BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran...

22
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah, Suprijono (2009:54). Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya.Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat kerja sama atau kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun reward, Suprijono (2009:61). Pembelajaran Kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistim pengelompokan / tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok dan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan ketrampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan, guru harus berusaha menanamkan dan membina sikap berdemokrasi diantara para siswanya,

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran...

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi

semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin

oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif

dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan

pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang

dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah, Suprijono

(2009:54).

Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar

berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan

pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model

pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan interdependensi peserta

didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya.Struktur

tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan reward

mengacu pada derajat kerja sama atau kompetisi yang dibutuhkan untuk

mencapai tujuan maupun reward, Suprijono (2009:61).

Pembelajaran Kooperatif merupakan model pembelajaran dengan

menggunakan sistim pengelompokan / tim kecil, yaitu antara empat sampai

enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis

kelamin, ras yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap

kelompok dan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu

menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota

kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan semacam

itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap

kelompok dan ketrampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok.

Pembelajaran kooperatif dilaksanakan, guru harus berusaha

menanamkan dan membina sikap berdemokrasi diantara para siswanya,

9

maksudnya suasana kelas harus diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat

menumbuhkan kepribadian siswa yang demokratis dan dapat diharapkan

suasana yang terbuka dengan kebiasaan-kebiasaan kerja sama, terutama

dalam memecahkan kesulitan-kesulitan. Seorang siswa haruslah dapat

menerima pendapat dari siswa yang lainnya, seperti siswa satu

mengemukakan pendapatnya lalu siswa yang lainnya mendengarkan dimana

letak kesalahan, kekurangan atau kelebihan, kalau ada kekurangannya maka

perlu ditambah, dan penambahan ini harus disetujui oleh semua anggota,

yang satu harus saling menghormati pendapat yang lain, Isjoni (2009:30).

2.1.2 Tahap-tahap Model Pembelajaran Kooperatif

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif oleh (Trianto, 2009:66-67) adalah

sebagaimana terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Sintaks

Pembelajaran

Kooperatif

Perilaku

Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut

Fase 2 Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan

demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-

kelompok belajar menjelaskan bagaimana

caranya membentuk kelompok belajar dan

membantu setiap kelompok agar melakukan transisi

secara efisien.

Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar pada

saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase 5 Mengevaluasi hasil belajar tentang

materi yang telah dipelajari atau masing-masing

10

kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6 Memberikan penghargaan baik upaya maupun hasil

belajar individu dan kelompok.

Berdasarkan enam fase sintaks pembelajaran kooperatif di atas, maka

pembelajaran dalam kooperatif dimulai dengan guru menginformasikan

tujuan-tujuan dari pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar.Fase ini

diikuti dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan

verbal.Kemudian dilanjutkan langkah-langkah di mana siswa di bawah

bimbingan guru bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas-tugas yang

saling bergantung. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif meliputi

penyajian produk akhir kelompok atau mengetes apa yang telah dipelajari

oleh siswa dan pengenalan kelompok dan usaha-usaha individu.

2.1.3 Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur model pembelajaran

yang harus diterapkan. Anita Lie (2004:30)

a. Saling ketergantungan positif

Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya

manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup secara

individual dan sangat tergantung terhadap pertolongan sesamanya.Prinsip

tersebut diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas untuk

membangkitkan rasa kebersamaan. Pembentukan kelompok-kelompok

kerja dalam pemberian tugas terstruktur di kelas memberikan nilai lebih

untuk menanamkan kerjasama demi mencapai tujuan yang sama.

b. Tanggungjawab perseorangan

Kesuksesan kelompok bergantungpada pembelajaran individual

dari semua anggota kelompok. Tanggungjawab difokuskan pada kegiatan

anggota kelompok dalam membantu satu sama lain untuk belajar dan

memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok siap untuk

mengerjakan tugas, tanpa bantuan teman sekelompoknya.

Tanggungjawab perseorangan merupakan akibat langsung dari unsur

saling kebergantungan positif.

11

c. Tatap muka

Interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk siap

membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi

ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi

kekurangan masing-masing. Perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh

setiap anggota kelompok menjadi modal utama dalam proses saling

memperkaya antar anggota kelompok.

d. Komunikasi antar anggota

Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu

mengajarkan cara-cara berkomunikasi kepada siswa, karena tidak setiap

siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan

suatu kelompok dalam pembelajaran cooperative learning juga

bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan

dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapatnya.

e. Evaluasi proses kelompok

Setiap proses perlu mengadakan evaluasi sebagai refleksi untuk

memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam proses tersebut, sehingga

proses berikutnya akan berjalan lebih baik lagi. Karena itu, agar evaluasi

ini dapat memberikan arahan serta informasi terhadap hasil pekerjaan

siswa dan kegiatan proses belajar mengajar berlangsung, maka informasi

diberikan ini harus meliputi tujuan yang dicapai kelompok, bagaimana

mereka melakukan kerjasama saling membantu dengan teman satu

kelompok, dan bagaimana mereka bersikap dan bertingkah laku positif

agar baik setiap siswa maupun kelompok menjadi berhasil dan kebutuhan

apa saja yang harus dilengkapi agar tugas selanjutnya dapat dilaksanakan

dengan baik.

2.1.4 Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif menurut Isjoni (2009:27), yaitu:

a. Setiap anggota memiliki peran

b. Terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa

12

c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga

teman-teman sekelompoknya

d. Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan

interpersonal kelompok

e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan

2.1.5 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan model pembelajaran tersebut menurut Eggen dan Kauchak dalam

Winayarti (2010), adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan partisipasi peserta didik.

b. Memfasilitasi peserta didik agar memiliki pengalaman mengembangkan

kemampuan kepemimpinan dan membuat keputusan kelompok.

c. Memberi kesempatan kepada mereka untuk berinteraksi dan belajar

bersama-sama dengan teman yang seringkali berbeda latar belakangnya.

2.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan bagian dari

model pembelajaran kooperatif, dimana akan dibentuk kelompok-kelompok

menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli. Pembelajaran ini

disusun dengan tujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa, dengan

pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok,

serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar

bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.

Menurut Isjoni (2009:77) menyatakan bahwa:

Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong

siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran

untukmencapai prestasi yang maksimal.Model belajar ini terdapat tahap-tahap

dalam penyelenggaraannya.

Menurut Yuzar dalam Isjoni (2009:79)menyatakan bahwa:

Pembelajaran kooperatif jenis Jigsaw, siswa belajar kelompok kecil yang

terdiri dari 4-6 orang, heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang

positif dan bertanggung jawab secara mandiri.Setiap anggota kelompok

13

bertanggung jawab atas ketuntasan bagian bahan pelajaran yang mesti

dipelajari dan menyampaikan bahan tersebut kepada anggota kelompok asal.

Menurut Huda (2011:121) menyatakan bahwa:

Pembelajaran Jigsaw siswa bekerja selama dua kali, yakni dalam kelompok

mereka sendiri dan dalam “kelompok ahli”.

Langkah-langkah penerapan tipe Jigsaw menurut Rusman, (2012:218)

a. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 4–5)

b. Tiap siswa dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda

c. Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama

menbentuk kelompok baru (kelompok ahli)

d. Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok

asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang sub bab yang

mereka kuasai

e. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi

f. Pembahasan

g. Membuat kesimpulan

h. Tiap-tiap siswa diberi tes secara individu

Keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif menurut

Jarolimek dan Paeker dalam Isjoni (2009:36)

a. Saling ketergantungan positif

b. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu

c. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas

d. Susasana kelas yang rileks dan menyenangkan

e. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan

guru

f. Memiliki banyak kesempatan unyuk mengepresikan pengalaman emosi

yang menyenangkan.

2.1.7 Model Kooperatif Tipe Jigsaw di Pembelajaran IPA SD

Pembelajaran dengan metode Jigsaw diawali dengan pengenalan topik

yang akan dibahas oleh guru. Guru bisa menulis topik yang akan dipelajari

pada papan tulis, white boart, penayangan power point dan sebagainya. Guru

14

menanyakan kepada peserta didik apa yang mereka ketahui mengenai topik

tersebut. Kegiatan ini dimaksud untuk mengaktifkan skemata atau struktur

kognitif peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran baru.

Selanjutnya guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok lebih

kecil. Jumlah kelompok bergantung pada jumlah konsep yang terdapat pada

topik yang dipelajari. Misalnya, topik yang disajikan adalah metode

penelitian sejarah, karena topik ini terdiri dari konsep heuristic, kritik,

interpretasi, dan histrografi, maka kelompok terbagi menjadi 4. Jika dalam

satu kelas ada 40 orang, maka setiap kelompok beranggotakan 10 orang.

Keempat kelompok itu adalah kelompok heuristik, kelompok kritik,

kelompok onterpretasi, dan kelompok histrografi. Kelompok-kelompok ini

disebut home teams (kelompok asal).

Setelah kelompok asal terbentuk, guru membagi materi tekstual kepada

tiap-tiap kelompok. Setiap orang dalam setiap kelompok bertanggung jawab

mempelajari materi tekstual yang diterimanya dari guru. Kelompok heuristik

akan menerima materi tekstual dari guru tentang heuristik. Tiap orang dalam

kelompok heuristik memiliki tanggung jawab mengkaji secara mendalam

konsep tersebut. Demikian pula kelompok kritik, tiap-tiap orang dalam

kelompok ini mendalami konsep kritik demikian seterusnya.

Sesi berikutnya, membentuk expert teams (kelompok ahli). Jumlah

kelompok ahli tetap 4. Setiap kelompok ahli mempunyai 10 anggota, anggota

yang berasal dari masing-masing kelompok asal. Karena jumlah anggota

setiap kelompok asal adalah 10 orang, maka aturlah sedemikian rupa

terpenting adalah di setiap kelompok ahli ada anggota dari kelompok asal

yang berbeda-beda tersebut. Dalam satu kelompok ahli ada anggota dari

kelompok heuristik, kritik, interprestasi, dan hisrtografi.

Setelah berbentuk kelompok ahli, berikan kesempatan kepada mereka

berdiskusi. Melalui diskusi di kelompok ahli diharapkan mereka memahami

topik metode penelitian sebagai pengetahuan yang utuh yaitu merupakan

pengetahuan struktur yang mengintegrasikan hubungan antar-konsep. Setelah

diskusi di kelompok ini selesai, selanjutnya mereka kembali ke kelompok

15

asal. Setelah mereka kembali ke kelompok asal berikan kesempatan kepada

mereka berdiskusi. Kegiatan ini merupakan refleksi terhadap pengetahuan

yang mereka dapatkan dari hasil diskusi di kelompok ahli.

Sebelum pembelajaran diakhiri, diskusi dengan seluruh kelas perlu

dilakukan. Selanjutnya, guru menutup pembelajaran dengan memberikan

review terhadap topik yang telah dipelajari (Suprijono, 2009 :89-91).

Pembelajaran kooperatif Jigsaw merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu

dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal

(Isjoni, 2009:77).

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah salah satu model

pembelajaran yang terdiri dari tim-tim belajar heterogen, beranggotakan 4-6

siswa, setiap siswa bertanggung jawab atas penguasaan bagian dari materi

belajar dan harus mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota tim

lainnya (Trianto, 2007:56).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif

tipe jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif di mana siswa, bukan guru,

yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan

pembelajaran.

Langkah – langkah Model Pembelajarn Jigsaw (Tim Ahli )

Menurut Trianto (2007:56) langkah - langkah pembelajaran jigsaw (Tim

Ahli ) adalah sebagai berikut :

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

2. Guru mengatur tempat duduk

3. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6

orang ).

4. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah

dibagi-bagi menjadi beberapa subbab.

5. Setiap anggota kelompok membaca subbab yang ditugaskan dan

bertanggung jawab untuk mempelajarinya.

16

6. Anggota dari kelompok yang lain yang telah mempelajari sub bab

yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk

mendiskusikannya.

7. Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya

bertugas mengajar teman-temannya.

8. Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai

tagihan berupa kuis individu ( tes formatif ).

9. Guru memberi pengarahan kepada setiap kelompok untuk

menyampikan hasil pengamatannya.

10. Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.

Dapat disimpulkan oleh peneliti, bahwa dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan menggunakan mata pelajaran

IPA dapat diterapkan dengan batasan langkah-langkah pembelajaran sebagai

berikut :

1) Kegiatan Awal :

a) Membuka pelajaran dengan salam

b) Mengecek kehadiran siswa

c) Guru mengatur tempat duduk siswa

d) Melakukan apersepsi

e) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

2) Kegiatan Inti :

a) Guru menjelaskan/mengemukakan lagkah-langkah pembelajaran

dengan menggunakan model Jigsaw.

b) Guru mengajak siswa untuk menggali pengetahuan siswa materi IPA

tentang sifat-sifat cahaya.

c) Guru memberikan materi dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagikan

menjadi beberapa sub bab.

d) Membantu siswa memberi informasi.

e) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 4-5

orang)

17

f) Guru menyuruh setiap anggota kelompok membaca sub bab yang

ditugaskan dan bertanggung jawab mempelajarinya.

g) Guru menyuruh tiap anggota kelompok yang lain yang telah

mempelajari sub bab yang berbeda agar bertemu dalam kelompok ahli

untuk mendiskusikannya.

h) Guru mengarahkan agar setiap kelompok setelah kembali ke

kelompoknya bertugas mengajari temannya.

i) Guru memberi pengarahan kepada tiap kelompok untuk

menyampaikan hasil diskusi.

3) Kegiatan Penutup :

a) Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan

b) Guru melaksanakan evaluasi dengan membagi lembar tes formatif

untuk dikerjakan secara individu

c) Guru menutup pembelajaran.

d) Salam penutup.

Kebaikan metode Jigsaw : (a) Dapat membimbing peserta didik ke arah

berpikir satu tujuan; (b) Untuk mengurangi kesalahan karena didiskusikan

bersama tim ahli; (c) Perhatian peserta didik terpusat pada hal-hal yang

dianggap penting; (d) Permasalahan yang terpendam dapat mendapat

penjelasan guru pada waktu itu pula; (e) Semua siswa terlibat secara aktif.

Kelebihan dan KelemahanPembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

Menurut Sugiyanto (2010: 46) keunggulan model jigsaw dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Dapat digunakan secara efektif di tiap level, siswa telah mendapatkan

keterampilan akademis mulai dari pemahaman, membaca maupun

keterampilan kelompok untuk belajar bersama.

2. Pada kegiatan ini guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan

dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri

3. Menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa, serta akan merasa senang

berdiskusi dalam kelompoknya.

18

Namun setiap kelebihan pasti diikuti juga dengan sisi kelemahannya, antara

lain:

1. Untuk mengoptimalkan manfaat kerja kelompok, keanggotaan

kelompok harus heterogen, baik dari segi kemampuan maupun

karakteristik lainnya.

2. Jumlah siswa yang bekerja sama dalam kelompok harus dibatasi agar

kelompok tersebut dapat bekerja sama secara efektif, sebab suatu

ukuran kelompok dapat mempengaruhi kemampuan produktivitasnya.

3. Guru cenderung menggunakan kompetensi untuk memotivasi siswa

mereka, dan sering mengabaikan strategi yang didalamnya terdapat

kerjasama dan motivasi teman sebaya yang dapat digunakan untuk

membantu siswa fokus terhadap prestasi akademik.

2.2 Hakikat IPA SD

2.2.1 Pengertian Pembelajaran IPA

IPA merupakan salah satu pelajaran wajib di Sekolah Dasar. Dengan

belajar IPA siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar.

Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pemahaman lagsung dan

kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu

menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA

diarahkan untuk “mencari tahu dan berbuat” sehingga dapat membantu siswa

untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata – kata dalam Bahasa

Inggris yaitu natural science artinya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Berhubungna dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science itu

pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang

mempelajari peristiwa – peristiwa yang terjadi di alam ini (Samatowa,

2010:3).

IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara

sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan sistematis dan

19

IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-

fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu

proses penemuan (Sri Sulistyorini, 2007: 39).

Menurut Wahyana dalam Trianto (2010:136) bahwa IPA, adalah suatu

kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya

secara umum terbatas pada gejala–gejala alam. Perkembangannya tidak hanya

ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan

sikap ilmiah.

Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses

ilmiah dan sikap ilmiah. Menurut Trianto (2010:141) dalam bukunya Model

Pembelajaran Terpadu dijelaskan bahwa hakikat IPA adalah ilmu

pengetahuan yang mempelajari gejala – gejala melalui serangkaian proses

yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan

hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen

terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA

pada dasarnya adalah ilmu yang mempelajarai segala sesuatu yang ada dialam

yang dibangun atas dasar sikap ilmiah yang dipandang dari segi proses,

produk dan pengembangan sikap.

2.2.2 Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Suatu tujuan pendidikan ditetapkan untuk menentukan arah dan kegiatan

pendidikan yang dilaksanakan. Menurut Johnson, D & Johnson, R. (2003),

tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah membangun rasa ingin tahu

siswa, ketertarikan siswa tentang alam dan dirinya dan menyediakan

kesempatan untuk mempraktekan metode ilmiah serta

mengkomunikasikannya.

Tujuan pendidikan IPA di Indonesia dinyatakan dalam tujuan kurikuler

mata pelajaran IPA Sekolah Dasar yang dinyatakan dalam Peraturan Menteri

(PERMEN) No 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi sebagai cakupan

kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi “kelompok mata

20

pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan

untuk mengenal, menyikapi dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan

teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan perilaku ilmiah yang

kritis, kreatif dan mandiri.

Berdasarkan PERMEN No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI

bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,

teknologi dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga

dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai

dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.

Maksud dari tujuan tersebut adalah agar siswa dapat memiliki

pengetahuan untuk mempelajari gejala alam, beberapa jenis perangkat

lingkungan yang dapat ditemukan melalui pengamatan, hal itu dilakukan agar

siswa tidak buta akan pengetahuan dasar mengenai IPA.

2.2.3 Pembelajaran IPA di SD

Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam

mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban,

menyempurnakan jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana”

21

tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara

sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi.

Dalam belajar IPA peserta didik diarahkan untuk membandingkan hasil

prediksi peserta didik dengan teori melalui eksperimen dengan menggunakan

metode ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana

bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta

prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan

sehari-hari, yang didasarkan pada metode ilmiah.

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)menekankan pada

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik

mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”,

hal ini akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang

lebih mendalam. Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat tersebut

dinamakan dengan keterampilan proses penyelidikan atau “enquiry skills”

yang meliputi mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan

pertanyaan, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen untuk menjawab

pertanyaan, mengklasifikasikan, mengolah, dan menganalisis data,

menerapkan ide pada situasi baru, menggunakan peralatan sederhana serta

mengkomunikasikan informasi dalam berbagai cara, yaitu dengan gambar,

lisan, tulisan, dan sebagainya. Melalui keterampilan proses dikembangkan

sikap dan nilai yang meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, tidak

percaya tahyul, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap

lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama dengan

orang lain.

Pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya,memberikan pengalaman pada

peserta didik untuk belajar menguji suatu pernyataan yang didapat dari

pengamatan terhadap kejadian sehari-hari, sehingga dari hasil pengujian

tersebut mereka dapat memperoleh jawaban sementara dari pengamatan yang

dilakukan. Adanya jawaban sementara yang dibuat dapat membantu peserta

didik untuk berpikir logis terhadap suatu bentuk peristiwa alam yang terjadi

22

karena pembelajaran IPA itu dapat membantu menjawab berbagai masalah

yang berkaitan dengan peristiwa alam yang terjadi (Trianto, 2010:151-153).

IPA di SD hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin

tahu anak didik secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka

mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban berdasarkan

bukti serta mengembangkan cara berfikir ilmiah. Fokus program pengajaran

IPA di SD hendaknya ditunjukkan untuk memupuk minat dan pengembangan

anak didik terhadap dunia mereka dimana mereka hidup (Samatowa, 2010:2).

Jadi pembelajaran IPA di SD hendaknya membuka kesempatan kepada

anak didik untuk memperoleh pemahaman secara mendalam dan pengalaman

secara langsung untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar secara

ilmiah.

Hakikat Anak Usia SD

Usia anak SD yang berkisar antara 6 – 12 tahun. Yang dibagi menjadi

enam kelas, yaitu kelas 1 - 6. Ada dua tingkatan dalam pendidikan sekolah

dasar, yaitu kelas rendah dan kelas atas. Kelas rendah terdiri dari kelas 1 -

3.Sedangkan kelas atas terdiri dari kelas 4 - 6.Anak SD merupakan anak

dengan katagori banyak mengalami perubahan yangsangat drastis baik mental

maupun fisik.

1. Anak SD Senang Bermain.

Karakteristik ini menuntut untuk melaksanakan kegiatan

pendidikan yang bermuatan permainan lebih – lebih untuk kelas

rendah.Guru SD seyogyanya merancang model pembelajaran yang

memungkinkan adanya unsur permainan didalamnya. Guru hendaknya

mengembangkan model pengajaran yang serius tapisantai. Penyusunan

jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran serius

seperti IPA, Matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur

permainan seperti pendidikan jasmani, atau Seni Budaya dan

Keterampilan (SBK).

23

2. Anak SD Senang Bergerak.

Orang dewasa dapat duduk berjam‐jam, sedangkan anak SD dapat

duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru

hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak

berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka

waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.

3. Anak usia SD Senang Bekerja dalam Kelompok.

Anak usia SD dalam pergaulannya dengan kelompok sebaya,

mereka belajar aspek–aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti:

belajar memenuhi aturan–aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar

tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya

tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif),

mempelajarai olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus

merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja

atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi.

Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model

pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam

kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil

dengananggota 3‐4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu

tugas secara kelompok.

4. Anak SD Senang Merasakan atau Melakukan/memperagakan

Sesuatu Secara Langsung.

Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki

tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar

menghubungkan konsep–konsep baru dengan konsep‐konsep lama.

Berdasar pengalaman ini, siswa membentuk konsep‐konsep tentang angka,

ruang, waktu, fungsi‐fungsi badan, peran jenis kelamin, moral, dan

sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan

lebih dipahami jika anak melakukan sendiri, sama halnya dengan memberi

contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang

model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam

24

proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang

arah mata angin, dengan cara membawa anak langsung keluar kelas,

kemudian menunjuk langsung setiap arah angina, bahkan dengan sedikit

menjulurkan lidah akan diketahui secara persis dari arah mana angina saat

itu bertiup (Sugiyanto).

2.3 Belajar dan Hasil Belajar

2.3.1 Belajar

Menurut Gagne dalam Suprijono (2009:2), “belajar adalah perubahan

disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas”.

Menurut Rusman (2012: 134) “belajar adalah perubahan tingkah laku

individu sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan

lingkungan”

Menurut Ibrahim dan Syaodih (2010:35),“belajar merupakan serangkaian

upaya untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan dan sikap seta

kemampuan intelektual, sosial, afektif, maupun psikomotor”.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

proses mendapatkan pengetahuan sebagai hasil pengalaman dan perubahan

tingkah lakunya dapat diamati.

Prinsip belajar yang pertama adalah perubahan perilaku. Perubahan

perilaku memiliki ciri-ciri seperti :

a) Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup

b) Permanen atau tetap

c) Bertujuan dan terarah,

Prinsip belajar yang kedua adalah belajar merupakan proses. Belajar

terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Dan prinsip

belajar yang ketiga belajar merupakan bentuk pengalaman.

Tujuan belajar adalah untuk mendapat pengetahuan sehingga mampu

berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain

dan sebagainya.

25

2.3.2 Hasil Belajar

Menurut Sudjana, (2008:22) Hasil belajar adalah kemampuan-

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia meneriman pengalaman

belajarnya.

Menurut Nasution (2011:176) hasil belajar adalah nyata dari apa yang

dapat dilakukannya dan yang tidak dapat dilakukannya sebelumnya. Maka

terjadi perubahan kelakuan yang dapat kita amati dan dapat dibuktikannya

dalam perbuatan.

Berdasarkan definisi hasil belajar rmenurut para ahlitersebut, maka

yang dimaksud dengan hasil belajar dalam penelitian adalah hasil akhir dari

proses kegiatan belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan

menerima suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi yang berupa aspek

kognitif yang diungkapkan dengan menggunakan suatu alat penilaian yaitu

tes evaluasi dengan hasil yang dinyatakan dalam bentuk nilai, aspek afektif

yang menunjukkan sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan aspek

psikomotorik yang menunjukkan keterampilan dan kemampuan bertindak

siswa dalam mengikuti pembelajaran.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain faktor dari

luar (ekstern) yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya adalah

lingkungan fisik dan non fisik (termasuk suasana kelas dalam belajar, seperti

riang gembira, menyenangkan), lingkungan social budaya, lingkungan

keluarga, program sekolah, guru, pelaksanaan pembelajaran, dan teman

sekolah. Guru merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap proses

maupun hasil belajar, sebab guru merupakan manajer atau sutradara dalam

kelas. Oleh karena itu guru dituntut agar mampu menciptakan suasana

pembelajaran yang menyenangkan, aktif dan menantang.

Faktor dari dalam (intern) berpengaruh terhadap hasil belajar

diantaranya motivasi, sikap, minat, kebiasaan belajar, dan konsep diri. Faktor

dari dalam diri siswa yang mempengaruhi adalah motivasi.

26

Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Dwi (2011) dengan judul “Upaya

Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Metode Jigsaw Bagi Siswa Kelas

VI SDN Klecoregonang Kecamatan Winong Kabupaten Pati Tahun Ajaran

2011/2012”. Disimpulkan bahwa penelitian dengan menggunakan metode

Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas VI SDN Klecoregonang

Kecamatan Winong Kabupaten Pati Tahun ajaran 2011/2012.

Penelitian yang dilakukan oleh Cicik Asti Tahapsari (2010) dengan

judul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan Tentang Materi Pengaruh Globalisai melalui Pembelajaran

Kooperatif Tipe Jigsaw. Bagi Siswa Kelas IV SDN Wulung 4 Randublatung

Kabupaten Blora Tahun 2009/2010”. Disimpulkan bahwa penelitian melalui

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa

pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tentang materi pengaruh

globalisai.

Penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2009) yang berjudul

“Meningkatkan Kemampuan Memahami Pembelajaran IPS Pada Siswa Kelas

IV dengan metode jigsaw SDN Sukamulya 2 Tahun 2009/2010. Disimpulkan

bahwa penelitian melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada mata

pelajaran IPS dapat meningkatkan kemampuan siswa.

Penelitian ini relevan dengan penelitian Aceng Haetami dan Supriadi

(2008) dalam jurnal pendidikan Nasional yang telah melakukan penelitian

dengan menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw dengan judul “Penerapan

Model Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil

Belajar Siswa pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan“.

Dari penelitian diatas ada persamaan dengan apa yang dilakukan oleh

peneliti penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Dan

perbedaannya adalah, variabel yang diteliti dan kelas yang diteliti tidak

sama.Model pembelajaran tipe jigsaw memberikan pengaruh yang positif

terhadap hasil belajar siswa, melatih siswa untuk dapat berkomunikasi dan

saling membelajarkan. Dengan siswa mencari dan melakukan sendiri

27

pembelajaran tersebut maka siswa dapat mengingat lebih baik hasil atau

proses yang telah siswa lakukan dalam pembelajaran.

2.4 Kerangka Berfikir

Menurut Uma dalam Sugiyono (2010:91), “ kerangka berpikir merupakan

model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor

yang diidentifikasi sebagai masalah yang penting”.

Melalui kooperatif tipe Jigsaw dilihat akan meningkatkan hasil belajar IPA

pada siswa karena dengan model pembelajarankooperatif tipe Jigsaw

a) Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan mengenai materi yang diajarkan, karena secara tidak langsung

memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan guru,serta memperoleh

kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan.

b) Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan

pemikirannya dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam

memecahkan masalah.

c) Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam

kelompok asal dan ahli, dimana tiap kelompok hanya terdiri 5 orang

d) Siswa memperoleh kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya

dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.

e) Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses

pembelajaran.

Ada berbagai macam cara guru untuk menigkatkan hasil belajar siswanya,

misalnya dengan menggunakan media yang beragam agar pembelajaran tidak

membosankan bagi siswa. Untuk itu salah satu model yang digunakan dalam

penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, dengan

menggunakan model pembelajaran ini dapat mengubah paradigma

pembelajaran agar media yang digunakan dapat membangkitkan semangat

belajar siswa serta hasil belajar siswa meningkat. Karena dengan

menggunakan model ini siswa dilatih untuk menjadi tutor (tim ahli) dan

melatih tanggung jawab siswa atas apa yang dipelajarinya.

28

Tabel2.2.Kerangka Berfikir

2.5 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian pada landasan teori dan kerangka berpikir sebagaimana yang

telah diuraikan di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah melalui

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsawdiduga dapat meningkatkan hasil

belajar pada Siswa Kelas V SDN Kecis Kecamatan Selomerto Kabupaten

Kondisi awal Guru belum

menggunakan model

Jigsaw

-Siswa kurang

aktif

-Siswa ngantuk

-Siswa bosan

Hasil belajar siswa belum

mencapai KKM

Menggunakan model Jigsaw dalam

pembelajaran IPA melalui 2 siklus Tindakan

Karakteristik siswa SD:

1.Senang bermain

2.Senang bergerak

3.Senang berkelompok

4.Senang melakukan

sesuatu secara langsung

Kelebihan model Jigsaw:

1. Dapat digunakan secara

efektif

2. Mengarahkan dan

memotivasi siswa untuk

belajar mandiri.

3. Menumbuhkan rasa

tanggung jawab siswa.

4.

Melalui pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw hasil

belajar siswa dalam

pembelajaran IPA meningkat

mencapai KKM.

Kondisi akhir

29

Wonosobo Semester II Tahun Pelajaran2014/2015, pokok bahasan “sifat-sifat

cahaya”.