BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Disabilitas pada Osteoartritis Lutut · 2017-04-01 · 13 2.2.1 Tulang...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Disabilitas pada Osteoartritis Lutut · 2017-04-01 · 13 2.2.1 Tulang...
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Disabilitas pada Osteoartritis Lutut
Menurut WHO disabilitas adalah suatu ketidak mampuan melaksanakan
suatu aktivitas/kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal yang
disebabkan oleh kondisi kehilangan atau ketidak mampuan baik psikologis,
fisiologis, maupun kelainan struktur atau fungsi anatomis. (Kemenpppa, 2014)
Bagian tubuh yang mengalami cidera atau kerusakan akibat dari banyak
faktor yang salah satu nya osteoartritis lutut adalah suatu kondisi karena dari
proses degenerasi pada tubuh individu tersebut. proses tersebut dapat terus
berkembang menjadi disabilitas, dimana disabilitas lebih merupakan akibat dan
bukan penyebab bagi ketidakmampuan seseorang untuk berpartisipasi penuh
dalam kehidupan masyarakat, jadi disabilitas adalah istilah payung yang mengacu
pada keberfungsian individu yaitu kecacatan, keterbatasan aktivitas dan
pembatasan partisipasi (ICF dikutip Arthtritis foundation, 2014). salah satunya
disabilitas karena gangguan dari tungkai bawah, hal ini dapat mengganggu
performance seseorang terutama saat beraktivitas.
Mengenai osteoartritis lutut kompartemen medial tibiofemoral, lateral
tibiofemoral dan bagian femoropatellar, misalnya bentuk kelainan varus/
kerusakan medial tibiofemoral, atau valgus/kerusakan lateral tibiofemoral.
Kelainan varus atau valgus dapat mempengaruhi lingkup gerak sendi (range of
11
motion) dan mempercepat penyempitan celah sendi disebut instabiliti pada lutut
(ligamentum laxity).
Gambar; 2.1 Kelainan varus atau valgus dapat mempengaruhi
stabilitas sendi (Hadi. 2009)
Osteoartritis dapat mengubah postur, alignment pola jalan dan tingkat
aktivitas fisik, yang sedikit banyaknya dipengaruhi peran adanya perubahan
biomekanik sendi (Tamin. 2010)
Osteoartritis lutut merupakan penyakit penyebab disabilitas yang sering
ditemukan pada orang tua, sehingga mempengaruhi fungsi dan kualitas hidup
penderita. Insidensi dan beratnya gejala OA lutut meningkat secara eksponensial
setelah usia 50 tahun. Prevalensi osteoartritis lutut ini diperkirakan akan semakin
meningkat, seiring dengan meningkatnya prevalensi faktor resiko osteoartritis
seperti obesitas dan meningkatnya usia harapan hidup. Osteoartritis dapat
menyebabkan terjadinya disabilitas sebagai akibat nyeri, inflamasi dan kekakuan
sendi. Penyakit ini merupakan penyakit utama yang menyebabkan terjadinya
disabilitas di Amerika Serikat. Pada tahun 2003 biaya langsung yang digunakan
untuk penyakit ini sekitar 81 juta dolar dan biaya tidak langsung sekitar 47 juta
dolar (Di Cesare PE, et al 2008). Di Indonesia di perkirakan 1-2 juta usia lanjut
menderita cacat karena osteoartritis (Soeroso, dkk; 2006 ).
12
2.2 Anatomi Dan Fisiologi Sendi Lutut
Sendi lutut merupakan bagian dari extremitas inferior yang
menghubungkan tungkai atas (paha) dengan tungkai bawah. Fungsi dari sendi
lutut ini adalah untuk mengatur pergerakan dari kaki. Dan untuk menggerakkan
kaki ini juga diperlukan antara lain : 1). Otot- otot yang membantu menggerakkan
sendi, 2). Capsul sendi yang berfungsi untuk melindungi bagian tulang yang
bersendi supaya jangan lepas bila bergerak, 3). Adanya permukaan tulang yang
dengan bentuk tertentu yang mengatur luasnya gerakan, 4). Adanya cairan dalam
rongga sendi yang berfungsi untuk mengurangi gesekan antara tulang pada
permukaan sendi. 5). Ligamentum-ligamentum yang ada di sekitar sendi lutut
yang merupakan penghubung kedua buah tulang yang bersendi sehingga tulang
menjadi kuat untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh.
Sendi lutut dibentuk oleh epiphysis distalis tulang femur, epiphysis
proksimalis, tulang tibia dan tulang patella, serta mempunyai beberapa sendi
yang terbentuk dari tulang yang berhubungan, yaitu antar tulang femur dan patella
disebut articulatio patella femoral, antara tulang tibia dengan tulang femur
disebut articulatio tibio femoral dan antara tulang tibia dengan tulang fibula
proximal disebut articulatio tibio fibular proksimal (Kisner and Colby, 2013).
Sendi lutut merupakan suatu sendi yang disusun oleh beberapa tulang ,
ligament beserta otot, sehingga dapat membentuk suatu kesatuan yang disebut
dengan sendi lutut atau knee joint. Anatomi sendi lutut terdiri dari:
13
2.2.1 Tulang Tulang pembentuk sendi lutut
a. Tulang Femur
Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang kerangka
pada bagian pangkal yang berhubungan dengan acetabulum membentuk kepala
sendi yang disebut caput femoris. Di sebelah atas dan bawah dari columna
femoris terdapat taju yang disebut trochantor mayor dan trochantor minor, di
bagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang
disebut condylus medialis dan condylus lateralis, di antara kedua condylus ini
terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang disebut
dengan fosa condylus (Syaifuddin, 2013).
b. Tulang Tibia
Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada os
fibula, pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan
terdapat taju yang disebut os maleolus medialis. (Syaifuddin, 2013).
c. Tulang Fibula
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan os femur pada bagian ujungnya. Terdapat
tonjolan yang disebut os maleolus lateralis atau mata kaki luar. (Syaifuddin,
2013).
d. Tulang Patella
Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang femur.
Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan yang berubah
14
hanya jarak patella dengan femur. Fungsi patella di samping sebagai perekatan
otot-otot atau tendon adalah sebagai pengungkit sendi lutut. Pada posisi flexi lutut
90 derajat, kedudukan patella di antara kedua condylus femur dan saat extensi
maka patella terletak pada permukaan anterior femur (Syaifuddin, 2013).
Gambar: 2.2 Patellofemoral joint
(Putz and Pabst, 2008)
2.2.2. Ligamentum Pada Sendi Lutut
Ligamen merupakan stabilisasi pasif pada struktur tulang itu
sendiri.Ligamen berdiri sendiri dan merupakan penebalan dari tunica fibrosus.
Stabilisator pasif sendi lutut terdiri dari beberapa ligament yaitu ligament
collateral, ligamen cruciatum, ligamen transversus genu yang berkelompok dalam
satu group disebut Ligamentum Extracapsular, sedangkan ligamen Popliteum
obliqum dan ligamen patella disebut ligamen kapsuler (Putz and Pabst, 2008)
Ligament cruciatum memegang peranan sebagai stabilitas utama sendi
lutut dimana ligament cruciatum anterior membentang dari bagian anterior tibia
melekat pada bagian lateral condilus lateralis femur yang berfungsi sebagai
penahan gerak translasi os.tibia terhadap os.femur kearah anterior mencegah
15
hyperektensi lutut dan membantu saat roling dan gliding sendi lutut. Sedangkan
ligament cruciatum posterior merupakan ligamen terkuat dari sendi lutut, ligamen
ini berbentuk kipas membentang dari bagian posterior tibia ke bagian depan atas
dan melekat pada condilus medialis femur, ligamen ini berfungsi sebagai penahan
gerak translasi os tibia terhadap os femur ke arah posterior (Putz and Pabst,
2008).
Ligament collateral berfungsi sebagai penahan berat badan baik dari
medial maupun lateral. Arah ligament collateral lateral dan medial akan
memberikan gaya bersilang sehingga akan memperkuat stabilitas sendi terutama
pada posisi ekstensi. Ligament collateral medial terletak lebih posterior di
permukaan medial sendi tibiofemoral, seluruh ligament collateral medial
memegang pada gerakan full ROM ekstensi lutut. Ligament collateral lateral
membentang dari permukaan luar condilus lateralis femoris ke arah caput fibula,
dalam gerakan flexi lutut ligamen ini sisi lateral lutut (Putz and Pabst, 2008).
Ligamentum popliteum obliquum merupakan ligamentum yang kuat,
terletak pada bagian posterior dari sendi lutut, letaknya membentang secara
oblique ke medial dan bawah. Sebagian dari ligamentum ini berjalan menurun
pada dinding capsul dan fascia m. popliteus dan sebagian lagi membelok ke atas
menutupi tendon m. semimembranosus (Putz and Pabst, 2008).
Ligamentum Patellae melekat (diatas) pada tepi bawah patella dan pada
bagian bawah melekat pada tuberositas tibiae. Ligamentum patellae ini
sebenarnya merupakan lanjutan dari bagian pusat tendon bersama m. quadriceps
femoris. Dipisahkan dari membran synovial sendi oleh bantalan lemak intra
16
patella dan dipisahkan dari tibia oleh sebuah bursa yang kecil. Bursa infra
patellaris superficialis memisahkan ligamentum ini dari kulit.
Ligamentum transversum lutut terletak membentang paling depan dan
menghubungkannya dua insertio dari kedua meniscus lateral dan medial , terdiri
dari jaringan connective (Putz and Pabst, 2008).
Semua ligament tersebut berfungsi sebagai fiksator dan stabilisator
sendi lutut. Di samping ligament ada juga bursa pada sendi lutut. Bursa
merupakan kantong yang berisi cairan yang memudahkan terjadinya gesekan dan
gerakan, berdinding tipis dan dibatasi oleh membran synovial. Ada beberapa
bursa yang terdapat pada sendi lutut antara lain : (a) bursa popliteus, (b) bursa
supra patellaris, (c) bursa infra patellaris, (d) bursa subcutan prapatellaris, (e)
bursa sub patellaris, (f) bursa prapatellaris (Safrin Arifin dan Sriyani, 2013).
2.2.3. Sistem Otot
Otot merupakan suatu jaringan yang dapat dieksitasi yang kegiatannya
berupa kontraksi, sehingga otot dapat digunakan untuk memindahkan bagian-
bagian skelet yang berarti suatu gerakan dapat terjadi. Hal ini terjadi karena otot
mempunyai kemampuan untuk eksten-sibilitas, elastisitas, dan kontraktilitas.
Lutut diperkuat oleh dua group otot besar yaitu group ekstensor dan group
flexor lutut. Otot kuadrisep berperan penting dalam meneruskan beban melintasi
sendi lutut. Otot quadrisep merupakan otot ekstensor utama sendi lutut yang
sangat penting untuk menjaga stabilitas dan fungsi sendi lutut. quadricep femoris
terdiri dari empat otot yaitu rektus femoris, vastus medialis, vastus lateralis dan
vastus intermedialis adalah otot penggerak utama sendi lutut yang terletak di
17
bagian anterior, bagian posterior adalah musculus biceps femoris, musculus
semitendinosus, musculus semimembranosus, musculus Gastrocnemius, bagian
medial adalah otot pes anserinus yang terdiri musculus Sartorius, gracilis dan
semi tendinosus, dan bagian lateral adalah musculus Tensorfacialatae
(Syaifuddin, 2013)
Otot – otot mempunyai fungsi pada sendi lutut sebagai Flexi - flexor
adalah M. biceps femoris, m. semitendinosus, m. semimembranosus, dibantu oleh
m. gracilis, m. sartorius, dan m.popliteus. flexi dibatasi oleh kontak bagian
belakang tungkai bawah dengan tungkai atas. Dan Extensi - extensor adalah M.
quadriceps femoris. Extensi dihambat oleh kekuatan seluruh ligamentum-
ligamentum utama sendi. Rotasi Medial lutut adalah M. sartorius, m. gracilis dan
m. semitendinosus kemudian Rotasi Lateral dlakukan oleh peran M. biceps
femoris (Safrin dan Sriyani, 2013, Putz and Pabst, 2008).
Otot quadrisep merupakan otot yang sangat besar dan kuat yang mampu
menerima beban sampai 4450 Newton atau 2200 kg. Mekanisme otot quadrisep
menstabilkan patela pada semua sisi dan mengatur gerakan antara patela dan
femur. Mekanisme kerja quadrisep ini dibutuhkan seperti saat berjalan otot
quadriceps memberi control fleksi lutut saat initial contact (loading respons)
kemudian ektensi lutut untuk midstance kemudian preswing heel-off to toe off
pada aktifitas berjalan dan dalam mempertahankan fungsi sendi lutut saat
melakukan gerakan closed-kinetic chain untuk mengangkat atau menurunkan
tubuh, dan jika fungsi otot quadriceps terganggu tentu control gerak tersebut
tidak dapat dilakukan dengan benar. (Kisner and Colby, 2013)
18
Otot hamstring mengontrol ayunan kaki kedepan selama terminal swing,
hamstring juga memberi support pada posterior sendi lutut ketika lutut extensi
selama phase stance. Kelemahan otot hamstring dapat menimbulkan genu
recurvatum (Kisner and Colby, 2013).
Pada pemeriksaan EMG, diketahui bahwa kontraksi seluruh otot kuadrisep
terjadi pada rentang gerak 0-80o fleksi lutut. Kekuatan puncak otot kuadrisep ada
pada rentang 60-700 fleksi lutut. Vastus medialis, yang merupakan otot yang
paling aktif dari ketiga otot vasti, bertanggung jawab pada 20-30o terakhir pada
mekanisme gerak ekstensi lutut. (Hamillton, et al. 2008)
Stabilitas sendi lutut tergantung pada tonus otot-otot kuat yang bekerja
pada sendi dan kekuatan ligamentum-ligamentum.
2.2.4. Persarafan sendi lutut
Persarafan pada sendi lutut adalah melalui cabang-cabang dari nervus yang
yang mensarafi otot-otot di sekitar sendi dan befungsi untuk mengatur pergerakan
pada sendi lutut. Sehingga sendi lutut disarafi oleh : 1). N. Femoralis, 2).
Obturatorius, 3). N. Peroneus communis, dan 4). Tibialis
2.2.5. Suplai Darah
Suplai darah pada sendi lutut berasal dari anastomose pembuluh darah
disekitar sendi ini. Dimana sendi lutut menerima darah dari descending genicular
arteri femoralis, cabang-cabang genicular arteri popliteal dan cabang descending
arteri circumflexia femoralis dan cabang ascending arteri tibialis anterior
(Guyton and Hall, 2011).
19
Aliran vena pada sendi lutut mengikuti perjalanan arteri untuk kemudian
akan memasuki vena femoralis.
2.2.6 Biomekanik sendi lutut
Aksis gerak fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan sendi, yaitu
melewati condylus femoris. Sedangkan gerakan rotasi aksisnya longitudinal pada
daerah condylus medialis. Secara biomekanik, beban yang diterima sendi lutut
dalam keadaan normal akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi oleh
otot-otot paha bagian lateral, sehingga resultannya akan jatuh di bagian sentral
sendi lutut (Kisner and Colby, 2013).
a. Osteokinematika
Osteokinematika yang memungkinkan terjadi adalah gerakan fleksi dan
ekstensi pada bidang sagital dengan lingkup gerak sendi fleksi antara 120-130
derajat, bila posisi hip fleksi penuh, dan dapat mencapai 140 derajat, bila hip
ekstensi penuh, untuk gerakan ekstensi, lingkup gerak sendi antara 0 – 10 derajat
gerakan putaran pada bidang rotasi dengan lingkup gerak sendi untuk endorotasi
antara 30 – 35 derajat, sedangkan untuk eksorotasi antara 40-45 derajat dari posisi
awal mid posision. Gerakan rotasi ini terjadi pada posisi lutut fleksi 90 derajat
(Kapandji, 2010), gerakan yang terjadi pada kedua permukaan tulang meliputi
gerakan roling dan sliding. Saat tulang femur yang bergerak maka, gerakan roling
ke arah belakang dan sliding ke arah depan (berlawanan arah). Saat fleksi, femur
roling ke arah belakang dan sliding ke belakang, untuk gerakan ekstensi, roling
ke depan dan sliding ke belakang. Saat tibia yang bergerak fleksi adapun ekstensi
maka roling maupun sliding bergerak searah, saat fleksi maka roling maupun
20
sliding bergerak searah, saat fleksi roling dan sliding ke arah belakang,
sedangkan saat ekstensi roling dan sliding bergerak ke arah depan.
b. Artrokinematika
Artrokinematika pada sendi lutut di saat femur bergerak roling dan sliding
berlawanan arah, disaat terjadi gerak fleksi femur roling ke arah belakang dan
sliding-nya ke depan, saat gerakan ekstensi femur roling kearah depannya sliding-
nya ke belakang. Jika tibia bergerak fleksi ataupun ekstensi maka roling maupun
sliding terjadi searah, saat fleksi menuju dorsal, sedangkan ekstensi menuju
ventral (Kisner and Colby 2013).
2.3. Osteoartritis Lutut
Osteoartritis adalah kelainan pada tulang sendi yang merupakan akibat dari
proses mekanik dan biologik yang menyebabkan ketidakstabilan serta penurunan
sintesis tulang rawan subkondral dan artikular. Hal tersebut dapat dipicu oleh
berbagai faktor, yaitu genetik, perkembangan, metabolik dan traumatik. (Soeroso,
dkk; 2006)
2.3.1. Patogenesa Terjadinya Osteoartritis Lutut Deformitas
Proses degradasi yang progresif pada kartilago sendi dan jaringan sekitar
sendi termasuk otot, tulang dan ligamen merupakan karakteristik perubahan
histopatologis pada Osteoarthritis. Edema dan degradasi struktur molekular dari
kartilago sendi mengurangi kemampuan jaringan ini untuk menurunkan beban
yang melewati lutut atau mengurangi gesekan dalam sendi selama gerakan. Selain
itu, kondisi ini juga disertai dengan skeloris tulang subkondral, laksitas ligamen
21
dan fungsi otot yang menurun menyebabkan penyakit ini berlangsung secara
kronis. Faktor risiko terjadinya proses tersebut adalah usia lanjut, perempuan,
obesitas, kelemahan otot dan riwayat trauma. Pencetus proses patologis ini diduga
adalah beban mekanis, yang menyebabkan proses perusakan jaringan yang
berlangsung lebih cepat daripada kemampuan tubuh memperbaikinya. (Felson, et
al, 2004)
Osteoartritis merupakan akibat dari kegagalan kondrosit untuk
mempertahankan keseimbangan antara degradasi dengan sintesis matriks
ekstraselular. Berbagai proteinase seperti matriks metalloproteinase turut berperan
dalan proses perusakan kartilago. Selain itu, proinflamatory cytokines yang
disintesa oleh kondrosit dan synoviocytes dapat memicu dihasilkannya enzim-
enzim yang menyebabkan terjadinya degradasi kartilago. Mediator inflamasi lain
termasuk prostaglandin dan jenis reactive oxygen juga turut berkonstribusi dalam
patogenesis Osteoartritis. (Anestherita, 2013)
Faktor mekanis sangat penting dalam homeostasis kartilago dan stres
mekanik berperan secara signifikan dalam terjadinya penyakit maupun
progresivitasnya. Terdapat beberapa mekanisme yang menyebabkan stres
mekanik pada sendi. Seringkali diawali cedera pada sendi yang mekanisme
proteksinya tidak baik. Pelindung sendi meliputi: kapsul sendi, ligamen, otot,
sensori aferen dan tulang di dalamnya.
Kapsul sendi dan ligamen melindungi sendi dengan membatasi excursion,
sehingga memfiksasi ruang lingkup sendi. Cairan sinovial mengurangi gesekan di
antara permukaan kartilago artikuler, berperan sebagai pelindung utama terhadap
22
gesekan pada kartilago. Fungsi lubrikasi bergantung pada molekul lubricin, suatu
glycoprotein mucinous yang disekresi oleh sel fibroblast sinovial yang
konsentrasinya menurun setelah cedera sendi atau saat inflamasi sendi. (Fauci, et
al, 2008)
Otot dan tendon memberikan tegangan yang sesuai pada saat excursion
sendi untuk melindungi sendi dan mengantisipasi beban yang melewatinya. Stres
fokal yang melewati sendi diminimalkan dengan kontraksi otot yang mengurangi
benturan pada sendi. Tulang yang berada di bawah kartilago juga dapat berfungsi
sebagai shock absorbent. Kegagalan mekanisme pelindung sendi ini akan
meningkatkan risiko cedera sendi dan OA. (Fauci, et al, 2008)
Sebuah penelitian mengenai massa otot di Jepang menunjukkan bahwa
total lean body mass ekstremitas bawah pada perempuan yang menderita OA genu
lebih rendah secara signifikan daripada subjek kontrolnya yang merupakan
individu sehat. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa penurunan massa otot
merupakan risiko terjadinya OA lutut. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa
massa otot total tubuh memiliki hubungan positif dengan volume kartilago tibia
dan peningkatan massa otot juga berhubungan dengan penurunan kecepatan
kerusakan kartilago tibial. Sementara itu ada beberapa data yang menyebutkan
bahwa peningkatan massa lemak menimbulkan efek buruk terhadap kartilago
sendi lutut, terutama pada perempuan. (Teichtahl. et al, 2008)
Prevalensi OA lutut yang lebih tinggi pada perempuan dan meningkatnya
kejadian OA pada perempuan pasca menopouse dan adanya kejadian OA pada
non weight bearing joint (misalnya tangan), menimbulkan dugaan adanya peranan
23
faktor sistemik dalam patogenesa OA. Jaringan adiposa yang awalnya diduga
hanya merupakan cadangan energi pasif, kini dipertimbangkan merupakan organ
endokrin yang melepaskan berbagai faktor, termasuk cytokines seperti tumor
necrosis factor (TNF) dan interleukin 1 (IL-1), serta adipokines seperti leptin,
adiponectin, dan resistin. Oleh karena itu, disregulasi homeostasis lipid dapat
merupakan faktor perantara yang penting dalam osteoarthritis lutut. (Teichtahl, et
al. 2008)
Peningkatan gaya mekanik yang melalui sendi weight bearing juga diduga
merupakan faktor yang menyebabkan degenerasi. Aktifitas fisik yang berat juga
merupakan faktor risiko tambahan terjadinya OA lutut. Kartilago sendi dikenal
memiliki ketahanan terhadap shear force, tapi rentan terhadap akibat dari beban
yang berulang. Beban yang berlebih dapat mengakibatkan mikrofraktur dari
trabekula subchondral, yang akan mengalami proses pemulihan melalui
pembentukan callus dan remodelling. Proses ini menghasilkan subchondral yang
lebih kaku daripada tulang normal dan kurang efektif sebagai shock absorber,
sehingga memicu terjadinya degenerasi kartilago artikuler. Stres mekanik juga
menyebabkan kerusakan pada kondrosit, sehingga melepaskan enzim-enzim
degeneratif. (Di Cesare, et al. 2008)
2.3.2. Diagnosis Osteoartritis Lutut
Diagnosis Osteoartritis biasanya sudah dapat ditegakkan berdasarkan
riwayat penyakit dan pemeriksaan jasmani. Pemeriksaan penunjang yang dapat
membantu adalah pemeriksaan radiologis yang dapat memberikan gambaran
24
adanya penyempitan celah sendi, pembentukan osteofit, serta terjadinya sclerosis
tulang subkondral (Albar, 2002).
Tabel 2,1 Kriteria OA lutut menurut klasifikasi American College of
Reumathology (ACR - ICD 2014).
Berdasarkan kriteria klinis:
Berdasarkan kriteria klinis dan
radiologis:
Nyeri sendi lutut dan
paling sedikit 3 dari 6 kriteria di bawah
ini:
1. krepitus saat gerakan aktif
2. kaku sendi < 30 menit
3. umur > 50 tahun
4. pembesaran tulang sendi lutut
5. nyeri tekan tepi tulang
6. tidak teraba hangat pada sinovium
sendi lutut.
Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
Nyeri sendi lutut
Adanya osteofit
Dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di
bawah ini:
1. kaku sendi <30 menit
2. umur > 50 tahun
3. krepitus pada gerakan sendi aktif
Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
Deformitas dapat terjadi pada sendi secara signifikan, pasien biasanya
menunjukan bahwa salah satu sendi nya secara pelan-pelan membesar.
2.3.3. Kriteria Radiologis
Kellgren dan Lawrence memperkenalkan sistem penderajatan yang telah
diterima oleh World Health Organization (WHO) dan menjadi gold standard pada
diagnosis OA. (Campion and Watt, 2000) dimana osteoarthritis lutut di
klasifikasikan menjadi 5 derajat kerusakan yaitu: Derajat 0 apabila gambaran
radiologi normal, derajat 1 apabila terdapat penyempitan celah sendi meragukan
dan kemungkinan adanya osteofit, derajat 2 apabila terdapat osteofit nyata dan
penyempitan celah sendi tak ada atau meragukan, derajat 3 osteofit nyata,
25
penyempitan celah sendi dan sedikit sclerosis, kemungkinan deformitas, derajat 4
apabila terdapat osteofit besar, penyempitan berat, sclerosis berat, deformitas
nyata
2.3.4. Mekanisme Disabilitas pada Osteoartrits Lutut
Periode inaktivitas dalam waktu yang lama karena nyeri sendi
menyebabkan disuse atropy dan kekuatan otot yang berkurang sebesar 3% dalam
satu minggu. Kelemahan otot ekstremitas adalah salah satu kondisi yang paling
awal dan paling sering di temukan pada osteoartritis lutut (Roos, et al. 2011).
Lebih lanjut karena pembebanan yang tidak seimbang pada permukaan sendi akan
terjadi peregangan kapsuloligamenter pada satu sisi sehingga terjadi ligamen
laxity dan pada sisi yang lain akibat penekanan yang berlebihan maka akan
menimbulkan erosi permukaan sendi, akibatnya akan terjadi instabilitas dan
deformitas sendi dalam posisi valgus dan varus (Hadi, 2009)
Akibat adanya anatomic impairment dari iritasi pada periostal, inflamasi,
kompresi jaringan lunak, otot yang imbalance, mikrofraktur tulang subkondral,
efusi, dan spasme otot sekitarnya memberikan kontribusi dalam timbulnya
keluhan nyeri yang dirasakan pasien, sehingga terjadi functional limitation berupa
hypomobile, instabil, dan berbagai macam aktivitas yang terbatas seperti tidak
bisa jongkok, bangkit dari duduk, berdiri lama, berjalan pincang, bekerja,
berolahraga dan bahkan rekreasi, disabilitas tersebut akan menimbulkan
ketidakmandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari dan menurunkan kualitas
hidup dan pada akhirnya dapat menimbulkan handicap. (Sugjianto, 2014,
Anonim, 2011, Ennohumah and Imanrangiaye. 2008)
26
2.3.5. Pengaruh Osteoartritis terhadap Kekuatan Otot
Otot memberikan kekuatan yang dibutuhkan untuk menggerakkan sendi
sinovial. Otot sebagai stabilisator pada hubungan dengan atau antar sendi dan
struktur sekitar sendi. Perubahan kekuatan otot atau integritas dapat
mempengaruhi fungsi sendi dan merupakan tumpuan penting pada sendi OA.
Penelitian yang lalu menunjukkan bahwa kelemahan otot kuadrisep
merupakan faktor yang lebih berhubungan dengan disabilitas daripada derajat
beratnya osteoartritis pada gambaran radiologis. Dan penelititan yang lain
menyatakan Berkurangnya kekuatan, terutama pada otot kuadrisep, merupakan
faktor risiko terjadinya onset maupun progresivitas osteoartritis lutut, akibat
berkurangnya kemampuan otot mengontrol pergerakan sendi secara akurat ( Roos,
et al; 2011).
Nyeri pada Osteoartritis lutut berhubungan erat dengan menurunnya
kekuatan otot sekitar lutut. Periode inaktivitas dalam waktu yang lama karena
nyeri sendi menyebabkan disuse atropy dan kekuatan otot yang berkurang sebesar
3% dalam satu minggu. Kelemahan otot ekstremitas adalah salah satu kondisi
yang paling awal dan paling sering di temukan pada Osteoartritis lutut (Roos, et
al, 2011).
Selain nyeri yang ditimbulkan dari osteoartritis, meningkatnya beban pada
lutut, juga menyebabkan kebutuhan lebih besar terhadap otot maupun ligamen
dalam menjaga stabilitas sendi pada kondisi dinamis, sehingga dapat
menyebabkan kelelahan pada otot sehingga timbul kelemahan otot. Penelitian
Nicola et al (2007) menyebutkan bahwa, pada individu dengan osteoarthritis sendi
27
lutut ditambah obesitas memiliki otot kuadrisep dengan ketahanan terhadap
fatigue lebih rendah daripada individu tanpa obesitas.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, otot adalah komponen yang
sangat diperlukan dalam mempertahankan pergerakan, stabilitas, dan fungsi sendi
serta berperan dalam mengatur transfer beban yang melewati sendi, (Roos et al,
2011).
Pada individu dengan kelemahan otot, saat heel strike kemampuan otot
kuadrisep sebagai shock absorption pun akan menurun sehingga lebih
meningkatkan beban lutut. Fisher et al menyebutkan bahwa kelemahan otot
kuadrisep dan hamstring dapat menyebabkan beban pada lutut meningkat 21 %
daripada lutut yang memiliki otot-otot yang kuat (Hamillton, et al, 2008).
Gambar. 2.3 Sendi lutut dan kerja pada patella
(Felson, 2004)
2.3.6. Pengaruh Osteoartritis lutut terhadap Kemampuan Fungsional Lutut
Seperti yang disebutkan di atas, penelitian yang dilakukan sebelumnya
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara intensitas nyeri dengan
kemampuan fungsional sendi lutut. Periode inaktivitas dalam waktu yang lama
28
karena nyeri menunjukkan korelasi dengan hasil analisa pola jalan, dan
menunjukkan korelasi dengan waktu yang dibutuhkan dalam siklus berjalan.
Gambaran yang sama juga didapat dari hasil penelitian Manninen et al (2000)
juga menunjukkan adanya korelasi linier antara nyeri, beban mekanikal tubuh
dengan kejadian disabilitas pada penderita osteoartritis lutut (Roos, et al; 2011,
Teichtahl, et al. 2008, Marks, 2007).
Penelitian yang lain membandingkan kekuatan kuadrisep, voluntary
activation, dan ketepatan proprioseptif pada penderita osteoarthritis lutut dan
subjek sehat sebagai kontrol. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa, subjek
dengan osteoarthritis lutut memiliki otot quadrisep yang lebih lemah, voluntary
activation yang lebih buruk, gangguan pada ketepatan posisi sendinya, serta
kemampuan fungsional lutut yang lebih buruk. Mereka mengambil kesimpulan
bahwa kerusakan sendi dapat menurunkan eksitabilitas motorneuron quadrisep
sehingga terjadi penurunan voluntary quadrisep activation yang akan
berkontribusi terhadap kelemahan quadrisep, serta terjadi hilangnya ketepatan
proprioseptif. Gangguan arthrogenic pada fungsi sensorimotor quadrisep dan
penurunan stabilitas postural tersebut berhubungan dengan penurunan
kemampuan fungsional pasien osteoarthritis lutut ( Hurley, et al, 1997).
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua
pasien osteoarthritis berkembang menjadi pincang (Albar, 2002).
2.3.7. Gangguan Stabilitas dan Alignment pada Osteoartritis Lutut
Postur tubuh yang baik (good posture) adalah keadaan seimbang antara
otot dan tulang, sehingga dapat melindungi struktur-struktur penunjang dari
29
cedera atau deformitas yang progresif baik pada posisi tegak, berbaring, duduk,
maupun jongkok. Postur yang buruk (poor posture) adalah susunan yang tidak
sesuai dari beberapa bagian tubuh, sehingga meningkatkan tegangan pada struktur
penunjang dan mengakibatkan ketidakseimbangan tubuh terhadap base of support
(Hall and Brody. 2003, Hunter, et al. 2009).
Postur dan pergerakan dapat dinilai dengan melihat titik pusat yang
melewati bagian tubuh, yang biasa disebut pusat gravitasi. Pusat gravitasi berada 1
inch di depan sacral 2, sedangkan garis imajiner yang melewati pusat gravitasi
dinamakan garis gravitasi. Menurut Kendall, garis ini melalui sutura coronaria di
posterior, meatus akustikus eksterna, corpus vertebra cervikal dan lumbal,
promontorium tulang sakrum, posterior sendi panggul, anterior lutut dan sedikit
di depan maleolus lateralis.
Osteoartritis lutut dapat mengubah postur, alignment pola jalan dan tingkat
aktivitas fisik, yang sedikit banyaknya dipengaruhi peran adanya perubahan
biomekanik sendi. Peningkatan berat badan dan rasa nyeri dapat mengubah center
of gravity (COG) ke anterior, dan cenderung untuk menyebabkan postur
hiperlodotik. Sebagian besar individu dengan obesitas terutama perempuan
menunjukkan deformitas varus pada lututnya, sebagai akibat dari peningkatan
joint reaction force pada kompartemen medial lutut yang selanjutnya dapat
mempercepat terjadinya proses degenerasi pada lutut. (Tamin, 2010, Di Cesare, et
al, 2008).
Pada individu dengan osteoartritis juga dapat terjadi deformitas valgus.
Seiring dengan nyeri dan peningkatan beban mekanik, seseorang cenderung untuk
30
mengayunkan tubuhnya ke lateral ketika berjalan. Manuver tersebut mengurangi
gaya yang harus dilakukan oleh otot abduktor panggul untuk menyeimbangi
peningkatan berat badan. Lebih lanjut lagi, manuver ini akan menggeser gaya dari
berat badan yang awalnya di medial lutut menjadi ke sisi lateral lutut, sehingga
gaya sendi tibiofemoral pun akan bergeser ke lateral. Hal ini menyebabkan
distribusi beban yang lebih besar di kompartemen lateral lutut dan selanjutnya
dapat menyebabkan deformitas valgus (Hunter, et al. 2009).
Beban yang tinggi dan berulang pada sendi lutut selama berjalan maupun
aktivitas lain diyakini sebagai faktor yang sangat berperan dalam patomekanika
osteoartritis lutut. Sendi lutut adalah struktur kompleks yang terdiri dari 3
kompartemen yaitu kompartemen tibiofemoral medial dan lateral, serta
kompartemen patelofemoral. Selama berjalan, beban yang melewati sendi lutut
tidak ditransmisikan secara seimbang antara kompartemen medial dan lateral.
Beban pada kompartemen medial sekitar 2,5 kali lebih besar daripada beban pada
kompartemen lateral. Hal ini dapat menjelaskan tingginya prevalensi osteoartritis
lutut kompartemen medial (75 % dari seluruh kasus) daripada kompartemen
lateral. (Gangeddula. 2009)
31
Gambar 2.4 Perubahan alignment pada lutut
(Kakarlapudi and Bickeckerstaff, 2000)
Pada penderita osteoartritis lutut terjadi peningkatan beban aksial yang
terus menerus, sehingga beban yang melewati lutut pun akan meningkat. Selama
fase single leg stance , lutut akan menerima beban sebesar 3-6 kali berat badan.
Setiap kenaikan berat badan akan dikalikan angka ini menggambarkan betapa
besar beban yang melewati lutut pada seorang yang overweight pada saat berjalan
(Roos, et al, 2011).
Saat berdiri, lutut dilalui oleh gaya (R) yang merupakan hasil dari 2 gaya
yang bekerja pada lutut yaitu berat badan (P, garis imajiner yang merupakan
proyeksi center of gravity dari sakrum) dan gaya yang dihasilkan oleh kerja otot
gluteus maksimus dan tensor fasia lata (M). Pada kondisi keseimbangan, gaya R
akan melalui pertengahan lutut, sehingga gaya kompresi terbagi sama rata pada
permukaan weight bearing tibia. Nyeri dan peningkatan berat tubuh akan
mengubah keseimbangan antara gaya P dan M, sehingga menggeser R lebih ke
medial lutut dan menyebabkan pembagian gaya kompresi yang lebih besar pada
32
kompartemen medial lutut dibandingkan dengan kompartemen lateral lutut. Pada
area yang mendapat tekanan lebih dapat timbul nyeri, destruksi kartilago dan OA
pada kompartemen medial lutut (Mazières and Mansat, 2008).
Ganbar 2. 5 Gaya beban yang bekerja pada Lutut
(Mazières and Mansat, 2008)
Ketika seseorang berjalan saat kaki menyentuh lantai, gaya dari berat badan
akan dilawan dengan gaya yang sama besar dan arah yang berlawanan. Gaya reaksi
tersebut adalah Ground Reaction Force (GRF) yang garis gayanya berada di sebelah
medial sendi lutut. Semakin besar GRF atau semakin jauh jarak antara sendi lutut
dengan garis gaya GRF (misalnya pada deformitas varus lutut), semakin besar
adduction moment yang menyebabkan tibia menjadi lebih varus terhadap femur
Besarnya knee adduction moment ini menggambarkan beban yang melewati
kompartemen medial lutut dan berpotensi memicu proses degradasi pada
kompartemen medial lutut dan berperan besar dalam tingkat keparahan penyakit.
(Hunter, et al. 2009).
33
Hal yang terpenting adalah apabila terjadi pergeseran garis gravitasi atau
perpindahan pusat gravitasi, mengakibatkan kesalahan postur atau terjadi
perpindahan tumpuan berat badan, sehingga dampak selanjutnya akan timbul.
Untuk menyangga berat tubuh, sendi harus dalam posisi stabil atau dalam posisi
ekuilibrium, garis gravitasi harus tepat jatuh melalui rotasi aksis atau harus ada
kekuatan untuk melawan gravitasi. Selain itu diperlukan juga struktur penunjang
postur yang baik. Struktur penunjang postur terdiri dari struktur statis dan
dinamis. Ligamen, fasia, tulang dan sendi adalah struktur statis yang menopang
tubuh, sedangkan otot dan tendon adalah struktur dinamis yang menstabilkan
postur tubuh saat gerakan dari satu posisi ke posisi lainnya (Kisner and Colby,
2013)
Gambar 2.6 Pergeseran garis gravitasi mengakibatkan kesalahan postur atau
terjadi perpindahan tumpuan berat badan
2.4. Terapi Ultrasound
Bentuk pelayanan fisioterapi dengan menggunakan Ultrasound yaitu terapi
dengan menggunakan gelombang suara, dengan getaran mekanik dengan
34
frekuensi di atas 20.000 Hz. Ultrasound merupakan suatu generator yang
menghasilkan arus bolak-balik berfrekuensi tinggi (high frequency alternating
current) yang mencapai 0,75 sampai 3 MHz (Edenbichler, et al, 1999), Arus ini
berjalan menembus kabel koaksial pada tranduser yang kemudian di konversikan
menjadi vibrasi oleh adanya efek piezoelectric (Low dan Reed, 2002).
Efek terapi dari ultrasound dihasilkan dari gelombang suara dengan
frekuensi 0,75 MHz, 0,87 MHz, 1 MHz, 1,5 MHz, dan 3 MHz (Sugijanto, 2001)
Penyerapan energi secara maksimum ada di jaringan lunak dikedalaman 2,5 cm,
makin dalam letak jaringan makin rendah intensitas yang diterimanya. Terutama
penyerapan oleh jaringan pengikat seperti ligamen, tendon dan fascia juga
jaringan parut, efek yang sama juga terjadi di daerah otot dan sendi (Brukner and
Khan, 2005).
Ada dua efek utama yang dihasilkan dari gelombang ultrasound yaitu efek
thermal dan efek non thermal ;
1. Efek thermal memberikan peningkatan temperatur sehingga mempercepat
proses metabolisme, mengurangi nyeri dan spasme otot sehingga
meningkatkan daya hantar saraf juga sirkulasi darah (Low and Reed, 2000),
efek thermal pada ultra sound ini sangat cocok sebagai langkah awal sebelum
melakukan peregangan otot yang memendek (Low and Reed, 2000,
Sugijanto, 2001), tetapi ultrasound tidak boleh diaplikasikan pada pasien
dengan kelainan sensibilitas.
2. Efek non thermal didapat dari cavitasi vibrasi jaringan yang menimbulkan
gelembung mikroskopik, yang akan mentransmisikan vibrasi langsung ke
35
membran sel sehingga memberikan efek perbaikan pada sel dan sendi yang
terkena (Nikita, 2010). Efek-efek yang ditimbulkan ini merupakan efek
mekanik termasuk cavitasi, micro streaming, dan acoustic steaming, Pada
ultra sound pulse terjadi peningkatan aliran kalsium intraseluler, peningkatan
membran sel dan kulit, peningkatan degranulasi mast cell, peningkatan
pelepasan chemotactic faktor dan histamin, peningkatan reaksi micropagus,
dan peningkatan sintesa protein oleh fibroblas. Terutama pada efek non
thermal memacu peningkatan permeabilitas membran dalam kaitannya untuk
proses penyembuhan jaringan (Nikita, 2010).
Ultra sound sangat tepat untuk jaringan dengan coefisiensi absorbsi yang
tinggi di banding dengan jaringan yang coefisiensinya rendah. Jaringan dengan
coefisiensi absorbsi yang tinggi adalah jaringan yang banyak mengandung
kolagen, sedangkan jaringan yang coefisiensi absorbsinya rendah adalah jaringan
yang banyak mengandung air. Sehingga ultrasound sangat tepat untuk terapi panas
pada tendon dan ligamen, kapsul sendi dan fasia (Brukner and Khan 2005).
2.5. Latihan Stabilitas Lutut
Nyeri dan ketidak mampuan pada kondisi osteoartritis akan bertambah
dengan munculnya kelemahan dan atropi otot. Sedangkan otot-otot ini adalah
merupakan komponen yang penting dalam membantu menstabilisir persendian,
sementara kelemahan otot-otot seperti quadriceps, pes anserinum, iliotibialis dan
hamstring dapat mengakibatkan semakin parahnya cidera. Sebaliknya dengan
latihan stabilisasi akan terjadi penguatan otot-otot sehingga dapat mengurangi
36
atropi otot dan membantu melindungi serta memperbaiki problem yg muncul
akibat instabilitas atau nyeri yang diakibatkan oleh kelemahan.
Penurunan protein yang rata-rata tinggi di sekililing lutut yang mengalami
cidera dapat mengganggu stabilitas. Akan tetapi akibat dari latihan stabilitasi,
maka otot-otot stabilisator aktif pada sendi lutut dapat memperbaiki kekuatan,
ukuran, daya kenyal, serta mencegah peradangan. Berkurangnya nyeri akan
menimbulkan peningkatan kemampuan menyangga beban tubuh sehingga
meningkatkan kemampuan fungsional (Kakarlapudi and Bickerstaff, 2000).
Terapi latihan adalah modalitas fisioterapi yang digunakan untuk
mengembalikan dan meningkatkan kapasitas muskuloskeletal atau
kardiopulmoner dengan memanfaatkan gerakan anggota tubuh (Kisner and Colby,
2013).
Aplikasi terapi latihan untuk penderita osteoartritis seharusnya dimulai
dengan latihan yang dapat meningkatkan kapasitas fungsional, baru kemudian
mengarah ke kebugaran fisik sehingga penderita dapat beraktivitas tanpa keluhan
nyeri dan tidak mudah lelah. Diawali dengan latihan fleksibilitas untuk mencegah
kontraktur sendi, kemudian dilanjutkan latihan penguatan yang fokus pada gerak
fungsional untuk meningkatkan daya tahan dan kecepatan kontraksi otot, serta
dapat dilanjutkan dengan latihan aerobik (Sisto and Malanga, 2006).
Disimpulkan potensi manfaat aktivitas fisik dan olahraga pada OA
(Mohammad, et al, 2003) sebagai berikut;
1) Meminimalkan atau memperlambat proses patologis yang terjadi di OA
sendi. Latihan membantu dalam meningkatkan gizi minor kartilago dan
37
remodeling, meningkat aliran darah sinovial, menurunkan pembengkakan,
dan meningkatkan kekuatan otot. Dengan demikian, efek latihan termasuk
memperlambat proses degenerasi tulang rawan, mengurangi kekakuan tulang,
penurunan efusi sendi dan meningkatkan kekuatan otot.
2) Mengurangi gangguan yang terjadi dari OA dengan mengurangi faktor
gangguan utama. Latihan membantu dalam mengurangi rasa sakit,
meningkatkan kekuatan dan daya tahan, dan meningkatkan jangkauan gerak
dan elastisitas jaringan ikat.
3) Mengurangi batasan fungsional dengan meningkatnya kecepatan
berjalan/gait, dan aktivitas fisik dan penurunan aktivitas sehari-hari, kurang
tidur dan kelelahan, depresi/kecemasan merupakan faktor umum yang terkait
dengan kondisi OA.
4) Osteoartritis dapat berhubungan dengan beberapa masalah cacat seperti
penurunan aktivitas sosial, penurunan kualitas hidup, peningkatan risiko
kesehatan, penurunan produktivitas kerja. Dengan meningkatnya status
kesehatan, kebugaran fisik, dan kualitas hidup dapat meminimalkan masalah
disabilitas tersebut.
Terapi latihan untuk penderita osteoartritis lutut terutama ditujukan untuk
pada otot-otot seperti quadriceps, pes anserinus, iliotibial dan hamstring sebagai
penggerak utama sendi lutut. Otot ini sangat penting bagi stabilitas dan mobilitas
sendi lutut. Untuk mencapai hal tersebut, program terapi latihan yang diberikan
harus mencakup latihan penguatan dan peregangan. Efek terapi sesaat yang
diperoleh dari latihan ini adalah peningkatan alirah darah otot, relaksasi otot dan
38
pengurangan nyeri. Latihan yang dilakukan secara berkelanjutan akan
menghasilkan peningkatan kekuatan dan fleksibilitas otot sehingga otot mampu
berfungsi secara optimal dalam menjaga stabilitas dan mobilitas sendi serta
mencegah cidera (Elizabeth, 2013).
Latihan stabilitas lutut ini bertujuan untuk menstimulasi kerja otot keempat
sisinya yaitu: dapat meningkatkan kekuatan otot, memperbaiki alignment
sehingga memberikan gaya yang seimbang pada jaringan yang mengalami
kompresi pada lutut, mencegah re-injuri dan dapat meningkatkan stabilitas lutut
(Mohammad, et al, 2003).
2.5.1. Mekanisme pemberian latihan stabilisasi lutut dalam penurunan disabilitas
akibat osteoartritis.
Latihan stabilisasi fungsional sebagai salah satu modalitas fisioterapi,
dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot yaitu dengan memberikan
latihan strengthening. Karena dengan memberikan latihan strengthening maka
akan terjadi penambahan jumlah sarkomer dan serabut otot (filamen aktin dan
miosin yang diperlukan dalam kontraksi otot), sehingga dengan terbentuknya
serabut-serabut otot yang baru maka kekuatan otot dapat meningkat dan
memperoleh stabilitas aktif daripada sendi tersebut. Dan di dalam sendi, latihan
beban dapat meningkatkan aksi pemompaan yang membantu dalam meningkatkan
intra-artikular difusi nutrisi dan merangsang penyembuhan atau perbaikan
kartilago (Mohammad, et al, 2003).
39
Latihan fungsional (beberapa mungkin merujuk kepada mereka sebagai
latihan close chain kinetik) telah terbukti memiliki banyak manfaat lebih dari open
chain kinetik: karena mereka memberikan beban axial pada sendi, latihan lebih
dari satu sendi pada saat yang sama, melibatkan kedua konsentrik dan eksentrik
kontraksi otot, mensimulasikan kegiatan sehari-hari, meningkatkan kontraksi otot
dan meminimalkan gaya geser pada sendi lutut. Manfaat lain yang diusulkan
meliputi peningkatan proprioception dan koordinasi ekstremitas bawah dan
meningkat membawa ke kegiatan fungsional, termasuk kembali lebih cepat untuk
kegiatan sehari-hari dan kegiatan fisik canggih seperti kegiatan olahraga
(Mohammad, et al, 2003)
Sebagai manfaat dari latihan penguatan otot maka latihan akan
merangsang serabut afferen tipe Ia dan II yang berdiameter besar (Proprioseptor),
sehingga aktivitas dari serabut afferen tersebut dapat menurunkan spasme otot
disamping memperbaiki sistem pendarahan darah tepi dan getah bening oleh
adanya pumping action sehingga mengatasi terjadinya pembengkakan, penurunan
spasme otot dan mampu mengurangi nyeri pada level sensorik yang dapat
mengganggu gerakan dan fungsi sendi, dengan demikian akan memperbaiki
kekuatan dan fungsi jaringan (tissue) sekeliling persendian berikut akan
mengurangi resiko cidera kronik pada persendian.
Berarti semua struktur fungsional seperti otot, ligamen, tendon, kapsul,
dan proprioceptors sebagai bagian dari sendi. Telah terbukti bahwa latihan sangat
bermanfaat dalam meningkatkan kekuatan otot, rentang gerak sendi,
proprioception, dan feed back.
40
Kontraksi otot yang dilakukan terus-menerus akan meningkatkan
kecepatan potensial aksi dan impuls saraf yang berasal dari medula spinalis.
Impuls saraf ini akan diatur sebagian oleh sinyal-sinyal yang dijalarkan dari otak
ke motor neuron yang ada di anterior medula spinalis yang sesuai, dan sebagian
lagi oleh sinyal-sinyal yang berasal dari gelendong otot yang terdapat dalam otot
itu sendiri. Pengaruh dari adanya kontraksi juga akan merangsang perbaikan
sirkulasi arteri perifer akibat pelepasan subtansi kimia yang menyebabkan
terjadinya vasodilatasi, dan efek kontraksi juga menjadi fungsi pompa vena atau
pompa otot, dan pompa ini cukup efisien mendorong aliran vena menuju ke
jantung (Guyton and Hall, 2011).
Pemberian latihan stabilisasi yang teratur dan termonitor akan
meningkatkan fungsi syaraf dan perbaikan sirkulasi darah yang berdampak pada
peningkatan fleksibilitas otot, meningkatkan kekuatan otot dan memperbaiki
stabilitas dan mobilitas sendi lutut pada penderita osteoartritis, sehingga
menghasilkan pengurangan disabilitas.
Manfaat exercise dilihat secara komprehensif ada tiga level berikut:
pertama, di tingkat mikro atau bagian dalam dari sendi yang meliputi kartilago,
jaringan sinovial, dan tulang subchondral; Kedua, pada tingkat fungsional dari
sendi, dimana sendi dianggap sebagai unit fungsional yang meliputi struktur
fungsional seperti otot sekitarnya, ligamen, tendon, kapsul, proprioceptors, dll;
dan ketiga, pada tingkat seluruh sistem tubuh dari sudut pandang kardiovaskular,
muskuloskeletal, neurofisiologis, imunologi dan / atau sistem psikologis
(Mohammad, et al, 2003).
41
2.5.2. Pelaksanaan latihan stabilitas lutut.
Pada pelaksanaan pelatihan stabilitas sendi lutut ini, bertujuan untuk
peningkatan kekuatan otot di sekitar lutut yaitu quadriceps, pes anserinus,
iliotibial dan hamstring, namun pada pelaksanaan program latihan dimulai dengan
latihan peregangan untuk ruang lingkup gerak sendi dan fleksibilitas penderita
osteoartritis.
Beberapa faktor harus diperhatikan dalam pemberian latihan peregangan
untuk memperbaiki lingkup gerak sendi (LGS) dan fleksibilitas penderita
osteoartritis. Pertama, sendi harus digerakkan sampai LGS maksimal yang mampu
dicapai minimal sekali dalam sehari. Prinsip ke dua, peregangan seluruh otot-otot
besar yang melewati sendi setiap hari tanpa menimbulkan penekanan berlebih
pada sendi (Sisto and Malanga, 2006).
Sebagian besar penelitian yang berkaitan dengan intervensi latihan untuk
penyakit OA memperkenalkan program latihan yang berkisar durasi 30-45 menit
per sesi, 2 sampai 3 kali per minggu, dengan intensitas detak jantung dari 50%
sampai 80% dari HR maksimum. Rentang parameter ini sejalan dengan pedoman
ACSM, yang menyarankan sesi latihan harus mencakup 10 menit pemanasan, 20
sampai 60 menit kegiatan inti dan 5 sampai 10 menit pendinginan (Mohammad, et
al, 2003, Franklin et al, 2000)
1. Latihan Peregangan ( Latihan Pemanasan dan Latihan Pendinginan)
Latihan ini merupakan bentuk latihan stabilisasi untuk pemanasan dan
pendinginan pada saat latihan inti hendak dilakukan.
42
Peregangan otot quadriceps femoris dilakukan pada posisi tengkurap,
kemudian penderita diminta menekuk lutut secara aktif dengan mengkontraksikan
otot hamstring semaksimal mungkin untuk mengasilkan efek inhibisi resiprokal
pada otot quadriceps. Selanjutnya diberikan dorongan/tarikan pasif lebih lanjut
ke arah fleksi lutut sampai batas LGS fleksi maksimal. Selama latihan ini harus
dihindari terjadinya nyeri berlebihan di dalam sendi lutut karena hal ini
merupakan tanda adanya kompresi sendi yang mungkin disebabkan adanya
formasi osteofit (Sisto and Malanga, 2006).
Gambar 2.7. Latihan peregangan otot quadriceps femoris
(Sumber; Sisto and Malanga, 2006)
Peregangan otot hamstring dilakukan pada posisi terlentang, tungkai yang
bersangkutan lurus sedangkan tungkai yang lain sedikit ditekuk untuk
menghindari ketegangan berlebihan pada pinggang. Peregangan dilakukan dengan
mengangkat tungkai (fleksi sendi panggul) sampai terasa ada peregangan di paha
atau lutut bagian belakang dengan tetap mempertahankan posisi ekstensi penuh
sendi lutut. Tiap gerakan peregangan dipertahankan selama 30 detik (Sisto and
Malanga, 2006).
43
Gambar 2.8. Latihan peregangan otot hamstring
(Sumber; Sisto and Malanga 2006)
Dosis latihan: 1). Durasi : 6 detik kemudian relaks, 2). Repetisi: 10 kali, 3).
Frekuensi: 3 kali per minggu
2. Latihan penguatan otot (Latihan Inti)
Latihan penguatan untuk penderita osteoartritis sendi lutut pada awalnya
memang harus difokuskan pada otot quadriceps femoris dan hamstring, namun
dalam perkembangan selanjutnya harus melibatkan semua otot tungkai.
a. Latihan isometrik
Latihan diawali dengan kontraksi isometrik yang ditujukan untuk
mengurangi nyeri dan menambah kepercayaan diri penderita untuk
mengkontraksikan ototnya. Latihan isometrik dilakukan pada posisi tidur
terlentang, tungkai lurus di atas permukaan yang datar. Untuk otot quadriceps
penderita diminta menekan lututnya ke arah tempat tidur, sedangkan untuk otot
hamstring dengan menekan tumit ke arah tempat tidur.
44
Gambar 2.9 latihan isometrik (Sumber; Kisner and Colby, 2013)
Dosis latihan: 1). Durasi: 6 detik kemudian relaks, 2). Repetisi : 10 kali, 3).
Frekuensi: 3 kali per minggu
b. Latihan Closed chain exercise dengan quads and wall sits
Latihan ini harus dilakukan dengan hati-hati karena sendi lutut menyangga
berat badan. Untuk mengurangi pembebanan sendi maka latihan dilakukan pada
posisi semiflexi sendi lutut. Jenis latihannya antara lain adalah quads dan wall
sits. Teknik latihan ini mempunyai manfaat tambahan yaitu untuk melatih
proprioseptif sendi yang sering juga mengalami gangguan pada penderita
osteoartritis sendi lutut.
Pasien di mulai dengan posisi tegak kemudian langkah maju kedepan
tanpa berjalan kemudian kembali lagi di posisi tegak (Gambar 2.10a). Pasien
dengan posisi trunk tegak bersandar pada dinding kemudian posisi lutut flexi 30°
sampai 45° dan dibagian medial lutut yang semiflexi di berikan bola, lalu beri
tekanan kedua lutut ke arah medial (Gambar 2.10b)
45
Gambar 2.10 Latihan closed chain, (a) quads, (b) wall sits
(Sumber; Sisto and Malanga, 2006)
Dosis latihan: 1). Durasi: 6 detik kemudian relaks, 2). Repetisi: 10 kali, 3).
Frekuensi: 3 kali per minggu
c. Latihan Closed chain exercise resisted mini-squats
Latihan penguatan merupakan peran dasar dari musculoskeletal, kekuatan
dari sebuah otot tergantung dari luas atau besarnya diameter otot tersebut. Pada
proses ini serabut otot tidak bertambah namun masing-masing otot bertambah
dalam massanya. Stimulus untuk menambah kekuatan otot terjadi saat tegang
(tension) selama kontraksi ( Kisner and Colby, 2013).
Latihan resisted mini-squats; closed-chain pelatihan short-arc. Resistence
elastis terhadap ekstensi lutut disediakan untuk gerak short-arc. penting untuk
penguatan otot quadriceps femoris. Pasien di mulai dengan posisi lutut flexi 30°
sampai 45° dan kemudian diextensikannya. Kemudian menggunakan resistensi
elastis ditempatkan di bawah kedua kaki, dengan kedua ujungnya di pegang.
pasien harus menjaga trunk tegak, dan menurunkan pinggul seolah-olah duduk
46
dengan tanpa pindah lutut. Lutut harus menjaga keselarasan dengan jari-jari kaki
untuk mencegah valgus dan tidak harus bergerak maju melampaui jari-jari kaki
untuk memastikan aktivasi gluteal dan juga kekuatan pada sendi patellofemoral.
Gambar 2.11 Latihan resisted mini-squats closed-chain short-arc training
(Sumber; Kisner and Colby, 2013)
Dosis latihan: 1). Durasi: 6 detik kemudian relaks, 2). Repetisi: 10 kali, 3).
Frekuensi: 3 kali per minggu
d. Latihan dengan Pembebanan
Pada penelitian ini latihan penguatan kekuatan otot yang dilakukan adalah
dengan metode isotonik dengan pembebanan sub-maksimal untuk kekuatan otot
extensor dan flexor knee pada kondisi osteoarthritis knee untuk penurunan nyeri.
Latihan isotonic adalah suatu jenis latihan dinamis dengan kontraksi otot
yang menggunakan resisten/ beban tetap dan terjadi perubahan panjang otot pada
lingkup gerak sendi. Latihan isotonic dapat diberikan dalam bentuk latihan dengan
tetap dan berubah-ubah, eksentrik dan konsentrik (American Geriatric Society,
2001).
47
Pada latihan penguatan otot hamstring dilakukan dengan pemberian
pembebanan pada tungkai bawah untuk stabilitas otot-otot fleksor lutut dengan
posisi pasien berdiri. Maksimal resistence terjadi ketika lutut di (Kisner and
Colby, 2013)
Gambar 2. 12 Latihan dengan pembebanan
(Sumber; Kisner and Colby 2013)
Dosis latihan: 1). Durasi: 6 detik kemudian relaks, 2). Repetisi: 10 kali, 3).
Frekuensi: 3 kali per minggu
Latihan peningkatan kekuatan otot penggerak sendi lutut tidak hanya
menyebabkan terjadinya kontraksi otot-otot berkembang menjadi kuat tetapi juga
dapat mengurangi adanya tekanan pada persendian yang dapat mengurangi nyeri
pada penderita osteoartritis lutut. Ketika otot berkembang lebih kuat maka secara
otomatis otot tersebut akan memberikan control dengan baik terhadap gerakan
(momentum) tulang belakang maupun anggota gerak tubuh lainnya dalam
melakukan gerakan dengan kekuatan. Latihan peningkatan kekuatan otot juga
memungkinkan mendapatkan adanya koordinasi gerakan, skill serta kekuatan
tubuh yang terkontrol dengan baik selama melakukan aktivitas fungsional.
48
Latihan penguatan otot dibagi dalam 2 kelompok fundamental sistem kerja
otot yaitu secara static dan dinamik. Kekuatan maksimal dari seluruh otot dapat
dicapai dengan menggunakan semua tipe latihan, derajat, intensitas, panjang dan
frekwensi dari tegangan otot yang dihasilkan akan menentukan peningkatan
kekuatan otot. Latihan penguatan yang teratur akan menghasilkan hipertropi otot
dan juga power otot. Menurut Mohmmad, et al, (2003) menyatakan bahwa agar
kekuatan otot dapat dicapai dengan maksimal maka latihan tersebut dapat
dikombinasikan dengan pembebanan. Latihan peningkatan kekuatan otot pada
penderita osteoarthritis yang umumnya lanjut usia adalah latihan isotonik dengan
pembebanan yang bertahap (progressive resistance exercise/ PRE).
Karakteristik yang harus dipenuhi pada latihan isotonik resistance exercise
untuk dapat meningkatkan kekuatan otot pada kondisi osteoartritis lutut, meliputi
(1) kekuatan menunjukan tenaga yang dihasilkan kontraksi otot dan secara
langsung berhubungan dengan sejumlah tegangan yang dihasilkan pada kontraksi
otot, (2) kontraksi otot harus diberikan beban/ tahanan sehingga meningkatkan
level tegangan yang akan berkembang akibat hypertropi dan recruitment motor
unit, (3) latihan penguatan ditujukan pada otot dan grup otot serta control dengan
pemberian beban dan jumlah repetisi yang relative sedikit, (4) pada latihan
resistance exercise mempunyai tujuan akhir yang sama yaitu untuk nyeri pada
osteoarthritis knee dengan cara meningkatkan kekuatan otot sehingga stabilitas
sendi secara aktif dapat diperbaiki, (5) desain latihan dapat ditentukan berdasarkan
tujuan yang hendak dicapai dengan cara mengontrol intensitas, durasi dan jumlah
49
repetisi. Latihan penguatan bertujuan untuk mengurangi nyeri dengan cara
memberikan stabilitas sendi pada kondisi osteoartritis lutut.
Penelitian tentang Efektivitas fisioterapi manual dan latihan pada
osteoartritis sendi lutut menghasilkan kesimpulan bahwa pasien osteoartritis yang
mendapat fisioterapi manual dan latihan yang termonitor menunjukkan perbaikan
fungsi serta penurunan nyeri dan kekakuan sendi (Deyle, 2000).
2.6. Koreksi Alignment dan Mekanismenya dalam menurunkan Disabilitas
Osteoartritis lutut.
Hip-lutut-ankle merupakan kontribusi alignment agar distribusi beban di
permukaan sendi lutut dapat dibagi antara medial dan kompartemen lateral secara
proporsional. Sumbu mekanik beban-bantalan secara radiografi oleh garis yang
ditarik dari pusat kepala femoral ke pusat talus. Dalam anggota badan netral
sejajar, garis ini melewati titik tengah antara duri tibialis (Hunter, et al, 2009).
Kompartemen medial dikenakan resultan 60% sampai 70% dari kekuatan
di lutut selama weight bearing, pada kenyataannya beban yang ditanggung oleh
kompartemen medial lebih besar dari beban yang ditanggung oleh kompartemen
lateral ini berperan dalam predisposisi pada lutut osteoarthritis ke medial
tibiofemoral sebagai kompartemen progression. Dalam lutut varus, sumbu ini
melewati medial lutut dan tungkai, yang meningkatkan kekuatan di kompartemen
medial. Sebaliknya, di lutut valgus, beban-bantalan poros melewati lateral lutut
dan lengan yang dihasilkan meningkatkan kekuatan di seluruh compartment
lateral. Alignment yang netral pada ekstremitas (mekanik) tanpa osteoartritis
50
adalah ~1.0° dari varus dan dengan konvensi, alignment netral biasanya
dikategorikan sebagai 0° sampai 2° dari varus (Hunter, et al, 2009).
Alignment mengacu pada tegak lurus axis tulang. alignment yang benar
sangat penting untuk (1) menghindari tekanan sehingga dapat merusak bagian-
bagian sendi dan melemah bagian disekitarnya (2) pergeseran stressor pada
ligamen, (3) menurunkan susceptibility bila sudden injury, (4) keseimbangan, dan
(5) mobilisasi (Chuckrow, 2002).
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap alignment. Faktor tertentu
dalam sendi, seperti kesesuaian tibiofemoral, integritas ligamen anterior, dan
degenerasi meniscal dan posisi, hal ini memainkan peran dalam menentukan
alignment. Faktor-faktor tersebut mengatur distribusi beban di tulang rawan
artikular pada sendi (Hunter, et al, 2009).
Pengaruh malalignment memberi efek langsung pada tulang rawan, karena
mempengaruhi jaringan lutut yang lain, seperti lesi sumsum tulang, yang
selanjutnya merambat osteoarthritis. Proses ini merupakan lingkaran peristiwa
yang menentukan, sebagian besar, tingkat kerusakan struktural dalam osteoartritis
lutut. Dengan adanya osteoarthritis pada lutut, alignment dikaitkan dengan
percepatan kerusakan struktural dalam kompartemen yang mengalami
peningkatan tegangan tekan abnormal. Varus malalignment telah terbukti
mempengaruhi kompartemen medial lutut ke amplifikasi empat kali lipat dari
perkembangan fokus osteoarthritis, sementara valgus malalignment telah terbukti
mempengaruhi kompartemen lateral lutut untuk dua sampai lima kali lipat
peningkatan dalam progression. Dalam sebuah studi berbasis magnetic resonance
51
imaging, varus malalignment diprediksi pada medial Volume tibialis tulang rawan
terjadi kehilangan ketebalan, dan peningkatan tulang gundul pada tibia dan femur,
setelah disesuaikan dengan faktor-faktor lokal lain (kerusakan meniscal, ekstrusi
meniscal, dan kelemahan) (Hunter, et al, 2009, Hunter, et al, 2005).
Pada ACR-2012 direkomendasikan pada management osteoartritis lutut
nonpharmacologic yaitu Pasien dengan kompartemen lateral osteoartritis lutut
yang kondisional dianjurkan untuk memakai Wadge medially insoles, sementara
mereka dengan kompartemen medial osteoartritis lutut yang kondisional
dianjurkan untuk memakai wadged subtalar insoles (Marc, et al, 2012).
Pada deformitas osteoartritis lutut terjadi peregangan jaringan lunak pada
satu sisi dan stress/compression pada permukaan sendi disisi lainnya, kemudian
aktifitas/gerak lutut yang terus digunakan beraktifitas memberikan peningkatan
regangan dan compression kemudian diberikan gaya seimbang pada jaringan lutut
dengan cara koreksi pada sepatu dan lutut dapat memberikan kerja sendi yang
seimbang (Chuckrow, 2002. Marc, et al, 2012).
Gambar 2.13 kontribusi alignment memberi distribusi beban di permukaan
sendi lutut (Hunter, et al, 2009)
52
Koreksi alignment salah satunya menggunakan ortosis kaki, pada
penelitian Rachmawati, dkk, (2013) Penggunaan ortosis kaki mampu
memperbaiki kelainan biomekanik yang menghasilkan tinggi pelvis yang simetris,
penurunan selisih panjang langkah dan meningkatkan kemampuan berjalan.
Pada pemberian koreksi alignment berupa arch support memberikan
tekanan pada sisi yang dipengaruhi untuk menyetel posisi lutut senormal mungkin
dan memberi tekanan dari sisi yang terkena pada lutut (David. et al, 2010).
Adapun mekanisme pemberian koreksi alignment dapat penurunan
disabilitas akibat osteoartritis adalah karena osteoartritis lutut dapat mengubah
postur, alignment pola jalan dan tingkat aktivitas fisik, yang sedikit banyaknya
dipengaruhi peran adanya perubahan biomekanik sendi. Peningkatan berat badan
dan rasa nyeri dapat mengubah center of gravity (COG) ke anterior, dan
cenderung untuk menyebabkan postur hiperlodotik. Sebagian besar individu
dengan obesitas terutama perempuan menunjukkan deformitas varus pada
lututnya, sebagai akibat dari peningkatan joint reaction force pada kompartemen
medial lutut yang selanjutnya dapat mempercepat terjadinya proses degenerasi
pada lutut (Tamin, 2010, Di Cesare, et al, 2008).
Pada individu dengan osteoartritis juga dapat terjadi deformitas valgus,
seiring dengan nyeri dan peningkatan beban mekanik, seseorang cenderung untuk
mengayunkan tubuhnya ke lateral ketika berjalan. Manuver tersebut mengurangi
gaya yang harus dilakukan oleh otot abduktor panggul untuk menyeimbangi
peningkatan berat badan. Lebih lanjut lagi, manuver ini akan menggeser gaya dari
berat badan yang awalnya di medial lutut menjadi ke sisi lateral lutut, sehingga
53
gaya sendi tibiofemoral pun akan bergeser ke lateral. Hal ini menyebabkan
distribusi beban yang lebih besar di kompartemen lateral lutut dan selanjutnya
dapat menyebabkan deformitas valgus (Hunter, et al. 2009).
Pada kondisi osteoartritis lutut terjadi permasalahan pada kompartemen:
medial tibiofemoral, lateral tibiofemoral dan bagian femoropatellar. misalignment
dari tungkai bawah akibat osteoarthritis lutut kompartemental misalnya, bentuk
kelainan varus/ kerusakan medial tibiofemoral, atau valgus/ kerusakan lateral
tibiofemoral dapat mempengaruhi lingkup gerak sendi (range of motion) dan
percepatan penyempitan celah sendi hal ini memberi instabiliti pada sendi lutut
(ligamentum laxity) (Kalim, 2014).
Deformitas osteoartritis lutut ini terjadi peregangan jaringan lunak pada
satu sisi dan stress/compression pada permukaan sendi disisi lainnya, kemudian
aktifitas/gerak lutut yang terus digunakan beraktifitas memberikan peningkatan
regangan dan compression kemudian diberikan gaya seimbang pada jaringan lutut
dengan cara koreksi pada sepatu atau telapak kaki sehingga dapat memberikan
kerja sendi lutut yang seimbang (Chuckrow, 2002. Marc, et al, 2012).
54
Gambar 2.14 Bentuk koreksi alignment Wedge Arch support insoles
(Kelley and Carol. 2004, Marc, et al, 2012)
Orthoses kaki digunakan oleh fisioterapi untuk langsung mengimbangi
mekanik rusak yang dapat menempatkan stres yang berbahaya pada lutut.
Menyisipkan lateral wedge sepatu untuk individu dengan OA lutut kompartemen
medial telah ditemukan menjadi berguna dalam mengurangi rasa sakit dan
meningkatkan fungsi. Kerrigan et al (2002) melaporkan bahwa 5° wedge bisa
mengurangi varus di lutut pada 15 subyek dengan kompartemen medial OA lutut.
Dengan teorinya bahwa wadge lateral yang mendorong valgus loading pada lutut,
melawan saat varus, sehingga mengurangi stres medial kompartemen lutut.
Lateral wedge sisipan sepatu tampaknya lebih efektif untuk individu dengan
minimal sampai sedang derajat OA (Kelley and Carol, 2004).
Efek penekanan ini agar alignment lutut mendapat tekanan pada sisi yang
dipengaruhi untuk menyetel posisi lutut agar tekanan yang diterapkan pada tapak
kaki bila varus diberi ganjal pada sisi lateral dengan lateral wadge agar terjadi
penekanan pada sisi lateral dan memberi peregangan pada sisi medial, bila valgus
di beri ganjal pada sisi medial (medial wadge arc support) agar terjadi compresi
55
pada sisi medial dan peregangan pada sisi lateral, sehingga alignment sendi lutut
dan garis tubuh dengan weigt bearing memberi garis lurus pada kerja sendi yang
seimbang.
2.7. Penilaian Disabilitas (Indeks Lequesne)
Penilaian ini dibuat Lequesne untuk OA lutut dan OA panggul serta
merupakan alat ukur yang memiliki validitas dan realibilitas yang baik saat ini.
Indeks Lequesne ini terdiri dari 3 bagian, kategori : (Kalim, 2014)
1. Keluhan nyeri atau ketidaknyamanan (pain or discomfort)
2. Jarak tempuh maksimal dalam berjalan (maximum distance walked)
3. Kemampuan beraktivitas fisik sehari-hari (activities of daily living)
Derajat beratnya penyakit osteoartritis berdasarkan Indeks Lequesne:
dengan cara mengkalkulasi terhadap ke-3 parameter diatas kemudian mendapat
derajat beratnya osteoartritis dan disabilitas