BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Hakikat IPA SD a. Pengertian...8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Hakikat IPA SD a. Pengertian...8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori...
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.Kajian Teori
2.1.1. Hakikat IPA SD
a. Pengertian
IPA menurut Triyanto (2010: 141) adalah ilmu kealaman yang
mencakup dunia zat, makhluk hidup, maupun tidak hidup atau benda
mati yang diamati. IPA dipahami sebagai pengetahuan yang
didapatkan melalui langkah-langkah tertentu seperti observasi,
perumusan masalah, membuat dugaan (hipotesis), pengujian hipotesis
dengan percobaan, kemudian penarikan kesimpulan. Langkah-langkah
tersebut akhirnya akan menghasilkan suatu temuan berupa teori atau
konsep. Susanto (2013: 16) mengemukakan IPA adalah suatu
kumpulan fakta dan konsep yang penemuannya memerlukan suatu
proses berupa pengamatan, pengukuran, pengklasifikasian, dan
penyimpulan.
IPA sendiri berasal dari kata sains yang berarti alam. IPA
menurut Wisudawati (2014: 22) merupakan rumpun ilmu yang
memepelajari tentang fenomena alam yang nyata dan terjadi serta
hubungan implikasi atau sebab akibat. IPA memiliki ciri atau
karakteristik khusus yaitu IPA diperoleh melalui percobaan.
IPA merupakan penyelidikan yang dilakukan secara teratur
sebagai usaha untuk mencari tatanan atau keteraturan dalam alam. IPA
dapat menghasilkan suatu produk berupa fakta, konsep, dan teori.
Produk-produk ini didapatkan melalui suatu proses empirik yang
mencakup observasi, klasifikasi, dan pengukuran (Srini, 2001: 1).
Dari beberapa pendapat tersebut di atas, berarti IPA
merupakan ilmu yang diperoleh melalui suatu proses atau langkah-
9
langkah ilmiah dan pada akhirnya menghasilkan suatu fakta-
fakta, konsep, dan teori tentang alam.
b. Kompetensi Dasar IPA SD
Susanto (2013: 167) menyatakan bahwa pembelajaran IPA
meliputi tiga hal, yaitu pengetahuan sains, proses ilmiah, dan sikap
ilmiah. Kompetensi dasar dalam pembelajaran IPA juga meliputi
ketiga hal tersebut. Pengetahuan sains adalah fakta-fakta dan teori
mengenai alam. Proses ilmiah merupakan ketrampilan-ketrampilan
yang digunakan dalam rangka memperoleh pengetahuan tentang alam
seperti ketrampilan mengamati, mengukur, mengklasifikasi dan
menyimpulkan. Sikap ilmiah adalah hal yang dikembangkan selama
melakukan kegiatan-kegiatan dalam pembelajaran IPA. Sikap ilmiah
meliputi sikap ingin tahu, kerja sama, bertanggung jawab, tidak putus
asa, serta disiplin.
Poedjiati (2010:78) mengemukakan bahwa ketrampilan dasar
dalam pendekatan proses adalah menghitung, observasi, mengukur,
membuat hipotesis, dan mengklasifikasi. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ketrampilan proses dalam pembelajaran IPA di
SD meliputi ketrampilan dasar dan ketrampilan terintegrasi.
Keterampilan-ketrampilan ini dapat melatih siswa untuk menemukan
dan menyelesaikan masalah secara ilmiah untuk menghasilkan
produk-produk IPA yaitu fakta, generalisasi, konsep, hukum dan teori-
teori baru, sehingga perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA di SD
yang dapat membuat siswa untuk aktif dan ingin tahu.
Dari pendapat kedua ahli di atas, kemampuan yang diharapkan
dapat dicapai oleh siswa dalam pembelajaran IPA meliputi
pengetahuan sains berupa fakta dan teori IPA, kemampuan
mendapatkan pengetahuan tentang IPA melalui proses mengamati,
mengklasifikasikan, menyusun hipotesis, menganalisis data, dan
menyimpulkan, dan yang terakhir adalah memiliki sikap ilmiah seperti
10
sikap ingin tahu, kerja sama, bertanggung jawab, tidak putus asa, serta
disiplin.
c. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA SD
Penelitian yang akan dilakukan meliputi standar kompetensi
dan kompetensi dasar sebagai berikut.
Tabel 2.1
Tabel Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA SD
Standar Kompetensi Kompetensi
Dasar Indikator
6. Menerapkan
sifat-sifat cahaya
melalui kegiatan
membuat suatu
karya
6.1. Mendeskripsi-
kan sifat-sifat
cahaya
6.1.1. Menyebutkan sifat-sifat
cahaya
6.1.2. Mengidentifikasi sifat-sifat
cahaya yang terdapat pada
kehidupan sehari-hari
6.1.3. Memberi contoh kegunaan
sifat-sifat cahaya yang
terdapat pada suatu alat/benda
d. Pembelajaran IPA SD
IPA merupakan hasil kegiatan manusia yang berkaitan dengan
alam. Pembelajaran IPA yang baik adalah pembelajaran yang
dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran yang
dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari akan membuat siswa berpikir
kritis dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Banyak peristiwa
sehari-hari siswa yang dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa
dengan mengaitkannya dengan pembelajaran IPA.
Menurut Triyanto (2010: 143) pembelajaran IPA sebaiknya
menekankan pada proses, sehingga siswa dapat menemukan fakta-
fakta kemudian membangun sendiri konsep, teori, serta sikap ilmiah
dari pembelajaran yang dilakukan. Keterlibatan siswa dalam
pembelajaran sangat penting. Dengan terlibat secara aktif dalam
pembelajaran siswa akan dapat menemukan dan menerapkan sendiri
ide-idenya.
11
Pembelajaran IPA mengutamakan untuk memberi pengalaman
langsung kepada siswa guna mengembangkan kemampuan dan juga
mempelajari alam sekitar dengan cara ilmiah. Pada sekolah dasar,
pembelajaran IPA sebaiknya memberikan pengalaman belajar secara
langsung kepada siswa dengan menggunakan dan mengembangkan
keterampilan proses dan sikap ilmiah. Siswa sekolah dasar harus
diberikan pengalaman serta kesempatan selama proses pembelajaran
untuk mengembangkan kemampuannya dalam berpikir dan bersikap
terhadap alam, sehingga dapat menguak rahasia dan kejadian-kejadian
yang terjadi di alam (Susanto, 2013: 170). Pembelajaran IPA pasti
selalu berhubungan dengan peristiwa alam atau kehidupan sehari-hari
siswa yang berkaitan dengan alam. Pembelajaran IPA tidak hanya
menyajikan fakta dan konsep, tetapi juga harus menyajikan hal-hal
nyata yang berhubungan dengan konsep yang dipelajari. Pembelajaran
yang menyajikan hal-hal nyata dan berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari siswa akan memberikan pemahaman yang lebih baik
kepada siswa karena siswa mengalami secara langsung dan dapat
langsung menghubungkannya dengan kehidupannya sehari-hari.
Pembelajaran IPA yang dapat memberikan pengalaman
langsung kepada siswa ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan
model pembelajaran yang mempunyai karakteristik yang sesuai
dengan pembelajaran IPA. Model-model pembelajaran seperti POE,
STM, Inquiry, Problem Based Learning dirasa berpotensi dan sesuai
untuk mengembangkan pembelajaran IPA. Model pembelajaran yang
sesuai dan mendukung terjadinya pembelajaran yang dapat
memberikan pengalaman langsung kepada siswa dan dapat
menumbuhkan rasa ingin tahu siswa. Model pembelajaran yang
berpotensi menyediakan hal-hal di atas menurut peniliti adalah model
POE dan model STM. Kedua model ini mempunyai karakteristik yang
sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA yaitu membangun
pengetahuan siswa dengan pengalaman langsung dan mengandung
12
unsur penemuan. Penjelasan mengenai model pembelajaran POE dan
STM akan dielaskan lebih lanjut pada uraian selanjutnya setelah
uraian penilaian IPA SD.
e. Penilaian IPA SD
Penilaian IPA SD tidak hanya terfokus pada hasil belajar akhir
siswa. Telah dijelaskan pada uraian sebelumnya bahwa kompetensi
IPA terdiri dari tiga hal yaitu pengetahuan sains, proses ilmiah, dan
sikap ilmiah. Jadi penilaian IPA juga meliputi ketiga kompetensi dasar
IPA tersebut.
Pembelajaran IPA melakukan penilaian terhadap pengetahuan
sains siswa berupa ulangan atau tes dan menghasilkan hasil belajar
siswa. Pembelajaran IPA juga memperhatikan proses pembelajaran.
Pembelajaran tidak hanya menyajikan suatu fakta dan konsep, tetapi
juga menyajikan bagaimana proses suatu konsep bisa terjadi melalui
pengalaman langsung. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung,
sikap siswa juga harus menjadi perhatian karena ini termasuk dalam
kompetensi sikap ilmiah yang mana sikap ini tumbuh selama kegiatan
pembelajaran.
Keadaan hasil akhir siswa dari suatu pembelajaran IPA sudah
dapat dilihat dari bagaimana siswa tersebut melakukan proses
pembelajaran. Jika siswa melalui proses ini dengan baik, maka siswa
tersebut akan berpotensi mendapatkan hasil akhir yang lebih baik
pula. Siswa akan mengikuti dan melaksanakan proses pembelajaran
dengan baik apabila siswa mempunyai antusias yang tinggi pada suatu
pembelajaran. Model pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk
aktif dan membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman
langsung akan dapat membuat siswa lebih mempunyai rasa ingin tahu
dan antusiasme yang tinggi untuk mengikuti pembelajaran. Model
pembelajaran yang menyediakan hal-hal tersebut menurut peneliti
adalah POE dan STM. Penjelasan lebih lanjut mengenai model
13
pembelajaran POE dan STM akan dipaparkan pada uraian
selanjutnya.
2.1.2. Model Pembelajaran POE
a. Pengertian Model POE
Model pembelajaran POE adalah model pembelajaran yang
menerapkan teori konstruktivisme. Siswa dapat membangun
pengetahuannya sendiri mengenai suatu materi melalui model
pembelajaran POE ini berdasarkan pengetahuan awal yang telah
dimilikinya. Karakteristik khusus dalam model pembelajaran POE ini
yaitu sintaksnya yang terddiri dari tiga tahapan. Tahapan-tahapan
yang dimaksud yaitu predict atau memprediksi, observe atau
mengobservasi, dan explain atau menjelaskan (Teerasong et al,
2010:138).
Model pembelajaran POE adalah suatu model pembelajaran
yang dikembangkan dalam pendidikan sains. Menurut Wu dan Tsai
(2005: 113-114), model pembelajaran POE berlandaskan teori
pembelajaran konstruktivisme. Teori konstruktivisme ini berarti
pembelajaran akan dilakukan dengan menggali pengetahuan awal
siswa atau pengetahuan yang telah diperoleh atau dimiliki siswa
sebelumnya dan kemudian akan menggunakan pengetahuan tersebut
untuk membangun suatu pengetahuan baru.
Menurut Esra Keles (2010: 2) model pembelajaran POE
disusun berdasarkan tiga tahapan yaitu Prediction-Observation-
Explanation. Model pembelajaran POE mensyaratkan siswa untuk
menebak hasil serta alasan dari tebakan yang diungkapkan dari suatu
kejadian yang telah dipersiapkan oleh guru. Model pembelajaran POE
juga mengharuskan siswa untuk melakukan observasi atau percobaan
mengenai suatu kejadian kemudian menjelaskan keterkaitan tebakan
awal dengan hasil dari observasi yang dilakukan.
14
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat
diartikan bahwa model POE adalah model pembelajaran yang terdiri
dari tiga tahapan yaitu predict, observe, dan explain dan
dikembangkan berdasarkan teori konstruktivisme yang mana teori ini
membuat siswa membangun sendiri pengetahuan berdasarkan
pengetahuan yang telah dimilikinya.
b. Karakteristik Model POE
Karakteristik model POE sesuai dengan karakteristik
pembelajaran IPA yang berbasis teori konstruktivisme. Pembelajaran
konstruktivisme merupakan pembelajaran dengan cara membangun
pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
Tiga tahapan yang terdapat pada model pembelajaran POE yaitu
predict-observe-explain akan merangsang siswa untuk membangun
pengetahuannya sendiri. Tahap awal yaitu predict atau membuat
tebakan akan merangsang siswa untuk menggali ide dan berpikir
menentukan prediksi yang tepat mengenai suatu kejadian atau
fenomena. Tahap awal ini sudah membuat siswa mulai
mengembangkan pemikiran dan idenya dan juga menyusun
pengetahuan awal yang telah dimilikinya untuk membangun suatu
prediksi yang tepat mengenai suatu kejadian. Tahap kedua yaitu
observe atau observasi. Pada tahap ini siswa harus melakukan
observasi melalui kegiatan percobaan yang dilakukan secara
berkelompok. Siswa dapat mendapatkan pengalaman langsung
melalui percobaan yang dilakukan. Tahap observasi ini juga melatih
ketrampilan sains siswa dalam melakukan suatu percobaan.
Pengalaman langsung dan ketrampilan sains melakukan percobaan
merupakan dua hal yang ditekankan pada pembelajaran IPA. Tahap
terakhir yaitu explain yang berarti menjelaskan dapat melatih siswa
untuk menyusun pengetahuan yang telah didapatkan melalui
percobaan yang telah dilakukan ke dalam suatu gambar, tulisan, dan
sebagainya. Siswa harus menjelaskan keterkaitan apa yang telah
15
mereka prediksikan sebelumnya dengan hasil percobaan yang
sebenarnya. Hasil yang diperoleh saat percobaan tidak selalu sama
dengan prediksi awal yang dibuat oleh siswa. Mereka harus bisa
mencari tahu penyebab perbedaan dan menjelaskan alasannya. Siswa
akan berlatih menjelaskan pengetahuan yang telah mereka bangun
disertai alasan-alasan yang mendukung penjelasannya. Tahap explain
ini juga menuntut siswa untuk melakukan diskusi antar teman dan
antar kelompok. Penjelasan yang diberikan pada masing-masing
kelompok tidaklah selalu sama sehingga ini dapat memunculkan
sebuah diskusi antar kelompok. Jadi ketiga tahapan dalam model
pembelajaran POE sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA.
Teerasong,et al (2010:146) menyatakan beberapa siswa merasa
metode POE merupakan model yang tepat untuk membuat mereka
berpikir dengan lebih kritis. Mereka berusaha menggunakan
pengetahuan yang telah mereka miiki untuk menjelaskan apa yang
mereka amati. Siswa berusaha untuk membandingkan prediksi atau
tebakan awal mereka dengan hasil observasi atau pengamatan yang
dilakukan. Beberapa siswa juga menyebutkan bahwa pembelajaran
menggunakan strategi POE dapat merangsang rasa ingin tahu mereka
dan mereka menikmati pembelajaran dengan strategi atau model POE.
c. Langkah-langkah Model POE
Model pembelajaran POE terdiri dari tiga langkah yaitu:
1. Tahap predict
Tahap predict merupakan tahap awal di mana siswa akan
membuat suatu prediksi atau dugaan mengenai sebuah kejadian
yang telah dideskripsikan oleh guru. Siswa akan membuat
prediksi berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya. Pada tahap ini guru menampilkan beberapa bahan
percobaan kepada siswa dan menjelaskan mengenai apa yang
akan dilakukan setelahnya, kemudian siswa akan menebak apa
16
yang akan terjadi serta membuat alasannya juga. Siswa akan
mendiskusikan prediksi yang mereka buat secara berkelompok
dan menuliskannya pada kertas yang telah disediakan oleh guru.
Jadi masing-masing kelompok mempunyai prediksi sendiri yang
mungkin berbeda dengan kelompok lainnya. Pada tahap prediksi
ini siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan pikirannya
dalam membuat dugaan serta alasannya. Semakin banyak
gagasan yang muncul dari siswa maka akan semakin baik karena
ini membuat guru mengerti bagaimana pola pikir siswa
mengenai kejadian yang sedang dibahas.
2. Tahap observe
Pada tahap observasi, siswa akan melakukan suatu
percobaan untuk membuktikan dugaan yang telah mereka buat
sebelumnya. Siswa akan melihat dan mengalami langsung suatu
kejadian yang mereka prediksikan dengan melakukan
percobaan. Belajar dengan mengalami sendiri merupakan
komponen yang penting dalam pembelajaran IPA. Jadi
percobaan sangat penting untuk dilakukan pada tahap observasi
ini. Pada tahap ini percobaan dilakukan secara berkelompok.
Setelah melakukan percobaan siswa dapat membandingkan
dugaan atau prediksi yang telah mereka buat dengan kejadian
sebenarnya seperti apa yang mereka lihat saat melakukan
percobaan.
3. Tahap explain
Tahap explain adalah tahap di mana siswa menjelaskan
hubungan dugaan yang mereka buat dengan hasil percobaan
yang mereka lakukan. Setelah siswa melakukan suatu percobaan
dan mengalami langsung apa yang terjadi dalam percobaan yang
mereka lakukan, siswa akan mendapat suatu pengetahuan baru.
Tahap explain inilah yang menjadi tahapan untuk siswa
17
menjelaskan apa yang didapatnya setelah melakukan observasi.
Siswa akan menjelaskan hubungan dugaan yang mereka buat
dengan hasil percobaan. Dugaan dan hasil percobaan atau apa
yang terjadi dalam percobaan yang dilakukan tidak selalu sama.
Siswa harus menjelaskan alasan-alasan mengapa dugaan yang
mereka buat tidak sama dengan apa yang terjadi pada
percobaan. Pada tahap ini siswa harus menjelaskan hubungan
dugaan dengan kejadian nyata disertai dengan alasan yang
sesuai. Penjelasan siswa disusun melalui diskusi kelompok.
Setelah siswa menyusun penjelasan dalam sebuah tulisan, siswa
akan menjelaskannya dalam sebuah kesempatan yaitu diskusi
antar kelompok. Masing-masing kelompok mungkin
mempunyai penjelasan yang berbeda sehingga akan terjadi
diskusi antar kelompok dengan saling mengungkapkan alasan
atau argumentasi dari penjelasan yang dikemukakan. Jika ada
siswa yang mempunyai dugaan yang salah, maka siswa tersebut
akan mengalami pembelajaran dari sebuah kesalahan. Belajar
dari kesalahan tidak akan mudah dilupakan oleh siswa.
d. Analisis Komponen-komponen Model POE
Joyce, Weil dan Calhoun (2009:104-117) menyatakan bahwa
komponen-komponen sebuah model pembelajaran terdiri dari
komponen sintaks, komponen peran guru, komponen sistem sosial,
komponen daya dukung berupa sarana prasarana pelaksanaan model,
serta dampak instruksional yaitu berupa hasil belajar siswa setelah
pembelajaran sesuai tujuan yang hendak dicapai dan dampak
pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model
tertentu yang mana ini tidak diajarkan oleh guru selama pembelajaran.
Dalam buku Joyce, Weil dan Calhoun memang tidak terdapat
penjelaskan khusus mengenai komponen-komponen model
pembelajaran POE, tetapi dengan mengacu pada pola umum
komponen-komponen model pembelajaran yang dikemukakan oleh
18
Joyce, Weil, dan Calhoun, dapat dijelaskan komponen-komponen dari
model pembelajaran POE adalah sebagai berikut.
1. Sintagmatik
Tahap pertama adalah pembuatan prediksi oleh siswa.
Guru memberikan suatu deskripsi mengenai apa yang akan
dilakukan dengan bahan-bahan dan alat percobaan yang telah
disediakan. Rasa ingin tahu dan penasaran siswa akan tumbuh
kemudian siswa akan membuat suatu dugaan mengenai sebuah
kejadian berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Siswa akan
membuat prediksi secara berkelompok sehingga setiap kelompok
mempunyai sebuah dugaan serta alasan dari dugaan tersebut.
Tahap kedua adalah melakukan observasi. Pada tahap ini
siswa melakukan suatu percobaan untuk membuktikan prediksi
yang telah mereka buat. Siswa melakukan tahap observasi secara
berkelompok dan dibimbing oleh guru. Siswa akan mencocokkan
dugaan awal yang mereka buat dengan hasil percobaan yang
sebenarnya. Setelah melakukan percobaan, siswa akan
mendapatkan hasil apakah dugaan yang mereka buat sesuai atau
tidak dengan hasil percobaan yang terjadi. Siswa akan
mendiskusikan hubungan antara dugaan dengan kejadian nyata
hasil percobaan di dalam kelompok. Hasil diskusi siswa dalam
kelompok ini akan dijelaskan oleh masing-masing kelompok pada
tahap selanjutnya.
Tahap ketiga yaitu siswa melakukan penjelasan
berdasarkan diskusi yang telah dilakukan dalam kelompok. Siswa
akan menjelaskan hubungan dugaan yang mereka buat dengan
hasil percobaan. Dugaan dan hasil percobaan atau apa yang
terjadi dalam percobaan yang dilakukan tidak selalu sama. Siswa
harus menjelaskan alasan-alasan mengapa dugaan yang mereka
buat tidak sama dengan apa yang terjadi pada percobaan. Siswa
akan menjelaskannya dalam sebuah kesempatan yaitu diskusi
19
antar kelompok. Masing-masing kelompok mungkin mempunyai
penjelasan yang berbeda sehingga akan terjadi diskusi antar
kelompok dengan saling mengungkapkan alasan atau argumentasi
dari penjelasan yang dikemukakan. Guru akan mengawasi
jalannya diskusi dan meluruskan jalannya diskusi jika terjadi
kekeliruan konsep.
2. Peran Guru
Guru mempunyai beberapa peran dalam pembelajaran
menggunakan model POE. Peran guru dalam pembelajaran yaitu
sebagai pembimbing siswa. Guru membimbing siswa untuk dapat
mengembangkan pemikiran siswa dengan memberikan deskripsi
awal mengenai apa yang akan dilakukan pada pembelajaran.
Tidak hanya itu, guru juga membimbing siswa untuk melakukan
diskusi untuk membuat dugaan mengenai apa yang terjadi pada
percobaan yang akan dilakukan. Saat siswa mengalami kesulitan
seorang guru juga mempunyai peran untuk membimbing siswa
mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Guru juga tetap
membimbing siswa saat siswa mencoba percobaan dan juga
diskusi secara berkelompok untuk menjelaskan apa yang telah
didapatkan oleh siswa.
Guru juga berperan sebagai fasilitator. Guru menyediakan
fasilitas untuk siswa melakukan observasi melaui sebuah
percobaan. Peralatan dan bahan yang diperlukan untuk melakukan
percobaan akan disediakan oleh guru. Guru memfasilitasi segala
kegiatan siswa.
Perlu adanya sosok yang memberi pengarahan kepada
siswa saat siswa melakukan kegiatan dalam pembelajaran. Ini
juga termasuk peran dari guru. Guru memberi instruksi dan
pengarahan tentang apa saja yang harus dilakukan oleh siswa dan
bagaimana siswa harus melakukannya, ini semua harus diarahkan
dengan jelas oleh guru. Guru juga berperan untuk mengarahkan
20
siswa yang tidak mengikuti pembelajaran dengan baik dengan
menegurnya.
3. Sistem sosial
Sistem sosial dalam model pembelajaran ini adalah sikap
saling menghargai antar siswa dan juga kerja sama. Kerja sama
diperlukan oleh siswa pada saat berkelompok melakukan
percobaan dan mendiskusikan dugaan awal. Saling menghargai
pendapat teman diperlukan untuk melakukan diskusi dalam
kelompok agar tidak terjadi pemaksaan kehendak dari salah
siswa. Sikap saling menghargai dan kerjasama antar siswa ini
akan meminimalisir munculnya sikap individualistis siswa.
4. Daya dukung
Siswa dan guru harus mampu memanfaatkan benda-benda
yang ada di dalam kehidupan sehari-hari untuk digunakan dalam
pembelajaran dengan model ini. Banyak benda-denda maupun
lingkungan sekitar yang memang berkaitan dengan materi cahaya
sehingga kejelian untuk mendaftar hal-hal yang diperlukan
selama pembelajaran. Daya dukung yang dibutuhkan tidak hanya
benda asli, tetapi juga bisa berupa tiruan.
5. Dampak instruksional dan dampak pengiring
Dampak instruksional yaitu berupa hasil belajar siswa
setelah pembelajaran sesuai tujuan yang hendak dicapai dengan
pengarahan oleh guru. Secara khusus dampak instruksional yang
terdapat pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya melalui
model POE adalah kemampuan menyebutkan sifat-sifat cahaya,
kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat cahaya yang terdapat
pada kejadian sehari-hari, dan dapat memberi contoh kegunaan
sifat-sifat cahaya yang terdapat pada suatu alat.
Dampak pengiring adalah kemampuan yang didapat siswa
sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model
21
tertentu yang mana ini tidak diajarkan oleh guru selama
pembelajaran. Secara khusus dampak pengiring yang terdapat
pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya melalui model
POE adalah rasa ingin tahu, sikap kritis, kerja sama, tanggung
jawab, teliti terhadap instruksi guru dan komunikatif.
Gambar 2.1
e. Penerapan Model POE dalam Pembelajaran IPA SD
Tabel 2.2 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan model POE.
Kegiatan Guru Tahapan
Pelaksanaan Kegiatan Siswa
1. Memberikan pretest
2. Menjelaskan kegiatan apa yang
akan dilakukan siswa
3. Memberikan apersepsi
mengenai materi yang akan
dibahas melalui pertanyaan-
pertanyaan
4. Meminta siswa berdiskusi
membuat dugaan tentang
1. Tahap
meramalkan
atau predict
1. Mengerjakan pretest
2. Mendengarkan penjelasan
dari guru mengenai apa yang
harus dilakukan
3. Berdiskusi dalam kelompok
4. Membuat dugaan mengenai
permasalahan yang
dideskripsikan guru
Kemampuan
menyebutkan sifat-sifat
cahaya
Kemampuan
mengidentifikasi sifat-
sifat cahaya yang
terdapat pada kejadian
sehari-hari
Model POE
Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran POE
Kemampuan memberi
contoh kegunaan sifat-
sifat cahaya yang
terdapat pada suatu
alat/benda.
Kritis
Tanggung
jawab
Teliti
Kerja sama
Komunikatif
Keterangan
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
Rasa ingin
tahu
22
jawaban pertanyaan yang
dikemukakan guru
5. Memberi arahan kepada siswa
tentang percobaan yang akan
dilakukan
6. Membimbing siswa apabila
mengalami kesulitan dalam
melakukan pembuktian dugaan.
2. Tahap
mengamati
atau observe
5. Mengobservasi dengan
melakukan percobaan secara
berkelompok berdasarkan
permasalahan yang dikaji
6. Mengisi lembar kerja siswa
7. Mengarahkan siswa untuk
melakukan diskusi
8. Memimpin jalannya diskusi
serta membimbing siswa
apabila mengalami kesulitan
9. Meluruskan jika ada konsep
yang salah
10. Memberikan posttest
3. Tahap
menjelaskan
atau explain
7. Berdiskusi dalam kelompok
membandingkan dugaan awal
dengan hasil percobaan
8. Menjelaskan hasil percobaan
dan hubungannya dengan
dugaan awal melalui
presentasi
9. Menanggapi penjelasan
kelompok lain
10. Mengerjakan posttest
Sintaks yang ada pada tabel diatas adalah perencanaan dari
kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran. Perlu adanya
sebuah pelaporan tentang bagaimana pelaksanaan dari rencana
tersebut untuk menjamin kualitas pembelajaran. Pelaporan
tentang bagaimana sintaks itu dilakukan akan disampaikan
melalui pengamatan. Hal-hal yang diamati adalah sebagai berikut.
Pada tahap pertama yaitu tahap memprediksi, guru
memberi soal pretest dan siswa mengerjakannya. Guru
menjelaskan kegiatan apa yang akan dilakukan siswa, siswa
mendengarkan penjelasan dari guru. Kemudian guru memberikan
apersepsi mengenai materi yang akan dibahas melalui pertanyaan-
pertanyaan, siswa membentuk kelompok kemudian
mendiskusikan dugaan awal dari pertanyaan-pertanyaan yang
dikemukakan guru.
Tahap kedua adalah pengamatan atau observasi. Pada
tahap ini guru memberi pengarahan kepada siswa tentang
bagaimana percobaan dilakukan, siswa mendengarkan penjelasan
guru kemudian melakukan percobaan. Guru mengawasi siswa
23
melakukan percobaan, sedangkan siswa mengisi lembar kerja
selama melakukan percobaan.
Tahap ketiga adalah menjelaskan. Guru memberi
pengarahan kepada siswa untuk melakukan diskusi dalam
kelompok masing-masing lalu siswa berdiskusi dalam kelompok
membandingkan hasil percobaan dengan dugaan awal. Siswa
melakukan presentasi untuk menjelaskan hasil diskusi
kelompoknya, guru memimpin jalannya diskusi. Siswa dapat
menanggapi penjelasan kelompok lain dan guru meluruskan jika
terdapat kesalahan konsep. Yang terakhir adalah guru
memberikan soal posttest dan siswa mengerjakannya.
2.1.3. Model Pembelajaran STM
a. Pengertian model STM
Sains Teknologi Masyarakat atau sering disingkat STM adalah
suatu model pembelajaran baru yang awalnya muncul di Inggris dan
Amerika Serikat, kemudian menyebar ke berbagai negara. STM
merupakan suatu istilah dari usaha terbaru untuk memasukkan konteks
dunia nyata ke dalam pendidikan IPA (Srini, 2001: 73). Pembelajaran
yang menyajikan masalah atau konteks pada dunia nyata sangat bagus
untuk siswa. Konsep yang telah dipahami siswa setelah mengikuti
pembelajaran akan dapat diaplikasikan oleh siswa dalam
kehidupannya sehari-hari. Pemahaman mengenai suatu konsep apabila
sering diaplikasikan dan digunakan akan menjadi lebih bermakna.
Apabila suatu konsep yang dipahami hanya berhenti setelah siswa
mengerjakan tes atau ulangan maka pemahaman siswa tidak akan
bertahan lama.
Menurut Poedjiadi (2010: 98) model pembelajaran STM
adalah model pembelajaran yang memberikan pemahaman mengenai
keterkaitan antara materi yang sedang diajarkan dengan kehidupan
sehari-hari siswa dalam masyarakat. Dalam pembelaaran
24
menggunakan model STM, pasti ada suatu tema yang dibahas dan
didiskusikan di dalam kelas. Tema yang dibahas tentu mengandung
masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Masalah
yang muncul akan diselesaikan menggunakan konsep yang telah
dipahami siswa melalui pembelajaran yang diikuti.
Model pembelajaran STM menekankan untuk menghubungkan
materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari. Siswa harus
dapat mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki dalam
kehidupannya. Cara menanamkan pemahaman konsep kepada siswa
dalam model pembelajaran STM bisa bervariasi. Pada tahap
pembentukan konsep, guru dapat menggunakan berbagai cara atau
metode. Dalam pembelajaran IPA seorang guru dapat memilih cara
atau metode yang sesuai untuk membelajarkan IPA seperti melakukan
percobaan. Jadi selain berkaitan dengan kehidupan sehari-hari,
pembelajaran IPA dengan menggunakan model STM juga dapat
memberikan pengalaman langsung kepada siswa agar siswa dapat
membangun pemahamannya secara mandiri.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, model pembelajaran
STM adalah suatu model pembelajaran yang mengaitkan masalah
pada kehidupan nyata dengan konsep yang terdapat pada materi yang
dipelajari, kemudian menggunakan konsep yang telah dipahami unuk
menyelesaikan masalah yang muncul. Dengan begini pengetahuan
yang dimiliki siswa akan bermanfaat dalam kehidupannya sehari-hari.
b. Karakteristik model STM
Model pembelajaran STM mempunyai kekhasan yaitu pada
pendahuluan pembelajaran selalu dikemukakan isu atau masalah yang
ada pada kehidupan sehari-hari. Isu yang dimunculkan ini nanti akan
didiskusikan oleh siswa sehingga siswa mempunyai pandangan
mengenai isu yang muncul lalu mengemukakan ide atau pandangan
mereka. Pembelajaran menggunakan model STM diawali dengan
pemunculan isu atau masalah dalam dunia nyata karena model
25
pembelajaran ini pada dasarnya berusaha mengaitkan pembelajaran
dengan kebutuhan masyarakat.
Karakteristik model pembelajaran STM lainnya adalah model
STM menekankan pada penerapan pengetahuan atau konsep yang
dipelajari pada kehidupan nyata. Konsep dan pengetahuan yang
dimiliki siswa tidak hanya berhenti saat siswa telah mengerjakan soal
ulangan saja tetapi tetap terus dapat digunakan dalam kehidupan.
Pengetahuan yang sering diterapkan tidak akan mudah lupa atau
mempunyai retensi yang lama.
Pengetahuan yang diterapkan pada kehidupan menjadi lebih
bermanfaat dari pada hanya dipelajari untuk mengerjakan soal
ulangan. Jika menyadari bahwa apa yang dipelajari bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari, siswa akan lebih semangat dan termotivasi
untuk mempelajari konsep yang diajarkan dengan lebih mendalam
lagi. Secara tidak langsung pembelajaran menggunakan model STM
dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa dan meningkatkan
ketertarikan siswa mengenai materi yang diajarkan.
Pembelajaran dengan model STM menekankan keterlibatan
siswa pada proses pembelajaran (Srini, 2001: 73). Pada tahap
pendahuluan siswa terlibat untuk mengemukakan isu-isu yang ada di
masyarakat yang sesuai dengan materi pembelajaran. Apabila isu dari
siswa tidak muncul, guru bisa memberikan masalah atau isu yang
nanti akan didiskusikan oleh siswa. Saat pembentukan konsep, siswa
juga terlibat langsung dalam pembelajaran. Pembentukan konsep
dapat dilakukan sesuai metode yang digunakan guru. Misalnya guru
menggunakan meode percobaan, siswa akan terlibat melakukan
sendiri di bawah bimbingan guru. Kemudian siswa mendiskusikan
bagaimana konsep yang telah didapatkan dan dipahaminya dapat
diterapkan untuk menyelesaikan masalah yang dimunculkan pada
awal pembelajaran tadi. Tahap-tahap model pembelajaran STM akan
dipaparkan secara lebih jelas pada uraian selanjutnya.
26
c. Langkah-langkah model STM
Menurut Poedjiadi (2010: 126) model pembelajaran STM
mempunyai lima tahapan atau langkah. Kelima tahapan dari model
pembelajaran STM adalah pendahuluan, pembentukan konsep,
aplikasi konsep dalam kehidupan, pemantapan konsep dan penilaian.
1. Pendahuluan
Tahap pendahuluan dalam model pembelajaran STM dapat
dilakukan dengan beberapa hal seperti inisiasi, apersepsi, dan
eksplorasi terhadap siswa. Ada satu hal yang khas dari model
STM, yaitu pembelajaran selalu diawali dengan pemunculan
masalah yang dapat digali dari siswa maupun dimunculkan oleh
guru sendiri. Inilah yang disebut dengan inisiasi atau mengawali.
Masalah ini dimunculkan untuk memusatkan perhatian siswa dan
merangsang pemikiran siswa. Masalah yang dimunculkan adalah
masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, inilah yang
dimaksud apersepsi. Pada tahap pendahuluan ini guru juga dapat
melakukan eksplorasi dengan memberi tugas siswa untuk
melakukan pengamatan di luar kelas misalnya, atau untuk
berdiskusi kelompok.
2. Tahap Pembentukan Konsep
Pembentukan konsep dapat dilakukan dengan berbagai
metode seperti diskusi kelompok, percobaan, demonstrasi,
bermain peran, dan lain-lain. Seorang guru dapat memilih metode
yang paling sesuai dengan karakteristik materi yang diajarkan.
Pada pembelajaran IPA metode yang sesuai adalah metode yang
dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat mengamati
dan mengalami sendiri mengenai hal yang sedang dipelajarinya.
Dengan metode yang sesuai konsep siswa dapat terbentuk dengan
baik. Jika ada siswa yang telah mempunyai konsep awal yang
salah, maka siswa tersebut akan dapat merekonstruksi konsep
27
yang dimilikinya menjadi konsep yang benar. materi Menyiapkan
alat-alat yang akan digunakan untuk percobaan dan mencoba
melakukan percobaan terlebih dulu agar tidak mengalami
kegagalan saat melakukan percobaan yang sebenarnya.
3. Aplikasi Konsep dalam Kehidupan
Pada tahap sebelumnya, siswa telah membentuk konsep dan
memahami konsep-konsep tersebut. Pada tahap ini, konsep yang
telah dipahami siswa dapat diaplikasikan pada kehidupan sehari-
hari. Isu atau permasalahan yang dimunculkan pada tahap
pertama tadi akan diselesaikan pada tahap ini menggunakan
konsep yang telah dipahami. Hal ini penting untuk dilakukan
karena karakteristik model pembelajaran STM salah satunya
adalah mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-
hari. Pembelajaran IPA juga selalu berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari. Konsep yang diaplikasikan dalam kehidupan nyata
akan dipahami oleh siswa secara lebih mendalam.
4. Pemantapan Konsep
Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, terkadang ada
miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Pada tahap ini, guru harus
meluruskan miskonsepsi-miskonsepsi yang terjadi. Guru dapat
melakukan penekanan-penekanan pada konsep kunci yang pening
untuk dipahami siswa.
5. Penilaian
Tahap ini adalah tahapan untuk menguji tingkat
pemahaman siswa terhadap suatu konsep. Penilaian dapat
dilakukan dengan berbagai teknik yang sesuai dengan materi atau
konsep yang diajarkan.
d. Analisis komponen-komponen model STM
Joyce, Weil dan Calhoun (2009:104-117) menyatakan bahwa
komponen-komponen sebuah model pembelajaran terdiri dari
28
komponen sintaks, komponen peran guru, komponen sistem sosial,
komponen daya dukung berupa sarana prasarana pelaksanaan model,
serta dampak instruksional yaitu berupa hasil belajar siswa setelah
pembelajaran sesuai tujuan yang hendak dicapai dan dampak
pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model
tertentu yang mana ini tidak diajarkan oleh guru selama pembelajaran.
Dalam buku Joyce, Weil dan Calhoun memang tidak terdapat
penjelaskan khusus mengenai komponen-komponen model
pembelajaran STM, tetapi dengan mengacu pada pola umum
komponen-komponen model pembelajaran yang dikemukakan oleh
Joyce, Weil, dan Calhoun, dapat dijelaskan komponen-komponen dari
model pembelajaran STM adalah sebagai berikut.
1. Sintagmatik
Tahap pertama adalah pemunculan masalah. Masalah atau
isu dapat digali dari siswa atau dapat juga dikemukakan oleh
guru. Masalah yang dimunculkan adalah masalah yang
berhubungan dengan materi yang diajarkan dan berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari. Siswa memberikan tanggapan terhadap
masalah yang ada. Tahap kedua adalah pembentukan konsep.
Konsep dapat dibentuk melalui berbagai cara. Pada pembelajaran
IPA cara yang sesuai untuk membentuk konsep siswa salah
satunya yaitu dengan metode percobaan. Tahap kedua ini
dilakukan secara berkelompok.
Tahap ketiga adalah aplikasi konsep dalam kehidupan.
Setelah siswa berhasil membentuk konsep atau pengetahuan pada
dirinya, siswa akan menerapkan konsep yang ia pahami ke dalam
permasalahan yang ada pada kehidupan sehari-hari. Siswa akan
mengaplikasikan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah
yang dimunculkan pada awal pembelajaran. Siswa mendiskusikan
bagaimana penerapan konsep yang dimilikinya bersama
29
keloompoknya masing-masing kemudian hasil diskusi
dikemukaan dalam suatu diskusi kelas.
Tahap keempat yaitu pemantapan konsep. Tahap ini
sangat penting untuk dilakukan untuk meluruskan miskonsepsi
yang terjadi pada siswa. Pada saat siswa mengemukakan hasil
diskusinya dalam diskusi kelas, guru dapat mengetahui apakah
siswa mengalami miskonsepsi atau tidak. Setelah siswa selesai
mengemukakan hasil diskusinya tentang penerapan konsep yang
dipahami dalam kehidupan nyata, guru dapat meluruskan
miskonsepsi yang ada dengan memberikan penekanan pada hal-
hal yang penting untuk dipahami siswa. Tahap kelima adalah
penilaian. Tahap penilaian dapat dilakukan dengan berbagai cara
salah satunya dengan memberikan soal pilihan ganda untuk
dikerjakan siswa secara individu.
2. Peran guru
Kemampuan guru dalam mengeksplorasi siswa agar dapat
mengemukakan isu pada awal pembelajaran sangat penting untuk
mengawali pembelajaran. Apabila isu tetap tidak muncul, maka
guru berperan memunculkan isu yang menarik dan sesuai dengan
materi pembelajaran. Guru juga mempunyai dalam memilih
metode yang sesuai dengan materi pembelajaran untuk dapat
membentuk konsep siswa dengan baik. Pada pembelajaran IPA,
metode percobaan adalah salah satu metode yang sesuai untuk
membangun pemahaman siswa. Peran guru dalam memberikan
instruksi kepada siswa saat akan melakukan percobaan sangat
diperlukan. Siswa akan melakukan percobaan sendiri, jika
instruksi yang diberikan guru tidak jelas atau malah salah maka
percobaan yang dilakukan siswa bisa jadi tidak akan berhasil.
Selama siswa melakukan percobaan, guru tetap mengamati
membimbing siswa untuk dapat melakukan percobaan dengan
benar dan untuk meghindari kesalahan siswa.
30
Guru juga berperan sebagai fasilitator. Guru menyediakan
fasilitas untuk memberikan pengalaman belajar langsung kepada
siswa melalui percobaan. Peralatan yang diperlukan untuk
melakukan percobaan akan disediakan oleh guru. Guru
memfasilitasi segala kegiatan siswa. Guru juga mempunyai peran
sebagai pembimbing. Saat siswa mengalami miskonsepsi, guru
harus meluruskan pemahaman siswa yang kurang tepat. Guru
juga membimbing siswa dalam menerapkan pengetahuan dan
konsep yang telah didapatkannya untuk menyelesaikan masalah
dalam kehidupan sehari-hari yang dimunculkan pada awal
pembelajaran.
3. Sistem sosial
Pembelajaran dengan model STM ini dilakukan secara
berkelompok. Siswa akan melakukan diskusi dan percobaan
dalam rangka membentuk konsep secara kelompok. Jadi sistem
sosial yang terdapat dari pembelajaran STM ini adalah sikap
bekerjasama, menghargai pendapat orang lain, dan sikap lapang
dada jika pendapatnya tidak dipakai. Selama pembelajaran siswa
banyak melakukan diskusi dengan kelompoknya, jadi
kemampuan siswa untuk bekerja bersama orang lain akan terasah
melalui pembelajaran STM.
4. Daya dukung
Daya dukung yang dapat digunakan dalam pembelajaran
STM ini sebaiknya adalah benda-benda nyata yang sering ditemui
siswa dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang didiskusikan
oleh siswa juga merupakan masalah yang terdapat pada dunia
nyata dan ada pada kehidupan sehari-hari siswa. Daya dukung
utama pada pembelajaran STM adalah benda-benda atau hal-hal
yang ada pada dunia sekitar siswa. Kegiatan percobaan yang
dilakukanpun dapat memanfaatkan segala hal yang berkaitan
31
dengan materi yang diajarkan untuk lebih memperkaya
pengalaman langsung siswa.
5. Dampak instruksional dan dampak pengiring
Dampak instruksional yaitu berupa hasil belajar siswa
setelah pembelajaran sesuai tujuan yang hendak dicapai dengan
pengarahan oleh guru. Secara khusus dampak instruksional yang
terdapat pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya melalui
model POE adalah kemampuan menyebutkan sifat-sifat cahaya,
kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat cahaya yang terdapat
pada kejadian sehari-hari, dan dapat memberi contoh kegunaan
sifat-sifat cahaya yang terdapat pada suatu alat.
Dampak pengiring adalah kemampuan yang didapat siswa
sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model
tertentu yang mana ini tidak diajarkan oleh guru selama
pembelajaran.
Gambar 2.2
Model STM
Kemampuan
menyebutkan sifat-sifat
cahaya
Kemampuan
mengidentifikasi sifat-
sifat cahaya yang terdapat
pada kejadian sehari-hari
Kemampuan memberi
contoh kegunaan sifat-
sifat cahaya yang terdapat
pada suatu alat/benda.
Kritis
Disiplin
Teliti
Kerja sama
Saling
menghargai
Keterangan
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
Tanggung
jawab
Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran STM
32
Secara khusus dampak pengiring yang terdapat pada
pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya melalui model POE
adalah sikap kritis, kerja sama, disiplin, teliti terhadap instruksi
guru, tanggung jawab, dan saling menghargai.
e. Penerapan model STM dalam pembelajaran IPA SD
Tabel 2.3 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan model STM.
Kegiatan Guru Tahapan
Pelaksanaan Kegiatan Siswa
1. Meberikan soal pretest
2. Menggali masalah dari siswa
atau mengemukakan masalah
jika dari siswa tidak muncul
masalah
1. Pendahuluan :
pemunculan
isu
1. Mengerjakan soal pretest
2. Mengemukakan masalah (bisa
dikemukakan oleh guru jika tidak
muncul masalah dari siswa)
kemudian menanggapinya
3. Memberi pengarahan dan
penjelasan serta membimbing
siswa melakukan percobaan
2. Pembentukan
konsep
3. Melakukan percobaan sesusai
dengan instruksi guru secara
berkelompok
4. Mengisi lembar kerja
4. Membimbing siswa
melakukan diskusi kelompok
5. Memimpin diskusi kelas saat
siswa mengemukakan hasil
diskusi kelompok
3. Penerapan
konsep
dalam
kehidupan
5. Melakukan diskusi kelompok
untuk menerapkan konsep yang
telah dipahami untuk
menyelesaikan masalah yang
dimunculkan pada awal
pembelajaran
6. Mengemukakan hasil diskusi
dalam diskusi kelas
6. Memberi pertanyaan-
pertanyaan pada siswa dan
memberi kesempatan kepada
siswa untuk bertanya
7. Meluruskan miskonsepsi
siswa dengan memberi
penekanan pada hal-hal yang
penting untuk dipahami siswa
4. Pemantapan
konsep
7. Menjawab pertanyaan guru
8. Bertanya mengenai hal yang
belum dimengerti
8. Memberikan soal posttest
5. Penilaian 9. Mengerjakan soal posttest
Sintaks yang ada pada tabel diatas adalah perencanaan dari
kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran. Perlu adanya
sebuah pelaporan tentang bagaimana pelaksanaan dari rencana
tersebut untuk menjamin kualitas pembelajaran. Pelaporan
33
tentang bagaimana sintaks itu dilakukan akan disampaikan
melalui pengamatan. Hal-hal yang diamati adalah sebagai berikut.
Tahap pertama adalah pemunculan isu. Pada tahap ini
guru memberikan soal pretest dan siswa mengerjakannya.
Kemudian guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berupa
masalah kepada siswa kemudian siswa menanggapi masalah yang
dikemukakan guru.Tahap kedua adalah pembentukan konsep.
Guru mengawalinya dengan memberikan pengarahan tentang apa
yang harus dilakukan siswa. Siswa mendengarkan pengarahan
guru lalu berkelompok melakukan percobaan dan mengisi lembar
kerja. Guru mengawasi dan membimbing siswa melakukan
percobaan.
Tahap ketiga adalah penerapan konsep. Siswa melakukan
diskusi untuk menerapkan konsep yang didapat pada masalah
yang dikemukakan guru, guru membimbing siswa melakukan
diskusi. Kemudian siswa mengemukakan hasil diskusi
kelompoknya dalam diskusi kelas, guru memimpin diskusi kelas.
Tahap keempat adalah pemantapan konsep. Pada tahap ini
guru memberi pertanyaan-pertanyaan pada siswa, siswa
menjawab pertanyaan dari guru. Guru juga memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan, kemudian guru
menjawab pertanyaan siswa dan meluruskan miskonsepsi
siswa.Tahap terakhir adalah penilaian. Guru memberikan soal
posttest dan siswa mengerjakannya secara individu.
2.1.4. Hasil Belajar IPA
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Nana
Sudjana (2011:22) hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua
kata yang membentuknya, yaitu hasil dan belajar. Pengertian hasil
(product) menunjukkan pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu
aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara
34
fungsional. Hasil produksi adalah adalah perolehan yang didapatkan
karena adanya kegiatan mengubah bahan menjadi barang jadi. Dalam
siklus input-proses-hasil, hasil dengan dapat dengan jelas dibedakan
dengan input akibat perubahan oleh proses. Begitu pula dalam kegiatan
belajar mengajar, setelah mengalami belajar peserta didik berubah
perilakunya dibandingkan sebelumnya. Belajar dilakukan untuk
mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar.
Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar.
Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah
dalam sikap dan perilaku. Menurut Susanto (2013:5) istilah hasil belajar
adalah perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang
dialami siswa sebagai hasil belajar. Prestasi belajar adalah hasil yang
dicapai seseorang setelah proses belajar mengajar.
Berdasarkan pendapat para ahli yang telah diuraikan, dapat
diartikan bahwa hasil belajar adalah kemampuan siswa sebagai hasil
perubahan yang dialami siswa setelah melakukan proses belajar. Sehingga
dalam penelitian ini yang dimaksud dengan hasil belajar IPA adalah suatu
kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan pembelajaran
IPA. Perubahan hasil belajar IPA salah satunya dapat dilihat dari hasil tes
atau ulangan yang diberikan atau hasil belajar kognitif. Hasil belajar
kognitif IPA peserta didik dapat menjadi indikator untuk mengukur
keberhasilan suatu pembelajaran IPA. Selain hasil tes, hasil belajar IPA
juga dapat berupa kemampuan dan sikap yang siswa miliki setelah
mengikuti pembelajaran. Kemampuan dan sikap yang dimaksud adalah
kemampuan seperti mengamati, membuat dugaan, melakukan percobaan,
dan menyimpulkan. Sedangkan sikap yang dimaksud adalah sikap ilmiah
seperti disiplin, pantang putus asa, rasa ingin tahu, kerja sama, dan
bertanggung jawab. Pengetahuan, kemampuan dan sikap tersebut
diperoleh siswa selama proses pembelajaran. Pada penelitian ini, hasil
belajar yang diukur adalah hasil belajar kognitif. Menurut Permendiknas
no 22 tahun 2006, IPA termasuk rumpun ilmu pengetahuan dan teknologi.
35
Jadi IPA lebih menekankan pada kompetensi pengetahuan siswa atau
hasil belajarnya lebih menekankan pada hasil belajar kognitif.
2.2. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Angga Prabawa (2014)
membuktikan bahwa rata-rata hasil belajar siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan model pembelajaran Predict-Observe-Explain sebesar
23,83 termasuk dalam kategori tinggi sedangkan rata-rata hasil belajar
siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional sebesar 16,67 termasuk
dalam kategori sedang. Terdapat perbedaan hasil belajar secara signifikan
antara siswa yang belajar mengikuti model pembelajaran Predict-Observe-
Explain dengan siswa yang belajar mengikuti pembelajaran konvensional.
Penelitian yang dilakukan oleh Ni Wyn Cahyani (2014)
menunjukkan bahwa kelompok siswa yang memiliki minat belajar tinggi
dan mengikuti model pembelajaran POE (A1B1) memiliki skor hasil belajar
IPA rata-rata sebesar 30,00, sedangkan kelompok siswa yang memiliki
minat belajar tinggi dan mengikuti model pembelajaran konvensional
(A2B1) memiliki skor hasil belajar IPA rata-rata sebesar 24,66.
Penelitian yang dilakukan oleh Kurnia Novita Sari (2014)
menyatakan bahwa berdasarkan hasil uji hipotesis data hasil belajar siswa
dengan perhitungan menggunakan uji hipotesis komparatif dua sampel
independen diperoleh 2,485 > 1,676 (t hitung > t tabel), maka Ha diterima
dan Ho ditolak. Dengan kata lain, hasil belajar IPA siswa dengan penerapan
model POE lebih tinggi daripada hasil belajar IPA siswa dengan penerapan
model pembelajaran konvensional.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jose S. Hilario (2015)
menyatakan bahwa hasil posttest pada kelompok yang menggunakan model
POE mendapat skor rata-rata 33,83 yang mana lebih tinggi dari kelas
kontrol yang mendapat skor rata-rata 25,50. Nilai t hitung 3,31 sangat
signifikan untuk derajat kebebasan 10. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan model POE mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
hasil belajar IPA.
36
Penelitian yang dilakukan oleh Setyaning Tyas Nugraheni (2011)
menunjukkan bahwa model pembelajaran POE dapat meningkakan hasil
belajar IPA siswa. Persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I
57,14% dengan nilai rata-rata hasil belajar 73,81 dan pada siklus II
persentase ketuntasan mencapai 85,71% dengan nilai rata-rata 79,91.
Jurnal Procedia – Behavioral and Sciences volume 116 oleh Maria
Jose dan Patricia (2014) mengenai implementasi model STM dalam
pembelajaran IPA materi fotosintesis menunjukkan bahwa penggunaan
model STM mendorong siswa untuk lebih banyak mengajukan pertanyaan
kognitif tentang materi fotosintesis yaitu sebanyak 92 pertanyaan. Tingkatan
pertanyaan yang diajukan juga tidak hanya terbatas pada tingkat aquisition
(kemahiran), tetapi juga sampai tingkat specialisation (lebih khusus dan
mendetail), dan intregation (pertanyaan yang berfokus pada gabungan
antara penjelasan, sebab, prediksi, dan penyelesaian masalah).
Behiye Akcay (2015) dalam jurnalnya yang meneliti tentang
keefektifan model STM pada pemahaman siswa tentang ilmu alam
dibandingkan dengan model tradisional menggunakan buku teks
menyatakan bahwa model STM lebih dapat merubah pemahaman siswa ke
arah yang lebih baik dari pada model tradisional. Hal ini ditunjukkan dari
rata-rata perbedaan nilai pretest dan posttest pada kelompok model STM
lebih tinggi dari kelompok model tradisional yaitu +25,6 berbanding +4.
Suryawati, Agung, dan Ardana (2014) dalam penelitiannya tentang
penggunaan model STM pada pembelajaran IPA siswa kelas 5 SD
menyatakan bahwa model STM dapat menjadi pilihan yang tepat untuk
mengajarkan IPA. Hasil belajar siswa yang diajar dengan model STM lebih
tinggi dari pada hasil belajar siswa kelas kontrol. Nilai rata-rata kelas
eksperimen (model STM) adalah 77,71. Ini lebih tinggi dari nilai rata-rata
kelas kontrol yang hanya 73,23.
Winda, Rinda, dan Md. Suara (2014) dalam penelitiannya tentang
penggunaan model STM pada mata pelajaran IPA yang dibandingkan
dengan model konvensional menyatakan bahwa model STM lebih sesuai
37
untuk digunakan pada pembelajaran IPA. Dibuktikan dengan rata-rata nilai
hasil belajar kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol = 76,71 >
70,97. Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPA
menggunakan model STM dan model konvensional. Ditunjukkan dari nilai t
hitung > t tabel = 3,74 > 1,99 dengan dk = 78 pada taraf signifikansi 5%.
Simpen Kresna, Sumantri, dan Margunayasa (2014) dalam
penelitiannya tentang keefektifan model STM terhadap hasil belajar IPA
siswa SD menunjukkan bahwa nilai rata-rata IPA yang diajar menggunakan
model STM lebih besar dari nilai rata-rata IPA yang diajar menggunakan
model konvensional = 24,47 > 19,70.
2.3. Kerangka Pikir
Pembelajaran IPA dituntut untuk memberikan pengalaman langsung
pada siswa. Selain itu, pembelajaran IPA juga harus dapat menumbuhkan
rasa ingin tahu siswa sehingga siswa akan berusaha mencari tahu dan
membangun sendiri pengetahuannya melalui kegiatan-kegiatan penemuan
yang dilakukan oleh siswa. Pembelajaran IPA juga baik jika dilakukan
secara kelompok. Ini akan melatih siswa berhubungan dengan orang lain.
Pembelajaran IPA akan lebih baik jika selalu dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari siswa karena pada dasarnya IPA sendiri selalu berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari tentang alam. Dengan pembelajaran IPA
seperti itu, siswa akan dapat menggunakan pengetahuannya dalam dunia
nyata dan siswa dapat memperoleh pengalaman langsung selama
pembelajaran, tidak hanya sekadar konsep suatu materi saja sehingga siswa
mendapat pengetahuan yang mendalam karena mengalami dan membangun
sendiri pengetahuannya.
Model POE dan STM dapat memfasilitasi pembelajaran IPA yang
dipaparkan di atas. Rasa ingin tahu siswa muncul pada tahap pertama
pembelajaran model STM dan POE. Model POE dan STM juga memberi
pengalaman langsung kepada siswa mengenai materi yang sedang dibahas.
Pemberian pengalaman langsung kepada siswa ini terdapat pada tahap
kedua pembelajaran model POE dan pembelajaran model STM.
38
Pembelajaran POE dan STM juga melatih ketrampilan ilmiah siswa.
Pada tahap pertama model POE siswa berlatih untuk membuat hipotesis
dan pada tahap terakhir siswa juga berlatih membuat simpulan dari kegiatan
yang dilakukan. Model pembelajaran STM melatih ketrampilan ilmiah
siswa pada tahap kedua. Tahap kedua atau pembentukan konsep dalam
pembelajaran menggunakan model STM dapat dilakukan dengan metode
percobaan. Pembelajaran menggunakan model POE dan STM dilakukan
dengan cara berkelompok sehingga akan melatih kemampuan siswa untuk
bekerjasama, berdiskusi dan berhubungan dengan orang lain. Karakterisik
model POE dan STM sangat sesuai dengan apa yang dibutuhkan dalam
pembelajaran IPA sehingga penggunaan model pembelajaran POE dan
STM dalam pembelajaran IPA diyakini dapat menghasilkan suatu hasil
belajar IPA yang tinggi. Berikut adalah bagan kerangka pikir penggunaan
model POE pada pembelajaran IPA.
Sintak
Gambar 2.3
Kerangka pikir model POE
Kemampuan menyebutkan
sifat-sifat cahaya
Kemampuan
mengidentifikasi sifat-sifat
cahaya yang terdapat pada
kejadian sehari-hari
Kemampuan memberi
contoh kegunaan sifat-sifat
cahaya yang terdapat pada
suatu alat.
Kritis
Tanggung
jawab
Teliti
Kerja sama
Komunkatif
Keterangan
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
Tahap
memprediksi
Tahap
observasi
Tahap explain
atau
menjelaskan
Hasil
Belajar
Rasa ingin
tahu
39
Model STM
Sintak
Gambar 2.4
Kerangka pikir model STM
2.4.Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir di atas maka dirumuskan hipotesis
sebagai berikut.
H0 : Tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan siswa
kelas 5 SD dalam pembelajaran menggunakan POE dan
model pembelajaran
STM.
Ha : Ada perbedaan hasil belajar yang signifikan siswa kelas 5
SD dalam pembelajaran menggunakan POE dan model
pembelajaran STM.
Kemampuan
menyebutkan sifat-sifat
cahaya
Kemampuan
mengidentifikasi sifat-
sifat cahaya yang terdapat
pada kejadian sehari-hari
Kemampuan memberi
contoh kegunaan sifat-
sifat cahaya yang terdapat
pada suatu alat.
Kritis
Disiplin
Teliti
Kerja sama
Saling
menghargai
Keterangan
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
Pendahuluan :
pemunculan isu
Pembentukan
konsep
Aplikasi konsep
dalam
kehidupan
Penilaian
Hasil
Belajar
Pemantapan
konsep
Tanggung
jawab