BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Matematika Realistik
a. Hakekat Pembelajaran Matematika Realistik
Menurut Suryanto (Supinah, 2008) materi pelajaran matematika
harus dipandang sebagai aktivitas manusia bukan sebagai hasil yang siap
pakai. Pembelajaran matematika yang didasarkan pandangan bahwa
matematika merupakan hasil yang siap pakai akan cenderung menuntut
siswa mereproduksi materi yang disajikan. Akibatnya, siswa dalam
pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa yang disampaikan guru.
Lain halnya apabila matematika dipandang sebagai aktivitas manusia.
Pembelajaran yang didasarkan pandangan ini lebih mengarahkan siswa
pada kegiatan reinvention (penemuan kembali) dan reconstruction
(konstruksi kembali). Siswa dalam hal ini diarahkan pada penggunaan
berbagai situasi dan kesempatan untuk melakukan reinvention dan
reconstruction dengan cara mereka sendiri. Suatu prinsip utama
pembelajaran realistik adalah siswa harus berpartisipasi secara aktif dalam
proses belajar melalui praktik yang mereka alami sendiri. Penggunaan
istilah "realistic" dalam Pembelajaran Matematika Realistik tidak selalu
diartikan bahwa dalam pembelajarannya matematika harus dikaitkan
dengan dunia nyata dalam arti sehari-hari. Ismail (2008), realistik dalam
Pembelajaran matematika realistik juga dapat diartikan bahwa matematika
harus bersifat riil bagi siswa. Artinya bahwa matematika yang pada
dasarnya abstrak dibuat nyata dalam benak siswa (dapat dibayangkan oleh
siswa). Penekanannya adalah membuat sesuatu menjadi nyata dalam
pikiran.
Menurut Suryanto (Supinah, 2008), dunia nyata dalam arti sehari-
hari dan dunia yang dapat dibayangkan siswa ini disebut "dunia nyata
siswa". Dunia nyata siswa inilah yang menjadi starting point (titik awal
6
7
atau titik tolak) dalam pengembangan konsep-konsep atau gagasan-
gagasan matematika dalam pembelajaran matematika realistik.
Pembelajaran matematika realistik ini sejalan dengan pandangan
konstruktivis yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika pada
dasarnya adalah membantu siswa untuk membangun konsep atau prinsip
matematika dengan kemampuan sendiri melalui internalisasi. Internalisasi
yang dimaksud adalah proses penemuan kembali dan rekonstruksi
kembali. Penemuan kembali dan rekonstruksi kembali ini diusahakan
dengan bantuan guru melalui perjumpaan siswa dengan masalah dan
situasi dunia nyata mereka. Menurut Hadi (Hartono, Y., 2008),
mengatakan bahwa Pembelajaran matematika realistik merupakan suatu
pembelajaran yang menggunakan masalah kontekstual dan situasi
kehidupan nyata untuk memperoleh dan mengaplikasikan konsep
matematika. Masalah kontekstual ini bukan berarti masalah yang selalu
konkret dapat dilihat oleh mata, tetapi termasuk hal-hal yang mudah
dibayangkan oleh siswa melalui media pembelajaran atau model.
Pembelajaran matematika realistik, pembelajaran matematika lebih
ditekankan pada aktivitas, yaitu aktivitas pematematikaan. Menurut
Treffers (Hartono, Y., 2008) ada dua jenis pematematikaan, yaitu:
1) Pematematikaan horisontal Pematematikaan horisontal ini berkaitan dengan pengkaitan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya bersama intuisi mereka sebagai alat untuk menyelesaikan masalah dari dunia nyata. Contohnya adalah pengidentifikasian, perumusan, penvisualisasian atau merumuskan masalah dalam cara-cara yang berbeda, dan pentransformasian masalah dunia real ke masalah matematika.
2) Pematematikaan vertikal Pematematikaan vertikal ini berkaitan dengan pengorganisasian kembali pengetahuan yang telah diperoleh dalam simbol-simbol matematika yang lebih abstrak. Contohnya adalah menghaluskan dan memperbaiki model, menggunakan model yang berbeda, memadukan dan mengkombinasikan beberapa model, membuktikan keteraturan, merumuskan konsep matematika yang baru dan mengeneralisasikan.
8
Dilihat dari penjelasan pematematikaan horisontal dan
pematematikaan vertikal, pematematikaan horisontal lebih menekankan
dari pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya untuk
menyelesaikan masalah dari dunia nyata. Ini artinya pengalaman atau
pengetahuan siswa yang telah dimiliki menjadi faktor penting dalam
pembelajaran matematika realistik. Dengan pengalaman atau pengetahuan
sebelumnya siswa dapat merumuskan masalah dengan cara yang berbeda-
beda dan siswa dapat mentransformasikan atau menghubungkan masalah
dunia nyata ke dalam matematika. Sedangkan pematematikaan vertikal
lebih menekankan pada pengorganisasian kembali pengetahuan yang telah
diperoleh dalam simbol-simbol matematika yang abstrak menjadi lebih
konkrit. Dalam pengorganisasian kembali tersebut siswa dapat
menggunakan model atau sumber belajar yang berbeda-beda sebagai alat
bantu sehingga dengan penggunaan model pengorganisasian kembali dari
matematika yang abstrak menjadi lebih konkrit.
Dalam pembelajaran matematika realistik, pematematikaan
horisontal dan vertikal digunakan dalam proses belajar mengajar. Kedua
jenis pematematikaan ini mendapat perhatian seimbang, karena kedua
pematematikaan ini mempunyai nilai sama. Dengan adanya pembelajaran
dengan kegiatan reinvention dan reconstruction siswa aktif dan kreatif
karena siswa melakukan atau mengalami sendiri. Pembelajaran
matematika realistik lebih ditekankan pada masalah yang kontekstual atau
real dalam arti yang bisa dibayangkan oleh siswa.
Ditinjau dari tujuan mata pelajaran matematika dalam permendiknas
tentang standar isi 2006 dapat disimpulkan pembelajaran matematika
realistik adalah salah satu pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
tersebut. Permendiknas tentang standar isi 2006 mengamanatkan bahwa,
dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai
dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (konstektual
problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara
bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Dalam
9
pembelajaran matematika realistik, pembelajaran diawali dengan masalah
kontekstual (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata yang
dinyatakan oleh De Lange sebagai matematisasi konseptual. Melalui
abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih
komplit. Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep
matematika ke bidang baru dari dunia nyata. Oleh karena itu, untuk
menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak
sehari-hari perlu diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari dan
penerapan matematika dalam sehari-hari. Pembelajaran Matematika
Realistik, dimulai dari hal-hal yang dekat dengan kehidupan sehari-hari
siswa yang sifatnya konkret. Dengan begitu siswa akan tertarik dalam
pembelajaran sehingga terjadi pembelajaran yang aktif dan kreatif karena
siswa tahu hal apa yang mereka pelajari dan dapat mereka bayangkan.
Dengan demikian siswa tidak lagi dipandang sebagai penerima pasif, tetapi
harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep
matematika di bawah bimbingan guru. Dengan kata lain kreativitas siswa
dapat meningkat.
Dari penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran
matematika realistik adalah suatu pembelajaran yang menempatkan
realitas dan masalah kontekstual sesuai dengan pengalaman siswa sebagai
titik awal pembelajaran dimana siswa diberi kesempatan untuk
mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematika formalnya melalui media
pembelajaran atau model.
b. Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik
Dalam Pembelajaran matematika realistik terdapat beberapa prinsip
yang harus dipenuhi. Gravemeijer (Supinah, 2008) mengemukakan tiga
prinsip pokok Pembelajaran matematika realistik. Ketiga prinsip itu
adalah sebagai berikut:
1) Penemuan terbimbing dan matematisasi progresif (Guided Reinvention and Progressive Mathematizing)
10
Dalam menyajikan materi, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep matematika itu pertama kali ditemukan. Proses yang sama ini bukan berarti mutlak sama, melainkan lebih ditekankan pada proses yang hampir mendekati sama ketika matematika itu ditemukan. Hal ini dilakukan dengan memberikan masalah-masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi, dilanjutkan dengan matematisasi. Proses belajar ini diatur sedemikian rupa sehingga siswa menemukan sendiri konsep atau hasil.
2) Fenomena yang bersifat mendidik (Didactical Phenomenology) Prinsip ini menekankan pada pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika pada siswa. Hal ini dengan memperhatikan dua aspek yaitu kecocokan aplikasi masalah kontekstual dalam pembelajaran dan kecocokan dampak dalam proses penemuan kembali bentuk dan model matematika dari masalah kontekstual tersebut. Dengan demikian, masalah kontekstual yang dipilih harus dapat membantu siswa menjembatani setapak demi setapak proses pematematikaan siswa.
3) Model dikembangkan sendiri (Self Developed Models) Masalah matematika yang multisolusi memungkinkan siswa mengembangkan model mereka sendiri untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini tentu saja memungkinkan munculnya berbagai model buatan siswa. Prinsip ini dapat menjembatani antara pengetahuan informal dan pengetahuan matematika formal serta konkret dan abstrak. Sehingga siswa nantinya dapat mengembangkan model yang sering dijumpai di kehidupan sehari-hari.
Dari uraian di atas pembelajaran matematika realistik pada
hakikatnya siswa belajar sendiri dari masalah kontekstual. Tetapi perlu
diingat siswa SD dalam berfikir atau bertindak masih perlu bimbingan dari
guru agar siswa sesuai dengan apa yang diharapkan dalam pembelajaran.
Dalam konteks pembelajaran matematika realistik ini siswa diharapkan
dapat memecahkan masalah untuk menemukan sendiri ide atau gagasan ke
dalam bentuk matematika dengan bimbingan dari guru. Pembelajaran
matematika realistik, guru menggunakan masalah kontekstual. Oleh karena
itu penyampaian topik-topik dalam pembelajaran, seorang guru harus
memperhatikan aplikasi dan dampak dalam pemilihan masalah kontekstual
11
yang akan disampaikan. Dengan memperhatikan aplikasi masalah dengan
dampaknya, siwa diharapkan bisa lebih mudah dalam proses
pematimatikaan dalam pemecahan masalah saat proses belajar maupun
dalam kegiatan sehari-hari. Model yang dikembangkan siswa merupakan
jawaban dari siswa berupa simbolik secara informal dalam memecahkan
suatu masalah dalam pembelajaran yang bersifat abstrak tetapi bisa
dibayangkan oleh siswa menjadi konkrit. Kesimpulan atas suatu masalah
sesuai dengan pemikiran siswa sendiri-sendiri sehingga siswa jika dalam
kehidupan sehari-hari menemukan masalah yang berhubungan dengan apa
yang telah ia pelajari khususnya yang berhubungan dengan
pematematikaan dapat membuat model untuk memecahkan sendiri sesuai
pengalaman yang ia peroleh.
Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa proses generalisasi
dan formalisasi model-model itu akhirnya menjadi sebuah model yang
dibenarkan dalam matematika. Matematika diperoleh berdasarkan intuisi,
coba-coba, dugaan, pengujian, kemudian ditingkatkan berupa algoritma,
konsep maupun rumus-rumus.
c. Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik
Menurut Ismail (2008), terdapat lima karakteristik pembelajaran
matematika realistik. Kelima karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:
1) Menggunakan Konteks Pembelajaran menggunakan masalah kontekstual. Kontekstual yang dimaksud adalah lingkungan siswa yang nyata. Di dalam matematika hal itu tidak selalu diartikan “konkret”, tetapi dapat juga yang telah dipahami siswa atau dapat dibayangkan siswa.
2) Menggunakan Model Dalam pembelajaran matematika sering kali ditempuh
melalui waktu yang panjang serta bergerak dari berbagai tingkat abstraksi. Dalam abstraksi itu perlu menggunakan model. Model yang digunakan dapat bermacam-macam, dapat konkrit berupa benda, gambar, dan skema.
3) Menggunakan Kontribusi Siswa Dalam pembelajaran perlu sekali memperhatikan
sumbangan atau kontribusi siswa yang mungkin berupa
12
ide, gagasan ataupun aneka jawab/cara. Kontribusi siswa itu dapat menyumbang kepada kontruksi atau produksi yang perlu dilakukan atau dihasilkan sehubungan dengan pemecahan masalah kontekstual.
4) Interaktivitas Dalam pembelajaran jelas perlu sekali memerlukan adanya
interaksi, baik antara siswa dengan guru yang bertindak sebagai fasilitator. Interaksi itu juga mungkin terjadi antara siswa dengan sarana atau antara siswa dengan lingkngan. Bentuk interaksi itu bermacam-macam, misalnya diskusi, negoisasi, memberi penjelasan atau komunikasi.
5) Keterkaitan Antartopik Dalam pembelajaran matematika perlu disadari bahwa
matematika adalah suatu ilmu yang terstruktur dengan ketat konsistensinya. Keterkaitan antartopik, konsep, operasi sangat kuat sehingga sangat dimungkinkan adanya integrasi antartopik.
Dari karakteristik pembelajaran matematika realistik yang
disampaikan Ismail (2008), belajar matematika adalah belajar
menggunakan konteks melalui masalah kontekstual artinya masalah dari
lingkungan siswa yang nyata atau yang dapat dibayangkan oleh siswa.
Dalam pemecahan masalah kontekstual itu diperlukan suatu pemodelan
untuk memudahkan siswa dalam belajar. Model itu dapat berupa benda,
gambar, dan skema. Dalam pembelajaran matematika realistik juga
memperhatikan kontribusi ide atau gagasan dari siswa. Dari semua itu
terciptalah subuah interaksi yang mungkin dilakukan antara siswa dengan
guru atau siswa dengan siswa. Dalam pembelajaran matematika juga dapat
mengaitkan antara topik yang satu dengan yang lain, sehingga matematika
menjadi ilmu yang terstruktur.
Berdasarkan uraian beberapa karakteristik di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran matematika realistik
meliputi: (1) Pembelajaran menggunakan masalah kontekstual, (2) siswa
mengkonstruksi sendiri melalui model atau alat peraga, (3) hasil
pemecahan masalah adalah kontribusi dari siswa, (4) siswa belajar dalam
interaksi sosial, dan (5) adanya keterkaitan topik.
13
d. Langkah–Langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Supinah (2008) menjelaskan langkah-langkah pembelajaran
matematika realistik adalah sebagai berikut:
1) Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang riil bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna.
2) Permasalahan yang diberikan harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut.
3) Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/permasalahan yang diajukan.
4) Pembelajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain, dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran.
Dari langkah-langkah pembelajaran matematika realistik menurut
Supinah (2008) di atas dijelaskan bahwa pembelajaran matematika itu
dimulai dengan pemberian masalah riil yang disesuaikan dengan
pengalaman siswa. Permasalah yang diberikan harus sesuai dengan materi
dan tujuan yang diharapkan. Dengan pemberian masalah siswa dituntut
mengembangkan atau menciptakan model simbolik secara informal artinya
dari masalah yang diberikan siswa diharapkan dapat membuat suatu
gagasan sesuai dengan pengetahuan yang akhirnya disimpulkan berupa
kalimat matematis atau matematika formal. Dengan siswa membuat
gagasan sendiri, pembelajaran dapat berlangsung secara interaktif karena
siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang
diberikannya, tidak hanya menyampaikan tetapi siswa juga memahami dan
menanggapi jawaban siswa lain.
Zulkardi (Hartono, Y., 2008), langkah-langkah pembelajaran
matematika realistik dapat dijelaskan sebagai berikut:
14
1) Persiapan Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.
2) Pembukaan Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri.
3) Proses pembelajaran Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.
4) Penutup Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik
melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal.
Dari uraian di atas yaitu langkah-langkah pembelajaran matematika
realistik menurut Zulkardi (Hartono, Y., 2008) dapat dilihat bahwa lebih
jelas karena langkah-langkah dijelaskan secara sistematis yaitu sesuai
dengan kegiatan pembelajaran yang ada di dalam kurikulum yaitu RPP.
Dalam teori tersebut langkah-langkah Pembelajaran matematika realistik
dimulai dari kegiatan awal yaitu melalui persiapan dan pembukaan,
kegiatan inti yaitu saat kegiatan siswa dalam menyelesaikan masalah
matematika realistik terjadi sedangkan penutup berisi penarikan
kesimpulan dan pemberian soal evaluasi.
Permendiknas No. 41 tahun 2007, kegiatan pembelajaran terdiri
dari tiga kegiatan yaitu:
1) Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk
15
membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
2) Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
3) Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.
Dari permendiknas No. 41 tahun 2007 dijelaskan bahwa kegiatan
pembelajaran ada tiga langkah, yaitu dimulai dari kegiatan pendahuluan
yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi siswa kemudian
dilanjutkan dengan kegiatan inti yang berisi tentang kegiatan atau aktivitas
pembelajaran dan diakhiri dengan kegiatan penutup sebagai akhir dari
aktivitas pembelajaran yang berisi kesimpulan, umpan balik, dan tindak
lanjut.
Dari penjelasan di atas tersebut, peneliti menyimpulkan langkah-
langkah pembelajaran matematika realistik adalah sebagai berikut ini.
1) Kegiatan Pendahuluan
a. Apersepsi: mengingat kembali materi sebelumnya
b. Menyampaikan tujuan pembelajaran
c. Menyampaikan pokok materi yang akan dipelajari
2) Kegiatan Inti
a. Eksplorasi
1. Guru membentuk siswa ke dalam kelompok yang
beranggotakan 5 orang
16
2. Siswa bergabung dengan kelompok masing-masing
3. Guru memberikan tugas berupa pertanyaan yang
berhubungan dengan dunia nyata atau kontekstual.
Karakteristik yang muncul dalam kegiatan ini adalah
karakteristik pertama yaitu pembelajaran menggunakan
masalah kontekstual
4. Guru meminta siswa memahami masalah tersebut secara
kelompok. Guru memberikan kesempatan pada siswa
untuk menanyakan masalah atau soal yang belum
dipahami dan guru hanya memberikan petunjuk
seperlunya. Karakteristik yang muncul dari kegiatan ini
adalah siswa belajar dalam interaksi sosial
5. Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan
interpretasi aspek matematika yang ada pada masalah yang
dimaksud dan memikirkan strategi pemecahan masalah.
Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dalam
kelompok dengan caranya sendiri berdasarkan
pengetahuan awal yang dimilikinya dan dengan
pemanfaatan model atau alat peraga, sehingga
dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa atau
kelompok yang satu dengan yang lainnya. Guru
mengamati, memotivasi, dan memberikan bimbingan.
Karakteristik yang muncul dalam kegiatan ini adalah
karakteristik kedua dan kelima yaitu siswa mengkontruksi
sendiri melalui model atau peraga dan karakteristik adanya
keterkaitan antartopik
b. Elaborasi
Membandingkan jawaban
Guru menunjuk siswa atau perwakilan kelompok untuk
menyampaikan hasil diskusi. Guru sebagai fasilitator dan
17
moderator mengarahkan siswa dan membimbing siswa
dalam menyampaikan ide dari hasil diskusi. Siswa atau
kelompok lain memberikan tanggapan dari hasil kelompok
penyaji. Karakteristik yang muncul dalam kegiatan ini
adalah karakteristik ketiga dan karakteristik keempat yaitu
hasil pemecahan masalah adalah kontribusi dari siswa dan
karakteristik siswa belajar dalam interaksi sosial
c. Konfirmasi
1. Guru memberikan penguatan atau umpan balik berupa
pujian atas diskusi yang siswa lakukan
2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya
tentang materi yang belum jelas. Karakteristik yang
muncul dalam kegiatan ini adalah adanya interaksi
3) Kegiatan Penutup
a. Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk
menarik kesimpulan suatu rumusan konsep atau prinsip dari
materi yang dipelajari. Karakteristik yang muncul dari
kegiatan ini adalah hasil pemecahan masalah adalah
kontribusi dari siswa
b. Guru dan siswa melakukan refleksi dari pembelajaran yang
telah dilakukan
c. Sebagai tindak lanjut, guru memberikan evaluasi berupa
soal-soal.
2.1.2 Matematika
a. Hakikat Matematika
Permendiknas (2006) Matematika merupakan ilmu universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting
dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
18
Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi
dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika dibidang teori
bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk
menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan
matematika yang kuat sejak dini. Matematika perlu diberikan kepada
semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta
didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan
agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola,
dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang
selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Dari uraian di atas matematika terlihat memiliki peran penting dalam
memajukan daya pikir manusia sehingga matematika perlu diberikan sejak
dini setidaknya mulai dari sekolah dasar sehingga siswa mempunyai bekal
kemampuan berpikir yang logis dan kreatif. Dari itu siswa mampu
bersaing dikehidupan yang akan siswa temui sehingga siswa mampu
bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah.
Dari itu peneliti menyimpulkan bahwa matematika adalah mata
pelajaran yang mampu membuat siswa berpikir logis, analitis, sistematis,
kritis, kreatif, dan memiliki kemampuan untuk bekerjasama.
b. Matematika Sekolah Dasar
Permendiknas tentang standar isi (2006) bahan kajian inti
matematika di Sekolah Dasar (SD) mencakup bilangan, geometri dan
pengukuran, dan pengolahan data. Penekanan diberikan pada penguasaan
bilangan termasuk berhitung.
Menurut peneliti, seorang guru dalam mengajar matematika perlu
mengetahui dan memahami objek yang akan diajarkan, karena pelajaran
matematika sangat perlu untuk dipahami dan diketahui oleh siswa sejak
dini. Salah satu cara yang dapat digunakan oleh guru untuk membuat siswa
memahami dan mengetahui pelajaran matematika pada siswa adalah
19
dengan mengajarkan objek langsung dalam pengajaran matematika. Setiap
objek langsung dalam pengajaran matematika memiliki tingkat kesulitan
yang menuntut kemampuan kognitif yang berbeda, maka dalam
pembelajaran matematika perlu strategi mengajar tersendiri yang sesuai
dengan objek langsung yang diajarkan. Hanya dengan memahami fakta,
konsep, dan prinsip yang dipelajari maka siswa akan memiliki
keterampilan operasional dalam menyelesaikan permasalahan matematika.
Dari uraian di atas tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa dalam
pembelajaran matematika di SD guru harus memilih strategi yang tepat
sesuai dengan tingkat kognitif dan materi yang diajarkan yaitu mencakup
materi pembelajaran matematika SD yakni tentang bilangan, geometri dan
pengukuran, dan pengolahan data.
c. Proses Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan
sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan,
mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai
metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif
dan efisien serta dengan hasil yang optimal (Sugihartono, 2007).
Pembelajaran perlu memberdayakan potensi peserta didik untuk
menguasai kompetensi yang diharapkan (Sanjaya, 2010). Pembelajaran
adalah cara guru memberikan kesempatan kepada si belajar untuk berfikir
agar memahami apa yang dipelajari (Sugandi, 2006). Peristiwa
pembelajaran merupakan proses interaksi mempengaruhi si belajar
sehingga memperoleh kemudahan dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan
peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang
intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah diterapkan
sebelumnya (Trianto, 2010). Menurut Isjoni (2010), pembelajaran adalah
sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa.
20
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu
peserta didik melakuan kegiatan belajar.
Dari uraian di atas bahwa pembelajaran itu menunjukan pada usaha
siswa mempelajari bahan pelajaran sebagai akibat perlakuan guru. Proses
pembelajaran yang dilakukan siswa tidak mungkin terjadi tanpa perlakuan
guru. Guru merancang pembelajaran dengan sedemikian rupa untuk
mempermudah siswa untuk belajar. Dengan demikian maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
guru untuk menciptakan kondisi yang memudahkan siswa untuk belajar
dan memperdayakan potensinya sehingga dapat menguasai kompetensi
dengan hasil optimal.
Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru
dalam mengajarkan matematika pada peserta didiknya yang didalamnya
terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap
kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa tentang
matematika yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara siswa
dengan siswa dalam mempelajari matematika tersebut (Suyitno, 2004).
Pembelajaran matematika mengoptimalkan keberadaan para siswa
sebagai pembelajar. Standar isi (Permendiknas, 2006) matematika
merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi
modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran matematika perlu
diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk
membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Mata
pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek
bilangan, geometri dan pengukuran, dan pengolahan data (Permendiknas,
2006). Tujuan akhir pembelajaran matematika di SD ini yaitu agar siswa
terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam
kehidupan sehari-hari (Heruman, 2010).
21
Dari beberapa pengertian tentang pembelajaran matematika yang
telah disampaikan di atas, dapat dilihat pengertian pembelajaran
semuannya merujuk pada pembelajaran merupakan usaha menciptakan
kondisi untuk mempermudah peserta didik untuk belajar secara optimal.
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menciptakan suasana atau
memberi layanan agar siswa belajar. Sesuai dengan standar isi bahwa
matematika membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Matematika terlihat memiliki peran penting dalam memajukan daya pikir
manusia sehingga matematika perlu diberikan sejak dini setidaknya mulai
dari sekolah dasar sehingga siswa mempunyai bekal kemampuan berpikir
yang logis dan kreatif yang bertujuan untuk menggunakan konsep
matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika adalah suatu upaya yang dilakukan guru untuk menciptakan
iklim pembelajaran matematika sehingga dapat mempermudah siswa
dalam belajar. Guru lebih berperan sebagai pembimbing daripada sebagai
pemberi tahu. Dengan bimbingan guru, siswa dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang optimal. Dalam pembelajaran matematika SD
mencakup materi yakni tentang bilangan, geometri dan pengukuran dan
pengolahan data.
2.1.3 Bangun Datar
a. Pengertian Bangun Datar
Dikutip dari laporan PTK Tugimin (2008), bangun datar adalah
bagian dari bidang datar yang dibatasi oleh garis-garis lurus atau lengkung.
Bangun datar dapat didefinisikan sebagai bangun yang rata yang
mempunyai dua dimensi yaitu panjang dan lebar, tetapi tidak mempunyai
tinggi atau tebal Berdasarkan pengertian tersebut, peneliti menegaskan
bahwa bangun datar merupakan bangun dua demensi yang hanya memiliki
panjang dan lebar, yang dibatasi oleh garis lurus atau lengkung.
22
b. Jenis Bangun Datar dan Sifat-Sifatnya
Tugimin (2008), bangun datar di kelas V SD terdiri atas persegi
panjang, persegi, segitiga, trapesium, jajargenjang, belah ketupat, layang-
layang, dan lingkaran. Uraian lebih lanjut tentang sifat-sifat bangun datar
adalah sebagai berikut:
1) Persegi mempunyai 4 sisi yang sama panjang dan 4 sudut yang
sama besar, yaitu sudut siku-siku. Diagonalnya sama panjang
dan saling memotong sama panjang sehingga membagi dua
sama panjang.
2) Persegi panjang panjang mempunyai dua pasang sisi yang
sama panjang dan 4 sudut yang sama besar, yaitu sudut siku-
siku. Diagonalnya sama panjang dan saling memotong sama
panjang sehingga membagi dua sama panjang.
3) Segitiga memiliki berbagai jenis, yaitu segitiga sama sisi,
segitiga sama kaki, segitiga siku-siku, segitiga sembarang, dan
segitiga lancip. Segi tiga memiliki 3 sudut dan 3 buah sisi.
4) Trapesium memiliki sepasang sisi yang sejajar. Jumlah besar
sudut yang berdekatan diantara sisi sejajar pada trapesium
adalah 1800
5) Jajargenjang memiliki sisi yang berhadapan sejajar sama
panjang, sudut yang berhadapan sama besar. Kedua
diagonalnya saling membagi sama panjang.
.
6) Belah ketupat memiliki empat sisi sama panjang, kedua
diagonalnya merupakan sumbu simetri, sudut yang berhadapan
sama besar, diagonalnya saling berpotongan tegak lurus.
7) Layang-layang mempunyai satu sumbu simetri, memiliki dua
pasang sisi yang sama panjang, terdapat sepasang sudut yang
berhadapan yang sama besar.
8) Lingkaran memiliki sebuah titik pusat, memiliki garis tengah
yang panjangnya dua kali jari-jari, banyak sumbu simetri
lingkaran tidak terbatas.
23
Dari uraian di halaman sebelumnya, peneliti menyimpulkan bangun
datar yang dipelajari terdiri dari persegi, persegi panjang, segitiga,
trapesium, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan lingkaran yang
memiliki sifat sendiri-sendiri yang menjadi kekhasan dari setiap bangun
datar.
2.1.4 Kreativitas
a. Pengertian Kreativitas
Kreativitas adalah hasil dari interaksi antara individu dan lingkungan
(Munandar, 2004). Slameto (2003) menyatakan kreativitas berhubungan
dengan penemuan sesuatu, mengenai hal yang menghasilkan sesuatu yang
baru dengan menggunakan sesuatu yang telah ada. Sugihartono (2007),
kreativitas merupakan salah satu kemampuan mental yang unik pada
manusia. Chandra (Sugihartono, 2007) mengartikan kreativitas sebagai
kemampuan mental yang khas pada manusia yang melahirkan
pengungkapan yang unik, berbeda, original, baru, indah, efisisen dan tepat
guna. Kreativitas dapat dipahami sebagai temuan mengenai hal baru
dengan menggunakan sesuatu yang telah ada sehingga timbul kemampuan
mental yang khas pada diri manusia. Kemampuan mental yang khas dapat
melahirkan pengungkapan yang unik, berbeda, baru, indah, efisien dan
tepat guna.
Dari paparan di atas, peneliti menyimpulkan kreativitas adalah
kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda, efisien dan
tepat guna yang merupakan hasil interaksi antara individu dan lingkungan.
b. Pengertian Anak Kreatif
Anak kreatif yaitu anak yang mampu memperdayakan pikirannya
untuk menghasilkan gagasan baru, memecahkan masalah dan ide yang
mempunyai maksud dan tujuan yang ditentukan. Individu kreatif dengan
sendirinya memiliki motivasi dalam dirinya atau motivasi intrinsik yang
24
kuat untuk menghasilkan ide atau karya dalam memuaskan diri bukan
karena tekanan dari luar.
Anak kreatif memuaskan rasa keingintahuannya melalui berbagai
cara seperti bereksplorasi, bereksperimen dan banyak mengajukan
pertanyaan pada orang lain. Anak kreatif dan cerdas tidak terbentuk
dengan sendirinya melainkan perlu pengarahan salah satunya dengan
memberi kegiatan yang dapat mengembangkan kreativitas anak.
Anak usia awal sekolah masih memiliki daya kreativitas yang
kurang. Ini dapat dilihat dari kegiatan anak dalam kehidupan sehari-hari
dimana anak cepat mengatakan tidak bisa dan sulit dalam memecahkan
masalah dalam belajar khususnya belajar tentang matematika. Pengetahuan
dan pengalaman yang dialami anak akan lebih bermakna dan akan
bertahan lama jika dapat diperoleh secara langsung, untuk itu diperlukan
berbagai macam kegiatan melalui eksperimen dan eksplorasi sehingga
anak dapat terpuaskan akan rasa ingintahunya.
Dari paparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa anak kreatif
adalah anak yang mampu memperdayakan pikirannya serta motivasi untuk
menghasilkan ide atau gagasan baru melalui berbagai cara dengan suatu
pengarahan tertentu.
c. Indikator Kreativitas
Krutetski (Munandar, 2004) menyatakan kreativitas identik dengan
keterbakatan matematik. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa kreativitas
dalam pemecahan masalah matematik merupakan kemampuan dalam
merumuskan masalah matematik secara bebas, bersifat penemuan, dan
baru. Ide-ide ini sejalan dengan ide-ide seperti flesibilitas dan kelancaran
dalam membuat asosiasi baru dan menghasilkan jawaban divergen yang
berkaitan dengan kreativitas secara umum.
Menurut Aisyah (Suharta, 2003), untuk menjadi individu kreatif,
dibutuhkan kemampuan berpikir yang mengalir lancar, bebas, dan ide
yang orisinal yang didapat dari alam pikirannya sendiri. Berpikir kreatif
25
juga menuntut yang bersangkutan memiliki banyak gagasan. Agar anak
bisa berpikir kreatif, ia haruslah bisa bersikap terbuka dan fleksibel dalam
mengemukakan gagasan. Makin banyak ide yang dicetuskannya
menandakan makin kreatif si anak.
Tabel 2.1 Indikator Kreativitas Matematis
Pengertian Perilaku Berpikir Lancar
1. Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau jawaban.
2. Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.
a. Menjawab dengan sejumlah
jawaban jika ada pertanyaan. b. Mempunyai banyak gagasan
mengenai suatu masalah.
Berpikir Luwes 1. Menghasilkan jawaban,
gagasan, atau pertanyaan yang bervariasi.
2. Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda.
a. Memberikan penafsiran
bermacam-mcam terhadap gambar, cerita, atau masalah.
b. Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda.
c. Jika diberi suatu masalah, menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda-beda.
Berpikir Orisinil 1. Mampu melahirkan
ungkapan baru dan unik. 2. Memikirkan cara-cara yang
tak lazim untuk mengungkapkan diri
a. Mempertanyakan cara-cara
yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara baru.
b. Setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk menyelesaikan yang baru.
c. Lebih senang mensintesis daripada menganalisis sesuatu.
Berpikir Terperinci (Elaboration) 1. Mampu memperkaya dan
mengembangkan suatu gagasan atau produk.
2. Menambah atau merinci detail-detail suatu objek, gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
a. Mencari arti yang lebih
mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci.
b. Mengembangkan atau memperkaya gagasan oranglain.
Dengan berpikir secara lancar, luwes, orisinil, dan terperinci
tumbuhlah kreativitas siswa. Berpikir lancar artinya siswa mampu
mengajukan atau menjawab pertanyaan dengan gagasan-gagasan yang
26
baru sehingga siswa mampu belajar lebih cepat. Berpikir luwes artinya
siswa mampu menghasilkan gagasan baik berupa pertanyaan atau jawaban
yang bervariasi. Siswa tidak hanya menyelesaikan masalah dengan melihat
satu sudut pandang saja, melainkan siswa mengaitkan atau
menghubungkan masalah ke dalam bidang atau sudut pandang yang lain.
Misalnya saja dalam belajar matematika tentang penjumlahan siswa bisa
mengintegrasikan atau menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari,
sebagai contoh penjumlahan dikaitkan ketika terjadi jual beli di warung
atau di pasar. Sehingga siswa tidak hanya belajar dari satu sumber bahkan
hanya terfokus oleh buku, melainkan siswa bisa mengintegrasikan dengan
sudut pandang yang berbeda. Dengan pemikiran siswa seperti itu, siswa
lebih kritis karena banyak memiliki alternatif atau strategi yang banyak.
Dengan kritisnya siswa tersebut, biasanya dalam diskusi terkadang ia
mempunyai posisi yang bertentangan dengan siswa lain. Tetapi dengan
pemikiran yang kritis itu pula siswa mampu mengubah arah berpikir secara
spontan.
Dalam berpikir orisinil siswa lebih menghubungkan antara cara
lama dengan berusaha memikirkan cara atau ide baru. Setelah siswa
membaca atau mendengar gagasan, siswa berusaha untuk menemukan atau
menyelesaikan masalah dengan ide yang baru sehingga siswa terlihat lebih
senang mensintesis atau memadukan daripada menganalisis. Berpikir
terperinci artinya siswa mampu mencari arti lebih mendalam terhadap
pemecahan masalah dengan langkah-langkah terperinci. Siswa lebih
memperkaya gagasan dari oarng lain. Siswa mengkaji atau menganalisis
antara gagasan yang satu dengan yang lainnya sehingga siswa mampu
memberikan gagasan yang mantap dan sempurna, karena siswa yang
berpikir terperinci tidak puas dengan penampilan yang sederhana.
Dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan kreativitas matematis adalah kemampuan menemukan dan
menyelesaikan soal-soal atau masalah matematis yang indikator-
indikatornya meliputi: (1) kelancaran adalah kemampuan mengemukakan
27
ide, jawaban, pertanyaan dan penyelesaian masalah, (2) keluwesan adalah
kemampuan untuk menemukan atau menghasilkan berbagai macam ide,
jawaban atau pernyataan yang bervariasi, (3) original adalah kemampuan
memberikan gagasan atau tanggapan yang baru, dan (4) terperinci adalah
kemampuan untuk mengembangkan suatu ide, menambah atau merinci
secara detail suatu obyek, ide, dan situasi.
2.1.5 GENDER
a. Pengertian Gander
Menurut Santrock, J. W (2007) gender adalah dimensi psikologis
dan sosiokultural yang dimiliki karena seseorang adalah laki-laki dan
perempuan. Ada dua aspek dalam gender yaitu: identitas gender dan peran
gender. Peran gender adalah gambaran bagaimana pria atau wanita
berfikir, bertindak, atau merasa. Sedangkan menurut Sugihartono (2007)
gender merupakan aspek psikososial dari laki-laki dan perempuan.
Dari pengertian di atas gender adalah perbedaan jenis kelamin (laki-
laki dan perempuam) berdasarkan konstruksi sosial atau konstruksi
masyarakat. Hubungan sosial ini dapat dibentuk dan dirubah sesuai faktor
lingkungan yang mempengaruhinya. Dengan memperhatikan pengertian
tersebut maka gender dalam penelitian ini hanya terbatas pada perbedaan
jenis kelamin, yaitu laki-laki atau perempuan berdasarkan perbedaan
biologis.
b. Perbedaan dalam Gender
Santrock, J. W (2007) beberapa perbedaan yang ada dalam gender
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Perbedaan fisik Otak manusia pada dasarnya sama, terlepas apakah dia
laki-laki atau perempuan (Halpern, 2001; Hwang, 2004). Meskipun demikian, penelitian menemukan beberapa perbedaan pada otak laki-laki dan otak perempuan (Goldstein, 2001; Kimaru, 2000). Beberapa pebedaan yang sudah ditemukan adalah:
28
a. Otak perempuan lebih kecil dibandingkan otak laki-laki, tetapi otak perempuan lebih berlekuk; lipatan yang lebih besar (disebut kerutan/konvolusi) ini memungkinkan jaringan permukaan otak dalam tengkorak yang lebih luas pada perempuan dibanding dengan laki-laki (Luders, 2004).
b. Porsi dari korpus kalosom-ikatan jaringan tempat kedua belahan otak berkomunikasi – lebih besar pada perempuan dibanding pada laki-laki (Driesen & Raz, 1995; Le Vay, 1994).
c. Daerah dari lobus parietal yang berfungsi untuk kemampuan visiopasial lebih besar pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan (Fredirk dkk, 2000).
d. Daerah otak yang telibat dalam ekspresi emosi menunjukkan aktivitas metabolisme yang lebih tinggi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki (Gur, dkk., 1995).
2. Perbedaan Kognitif Dalam pembahasan klasik mengenai perbedaan gender,
Eleanor Maccoby dan Carol Jacklin (1997) menyimpulkan bahwa laki-laki memiliki kemampuan matematika dan visuospasial (kemampuan yang dibutuhkan arsitek untuk mendesain sudut dan dimensi bangunan) yang lebih baik, sedangkan perempuan lebih baik dalam kemampuan verbalnya. Kemudian Maccoby merevisi kesimpulannya mengenai beberapa dimemsi gender. Dia menyatakan bahwa akumulalsi dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan antara kemampuan verbal antara laki-laki dan perempuan sudah hampir tidak ada lagi tetapi perbedaan dalam kemampuan matematika dan visuospasial masih ada.
Dalam sebuah penelitian nasional oleh departemen pendidikan AS (2000), anak laki-laki sedikit lebih baik dibandingkan perempuan dalam matematika dan sains. Meskipun begitu, secara rata-rata anak perempuan adalah pelajar yang lebih baik, dan mereka secara signifikan lebih baik dari anak laki-laki dalam membaca. Dalam penelitian nasional terbaru lainnya, anak perempuan memiliki prestasi membaca dan kemampuan menulis yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki kelas 4, 8, dan 12, dan perbedaan ini lebih lebar seiring dengan meningkatnya pendidikan (Coley, 2001).
Dari hasil penelitian di atas dan halaman sebelumnya menyatakan
bahwa kemampuan laki-laki dalam bidang matematika dan sains lebih baik
daripada perempuan. Perempuan disebutkan lebih unggul dalam bidang
membaca dan menulis. Dari kelebihan yang dimiliki siswa perempuan
29
dalam membaca dan menuliskan memungkinkan dapat meningkatkan pula
kemampuan dalam bidang matematika dan sains.
Dari pendapat di atas, peneliti ingin mengetahui apakah seorang
laki-laki itu memang lebih baik dibidang matematika dan sains
dibandingkan dengan perempuan. Khususnya dalam penelitian ini peneliti
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh gender terhadap
kreativitas sebagai dampak dari pembelajaran matematika realistik.
2.2 Kajian Yang Relevan
Hasratuddin (2010) dalam penelitian yang berjudul meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan kecerdasan emosional siswa SMP melalui
pembelajaran matematika realistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
(1) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa
antara yang diberi pembelajaran matematika realistik dengan pembelajaran
biasa, (2) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa
berdasarkan peringkat sekolah, (3) terdapat perbedaan peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa berdasarkan gender, (4) tidak terdapat
interaksi antara pembelajaran dengan peringkat sekolah terhadap
peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa, (5) tidak terdapat interaksi
antara pembelajaran dengan gender terhadap peningkatan kemampuan
berpikir kritis siswa, (6) terdapat perbedaan peningkatan kecerdasan
emosional siswa berdasarkan pembelajaran, (7) tidak terdapat perbedaan
peningkatan kecerdasan emosional siswa berdasarkan peringkat sekolah,
(8) tidak terdapat perbedaan peningkatan kecerdasan emosional siswa
berdasarkan gender, (9) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran
dengan peringkat sekolah terhadap peningkatan kecerdasan emosional,
(10) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan gender terhadap
kecerdasan emosional, (11) tidak terdapat korelasi antara kemampuan
berpikir kritis dengan kecerdasan emosional, dan (12) siswa memiliki
respon yang positif terhadap pembelajaran matematika realistik. Secara
30
umum, melalui pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan kecerdasan emosional siswa.
Dari hasil penelitian di atas terutama hasil yang pertama, ketiga, dan
kelima dapat dilihat bahwa ada peningkatan berpikir kritis yang
menunjukkan kreativitas lebih baik dengan pembelajaran matematika
realistik, terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis
berdasarkan gender dan tidak terdapat interaksi antara pembelajaran
dengan gender terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.
Berdasarkan laporan dari penelitian yang telah dilakukan dan dijabarkan di
atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian menggunakan
pembelajaran matematika realistik terhadap kreativitas berdasarkan
gender.
2.3 Kerangka Pikir
Pembelajaran matematika yang dilakukan guru masih berkonsentrasi
pada buku dan latihan soal, pembelajaran yang dilakukan guru masih
monoton dan berpusat pada guru sehingga siswa kurang aktif, kreatif, dan
menyenangkan. Dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik
diharapkan pembelajaran menjadi aktif, menyenangkan, dan kreatif serta
mempunyai ketrampilan sosial yang tinggi dan mampu menghargai orang
lain sehingga dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam menghasilkan
produk baru dari apa yang siswa peroleh ketika pembelajaran baik siswa
laki-laki maupun perempuan.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas dapat diajukan
hipotesis sebagai berikut:
1. Ada perbedaan kreativitas kelompok siswa yang menggunakan
pembelajaran matematika realistik dengan kelompok siswa yang
menggunakan pembelajaran konvensional.
31
Ha: ada perbedaan kreativitas antara siswa yang menggunakan
pembelajaran matematika realistik dengan kelompok siswa yang
menggunakan pembelajaran konvensional.
Ho: tidak ada perbedaan kreativitas antara siswa yang menggunakan
pembelajaran matematika realistik dengan kelompok siswa yang
menggunakan pembelajaran konvensional.
2. Ada perbedaan kreativitas antara kelompok siswa laki-laki dengan
kelompok siswa perempuan.
Ha: ada perbedaan kreativitas antara siswa laki-laki dan perempuan.
Ho: tidak ada perbedaan kreativitas antara siswa laki-laki dan
perempuan.
3. Ada pengaruh pembelajaran matematika realistik terhadap kreativitas
berdasarkan gender siswa pada pokok bahasan mengidentifikasi sifat-
sifat bangun datar kelas V SD semester 2 gugus Ki Hajar Dewantara
kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2011/2012.
Ha: ada pengaruh pembelajaran matematika realistik terhadap
kreativitas berdasarkan gender siswa pada pokok bahasan
mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar kelas V SD semester 2
gugus Ki Hajar Dewantara kabupaten Grobogan tahun pelajaran
2011/2012.
Ho: tidak ada pengaruh pembelajaran matematika realistik terhadap
kreativitas berdasarkan gender siswa pada pokok bahasan
mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar kelas V SD semester 2
gugus Ki Hajar Dewantara kabupaten Grobogan tahun pelajaran
2011/2012.
Dasar pengambilan keputusan hipotesis berdasarkan signifikan (sig.)
adalah sebagai berikut:
1. Apabila sig. > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
2. Apabila sig. < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.