BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model...
-
Upload
nguyenkhuong -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model...
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Model pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan model
pembelajaran temuan baru yang inovatif, karena dalam pembelajaran ini
lebih memfokuskan siswa untuk berfikir kritis dalam memecahkan
permasalahan. Dalam memecahkan masalah siswa bekerjasama dalam
kelompok atau tim. Melalui proses kerjasama kelompok yang sistematis,
masing-masing siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan
Ibrahim dan Nur (Rusman 2012: 241), pembelajaran berbasis masalah
merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk
merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi
pada masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Bukan
hanya sebagai sebuah model pembelajaran, namun pembelajaran berbasis
masalah merupakan pendekatan pembelajaran. Pendekatan ini bertujuan
untuk merangsang daya pikir siswa supaya lebih berpikir tingkat tinggi
dalam memecahkan masalah. Jadi siswa belajar melalui proses secara
bertahap tidak dengan instan. Sehingga siswa benar-benar mengalami
proses pembelajaran yang bermakna.
Moffit (dalam Rusman 2012: 241) mengemukakan bahwa
pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk
belajar tentang berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah serta
untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi
pelajaran.
Bertolak dari permasalahan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada,
permasalahan tersebut diangkat dalam pembelajaran, sehingga dari
masalah tersebut dijadikan konteks belajar siswa. Sehingga dapat memacu
siswa untuk berpikir kritis dan mengasah ketrampilan siswa dalam
9
memecahkan masalah. Dengan demikian siswa dapat memperoleh
pengerahuan sendiri terkait dengan materi pembelajara.
Menurut Howard Barrows dan Keelson dalam (Amir, 2010: 21)
memberikan definisi pembealajaran berbasis masalah yaitu :
Pembelajaran Berbasis Masalah adalah kurikulum dan proses
pembelajaran yang didalamnya dirancang masalah-masalah yang menuntut
siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir
dalam memecahkan masalah dan memiliki strategi belajar sendiri serta
memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang
menggunakan maslaah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa. Melalui
masalah-masalah kontekstual ini para siswa dituntut untuk berpikir kritis
dan memiliki ketrampilan memecahkan masalah secara berkesinambungan
sehingga memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata
pelajaran, serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim.
Jadi siswa diharapkan memiliki pemahaman yang utuh dari sebuah
materi yang diformulasikan dalam masalah, melalui penugasan dan sikap
positif, ketrampilan secara bertahap dan berkesinambungan. Pembelajaran
berbasis masalah menuntut aktivitas mental siswa dalam memahami suatu
konsep, prinsip, dan ketrampilan melalui situasi atau masalah yang
disajikan.
Ismail (2002: 1) mengemukakan bahwa langkah-langkah
pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut.
1. Orientasi siswa pada masalah
Guru memberikan contoh masalah pada siswa.
Siswa menemukan masalah.
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang memiliki
kemampuan heterogen.
Guru membantu siswa mengemukakan ide kelompoknya sendiri
tentang menyelesaikan masalah tersebut.
10
3. Membimbing penyelidikan individual
Membimbing siswa menemukan penjelasan dan pemecahan
masalah.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Mendorong siswa untuk menyajikan hasil pemecahan masalah
tersebut.
Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan kelompok
lain menanggapi hasil penyajian kelompok yang maju.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Membantu siswa mengkaji ulang proses atau hasil pemecahan
masalah yang telah dipersentasikan di depan kelas.
Bersama dengan siswa menarik kesimpulan.
Langkah-langkah yang dikemukakan oleh Ismail (2000: 1) lebih
memfokuskan pada langkah ke 5 yaitu menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan. Guru membantu siswa untuk mengkaji ulang proses
atau hasil pemecahan masalah yang telah dipresentasikan di depan kelas.
Setelah itu guru bersama dengan siswa menarik kesimpulan.
Menurut Forgaty dalam Wena (2008: 243) Pembelajaran berbasis
masalah dimulai dengan masalah yang tidak terstruktur, sesuatu yang
kacau. Dari kekacauan ini siswa menggunakan berbagai kecerdasannya
melalui diskusi dan penelitian. Langkah-langkah yang harus dilalui oleh
siswa adalah :
1. Menemukan masalah
2. Mengidentifikasi masalah
3. Mengumpulkan fakta
4. Menyusun hipotesis (dugaan sementara)
5. Melakukan penyelidikan
6. Menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan
7. Menyimpulkan alternatif pemecahan secara kolaboratif
8. Melakukan pengujian hasil (solusi) pemecahan masalah
Pada langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah menurut Forgaty
dalam Wena (2008: 243) yaitu pada poin ke 8 yaitu mengusulkan solusi, jadi
11
siswa mengusulkan pemecahan masalah yang tepat untuk memecahkan
masalah. Solusi diambil dari beberapa alternatif yang disuguhkan oleh siswa.
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah menurut Hamdani
(2010: 87-88), sebagai berikut :
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang
dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah
yang dipilih
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik,
tugas, jadwal, dan lain-lain)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan
data, hipotesis, pemecahan masalah
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang
sesuai, seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan
temannya
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Penekanan pada langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah menurut
Hamdani (2010: 87-88), yaitu pada poin ke 4 Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan dan
membantu mereka berbagi tugas dengan temannya. Untuk mengasah
kreativitas siswa, tiap kelompok harus mempertunjukkan hasil karya dengan
presentasi. Guru membantu siswa dalam mempersiapkan karya sesuai dengan
kreativitas masing-masing kelompok.
Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah dari
beberapa ahli, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Menjelaskan tujuan pembelajaran
2) Menemukan masalah
3) Mengidentifikasi masalah
4) Mengorganisasikan tugas belajar
5) Membuat hipotesis
6) Mengumpulkan informasi
7) Melakukan penyelidikan
12
8) Menyempurnakan masalah yang telah didefinisikan
9) Memecahkan masalah
10) Menyimpulkan alternatif pemecahan secara kolaboratif
11) Mengusulkan solusi
12) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
13) Mengevaluasi
Adapun langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah yang
dipadukan dengan aktivitas siswa :
1. Menjelaskan tujuan pembelajaran
2. Mengobservasi
3. Mengidentifikasi masalah
4. Merumuskan masalah
5. Membuat hipotesis
6. Penelitian :
a. Mengumpulkan data
7. Menganalisis data :
a. Mengklasifikasi data
8. Memecahkan masalah
9. Menyimpulkan
10. Mengusulkan saran
11. Mengevaluasi
12. Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja
13. Mengkomunikasikan
13
2.1.2 Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar,
mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Kegiatan fisik berupa
ketrampilan-ketrampilan dasar sedangkan kegiatan psikis berupa ketrampilan
terintegrasi. Ketrampilan dasar yaitu mengobservasi, mengklasifikasi,
memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Sedangkan
ketrampilan terintegrasi terdiri dari mengidentifikasi variabel, membuat
tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan
hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis
penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional,
merancang penelitian dan melaksanakan eksperimen. Pada prinsipnya belajar
adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Itulah mengapa
aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi belajar
mengajar”(Sardiman, 2001:93).
Aktivitas belajar yang maksimal harus mencakup aspek fisik atau
psikis. Kedua aspek ini perlu berjalan dengan seimbang, sehingga
mencapai hasil belajar yang maksimal. Belajar memerlukan perbuatan,
jadi tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas.
Aspek aktivitas yang diperlukan dalam kegiatan fisik berupa
ketrampilan-ketrampilan dasar. Ketrampilan yang termasuk dalam
ketrampilan dasar yaitu mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi,
mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Jadi selama proses
belajar siswa diharapkan menunjukkan ketrampilan-ketrampilan dasar
tersebut. Sehingga terlihat secara nyata bahwa siswa sedang belajar.
Ketrampilan yang diperlukan selama proses belajar tidak hanya
ketrampilan dasar, namun perlu adanya kegiatan psikis yang berupa
ketrampilan terintegrasi. Ketrampilan terintegrasi ini meliputi
ketrampilan mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data,
menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar
variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian,
menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional,
merancang penelitian dan melaksanakan eksperimen. Dengan memiliki
ketrampilan-ketrampilan dasar dan terintegrasi, maka siswa belajar
bermakna, yaitu belajar dengan mengalami sendiri.
14
Menurut Kunandar (2008: 272), aktivitas belajar adalah keterlibatan
siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam
kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar
mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.
Adanya interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran
sangat diperlukan untuk menumbuhkan sikap, perhatian dan aktivitas
siswa. Keterlibatan siswa secara aktif dapat menunjang keberhasilan
proses pembelajaran. Siswa didorong untuk benar-benar terlibat secara
langsung selama proses pembelajaran. Sehingga dengan adanya
aktivitas siswa selama proses pembelajaran, maka akan memperoleh
manfaat dari pembelajaran tersebut.
Purwodarminto (2007:20) aktivitas adalah kegiatan atau kesibukan.
Segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik
fisik maupun non fisik, merupakan suatu aktifitas. Selama belajar
seseorang melakukan berbagai aktivitas baik fisik maupun non fisik
yang dianggap dapat menunjang mereka untuk memperoleh suatu
pengetahuan.
Tujuan pembelajaran akan tercapai dengan baik, apabila ada
aktivitas yang dilakukan oleh siswa. Guru perlu menimbulkan aktivitas
siswa dalam berpikir maupun berbuat. Aktivitas ini melibatkan fisik
maupun non fisik. Jadi semua anggota tubuh harus ikut serta dalam
proses pembelajaran, yang perlu diimbangi dengan kemampuan indra
penghubung dan berfikir. Jika aktivitas yang dilakukan siswa rendah,
maka proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik, demikian
pula dengan hasil belajar yang tidak maksimal.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa
aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar,
mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis, serta keterlibatan siswa
dalam bentuk sikap, pikiran, dan perhatian guna menunjang
keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari
kegiatan tersebut.
15
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli dapat disimpulkan
langkah-langkah dalam aktivitas :
1. Mengobservasi
2. Mengidentifikasi variabel
3. Menyusun hipotesis
4. Mendefinisikan variabel
5. Mengumpulkan data
6. experimen
7. Mengumpulkan data
8. Menganalisis data
9. Klasifikasi
a) Tabulasi data
b) Prediksi
c) Hubungan antar variabel
d) Menyajikan data
e) Kesimpulan
10. Mengkomunikasikan
Penilaian hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes,
baik melalui bentuk tes uraian maupun tes objektif, tetapi juga dapat dinilai
dengan alat non tes atau bukan tes. Penggunaan nontes untuk menilai hasil
dan proses belajar masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan
menggunakan alat melalui tes dalam meniali hasil dan proses belajar. Para
guru pada umumnya lebih banyak menggunakan tes daripada non tes,
mengingat alatnya mudah dibuat, penggunaannya lebih praktis, dan yang
dinilai terbatas pada aspek kognitif berdasarkan hasil yang diperoleh siswa
setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Teknik Non-tes berisi
pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah.
Instrumen non-tes dapat berbentuk kuesioner atau inventori. Kuesioner
berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan, siswa diminta untuk menjawab
atau memberikan pendapat terhadap pernyataan. Inventori merupakan
instrumen yang berisi tentang laporan diri yaitu keadaan siswa, misalnya
potensi siswa. Hasil pengukuran melalui instrumen non tes berupa angka
disebut kuantitatif dan buka berupa angka seperti penyataan sangat baik,
baik, cukup, kurang, sangat kurang, dan sebagainya disebut kualitatif. Ada
16
beberapa macam teknik non tes, beberapa diantaranya seperti unjuk kerja
(performance), penugasan, proyek, tugas individu, tugas kelompok, laporan,
ujian praktik, dan portofolio (Wardani, Naniek Sulistya, 2012 : 11- 12 ).
Berikut adalah uraian singkat tentang jenis teknik non tes menurut
(Wardani, Naniek Sulistya, 2012 : 12-13).
a. Unjuk Kerja
Suatu penilaian/pengukuran yang dilakukan melalui
pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu
yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara,
berpidato, membaca puisi, dan berdiskusi; kemampuan peserta
didik dalam memecahkan masalah dalam kelompok; partisipasi
peserta didik dalam diskusi; ketrampilan menari; ketrampilan
memainkan alat musik; kemampuan berolahraga; ketrampilan
menggunakan peralatan laboratorium; praktek sholat, bermain
peran, bernyanyi, dan ketrampilan mengoperasikan suatu alat.
b. Penugasan
Penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang mengandung
penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam waktu
tertentu.
Penyelidikan tersebut dilaksanakan secara bertahap yakni
perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data, dan
penyajian data. Penilaian penugasan ini bermanfaat untuk
menilai keterampilan menyelidiki secara umum, pemahaman,
dan pengetahuan dalam bidang tertentu, kemampuan
mengaplikasi pengetahuan dalam suatu penyelidikan, dan
kemampuan menginfromasikan subjek secara jelas.
c. Tugas Individu.
Penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada siswa yang
dilakukan secara individu. Tugas ini dapat diberikan pada
waktu-waktu tertentu dalam bentuk seperti pembuatan kliping,
pembuatan makalah dan yang sejenisnya. Tingkat berpikir yang
terlibat pada siswa sebaiknya menerapkan (apply),
menganalisis (analyse), mengevaluasi (evaluate), dan membuat
(create).
d. Tugas Kelompok.
Sama dengan tugas individu, namun dikerjakan secara
kelompok. Tugas ini diberikan untuk menilai kompetensi kerja
kelompok. Bentuk instrumen yang digunakan salah satunya
adalah tertulis dengan menjawab uraian secara bebas dengan
tingkat berpikir tinggi yaitu aplikasi sampai evaluasi.
17
e. Laporan
Penilaian yang berbentuk laporan tugas atau pekerjaan yang
diberikan seperti laporan diskusi, laporan kerja praktik, laporan
pratikum dan laporan Pemantapan Praktikum Lapangan (PPL).
f. Responsi atau ujian pratik.
Suatu penilaian yang dipakai untuk mata pelajaran yang ada
kegiatan praktikumnya seperti mata kuliah PPL.
g. Portofolio.
Merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada
kumpulan informasi yang menunjukan perkembangan
kemampuan siswa dalam satu periode tertentu. Informasi
tersebut dapat berupa karya siswa dari proses pembelajaran
yang dianggap terbaik oleh siswa, pekerjaan-pekerjaan yang
sedang dilakukan, beberapa contoh tes yang telah selesai
dilakukan, berbagai keterangan yang diperoleh siswa,
keselarasan antara pembelajaran dan tujuan spesifik yang telah
dirumuskan, contoh-contoh hasil pekerjaannya sehari-hari,
evaluasi diri terhadap perkembangan pembelajaran dan hasil
observasi guru.
Tabel 2.1
Teknik, Bentuk, Kepentingan, dan Jenis Evaluasi Pembelajaran
Non Tes
Teknik Bentuk Kepentingan Jenis
Non Tes
Penilaian Hasil Lebih sesuai untuk
indikator afektif
Pengamatan,
Daftar cek/Periksa,
Skala Sikap,
Catatan Diri, Buku
Harian, Penilaian
Diri, Angket,
Ungkapan
Perasaan, Catatan
Anekdot,
Sosiogram.
Portofolio
(Penilaian Proses
dan Hasil)
Dipakai untuk
mengamati
perkembangan
kemampuan
kognitif dan
psikomotor
Puisi, Karangan
Gambaran/Tulisan,
Peta/Denah, Desain
Makalah, Laporan
Observasi, Laporan
penyelidikan,
18
Laporan penelitian,
Laporan
eksperimen,
Sinopsis, Naskah
Pidato, Naskah
Pidato, Naskah
Drama, Doa,
Rumus, Kartu
Ucapan, Surat
komposisi musik,
Teks lagu, Resep,
Makanan.
Berdasarkan dari uraian tentang teknik non tes diatas, penelitian untuk
aktivitas belajar siswa menggunakan bentuk skala sikap untuk penilaian
hasil yang kemudian akan ditindak lanjuti menggunakan observasi sebagai
penilaian proses. Hal ini dikarenakan aktivitas belajar siswa termasuk
dalam kemampuan afektif. Dari kedua teknik tersebut guru dapat melihat
tingkat aktivitas belajar tiap siswa.
2.1.3 Mata Pelajaran IPS di Sekolah Dasar (SD)
Istilah “ ilmu pengetahuan sosial” atau yang lebih dikenal dengan
IPS merupakan nama mata pelajaran ditingkat sekolah dasar menengah,
atas, maupun perguruan tinggi, biasanya ditingkat perguruan tinggi
lebih dikenal dengan nama”social studies” (Sapriya 2009:19).
Soemantri (Gunawan 2011:17) berpendapat bahwa istilah IPS
merupakan subprogram dengan tingkat pada tingkat pendidikan dasar
dan menengah, maka lahirlah nama pendidikan IPS.
Pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan
humoniaria, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan
disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan
(Soemantri dalam buku Dr. Sapriya 2009:11). Pengertian tentang
pendidikan IPS diatas menunjukan bahwa mata pelajaran ilmu
19
pengetahuan sosial yang diambil, atau diperoleh dari lingkungan
masyarakat yang sangat dekat dengan kehidupan siswa sehingga
pendidikan IPS penting diberikan di sekolah dasar, menengah dan
sekolah tingkat atas bahkan ditingkat perguruan tinggi yang memang
mempunyai konsentrasi dan layak diberikan pendidikan IPS.
IPS di Sekolah Dasar Pembelajaran IPS SD akan dimulai dengan
pengenalan diri (self), kemudian keluarga, tetangga, lingkungan RT,
RW, kelurahan/desa, kecamatan, kota/kabupaten, propinsi, negara,
negara tetangga, kemudian dunia. Anak bukanlah sehelai kertas putih
yang menunggu untuk ditulisi, atau replika orang dewasa dalam format
kecil yang dapat dimanipulasi sebagai tenaga buruh yang murah,
melainkan, anak adalah individu yang unik, yang memiliki berbagai
potensi yang masih laten dan memerlukan proses serta sentuhan-
sentuhan tertentu dalam perkembangannya. Mereka yang memulai dari
egosentrisme dirinya kemudian belajar, akan menjadi berkembang
dengan kesadaran akan ruang dan waktu yang semakin meluas, dan
mencoba serta berusaha melakukan aktivitas yang berbentuk intervensi
dalam dunianya. Maka dari itu, pendidikan IPS adalah salah satu upaya
yang akan membawa kesadaran terhadap ruang, waktu, dan lingkungan
sekitar bagi anak.
IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di SD
yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi
yang berkaitan dengan isu sosial . Memuat materi geografi, sejarah,
sosiologi, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, anak diarahkan
untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis,
bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
20
Sesuai dengan kurikulum KTSP (2008:575), mata pelajaran IPS
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya.
b. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis,
rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan
keterampilan dalam kehidupan sosial.
c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial
dan kemanusiaan.
d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat
lokal, nasional, maupun global.
Ruang lingkup mata pelajaran IPS SD menurut (Gunawan, 2012:
39) adalah sebagai berikut:
a. Manusia, tempat, dan lingkungan
b. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan
c. Sistem sosial dan budaya
d. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan
e. IPS sebagai pendidikan global, yakni mendidik siswa akan
kebinekaan bangsa, budaya, dan peradaban di dunia.
Menanamkan kesadaran ketergantungan antar bangsa.
Menanamkan kesadaran semakin terbukanya komunikasi dan
transportasi antar bangsa di dunia. Mengurangi kemiskinan
kebodohan dan perusakan lingkungan.
Materi IPS yang akan diteliti yaitu mengenal permasalahan sosial
di daerahnya Kelas 4 Semester 2, dengan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar sebagai berikut :
21
Tabel 2.2
Standar kompetensi dan kompetensi dasar
Mata pelajaran IPS untuk kelas 4 semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Mengenal sumber daya alam,
kegiatan ekonomi dan
kemajuan teknologi di
lingkungan kabupaten / kota
dan provinsi
2.1. Mengenal aktivitas ekonomi
yang berkaitan dengan
sumber daya alam dan
potensi lain didaerahnya
2.2. Mengenal pentingnya
koperasi dalam meningkat-
kan kesejah-teraan
masyarakat
2.3. Mengenal perkembangan
teknologi produksi
komunikasi dan transportasi
serta pengalaman
menggunakannya
2.4. Mengenal permasalahan
sosial di daerahnya
(Permendiknas No. 22 Tahun 2006)
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Standar Kompetensi :
2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan
teknologi dilingkungan kabupaten/kota dan provinsi.
Kompetensi Dasar :
2.4 Mengenal permasalahan sosial daerahnya.
22
2.2 Penelitian yang Relevan
Penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Pembelajaran
berbasis masalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS
kelas IV B di SDN Bareng 1 Kecamatan Klojen kota Malang” oleh Arif Budi
Saputra (2011). Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan hasil belajar, pada
siklus I dari 34 siswa 20 siswa tuntas mencapai KKM, sedangkan 14 siswa yang
lain belum tuntas belajar atau belum mencapai KKM. Ketuntasan klasikal yang
diperoleh dari siklus I ini sebesar 59% saja. Rata-rata kelas pada siklus II adalah
74,71 dan 27 siswa yang tuntas belajar sedangkan 7 siswa yang lainnya belum
tuntas belajar (belum berhasil). Ketuntasan klasikal yang diperoleh pada siklus II
adalah sebesar 79%. Kelebihan : model pembelajaran berbasis masalah dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, dari 34 siswa setelah dilakukan perbaikan 27
siswa berhasil mencapai KKM, sedangkan 7 siswa belum mencapai KKM. Jadi
ada peningkatan sebesar 20%. Kelemahan: namun masih ada kelemahan dari
penelitian ini, yaitu hasil yang dicapai tidak maksimal. Artinya tidak 100% siswa
mencapai KKM. Cara mengatasi: sebaiknya perbaikan dilaksanakan sampai III
siklus, sehingga dapat memaksimalkan model pembelajaran berbasis masalah.
Sehingga peningkatan hasil belajar siswa mencapai 100%.
Penelitian yang berjudul “Penerapan model pembelajaran pembelajaran
berbasis masalah (PBL) untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPS kelas IV SDN Janjangwulung II Kecamatan Puspo Kabupaten
Pasuruan” oleh Maria Safitri (2009). Hasil penelitian ini menunjukkan
peningkatan hasil belajar siswa, pada siklus I rata-rata kelas siswa sebesar 66 dan
siklus 2 dengan rata-rata 85.3 dari data diatas diperoleh peningkatan rata-rata nilai
siswa sebesar 19.3 dengan kategori sangat baik dan sebanyak 16 siswa telah
mencapai standar nilai ketuntasan belajar. Kelebihan: bahwa dengan menerapkan
model pembelajaran PBL dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV
SDN Janjangwulung Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan, dengan peningkatan
rata-rata nilai sebesar 19.3. Kelemahan: pada penelitian ini masih ditekankan
pada hasil belajarnya saja, belum ada variabel lain yang diteliti. Cara mengatasi:
23
akan lebih baik jika variabel penelitian ditambah, jadi tidak hanya fokus pada
hasil belajar saja.
Penelitian yang berjudul “Penerapan pembelajaran berbasis masalah untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa materi operasi hitung di kelas IV
SDN Tanjungrejo IV Malang” oleh Rakhmawati Lestari (2009). Hasil penelitian
menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa menyangkut
pemahaman materi Operasi hitung kurang. Hal tersebut dapat dilihat pula pada
hasil ulangan harian siswa sebelum diterapkan pembelajaran berbasis masalah.
Ada 9 siswa (30%) yang kemampuan menyelesaikan soal operasi hitung mencapai
nilai 75-100, terdapat 10 siswa (33, 33%) yang mencapai nilai antara 60-75, dan
ada 11 siswa (36, 67%) yang memperoleh nilai di bawah 50, padahal nilai standar
ketuntasan minimal untuk pelajaran matematika yang ditentukan oleh SDN
Tanjungrejo IV Malang adalah 60. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada
peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa selama pemberian tindakan. Aspek
kemampuan berpikir kritis pada siklus I yang diamati meliputi merumuskan
masalah, prosentase rata-rata skor kelompok untuk aspek ini adalah 50%. Aspek
yang kedua yaitu memberikan argumen dengan prosentase rata-rata skor
kelompok sebesar 56,75%. Aspek yang ketiga adalah melakukan deduksi dengan
prosentase rata-rata skor kelompok sebesar 53,25%. Aspek yang keempat adalah
melakukan induksi dengan prosentase rata-rata skor kelompok sebesar 53,25%.
Aspek yang kelima adalah melakukan evaluasi dengan prosentase rata-rata skor
kelompok sebesar 54,25%. Dan aspek yang terakhir adalah memutuskan dan
melaksanakan dengan perolehan prosentase rata-rata skor kelompok sebesar
57,50%. Untuk siklus II ada peningkatan kemampuan berpikir kritis bila
dibandingkan dengan siklus I, diantaranya: untuk aspek merumuskan masalah
prosentase rata-rata skor kelompok untuk aspek ini adalah 58,25% meningkat
8,25%. Aspek yang kedua yaitu memberikan argumen dengan prosentase rata-rata
skor kelompok sebesar 59,25% meningkat sebesar 2,5%. Aspek yang ketiga
adalah melakukan deduksi dengan prosentase rata-rata skor kelompok sebesar
65,75% meningkat sebesar 12,5%. Aspek yang keempat adalah melakukan
induksi dengan prosentase rata-rata skor kelompok sebesar 65% meningkat
24
sebesar 11,75%. Aspek yang kelima adalah melakukan evaluasi dengan
prosentase rata-rata skor kelompok sebesar 78,25% meningkat sebesar 24%. Dan
aspek yang terakhir adalah memutuskan dan melaksanakan dengan perolehan
prosentase rata-rata skor kelompok sebesar 80,75% dan mengalami peningkatan
sebesar 23,25%. Kelebihan: model pembelajaran berbasis masalah dapat
diterapkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, karena ciri
utama dari model pembelajaran ini adalah pemecahan masalah secara kritis.
Kekurangan: Dari hasil penelitian pada aspek kedua yaitu memberikan argumen
mengalami peningkatan yang sangat minim, hanya 2,5%. Cara mengatasi: yaitu
dengan penelitian lebih lanjut, memfokuskan pada aspek argumentasi.
Penelitian yang berjudul “Penerapan pembelajaran model pembelajaran
berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mata
pelajaran IPS siswa kelas IV SDN Lebak Winongan Pasuruan” oleh Nafisah
(2010). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa penerapan pembelajaran model
Pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran IPS dapat meningkatkan
aktivitas siswa siswa kelas IV SDN Lebak. Hal ini terbukti dari persentase
aktivitas siswa pada siklus I pertemuan I 53,5% (cukup), pertemuan II 55,6%
(cukup), pada siklus II pertemuan I 68,7% (baik), pertemuan II 85,4% (baik
sekali). Penerapan pembelajaran model Pembelajaran berbasis masalah dalam
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran IPS siswa
kelas IIV SDN Lebak Winongan terbukti dari rata-rata nilai hasil belajar siswa
pada pratindakan adalah 57,4 (cukup) dan pada siklus I pertemuan I 63,3 (baik),
pertemuan II 69,0 (baik). Pada siklus II pertemuan I nilai rata-rata hasil belajar
siswa 78,6 (baik), pertemuan II rata-rata hasil belajar 83,6 (baik sekali).
Kelebihan: adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah IPS yang baik
sekali dengan rata-rata hasil belajar 83,6. Kelemahan: masih kurang maksimal
dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah. Cara mengatasi : perlunya
penelitian lebih lanjut, sampai 3 siklus, sehingga mencapai hasil yang maksimal.
Penelitian yang berjudul “Peningkatan hasil belajar PKn dengan
menggunakan model pembelajaran pembelajaran berbasis masalah pokok bahasan
berorganisasi siswa kelas IV SDN Rejosalam I Kecamatan Pasrepan Kabupaten
25
Pasuruan” oleh Yulia Nuryani Candra (2010). Berdasarkan hasil ditemukan dari
18 siswa hanya 3 siswa yang sudah tuntas belajar sedangkan 15 siswa belum
tuntas belajar. Hal ini dapat dilihat dari hasil sebelum dilaksanakan model
Pembelajaran berbasis masalah diketahui nilai rata-rata kelas 56,7 dengan
ketuntasan belajar klasikal 22,2 %, meningkat menjadi nilai rata-rata 69,4 dengan
ketuntasan belajar klasikal 50%. Pada siklus II mengalami peningkatan lagi
menjadi 84,4 dengan ketuntasan belajar klasikal 88,8%. Kelebihan: Model
pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Kelemahan: masih ada beberapa siswa yang belum tuntas mencapai KKM. Cara
mengatasi: sebaiknya dilakukan perbaikan lagi, supaya mencapai hasil maksimal
yaitu 100%.
2.3 Kerangka Berpikir
Aktivitas belajar siswa mata pelajaran IPS siswa kelas 4 SDN Sumowono
02 Kabupaten Semarang masih rendah dan dibawah KKM. Siswa SDN
Sumowono 02 kurang memahami dan menguasai konsep mengenai mengenal
permasalahan sosial di daerahnya . Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran guru
belum tepat dalam menggunakan metode dan media yang mengaktifkan peran
siswa, sehingga siswa menjadi cepat bosan dan kurang antusias dalam mengikuti
pembelajaran.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka merumuskan rencana
pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dan menciptakan suasana belajar
yang menyenangkan, sehingga siswa lebih antusias dan termotivasi dalam
mengikuti pembelajaran IPS khususnya pada materi mengenal permasalahan
sosial di daerahnya sehingga aktivitas belajar meningkat melalui model
pembelajaran berbasis masalah.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah adalah
sebagai berikut:
1. Observasi masalah sosial didaerahnya
2. Identifikasi masalah sosial didaerahnya
26
3. Perumusan masalah sosial didaerahnya
4. Penyusunan hipotesis masalah sosial didaerahnya
5. Klasifikasi data instrumen angket
6. Pemecahan masalah sosial didaerahnya
7. Kesimpulan masalah sosial didaerahnya
8. Saran masalah sosial didaerahnya
9. Evaluasi masalah sosial didaerahnya
10. Penyajian hasil masalah sosial didaerahnya
11. Presentasi
Dengan demikian maka diharapkan dengan mengimplementasikan model
pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada
mata pelajaran IPS materi mengenal permasalahan sosial di daerahnya kelas 4
SDN Sumowono 02 Kabupaten Semarang.
27
Keterangan: RA = Rubrik Aktivitas
TABEL 2.3
KERANGKA BERPIKIR AKTIVITAS SISWA & PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Proses Belajar Mengajar IPS
KD : 2.4 mengenal permasalahan sosial didaerahnya
Pembelajaran Konvensional
Metode : Ceramah dan bersifat teacher
center, Guru sebagai subyek & nara sumber
Aktivitas Belajar Siswa Rendah
Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Skor
Aktivitas
1. Observasi masalah sosial didaerahnya
2. Identifikasi masalah sosial didaerahnya
3. Perumusan masalah sosial
didaerahnya
4. Penyusunan Hipotesis masalah
sosial didaerahnya
5. Klasifikasi Data instrumen angket
6. Pemecahan masalah sosial
didaerahnya
7. Kesimpulan masalah sosial
didaerahnya
8. Membuat Saran masalah sosial
didaerahnya
10. Penyajian Hasil masalah sosial
didaerahnya
9. Evaluasi masalah sosial didaerahnya
11. Presentasi penyajian hasil masalah
sosial didaerahnya
1. RA Observasi
2. RA Identifikasi
3. RA Rumusan
Masalah
4. RA Penyusunan
Hipotesis
5. RA Klasifikasi
Data
6. RA Pemecahan
Masalah
7. RA Kesimpulan
8. RA Membuat saran
11. Rubrik Presentasi
9. RA Evaluasi
10. Rubrik Hasil
Aktivitas
Belajar IPS
28
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir maka dapat dirumuskan
hipotesis tindakan sebagai berikut: apabila pembelajaran dengan menggunakan
model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dapat meningkatkan aktivitas
belajar pada Mata Pelajaran IPS Siswa kelas 4 Semester 2 SDN 02 Sumowono
Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2012/2013.