BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

21
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat di dalam penelitian ini, antara lain : penjelasan mengenai autisme, kemampuan bahasa reseptif, DIR/floortime. 1.1. Autis 2.1.1. Pengertian Autis Kata “autism” berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang autism seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autism baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Dahulu dikatakan autism merupakan kelainan seumur hidup, tetapi kini ternyata autism masa kanak- kanak ini dapat dikoreksi (Handojo, 2003). Autis sering disebut gangguan spectrum autis (GSA) yaitu salah satu jenis gangguan perkembangan yang berat pada masa kanak-kanak, ditandai oleh gangguan kualitatif dibidang kemampuan interaksi sosial, kemampuan berkomunikasi dan pola perilaku (American Psychiatric Association, 2000). Menurut Hartono Pusponegoro (2003) autis adalah suatu sindrom gangguan perkembangan dengan gejala kesulitan bicara, kurangnya kontak mata, terisolasi dari lingkungan, tidak takut bahaya, mengulang-ulang hal yang sama dan sering hiperktif. Surviana (2009) menyebutkan autis adalah kelainan perkembangan yang luas dan berat dan mempengaruhi anak secara mendalam. Sedangkan menurut Budiman (2002) mengatakan autis adalah suatu gangguan neurobiologis yang terjadi pada anak di bawah umur 3 tahun. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa autis adalah gangguan perkembangan yang kompleks pada anak dengan gejala adanya gangguan interaksi sosial, gangguan bahasa dalam berkomunikasi, dan pola perilaku. Anak yang terdiagnosa autis cenderung mengalami keterbatasan dalam berkomunikasi serta pola perilaku di mana tingkah laku dan pikirannya suka memusatkan diri secara subjektif, dan berulang-ulang. 2.1.2. Kriteria Diagnostik Autis Kriteria diagnostic autis menurut DSM-IV (American Psychiatric Association, 2007) adalah sebagai berikut : a. Harus ada sedikitnya enam gejala dari 1, 2 dan 3 dengan minimal dua indikasi dari gejala1 dan masing-masing satu indikasi dari gejala 2 dan 3. 1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada dua indikasi di bawah ini :

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep-konsep yang

berhubungan dengan permasalahan yang diangkat di dalam penelitian ini,

antara lain : penjelasan mengenai autisme, kemampuan bahasa reseptif,

DIR/floortime.

1.1. Autis

2.1.1. Pengertian Autis

Kata “autism” berasal dari kata auto yang berarti sendiri.

Penyandang autism seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autism

baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini

sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Dahulu dikatakan autism

merupakan kelainan seumur hidup, tetapi kini ternyata autism masa kanak-

kanak ini dapat dikoreksi (Handojo, 2003).

Autis sering disebut gangguan spectrum autis (GSA) yaitu salah satu

jenis gangguan perkembangan yang berat pada masa kanak-kanak, ditandai

oleh gangguan kualitatif dibidang kemampuan interaksi sosial, kemampuan

berkomunikasi dan pola perilaku (American Psychiatric Association, 2000).

Menurut Hartono Pusponegoro (2003) autis adalah suatu sindrom

gangguan perkembangan dengan gejala kesulitan bicara, kurangnya kontak

mata, terisolasi dari lingkungan, tidak takut bahaya, mengulang-ulang hal

yang sama dan sering hiperktif. Surviana (2009) menyebutkan autis adalah

kelainan perkembangan yang luas dan berat dan mempengaruhi anak secara

mendalam. Sedangkan menurut Budiman (2002) mengatakan autis adalah

suatu gangguan neurobiologis yang terjadi pada anak di bawah umur 3 tahun.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa autis adalah gangguan perkembangan yang kompleks pada anak

dengan gejala adanya gangguan interaksi sosial, gangguan bahasa dalam

berkomunikasi, dan pola perilaku. Anak yang terdiagnosa autis cenderung

mengalami keterbatasan dalam berkomunikasi serta pola perilaku di mana

tingkah laku dan pikirannya suka memusatkan diri secara subjektif, dan

berulang-ulang.

2.1.2. Kriteria Diagnostik Autis

Kriteria diagnostic autis menurut DSM-IV (American Psychiatric

Association, 2007) adalah sebagai berikut :

a. Harus ada sedikitnya enam gejala dari 1, 2 dan 3 dengan minimal

dua indikasi dari gejala1 dan masing-masing satu indikasi dari

gejala 2 dan 3.

1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik.

Minimal harus ada dua indikasi di bawah ini :

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

9

a) Tidak mampu menjalani interaksi sosial yang cukup

memadai : kontak mata sangat kurang, ekspresi muka

kurang hidup, dan gerak-gerik kurang tertuju.

b) Tidak bisa bermain dengan teman sebaya.

a. Tidak ada empati (tidak dapat merasakan apa yang

dirasakan orang lain).

c) Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan

emosional yang timbal balik.

2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal

harus ada satu dari indikasi di bawah ini :

a) Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tidak

berkembang. Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi

secara non-verbal.

a. Bila anak bisa bicara maka bicaranya tidak dipakai untuk

komunikasi.

b. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-

ulang.

c. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan

kurang dapat meniru.

3) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang

dalam perilaku, minat dan kegiatan. Minimal harus ada satu

dari indikasi di bawah ini :

a) Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang

sangat khas dan berlebihan.

b) Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistic atau rutinitas

yang tidak ada gunanya.

a. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.

c) Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian tertentu

dari sebuah benda.

b. Sebelum umur tiga tahun tampak adanya keterlambatan atau

gangguan dalam bidang interaksi sosial, bicara dan berbahasa,

cara bermain yang monoton dan kurang variatif.

c. Bukan disebabkan oleh Sindrom Rett atau Gangguan

Disintegratif masa kanak.

Beberapa perilaku yang nampak pada anak yang mengalami

gangguan autis antara lain diungkapkan oleh Dyah, P (2003) sebagai berikut

:

a. Dalam bidang penginderaan anak-anak ini menunjukkan respon yang

tidak wajar. Ada anak yang tampak begitu menikmati jatuhnya sinar

matahari dari balik jendela, ada anak yang sibuk memutar-mutar benda

bulat di depannya selama berjam-jam.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

10

b. Anak autis biasanya cenderung mengeksplorasi lingkungannya melalui

indera peraba, pengecapan, dan pembauan seperti anak-anak kecil di

bawah usianya. Setiap kali memegang benda, anak autis cenderung

untuk mencium baunya terlebih dahulu.

c. Anak autis menunjukkan kurang sekali kontak mata dengan orang lain

dan biasanya disertai dengan perilaku yang tidak wajar lainnya seperti

sangat tertarik dengan sinar atau benda gemerlap.

d. Beberapa anak autis bahkan tidak pernah berbicara walau mereka

mengeluarkan suara-suara. Suara-suara yang dikeluarkan oleh anak autis

itu tidak jelas dan biasanya berupa teriakan-teriakan.

e. Anak autis tidak mampu memahami makna bahasa tubuh atau bahasa

non verbal dalam komunikasi.

f. Anak autis juga kurang memahami emosi orang lain dan dapat dikatakan

kurang peka atau kurang berperasaan.

g. Suka melambaikan tangan, berjalan berjingkat, goyang-goyang tubuh

dengan ekspresi wajah aneh, badannya sangat kaku, kadang-kadang

badannya berputar-putar tanpa merasa pusing.

Menurut Handojo (2003) penyandang autism mempunyai

karakteristik antara lain :

a. Selektif berlebihan terhadap rangsang.

b. Kurangnya motivasi untuk menjelajahi lingkungan baru.

c. Respon stimulus diri sehingga mengganggu integrasi sosial.

d. Respon unik terhadap imbalan (reinforcement), khususnya imbalan dari

stimulasi diri. Anak merasa mendapat imbalan berupa hasil penginderaan

terhadap perilaku stimulasi dirinya, baik berupa gerakan maupun berupa

suara. Hal ini menyebabkan anak autis selalu mengulang perilakunya

secara khas.

Berdasar uraian mengenai gejala atau kriteria diagnostik autis,

peneliti lebih merujuk pada kriteria diagnostik menurut DSM-IV yaitu

gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik; gangguan

kualitatif dalam bidang komunikasi; adanya suatu pola yang dipertahankan

dan diulang-ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan; sebelum umur tiga

tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang interaksi

sosial, bicara dan berbahasa, cara bermain yang monoton dan kurang variatif;

autism bukan disebabkan oleh Sindrom Rett atau Gangguan Disintegratif

masa kanak; selain itu gejala menonjol yang ada pada anak autis adalah

kurang sekali kontak mata dengan orang lain.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

11

2.1.3. Tipe-Tipe Autis

Seringkali orang menganggap autism merupakan sebuah

penyakit.Namun, autism merupakan gejala keterbatasan gangguan

perkembangan, termasuk autism ringan hingga gangguan mental berat.

Berikut beberapa tipe-tipe autism (Knoers & Monks, 1993).

1. Autism Masa Kanak (Childhood Autism)

Autism masa kanak adalah gangguan perkembangan pada anak yang

gejalanya sudah tampak sebelum anak tersebut mencapai umur 3 tahun.

Perkembangan yang terganggu adalah dalam bidang :

a. Komunikasi; kualitas komunikasinya yang tidak normal, seperti

ditunjukkan dibawah ini:

- Perkembangan bicaranya terlambat, atau sama sekali tidak

berkembang.

- Tidak adanya usaha untuk berkomunikasi dengan gerak atau mimik

muka untuk mengatasi kekurangan dalam kemampuan bicara.

- Tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan atau memelihara

suatu pembicaraan dua arah yang baik.

- Bahasa yang tidak lazim yang diulang-ulang atau stereotipik.

- Tidak mampu untuk bermain secara imajinatif, biasanya

permainannya kurang variatif.

b. Interaksi sosial ; adanya gangguan dalam kualitas interaksi sosial

- Kegagalan untuk bertatap muka, menunjukkan ekspresi fasial, maupun

postur dan gerak tubuh, untuk berinteraksi secara layak.

- Kegagalan untuk membina hubungan hubungan sosial dengan teman

sebaya, dimana mereka bisa berbagi emosi, aktivitas, dan interes

bersama.

- Ketidak mampuan untuk berempati, untuk membaca emosi orang lain.

- Ketidak mampuan untuk secara spontan mencari teman untuk berbagi

kesenangan dan melakukan sesuatu bersama-sama.

c. Perilaku ; aktivitas, perilaku dan interesnya sangat terbatas, diulang-

ulang dan stereotipik, seperti dibawah ini :

- Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada suatu pola

perilaku yang tidak

normal, misalnya duduk dipojok sambil menghamburkan pasir seperti

air hujan, yang bisa dilakukannya berjam-jam.

- Adanya suatu kelekatan pada suatu rutin atau ritual yang tidak

berguna, misalnya kalau mau tidur harus cuci kaki dulu, sikat gigi,

pakai piyama, menggosokkan kaki dikeset, baru naik ke tempat tidur.

Bila ada satu rutinitas yang terlewat atau terbalik urutannya maka ia

akan sangat terganggu dan menangis berteriak-teriak minta diulang.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

12

- Adanya gerakan-gerakan mtorik aneh yang diulang-ulang, seperti

misalnya mengepak-ngepakkan lengan, menggerak-gerakkan jari

dengan cara tertentu, dan mengetuk-ngetukkan sesuatu.

- Adanya preokupasi dengan bagian benda atau mainan tertentu yang

tidak berguna, seperti roda sepeda yang diputar-putar, benda dengan

bentuk dan rabaan tertentu yang terus diraba-rabanya.

2. Gangguan Perkembangan Pervasif (PDD-NOS)

PDD-NOS juga mempunyai gejala gangguan perkembangan dalam

bidang komunikasi, interaksi maupun perilaku, namun gejalanya tidak

sebanyak seperti pada autism masa kanak. Kualitas dari gangguan tersebut

lebih ringan, sehingga kadang-kadang anak-anak ini masih bisa bertatap

mata, ekspresi fasial tidak terlalu datar, dan masih bisa diajak bergurau.

3. Sindroma Rett

Sindroma rett adalah gangguan perkembangan yang hanya dialami

oleh anak wanita. Kehamilannya normal, kelahiran normal, perkembangan

normal sampai sekitar umur 6 bulan. Lingkaran kepala normal pada saat

lahir.

Mulai sekitar umur 6 bulan mereka mulai mengalami kemunduran

perkembangan.Pertumbuhan kepala mulai berkurang antara umur 5 bulan

sampai 4 tahun. Gerakan tangan menjadi tidak terkendali, gerakan yang

terarah hilang, disertai dengan gangguan komunikasi dan penarikan diri

secara sosial. Gerakan-gerakan otot tampak makin tidak terkoordinasi.

Seringkali memasukkan tangan ke mulut, menepukkan tangan dan membuat

gerakan dengan dua tangannya seperti orang sedang mencuci baju. Hal ini

terjadi antara umur 6-30 bulan.

4. Disintegrasi Masa Kanak

Pada gangguan disintegrasi masa kanak, hal yang mencolok adalah

bahwa anak tersebut telah berkembang dengan sangat baik selama beberapa

tahun, sebelum terjadi kemunduran yang hebat.Gejalanya biasanya timbul

setelah umur 3 tahun.anak tersebut biasanya sudah bisa bicara dengan sangat

lancar, sehingga kemunduran tersebut menjadi sangat dramatis. Bukan saja

bicaranya yang mendadak terhenti, tapi juga ia mulai menarik diri dan

ketrampilannyapun ikut mundur. Perilakunya menjadi sangat cuek dan juga

timbul perilaku berulang-ulang dan stereotipik.

5. Sindrom Asperger

Seperti autism masa kanak, sindrom asperger (SA) juga lebih banyak

terdapat pada anak laki-laki daripada wanita.Anak SA juga mempunyai

gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial maupun perilaku,

namun tidak separah seperti pada autism.Pada kebanyakan dari anak-anak ini

perkembangan bicara tidak terganggu.Bicaranya tepat waktu dan cukup

lancar, meskipun ada juga yang bicaranya terlambat. Namun meskipun

mereka pandai bicara, mereka kurang bisa komunikasi secara timbale balik.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

13

Komunikasi biasanya jalannya searah, dimana anak banyak bicara mengenai

apa yang saat itu menjadi obsesinya, tanpa bisa merasakan apakah lawan

bicaranya merasa tertarik atau tidak. Seringkali mereka mempunyai cara

bicara dengan tata bahasa yang baku dan dalam berkomunikasi kurang

menggunakan bahasa tubuh. Ekspresi muka pun kurang hidup bila

disbanding anak-anak lain seumurnya.

Mereka biasanya terobsesi dengan kuat pada suatu benda atau objek

tertentu, seperti : mobil, pesawat terbang, atau hal-hal ilmiah lain. Mereka

mengetahui dengan sangat detail mengenai hal yang menjadi obsesinya.

Obsesi inipun biasanya berganti-ganti. Kebanyakan anak SA cerdas,

mempunyai daya ingat yang kuat dan tidak mempunyai kesulitan dalam

pelajaran sekolah. Mereka mempunyai sifat yang kaku, misalnya bila

mereka telah mempelajari sesuatu aturan, maka mereka akan menerapkannya

secara kaku, dan akan merasa sangat marah bila orang lain melanggar

peraturan tersebut. Misalnya : harus berhenti bila lampu lalu lintas kuning,

membuang sampah dijalan secara sembarangan.

Dalam interaksi sosial juga mereka mengalami kesulitan untuk

berinteraksi dengan teman sebaya. Mereka lebih tertarik pada buku atau

komputer daripada teman. Mereka sulit berempati dan tidak bisa melihat

atau menginterpretasikan ekspresi wajah orang lain. Perilakunya kadang-

kadang tidak mengikuti norma sosial, memotong pembicaraan orang

seenaknya, mengatakan sesuatu tentang seseorang di depan orang tersebut

tanpa merasa bersalah (misalnya : “ibu, lihat itu kepalanya botak dan

hidungnya besar”). kalau diberi tahu bahwa tidak boleh mengatakan begitu,

ia akan menjawab : “Tapi itu kan benar bu”. Anak SA jarang yang

menunjukkan gerakan-gerakan motorik yang aneh seperti mengepak-ngepak

atau melompat-lompat atau stimulasi diri.

1.2. Bahasa Reseptif

2.2.1. Definisi Bahasa

Wibowo (2001) bahasa adalah sistem symbol bunyi yang bermakna

dan beratikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbriter dan

konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh manusia untuk

melahirkan perasaan dan pikiran. Sedangkan menurut Walija (1996) bahasa

ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide,

perasaan, pesan, maksud dan pendapat kepada orang lain.

Bahasa adalah suatu sistem yang mengutarakan dan melaporkan apa

yang terjadi pada sistem saraf (Pangabean, 1981). Menurut Soejono (2003)

bahasa adalah suatu sarana perhubungan yang amat penting dalam kehidupan

bersama. Sedangkan Santoso (1990) mengatakan bahasa adalah rangkaian

bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

14

Dari beberapa definisi tentang bahsa menurut para ahli diatas, maka

dapat disimpulkan bahasa adalah alat komunikasi yang dipakai untuk

mengungkapkan perasaan dan pikirannya kepada orang lain.

2.2.2. Aspek-Aspek Perkembangan Bahasa

Terdapat perbedaan di dalam berbahasa antara anak lainnya dengan

anak autis. Untuk memahami perbedaan indikator bahasa antara anak lainnya

dengan anak autis, dapat dilihat dari tabel aspek perkembangan bahasa antara

keduanya (Devi, 2010), agar kita bisa melihat secara riil perbedaannya:

Tabel 2.1. Aspek-Aspek Perkembangan bahasa Anak Normal

Usia (dalam bulan) Aspek Perkembangan

2 Suara-suara Vokal, mendekuk

6 ”Pembicaraan” vokal atau bertatap muka

Suara – suara konsonan mulai muncul

Berbagai intonasi ocehan

8 Mengocehkan potongan-potongan kata

secara berulang – ulang (ba-ba,ma-ma)

Gerakan menunjuk mulai muncul

12 Kata-kata pertama mulai muncul

Penggunaan kata dengan intonasi yang

seperti kalimat

Bahasa yang paling sering digunakan

untuk menanggapi lingkungan dan

permainan vokal

Penggunaan bahasa tubuh plus

vokalisasi untuk mendapatkan

perhatian,menunjukkan benda-benda dan

mengajukan permintaan

18 3 – 50 kosa-kata

Bertanya pertanyaan yang sederhana

Perluasan makna kata yang berlebihan

(misalnya,”papa”untuk semua laki-laki)

Menggunakan bahasa untuk

menaggapi,meminta sesuatu dan

tindakan,dan mendapatkan perhatian

Mungkin sering melakukan

perilaku”echo”atau meniru

24 Kadang-kadang 3 – 5 kata digabung

(ucapan yang bersifat ”telegrafik”

Bertanya pertanyaan yang sederhana

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

15

Menggunakan kata ”ini” disertai

perilaku menunjuk

Menyebut diri sendiri dengan nama

bukannya ”saya”

Tidak dapat mempertahankan topik

pembicaraan

Bisa dengan cepat membalikkan kata-

kata ganti

36 Bahasa berfokus pada di sini dan

sekarang

Kosa-kata sekitar 1.000 kata

Kebanyakan morfem gramatical

digunakan secara tepat

Perilaku echo jarang terjadi pada usia ini

Bahasa semakin banyak digunakan

untuk berbicara mengenai ”di sana”dan

”kemudian”

Banyak bertanya,sering kali lebih untuk

melanjutkan interaksi daripada mencari

informasi

48 Struktur kalimat yang kompleks

Dapat menmertahakan topik

pembicaraan dan menambah

Informasi baru

Bertanya pada orang lain untuk

menjelaskan ucapan – ucapan

Menyesuaikan kualitas bahasa denga

pendengar

Tabel 2.2. Aspek-Aspek Perkembangan bahasa Anak Autis

Usia (dalam bulan) Perkembangan Bahasa Reseptif

6 Tangisan Sulit Dipahami

8 Ocehan yang terbatas atau tidak normal

Tidak ada peniruan bunyi, bahasa tubuh,

ekspresi

12 Kata-kata pertama mungkin muncul, tapi

seringkali tidak bermakna

Sering menangis keras-keras tetapi sulit untuk

difahami

24 Biasanya kurang dari 15 kata

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

16

Kata-kata muncul, kemudian hilang

Bahasa tubuh tidak berkembang, sedikit

menunjuk pada benda

36 Kombinasi kata-kata jarang

Mungkin ada kalimat-kalimat yang bersifat

echo tapi tidak ada penggunaan bahasa yang

kreatif

Ritme, tekanan, atau penekanan yang aneh

Artikulasi yang sangat rendah separuh dari

anak-anak normal

Separuhnya atau lebih tanpa ucapan –ucapan

yang betrmakna

Menarik tangan orang tua dan membawanya

ke suatu objek

Pergi ke tempat yang sudah biasa dan

menunggu untuk mendapatkan sesuatu

48 Sebagaian kecil bisa mengombinasikan dua

atau tiga kata secara kreatif

Echolali masih ada, mungkin digunakan

secara komunikatif

Meniru iklan TV

2.2.3. Definisi Kemampuan Bahasa Reseptif

Bahasa reseptif adalah kemampuan pikiran manusia untuk

mendengarkan bahasa bicara dari orang lain dan menguraikan hal tersebut

dalam gambaran mental yang bermakna atau pola pikiran, dimana dipahami

dan digunakan oleh penerima, sedangkan kemampuan bahasa reseptif adalah

kemampuan anak dalam mendengar dan memahami bahasa (Yuwono, 2009).

Menurut Danuatmaja (2005) kemampuan bahasa reseptif merupakan

potensi yang berkembang dan harus dikembangkan untuk dapat memberikan

respons sesuai dengan informasi atau rangsangan yang diterima.

Sedangkan menurut Indriati (2011) kemampuan bahasa reseptif

sebagai kemampuan anak dalam mendengar dan memahami bahasa, anak

yang baik bahasa reseptifnya, akandapat menjawab dengan benar ketika

ditanya dan dapat menjalankan tugas sesuai dengan instruksi yang

diberikannya.

Dari beberapa definisi kemampuan bahasa reseptif yang

dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan bahasa

reseptif adalah kemampuan di dalam mendengar dan memahami bahasa dari

orang lain.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

17

2.2.4. Perkembangan Bahasa Reseptif Pada Anak

Menurut Indriati (2011),perkembangan bahasa reseptif pada anak

bisa dilihat di dalam tabel di bawah ini

Tabel 2.3.Perkembangan bahasa reseptif

Usia Perkembangan Bahasa Reseptif

0 – 7 bulan Mengerti namanya sendiri (merespon ketika

dipanggil, misal dengan menoleh)

Berespon terhadap sumber suara dengan

menoleh atau melihat mata orang yang

berbicara kepadanya

Berespon secara tepat terhadap nada suara

orang yang ramah dengan orang yang marah

(menangis/takut)

8 – 12 bulan Mengenal nama dari beberapa objek yang

familiar baginya

Mengikuti instruksi sederhana

Mengerti kata-kata tidak dan ya (boleh)

Mulai mengerti pertanyaan sederhana

Mulai mengerti sedikit nama bagian tubuh

13 – 18 bulan Mengerti instruksi satu tahap

Mengenal nama bagian tubuh jika disebutkan

namanya

Mampu menunjukkan nama-nama benda atau

binatang yang ada dalam gambar apabila

disebutkan

19 – 24 bulan Mampu menggunakan minimal 2 proposisi

(dibawah, diatas, didalam)

Mampu mengikuti dua tahap instruksi

25 – 36 bulan Mengetahui konsep ukuran : besar dan kecil

Mengikuti instruksi tiga tahap sekaligus

Mengerti konsep di bawah, diatas, didalam

(minimal tiga proposisi)

Mengerti kata Tanya siapa, dimana, apa yang

sedang dilakukan

Mengerti konsep gender, laki-laki dan

perempuan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

18

Sedangkan menurut Indriati (2011), tahapan perkembangan bahasa

reseptif pada anak :

Tabel 2.4.Perkembangan bahasa reseptif

Usia Perkembangan Bahasa Reseptif

0 – 6 bulan Bereaksi terhadap suaradi sekitarnya

Memperhatikan orang berbicara

6 – 12 bulan Bereaksi dengan gerakan (misalnya

Selamat tinggal, dengan melambaikan

tangan)

Memahami nama-nama benda (misalnya

bola, susu)

Merespon dengan benar untuk instruksi

secara lisan yang sederhana

dengan disertai gerakan (misalnya

memberikan bola)

Memahami pertanyaan sederhana

(misalnya Dimana bola?)

Bereaksi atau merespon saat di[anggil

namanya

12 – 18 bulan Memahami katadi luar konteks

Merespondengan benar untukpetunjuk

sederhana

tanpagerakanyang menyertai

18 – 24 bulan Mengangguk atau menggeleng untuk

menjawab pertanyaan (ya / tidak)

Memahami arti kata-kata tindakan

sederhana (duduk, berikan) tanpa gerakan

Mulaimemahami kalimat

2 – 3 tahun Merespon 2 instruksi dengan benar

(misalnya :ambilkan jaket dan sepatu)

Memahami pertanyaan "Di mana? Apa?

Siapa?Siapakah namamu? "

Memahami pengertian tentang "di, pada,

lebih, di bawah, tinggi, rendah,di atas, di

bawah "

Dapat menunjukkan bagian tubuh

3 – 4 tahun Mengikuti percakapan

Memahami konsep tata ruang (di samping,

di depan,dari, belakang,dekat) dan

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

19

pengertian kuantitas (sedikit, banyak,lebih)

Memahami pertanyaan yang melibatkan

"Berapa banyak?Mengapa?Kapan? "

Mengetahui warna dasar

Dapat membedakan antara besar dan kecil

4 – 5 tahun Memahami gagasan kemarin, hari ini,

besok,sekarang, segera

Dapat membedakan antara sedikit dan

banyak,panjang dan pendek

Merespon dengan benar untuk pertanyaan

"Mengapa?" (Lebih mode rumit)

dan"Bagaimana?"

Bisa mengikuti 3 petunjuk

60 Penggunaan struktur yang kompleks secara

lebih tepat

Struktur gramatical sudah matang secara

umum

Kemampuan untuk menilai kalimat secara

gramatical / non gramatical dan membuat

perbaikan

Mengembangkan kemampuan memahami

lelucon dan sindiran, mengenali kerancuan

verbal

Meningkatkan kemampuan untuk

menyesuaikan bahasa dengan perspektif

dan peran pendengar

1.3. Floortime

2.3.1. Penjelasan Umum DIR/Floortime

Floortime merupakan teknik intervensi yang berdasarkan pada

pendekatan DIR. Pendekatan DIR berlandaskan pada prinsip bahwa

perkembangan anak dipengaruhi oleh factor biologis yang dibawa seorang

anak sejak lahir, factor lingkungan sosial, dan interaksi antara kedua faktor

tersebut. Oleh karena itu, asesmen psikologis dengan model DIR bertujuan

untuk memahami tahapan perkembangan anak (Developmental), fungsi

biologis anak (Individual Differences), serta hubungan anak dengan

lingkungan sosial (Relationship), sehingga rencana intervensi yang akan

diberikan pada anak dapat disesuaikan dengan profil khusus yang dimiliki

anak. Berbeda dengan pendekatan behavioral yang memfokuskan pada

perubahan symptom/perilaku maladaptive pada anak, model DIR lebih

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

20

menekankan pada pencapaian tahapan-tahapan perkembangan yang adaptif

oleh anak.Selain itu, model DIR juga menekankan pentingnya affective

relationship (hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang) dalam

perkembangan anak. Melalui hubungan yang hangat dengan caregiver,

emosi yang muncul pada diri anak akan mendorong anak untuk mengenal

dunia di luar dirinya. Sebagai contoh, emosi senang yang dirasakan anak

saat mendengar suara lembut dari orang lain akan menggerakkan otot beserta

sistem motorik anak untuk menoleh dan mendekati orang tersebut

(Greenspan & Wieder, 2006).

2.3.2. Developmental, Individual-Differences, Relationship (DIR)

Model

Berikut ini akan diuraikan penjelasan mengenai D, I, dan R dalam

pendekatan DIR.

1. Developmental (D), mengacu pada 6 kemampuan kemampuan dasar

dari 6 tahapan perkembangan emosional (Functional Emotional

Milestone). Keenam kemampuan tersebut merupakan dasar dari proses

belajar dan pertumbuhan anak. Setiap anak biasanya menguasai

kemampuan tersebut dengan relative mudah. Akan tetapi, anak

berkebutuhan khusus cenderung terhambat karena faktor biologis dari

dalam diri yang menyebabkan proses penguasaan kemampuan tersebut

menjadi relatif sulit. Setiap kemampuan yang telah dikuasai pada satu

tahapan, akan menjadi landasan untuk menguasai kemampuan pada

tahapan berikutnya. Berikut akan dijelaskan setiap tahapan

perkembangan tersebut beserta karakteristik dari setiap tahapan.

(Greenspan & Wieder, 2006).

A. Level 1 : Shared Attention and Regulation (0-3 bulan)

Pada tahap ini, anak menerima stimulus multisensory (cahaya, suara,

bau, sentuhan dsb) dari lingkungan, kemudian belajar untuk

memroses dan merespon terhadap stimulus tersebut dengan bantuan

dari caregiver yang responsif.Melalui pengalaman yang berulang,

anak mengenali dan menikmati stimulus yang menyenangkan bagi

diri mereka dan menggunakan pengalaman tersebut untuk merasa

nyaman.Seiring dengan kematangan fungsi biologis/fisiologis dan

sikap caregiver yang sensitive terhadap kebutuhan mereka, anak

belajar untuk mentolerir beragam stimulasi dari lingkungan serta

tetap merasa tenang. Pada tahap ini, selain berperan untuk membantu

anak meregulasi diri, caregiver juga berperan untuk membina

interaksi sosial yang menyenangkan dengan anak, sehingga dengan

perlahan, ketertarikan anak terhadap dunia di luar dirinya akan

meningkat (Greenspan & Wieder, 2006).

B. Level 2 : Engagementand Relating (2 – 7 bulan)

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

21

Setelah meregulasi diri dan memiliki ketertarikan terhadap dunia luar

(level 1), selanjutnya anak akan membentuk hubungan/ikatan

emosional dengan orang di sekitarnya, khususnya kepada caregiver

yang selama ini memberikan pengalaman menyenangkan bagi

dirinya. Ketertarikan dan perhatian anak terhadap orang lain

meningkat dibandingkan terhadap objek inanimate. Anak belajar

mengenal perbedaan ekspresi wajah, nada suara, dan spektrum emosi

dari orang di sekitarnya melalui interaksi emosional yang berulang.

Ikatan emosional yang terbentuk (khususnya terhadap caregiver)

menajdi cikal bakal pembentukan attachment yang akan

memengaruhi kemampuan penyesuain diri, keahlian sosial, dan

fungsi kognitif (Cassidy & Shaver, dalam Greenspan & Wieder,

2006).

C. Level 3 : Two-Way Intentional Affective Signaling and

Communication (3 – 10 bulan)

Setelah memiliki ketertarikan dengan orang lain (level 2), anak

belajar membaca sinyal komunikasi dari orang lain kemudian

meresponnya dengan komunikasi preverbal (ekspresi wajah, gerak

tungkai, suara, ataupun postur tubuh). Proses komunikasi tersebut

terjadi secara timbale balik antara anak dan caregiver. Masing-

masing anak ataupun caregiver dapat menjadi pihak yang terlebih

dulu menginisiasi komunikasi (opening the circle of communication),

sementara pihak yang lain akan merespon sinyal komunikasi tersebut

(closing the circle of communication). Semakin kompleks

komunikasi yang terjadi, anak semakin memahami penggunaan

bahasa preverbal sebagai alat untuk berkomunikasi.Mereka juga

belajar memahami tujuan yang ingin disampaikan caregiver melalui

komunikasi yang terjalin. Dengan adanya komunikasi timbale balik,

terbentuk pula pemahaman mengenai hubungan sebab akibat, yaitu

tindakan seseorang membawa pengaruh terhadap tindakan orang lain

(Greenspan & Wieder, 2006).

D. Level 4 : Long Chains of Coregulated Emotional Signaling and

Shared Social Problem Solving (9 – 18 bulan)

Keterlibatan anak dalam interaksi yang kompleks dengan caregiver

semakin diarahkan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk

menyelesaikan masalah atau menyampaikan keinginan. Saat anak

merasa frustasi, anak belajar untuk mengkomunikasikan hal tersebut

pada caregiver sehingga kecenderungan anak untuk berperilaku

tantrum akan semakin jarang. Melalui komunikasi dengan caregiver,

anak belajar menyelesaikan masalah yang menyebabkan rasa

frustasinya. Pada tahap ini, anak juga belajar mengenal pola (pattern

recognition) melalui reaksi yang dimunculkan orang lain saat

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

22

berinteraksi dengannya. Pattern recognition mencakup pemahaman

tentang hal yang baik/buruk serta pola perilaku diri sendiri dan orang

lain; misalnya, jika anak merengek, ibu akanberteriak marah.Pattern

recognition membantu anak memahami bagaimana suatu kejadian

terjadi, sehingga ia mampu memprediksi hal-hal sederhsns yang akan

terjadi (Greenspan & Wieder, 2006).

E. Level 5 : Creating Representation (or Ideas) (18 – 30 bulan)

Akhir tahun kedua, seorang anak menciptakan mental images sebagai

representasi dari hal-hal yang dikenalnya melalui interaksi sosial

yang terjalin selama ini. Mental images tersebut kemudian

digunakan untuk membentuk ide pikiran ataupun tema-tema,

misalnya mental images tentang telepon genggam yang digunakan

dengan cara didekatkan ke telinga tertuang dalam kegiatan bermain

pura-pura dengan menggunakan balok yang ditempelkan ke telinga.

Sejalan dengan perkembangan motor oral, anak mulai menggunakan

kata-kata untuk menyampaikan perasaan, harapan, dan tujuannya

(Greenspan & Wieder, 2006).

F. Level 6 : Building Bridges between Ideas – Logical Thinking (30 –

48 bulan)

Anak mampu menghubungkan ide-ide yang telah ada sebelumnya

menjadi lebih logis dan terintegrasi, termasuk memahami bagaimana

suatu kejadian mendahului kejadian yang lain, bagaimana kejadian

terhubung dari suatu waktu ke waktu lainnya, dan menggunakan ide

untuk memahami perasaannya (Greenspan & Wieder, 2006).

2. Individual – Differences (I), perbedaan antar individu secara biologus

merupakan hasil dari factor genetik, kondisi prenatal, perinatal, dan

variasi dalam proses kematangan. Menurut Greenspan & Wieder (2006)

perbedaan antar individu dapat dikategorikan menjadi :

A. Sensory modulation, yaitu kemampuan anak dalam menerima

informasi sensori dari lingkungan seperti sentihan, suara, cahaya,

bau, rasa, dan gerakan. Beberapa anak cenderung underreactive, atau

overreactive, beberapa yang lain justru memiliki kombinasi

underreactive dan overreactive.

B. Sensory processing, meliputi kemampuan auditory processing,

language processing, dan visuospatial processing. Processing

merupakan kemampuan memahami dan memaknai (register, decode,

comprehend) urutan informasi serta pola abstrak.

C. Sensory affective processing, yaitu kemampuan memroses dan

merespon terhadap informasi yang melibatkan affect, serta

kemampuan anak untuk menghubungkan symbol/tindakan dengan

emosi dan tujuan.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

23

D. Muscle tone, yaitu tingkat ketegangan yang terlihat saat kondisi otot

seseorang sedang rileks atau beristirahat. Anak dengan low tone

umumnya terlihat lemas (loose and floppy).

E. Motor planning dan sequencing, yaitu kemampuan mengorganisir

tindakan secara bertujuan berdasarkan informasi yang diterima,

termasuk menyusun pikiran, kata-kata, dan konsep spasial serta

mengeksekusi ide/tindkan yang dimiliki dengan melibatkan gerak

tubuh.

3. Relationship-Based (R), merupakan gambaran hubungan anak dengan

caregiver, anggota keluarga, dan budaya. Hubungan dengan caregiver

merupakan sarana untuk perubahan (means for change) anak serta faktor

penting dalam proses perkembangan anak. Penguasaan kemampuan

pada tahapan perkembangan (Functional Emotional Development) terjadi

dalam konteks interaksi anak dengan caregiver. Karakteristik yang

dibawa caregiverselama berinteraksi dengan anak sangat menentukan

perubahan yang akan terjadi pada anak. Evaluasi terhadap karakteristik

caregiver biasanya mencakup :kepribadian, temperamen, sikap umum

dalam berelasi, harapan terhadap anak, nilai-nilai budaya, dan

pengalaman caregiver sebelumnya dengan orangtua (Greenspan &

Wieder, 2006).

2.3.3. Circle of Communication (CoC)

Pendekatan DIR/floortime menitik beratkan pada pentingnya

komunikasi yang tertuang dalam konsep tentang lingkaran komunikasi

(circle of communication). Lingkaran komunikasi merupakan interaksi

timbale balik (reciprocal, back and forth) dimana anak merespon terhadap

isyarat verbal ataupun nonverbal dari caregiver, dan sebaliknya (Greenspan

& Wieder, 2006). Satu lingkaran komunikasi dimulai dari tindakan

membuka lingkar komunikasi oleh satu pihak, kemudian diikuti tindakan

menutup lingkar komunikasi oleh pihak yang lain. Seseorang disebut

membuka lingkaran komunikasi apabila ia melakukan auatu tindakan atau

menunjukkan minat dan ketertarikan dengan orang lain. Seseorang disebut

menutup lingkaran komunikasi apabila ia merespon terhadap tindakan yang

telah dimulai oleh orang lain atau melanjutkan lingkar komunikasi tersebut

(Grenspan & Wieder, 1998). Contoh lingkaran komunikasi yang terjadi

dalam interaksi terapis dan anak:

Anak : mengambil bola dan melirik kea rah terapis (membuka

lingkar komunikasi pertama)

Terapis: mengangguk kepala dan tersenyum pada anak (menutup

lingkar komunikasi pertama)

Anak : melempar bola ke terapis (membuka lingkar komunikasi

kedua)

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

24

Terapis: menangkap bola dari anak (menutup lingkar komunikasi

kedua) kemudian melemparkan kembali bola ke anak

(membuka lingkar komunikasi ketiga)

Anak : menangkap bola dari terapis dan tersenyum (menutup

lingkar komunikasi ketiga)

Peningkatan kemampuan anak dalam melakukan interaksi timbale

balik dapat terlihat dari jumlah lingkaran komunikasi yang terbentuk sertaa

kompleksitas lingkaran komunikasi (apakah anak hanya mampu menutup

atau membuka lingkaran komunikasi, apakah anak hanya merespon dengan

bahasa nonverbal atau verbal, apakah bahasa verbal anak tergolong

sederhana atau semakin kompleks).Semakin panjang dan kompleks lingkaran

komunikasi yang terbentuk, semakin meningkat pula kemampuan anak untuk

melibatkan emosi dan mengarahkan perilaku secara bertujuan saat

berinteraksi. Interaksi timbale balik merupakan hal yang sangat esensial

bagi perkembangan anak, karena anak belajar mengenai lingkungannya

melalui respon yang ia terima melalui interaksi tersebut (Greenspan &

Wieder, 1998).

2.3.4. DefinisiFloortime

Menurut Greenspan (2010) metode floortime merupakan suatu

metode belajar yang mengacu pada pendekatan perkembangan yang

terintegrasi untuk anak yang mempunyai kesulitan dalam berkomunikasi,

dan metode belajar ini berbasis bermain dalam kegiatan spontan dan

menyenangkan untuk kepentingan anak, dan dapat dilakukan kapan saja dan

diamana saja.

Sedangkan Sutadi, dkk (2000), mengatkan bahwa floortime

merupakan metode pendekatan yang bersahabat (hangat dan akrab),

membangun hubungan dengan anak sebagai individu untuk membantu

memperbaiki proses perkembangan anak melalui bahasa tubuh (gesture),

kata-kata serta media bermain (pretend play).

Floortime adalah suatu cara sistematis bermain dengan anak melalui

suasana atau situasi yang disukai anak, media permainan yang diminati anak,

kata-kata, serta bermain pura-pura untuk membantunya melalui tahapan

perkembangan, dengan harapan dapat membentuk emosi yang sehat, sosial,

dan intelektual (Homdijah, 2004).

Berdasar beberapa definisi tentang floortime diatas, peneliti lebih

merujuk pada definisi floortime menurut Greenspan yaitu suatu metode

pembelajaran untuk anak yang mempunyai kesulitan dalam berkomunikasi,

metode ini berbasis bermain spontan yang menyenangkan, dapat dilakukan

dimana saja dan kapan saja.

2.3.5. Langkah-langkah dalam Floortime

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

25

Dalam pelaksanaan metode floortime, terdapat beberapa langkah

yang selalu diterapkan Greenspan (2010), yaitu :

a) Observasi (observation)

Observasi ini meliputi mendengarkan ataupun mengamati baik

ekspresi muka, nada suara, gesture, kata-kata yang dikeluarkan anak,

apakah anak cenderung komunikatif atau menarik diri, anak senang

atau ketakutan, dan sebagainya yang semua ini penting agar kita

dapat menentukan bagaimana harus mendekati anak secara efektif.

b) Pendekatan – membuka lingkaran komunikasi (Approach – open

cercle of communication)

Sekali kita dapat mengamati anak dengan baik kita dapat mendekati

anak dengan kata – kata dan gesture yang pas sehingga kita dapat

membuka lingkaran komunikasi dengan anak.

c) Mengikuti aktivitas yang diamati anak (Follow the child’s lead)

Setelah kita berhasil melakukan pendekatan pertama selanjutnya ikuti

aktivitas yang menarik minat anak, dengan jalan menjadi teman

bermain dan sebagai seorang yang siap membantu bila anak

memerlukan.Berikan kesempatan anak untuk membuat sendiri aturan

dalam permainannya, dengan demikian kita membantu anak untuk

merasa dihargai, dapat mengambil keputusan serta memberikan

kesempatan mereka untuk punya pengaruh dalam dunianya.

d) Memperluas permainan (Extend and Expand play)

Sementara kita mengikuti permainan yang dipilih anak kita dapat

melibatkan diri untuk mengembangkan permainannya dengan

komentar yang membangun tentang permainannya dan kemudian

menanyakan sesuatu untuk merangsang daya pikir anak dalam

permainan tanpa kesan mengganggu. Hal ini akan membantu anak

mengembangkan gagasan mereka.

e) Biarkan anak menutup lingkaran komunikasi (Child closes the circle

of communication)

Seperti halnya kita sudah membuka lingkaran komunikasi, berikan

kesempatan kepada anak untuk menutup lingkaran tersebut dengan

respons baik itu melalui gesture, ataupun dengan komentar.Semakin

banyak lingkaran komunikasi yang berhasil kita berikan dan semakin

banyak anak dapat meresponnya ini berarti session kita dianggap

berhasil.

1.4. Hasil-Hasil Penelitian Sebelumnya

Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Vidya Pangestika (2000)

tentang „Pengaruh Pendekatan Floor Time Terhadap Kemampuan Berbahasa

Pada Anak Autistik”.Penelitian dengan menggunakan desain repeated

measures pada 3 subjek yang berusia 3-5 tahun. Hasil penelitian diuji dengan

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

26

Wilcoxon 2-related samples, dan hasilnya adalah pendekatan floor time

memberikan pengaruh terhadap kemampuan berbahasa anak autistik.

Peningkatan rata-rata kemampuan berbahasa yaitu engagement 8,20, imitasi

2,07, bahasa reseptif 6,53, bahasa ekspresif 4,00. Peningkatan kemampuan

berbahasa juga dipengaruhi oleh kontinuitas dan kehadiran orang tua

terutama ibu. Kedua hal ini cukup membantu dalam meningkatkan

kemampuan berbahasa pada anak autistik.

Maryse Dionne, Rose Martini (2011) juga melakukan penelitian

tentang “Floor Time Play with a child with autism: A single-subject study”,

dan hasil analisis statistic di dalam penelitian tersebut menunjukkan hasil

yang signifikan antara komunikasi sebelum dan sesudah intervensi Floor

time. Penelitian ini memberikan bukti bahwa pendekatan Floortime efektif

untuk anak autis.

1.5. Efektivitas Metode Floortime Untuk Meningkatkan Kemampuan

Bahasa Reseptif Pada Anak Autis

Bahasa merupakan sarana komunikasi yang memiliki peranan sangat

penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa adalah

kemampuan seseorang dalam menggunakan bahasa untuk kepentingan

berkomunikasi dengan orang lain. Kemampuan berbahasa merupakan suatu

kemampuan yang penting dan mendasar bagi manusia guna mengikuti

pendidikan (Sutadi, dkk. 2009).

Kemampuan berbahasa yang perlu dikuasai oleh setiap individu

dalam berkomunikasi adalah bahasa reseptif dan bahasa ekspresif, seperti

yang diungkapkan oleh Tilton (dalam Yuwono, 2009) bahwa bahasa reseptif

adalah kemampuan pikiran manusia untuk mendengarkan bahasa bicara dari

orang lain dan menguraikan hal tersebut dalam gambaran mental yang

bermakna atau pola pikiran, dimana dapat dipahami dan digunakan oleh

penerima. Anak yang baik bahasa reseptifnya, maka dapat memahami

makna bahasa yang disampaikan baik secara verbal maupun nonverbal.

Dengan demikian kemampuan bahasa reseptif tentu sangat penting dimiliki

oleh anak agar bisa belajar dengan baik.

Kemampuan bahasa reseptif yang dimiliki setiap anak berbeda. Ada

yang lambat dan ada pula yang sesuai dengan perkembangan tergantung

pada kematangan anak, termasuk dalam kecerdasan dan keadaan organ

sensorisya, stimulus yang didapat dari lingkungan, pola asuh dan pola didik,

serta perkembangan kemampuan masing-masing.Aspek bahasa reseptif

merupakan potensi yang berkembang dan harus dikembangkan untuk dapat

memberikan respons sesuai dengan informasi atau rangsangan yang diterima

(Danuatmaja, 2005).

Suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut interaksi

sosial, perilaku, komunikasi dan bahasa adalah anak autis.Anak autis

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

27

mempunyai masalah dalam gangguan perkembangan neurobiologis yang

meliputi gangguan pada aspek perilaku, interaksi sosial, komunikasi dan

bahasa, serta gangguan emosi dan persepsi sensori (Yuwono, 2009).

Azwandi (2005), menjelaskan tentang ciri-ciri anak autis dalam segi

komunikasi dan bahasa bahwa dalam segi komunikasi, sekitar 50% anak

autis mengalami keterlambatan dan abnormalitas dalam berbahasa dan

berbicara. Mereka juga mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-

kata serta penggunaan bahasa yang tidak sesuai konteksnya, berbicara sering

monoton, kaku dan menjemukan.Mereka sukar mengatur volume dan

intonasi suaranya, kesukaran dalam mengekspresikan perasaan atau emosi

melalui suara. Mereka juga mengalami gangguan dalam komunikasi non-

verbal.

Mengingat betapa pentingnya bahasa reseptif bagi anak autis, maka

diperlukan metode pendekatan untuk meningkatkan kemampuan bahasa

reseptif tersebut. Dalam penelitian ini yang digunakan untuk

mengembangkan kemampuan bahasa reseptif anak autis adalah metode

floortime karena metode floortime merupakan suatu cara berhubungan

dengan anak secara hangat, akrab dan penuh cinta untuk membantu

memperbaiki proses perkembangan anak melalui tahapan perkembangan,

dengan harapan dapat membentuk emosi yang sehat, sosial, dan intelektual,

dimana dalam hal ini anak berperan aktif dalam melakukan suatu interaksi

kepada orang lain.

Greenspan (2010), menegaskan bahwa metode floortime mempunyai

keunggulan dalam membantu proses perkembangan anak, membentuk

keterampilan kognitif, membantu anak mengenal bahasa, mengekspresikan

emosi, mengungkapkan ide, meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan

berinteraksi sosial dengan orang lain dan lingkungan di sekitar anak.

Suatu metode pembelajaran akan lebih efektif jika didukung dengan

adanya media terutama pada anak autis yang memiliki hambatan

kemampuan bahasa reseptif. Dalam penelitian ini sarana media bermain

untuk mendukung keefektifan metode floortime yaitu dengan menggunakan

alat permainan balok pelangi. Menurut Soetjiningsih (2002) alat permainan

balok pelangi adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan

perkembangan anak sesuai usia dan tingkat perkembangannya dan yang

berguna untuk pengembangan aspek fisik, bahasa, dan kognitif anak.

Balok pelangi digunakan untuk membantu pembelajaran

kemampuan bahasa reseptif anak autis ketika anak memahami dan

melakukan instruksi kata kerja sederhana yaitu mengambil dan memasukkan

benda. Selain itu juga melatih konsentrasi anak pada saat anak berusaha

memasukkan benda (balok-balok) tersebut pada tempatnya. Metode

floortime menitikberatkan pada pentingnya komunikasi dua arah baik secara

verbal ataupun nonverbal. Jadi, pada penelitian ini subjek dibiarkan bebas

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. 2.1.1. Pengertian Autis “autism ...

28

bermain menggunakan permainan balok pelangi yang telah disediakan, dan

subjek terus diberi instruksi- instruksi kata kerja sederhana berupa “ambil

dan masukkan”. Dengan metode floortime dan pemberian instruksi-instruksi

kata kerja sederhana pada anak autis diharapkan dapat mengembangkan

kemampuan bahasa reseptifnya.

1.6. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan di dalam penelitian ini bahwa ada pengaruh

metode floortime untuk meningkatkan kemampuan bahasa reseptif pada anak

autis.