BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat ......7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat ......7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori...
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pembelajaran Matematika di SD
2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Matematika di SD
Pembelajaran menurut Degeng (dalam Panawar, 2012:22) adalah upaya
untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini, secara implisit dalam
pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan,dan mengembangkan
metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Kegiatan-kegiatan
ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran.Andi Hakim
Nasution (dalam Fathani, 2009: 22), menyatakan bahwa: “Istilah matematika
berasal dari kata yunani, mathein atau mantheneiniyang berarti mempelajari. Kata
ini memiliki hubungan yang erat dengan kata sansekerta, medha atau widya yang
memiliki arti kepadaian,ketahuan, atau inteligensia. Dalam bahasa Belanda,
matematika disebut dengan kata wiskunde yang berarti ilmu tentang belajar”.
Johnson dan Rising (Sri Subarinah, 2006: 1) mengemukakan bahwa
matematika merupakan pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian logik,
pengetahuan struktur yang terorganisasi memuat sifat-sifat, teori-teori, dibuat
secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau
teori yang telah dibuktikan kebenarannya. Matematika merupakan ilmu
pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada
di dalamnya (Sri Subarinah, 2006: 1). Prihandoko (2006: 6) mengemukakan
bahwa matematika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan tentang bilangan dan
kalkulasi.Kitcher (dalam Fathani, 2009:19) mengungkapkan bahwa matematika
terdiri atas komponen-komponen: 1) bahasa (language) yang dijalankan oleh para
matematikawan, 2) pernyataan (statements) yang digunakan oleh para
matematikawan, 3) pertanyaan (questions) penting yang hingga saat ini belum
8
terpecahkan, 4) alasan (reasonings) yang digunakan untuk menjelaskan
pernyataan, dan 5) ide (idea) matematika itu sendiri.
Berdasarkan pandangan para ahli yang telah dipaparkan,makadapat di
ambil kesimpulan bahwa matematika adalah ilmu tentang bilangan yang bersifat
abstrak yang membutuhkan kecermatan untuk mempelajarinya dengan cara
berpikir yang sistematis dan logis. Matematika merupakan ilmu secara tidak sadar
ada di berbagai cabang ilmu lainnya dan dipergunakan manusia dalam kehidupan
sehari-hari.
Menurut Rahayu (2007:2) hakikat pembelajaran matematika adalah proses
yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan
yang memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar
matematika dan pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada
siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika.
Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan pembelajaran
matematika di SD adalah suatu kegiatan yang menimbulkan interaksi antara guru,
siswa, dan komponen lainnya dalam proses belajar mengajar matematika yang
saling mempengaruhi satu sama lain sehingga tujuan yang diinginkan tercapai.
2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD
Wakiman (2001: 4) mengemukakan bahwa tujuan pengajaran matematika
di Sekolah Dasar dibagi menjadi dua tujuan sebagai berikut.
a. Tujuan umum, dalam tujuan umum matematika SD bertujuan agar siswa
sanggup menghadapi perubahan keadaan, dapat menggunakan matematika
dan pola pikir matematika.
b. Tujuan khusus, dalam tujuan khusus matematika SD bertujuan menumbuhkan
dan mengembangkan, keterampilan berhitung, menumbuhkan kemampuan
siswa yang dapat dialihgunakan, mengembangkan kemampuan dasar
matematika sebagai bekal belajar di SMP, dan membentuk sikap logis, kritis,
kreatif, cermat serta disiplin.
9
Prihandoko (2006: 5) mengemukakan tujuan pembelajaran matematika di
sekolah dasar adalah memberikan bekal yang cukup bagi siswa untuk menghadapi
materi-materi matematika pada tingkat pendidikan lanjutan. Depdiknas
(Prihandoko, 2006: 21) menguraikan bahwa tujuan pembelajaran matematika
adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir sistematis, logis, kritis, kreatif,
dan konsisten, serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam
menyelesaikan masalah.
Berdasarkan paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir
sistematis, logis, kritis, kreatif,dan konsisten untuk menghadapi materi-materi
matematika pada tingkat lanjut, serta mengembangkan sikap gigih dan percaya
diri dalam menyelesaikan masalah dan mempunyai nilai utama yang terkandung
sehingga matematika bermanfaat dalam membentuk pola pikir siswa.
2.1.2 Model Contextual Teaching Learning (CTL)
2.1.2.1 Pengertian Model Contextual Teaching Learning (CTL)
Menurut Hermana dkk (2010:59), model Contextual Teaching
Learning(CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong
siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Pada konsep di atas
ada hal – hal yang harus dipahami yaitu:
1) CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan
materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara
langsung.
2) CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan
kehidupan nyata.
10
3) CTL mendorong siswa untuk dapat menerapakannya dalam kehidupan,
artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi
yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat
mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
a. Karakteristik CTL
Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa karakteristik yang
membedakan dengan pendekatan pembelajaran yang lain. Pembelajaran
kontekstual mengembangkan level kognitif tingkat tinggi yang melatih peserta
didik untuk berpikir kritis dan kreatif.
Menurut Muslich (2011:42), karakteristik pembelajaran dengan model
CTL sebagai berikut :
1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran
yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan
nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah
(learning in real life setting).
2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan
tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna
kepada siswa (learning by doing).
4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling
mengoreksi antar teman (learning in a group).
5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk mencipatakan rasa
kebersamaan, bekerja sama, saling memahami antar satu dengan yang lain
secara mendalam (learning to know each other deeply).
6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan
mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquri, to work together).
7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as
an enjoy activity).
b. Komponen CTL
Menurut Suhana (2014:72), model Contextual Teaching And Learning
(CTL) terdapat tujuh komponen yaitu sebagai berikut:
11
1) Konstruktivisme (Constructivisme)
Contextual Teaching And Learning (CTL) dibangun dalam landasan
konstruktivisme yang memiliki anggapan bahwa pengetahuan dibangun peserta
didik secara sedikit demi sedikit (incremental) dan hasilnya diperluas melalui
konteks terbatas.Peserta didik harus mengkonstruksi pengetahuan baru secara
bermakna melalui pengalaman nyata, melalui proses penemuan dan
mentranformasikan informasi ke dalam situasi lain secara konstekstual. Oleh
karena itu, proses pembelajaran merupakan proses mengkonstruksi gagasan
dengan strateginya sendiri bukan sekedar menerima pengetahuan, serta peserta
didik menjadi pusat perhatian dalam proses pembelajaran (child centre).
2) Menemukan (Inquiri)
Proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik merupakan proses
menemukan (inquiry) terhadap sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Proses
inquiry terdiri atas: a) pengamatan (observation); b) bertanya (questioning); c)
mengajukan dugaan (hipothesis); d) Pengumpulan data (data gathering);
e)Penyimpulan (conclussion).
3) Bertanya (Questioning)
Proses pembelajaran yang dilakukan perserta didik diawali dengan proses
bertanya. Proses bertanya yang dilakukan perserta didik sebenarnya merupakan
proses berpikir yang dilakukan peserta didik dalam rangka memecahkan masalah
dalam kehidupannya. Proses bertanya begitu berarti dalam rangka: a) Membangun
perhatian (attenton building); b) membangun minat (interest bulding); c) motivasi
(motivation building); d) Membangun sikap (apttitude building); e) membangun
rasa keingintahuan (curiusity building); f) membangun interaksi antar siswa
dengan siswa; g) membangkitkan interaksi antara siswa dan guru; h) interaksi
antara siswa dengan lingkungannya secara konstektual; i) membangun lebih
banyak lagi pertanyaan yang dilakukan siswa dalam rangka mengali dan
menemukan lebih banyak informasi (pengetahuan) dan keterampilan yang
diperoleh oleh perserta didik.
12
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Proses pembelajaran merupakan proses kerja sama antara peserta didik
dengan peserta didik, antara peserta didik dengan gurunya, dan antara peserta
didik dengan lingkunganya. Proses pembelajaran yang signifikan jika dilakukan
dalam kelompok-kelompok belajar baik secara homogen maupun secara
heterogen, sehingga didalamnya akan terjadi berbagi masalah (sharing problem),
berbagi informasi (sharing information), berbagi pengalaman (sharing
experience), dan berbagi pemecahan masalah (sharing problem) yang
memungkinkan semakin banyaknya pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh.
5) Pemodelan (Modeling)
Proses pembelajaran akan lebih berarti jika didukung dengan adanya
pemodelan yang dapat ditiru baik yang bersifat kejiwaan (indentifikasi) maupun
yang bersifat fisik (imitasi) yang berkaitan dengan cara untuk mengoperasikan
sesuatu aktivitas, cara untuk menguasai pengetahuan atau keterampilan tertentu.
Pemodelan dalam pembelajaran bisa dilakukan oleh guru, peserta didik, atau
mendatangkan narasumber dari luar (outsourcing) yang terpenting dapat
membantu terhadap ketuntasan dalam belajar (mastery learning) sehingga peserta
didik dapat mengalami akselerasi perubahan secara berarti.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir
ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Refleksi merupakan
respon terhadap aktivitas atau pengetahuan dan keterampilan yang baru diterima
dari proses pembelajaran.
Guru harus dapat membantu peserta didik membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan
demikian perserta didik akan merasakan memperoleh sesuatu yang berguna bagi
dirinya mengenai apa yang harus dipelajarinya.
7) Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Penilaian nyata adalah proses pembelajaran konvesional yang sering
dilakukan guru pada saat ini, biasanya ditekankan pada aspek intelektual sehingga
13
alat evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes. Oleh karena itu, tes
dapat diketahui seberapa jauh siswa telah menguasai materi pelajaran. Dalam
CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan
kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab
itu, penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti
tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata. Penilaian nyata
(Authentic Assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan
informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.
Adapun karakteristik dari penilaian autentik (authentic asessment) sebagai
berikut:
a) Penilaian dilakukan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
b) Aspek yang diukur adalah keterampilan dan performansi, bukan mengingat
fakta apakah peserta didik belajar atau apa yang sudah diketahui peserta
didik.
c) Penilaian dilakukan secara kelanjutan, yaitu dilakukan dalam beberapa
tahapan dan periodik sesuai dengan tahapan waktu dan bahasannya, baik
dalam bentuk formatif maupun sumatif.
d) Penilaian dilakukan secara integral, yaitu menilai berbagai aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik sebagai satu kesatuan
utuh.
e) Hasil penilaian digunakan sebagia feedback yaitu untuk keperluan
pengayaan (enrinchment) standar minimal telah tercapai atau mengulangi
(remedial) jika standar minimal belum tercapai.
2.1.2.2 Langkah-langkah Model Contextual Teaching Learning (CTL)
Menurut Trianto (2010:75), Sintaks (pola urutan) dari suatu model
pembelajaran adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap
keseluruhan yang pada umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan
pembelajaran. Sintaks (pola urutan) dari suatu model pembelajaran tertentu
menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang harus dilakukan oleh guru
atau siswa. Setiap model pembelajaran diawali dengan upaya menarik perhatian
14
siswa dan memotivasi siswa agar terlibat dalam proses pembelajaran dan diakhiri
dengan tahap menutup pelajaran, didalamnya meliputi kegiatan merangkum
pokok-pokok pelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru.
Tabel 2.1
Sintaks Contextual Teaching and Learning (CTL)
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Mengembangkan pemikiran
kontruktivisme
Guru mengarahkan siswa agar mereka
bekerja sendiri dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan
kemampuannya.
Tahap 2
Melaksanakan kegiatan inkuiri
untuk semua topik.
Guru menyajikan kejadian-kejadian
yang menimbulkan konflik kognitif dan
rasa ingin tahu siswa.
Tahap 3
Mengembangkan sifat ingin
tahu.
Guru memberikan pertanyaan
berdasarkan kejadian atau topik yang
disajikan.
Tahap 4
Menciptakan masyarakat
belajar
Guru membimbing siswa untuk belajar
kelompok dan bekerjasama dengan
teman sekelompoknya dalam bertukar
pengalaman dan berbagi ide.
Tahap 5
Menghadirkan model
Guru menampilkan contoh
pembelajaran agar siswa dapat berpikir,
bekerja, dan belajar.
Tahap 6
Melakukan refleksi
Guru menyimpulkan materi
pembelajaran, menganalisis manfaat
pembelajaran, dan penindak lanjutkan
kegiatan pembelajaran.
Tahap 7
Melakukan penilaian yang
sebenarnya
Guru mengukur kemampuan dan
pengetahuan keterampilan siswa
melalui penilaian produk dan tugas-
tugas yang relevan dan kontekstual.
15
2.1.2.3 Kelebihan Model Contextual Teaching Learning (CTL)
Menurut Rusman (2011: 199), keunggulan dalam pembelajaran CTL
sebagai berikut:
1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih
bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang baru
dimilikinya.
2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik yang
diajarkan.
3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-
pertanyaan.
4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok
berdiskusi, tanya jawab dan lain sebagainya.
5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi,
model, bahkan media yang sebenarnya.
6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.
7. Melakukan penelitian secara objektif, yaitu penilaian kemampuan yang
sebenarnya pada setiap siswa.
2.1.2.4 Kekurangan Model Contextual Teaching Learning (CTL)
Menurut Dzaki (2009), kelemahan dalam pembelajaran CTL yaitu :
1. Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena
siswa tidak mengalami sendiri.
2. Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik
siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompoknya.
3. Banyak siswa yang tidak senang apabila disuruh bekerjasama dengan yang
lainnya, karena siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa
yang lain dalam kelompoknya.
16
2.1.3 Hasil Belajar
2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Hamalik (2007:155), hasil belajar nampak sebagai perubahan
tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan di ukur dalam bentuk
perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat
diartikan terjadi peningkatan dan pengembangan yang lebih baik di bandingkan
dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan
menjadi sopan dan sebagainya.Widoyoko (2009:1) mengemukan bahwa hasil
belajar terkait dengan pengukuran, kemudian akan terjadi suatu penilaian dan
menuju evaluasi baik menggunakan tes maupun non tes. Pengukuran, penilaian
dan evaluasi bersifat hirarki. Evaluasi didahului dengan penilaian (assessment),
sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran.
Gagne dalam Abidin (2011:8) menyatakan bahwa hasil belajar matematika
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajar matematikanya atau dapat dikatakan bahwa hasil belajar
matematika adalah perubahan tingkah laku dalam diri siswa, yang diamati dan
diukur dalam bentuk perubahan, pengetahuan, tingkah laku, sikap, dan
ketrampilan setelah mempelajari matematika. Perubahan tersebut diartikan
sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan kea rah yang lebih baik dari
sebelumnya. Berdasarkan pengertian hasil belajar menurut para ahli dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah perubahan tingkah laku yang
dapat diamati dan diukur pada diri siswa setelah menerima pengetahuan dan
kemampuan baru yang lebih baik pada proses pembelajaran matematika.
2.1.3.2 Macam-macam Hasil Belajar
Salahudin (1987: 27-28) menyatakan bahwa hasil belajar dapat muncul
dalam berbagai jenis perubahan atau pembentukan tingkah laku seseorang antara
lain:
1. Kebiasan. Kebiasaan yaitu cara bertindak yang dimiliki seseorang dan
diperoleh melalui belajar. Cara tersebut bersifat tetap dan otomatis, selama
hubungan antara individu yang bersangkutan dengan obyek tindaknya itu
17
konstan. Kebiasaan pada umumnya dilakukan tanpa perlu disadari
sepenuhnya.
2. Keterampilan. Keterampilan adalah perubahan tingkah laku yang tampak
sebagai akibat kegiatan otot dan digerakkan serta dikoordinasikan oleh
system syaraf. Keterampilan dilakukan secara sadar dan penuh perhatian,
tidak seragam serta memrlukan latihan yang berkesinambungan.
3. Akumulasi Persepsi. Dengan belajar sesorang dapat memperoleh persepsi
yang banyak mengenai berbagai hal, misalnya pengenalan simbol, angka
atau pengertian dengan benda yang konkrit.
4. Asosiasi dan Hafalan. Teori asosiasi mengatakan bahwa belajar terjadi
dengan ulangan atau pembiasaan, dimana anak diberikan stimulus sehingga
menimbulkan reaksi. Hafalan adalah seperangkat ingatan mengenai sesuatu
sebgai hasil dan penguatan malalui asosiasi, baik asosiasi wajar maupun
yang dibuatbuat.
5. Pemahaman dan Konsep. Konsep diperoleh melalui belajar secara
rasional. Pemahaman diperoleh dengan mencari jawaban atas pertanyaan
mengapa dan bagaimana.
6. Sikap. Sikap adalah pemahaman, perasaan, serta kecendrungan
bertindakseseorang terhadap sesuatu. Sikap terbentuk karena belajar dan
dapat terbentuk positif, netral, ataupun negatif.
7. Nilai. Nilai merupakn tolak ukur untuk membedakan yang baik dan yang
jahat. Nilai diperoleh melalui belajar yang bersifat etis. Perolehan nilai dapat
terjadi secara bertahap mulai dari kepatuhan atau mempersamakandiri dan
internalisasi.
8. Moral dan Agama. Moral merupakan penerapan nilai-nilai dalam
kaitannya dengan kehidupan bersama dengan menusia lain. Sedangkan
agama merupakan penerapan nilai-nilai yang bersifat transendal dan ghaib.
Dalam hal ini dikenal dengan konsep Tuhan dan iman kepada-Nya.
Bloom dalam Arikunto (2012:131) membagi hasil belajar dalam tiga ranah,
tiga ranah tersebut antara lain:
18
1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek, kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat
aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Keenam jenjang atau aspek
yang dimaksud antara lain: mengenal (recognition), pemahaman (comprehension),
penerapan atau aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis),
evaluasi (evaluation).
2) Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima
aspek. Kelima aspek dimulai dari tingkat dasar atau sederhana sampai tingkat
yang kompleks. Kelima aspek tersebut yaitu penerimaan (reciving/attending),
jawaban (responding), penilaian (assasment), organisasi, karakteristik nilai atau
internalisasi nilai.
3) Ranah Psikomotor
Hasil belajar psikomor tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Terdapat enam tingkatan keterampilan bertindak
individu, yaitu:
a) Gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak sadar.
b) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar .
c) Kemampuan perceptual, termasuk di dalamnya membedakan visual,
membedakan auditif, motoris, dan lain-lain.
d) Kemampuan di bidang fisik, misalkan kekuatan, keharmonisan dan
ketepatan.
e) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada
keterampilan yang kompleks.
f) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non decursive seperti
gerakan ekspresif dan interpretative.
Untuk memperoleh hasil belajar tentunya ada teknik penilaiannya, yaitu
melalui teknik tes dan nontes. Menurut Naniek (2012 :72) Teknik tes jenisnya
antara lain tes tertulis, tes lisan, dan tes tindakan/perbuatan. Sedangkan teknik
19
nontes jenisnya antara lain unjuk kerja (performance), penugasan (proyek), tugas
individu, tugas kelompok, laporan, ujian praktik, dan portofolio.
2.1.3.3 Pengukuran Hasil Belajar
Hasil belajar peserta didik di berbagai kawasan belajar dapat diukur
dengan menggunakan bermacam-macam instrument, tergantung dari apa yang
akan diukur. Di bawah ini terdapat contoh kawasan belajar dan instrumen yang
dapat dipakai untuk mengukur hasil belajar di kawasan tersebut (Thorndike &
Hagen, 1977):
Tabel 2.2
Kawasan Belajar dan Instrumen
Kawasan Belajar Instrumen Pengukuran
Kognitif Tes :
1. Pilihan Ganda
2. Esai
3. Penjodohan
4. Betul Salah
Psikomotorik 1. Tes Tertulis
2. Laporan
3. Lembaran Observasi
4. Daftar check/rating scale
5. Lembaran kerja
Afektif Quetioner
Penilaian hasil belajar kali ini akan berfokus pada hasil belajar kognitif
siswa. Berbekal instrumen pengukuran, hasil belajar siswa dapat dilihat
perubahannya.
2.2 Hasil penelitian yang Relevan
Penelitian Mardiani (2014) dengan judul “Penerapan Contextual Teaching
Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Menyelesaikan Soal
Cerita Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Di Kelas V SDN Inpres Balaroa
Palu”. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi penerapan
20
Contextual Teaching Learning (CTL) yang dapat meningkatkan hasil belajar
siswa dalam menyelesaikan soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan di
Kelas V SDN Inpres Balaroa. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas.
Rancangan penelitian ini mengacu pada desain penelitian Kemmis and Mc
Taggart yakni perencanaan, tindakan, observasi, serta refleksi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan CTL yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dalam menyelesaikan soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan
berpenyebut berbeda mengikuti komponen-komponen, yaitu 1) konstruktivis, 2)
bertanya, 3) penemuan, 4) masyarakat belajar, 5) pemodelan, 6) refleksi dan 7)
penilaian.
Penelitian Endang (2012) dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Melalui Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) Berbantuan Media LKS Materi Lingkaran”. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar
matematika melalui penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) berbantuan LKS materi lingkaran kelas VIII A Semester 2 SMP
N 3 Patebon Kendal tahun ajaran 2011/1012. Penelitian dilaksanakan di SMP N 3
Patebon, selama bulan Februari 2012. Sasaran dalam penelitian ini adalah siswa
kelas VIII A dengan jumlah siswa 31. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dua
siklus. Siklus pertama untuk materi ajar unsur-unsur lingkaran dan keliling
lingkaran; sedangkan siklus kedua untuk materi ajar luas lingkaran dan hubungan
busur, tembereng, tali busur dan titik pusat. Hasil penelitian tindakan kelas ini
menunjukan adanya peningkatan hasil belajar siswa dengan jumlah 31 orang pada
evaluasi siklus I dan II, hal ini dapat terlihat dari siklus I yaitu terdapat 23 siswa
yang tuntas, dengan rata-rata sebesar 74% menjadi 27 siswa pada siklus II yang
mangalami ketuntasan sebesar 84%. Disamping itu juga terjadinya peningkatan
kinerja guru dalam proses belajar mengajar, hal ini dapat terlihat dalam lembar
hasil observasi kinerja guru pada siklus I mencapai 72,2% dan meningkat pada
siklus II menjadi 80%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
penggunaan Model pembelajaran CTL Berbantuan Media LKS dalam proses
pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi
21
Lingkaran Kelas VIII pada SMP N 3 Patebon Kendal tahun ajaran 2011/2012
yang ditunjukkan dari hasil ketuntasan belajar siswa dan rata-ratanya, hasil
observasi keaktifan siswa dan hasil observasi kinerja guru.
Perhatikan antara kedua penelitianyang relevan dengan penelitian tindakan
kelas ini, makaterdapatpersamaandanperbedaan.Adapunpersamaannya yaitu
sama-samabertujuanuntukmeningkatkan hasil belajar siswa dengan model
Contextual Teaching and Learning (CTL). Perbedaannyayaitupenelitianhasil
temuanproses pembelajarannya menitik beratkanpada salah satu metode saja. Oleh
karena itupada penelitian tindakan kelas ini, proses pembelajarannya menitik
beratkan pada penggunaan metodepembelajaran yaitu model Contextual Teaching
and Learning (CTL).
2.3 Kerangka Berpikir
Gambar 2.1
SkemaKerangkaBerpikir
Berhasil atau tidaknya pencapaian suatu tujuan proses pembelajaran
tergantung pada bagaimana strategi yang diterapkan guru dalam menyampaikan
materi pelajaran. Rendahnya pemahaman yang berdampak hasil belajar yang
Proses Pembelajaran
Guru dalammelakukan proses
pembelajaranbelummenggunakan model
pembelajaran yang inovatif
(metodeceramah)ataubelumsesuaidengankar
akteristikmatapelajaransertakarakteristiksis
wa (siswapasif).
Hasilbelajarsiswarendah
terutamapadamatapelaj
aranmatematika.
Proses
pembelajarandenganmengg
unakanmodel Contextual
Teaching Learning
(CTL)(siswamenjadiaktif).
Hasilbelajar matematika
meningkat
22
rendah tentang konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat disebabkan
oleh pembelajaran yang bersifat konvensional. Proses pembelajaran berlangsung
secara monoton, yaitu menerangkan konsep dan operasi matematika, memberi
contoh mengerjakan soal, serta meminta siswa untuk mengerjakan soal yang
sejenis. Siswa belum aktif dan belum diberi kesempatan untuk menemukan dan
membangun kembali pengetahuan sendiri. Guru hanya mengaitkan materi dengan
kehidupan nyata berbatas pada kegiatan hutang piutang yang belum sesuai dengan
tahapan karakter siswa dan belum mengoptimalkan penggunaan alat peraga.
Untuk mengatasi permasalah tersebut dilakukanpenerapanmodel
Contextual Teaching Learning (CTL). Model CTL dapat memberikan kemudahan
kepada siswa dalam mempelajari konsep matematika, karena permasalahan
diambil dari pengalaman nyata yang dekat dengan kehidupan siswa. Selain itu
melatih siswa berpikir kritis dan kreatif, karena dalam pembelajaran siswa diberi
kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan penemuan dan
pengalaman sendiri. Pengetahuan yang diperoleh siswa lebih bermakna sehingga
tidak mudah hilang/bersifat tahan lama.
Dengan penerapan model CTL berdasarkan pengalaman nyata siswa,
proses pembelajaran tidak berlangsung secara monoton, tapi siswa lebih aktif,
kreatif, dan lebih mudah untuk memahami konsep matematika, khususnya
memahami konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Model CTL
pada penelitian ini dilaksanakan dengan mengaktifkan siswa dalam pembelajaran.
Siswa diberi kesempatan untuk memecahkan masalah dengan caranya sendiri,
kemudian guru mengarahkan jawaban siswa dengan mengunakan pemodelan
pasangan. Selanjutnya siswa diberi kesempatan untuk memecahkan permasalahan
yang lain dengan melakukan diskusi bersama kelompoknya. Kemudian setiap
kelompok diberikan kesempatan memaparkan pemodelan yang telah mereka
ciptakan di depan kelas sehingga akan terlihat banyak kreativitas pemodelan dari
setiap kelompok yang bisa diterapkan juga oleh kelompok lainnya. Pada akhir
pembelajaran siswa dapat merefleksi tentang apa yang telah dipelajarinya. Siswa
juga diberi kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan
23
pengalamannya tersebut. Hal inilah yang menyebabkan pemahaman konsep
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat pada siswa meningkat begitu juga
dengan hasil belajarnya.
2.4 Hipotesis Tindakan
Hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini adalah penerapan
modelContextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar
kelas V SD N Gendongan 03 Semester 1 Tahun Pelajaran 2016/2017.