BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika...

26
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika Realistik a. Hakekat Pembelajaran Matematika Realistik Menurut Suryanto (Supinah, 2008) materi pelajaran matematika harus dipandang sebagai aktivitas manusia bukan sebagai hasil yang siap pakai. Pembelajaran matematika yang didasarkan pandangan bahwa matematika merupakan hasil yang siap pakai akan cenderung menuntut siswa mereproduksi materi yang disajikan. Akibatnya, siswa dalam pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa yang disampaikan guru. Lain halnya apabila matematika dipandang sebagai aktivitas manusia. Pembelajaran yang didasarkan pandangan ini lebih mengarahkan siswa pada kegiatan reinvention (penemuan kembali) dan reconstruction (konstruksi kembali). Siswa dalam hal ini diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk melakukan reinvention dan reconstruction dengan cara mereka sendiri. Suatu prinsip utama pembelajaran realistik adalah siswa harus berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar melalui praktik yang mereka alami sendiri. Penggunaan istilah "realistic" dalam Pembelajaran Matematika Realistik tidak selalu diartikan bahwa dalam pembelajarannya matematika harus dikaitkan dengan dunia nyata dalam arti sehari-hari. Ismail (2008), realistik dalam Pembelajaran matematika realistik juga dapat diartikan bahwa matematika harus bersifat riil bagi siswa. Artinya bahwa matematika yang pada dasarnya abstrak dibuat nyata dalam benak siswa (dapat dibayangkan oleh siswa). Penekanannya adalah membuat sesuatu menjadi nyata dalam pikiran. Menurut Suryanto (Supinah, 2008), dunia nyata dalam arti sehari- hari dan dunia yang dapat dibayangkan siswa ini disebut "dunia nyata siswa". Dunia nyata siswa inilah yang menjadi starting point (titik awal 6

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran Matematika Realistik

a. Hakekat Pembelajaran Matematika Realistik

Menurut Suryanto (Supinah, 2008) materi pelajaran matematika

harus dipandang sebagai aktivitas manusia bukan sebagai hasil yang siap

pakai. Pembelajaran matematika yang didasarkan pandangan bahwa

matematika merupakan hasil yang siap pakai akan cenderung menuntut

siswa mereproduksi materi yang disajikan. Akibatnya, siswa dalam

pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa yang disampaikan guru.

Lain halnya apabila matematika dipandang sebagai aktivitas manusia.

Pembelajaran yang didasarkan pandangan ini lebih mengarahkan siswa

pada kegiatan reinvention (penemuan kembali) dan reconstruction

(konstruksi kembali). Siswa dalam hal ini diarahkan pada penggunaan

berbagai situasi dan kesempatan untuk melakukan reinvention dan

reconstruction dengan cara mereka sendiri. Suatu prinsip utama

pembelajaran realistik adalah siswa harus berpartisipasi secara aktif dalam

proses belajar melalui praktik yang mereka alami sendiri. Penggunaan

istilah "realistic" dalam Pembelajaran Matematika Realistik tidak selalu

diartikan bahwa dalam pembelajarannya matematika harus dikaitkan

dengan dunia nyata dalam arti sehari-hari. Ismail (2008), realistik dalam

Pembelajaran matematika realistik juga dapat diartikan bahwa matematika

harus bersifat riil bagi siswa. Artinya bahwa matematika yang pada

dasarnya abstrak dibuat nyata dalam benak siswa (dapat dibayangkan oleh

siswa). Penekanannya adalah membuat sesuatu menjadi nyata dalam

pikiran.

Menurut Suryanto (Supinah, 2008), dunia nyata dalam arti sehari-

hari dan dunia yang dapat dibayangkan siswa ini disebut "dunia nyata

siswa". Dunia nyata siswa inilah yang menjadi starting point (titik awal

6

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

7

atau titik tolak) dalam pengembangan konsep-konsep atau gagasan-

gagasan matematika dalam pembelajaran matematika realistik.

Pembelajaran matematika realistik ini sejalan dengan pandangan

konstruktivis yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika pada

dasarnya adalah membantu siswa untuk membangun konsep atau prinsip

matematika dengan kemampuan sendiri melalui internalisasi. Internalisasi

yang dimaksud adalah proses penemuan kembali dan rekonstruksi

kembali. Penemuan kembali dan rekonstruksi kembali ini diusahakan

dengan bantuan guru melalui perjumpaan siswa dengan masalah dan

situasi dunia nyata mereka. Menurut Hadi (Hartono, Y., 2008),

mengatakan bahwa Pembelajaran matematika realistik merupakan suatu

pembelajaran yang menggunakan masalah kontekstual dan situasi

kehidupan nyata untuk memperoleh dan mengaplikasikan konsep

matematika. Masalah kontekstual ini bukan berarti masalah yang selalu

konkret dapat dilihat oleh mata, tetapi termasuk hal-hal yang mudah

dibayangkan oleh siswa melalui media pembelajaran atau model.

Pembelajaran matematika realistik, pembelajaran matematika lebih

ditekankan pada aktivitas, yaitu aktivitas pematematikaan. Menurut

Treffers (Hartono, Y., 2008) ada dua jenis pematematikaan, yaitu:

1) Pematematikaan horisontal Pematematikaan horisontal ini berkaitan dengan pengkaitan

pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya bersama intuisi mereka sebagai alat untuk menyelesaikan masalah dari dunia nyata. Contohnya adalah pengidentifikasian, perumusan, penvisualisasian atau merumuskan masalah dalam cara-cara yang berbeda, dan pentransformasian masalah dunia real ke masalah matematika.

2) Pematematikaan vertikal Pematematikaan vertikal ini berkaitan dengan pengorganisasian kembali pengetahuan yang telah diperoleh dalam simbol-simbol matematika yang lebih abstrak. Contohnya adalah menghaluskan dan memperbaiki model, menggunakan model yang berbeda, memadukan dan mengkombinasikan beberapa model, membuktikan keteraturan, merumuskan konsep matematika yang baru dan mengeneralisasikan.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

8

Dilihat dari penjelasan pematematikaan horisontal dan

pematematikaan vertikal, pematematikaan horisontal lebih menekankan

dari pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya untuk

menyelesaikan masalah dari dunia nyata. Ini artinya pengalaman atau

pengetahuan siswa yang telah dimiliki menjadi faktor penting dalam

pembelajaran matematika realistik. Dengan pengalaman atau pengetahuan

sebelumnya siswa dapat merumuskan masalah dengan cara yang berbeda-

beda dan siswa dapat mentransformasikan atau menghubungkan masalah

dunia nyata ke dalam matematika. Sedangkan pematematikaan vertikal

lebih menekankan pada pengorganisasian kembali pengetahuan yang telah

diperoleh dalam simbol-simbol matematika yang abstrak menjadi lebih

konkrit. Dalam pengorganisasian kembali tersebut siswa dapat

menggunakan model atau sumber belajar yang berbeda-beda sebagai alat

bantu sehingga dengan penggunaan model pengorganisasian kembali dari

matematika yang abstrak menjadi lebih konkrit.

Dalam pembelajaran matematika realistik, pematematikaan

horisontal dan vertikal digunakan dalam proses belajar mengajar. Kedua

jenis pematematikaan ini mendapat perhatian seimbang, karena kedua

pematematikaan ini mempunyai nilai sama. Dengan adanya pembelajaran

dengan kegiatan reinvention dan reconstruction siswa aktif dan kreatif

karena siswa melakukan atau mengalami sendiri. Pembelajaran

matematika realistik lebih ditekankan pada masalah yang kontekstual atau

real dalam arti yang bisa dibayangkan oleh siswa.

Ditinjau dari tujuan mata pelajaran matematika dalam permendiknas

tentang standar isi 2006 dapat disimpulkan pembelajaran matematika

realistik adalah salah satu pembelajaran yang sesuai dengan tujuan

tersebut. Permendiknas tentang standar isi 2006 mengamanatkan bahwa,

dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai

dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (konstektual

problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara

bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Dalam

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

9

pembelajaran matematika realistik, pembelajaran diawali dengan masalah

kontekstual (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata yang

dinyatakan oleh De Lange sebagai matematisasi konseptual. Melalui

abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih

komplit. Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep

matematika ke bidang baru dari dunia nyata. Oleh karena itu, untuk

menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak

sehari-hari perlu diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari dan

penerapan matematika dalam sehari-hari. Pembelajaran Matematika

Realistik, dimulai dari hal-hal yang dekat dengan kehidupan sehari-hari

siswa yang sifatnya konkret. Dengan begitu siswa akan tertarik dalam

pembelajaran sehingga terjadi pembelajaran yang aktif dan kreatif karena

siswa tahu hal apa yang mereka pelajari dan dapat mereka bayangkan.

Dengan demikian siswa tidak lagi dipandang sebagai penerima pasif, tetapi

harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep

matematika di bawah bimbingan guru. Dengan kata lain kreativitas siswa

dapat meningkat.

Dari penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran

matematika realistik adalah suatu pembelajaran yang menempatkan

realitas dan masalah kontekstual sesuai dengan pengalaman siswa sebagai

titik awal pembelajaran dimana siswa diberi kesempatan untuk

mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematika formalnya melalui media

pembelajaran atau model.

b. Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik

Dalam Pembelajaran matematika realistik terdapat beberapa prinsip

yang harus dipenuhi. Gravemeijer (Supinah, 2008) mengemukakan tiga

prinsip pokok Pembelajaran matematika realistik. Ketiga prinsip itu

adalah sebagai berikut:

1) Penemuan terbimbing dan matematisasi progresif (Guided Reinvention and Progressive Mathematizing)

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

10

Dalam menyajikan materi, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep matematika itu pertama kali ditemukan. Proses yang sama ini bukan berarti mutlak sama, melainkan lebih ditekankan pada proses yang hampir mendekati sama ketika matematika itu ditemukan. Hal ini dilakukan dengan memberikan masalah-masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi, dilanjutkan dengan matematisasi. Proses belajar ini diatur sedemikian rupa sehingga siswa menemukan sendiri konsep atau hasil.

2) Fenomena yang bersifat mendidik (Didactical Phenomenology) Prinsip ini menekankan pada pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika pada siswa. Hal ini dengan memperhatikan dua aspek yaitu kecocokan aplikasi masalah kontekstual dalam pembelajaran dan kecocokan dampak dalam proses penemuan kembali bentuk dan model matematika dari masalah kontekstual tersebut. Dengan demikian, masalah kontekstual yang dipilih harus dapat membantu siswa menjembatani setapak demi setapak proses pematematikaan siswa.

3) Model dikembangkan sendiri (Self Developed Models) Masalah matematika yang multisolusi memungkinkan siswa mengembangkan model mereka sendiri untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini tentu saja memungkinkan munculnya berbagai model buatan siswa. Prinsip ini dapat menjembatani antara pengetahuan informal dan pengetahuan matematika formal serta konkret dan abstrak. Sehingga siswa nantinya dapat mengembangkan model yang sering dijumpai di kehidupan sehari-hari.

Dari uraian di atas pembelajaran matematika realistik pada

hakikatnya siswa belajar sendiri dari masalah kontekstual. Tetapi perlu

diingat siswa SD dalam berfikir atau bertindak masih perlu bimbingan dari

guru agar siswa sesuai dengan apa yang diharapkan dalam pembelajaran.

Dalam konteks pembelajaran matematika realistik ini siswa diharapkan

dapat memecahkan masalah untuk menemukan sendiri ide atau gagasan ke

dalam bentuk matematika dengan bimbingan dari guru. Pembelajaran

matematika realistik, guru menggunakan masalah kontekstual. Oleh karena

itu penyampaian topik-topik dalam pembelajaran, seorang guru harus

memperhatikan aplikasi dan dampak dalam pemilihan masalah kontekstual

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

11

yang akan disampaikan. Dengan memperhatikan aplikasi masalah dengan

dampaknya, siwa diharapkan bisa lebih mudah dalam proses

pematimatikaan dalam pemecahan masalah saat proses belajar maupun

dalam kegiatan sehari-hari. Model yang dikembangkan siswa merupakan

jawaban dari siswa berupa simbolik secara informal dalam memecahkan

suatu masalah dalam pembelajaran yang bersifat abstrak tetapi bisa

dibayangkan oleh siswa menjadi konkrit. Kesimpulan atas suatu masalah

sesuai dengan pemikiran siswa sendiri-sendiri sehingga siswa jika dalam

kehidupan sehari-hari menemukan masalah yang berhubungan dengan apa

yang telah ia pelajari khususnya yang berhubungan dengan

pematematikaan dapat membuat model untuk memecahkan sendiri sesuai

pengalaman yang ia peroleh.

Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa proses generalisasi

dan formalisasi model-model itu akhirnya menjadi sebuah model yang

dibenarkan dalam matematika. Matematika diperoleh berdasarkan intuisi,

coba-coba, dugaan, pengujian, kemudian ditingkatkan berupa algoritma,

konsep maupun rumus-rumus.

c. Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik

Menurut Ismail (2008), terdapat lima karakteristik pembelajaran

matematika realistik. Kelima karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:

1) Menggunakan Konteks Pembelajaran menggunakan masalah kontekstual. Kontekstual yang dimaksud adalah lingkungan siswa yang nyata. Di dalam matematika hal itu tidak selalu diartikan “konkret”, tetapi dapat juga yang telah dipahami siswa atau dapat dibayangkan siswa.

2) Menggunakan Model Dalam pembelajaran matematika sering kali ditempuh

melalui waktu yang panjang serta bergerak dari berbagai tingkat abstraksi. Dalam abstraksi itu perlu menggunakan model. Model yang digunakan dapat bermacam-macam, dapat konkrit berupa benda, gambar, dan skema.

3) Menggunakan Kontribusi Siswa Dalam pembelajaran perlu sekali memperhatikan

sumbangan atau kontribusi siswa yang mungkin berupa

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

12

ide, gagasan ataupun aneka jawab/cara. Kontribusi siswa itu dapat menyumbang kepada kontruksi atau produksi yang perlu dilakukan atau dihasilkan sehubungan dengan pemecahan masalah kontekstual.

4) Interaktivitas Dalam pembelajaran jelas perlu sekali memerlukan adanya

interaksi, baik antara siswa dengan guru yang bertindak sebagai fasilitator. Interaksi itu juga mungkin terjadi antara siswa dengan sarana atau antara siswa dengan lingkngan. Bentuk interaksi itu bermacam-macam, misalnya diskusi, negoisasi, memberi penjelasan atau komunikasi.

5) Keterkaitan Antartopik Dalam pembelajaran matematika perlu disadari bahwa

matematika adalah suatu ilmu yang terstruktur dengan ketat konsistensinya. Keterkaitan antartopik, konsep, operasi sangat kuat sehingga sangat dimungkinkan adanya integrasi antartopik.

Dari karakteristik pembelajaran matematika realistik yang

disampaikan Ismail (2008), belajar matematika adalah belajar

menggunakan konteks melalui masalah kontekstual artinya masalah dari

lingkungan siswa yang nyata atau yang dapat dibayangkan oleh siswa.

Dalam pemecahan masalah kontekstual itu diperlukan suatu pemodelan

untuk memudahkan siswa dalam belajar. Model itu dapat berupa benda,

gambar, dan skema. Dalam pembelajaran matematika realistik juga

memperhatikan kontribusi ide atau gagasan dari siswa. Dari semua itu

terciptalah subuah interaksi yang mungkin dilakukan antara siswa dengan

guru atau siswa dengan siswa. Dalam pembelajaran matematika juga dapat

mengaitkan antara topik yang satu dengan yang lain, sehingga matematika

menjadi ilmu yang terstruktur.

Berdasarkan uraian beberapa karakteristik di atas, peneliti

menyimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran matematika realistik

meliputi: (1) Pembelajaran menggunakan masalah kontekstual, (2) siswa

mengkonstruksi sendiri melalui model atau alat peraga, (3) hasil

pemecahan masalah adalah kontribusi dari siswa, (4) siswa belajar dalam

interaksi sosial, dan (5) adanya keterkaitan topik.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

13

d. Langkah–Langkah Pembelajaran Matematika Realistik

Supinah (2008) menjelaskan langkah-langkah pembelajaran

matematika realistik adalah sebagai berikut:

1) Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang riil bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna.

2) Permasalahan yang diberikan harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut.

3) Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/permasalahan yang diajukan.

4) Pembelajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain, dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran.

Dari langkah-langkah pembelajaran matematika realistik menurut

Supinah (2008) di atas dijelaskan bahwa pembelajaran matematika itu

dimulai dengan pemberian masalah riil yang disesuaikan dengan

pengalaman siswa. Permasalah yang diberikan harus sesuai dengan materi

dan tujuan yang diharapkan. Dengan pemberian masalah siswa dituntut

mengembangkan atau menciptakan model simbolik secara informal artinya

dari masalah yang diberikan siswa diharapkan dapat membuat suatu

gagasan sesuai dengan pengetahuan yang akhirnya disimpulkan berupa

kalimat matematis atau matematika formal. Dengan siswa membuat

gagasan sendiri, pembelajaran dapat berlangsung secara interaktif karena

siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang

diberikannya, tidak hanya menyampaikan tetapi siswa juga memahami dan

menanggapi jawaban siswa lain.

Zulkardi (Hartono, Y., 2008), langkah-langkah pembelajaran

matematika realistik dapat dijelaskan sebagai berikut:

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

14

1) Persiapan Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.

2) Pembukaan Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri.

3) Proses pembelajaran Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.

4) Penutup Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik

melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal.

Dari uraian di atas yaitu langkah-langkah pembelajaran matematika

realistik menurut Zulkardi (Hartono, Y., 2008) dapat dilihat bahwa lebih

jelas karena langkah-langkah dijelaskan secara sistematis yaitu sesuai

dengan kegiatan pembelajaran yang ada di dalam kurikulum yaitu RPP.

Dalam teori tersebut langkah-langkah Pembelajaran matematika realistik

dimulai dari kegiatan awal yaitu melalui persiapan dan pembukaan,

kegiatan inti yaitu saat kegiatan siswa dalam menyelesaikan masalah

matematika realistik terjadi sedangkan penutup berisi penarikan

kesimpulan dan pemberian soal evaluasi.

Permendiknas No. 41 tahun 2007, kegiatan pembelajaran terdiri

dari tiga kegiatan yaitu:

1) Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

15

membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

2) Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

3) Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.

Dari permendiknas No. 41 tahun 2007 dijelaskan bahwa kegiatan

pembelajaran ada tiga langkah, yaitu dimulai dari kegiatan pendahuluan

yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi siswa kemudian

dilanjutkan dengan kegiatan inti yang berisi tentang kegiatan atau aktivitas

pembelajaran dan diakhiri dengan kegiatan penutup sebagai akhir dari

aktivitas pembelajaran yang berisi kesimpulan, umpan balik, dan tindak

lanjut.

Dari penjelasan di atas tersebut, peneliti menyimpulkan langkah-

langkah pembelajaran matematika realistik adalah sebagai berikut ini.

1) Kegiatan Pendahuluan

a. Apersepsi: mengingat kembali materi sebelumnya

b. Menyampaikan tujuan pembelajaran

c. Menyampaikan pokok materi yang akan dipelajari

2) Kegiatan Inti

a. Eksplorasi

1. Guru membentuk siswa ke dalam kelompok yang

beranggotakan 5 orang

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

16

2. Siswa bergabung dengan kelompok masing-masing

3. Guru memberikan tugas berupa pertanyaan yang

berhubungan dengan dunia nyata atau kontekstual.

Karakteristik yang muncul dalam kegiatan ini adalah

karakteristik pertama yaitu pembelajaran menggunakan

masalah kontekstual

4. Guru meminta siswa memahami masalah tersebut secara

kelompok. Guru memberikan kesempatan pada siswa

untuk menanyakan masalah atau soal yang belum

dipahami dan guru hanya memberikan petunjuk

seperlunya. Karakteristik yang muncul dari kegiatan ini

adalah siswa belajar dalam interaksi sosial

5. Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan

interpretasi aspek matematika yang ada pada masalah yang

dimaksud dan memikirkan strategi pemecahan masalah.

Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dalam

kelompok dengan caranya sendiri berdasarkan

pengetahuan awal yang dimilikinya dan dengan

pemanfaatan model atau alat peraga, sehingga

dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa atau

kelompok yang satu dengan yang lainnya. Guru

mengamati, memotivasi, dan memberikan bimbingan.

Karakteristik yang muncul dalam kegiatan ini adalah

karakteristik kedua dan kelima yaitu siswa mengkontruksi

sendiri melalui model atau peraga dan karakteristik adanya

keterkaitan antartopik

b. Elaborasi

Membandingkan jawaban

Guru menunjuk siswa atau perwakilan kelompok untuk

menyampaikan hasil diskusi. Guru sebagai fasilitator dan

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

17

moderator mengarahkan siswa dan membimbing siswa

dalam menyampaikan ide dari hasil diskusi. Siswa atau

kelompok lain memberikan tanggapan dari hasil kelompok

penyaji. Karakteristik yang muncul dalam kegiatan ini

adalah karakteristik ketiga dan karakteristik keempat yaitu

hasil pemecahan masalah adalah kontribusi dari siswa dan

karakteristik siswa belajar dalam interaksi sosial

c. Konfirmasi

1. Guru memberikan penguatan atau umpan balik berupa

pujian atas diskusi yang siswa lakukan

2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya

tentang materi yang belum jelas. Karakteristik yang

muncul dalam kegiatan ini adalah adanya interaksi

3) Kegiatan Penutup

a. Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk

menarik kesimpulan suatu rumusan konsep atau prinsip dari

materi yang dipelajari. Karakteristik yang muncul dari

kegiatan ini adalah hasil pemecahan masalah adalah

kontribusi dari siswa

b. Guru dan siswa melakukan refleksi dari pembelajaran yang

telah dilakukan

c. Sebagai tindak lanjut, guru memberikan evaluasi berupa

soal-soal.

2.1.2 Matematika

a. Hakikat Matematika

Permendiknas (2006) Matematika merupakan ilmu universal yang

mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

18

Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi

dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika dibidang teori

bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk

menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan

matematika yang kuat sejak dini. Matematika perlu diberikan kepada

semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta

didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan

kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan

agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola,

dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang

selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Dari uraian di atas matematika terlihat memiliki peran penting dalam

memajukan daya pikir manusia sehingga matematika perlu diberikan sejak

dini setidaknya mulai dari sekolah dasar sehingga siswa mempunyai bekal

kemampuan berpikir yang logis dan kreatif. Dari itu siswa mampu

bersaing dikehidupan yang akan siswa temui sehingga siswa mampu

bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah.

Dari itu peneliti menyimpulkan bahwa matematika adalah mata

pelajaran yang mampu membuat siswa berpikir logis, analitis, sistematis,

kritis, kreatif, dan memiliki kemampuan untuk bekerjasama.

b. Matematika Sekolah Dasar

Permendiknas tentang standar isi (2006) bahan kajian inti

matematika di Sekolah Dasar (SD) mencakup bilangan, geometri dan

pengukuran, dan pengolahan data. Penekanan diberikan pada penguasaan

bilangan termasuk berhitung.

Menurut peneliti, seorang guru dalam mengajar matematika perlu

mengetahui dan memahami objek yang akan diajarkan, karena pelajaran

matematika sangat perlu untuk dipahami dan diketahui oleh siswa sejak

dini. Salah satu cara yang dapat digunakan oleh guru untuk membuat siswa

memahami dan mengetahui pelajaran matematika pada siswa adalah

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

19

dengan mengajarkan objek langsung dalam pengajaran matematika. Setiap

objek langsung dalam pengajaran matematika memiliki tingkat kesulitan

yang menuntut kemampuan kognitif yang berbeda, maka dalam

pembelajaran matematika perlu strategi mengajar tersendiri yang sesuai

dengan objek langsung yang diajarkan. Hanya dengan memahami fakta,

konsep, dan prinsip yang dipelajari maka siswa akan memiliki

keterampilan operasional dalam menyelesaikan permasalahan matematika.

Dari uraian di atas tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa dalam

pembelajaran matematika di SD guru harus memilih strategi yang tepat

sesuai dengan tingkat kognitif dan materi yang diajarkan yaitu mencakup

materi pembelajaran matematika SD yakni tentang bilangan, geometri dan

pengukuran, dan pengolahan data.

c. Proses Pembelajaran Matematika

Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan

sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan,

mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai

metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif

dan efisien serta dengan hasil yang optimal (Sugihartono, 2007).

Pembelajaran perlu memberdayakan potensi peserta didik untuk

menguasai kompetensi yang diharapkan (Sanjaya, 2010). Pembelajaran

adalah cara guru memberikan kesempatan kepada si belajar untuk berfikir

agar memahami apa yang dipelajari (Sugandi, 2006). Peristiwa

pembelajaran merupakan proses interaksi mempengaruhi si belajar

sehingga memperoleh kemudahan dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan

peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang

intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah diterapkan

sebelumnya (Trianto, 2010). Menurut Isjoni (2010), pembelajaran adalah

sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

20

Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu

peserta didik melakuan kegiatan belajar.

Dari uraian di atas bahwa pembelajaran itu menunjukan pada usaha

siswa mempelajari bahan pelajaran sebagai akibat perlakuan guru. Proses

pembelajaran yang dilakukan siswa tidak mungkin terjadi tanpa perlakuan

guru. Guru merancang pembelajaran dengan sedemikian rupa untuk

mempermudah siswa untuk belajar. Dengan demikian maka dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan oleh

guru untuk menciptakan kondisi yang memudahkan siswa untuk belajar

dan memperdayakan potensinya sehingga dapat menguasai kompetensi

dengan hasil optimal.

Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru

dalam mengajarkan matematika pada peserta didiknya yang didalamnya

terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap

kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa tentang

matematika yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara siswa

dengan siswa dalam mempelajari matematika tersebut (Suyitno, 2004).

Pembelajaran matematika mengoptimalkan keberadaan para siswa

sebagai pembelajar. Standar isi (Permendiknas, 2006) matematika

merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi

modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran matematika perlu

diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk

membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,

sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Mata

pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek

bilangan, geometri dan pengukuran, dan pengolahan data (Permendiknas,

2006). Tujuan akhir pembelajaran matematika di SD ini yaitu agar siswa

terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam

kehidupan sehari-hari (Heruman, 2010).

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

21

Dari beberapa pengertian tentang pembelajaran matematika yang

telah disampaikan di atas, dapat dilihat pengertian pembelajaran

semuannya merujuk pada pembelajaran merupakan usaha menciptakan

kondisi untuk mempermudah peserta didik untuk belajar secara optimal.

Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menciptakan suasana atau

memberi layanan agar siswa belajar. Sesuai dengan standar isi bahwa

matematika membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,

analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

Matematika terlihat memiliki peran penting dalam memajukan daya pikir

manusia sehingga matematika perlu diberikan sejak dini setidaknya mulai

dari sekolah dasar sehingga siswa mempunyai bekal kemampuan berpikir

yang logis dan kreatif yang bertujuan untuk menggunakan konsep

matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

matematika adalah suatu upaya yang dilakukan guru untuk menciptakan

iklim pembelajaran matematika sehingga dapat mempermudah siswa

dalam belajar. Guru lebih berperan sebagai pembimbing daripada sebagai

pemberi tahu. Dengan bimbingan guru, siswa dapat mencapai tujuan

pembelajaran yang optimal. Dalam pembelajaran matematika SD

mencakup materi yakni tentang bilangan, geometri dan pengukuran dan

pengolahan data.

2.1.3 Bangun Datar

a. Pengertian Bangun Datar

Dikutip dari laporan PTK Tugimin (2008), bangun datar adalah

bagian dari bidang datar yang dibatasi oleh garis-garis lurus atau lengkung.

Bangun datar dapat didefinisikan sebagai bangun yang rata yang

mempunyai dua dimensi yaitu panjang dan lebar, tetapi tidak mempunyai

tinggi atau tebal Berdasarkan pengertian tersebut, peneliti menegaskan

bahwa bangun datar merupakan bangun dua demensi yang hanya memiliki

panjang dan lebar, yang dibatasi oleh garis lurus atau lengkung.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

22

b. Jenis Bangun Datar dan Sifat-Sifatnya

Tugimin (2008), bangun datar di kelas V SD terdiri atas persegi

panjang, persegi, segitiga, trapesium, jajargenjang, belah ketupat, layang-

layang, dan lingkaran. Uraian lebih lanjut tentang sifat-sifat bangun datar

adalah sebagai berikut:

1) Persegi mempunyai 4 sisi yang sama panjang dan 4 sudut yang

sama besar, yaitu sudut siku-siku. Diagonalnya sama panjang

dan saling memotong sama panjang sehingga membagi dua

sama panjang.

2) Persegi panjang panjang mempunyai dua pasang sisi yang

sama panjang dan 4 sudut yang sama besar, yaitu sudut siku-

siku. Diagonalnya sama panjang dan saling memotong sama

panjang sehingga membagi dua sama panjang.

3) Segitiga memiliki berbagai jenis, yaitu segitiga sama sisi,

segitiga sama kaki, segitiga siku-siku, segitiga sembarang, dan

segitiga lancip. Segi tiga memiliki 3 sudut dan 3 buah sisi.

4) Trapesium memiliki sepasang sisi yang sejajar. Jumlah besar

sudut yang berdekatan diantara sisi sejajar pada trapesium

adalah 1800

5) Jajargenjang memiliki sisi yang berhadapan sejajar sama

panjang, sudut yang berhadapan sama besar. Kedua

diagonalnya saling membagi sama panjang.

.

6) Belah ketupat memiliki empat sisi sama panjang, kedua

diagonalnya merupakan sumbu simetri, sudut yang berhadapan

sama besar, diagonalnya saling berpotongan tegak lurus.

7) Layang-layang mempunyai satu sumbu simetri, memiliki dua

pasang sisi yang sama panjang, terdapat sepasang sudut yang

berhadapan yang sama besar.

8) Lingkaran memiliki sebuah titik pusat, memiliki garis tengah

yang panjangnya dua kali jari-jari, banyak sumbu simetri

lingkaran tidak terbatas.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

23

Dari uraian di halaman sebelumnya, peneliti menyimpulkan bangun

datar yang dipelajari terdiri dari persegi, persegi panjang, segitiga,

trapesium, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan lingkaran yang

memiliki sifat sendiri-sendiri yang menjadi kekhasan dari setiap bangun

datar.

2.1.4 Kreativitas

a. Pengertian Kreativitas

Kreativitas adalah hasil dari interaksi antara individu dan lingkungan

(Munandar, 2004). Slameto (2003) menyatakan kreativitas berhubungan

dengan penemuan sesuatu, mengenai hal yang menghasilkan sesuatu yang

baru dengan menggunakan sesuatu yang telah ada. Sugihartono (2007),

kreativitas merupakan salah satu kemampuan mental yang unik pada

manusia. Chandra (Sugihartono, 2007) mengartikan kreativitas sebagai

kemampuan mental yang khas pada manusia yang melahirkan

pengungkapan yang unik, berbeda, original, baru, indah, efisisen dan tepat

guna. Kreativitas dapat dipahami sebagai temuan mengenai hal baru

dengan menggunakan sesuatu yang telah ada sehingga timbul kemampuan

mental yang khas pada diri manusia. Kemampuan mental yang khas dapat

melahirkan pengungkapan yang unik, berbeda, baru, indah, efisien dan

tepat guna.

Dari paparan di atas, peneliti menyimpulkan kreativitas adalah

kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda, efisien dan

tepat guna yang merupakan hasil interaksi antara individu dan lingkungan.

b. Pengertian Anak Kreatif

Anak kreatif yaitu anak yang mampu memperdayakan pikirannya

untuk menghasilkan gagasan baru, memecahkan masalah dan ide yang

mempunyai maksud dan tujuan yang ditentukan. Individu kreatif dengan

sendirinya memiliki motivasi dalam dirinya atau motivasi intrinsik yang

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

24

kuat untuk menghasilkan ide atau karya dalam memuaskan diri bukan

karena tekanan dari luar.

Anak kreatif memuaskan rasa keingintahuannya melalui berbagai

cara seperti bereksplorasi, bereksperimen dan banyak mengajukan

pertanyaan pada orang lain. Anak kreatif dan cerdas tidak terbentuk

dengan sendirinya melainkan perlu pengarahan salah satunya dengan

memberi kegiatan yang dapat mengembangkan kreativitas anak.

Anak usia awal sekolah masih memiliki daya kreativitas yang

kurang. Ini dapat dilihat dari kegiatan anak dalam kehidupan sehari-hari

dimana anak cepat mengatakan tidak bisa dan sulit dalam memecahkan

masalah dalam belajar khususnya belajar tentang matematika. Pengetahuan

dan pengalaman yang dialami anak akan lebih bermakna dan akan

bertahan lama jika dapat diperoleh secara langsung, untuk itu diperlukan

berbagai macam kegiatan melalui eksperimen dan eksplorasi sehingga

anak dapat terpuaskan akan rasa ingintahunya.

Dari paparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa anak kreatif

adalah anak yang mampu memperdayakan pikirannya serta motivasi untuk

menghasilkan ide atau gagasan baru melalui berbagai cara dengan suatu

pengarahan tertentu.

c. Indikator Kreativitas

Krutetski (Munandar, 2004) menyatakan kreativitas identik dengan

keterbakatan matematik. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa kreativitas

dalam pemecahan masalah matematik merupakan kemampuan dalam

merumuskan masalah matematik secara bebas, bersifat penemuan, dan

baru. Ide-ide ini sejalan dengan ide-ide seperti flesibilitas dan kelancaran

dalam membuat asosiasi baru dan menghasilkan jawaban divergen yang

berkaitan dengan kreativitas secara umum.

Menurut Aisyah (Suharta, 2003), untuk menjadi individu kreatif,

dibutuhkan kemampuan berpikir yang mengalir lancar, bebas, dan ide

yang orisinal yang didapat dari alam pikirannya sendiri. Berpikir kreatif

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

25

juga menuntut yang bersangkutan memiliki banyak gagasan. Agar anak

bisa berpikir kreatif, ia haruslah bisa bersikap terbuka dan fleksibel dalam

mengemukakan gagasan. Makin banyak ide yang dicetuskannya

menandakan makin kreatif si anak.

Tabel 2.1 Indikator Kreativitas Matematis

Pengertian Perilaku Berpikir Lancar

1. Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau jawaban.

2. Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.

a. Menjawab dengan sejumlah

jawaban jika ada pertanyaan. b. Mempunyai banyak gagasan

mengenai suatu masalah.

Berpikir Luwes 1. Menghasilkan jawaban,

gagasan, atau pertanyaan yang bervariasi.

2. Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda.

a. Memberikan penafsiran

bermacam-mcam terhadap gambar, cerita, atau masalah.

b. Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda.

c. Jika diberi suatu masalah, menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda-beda.

Berpikir Orisinil 1. Mampu melahirkan

ungkapan baru dan unik. 2. Memikirkan cara-cara yang

tak lazim untuk mengungkapkan diri

a. Mempertanyakan cara-cara

yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara baru.

b. Setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk menyelesaikan yang baru.

c. Lebih senang mensintesis daripada menganalisis sesuatu.

Berpikir Terperinci (Elaboration) 1. Mampu memperkaya dan

mengembangkan suatu gagasan atau produk.

2. Menambah atau merinci detail-detail suatu objek, gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.

a. Mencari arti yang lebih

mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci.

b. Mengembangkan atau memperkaya gagasan oranglain.

Dengan berpikir secara lancar, luwes, orisinil, dan terperinci

tumbuhlah kreativitas siswa. Berpikir lancar artinya siswa mampu

mengajukan atau menjawab pertanyaan dengan gagasan-gagasan yang

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

26

baru sehingga siswa mampu belajar lebih cepat. Berpikir luwes artinya

siswa mampu menghasilkan gagasan baik berupa pertanyaan atau jawaban

yang bervariasi. Siswa tidak hanya menyelesaikan masalah dengan melihat

satu sudut pandang saja, melainkan siswa mengaitkan atau

menghubungkan masalah ke dalam bidang atau sudut pandang yang lain.

Misalnya saja dalam belajar matematika tentang penjumlahan siswa bisa

mengintegrasikan atau menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari,

sebagai contoh penjumlahan dikaitkan ketika terjadi jual beli di warung

atau di pasar. Sehingga siswa tidak hanya belajar dari satu sumber bahkan

hanya terfokus oleh buku, melainkan siswa bisa mengintegrasikan dengan

sudut pandang yang berbeda. Dengan pemikiran siswa seperti itu, siswa

lebih kritis karena banyak memiliki alternatif atau strategi yang banyak.

Dengan kritisnya siswa tersebut, biasanya dalam diskusi terkadang ia

mempunyai posisi yang bertentangan dengan siswa lain. Tetapi dengan

pemikiran yang kritis itu pula siswa mampu mengubah arah berpikir secara

spontan.

Dalam berpikir orisinil siswa lebih menghubungkan antara cara

lama dengan berusaha memikirkan cara atau ide baru. Setelah siswa

membaca atau mendengar gagasan, siswa berusaha untuk menemukan atau

menyelesaikan masalah dengan ide yang baru sehingga siswa terlihat lebih

senang mensintesis atau memadukan daripada menganalisis. Berpikir

terperinci artinya siswa mampu mencari arti lebih mendalam terhadap

pemecahan masalah dengan langkah-langkah terperinci. Siswa lebih

memperkaya gagasan dari oarng lain. Siswa mengkaji atau menganalisis

antara gagasan yang satu dengan yang lainnya sehingga siswa mampu

memberikan gagasan yang mantap dan sempurna, karena siswa yang

berpikir terperinci tidak puas dengan penampilan yang sederhana.

Dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan kreativitas matematis adalah kemampuan menemukan dan

menyelesaikan soal-soal atau masalah matematis yang indikator-

indikatornya meliputi: (1) kelancaran adalah kemampuan mengemukakan

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

27

ide, jawaban, pertanyaan dan penyelesaian masalah, (2) keluwesan adalah

kemampuan untuk menemukan atau menghasilkan berbagai macam ide,

jawaban atau pernyataan yang bervariasi, (3) original adalah kemampuan

memberikan gagasan atau tanggapan yang baru, dan (4) terperinci adalah

kemampuan untuk mengembangkan suatu ide, menambah atau merinci

secara detail suatu obyek, ide, dan situasi.

2.1.5 GENDER

a. Pengertian Gander

Menurut Santrock, J. W (2007) gender adalah dimensi psikologis

dan sosiokultural yang dimiliki karena seseorang adalah laki-laki dan

perempuan. Ada dua aspek dalam gender yaitu: identitas gender dan peran

gender. Peran gender adalah gambaran bagaimana pria atau wanita

berfikir, bertindak, atau merasa. Sedangkan menurut Sugihartono (2007)

gender merupakan aspek psikososial dari laki-laki dan perempuan.

Dari pengertian di atas gender adalah perbedaan jenis kelamin (laki-

laki dan perempuam) berdasarkan konstruksi sosial atau konstruksi

masyarakat. Hubungan sosial ini dapat dibentuk dan dirubah sesuai faktor

lingkungan yang mempengaruhinya. Dengan memperhatikan pengertian

tersebut maka gender dalam penelitian ini hanya terbatas pada perbedaan

jenis kelamin, yaitu laki-laki atau perempuan berdasarkan perbedaan

biologis.

b. Perbedaan dalam Gender

Santrock, J. W (2007) beberapa perbedaan yang ada dalam gender

antara lain adalah sebagai berikut:

1. Perbedaan fisik Otak manusia pada dasarnya sama, terlepas apakah dia

laki-laki atau perempuan (Halpern, 2001; Hwang, 2004). Meskipun demikian, penelitian menemukan beberapa perbedaan pada otak laki-laki dan otak perempuan (Goldstein, 2001; Kimaru, 2000). Beberapa pebedaan yang sudah ditemukan adalah:

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

28

a. Otak perempuan lebih kecil dibandingkan otak laki-laki, tetapi otak perempuan lebih berlekuk; lipatan yang lebih besar (disebut kerutan/konvolusi) ini memungkinkan jaringan permukaan otak dalam tengkorak yang lebih luas pada perempuan dibanding dengan laki-laki (Luders, 2004).

b. Porsi dari korpus kalosom-ikatan jaringan tempat kedua belahan otak berkomunikasi – lebih besar pada perempuan dibanding pada laki-laki (Driesen & Raz, 1995; Le Vay, 1994).

c. Daerah dari lobus parietal yang berfungsi untuk kemampuan visiopasial lebih besar pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan (Fredirk dkk, 2000).

d. Daerah otak yang telibat dalam ekspresi emosi menunjukkan aktivitas metabolisme yang lebih tinggi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki (Gur, dkk., 1995).

2. Perbedaan Kognitif Dalam pembahasan klasik mengenai perbedaan gender,

Eleanor Maccoby dan Carol Jacklin (1997) menyimpulkan bahwa laki-laki memiliki kemampuan matematika dan visuospasial (kemampuan yang dibutuhkan arsitek untuk mendesain sudut dan dimensi bangunan) yang lebih baik, sedangkan perempuan lebih baik dalam kemampuan verbalnya. Kemudian Maccoby merevisi kesimpulannya mengenai beberapa dimemsi gender. Dia menyatakan bahwa akumulalsi dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan antara kemampuan verbal antara laki-laki dan perempuan sudah hampir tidak ada lagi tetapi perbedaan dalam kemampuan matematika dan visuospasial masih ada.

Dalam sebuah penelitian nasional oleh departemen pendidikan AS (2000), anak laki-laki sedikit lebih baik dibandingkan perempuan dalam matematika dan sains. Meskipun begitu, secara rata-rata anak perempuan adalah pelajar yang lebih baik, dan mereka secara signifikan lebih baik dari anak laki-laki dalam membaca. Dalam penelitian nasional terbaru lainnya, anak perempuan memiliki prestasi membaca dan kemampuan menulis yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki kelas 4, 8, dan 12, dan perbedaan ini lebih lebar seiring dengan meningkatnya pendidikan (Coley, 2001).

Dari hasil penelitian di atas dan halaman sebelumnya menyatakan

bahwa kemampuan laki-laki dalam bidang matematika dan sains lebih baik

daripada perempuan. Perempuan disebutkan lebih unggul dalam bidang

membaca dan menulis. Dari kelebihan yang dimiliki siswa perempuan

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

29

dalam membaca dan menuliskan memungkinkan dapat meningkatkan pula

kemampuan dalam bidang matematika dan sains.

Dari pendapat di atas, peneliti ingin mengetahui apakah seorang

laki-laki itu memang lebih baik dibidang matematika dan sains

dibandingkan dengan perempuan. Khususnya dalam penelitian ini peneliti

bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh gender terhadap

kreativitas sebagai dampak dari pembelajaran matematika realistik.

2.2 Kajian Yang Relevan

Hasratuddin (2010) dalam penelitian yang berjudul meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan kecerdasan emosional siswa SMP melalui

pembelajaran matematika realistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

(1) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa

antara yang diberi pembelajaran matematika realistik dengan pembelajaran

biasa, (2) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa

berdasarkan peringkat sekolah, (3) terdapat perbedaan peningkatan

kemampuan berpikir kritis siswa berdasarkan gender, (4) tidak terdapat

interaksi antara pembelajaran dengan peringkat sekolah terhadap

peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa, (5) tidak terdapat interaksi

antara pembelajaran dengan gender terhadap peningkatan kemampuan

berpikir kritis siswa, (6) terdapat perbedaan peningkatan kecerdasan

emosional siswa berdasarkan pembelajaran, (7) tidak terdapat perbedaan

peningkatan kecerdasan emosional siswa berdasarkan peringkat sekolah,

(8) tidak terdapat perbedaan peningkatan kecerdasan emosional siswa

berdasarkan gender, (9) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran

dengan peringkat sekolah terhadap peningkatan kecerdasan emosional,

(10) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan gender terhadap

kecerdasan emosional, (11) tidak terdapat korelasi antara kemampuan

berpikir kritis dengan kecerdasan emosional, dan (12) siswa memiliki

respon yang positif terhadap pembelajaran matematika realistik. Secara

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

30

umum, melalui pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan kecerdasan emosional siswa.

Dari hasil penelitian di atas terutama hasil yang pertama, ketiga, dan

kelima dapat dilihat bahwa ada peningkatan berpikir kritis yang

menunjukkan kreativitas lebih baik dengan pembelajaran matematika

realistik, terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis

berdasarkan gender dan tidak terdapat interaksi antara pembelajaran

dengan gender terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.

Berdasarkan laporan dari penelitian yang telah dilakukan dan dijabarkan di

atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian menggunakan

pembelajaran matematika realistik terhadap kreativitas berdasarkan

gender.

2.3 Kerangka Pikir

Pembelajaran matematika yang dilakukan guru masih berkonsentrasi

pada buku dan latihan soal, pembelajaran yang dilakukan guru masih

monoton dan berpusat pada guru sehingga siswa kurang aktif, kreatif, dan

menyenangkan. Dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik

diharapkan pembelajaran menjadi aktif, menyenangkan, dan kreatif serta

mempunyai ketrampilan sosial yang tinggi dan mampu menghargai orang

lain sehingga dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam menghasilkan

produk baru dari apa yang siswa peroleh ketika pembelajaran baik siswa

laki-laki maupun perempuan.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas dapat diajukan

hipotesis sebagai berikut:

1. Ada perbedaan kreativitas kelompok siswa yang menggunakan

pembelajaran matematika realistik dengan kelompok siswa yang

menggunakan pembelajaran konvensional.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/797/3/T1_292008030_BAB II.pdf · pembelajaran ini hanya menerima dan meniru apa

31

Ha: ada perbedaan kreativitas antara siswa yang menggunakan

pembelajaran matematika realistik dengan kelompok siswa yang

menggunakan pembelajaran konvensional.

Ho: tidak ada perbedaan kreativitas antara siswa yang menggunakan

pembelajaran matematika realistik dengan kelompok siswa yang

menggunakan pembelajaran konvensional.

2. Ada perbedaan kreativitas antara kelompok siswa laki-laki dengan

kelompok siswa perempuan.

Ha: ada perbedaan kreativitas antara siswa laki-laki dan perempuan.

Ho: tidak ada perbedaan kreativitas antara siswa laki-laki dan

perempuan.

3. Ada pengaruh pembelajaran matematika realistik terhadap kreativitas

berdasarkan gender siswa pada pokok bahasan mengidentifikasi sifat-

sifat bangun datar kelas V SD semester 2 gugus Ki Hajar Dewantara

kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2011/2012.

Ha: ada pengaruh pembelajaran matematika realistik terhadap

kreativitas berdasarkan gender siswa pada pokok bahasan

mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar kelas V SD semester 2

gugus Ki Hajar Dewantara kabupaten Grobogan tahun pelajaran

2011/2012.

Ho: tidak ada pengaruh pembelajaran matematika realistik terhadap

kreativitas berdasarkan gender siswa pada pokok bahasan

mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar kelas V SD semester 2

gugus Ki Hajar Dewantara kabupaten Grobogan tahun pelajaran

2011/2012.

Dasar pengambilan keputusan hipotesis berdasarkan signifikan (sig.)

adalah sebagai berikut:

1. Apabila sig. > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

2. Apabila sig. < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.