan oleh Hendler

(2011) dan Kalshoven et al. (2011) sebagai dasar penyusunan kuesioner karena

dilatarbelakangi oleh adanya kesesuaian antara faktor-faktor untuk mengukur

kepemimpinan etis dengan kondisi obyek penelitian yaitu pada hotel non bintang

di wilayah Sarbagita Bali.

2.3 Employee Engagement

2.3.1 Konsep Employee Engagement

Konsep employee engagement relatif baru dan muncul sekitar dua dekade

belakangan ini (Rafferty et al., 2005; Ellis & Sorensen, 2007). Peneliti Perrin

(2003) mendefinisikan employee engagement sebagai kesediaan karyawan dan

kemampuannya untuk berkontribusi dalam kesuksesan perusahaan secara terus

menerus. Rasa keterikatan terhadap organisasi ini sangat dipengaruhi oleh

berbagai faktor seperti emosional dan rasional berkaitan dengan pekerjaan dan

pengalaman kerja secara keseluruhan. Robinson et al. (2004) mendefinisikan

employee engagement sebagai sikap positif yang dimiliki karyawan terhadap

organisasi tempat mereka bekerja serta nilai-nilai yang dimiliki oleh organisasi

tersebut, sehingga dalam konsep employee engagement terdapat hubungan dua

arah antara karyawan dengan perusahaan.

Robinson et al. (2004) menyatakan bahwa employee engagement

ditunjukkan dari beberapa perilaku karyawan: (1) sikap positif dan kebanggaan

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

36

terhadap organisasi; (2) kepercayaan terhadap produk/jasa organisasi; (3) adanya

persepsi bahwa organisasi memungkinkan karyawan untuk melakukan yang

terbaik; (4) kesediaan untuk berperilaku altruistically (membantu orang lain) dan

menjadi pemain tim yang baik; (5) kesediaan melakukan pekerjaan melampaui

dari apa yang dipersyaratkan. Employee engagement sebagai kadar sejauh mana

orang-orang menikmati pekerjaannya, yakin akan apa yang dikerjakan, serta

merasakan nilai penting dengan melakukan pekerjaan itu (May et al., 2004).

Shuck & Wollard (2010) mendefinisikan engagement sebagai kognitif

karyawan sebagai individu, emosional, dan perilaku karyawan yang diarahkan

pada hasil yang diinginkan organisasi. Definisi berikutnya disampaikan oleh Suan

(2009) bahwa employee engagement adalah sebagai suatu proses di mana

organisasi meningkatkan komitmen dan kontribusi karyawan untuk mencapai

hasil bisnis yang superior. Employee engagement merupakan kecenderungan

seseorang untuk mengekspresikan dirinya baik secara kognitif, fisik, dan

emosional ketika melakukan pekerjaan (Wilson, 2004).

Rich et al. (2010) mendefinisikan employee engagement sebagai suatu

sikap positif yang dianut oleh karyawan terhadap organisasi beserta sistem nilai

yang ada di dalamnya. Seorang karyawan dengan engagement yang tinggi akan

memiliki kepedulian dan memahami konteks bisnis dan bekerja bersama rekannya

untuk memperbaiki kinerja dalam tim kerjanya demi keuntungan perusahaan

(Rich et al., 2010). Seorang karyawan dengan rasa terikat yang tinggi sebagai

seorang yang secara psikologis berkomitmen terhadap tugas dan perannya.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

37

Pengertian Employee engagement dapat disimpulkan sebagai sikap

positif karyawan yang penuh energi, berdedikasi yang tinggi, dan tidak menyerah

dalam menghadapi tantangan dengan konsentrasi penuh terhadap tugas yang

disesuaikan dengan nilai dan tujuan organisasi.

2.3.2 Dimensi Employee Engagement

Dimensi dari employee engagement menurut Schaufeli et al. (2003) dan

Balakrishnan & Masthan (2013) terdiri atas tiga, yaitu:

1) Vigor

Vigor merupakan aspek yang ditandai dengan tingginya tingkat kekuatan

dan resiliensi mental dalam bekerja, keinginan untuk berusaha dengan

sungguh-sungguh di dalam pekerjaan, gigih dalam menghadapi kesulitan.

2) Dedication

Aspek dedication ditandai oleh suatu perasaan yang penuh makna, antusias,

inspirasi, kebanggaan dan menantang dalam pekerjaan. Orang-orang yang

memiliki skor dedication yang tinggi secara kuat mengidentifikasi

pekerjaan mereka karena menjadikannya pengalaman berharga,

menginspirasi dan menantang. Mereka biasanya merasa antusias dan

bangga terhadap pekerjaan mereka, sedangkan skor rendah pada dedication

berarti tidak mengidentifikasi diri dengan pekerjaan karena mereka tidak

memiliki pengalaman bermakna, menginspirasi atau menantang, terlebih

lagi mereka merasa tidak antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

38

3) Absorption

Aspek absorption ditandai dengan adanya konsentrasi dan minat yang

mendalam, tenggelam dalam pekerjaan, waktu terasa berlalu begitu cepat

dan individu sulit melepaskan diri dari pekerjaan sehingga dan melupakan

segala sesuatu disekitarnya. Orang-orang yang memiliki skor tinggi pada

absorption biasanya merasa senang perhatiannya tersita oleh pekerjaan,

merasa tenggelam dalam pekerjaan dan memiliki kesulitan untuk

memisahkan diri dari pekerjaan. Akibatnya, apapun disekelilingnya terlupa

dan waktu terasa berlalu cepat. Sebaliknya orang dengan skor absorption

yang rendah tidak merasa tertarik dan tidak tenggelam dalam pekerjaan,

tidak memiliki kesulitan untuk berpisah dari pekerjaan dan mereka tidak

lupa segala sesuatu disekeliling mereka, termasuk waktu.

Peneliti memilih teori Schaufeli et al. (2003) dan Balakrishnan & Masthan

(2013) yang digunakan sebagai dasar penyusunan kuesioner employee

engagement berdasarkan definisi dan teori-teori employee engagement yang telah

dijelaskan sebelumnya. Hal ini dilatarbelakangi karena relevan dengan kondisi

obyek penelitian yaitu pada hotel non bintang di wilayah Sarbagita Bali.

2.4 Organizational Citizenship Behavior (OCB)

2.4.1 Konsep Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Konsep Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali

diungkapkan pada 1930-an oleh Barnard, selanjutnya konsep perilaku peran

formal, perilaku peran ekstra adalah konsep yang digunakan untuk pertama

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

39

kalinya (Ortiz, 1997; Çetin, 2004). Dalam hal ini, dasar yang membentuk OCB

menurut Barnard adalah adanya kemauan positif dan negatif (Sabuncuoglu & Tuz,

2003). OCB pertama kali digunakan sebagai sebuah konsep dalam literatur oleh

Organ pada tahun 1983, yang diperluas dengan perbedaan antara peran kredibel

kinerja dan perilaku inovatif yang spontan mulai tahun 1964 (Sabuncuoglu & Tuz,

2003). Konstruk OCB yang digunakan oleh Bateman & Organ (1983) dengan

menggambar pada konsep peran perilaku yang super seperti yang disajikan oleh

Katz & Kahn (1966). Contoh karyawan OCB meliputi: menerima tugas tambahan

dan tanggung jawab di tempat kerja, bekerja lembur bila diperlukan, dan

membantu pekerjaan bawahan mereka (Organ, 1990; Masterson et al., 2000).

Penentuan individu terlibat dalam OCB telah menempati sejumlah

perhatian yang substansial dari penelitian pada perilaku organisasi dan psikologi

sosial (Brief & Motowidlo, 1986; McNeely & Meglino, 1994). Kebanyakan

penelitian tentang OCB telah difokuskan pada pendahulunya, misalnya pada masa

lalu penelitian telah menyarankan bahwa ada hubungan antara OCB dan sejumlah

hasil seperti kepuasan (Bateman & Organ, 1983); komitmen (O'Reilly &

Chatman, 1986); persepsi keadilan (Martin & Bies, 1991; Folger, 1993; Moorman

et al., 1993; Tepper & Taylor, 2003) dan persepsi ekuitas membayar (Organ,

1988). OCB bersifat bebas dan sukarela karena perilaku tersebut tidak diharuskan

oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan yang secara jelas dituntut

berdasarkan kontrak dengan organisasi, melainkan sebagai pilihan personal

(Davis, 2004).

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

40

Organ mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu sukarela yang

dilakukan untuk pengembangan efisiensi dari fungsi organisasi dan tidak diakui

oleh sistem reward formal (Organ, 1997; Podsakoff et al., 2000). Menurut Organ,

ada tiga kondisi dasar untuk perilaku yang akan disebut sebagai OCB. Pertama,

OCB tidak harus didefinisikan dalam deskripsi pekerjaan atau kontrak kerja;

kedua, perilaku harus dilakukan pada kehendak orang tersebut; dan ketiga, tidak

ada reward atau hukuman apakah OCB, yang positif memberikan kontribusi

untuk efektivitas organisasi jika dilakukan atau tidak dilakukan (Organ, 1997;

Podsakoff et al., 2000; Iplik 2010).

Mengacu pada pengertian di atas, dapat dipahami bahwa OCB merupakan

perilaku karyawan yang mau melakukan pekerjaan di luar dari job descriptionnya

serta tidak mengharapkan imbalan atas pekerjaan tersebut.

2.4.2 Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Dimensi yang paling sering digunakan untuk mengkonseptualisasi OCB

adalah dimensi-dimensi yang dikembangkan oleh Organ (1988). Penelitian dari

Chiang & Hsieh (2012), juga menggunakan dimensi sebagaimana yang

dipergunakan oleh Organ yang terdiri dari lima dimensi, yaitu: altruism,

sportsmanship, courtesy, civic virtue dan conscientiousness. Adapun

penjabarannya adalah sebagai berikut:

1) Altruisme mengacu perilaku dimana seorang karyawan prihatin pada rekan-

rekannya dan pendatang baru untuk bekerja, membantu mereka secara

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

41

sukarela, mendukung mereka, sehingga dengan demikian dapat

meningkatkan kinerja mereka.

2) Sportsmanship mengacu pada toleransi dan kesediaan karyawan untuk bekerja

tanpa mengeluh tentang kesulitan, ketidaknyamanan, pemaksaan kerja dan

tekanan yang dihadapi dalam organisasi.

3) Courtesy mengacu perilaku karyawan seperti menginformasikan karyawan lain

untuk menghindari masalah mungkin timbul di tempat kerja, memperingatkan

mereka terhadap situasi mungkin dapat mempengaruhi mereka negatif dan

konseling mereka.

4) Conscientiousness mengacu pada sikap dan perilaku karyawan yang selalu taat

pada peraturan perusahaan dan teliti dalam melakukan pekerjaannya.

5) Civic Virtue mengacu perilaku karyawan seperti menjadi konstruktif dan

bertanggung jawab untuk organisasi dan perkembangannya, yang sangat

peduli untuk dan mendukung kepentingan organisasi dan berpartisipasi dalam

kegiatan organisasi sukarela.

Selanjutnya Podsakoff et al. (2000) membagi OCB menjadi tujuh dimensi, yaitu:

1) Perilaku membantu yaitu membantu teman kerja secara sukarela dan

mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dengan pekerjaan. Dimensi

ini merupakan komponen utama dari OCB. Organ (1988) menggambarkan

dimensi ini sebagai perilaku altruism, pembuat/ penjaga ketenangan dan

menyemangati teman kerja. Dimensi ini serupa dengan konsep fasilitas

interpersonal, perilaku membantu interpersonal, OCB terhadap individu

(OCB-I) dan perilaku membantu orang lain.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

42

2) Kepatuhan terhadap organisasi yaitu perilaku yang melakukan prosedur dan

kebijakan perusahaan melebihi harapan minimum perusahaan. Karyawan

yang menginternalisasikan peraturan perusahaan secara sadar akan

mengikutinya meskipun pada saat sedang diawasi. Dimensi ini serupa

dengan konsep kepatuhan umum dan menaati peraturan perusahaan.

3) Sportsmanship yaitu tidak melakukan komplain mengenai ketidaknyamanan

bekerja, mempertahankan sikap positif ketika tidak dapat memenuhi

keinginan pribadi, mengijinkan seseorang untuk mengambil tindakan demi

kebaikan kelompok (Organ, 1990). Dimensi ini serupa dengan konsep

menghargai perusahaan dan tidak mengeluh.

4) Loyalitas terhadap organisasi didefinisikan sebagai loyalitas terhadap

organisasi, meletakkan perusahaan diatas diri sendiri, mencegah dan

menjaga perusahaan dari ancaman eksternal, serta mempromosikan reputasi

organisasi (Dyne et al., 1994).

5) Inisiatif individual. Sama dengan apa yang disebut Organ (1988) sebagai

kesadaran (conscientiousness), merupakan derajat antusiasme dan komitmen

ekstra pada kinerja melebihi kinerja maksimal dan yang diharapkan.

Dimensi ini serupa dengan konsep kerja pribadi dan sukarela mengerjakan

tugas.

6) Kualitas sosial. Dijelaskan sebagai tindakan keterlibatan yang bertanggung

jawab dan konstruktif dalam proses politik organisasi, bukan hanya

mengekspresikan pendapat mengenai suatu pemberian, tetapi mengikuti

rapat, dan tetap mengetahui isu yang melibatkan organisasi (Organ, 1988).

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

43

7) Perkembangan diri meliputi keterlibatan dalam aktivitas untuk

meningkatkan kemampuan dan pengalaman seseorang sebagai keuntungan

bagi organisasi.

Adapun komponen OCB menurut Bolino et al. (2002) yaitu:

1) Obedience. Karyawan menunjukkan ketaatannya melalui kemauan mereka

untuk respek terhadap peraturan, prosedur maupun instruksi organisasi.

Perilaku yang mencerminkan kepatuhan dalam organisasi dapat ditunjukkan

dengan ketepatan waktu masuk kerja, ketepatan penyelesaian tugas dan

tindakan pengurusan terhadap sumber atau aset organisasi.

2) Loyalty. Karyawan menunjukkan kesetiaan pada organisasi, mau

menangguhkan kepentingan pribadi mereka bagi keuntungan organisasi dan

menunjukkan pembelaan pada organisasinya.

3) Participation. Karyawan menunjukkan tanggung jawabnya secara penuh

dengan keterlibatannya dalam keseluruhan aspek-aspek kehidupan

organisasi, selalu mengikuti informasi perkembangan organisasi,

memberikan saran kreatif dan inovatif kepada rekan kerja, menyiapkan

penyelesaian masalah sebelum diminta, dan berusaha untuk mendapatkan

pelatihan tambahan untuk meningkatkan kinerjanya.

Peneliti memilih dimensi menurut Organ (1988) dan Chiang & Hsieh (2012)

sebagai dasar penyusunan kuesioner variabel OCB dibandingkan dimensi yang

dikemukakan oleh beberapa ahli, dimana penjabaran terhadap dimensi-dimensi

OCB menurut Bolino et al. (2002) hanya terbatas pada ketaatan terhadap

peraturan organisasi, kesetiaan pada organisasi dan terlibat dalam keseluruhan

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

44

aspek-aspek kehidupan organisasi, dinilai masih kurang lengkap dibandingkan

Organ (1988) dan Chiang & Hsieh (2012).

2.5 Kinerja Karyawan

2.5.1 Konsep Kinerja Karyawan

Kinerja mengacu pada konsep yang didefinisikan sebagai jumlah total

kontribusi kuantitatif dan kualitatif dari individu, kelompok atau organisasi untuk

tugas yang digunakan untuk mencari tahu apa yang telah dicapai atau dicapai

selama pemenuhan target tugas itu. Kinerja adalah tingkat pencapaian target kerja

dari yang telah ditentukan (Yorgun, 2010). Menurut Mwita (2000), kinerja

merupakan multidimensi utama yang bertujuan untuk mencapai hasil dan

memiliki hubungan yang kuat dengan tujuan strategis dari suatu organisasi.

Kinerja adalah konstruk multidimensi dan kriteria sangat penting yang

menentukan keberhasilan atau kegagalan organisasi.

Karyawan merupakan pemeran utama dalam melaksanakan tugas-tugas

perusahaan dan menjadi elemen kunci dari organisasi, sehingga keberhasilan atau

kegagalan organisasi tergantung pada kinerja karyawan (Hameed & Waheed,

2011). Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa tinggi rendahnya kinerja organisasi

tergantung pada tingkat kinerja karyawan (Karahan & Tetik, 2012).

Prasetya & Kato (2011) mendefinisikan kinerja karyawan sebagai hasil

pencapaian tindakan dengan keterampilan dari karyawan yang diperlihatkan di

beberapa situasi. Kinerja karyawan mengacu kepada kadar pencapaian tugas–

tugas yang merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

45

pekerjaan (Simamora, 2006). Kinerja karyawan adalah hasil atau tingkat

keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam

melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar

hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu

dan telah disepakati bersama (Rivai, 2005). Handoko (2006) menjelaskan

pengertian kinerja karyawan sebagai ukuran terakhir keberhasilan seorang

karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.

Menurut Pattanayak (2005), kinerja karyawan adalah perilaku yang

dihasilkan pada tugas yang dapat diamati dan dievaluasi, dimana kinerja karyawan

adalah kontribusi yang dibuat oleh seorang individu dalam pencapaian tujuan

organisasi. Kinerja karyawan hanyalah hasil dari pola aksi yang dilakukan untuk

memenuhi tujuan sesuai dengan beberapa standar. Kinerja karyawan merupakan

perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang

dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan (Rivai,

2005). Selanjutnya Mitchell & Larson (2007) menjelaskan kinerja karyawan

menunjukkan suatu hasil perilaku yang dinilai dengan beberapa kriteria atau

standar mutu suatu hasil kerja. Berkaitan dengan hal tersebut, Mitchell & Larson

(2007) menjelaskan kinerja karyawan menunjukkan pada suatu hasil perilaku

yang dinilai dengan beberapa kriteria atau standar mutu suatu hasil kerja. Colquitt

(2009) mendefinisikan kinerja karyawan sebagai nilai dari serangkaian perilaku

karyawan yang memberikan kontribusi, baik positif maupun negatif terhadap

pencapaian tujuan organisasi.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

46

Mengacu pada berbagai pengertian tersebut di atas dapat didefinisikan

kinerja karyawan sebagai hasil kerja karyawan yang berkontribusi dan berkaitan

dengan jenis pekerjaan yang dilakukan, serta tingkat efisiensi dan efektifitas yang

dapat dicapai berdasarkan kondisi tertentu.

2.5.2 Dimensi Kinerja Karyawan

Deskripsi perilaku individu secara spesifik, menurut Gomes (2003) terdiri

dari beberapa kriteria yang perlu mendapat perhatian dalam mengukur kinerja,

antara lain:

1) Quantity of work, yaitu jumlah hasil kerja yang dilakukan dalam suatu

periode waktu yang ditentukan.

2) Quality of work, yaitu kualitas hasil kerja yang dicapai berdasarkan syarat-

syarat kesesuaian dan kesiapannya.

3) Job knowledge, yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan

keterampilannya.

4) Creativeness, yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan

tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

5) Cooperation, yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain sesama

anggota organisasi.

6) Dependability, yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan

menyelesaikan pekerjaan.

7) Initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam

memperbesar tanggung jawabnya.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

47

8) Personal qualities, yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan,

keramahtamahan dan integritas pribadi.

Mondy & Noe (2005) menyatakan bahwa dimensi kinerja merupakan

standar kinerja atau faktor-faktor yang dievaluasi dalam melaksanakan pekerjaan,

yang terdiri dari:

1) Quantity of work, adalah berkaitan dengan volume pekerjaan yang dapat

dikerjakan seorang pegawai.

2) Quality of work, adalah yang berkaitan dengan ketelitian dan kecermatan

hasil kerja.

3) Inisiative, adalah yang berkaitan dengan keinginan untuk maju, mandiri, dan

penuh tanggung jawab terhadap pekerjaannya.

4) Adaptability, adalah terkait dengan kemampuan pegawai untuk merespon

dan menyesuaikan dengan perubahan keadaan.

5) Coorperation, adalah yang berkaitan dengan kemampuan dan kemauan

untuk bekerja sama dengan pimpinan sesama teman kerja.

McNeese-Smith (1996) menyampaikan 7 (tujuh) faktor yang dipergunakan

dalam mengukur kinerja, yaitu:

1) Tingkat kualitas kerja.

2) Tingkat keuletan dan daya tahan kerja.

3) Tingkat disiplin dan absensi.

4) Tingkat kerjasama antar rekan sekerja.

5) Tingkat kepedulian akan keselamatan kerja.

6) Tingkat tanggung jawab atas hasil pekerjaan.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

48

7) Tingkat inisiatif/kreativitas yang dimiliki.

Flippo (1984) dalam teorinya mengemukakan adanya 4 (empat) aspek

standar kinerja pegawai, yang meliputi:

1) Quality of work, merupakan kualitas hasil kerja yang diukur ketepatan,

ketelitian, keterampilan, kerapian dan sedikitnya kesalahan dalam

melaksanakan pekerjaan.

2) Quantity of work, merupakan kuantitas hasil kerja yang diukur berdasarkan

kecepatan dan volume pekerjaan yang dihasilkan.

3) Dependability, merupakan dimensi kinerja pegawai yang berkenaan dengan

kepatuhan terhadap instruksi, inisiatif kerja dan adanya kebiasaan menjaga

keselamatan kerja.

4) Attitude, merupakan dimensi kinerja pegawai yang berkenaan dengan sikap

positif pegawai terhadap lembaga dan pekerjannya serta mampu dan mau

bekerja sama dengan sesama teman kerja.

Selanjutnya Mathis & Jackson (2006) mengungkapkan elemen-elemen

kinerja terdiri dari:

1) Kuantitas dari hasil, diukur dari persepsi karyawan terhadap jumlah aktivitas

yang ditugaskan beserta hasilnya.

2) Kualitas dari hasil, diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan

yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan

kemampuan karyawan.

3) Ketepatan waktu dari hasil, diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu

aktivitas yang diselesaikan dari awal waktu sampai menjadi output. Dapat

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

49

menyelesaikan pada waktu yang telah ditetapkan serta memaksimalkan waktu

yang tersedia.

4) Kehadiran dalam bekerja, tingkat kehadiran karyawan dalam perusahaan dapat

menentukan kinerja karyawan.

5) Kemampuan bekerja sama, diukur dari kemapuan karyawan dalam

bekerjasama dengan rekan kerja dan lingkungannya.

Koopmans, et al. (2011) dan Pradhan & Jena (2017), dalam penelitiannya

menggunakan tiga dimensi untuk mengukur kinerja karyawan, yaitu:

1) Task Performance, yaitu perilaku karyawan yang secara langsung terlibat

dalam proses pembentukan sumber daya organisasi ke dalam barang atau jasa

yang dihasilkan organisasi.

2) Adaptive Performance, yaitu perilaku karyawan yang lahir dari berbagai

pengalaman yang memerlukan aspek rasio dan intuisi secara bersamaan yang

dapat mempengaruhi keputusan dengan cepat.

3) Contextual Performance, yaitu perilaku karyawan di luar persyaratan formal

dalam pekerjaan mereka, bersifat bebas dan tidak secara eksplisit berada

dalam prosedur kerja dan sistem pemberian upah formal.

Peneliti memilih dimensi dari Koopmans et al. (2012) dan Pradhan & Jena

(2017) yang digunakan sebagai dasar penyusunan kuesioner kinerja karyawan

berdasarkan definisi dan teori-teori kinerja karyawan yang telah dijelaskan

sebelumnya. Hal ini dilatarbelakangi karena adanya kesesuaian antara faktor-

faktor untuk mengukur kinerja karyawan dengan kondisi obyek penelitian yaitu

pada hotel non bintang di wilayah Sarbagita Bali.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

50

2.5.3 Penilaian Kinerja Karyawan

Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah suatu proses dalam

organisasi yang bertujuan mengevaluasi pelaksanaan kerja masing-masing

individu dalam organisasi tersebut (Simamora, 1999). Werther dan Davis (1996),

mendefinisikan penilaian kinerja adalah proses suatu organisasi mengevaluasi

kinerja karyawannya, penilaian kinerja menyangkut dua unsur yaitu kinerja dan

pertanggungjawaban karyawan. Amstrong (1994) dalam buku terjemahan: A

Handbook of Human Resources Management, mendefinisikan penilaian kinerja

adalah proses yang berkesinambungan yang berisi catatan prestasi dan kemajuan

karyawan dalam suatu periode tertentu.

Menurut Gomes (2003) penilaian kinerja karyawan mempunyai tujuan

untuk memberikan penghargaan atas kinerja sebelumnya (to reward past

performance) dan untuk memotivasi demi perbaikan kinerja karyawan pada masa

yang akan datang (to motivate future performance improvement), serta informasi-

informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja ini dapat digunakan untuk

kepentingan pemberian gaji, kenaikan gaji, promosi, pelatihan dan penempatan

tugas-tugas tertentu. Menurut Mondy & Noe (1993:394), penilaian kinerja

karyawan merupakan suatu sistem formal yang secara berkala digunakan untuk

mengevaluasi kinerja individu dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Berdasarkan definisi penilaian kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa

penilaian kinerja karyawan adalah proses yang berkesinambungan yang berisi

catatan prestasi karyawan agar dapat dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan

kerja dalam suatu periode tertentu.

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

51

2.5.3.1 Tujuan Penilaian Kinerja Karyawan

Anderson (1993) melihat tujuan penilaian kinerja karyawan mempunyai

dua fungsi yaitu sebagai fungsi evaluasi dan fungsi pengembangan.

1) Fungsi evaluasi

Aktivitas penilaian kinerja digunakan untuk melihat prestasi aktual

dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan. Dalam evaluasi ini dapat

dibandingkan antar individu, antar tugas, situasi dan lain-lainya. Data hasil

penilaian kinerja digunakan sebagai dasar untuk membuat keputusan promosi,

transfer dan kenaikan gaji.

2) Fungsi pengembangan

Fungsi penilaian kinerja sebagai fungsi pengembangan lebih luas daripada

sekedar fungsi evaluasi. Sebagai fungsi pengembangan, penilaian kinerja

memusatkan diri pada pengembangan kinerja karyawan dengan cara

mengidentifikasikan wilayah yang harus dikembangkan dan menetapkan

target.

Penilaian kinerja karyawan menurut Werther dan Davis (1996:342)

mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi organisasi dan karyawan yang

dinilai, yaitu:

1) Performance Improvement, yaitu memungkinkan karyawan dan manajer

untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja.

2) Compensation adjustment, yaitu membantu para pengambil keputusan untuk

menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.

3) Placement decision, yaitu untuk menentukan promosi, transfer, dan demosi.

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

52

4) Training and development needs, yaitu untuk mengevaluasi kebutuhan

pelatihan dan pengembangan bagi karyawan agar kinerja mereka lebih

optimal.

5) Carrer planning and development, yaitu memandu untuk menentukan jenis

karir dan potensi karir yang dapat dicapai.

6) Staffing process deficiencies, yaitu mempengaruhi prosedur perekrutan

karyawan.

7) Informational inaccuracies and job-design errors, yaitu untuk membantu

menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen

sumber daya manusia terutama di bidang informasi job-analysis, job-

design, dan sistem informasi manajemen sumber daya manusia.

8) Equal employment opportunity, yaitu untuk menunjukkan bahwa placement

decision tidak diskriminatif.

9) External challenges. Kadang-kadang kinerja karyawan dipengaruhi oleh

faktor eksternal seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan, dan lain-

lainnya. Biasanya faktor ini tidak terlalu kelihatan, namun dengan

melakukan penilaian kinerja, faktor-faktor eksternal ini akan kelihatan

sehingga membantu departemen sumber daya manusia untuk memberikan

bantuan bagi peningkatan kinerja karyawan.

10) Feedback, yaitu untuk memberikan umpan balik bagi pihak manajemen

sumber daya manusia maupun bagi karyawan itu sendiri.

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

53

2.5.3.2 Sumber Penilaian Kinerja Karyawan

Menurut Mathis dan Jackson (2006:387) penilaian kinerja karyawan dapat

dilakukan oleh siapapun yang mengetahui dengan baik kinerja dari karyawan

secara individual. Sejumlah sumber penilaian kinerja karyawan tersebut adalah:

(a) Para Supervisor

Penilaian secara tradisional atas karyawan oleh supervisor didasarkan pada

asumsi bahwa supervisor langsung adalah orang yang paling memenuhi

syarat untuk mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis dan adil.

Untuk mencapai tujuan ini, beberapa supervisor menyimpan catatan

kinerja mengenai pencapaian karyawan mereka. Catatan ini menyediakan

contoh spesifik untuk digunakan ketika menilai kinerja.

(b) Para Karyawan yang Menilai Atasan Mereka

Sejumlah organisasi dimasa sekarang meminta para karyawan atau

anggota kelompok untuk memberi nilai pada kinerja supervisor dan

manajer. Industri juga menggunakan penilaian karyawan untuk tujuan

pengembangan manajemen. Praktek terbaru bahkan mengevaluasi dewan

direksi perusahaan.

(c) Anggota Tim yang Menilai Sesamanya

Penggunaan rekan kerja dan anggota tim sebagai penilai adalah jenis

penilaian lainnya yang berpotensi baik untuk membantu ataupun

sebaliknya.

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

54

(d) Sumber-Sumber Dari Luar

Penilaian juga dapat dilakukan oleh orang-orang (penilaian) dari luar yang

dapat diundang untuk melakukan tinjauan kinerja. Contoh-contoh meliputi

tim peninjau yang mengevaluasi potensi perkembangan seseorang dalam

organisasi.

(e) Karyawan Menilai Diri Sendiri

Menilai diri sendiri dapat ditetapkan dalam situasi-situasi tertentu Sebagai

alat pengembangan diri, hal ini dapat memaksa para karyawan untuk

memikirkan mengenai kekuatan dan kelemahan mereka dan menetapkan

tujuan untuk peningkatan. Karyawan tidak dapat menilai diri sendiri

sebagaimana para supervisor menilai mereka; mereka dapat menggunakan

standar yang sangat berbeda. Karyawan yang menilai diri sendiri tetap

dapat menjadi sumber informasi kinerja yang berharga dan terpercaya.

(f) Karyawan dan Multi Sumber (umpan balik 360 derajat)

Penilaian dari multi sumber atau umpan balik 360 derajat, popularitasnya

meningkat. Dalam umpan balik multi sumber, manajer tidak lagi menjadi

sumber tunggal dari informasi penilaian kinerja sehingga memungkinkan

manajer untuk mendapatkan masukan dari berbagai sumber. Manajer tetap

menjadi titik pusat untuk menerima umpan balik dari awal dan untuk

terlibat dalam tindak lanjut yang diperlukan, bahkan dalam sistem yang

multi sumber.

Penilaian kinerja menurut Roberts (2002) mempunyai peran yang sangat

penting, oleh karena itu harus netral dan tidak memihak. Penilai sering tidak

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

55

berhasil untuk tidak melibatkan emosinya dalam menilai prestasi kerja

bawahannya. Hal ini menyebabkan evaluasi penilaian menjadi tidak objektif,

artinya ukuran-ukuran penilaian prestasi kerja ini tidak dapat dibuktikan atau diuji

orang lain. Subyektivitas terjadi jika penilaian yang diberiakan lebih ditentukan

oleh faktor-faktor lain daripada prestasi atau perilaku yang sebenarnya

diperlihatkan oleh penilai pada dimensi yang sedang dinilai. Pihak yang tepat

untuk melakukan penilaian kinerja karyawan adalah:

1) Supervisor

Supervisor sebagai penentu besar kecilnya rewards atau punishment yang

akan diberikan kepada karyawan, sehingga logis jika penilaian dilaksanakan

oleh jabatan yang memegang wewenang tersebut.

2) Diri Sendiri

Penilaian diri sendiri dianggap dapat mengurangi sikap difensif karyawan

dalam proses penilaian kinerja.

3) Peer (Rekan Kerja)

Rekan kerja merupakan pihak yang paling mengerti kinerja dari karyawan.

Kinerja yang luput dari pengawasan atasan dapat digantikan oleh penilaian

dari rekan kerja, sehingga dapat memudahkan proses penilaian kinerja di

perusahaan tersebut.

4) Bawahan

Penilaian dari bawahan merupakan penilaian yang tepat untuk mengetahui

kinerja karyawan yang berhubungan dengan kenaikan jabatan.

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

56

5) Outsider

Outsider adalah penilai yang tidak berada dalam organisasi. Supplier dan

customer adalah contoh dari penilai outsider.

Pada penelitian ini, yang menjadi sumber penilaian pada kinerja karyawan

mempergunakan karyawan pada hotel non bintang di wilayah Sarbagita Bali.

Adapun beberapa alasan yang mendasari adalah sebagai berikut:

a) Menurut sumber penilaian kinerja karyawan dari Mathis dan Jackson

(2006:387), penilaian kinerja karyawan dapat dilakukan oleh karyawan

sendiri karena dengan menilai diri sendiri dapat memaksa para karyawan

untuk memikirkan mengenai kekuatan dan kelemahan mereka. Penilaian diri

sendiri juga dapat ditetapkan dalam situasi-situasi tertentu, sebagai alat

pengembangan dan peningkatan diri. Hal ini berarti bahwa karyawan yang

menilai diri sendiri tetap dapat menjadi sumber informasi kinerja yang

berharga dan terpercaya.

b) Dari beberapa studi empiris, yaitu penelitian dari Octaviannand et al. (2017);

Sougui et al. (2015); Chandra & Priyono (2016); Siregar et al. (2016);

Mehrabl et al. (2012); Shafie et al. (2013), pada masing-masing penelitian

mereka menggunakan karyawan sebagai responden untuk mengukur kinerja

karyawan. Atas beberapa hasil penelitian ini, berarti karyawan relevan

dalam memberikan penilaian atas kinerjanya sendiri.

c) Beberapa kelebihan penilaian kinerja oleh karyawan sendiri, menurut Leach

(2012: 139), adalah membuat karyawan merasa bahwa mereka memiliki

beberapa kontrol atas evaluasi atas diri mereka sendiri, menumbuhkan

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

57

keterlibatan aktif, meningkatkan kualitas kerja dan meningkatkan perhatian

karyawan pada kualitas pekerjaan mereka.

2.6 Peta Posisi Penelitian

Berdasarkan pemaparan hasil-hasil penelitian sebelumnya, berikut

disampaikan tabel 2.1 tentang hasil pemetaan hasil-hasil penelitian terdahulu dan

posisi penelitian saat ini:

Tabel 2.1.

Peta Posisi Penelitian

PENELITI VARIABEL PENELITIAN

Kepemimpinan

Etis

Employee

Engagement OCB

Kinerja

Karyawan

Sabir et al. (2012) v

v

Obicci (2015) v

v

Kelidbari et al. (2016) v v

Khokhar & Rehman (2017) v v v

Ahmed et al. (2012)

v v

Rurkkhum & Bartlett (2014)

v v

George & Yoseph (2015) v v

Owor (2016) v v

Latha & Deepa (2017) v v

Tehran et al. (2013)

v v

Kılınç & Ulusoy (2014)

v v

Chelagat et al. (2015) v v

Basu et al. (2016) v v

Aponno et al. (2017) v v

Bagyo (2013)

v

v

Anitha J (2014)

v

v

Bedarkar & Pandita (2014)

v

v

Dajani (2015) v v

Khuong & Yen (2014) v v

Men (2015) v v

Khuong & Dung (2015) v v

Toor & Ofori (2009) v

v

Yates (2014) v

v

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Social … · 2018. 8. 2. · konteks di mana pertukaran sosial mewakili kualitas hubungan superior-bawahan. Dalam penelitian lain,

58

PENELITI VARIABEL PENELITIAN

Kepemimpinan

Etis

Employee

Engagement OCB

Kinerja

Karyawan

Poohongthong et al. (2014) v

v

Yang & Wei (2017) v v

Widani (2018) v v v v

Sumber: Hasil Penelitian Terdahulu, diolah, 2018

Tabel 2.1 menunjukkan bahwa posisi penelitian yang dilakukan saat ini

adalah mengintegrasikan keempat variabel yaitu kepemimpinan etis, employee

engagement, OCB, dan kinerja karyawan pada sebuah model penelitian.