BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran ...€¦ · bumi, seperti di temukannnya...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran ...€¦ · bumi, seperti di temukannnya...
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1. Pembelajaran IPA di SD
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan
atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris science. Kata science sendiri
berasal dari kata dalam bahasa Latin scientia yang berarti saya tahu. Science
berasal dari social sciences (ilmu pengetahuan sosial) dan natural science (ilmu
pengetahuan alam).Namun dalam perkembangannya science sering diterjemahkan
sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) saja Suriasumantri
(1998). IPA secara sederhana didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena alam
semesta. Menurut Trianto (2010: 136) bahwa IPA merupakan suatu kumpulan
teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala
alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eks-
perimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan
sebagainya. Sedangkan dalam kurikulum 2004 sains (IPA) diartikan sebagai cara
mencari tahu secara sistematis tentang alam semesta. Menurut Hendro dan Jenny
(1993:3) ucapan Einstein: Science is the atempt to make the chaotic diversity
of our sense experience correspond to a logically uniform system of thought, mem-
pertegas bahwa IPA merupakan suatu bentuk upaya yang membuat berbagai
pengalaman menjadi suatu sistem pola berpikir yang logis tertentu, yang
dikenal dengan istilah pola berpikir ilmiah.
IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum
terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui model ilmiah
seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin
tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. (Trianto 2010:136) Menurut Wahyana (dalam
Trianto 2010:136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan
tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada
gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan
fakta, tetapi oleh adanya model ilmiah dan sikap ilmiah. Pada hakikatnya IPA
merupakan suatu produk, proses, teknologi dan sikap. Yang akan di jelaskan sebagai
berikut:
1) IPA sebagai produk
Menurut Iskandar (2001:3) ilmu pengetahuan alam sebagai disiplin disebut
juga sebagai produk IPA. Ini merupakan kumpulan hasil kegiatan empiris dan
kegiatan analitik yang dilakukan oleh para ilmuwan selama berabad abad.
Bentuk ilmu pengetahuan alam sebagai produk adalah fakta-fakta, konsep-
konsep, dan teori-teori IPA.
2) IPA sebagai proses
Iskandar (2001:5) menyatakan bahwa IPA tidak dapat dipisahkan dari
metode-metode penelitian. Memahami IPA lebih dari mengetahui fakta-fakta
dalam IPA. Memahami IPA juga memahami proses IPA, yaitu memahami
bagaimana mengumpulkan fakta-fakta dan memahami bagaimana
menghubungkan fakta-fakta.
3) IPA sebagai teknologi
IPA dan teknologi tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena
keduanya mempunyai hubungan yang erat satu sama lain, IPA sebagai sebuah ilmu
yang dapat menimbulkan hal-hal baru berupa teknologi berdasarkan hasil kerja
keras para scientist dalam meneliti dan menganalisa sebuah ilmu. Hasilnya
sangat berperan bagi kehidupan manusia dalam melangsungkan kehidupannya.
Bentuk dari IPA sebagai teknologi dapat dilihat dari beberapa produk masa kini
yang mengaplikasikan pengetahuan IPA seperti dalam bidang teknologi tentang
bumi, seperti di temukannnya teropong bintang oleh para ilmuwan untuk dapat
melihat bintang dan planet lain di tata surya ini.
4) IPA sebagai sikap
Sikap ilmiah adalah sikap tertentu yang diambil dan dikembangkan oleh
ilmuwan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Iskandar, (2001:11). Sikap-
sikap ilmiah meliputi: 1) obyektif terhadap fakta; 2) tidak tergesa-gesa
mengambil kesimpulan bila belum cukup data yang mendukung; 3) berhati
terbuka; 4) tidak mencampuradukkan fakta dengan pendapat.
Model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran IPA di SD
berbeda dengan model pembelajaran yang ada di SMP maupun SMA. Model
pembelajaran di SD harus berpusat pada siswa, baik potensi, kebutuhan,
perkembangan siswa. Serta menyeluruh dan berkesinambungan. Sehingga
pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Iskandar (2001:23) menyatakan bahwa proses dan perkembangan belajar
siswa sekolah dasar memiliki kecenderungan beranjak dari hal-hal konkret,
memandang sesuatu yang di pelajari sebagai suatu keutuhan, terpadu dan memalui
proses manipulatif. Oleh karena itu pembelajaran SD harus direncanakan. Piaget
(dalam Iskandar, 2001:27) memandang perkembangan intelektual berdasar
perkembangan sturktur kognitif. Setiap siswa melewati tahap perkembangan
secara hirarki, artinya siswa tidak dapat melompati suatu tahap tanpa
melaluinya. Piaget (dalam Lapono, 2008:19) menyatakan bahwa tahap
perkembangan kognitif memilik 4 tahap yaitu tahap sensorimotor inteligence,
preoperation thought, concrete operation dan formal operations. Yang akan
dijelaskan sebagai berikut:
1) sensorimotor inteligence (0-2 tahun)
Menurut Rifai dan Anni (2009:27) Pada tahap ini bayi menyusun
pemahaman dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman indra (sensori) mereka
dengan gerakan motorik (otot). Pada tahap ini bayi hanya memperlihatkan pola
reflektif untuk beradaptasi dengan dunia. Selama dalam tahap ini, pengetahuan bayi
akan dunia adalah terbatas pada persepsi yang diperoleh dari pengindraannya dan
kegiatan motoriknya. Iskandar (2001:27) mengidentifikasi ciri-ciri dari tahap
perkembangan sensorimotor intelligence, sebagai berikut: 1) siswa mengadaptasi
dunia luar dengan perbuatan; 2) siswa pada awalnya belum mengenal bahasa
atau cara lain untuk memberi label pada objek atau perbuatan; 3) siswa tidak
mempunyai cara-cara untuk memberi arti terhdap sesuatu dan tidak berfikir
tentang dunia luar; 4) siswa di akhir tahap ini telah sampai pada pembentukan
struktur kognitif, sementara untuk mengkoordinasikan perbuatan dalam
hubungannya terhadap benda, waktu, ruang, dan kausalitas; 5) siswa mulai
mempunyai/mengenal bahasa untuk memberi label terhadap benda atau
perbuatan.
2) preoperation thought (2-7 tahun)
Menurut Rifa’i dan Anni (2009:29) Tahap pemikiran ini bersifat
simbolis, egoisentris, dan intuitif sehingga tidak melibatkan pemikiran
operasional. Iskandar (2001:27) mengidentifikasi ciri-ciri tahap perkembangan
preoperation thought, sebagai berikut: 1) siswa mulai meningkatkan kosakata; 2)
siswa membuat penilaian berdasarkan persepsi bukan pertimbangan konseptual;
4) siswa mulai mengetahui pengetahuan unik mengenai sifat-sifat benda dan
mulai memahami tingkah laku dan organisme di dalam lingkungannya; 5) siswa
tidak berfikir balik; 6) siswa tidak berfikir tentang bagian-bagian dan
keseluruhan secara serentak; 7) siswa mempunyai pandangan subjektif dan
egosentrik.
3) concrete operation (7-15 tahun)
Menurut Rifa’i dan Anni (2009:30) Pada tahap ini siswa sudah dapat berfikir
secara abstrak, idealis dan logis. Pemikiran operasional tampak lebih jelas dalam
pemecahan problem verbal, seperti siswa dapat memecahkan suatu masalah walau di
sajikan secara verbal. Siswa juga mampu berfikir spekulatif tentang kualitas ideal
yang siswa inginkan dalam diri mereka dan diri orang lain. Pemikiran ini dapat
menjadi fantasi, sehingga siswa seringkali menunjukan keinginan untuk segera
mewujudkan cita-citanya. Disamping itu anak sudah mampu menyusun rencana
untuk memecahkan masalah dan dan secara sistematis menguji solusinya.
Iskandar (2001:28) mengidentifikasi ciri-ciri tahap perkembangan concrete
operation, sebagai berikut: 1) siswa mulai memandang dunia secara objektif
dari suatu aspek ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur
kesatuan secara serempak; 2) siswa mulai berfikir secara operational; 3) siswa
menggunakan cara fikir operational untuk mengklasifikasikan benda-benda; 4)
siswa membentuk dan menggunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah
sederhana, dan menggunakan hubungan sebab akibat; 5) siswa memahani konsep
substansi.
4) formal operations (11-15 tahun)
Menurut Lapono (2008:1-19) tahap formal operations merupakan tahap
kecakapan kognitif mencapai puncak perkembangan. Siswa mampu merprediksi,
befikir tentang situasi tentang situasi hipotesis, tentang hakikat berfikir serta
mengapresiasi struktur bahasa dan berdialog. Sarkasme, bahasa gaul, mendebat,
berdalih adalah sisi bahasa remaja cerminan kecakapan berfikir abstrak dalam/
melalui bahasa. Iskandar (2001:28) mengidentifikasi ciri-ciri dari tahap
perkembangan concrete operation sebagai berikut: 1) siswa menggunakan pemikiran
tingkat yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya; 2) siswa membentuk hipotesis,
melakukan peneyelidikan/penelitian terkontrol, dapat menghubungkan bukti
dengan teori; 3) siswa dapat bekerja dengan ratio, proporsi dan probalitas; 4)
siswa membangun dan memahami penjelasan yang rumit mencakup rangkaian
deduktif dan logika. Berdasarkan uraian di atas, siswa SD berada pada tahap
concrete operation (7-15 tahun), pada tahap ini siswa mengembangkan pemikiran
logis, masih sangat terikat pada fakta-fakta perseptual, artinya siswa mampu
berfikir logis, tetapi masih terbatas pada objek-objek konkret, dan mampu
melakukan konservasi.
Depdiknas (Standar Isi 2007:485) ruang lingkup kajian IPA untuk SD/MI
meliputi aspek-aspek berikut: 1) makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu
manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan, serta
kesehatan; 2) benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, gas; 3)
energy dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan
pesawat sederhana; 4) bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya,
dan benda-benda langit lainya. Materi tersebut adalah materi yang di ajarkan
pada siswa SD yang masih belum dapat memahami sesuatu secara abstrak.
Bertitik tolak pada perkembangan intelektual dan psikososial siswa SD,
hal ini menunjukkan bahwa siswa mempunyai karakteristik sendiri, yang dalam
proses berfikirnya, siswa belum dapat dipisahkan dari dunia konkret atau hal-
hal yang faktual, sedangkan perkembangan psikososial siswa usia SD masih
berpijak pada prinsip yang sama, siswa tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang
dapat diamati. Dengan karakteristik siswa SD yang telah diuraikan seperti
tersebut, guru dituntut untuk dapat mengemas perencanaan dan pengalaman
belajar yang diberikan kepada siswa dengan baik, menyampaikan hal-hal yang
ada di lingkungan sekitar kehidupan siswa sehari-hari, sehingga materi pelajaran
yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna bagi siswa.
Standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) IPA Kelas IV Semester
II di sajikan secara rinci melalui tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1
SK dan KD IPA Kelas IV Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Energi dan Perubahannya
7. Memahami gaya dapat
mengubah gerak dan/atau
bentuk suatu benda
7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan
tarikan) dapat mengubah gerak suatu benda
7.2 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan
tarikan) dapat mengubah bentuk suatu benda
8. Memahami berbagai bentuk
energi dan cara
penggunaannya dalam
kehidupan sehari-hari
8.1 Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat di
lingkungan sekitar serta sifat-sifatnya
8.2 Menjelaskan berbagai energi alternatif dan cara penggunaannya
8.3 Membuat suatu karya/model untuk menunjukkan perubahan
energi gerak akibat pengaruh udara, misalnya roket dari
kertas/baling-baling/pesawat kertas/parasut
8.4 Menjelaskan perubahan energi bunyi melalui penggunaan alat
musik
Bumi dan Alam Semesta
9. Memahami perubahan
kenampakan permukaan
bumi dan benda langit
9.1 Mendeskripsikan perubahan kenampakan bumi
9.2 Mendeskripsikan posisi bulan dan kenampakan bumi dari hari
ke hari
10. Memahami perubahan
lingkungan fisik dan
pengaruhnya terhadap
daratan
10.1 Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan
fisik (angin, hujan, cahaya matahari, dan gelombang air laut)
10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap
daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)
10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan
(erosi, abrasi, banjir, dan longsor)
11. Memahami hubungan
antara sumber daya alam
dengan lingkungan,
teknologi, dan masyarakat
11.1 Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan
lingkungan
11.2 Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan
teknologi yang digunakan
11.3 Menjelaskan dampak pengambilan bahan alam terhadap
pelestarian lingkungan
Sumber Permendiknas nomor 22 tahun 2006
2.1.2 Pembelajaran Model Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together)
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan
penting dalam dalam pembelajaran yaitu hasil belajar akademik, penerimaan
terhadap keragaman dan mengembangkan ketrampilan. Menurut Slavin (1997),
pembelajaran kooperatif, merupakan model pembelajaran dalam kooperatif atau
cooperative learning mengacu pada model pengajaran, siswa bekerjasama dengan
kelompok kecil saling membantu dalam belajar (Nur dan Wikandari, 2000).
Pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah pembelajaran berkelompok
yang dicirikan dengan penggunaan nomor kepala. Menurut Suprijono (2009:92)
pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT di awali dengan
numbering. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Jumlah
kelompok sebaiknya memperhatikan jumlah konsep yang dipelajari. Jika peserta
didik dalam suatu kelas terdiri dari 40 orang dan terbagi menjadi 5 kelompok
maka tiap kelompok terdiri dari 8 orang. Tiap-tiap orang dalam kelompok diberi
nomor 1-8. Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan
yang harus di jawab oleh tiap-tiap kelompok. Berikan kesempatan pada tiap
kelompok untuk menemukan jawaban. Pada kesempatan ini kelompok
menyatukan kepalanya “heads together” berdiskusi memikirkan jawaban dari
guru.
Pada dasarnya, NHT merupakan varian dari diskusi kelompok. yang
rinciannya adalah sebagai berikut:
a. Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok.
b. Masing-masing siswa dalam kelompok dibagi nomor.
c. Guru memberikan tugas/pertanyaan pada masing-masing kelompok untuk
mengerjakannya.
d. Setiap kelompok mulai berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianngap
paling tepat dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban
tersebut.
e. Guru memanggil salah satu nomor secara acak.
f. Siswa dengan nomor yang yang dipanggil mempresentasikan jawaban dari hasil
diskusi kelompok siswa.
Dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur
empat fase sebagai sintaks pembelajaran kooperatif tipe NHT (Trianto, 2009: 82).
Fase 1: Penomoran
Dalam fase ini, guru membagi siswa kedalam kelompok 3-5 orang dan setiap
anggota kelompok diberikan nomor 1-5.
Fase 2: Mengajukan Pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat
bervariasi.
Fase 3: Berpikir Bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan
meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban timnya.
Fase 4: Menjawab
Guru memanggil suatu nomor tertentu kemudian siswa yang nomornya sesuai
mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk
seluruh kelas.
Berdasarkan sintaks pembelajaran kooperatif tipe NHT, dapat dibuat langkah-
langkah pembelajaran NHT sebagai berikut:
1. Rencana pembelajaran meliputi :
a. Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
b. Mendisain model pembelajaran kooperatif tipe number haeds together (NHT)
c. Menyusun asesmen
d. Menyusun Instrumen observasi
2. Kegiatan Pelaksanaan meliputi :
Kegiatan Awal
a. Guru memberi salam pembuka dan doa
b. Guru memberikan apersepsi
c. Guru memotivasi siswa
d. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
e. Guru menjelaskan tentang langkah-langkah pembelajaran NHT
Kegiatan Inti
Guru memberikan informasi tentang materi yang dipelajari. Pelaksanaan
pembelajaran kooperatif tipe NHT
a. Tahap Penomoran:
Guru membagi siswa dalam kelompok dan beranggotakan 3-5 orang
secara heterogen. Siswa bergabung dengan kelompok yang ditentukan,
kemudian setiap anggota kelompok diberikan nomor 1 sampai 5 (disesuaikan
dengan jumlah siswa).
b. Tahap mengajukan pertanyaan:
Guru mengajukan pertanyaan berupa tugas atau LKS untuk dikerjakan
di dalam kelompok.
c. Tahap berpikir bersama:
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan
meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban timnya.
d. Tahap menjawab:
1. Guru memanggil salah satu nomor tertentu secara acak.
2. Siswa yang dipanggil nomornya maju kedepan untuk mempresentasikan
hasil diskusikelompoknya.
3. Kelompok yang lain menanggapi jawaban dari kelompok yang
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya sehingga peserta didik
dapat menemukan jawaban yang utuh.
Kegiatan Akhir meliputi :
a. Siswa di bimbing guru membuat rangkuman
b. Siswa bersama guru melakukan refleksi
c. Guru mengamati hasil yang diperoleh masing-masing kelompok kemudian
memberikan penghargaan bagi kelompok yang berhasil dan memberikan
semangat bagi kelompok yang belum berhasil dengan baik.
d. Sebagai tindak lanjut guru memberikan pekerjaan rumah (PR).
e. Guru menyampaikan materi yang akan dipelajari pada pertemuan
berikutnya.
Dari 2 pendapat di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Membentuk kelompok yang terdiri dari 5 siswa
2. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor
3. Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan
tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban timnya.
4. Siswa dipanggil nomornya secara acak.
5. Mempresentasikan hasil jawaban sesuai dengan nomor yang ditunjuk secara acak
dan bergantian.
Kelebihan yang dimiliki pembelajaran kooperatif tipe NHT, diantaranya
antara lain:
a. Meningkatkan keaktifan siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar.
b. Dapat menumbuhkan rasa toleransi antar siswa dan mampu menghargai pendapat
teman yang lain.
c. Siswa termotivasi untuk berpartisipasi dalam diskusi kelompok agar dapat
menjawab dengan baik ketika nomornya di panggil.
Kelemahan yang dimiliki pembelajaran kooperatif NHT, diantaranya antara
lain:
a. Siswa yang pandai cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap
minder siswa yang lemah.
b. Ada siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang lain tanpa memiliki
pemahaman yang memadai pada saat diskusi menyelesaikan masalah.
c. Pengelompokan siswa memerlukan waktu yang khusus dan pengaturan tempat
duduk yang berbeda.
2.1.3. Hasil Belajar
Menurut Winkel, bahwa hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang
telah dicapai oleh seseorang. Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang
dari dua sisi siswa dan dari sisi guru (Dirnyati dan Mudjiono dalam Lunandar,
2010:7). Dari sisi siswa, hasil belajar rnerupakan tingkat perkembangan mental
yang lebih baik bila dibandingkan pada saat belum belajar. Dari sisi guru,
bagaimana guru dapat meyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa dapat
menerimanya. Pendapat yang lain disampaikan oleh Nana Sudjana (dalam
Lunandar, 2010:8) menyatakan bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa adalah
sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi
hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar
yang dicapai siswa. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yarg dimiliki
siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004: 22). Sedangkan
menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil
belajar mengajar : (1). Ketrampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan
pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004:22). Menurut Hamalik (2006:
30), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah
laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak
mengerti rnenjadi mengerti. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar
dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah, dua diantaranya adalah
kognitif, dan afektif. Perinciannya adalah sebagai berikut :
1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6
aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima
jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, rnenilai, organisasi
dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
Evaluasi hasil belajar (Wardani, N.S., 2012:51) evaluasi yang dilakukan oleh
guru untuk memantau proses kemajuan, perkembangan hasil belajar peserta didik
sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang berkesinambungan. Jadi
evaluasi hasil belajar meliputi evaluasi proses belajar dan evaluasi hasil belajar.
Dengan demikian, hasil belajar adalah perolehan skor dari evaluasi proses belajar dan
evaluasi hasil belajar yang meliputi ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotorik. Jadi hasil belajar adalah besarnya skor dari skor proses belajar dan
skor hasil belajar.
Menurut Mardapi (2008:2) pengukuran merupakan kegiatan penentuan angka
bagi suatu objek secara sistematik. Penentuan angka ini merupakan usaha untuk
menggambarkan karakteristik suatu objek. Menurut Wardani Naniek Sulistya, dkk
(2012:47) pengukuran adalah kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan
angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa atau benda. Sedangkan menurut Anas
Sudijono (2008:4) pengukuran adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur
sesuatu. Jadi, pengukuran adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memberikan
angka-angka pada suatu objek atau peristiwa dengan kriteria tertentu.
Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:50) menyatakan bahwa asesmen atau
penilaian adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik. Informasi ini dapat diperoleh dari data proses
pembelajaran dan hasil belajar siswa. Menurut Grondlund dalam Jihad dan Haris
(2013:54) penilaian sebagai proses sistematik pengumpulan, penganalisaan dan
penafsiran informasi untuk menentukan sejauh mana siswa mencapai tujuan.
Penilaian dilakukan untuk mengetahui pencapaian keberhasilan pembelajaran yang
dilakukan. Menurut Nana Sudjana (2012:3) penilaian merupakan proses memberikan
atau menentukan nilai kepada objek tertentu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
penilaianatau asesmen adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik sesuai kriteria tertentu.
Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:56) fungsi penilaian dalam
pembelajaran yaitu:
a. Penilaian formatif
Penilaian formatif yang dilaksanakan pada setiap akhir pokok
bahasan.Tujuan dari penilaian formatif adalah untuk mengetahui tingkat
penguasaan siswa terhadap materi tertentu.
b. Penilaian sumatif
Penilain sumatif dilakukan pada akhir satuan program tertentu (semester atau
akhir tahun ajaran). Tujuan dari penilaian sumatif adalah untuk melihat prestasi
yang dicapai peserta didik selama satu program yang secara lebih khusus hasilnya
merupakan nilai yang tertulis dalam raport dan penentuan kenaikan kelas.
c. Penilaian diagnosis
Penilaian yang dilakukan untuk melihat kelemaham siswa dan faktor-faktor
yang diduga menjadi penyebabnya, dilakukan untuk keperluan pemberian
bimbingan belajar dan pengajaran remidial, sehingga aspek yang dinilai meliputi
kemampuan belajar, aspek-aspek yang melatarbelakangi kesulitan belajar yang
dialami siswa serta berbagai kondisi siswa.
d. Penilaian penempatan
Penilaian yang ditunjukkan untuk menempatkan siswa sesuai dengan bakat,
minat dan kemampuannya. Misalnya dalam pemilihan jurusan atau menempatkan
siswa pada kerja kelompok dan pemilihan kegiatan tambahan.
e. Penilaian seleksi
Penilaian seleksi digunakan untuk memilih orang yang paling tepat untuk
menempati kedudukan atau posisi tertentu. Penilaian ini dapat dilakukan kapan saja
saat diperlukan. Secara umum dalam penilaian terdapat 2 teknik yaitu teknik tes dan
non tes.
1. Teknik tes
Menurut Asep dan Haris (2013:67) Tes merupakan himpunan pertanyaan yang
harus dijawab, harus ditanggapi, atau tugas yang harus dilaksanakan oleh orang yang
dites. Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:114) tes adalah alat ukur indikator
atau kompetensi tertentu untuk pemberian angka yang jelas dan spesifik, sehingga
hasilnya relative ajeg bila dilakukan dalam kondisi yang relatif sama. Sedangkan
menurut Nana Sudjana (2012:35) tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-
pertanyaaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam
bentuk lisan (tes lisan), dalam betuk tulisan (tes tertulis), atau dalam bentuk perbuatan
(tes tindakan).
Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu alat penilaian yang digunakan
untuk mengukur indikator atau kompetensi tertentu untuk memberikan angka yang
jelas sehingga hasilnya relatif ajeg bila dilakukan dalam kondisi yang sama. Berikut
ini adalah teknis tes menurut Jihad dan Haris (2013:68):
1) Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan
a. Tes tertulis
Tes atau soal yang harus dikerjakan siswa secara tertulis.
b. Tes lisan
Tes berupa sekumpulan soal atau tugas pertanyaan yang diberikan pada siswa
dan dilaksanakan dengan tanya jawab.
c. Tes perbuatan
Tugas yang pada umumnya berupa kegiatan praktek atu kegiatan yang mengukur
keterampilan
2) Jenis tes berdasakan bentuk jawabannya
a. Tes objektif
Tes objektif meliputi soal tes pilihan ganda, isian, benar salah, menjodohkan,
serta jawaban singkat.
b. Tes uraian
Tes uraian meliputi uraian terbatas dan uraian bebas.
2. Teknik non tes
Menurut Jihad dan Haris (2013:69) teknik non tes merupakan prosedur yang
dilalui untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik minat, sifat, dan
kepribadian. Menurut Endang Poerwanti (2008) macam-macam teknik non tes adalah
sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu observasi formal dan
informal. Observasi formal adalah observasi menggunakan instrumen yang
dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar peserta didik.
Sedangkan observasi informal dilakukan pendidik tanpa menggunakan
instrumen.
b. Wawancara
Cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan secara lisan
dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek kepribadian peserta didik.
c. Angket
Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa
angket sikap.
d. Analisa Sampel Kerja
Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat siswa
dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai kesalahan atau
jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe, pola, dan lain-
lain.
e. Analisa tugas
Dipergunakan untuk menentukan komponen utama tugas dan menyusun skill
dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar komponen tugas dan daftar
skill yang diperlukan.
f. Checklist dan Rating Scale
Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur, yang
sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan dapat kuantitatif atau
kualitatif, tergantung format yang digunakan.
g. Portofolio
Kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam karya tertentu yang
diorganisasi untuk mengetahui minat, perkembangan belajar dan prestasi siswa.
h. Presentasi
Peserta didik menyajikan karyanya.
i. Proyek Individu Kelompok
Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan untuk
individu maupun kelompok.
Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012) mengartikan bahwa evaluasi merupakan
proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan
cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu.
Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan
seperti KKM atau batas keberhasilan atau patokan nilai yang telah ditentukan. Acuan
atau patokan yang digunakan dalam pengambilan keputusan dapat berupa Penilaian
Acuan Norma (PAN). PAN merupakan cara penilaian yang mengacu kepada rata-rata
kelompok atau rata-rata kelas. Kriteria ini ditentukan setelah tes dilaksanakan dan
standar kelulusan didasarkan pada keadaan kelompok atau kelas. Sedangkan kriteria
yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan
bersifat baku disebut dengan PenilaianAcuan Patokan (PAP), seperti kriteria
ketuntasan minimal (KKM).
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian tentang model pembelajaran
kooperatif tipe NHT, telah dilakukan oleh Martalina Isyurniarsih (2002) yang
berjudul "Upaya meningkatkan hasil belajar kognitif dan aktivitas pada mata
pelajaran IPA melalui model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) pada
siswa kelas lV SD Negeri 02 Candisarri Kecamatan Penawangan Kabupaten
Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012". Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini
adalah terjadi peningkatan hasil belajar afektif siswa untuk siswa mata pelajaran
IPA kelas IV semester II tahun pelajaran 2011/2012. Peningkatan hasil belajar siswa
pada kondisi awal siswa yang tuntas 8 (33,3%) dan yang tidak tuntas 16 orang atau
(66,67%). Pada siklus I siswa yang tantas 22 orang (91,67%) dan yang tidak tuntas
2 orang (8,33%). Sedangkan pada siklus II semua siswa yang terdiri dan 24 orang
tersebut sudah memenuhi KKM atau dapat dikatakan tuntas 100%. Sedangkan untuk
meningkatkan hasil belejar afektif pada kondisi awal kurang aktif (41,67%), pada
siklus II menjadi aktif (58%), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dapat hasil belajar afektif
siswa kelas IV SD Negeri 02 Candisari, Kecamatan Penawangan Kabupaten
Grobogan Tahun pelajaran 2011/2012.
Penelitian sejenis telah dilakukan oleh Martalina Isyurniarsih (2002) yang
berjudul "Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT dengan Media Powerpoint Pada Siswa Kelas III SDN
Bringin 02.". Hasil belajar kognitif siswa dalam pembelajaran IPA melalui
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan media powerpoint mengalami
peningkatan pada tiap siklus. Pada siklus I siswa memperoleh nilai rata-rata 64
dengan ketuntasan klasikal sebesar 67% atau 26 orang siswa mengalami
ketuntasan belajar sedangkan 13 orang siswa tidak tuntas. Kemudian pada
pelaksanaan tindakan siklus II perolehan rata-rata hasil belajar siswa meningkat
menjadi 76 dengan ketuntasan klasikal sebesar 87% yang berarti 34 orang
mengalami ketuntasan belajar dan 5 siswa tidak tuntas.
2.3 Kerangka Berpikir
Penelitian – penelitian terdahulu membuktikan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini dimungkinkan
karena secara teoritis jika guru menerapkan sintaks pembelajaran melibatkan siswa
sejak perencanaan baik dalam menetukan topik maupun cara mempelajarinya
melalui NHT.
Penelitian ini dilakukan dengan cara asumsi yang dibangun seperti di atas.
Artinya, peningkatan hasil belajar IPA siswa dapat mungkin terjadi jika siswa
dikondisikan dengan model pembelajaran NHT, di mana siswa terlibat dalam
penemuan-penemuan, baik itu masalah-masalah nyata yang dihadapinya dan
bagaimana menemukan solusi untuk masalah itu dengan keterlibatan ini, siswa
lebih mudah memahami materi atau konsep IPA yang diajarkan karena dapat
mendorong terjadinya peningkatan hasil belajar IPA. Langkah-langkah pelaksanaan
model kooperatif tipe NHT.
1. Membentuk kelompok yang terdiri dari 5 siswa
2. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor
3. Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan
tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban timnya.
4. Siswa dipanggil nomornya secara acak.
5. Mempresentasikan hasil jawaban sesuai dengan nomor yang ditunjuk secara acak
dan bergantian.
Secara sistematis kerangka berpikir digambarkan sebagai berikut :
-
-
-
-
Gambar 2.1
Bagan Peningkatkan Hasil Belajar IPA
Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT.
Hasil belajar dibawah
KKM ≥ 75
Pembelajaran IPA “Sumber Daya Alam”
“Pecahan Sederhana“
Pembelajaran IPA
konvensional
Unjuk kerja
Model pembelajaran tipe NHT
1. Membentuk kelompok @ 5 siswa
3. Diskusi kelompok
4. Menerima panggilan dengan nomor
5.Mempresentasikan hasil
Skor proses
belajar
Skor Hasil
belajar
Hasil belajar,
KKM ≥ 75
2. Mendapat nomor
6. Mengerjakan soal evaluasi secara individu
2.4 Hipotesis tindakan
Hipotesis tindakan yang dirumuskan dalam penelitian adalah peningkatan
hasil belajar IPA dapat diupayakan melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT
siswa kelas lV SD Negeri 1 Sedadi Penawangan Grobogan Semester II Tahun
2013/2014.